PREDIKSI UMUR PAHAT DENGAN METODE MESIN PENDUKUNG VEKTOR (SUPPORT VECTOR MACHINE)
commit to user
PREDIKSI UMUR PAHAT DENGAN METODE MESIN
PENDUKUNG VEKTOR (SUPPORT VECTOR MACHINE)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Disusun oleh :
AGUS WINOTO NIM. I 1404002
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
(2)
commit to user
v
PREDIKSI UMUR PAHAT DENGAN METODE MESIN PENDUKUNG
VEKTOR (SUPPORT VECTOR MACHINE)
Agus Winoto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan umur pahat dengan menggunakan metode mesin pendukung vektor (support vector machine) yang dapat bermanfaat dalam perencanaan proses permesinan. Dalam prediksi menggunakan algoritma Multylayer Perceptron ( MLP ), Radial Basis Function
(RBF) dan Polynomial. Data – data masukan pada program dengan menggunakan data-data yang diambil dan dihitung dari data pengukuran secara langsung dari praktek konvensional. Parameter-parameter yang diambil untuk prediksi umur pahat adalah variasi putaran poros, diameter benda kerja dan waktu pemotogan. Jumlah variasi percobaan adalah sebanyak 50, dari variasi data ini 35 data digunakan untuk data pelatihan dan sisanya sebanyak 15 data akan digunakan sebagai data pengujian. Hasil dari analisa data menunjukkan bahwa hasil pelatihan dapat mendekati perhitungan sebenarnya dengan ketelitian prediksi 90,03% (MLP), 98,17% (RBF) dan 98,98% (polynomial). Berdasarkan hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa prediksi umur pahat dengan algoritma polynomial dapat digunakan secara tepat dan akurat untuk memprediksi umur pahat.
Kata kunci : support vector machine, prediksi umur pahat, alogaritma MLP, alogaritma RBF, alogaritma Polynomial.
(3)
commit to user
vi
TOOL LIFE PREDICTION USING SUPPORT VECTOR MACHINE METHOD
Agus Winoto
ABSTRACT
The aim of this research is to estimate the tool life using support vector machine method, that useful in machining process planning. The prediction used algorithm Perceptron Multylayer (MLP), Radial Basis Function (RBF) and polynomial. The input data on the program using the data collected and calculated from measurement data directly from conventional practice. The variations uses in this research are the rotations of shaft, the diameter of workpiece and cutting time. The number of variations of the experiment are as many as 50, 35 used for training data and the rest of 15 data will be used as test data. The analysis shows that that the results of training approached the actual calculation of prediction accuracy reached 90.03% (MLP), 98.17% (RBF) and 98.98% (polynomial). Based on these results can be concluded that the prediction of tool life with polynomial algorithm can be used appropriately and accurately to predict tool life.
Keywords : support vector machine, tool life prediction, MLP algorithm, RBF algorithm, Polynomial algorithm.
(4)
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan lindungan, rahmat dan karuniaNya-lah penulis telah selesai menyusun laporan tugas akhir dengan judul “Prediksi Umur Pahat Dengan Metode Mesin Pendukung Vektor (Support Vektor Machine)” dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Semoga hasil pengerjaan laporan tugas akhir ini dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang teknik, khususnya teknik mesin. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bp. Muhammad Nizam, ST, MT., Phd dan Bp. Eko Prasetyo B, ST, MT., selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan banyak masukan dan arahan.
2. Bp. Dody Ariawan, ST, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Dosen penguji yang telah memberikan saran-saran.
3. Bp. Heru Sukanto, ST, MT., selaku dosen Pembimbing Akademis.
4. Bp. Purwadi Joko Widodo, ST, M.KOM., dan Bp. Didik Djoko Susilo, ST, MT., Selaku Dosen penguji yang telah memberikan saran-saran.
5. Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin FT UNS atas ilmu yang telah diberikan.
6. Seluruh laboran di Lab. Jurusan Teknik Mesin serta staf dan karyawan FT UNS, khususnya Jurusan Teknik Mesin.
7. Keluarga tercinta yang di Karanganyar maupun di Baki Sukoharjo yang telah mandukung dan membantu baik moral maupun material.
8. Teman-temanku di Griya Nuansa yang telah menemani hari-hariku dan memberi masukan dan dukungan.
9. Teman-temanku Angkatan 2004 : Blink, Ogix, Danang, Yepe, Azam, Didin, Marlon, Sumo, Bolly, Bambang, Daryono dan semuanya semoga sukses selalu.
10. Nurul Amin Rohmawati terima kasih atas bantuan dan semangatnya. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan laporan tugas
(5)
commit to user
viii
Disamping itu penulis juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua civitas akademi Jurusan Teknik Mesin UNS jika selama menjadi Mahasiswa penulis melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mohan maaf apabila masih ada kesalahan-kesalahan dalam penulisan laporan ini. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, 2011
(6)
commit to user
ix DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
1.6. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Proses Pembubutan... 4
2.1.1. Mesin Bubut ... 4
2.1.2. Geometri Pahat ... 8
2.1.3. Kerusakan dan Keausan Pahat ... 11
2.1.3.1. Mekanisme Keausan dan Kerusakan Pahat ... 12
2.1.4. Umur Pahat ... 14
2.1.4.1. Kriteria Umur Pahat ... 14
2.1.4.2. Pertumbuhan Keausan... 16
(7)
commit to user
x
2.2. Mesin Pendukung Vektor ( Support Vector Machine ) ... 19
2.2.1. Soft Margin ... 21
2.2.2. Kernel Trick dan Non Linier Pada SVM ... 22
2.3. Support Vector Regression ... 24
2.3.1. Regresi Linier ... 25
2.3.2. Regresi Non Linier ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
3.2. Bahan Penelitian ... 27
3.3. Alat Yang Digunakan... 27
3.4. Desain Penelitian... 29
3.5. Langkah Kerja Penelitian ... 29
3.6. Diagram Alir Penelitian ... 32
3.7. Cara Kerja ... 34
BAB IV DATA DAN PENELITIAN 4.1. Data Penelitian ... 35
4.2. Analisa Data Menggunakan Perhitungan Manual ... 37
4.3. Analisa Menggunakan Metode Support Vector Machines ... 43
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 55
5.2. Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
(8)
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Batas keausan kritis ... 15
Tabel 2.2. Harga eksponen n ... 17
Tabel 2.3. Kernel yang umum dipakai dalam SVM ... 23
Tabel 3.1. Desain pengujian pada mesin bubut SANWA ... 30
Tabel 4.1. Data hasil pengujian ... 35
Tabel 4.2. Kecepatan potong tiap variasi percobaan ... 37
Tabel 4.3. Keausan tepi ( VB ) tiap variasi percobaan ... 39
Tabel 4.4. Perbandingan keausn tepi dengan kecepatan potong ... 41
Tabel 4.5. Perbandingan umur pahat dengan kecepatan potong ... 42
Tabel 4.6. Data-data variasi percobaan sebagai inputan pada SVM ... 43
Tabel 4.7. Tiga puluh lima data yang akan dilatih ... 45
Tabel 4.8. Lima belas data yang akan diuji ( dipilih secara acak ) ... 46
Tabel 4.9. Error antara target dan keluaran hasil prediksi ... 52
Tabel 4.10 Pengaruh fungsi kernel terhadap besarnya error ... 53
(9)
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Mesin bubut... 4
Gambar 2.2. Proses bubut ... 7
Gambar 2.3. Bagian-bagian dari pahat ... 10
Gambar 2.4. Keausan kawah ( KT ) dan keausan tepi ( VB ) ... 11
Gambar 2.5. Pertumbuhan keausan pahat ... 16
Gambar 2.6. Mesin pendukung vektor ... 19
Gambar 2.7. Pemisahan klas secara linier dengan hyperplane ... 22
Gambar 2.8. Fungsi regresi ... 24
Gambar 3.1. Mesin bubut SANWA ... 27
Gambar 3.2. Stopwatch ... 28
Gambar 3.3. Alat uji keausan pahat ... 28
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian ... 32
Gambar 3.5. Diagram alir proses pembubutan dan perhitungan data secara secara konvensioanl ... 33
Gambar 4.1. Grafik perbandingan kecepatan potong dengan keausan pahat. 41 Gambar 4.2. Grafik perbandingan kecepatan potong dengan umur pahat .... 42
Gambar 4.3. Hubungan antar target dengan keluaran prediksi untuk data pelatihan keausan pahat ... 51
(10)
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data hasil Pengujian... 58
Lampiran 2. Script program Alogaritma Polynomial ... 60
Lampiran 3. Script program Alogaritma Radial Basis Function ... 62
Lampiran 4. Script program Alogaritma Multilayer Perceptron ... 64
Lampiran 5. Script program Trainlssvm... 66
(11)
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pattern Recognition merupakan salah satu bidang dalam komputer sains, yang memetakan suatu data ke dalam konsep tertentu yang telah didefinisikan sebelumnya. Konsep tertentu ini disebut class atau category. Berbagai metode dikenal dalam pattern recognition, seperti linear discrimination analysis, hidden markov model hingga metode kecerdasan buatan seperti artificial neural network. Salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian sebagai state of the art dalam pattern recognition adalah Support Vector Machine (SVM) . Support Vector Machine (SVM) dikembangkan oleh Boser, Guyon, Vapnik, dan pertama kali dipresentasikan pada tahun 1992 di Annual Workshop on Computational Learning Theory. Konsep dasar SVM sebenarnya merupakan kombinasi harmonis dari teori-teori komputasi yang telah ada puluhan tahun sebelumnya, seperti margin hyperplane (Duda & Hart tahun 1973, Cover tahun 1965, Vapnik 1964, dsb.), kernel diperkenalkan oleh Aronszajn tahun 1950, dan demikian juga dengan konsep-konsep pendukung yang lain.
Berbeda dengan strategi neural network yang berusaha mencari hyperplane
pemisah antar class, SVM berusaha menemukan hyperplane yang terbaik pada input space. Prinsip dasar SVM adalah linear classifier, dan selanjutnya dikembangkan agar dapat bekerja pada problem non-linear. dengan memasukkan konsep kernel trick pada ruang kerja berdimensi tinggi. Perkembangan ini memberikan rangsangan minat penelitian di bidang pattern recognition untuk investigasi potensi kemampuan SVM secara teoritis maupun dari segi aplikasi. Dewasa ini SVM telah berhasil diaplikasikan dalam problema dunia nyata (
real-world problems), dan secara umum memberikan solusi yang lebih baik
dibandingkan metode konvensional seperti misalnya artificial neural network. Pada penelitian ini mengaplikasikan SVM untuk memprediksi umur pahat yang dapat bermanfaat dalam perencanaan proses permesinan.
(12)
commit to user
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,dapat dirumuskan beberapa masalah yang ada antara lain :
1. Bagaimana mengaplikasikan Support Vector Machine untuk memprediksi keausan pahat.
2. Seberapa besar akurasi yang di hasilkan dari metode Support Vector Machine
di banding dengan hasil penelitian dengan konvensional.
1.3 Batasan Masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik,ditentukan batasan masalah sebagai berikut :
1. Proses pembubutan adalah proses pembubutan kasar dengan panjang permesinan 1840 mm.
2. Pahat yang di gunakan adalah pahat HSS 3/8” x 3/8” x 4” 3. Dalam penelitian ini material yang digunakan baja ST 70
4. Pada proses pembubutan mesin bubut dianggap standart dan faktor cairan pendingin di abaikan.
5. Keausan pahat yang digunakan adalah keausan tepi (flank wear) dan batas keausan ktitis pahat 0,3mm.
6. Rumus-rumus matematis yang digunakan berdasarkan rumus yang ada dibuku Teori dan Teknologi Permesinan (Taufiq Rochim 1993).
7. Data-data yang digunakan sebagai masukan (input) adalah data variasi putaran poros utama, diameter benda kerja dan data waktu pemotongan (cutting time). 8. Keluaran (output) yang ingin dicapai adalah berupa keausan pahat yang
merupakan batas dari suatu umur pahat yang disimulasikan pada progaram MATLAB versi 7.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membuat prediksi keausan pahat bubut dengan menggunakan metode Mesin Pendukung Vektor (support vector machine).
(13)
commit to user
2. Memperoleh perbandingan hasil prediksi keausan pahat antara metode Mesin Pedukung Vektor (support vector machine) dengan hasil secara konvensional. 3. Menampilkan model Mesin Pendukung Vektor (support vector machine)
dengan perangkat lunak MATLAB versi 7.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan dan menerapkan pengetahuan tentang Mesin Pendukung Vektor (support vector machine) untuk memprediksi keausan pahat dalam proses pembubutan.
2. Mengetahui perbandingan hasil simulasi dari Mesin Pendukung Vektor (support vector machine) dengan hasil secara konvensional.
3. Memberikan informasi tentang Mesin Pendukung Vektor sebagai metode
(support vector machine) untuk memprediksi keausan pahat.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat teoritis maupun praktis dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi tinjauan pustaka dan dasar teori BAB III : Berisi metodologi penelitian
BAB IV : Berisi data dan analisa BAB V : Berisi kesimpulan dan saran
(14)
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Proses Pembubutan 2.1.1. Mesin Bubut
Mesin bubut (lathe machine) merupakan mesin perkakas untuk tujuan proses pemotongan logam (metal cutting process). Operasi dasar dari mesin bubut adalah melibatkan benda kerja yang berputar dan cutting-tool nya bergerak linear. Kekhususan operasi mesin bubut adalah digunakan untuk memproses benda kerja dengan hasil/bentuk penampang lingkaran atau benda kerja silinder.
Sebab-sebab yang paling memegang peranan digunakannya mesin bubut : 1. Banyak bagian konstruksi mesin (poros, sumbu, pasak, tabung, badan roda,
sekrup dan sebagainya) dan juga perkakas (alat meraut, bor, kikir, pembenam dan sebagainya) menurut bentuk dasarnya merupakan benda putar (benda rotasi). Untuk membuat benda kerja ini sering digunakan cara pembubutan. 2. Perkakas bubut relatif sederhana dan karenanya juga murah.
3. Proses pembubutan menelupas serpih secara tak terputus sehingga daya sayat yang baik dapat dicapai.
Gambar 2.1. Mesin Bubut
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan ( taufik rochim,1993)
(15)
commit to user
Bagian-bagian utama dari mesin bubut antara lain:
1. Spindle : bagian yang berputar (terpasang pada headstock) untuk memutar
chuck (pencekam benda kerja).
2. Headstock : bagian dimana transmisi penggerak berada. Komponen
(pencekam benda kerja) dihubungkan dengan spindle poros transmisi pada bagian head stock ini. Headstock tersusun dari bagian workholder spindle, gear transmisi, parameter tingkat kecepatan spindle dan tuas-tuas pengatur. Kecepatan spindle bervariasi berkisar 25-1200 rpm dengan daya motor penggerak sekitar 30 kW DC.
3. Tailstock : bagian yang berfungsi mengatur center/titik tengah yang dapat diatur untuk proses bubut parallel maupun taper. Tailstock bergerak diatas lintasannya berupa rangkaian gigi rack dan pinion. Bagian ini juga berfungsi menunjukkan posisi relativ antara benda kerja dan cutting tool (pahat).
4. Tool post : bagian dimanan cutting tool (mata pahat) dicekam kuat bersama dengan toolholder-nya. Pengencangan toolholder pada tool post menggunakan tuas skrup. Tool post ini terpasang pada carriage (meja penghantar).
5. Carriage (sadel) : bagian ini berfungsi menghantarkan cutting tool (yang terpasang pada tool post) bergerak sepanjang meja bubut saat operasi pembubutan berlangsung. Carriage/sadel ini terdiri dari tiga bagian yaitu meja/sadel, apron, cross slider (meja luncur gerakan menyilang). Apron
berfungsi mengatur setiap pemakanan dari cutting tool terhadap benda kerja yang dibubut. Gerakan apron ini dapat diatur manual maupun setting otomatis. 6. Bed : meja dimana headstock, tailstock dan bagian lainnya terpasang kuat
diatas meja ini.
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometris suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses permesinan yang digunakan harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang sebagian benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut dicapai.
(16)
commit to user
Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai yang dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses permesinan. Untuk itu perlu lima elemen dasar proses permesinan yaitu:
1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min) 2. Kecepatan makan (feeding speed) : vf (mm/min) 3. Kedalaman potong (depth of cut) : a (mm) 4. Waktu pemotongan (cutting time) : tc (min) 5. Kecepatan penghasilan geram : Z (cm3/min) (rate of metal removal)
Elemen proses permesinan tersebut (v, vf, a, tc dan Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan/pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada bermacam –macam tergantung jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen proses permesinan dapat berlainan. Pada proses bubut benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros utama (spindle). Dengan mengatur lengan pengatur, yang terdapat pada kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih. Harga putaran poros utama umumnaya dibuat bertingkat, dengan aturan yang telah distandarkan misalnya 630, 710, 800, 900, 1000, 1120, 1250, 1400, 1600, 1800, dan 2000 rpm.untuk mesin bubut dengan putaran motor variable, ataupun dengan system transmisi variable, kecepatan poros utama tidak lagi bertingkat melainkan berkesinambungan (continue). Pahat dipasangkan pada dudukan pahat dan kedalaman potong (a) diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada pemutar menunjukkan selisih harga diameter, dengan demikian kedalaman gerak translasi bersama-sama dengan kereta dan gerak makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut tingkatan yang telah di standarkan, misalnya;…0,1 0.112, 0.125, 0.14, 0.16,…(mm/rev).
Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus dibawah:
(17)
commit to user
Benda kerja; d0 = diameter mula (mm) dm= diameter akhir (mm) lt= panjang permesinan (mm)
Pahat; kr= sudut potong utama g0= sudut geram
Mesin bubut; a = kedalaman potong (mm) A = (do-dm)/2 (mm)
f = gerak makan (mm/r)
n = putaran poros utama (r/min) Elemen dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut: 1. Kecepatan potong: v =
1000 . .dn p
(m/min) dimana, d = diameter rata-rata, yaitu
d = (d0+dm) /2 (mm)
2. Kecepatan makan: vf = f.n (mm/min) 3. Waktu pemotongan: tc = lt/vf (min) 4. Kecepatan penghasilan geram: Z = A.v
dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f.a (mm)
Gambar 2.2. Proses Bubut
(18)
commit to user
Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (kr, principal cutting edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksi pada bidang referensi) dengan kecepatan makan vf. besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orentasi pemasangannya). Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar pemotongan (b, width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, under formed chip thickness) sebagai berikut:
- lebar pemotongan: b = a/sin kr (mm) - tebal geram sebelum terpotong: h = f sin kr (mm)
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan sebagai berikut:
A = f.a = b.h (mm2/rev).
2.1.2. Geometri Pahat
Untuk mengenal bentuk dan geometrinya, pahat harus diamati secara sistematik. Pertama-tama perlu dibedakan tiga hal pokok yaitu elemen, bidang aktif, dan mata potong pahat, sehingga secara lebih rinci bagian-bagianya dapat didefinisikan. Dengan mengetahui definisinya maka bagian jenis pahat yang digunakan dalam proses permesinan dapat dikenal dengan lebih baik. Cara pengenalan melalui definisi ini harus dianut karena cara tersebut juga akan digunakan lebih jauh dalam menganalisis geometri pahat.
Beberapa bagian pahat yang dapat didefinisikan adalah (liat gambar 2.3 untuk memperjelas lokasi sesungguhnya dari bagian yang dimaksud pada pahat bubut).
Elemen Pahat :
- Badan (Body) : bagian pahat yang dibentuk menjadi mata potong atau tempat untuk sisipan pahat (dari karbida atau keramik).
- Pemegang/gagang (Shank) : bagian pahat untuk dipasangkan pada mesin perkakas. Bila bagian ini tidak ada maka fungsinya diganti oleh lubang pahat.
(19)
commit to user
- Lubang pahat (Tool Bore) : Lubang pada pahat dimana pahat dapat dipasang pada poros utama (spindel) atau poros pemegang dari mesin perkakas. Umumnya dipunyai oleh pahat freis.
- Sumbu Pahat (Tool Axis) : garis maya yang digunakan untuk mendefinisikan geometri pahat. Umumnya garis tengah dari pemegang atau lubang pahat. - Dasar (Base) : bidang rata pada pemegang untuk meletakkan pahat sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengukuran ataupun pengasahan pahat. Bidang Pahat : merupakan permukaan aktif pahat. Setiap pahat mempunyai bidang aktif ini sesuai dengan jumlah mata potongnya
- Bidang Geram (Aγ,face) : bidang dimana geram mengalir.
- Bidang Utama/Mayor (Aα,Principal/Mayor Flank) : bidang yang menghadap permukaan transien benda kerja. Permukaan transien benda kerja akan terpotong akibat gerakan pahat relatif terhadap benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan sebagian bidang utama akan terdeformasi sehingga begesekan dengan permukaan transien benda kerja.
- Bidang Bantu/Minor (Aα,Auxiliary/Minor Flank) : bidang yang menghadap permukaan terpotong dari benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan, sebagian kecil bidang bantu akan terdeformasi dan menggesek permukaan benda kerja yang telah terpotong/dikerjakan.
Dalam beberapa hal di sesuaikan dengan dengan kondisi pemotongan yang khusus, pahat dibuat dengan bidang aktif yang bertingkat. Misalnya ada dua bidang utama, maka bidang tersebut disebut sebagai bidang utama pertama (Aα1) dan bidang utama kedua (Aα2) sesuai dengan urutan lokasi terhadap mata potong dengan lebar yang tertentu (bα1 , bα2 : mm). Demikian pula dengan bidang yang lain.
Mata Potong adalah : tepi dari bidang geram yang aktif memotong. Ada dua jenis mata potong yaitu :
- Mata Potong Utama/Mayor (S, Principal/Mayor Cutting Edge) ; garis perpotongan antara bidang geram (Aγ) dengan bidang utama (Aα).
- Mata Potong Bantu/Minor (S, Auxilliary/Minor Cutting Edge) ; garis perpotongan antara bidang geram (Aγ) dengan bidang bantu (Aα).
(20)
commit to user
Mata potong utama bertemu dengan mata potong bantu pada pojok pahat (tool corner). Untuk memperkuat pahat maka pojok pahat dibuat melingkar dengan jari-jari tertentu,yaitu :
rc = radius pojok (corner radius / nose radius) ; mm
bc = panjang pemenggalan pojok (chamfered corner length) ; mm
Radius pojok maupun panjang pemenggalan pojok selain memperkuat pahat bersama-sama dengan kondisi pemotongan yang dipilih akan menentukan kehalusan permukaan hasil proses permesinan.
Beberapa jenis pahat dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu pahat kanan (Righ hand) dan pahat kiri (Left hand). Perbedaan antara kedua jenis pahat tersebut adalah terletak pada lokasi mata potong utama. Pahat kanan mempunyai mata potong utama yang sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kanan bila tapak tangan kanan ditelungkupkan diatas pahat yang dimaksut dengan sumbu pahat dan sumbu tapak tangan sejajar. Demikian pula dengan pahat kiri dimana lokasi mata potong utamanya sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kiri,lihat gambar 2.3.
Gambar 2.3. Bagian-bagian dari Pahat
(21)
commit to user 2.1.3. Kerusakan dan Keausan Pahat
Selama proses pembentukan geram berlangsung pahat dapat mengalami kegagalan dalam fungsinya yang normal karena berbagai sebab antara lain : - Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat. - Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong pahat. - Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat.
Keausan pahat dapat terjadi pada bidang geram (Aγ) dan/atau pada bidang utama (Aα) pahat. Karena bentuk dan letaknya yang spesifik, keausan pada bidang geram disebut dengan keausan kawah (crater wear) dan keausan pada bidang utama/mayor dinamakan sebagai keausan tepi (flank wear), hal ini dapat di lihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Keausan Kawah (KT) dan Keausan Tepi (VB) Sumber: Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993)
Keausan tepi dapat diukur dengan menggunakan microskop, dimana bidang mata potong Ps diatur sehingga tegak lurus sumbu optik. Dalam hal ini besarnya keausan tepi dapat diukur dengan mengukur panjang VB (mm), yaitu jarak antara mata potong sebelum terjadi keausan (mata potong didekatnya dijadikan referensi) sampai kegaris rata-rata bekas keausan pada bidang utama. Sementara itu, keausan kawah hanya dapat diukur dengan mudah dengan alat ukur kekasaran permukaan. Dalam hal ini jarum/sensor alat ukur digeserkan pada bidang geram dengan sumbu penggeseran diatur sehingga sejajar bidang geram.
(22)
commit to user
Dari grafik profil permukaan yang diperoleh dapat diukur jarak/kedalaman yang paling besar yang menyatakan harga KT (mm).
Selama proses pemotongan berlangsung, keausan tepi VB dan juga keausan kawah KT akan membesar (tumbuh) setaraf dengan bertambahnya waktu pemotongan tc (min). Kecepatan pertumbuhan keausan pahat dipengaruhi oleh berbagai faktor (jenis material benda kerja, material pahat, kondisi pemotongan, geometri pahat dan pemakaian cairan pendingin). Untuk suatu keadaan tertentu keausan kawah dapat tumbuh degan cepat dan pada keadaan lain tidak terjadi keausan kawah. Mungkin pula pada situasi tertentu permukaan aktif pahat tidak menunjukkan tanda-tanda keausan yang berarti, tetapi dalam pemakaian selanjutnya mata potong tersebut tiba-tiba rusak sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab dari keausan ataupun kerusakan tidaklah merupakan suatu faktor yang unik yang selalu sama tetapi tergantung pada kondisi proses pemotongan.
2.1.3.1. Mekanisme Keausan dan Kerusakan Pahat
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan dan kerusakan pahat dapat disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat merupakan suatu faktor yang dominan atau gabungan dari beberapa faktor yang tertentu. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain :
1. Proses Abrasif
Permukaan dapat rusak/aus karena adanya partikel yang keras pada benda kerja yang menggesek secara bersama-sama dengan aliran material benda kerja pada bidang geram dan bidang utama pahat.
2. Proses Kimiawi
Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin dengan komposisi tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material pahat dengan benda kerja.
(23)
commit to user
3. Proses Adhesi
Pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi, permukaan metal yang baru terbentuk akan menempel (bersatu seolah-olah dilas) dengan permukaan metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi disekitar mata potong pada bidang geram dan bidang utama pahat.
4. Proses Difusi
Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda kerja dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya aliran metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan menyebabkan terjadinya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan atom metal dan karbon dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju kedaerah dengan konsentrasi rendah.
5. Proses Oksidasi
Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila temperaturnya cukup tinggi dan tak ada perlindungan terhadap serangan oksigen dalam atmosfir. Akibatnya struktur material pahat akan lemah dan tidak tahan akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan pendingin dalam batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya proses
oksidasi.
6. Proses Deformasi Plastik
Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan (compressive stress) merupakan sifat material pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan yang diderita ujung/pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk menghindari terjadinya proses deformasi plastik.
7. Proses Keretakan dan Kelelahan
Umur pahat mungkin sangat singkat karena diakibatkan oleh patahnya pojok pahat sebelum timbul tanda terjadinya keausan. Hal ini umumya terjadi bila pojok pahat menderita beban kejut (impact load) seperti halnya yang
(24)
commit to user
terjadi pada proses permulaan pemotongan dengan gerak makan atau kedalaman potong yang besar. Untuk itu perlu dipilih pahat dari jenis yang lebih ulet (ductile, misalnya pahat karbida dengan prosentasi Co yang lebih besar atau dipilih pahat HSS) atau digunakan geometri yang cocok (sudut penampang dan/atau sudut miring yang besar dengan sudut potong utama yang kecil dan radius pojok yang besar).
2.1.4. Umur Pahat
Keausan pahat akan tumbuh atau membesar dengan bertambahnya waktu pemotongan sampai pada suatu saat pahat yang bersangkutan dianggap tidak dapat digunakan lagi karena telah ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan bahwa umur pahat telah habis. Keausan merupakan faktor yang menentukan umur pahat maka pertumbuhanya perlu ditinjau dengan memperhatikan faktor utama/dominan dari mekanisme keausan. Secara teoritik, dengan menggunakan analisis dimensional, dapat ditunjukkan beberapa variabel proses permesinan yang mempengaruhi umur pahat. Karena konstanta dan besaran fisik dalam rumus teoritik belum dapat dikorelasikan dengan sifat fisik benda kerja dan pahat (yang dapat diukur dengan melakukan penelitian fisik atau mekanik yang tidak berkaitan dengan proses permesinan) maka masih diperlukan percobaan permesinan guna mendapatkan rumus umur pahat empirik. Rumus tersebut memegang peranan penting didalam penentuan kondisi pemotongan optimum atau kondisi pemotongan paling baik.
2.1.4.1. Kriteria Umur Pahat
Semakin besar keausan/kerusakan yang diderita pahat maka kondisi pahat akan semakin kritis. Jikalau pahat tersebut masih tetap digunakan maka pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan sama sekali rusak. Kerusakan fatal seperti ini tidak boleh terjadi sebab gaya pemotongan akan semakin tinggi sehingga dapat merusakkan seluruh pahat, mesin perkakas dan benda kerja, serta dapat membahayakan operator yang melayani mesin tersebut.
(25)
commit to user
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut ditetapkan batas harga keausan (dimensi dari keausan tepi atau keausan kawah) yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan. Sebagai contoh, berdasarkan pengalaman, batas keausan yang diijinkan bagi suatu jenis pahat yang digunakan untuk memotong suatu jenis benda kerja adalah seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1. Batas Keausan Kritis
VB = harga keausan tepi
K = rasio kawah (crater ratio) = KT/KM
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993). Tabel 2.1. tersebut merupakan petujuk umum batas keausan dimana harganya tergantung pada jenis pahat dan benda kerja. Semakin keras pahat yang digunakan atau semakin tinggi gaya potong spesifik maka diperlukan batas keausan yang rendah.
Pengukuran dimensi keausan kawah dan keausan tepi secara langsung memerlukan penghentian/interupsi proses permesinan, pengambilan pahat, pengukuran keausan dengan microskop dan pemasangan kembali. Dalam praktek hal ini tidak selalu mudah untuk dilakukan, terutama dalam proses permesinan yang sesungguhnya dimana gangguan atas kelancaran proses produksi tidaklah diizinkan. Keausan pahat akan menimbulkan efek samping yaitu:
- Kenaikan gaya potong, - Getaran/chatter,
- Penurunan kehalusan permukaan hasil permesinan,dan/atau - Perubahan dimensi/geometri produk.
Pahat Benda kerja VB (mm) K
HSS Karbida Karbida Keramik
Baja dan Besi tuang Baja
Besi tuang dan Non ferrous Baja dan Besi tuang
0,3 s.d. 0,8 0,2 s.d. 0,6 0,4 s.d. 0,6
0,3
- 0,3 0,3 -
(26)
commit to user 2.1.4.2. Pertumbuhan Keausan
Pada dasarnya dimensi keausan menentukan batasan umur pahat, dengan demikian kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat berakirnya masa guna pahat. Pertumbuhan keausan tepi (flank wear) pada umumnya mengikuti bentuk sebagaimana gambar 2.5. yaitu mulai dengan pertumbuhan yang relatif cepat sesaat setelah pahat digunakan, diikuti pertumbuhan yang linier setaraf dengan bertambahnya waktu pemotongan (jumlah waktu yang digunakan untuk proses memotong), dan kemudian pertumbuhan yang cepat terjadi lagi. Saat dimana pertumbuhan keausan cepat mulai berulang lagi diaanggap sebagai batas umur pahat, dan hal ini umumnya terjadi pada harga keausan tepi (VB) yang relatif sama untuk kecepatan potong yang berbeda. Sampai batas ini keausan tepi (VB) dapat dianggap sebagai fungsi pangkat (power function) dari waktu pemotongan (tc) dan bila digambarkan pada skala dobel logaritmanya mempunyai hubungan linier.
Gambar 2.5. Pertumbuhan Keausan Pahat
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993)
2.1.4.3. Analisis Teoritik Umur Pahat
Umur Pahat secara pasti dapat diketahui dari hasil pengujian permesinan (secara empiris) untuk pasangan material benda kerja dan pahat tertentu.
Jenis material benda kerja yang berbeda akan memberikan umur pahat yang berbeda juga. Dalam aplikasinya pahat digunakan untuk memotong berbagai
(27)
commit to user
benda kerja. Jadi untuk setiap pahat dan setiap material benda kerja harus mempunyai data umur dan kondisi pemotongan tertentu dalam setiap perencanaan proses permesinan. Untuk menentukan umur pahat secara teoritik dapat dihitung menggunkan rumus yang dikenal dengan nama persamaan umur pahat Taylor yang dapat ditulis sebagai berikut :
뗐
Dimana : v = Kecepatan potong T = Umur pahat
CT = Konstanta umur pahat Taylor n = harga eksponen
Harga eksponen n dalam rumus Taylor dapat ditentukan dengan harga eksponen
m yang dapat dilihat pada tabel 2.2. m merupakan pangkat batas keausan, dengan harga yang sesuai bagi suatu jenis pahat berdasarkan hasil yang diperoleh dalam praktek.
Tabel 2.2. Harga Eksponen n
M 0 0,125 0,125 0,88 0,2 0,214 0,222 0,228 0,246 0,25 N 0,5 0,4 0,333 0,2 0,167 0,125 0,1 0,08 0,01 0 Jenis
pahat
...Keramik... ……..HSS…….
..……..Karbida……… ….Carbon Tool Steel… «--- Arah perkembangan penemuan material pahat jenis baru
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993) Untuk menentukan harga eksponen n dan konstanta CT dari rumus Taylor diperlukan suatu percobaan permesinan. Benda kerja yang dipilih harus mempunyai kualitas baik (yang mempunyai kesamaan struktur pada seluruh penampang yang akan dipotong/dibubut). Demikian pula halnya dengan pahat yang digunakan. Karena pahat tersebut akan aus untuk satu kali pemotongan maka diperlukan pengasahan yang hati-hati (bila pahat dari HSS) atau digunakan satu
(28)
commit to user
set pahat karbida sisipan dengan kualitas yang sama (berasal dari satu pabrik, bila mungkin dari satu set yang terdiri atas beberapa sisipan). Untuk kombinasi benda kerja dan pahat (dengan geometri tertentu) tersebut, percobaan pemotongan dilakukan dengan cara menentukan umur pahat pada beberapa harga kecepatan potong. Dalam hal ini sudut penempatan pahat, gerak makan, kedalaman potong dan kriteria keausan (dimensi keausan) tidak diubah.
Untuk mengetahui dimensi keausan diperlukan penghentian proses pemotongan sehingga pahat yang dipakai dapat diukur keausanaya (dengan microscop atau alat ukur kekasaran permukaan). Apabila batas keausan maksimum belum dicapai maka proses permesinan dapat dilanjutkan untuk kemudian dihentikan lagi guna mengukur keausanya. Umur pahat merupakan seluruh waktu pemotongan sehingga dicapai batas keausan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat diperkirakan dengan cermat, dengan bantuan kertas grafik dengan sekala dobel logaritma. Sumbu tegak merupakan dimensi keausan (VB atau K) dan sumbu mendatar adalah waktu pemotongan (tc). Umumnya data pengamatan keausan tehadap waktu akan tersebar disekitar garis lurus. Ekstrapolasi dan interpolasi dapat dilakukan dengan cara menarik garis mendatar dari sumbu tegak dari suatu harga keausan sampai memotong garis tersebut dan dilanjutkan menarik garis turun sampai memotong sumbu waktu yang merupakan umur pahat yang dicari untuk suatu harga kecepatan potong tertentu. Bila perlu pada kecepatan potong yang sama percobaan diulang guna untuk mengetahui kesamaan (keterulangan) yang diperoleh. Demikian pula untuk variasi kecepatan potong yang lain (tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi). Persamaan fungsi linier yang didapatkan, yaitu :
log v + n log T = log CT
Dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis garis regresi (metode kuadrat terkecil, least squeres method) untuk menentukan harga terbaik dari eksponen n dan konstanta CT masing-masing dengan harga deviasi standarnya.
(29)
commit to user
2.2. Mesin Pendukung Vektor (support vector machine)
Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah class pada input space. Gambar 2.6. memperlihatkan beberapa pattern yang merupakan anggota dari dua buah class : +1 dan –1. Pattern yang tergabung pada class –1 disimbolkan dengan warna merah (kotak), sedangkan pattern pada class +1, disimbolkan dengan warna kuning (lingkaran). Problem klasifikasi dapat diterjemahkan dengan usaha menemukan garis (hyperplane) yang memisahkan antara kedua kelompok tersebut. Berbagai alternatif garis pemisah (discrimination boundaries) ditunjukkan pada gambar 2.6-a.
Gambar 2.6. Mesin Pendukung Vektor
Hyperplane pemisah terbaik antara kedua class dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane tersebut dan mencari titik maksimalnya. Margin adalah jarak antara hyperplane tersebut dengan pattern terdekat dari masing-masing kelas. Pattern yang paling dekat ini disebut sebagai support vector. Garis solid pada gambar 2.6-b menunjukkan hyperplane yang terbaik, yaitu yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua class, sedangkan titik merah dan kuning
Margin
kelas -1 kelas +1 Kelas -1 kelas +1
(a) (b)
(30)
commit to user
yang berada dalam lingkaran hitam adalah support vector. Usaha untuk mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti dari proses pembelajaran pada SVM.
Data yang tersedia dinotasikan sebagai ⵈi ∈ d sedangkan label masing -masing dinotasikan yi ∈{−1,+1} untuk i = 1,2,...,l , yang mana l adalah
banyaknya data. Diasumsikan kedua class –1 dan +1 dapat terpisah secara sempurna oleh hyperplaneberdimensi d , yang didefinisikan
꧘ . ⵈ 0 Ⰸ2.1
Pattern ⵈi yang termasuk class –1 (sampel negatif) dapat dirumuskan sebagai pattern yang memenuhi pertidaksamaan
꧘ . ⵈi 1 Ⰸ2.2
sedangkan pattern ⵈi yang termasuk class +1 (sampel positif)
꧘ . ⵈi 1 Ⰸ2.3 Margin terbesar dapat ditemukan dengan memaksimalkan nilai jarak antara
hyperplane dan titik terdekatnya, yaitu 1/|| ꧘ ||. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
Quadratic Programming (QP) problem, yaitu mencari titik minimal persamaan
(2.4), dengan memperhatikan constraint persamaan (2.5).
min τ(w) = || ꧘ || 2 (2.4)
yi ( ⵈi . ꧘ + b)– 1 0, i (2.5) Problem ini dapat dipecahkan dengan berbagai teknik komputasi,di antaranya lagrange Multiplier.
L( ꧘,b, ) || ꧘ || 2 ∑ α i( yi ( ⵈi . ꧘ + b)– 1)
(i = 1,2,....,l) (2.6)
i,adalah Lagrange multipliers,yang bernilai nol atau positif ( i 0). Nilai
optimal dari persamaan (2.6) dapat dihitung dengan meminimalkan L terhadap ꧘ dan b,dan memaksimalkan L terhadap αi,dengan memperhatikan sifat bahwa pada
titik optimal gradient L=0,Persamaan (2.6) dapat dimodiifikasi sebagai maksimalisasi problem yang hanya mengandung saja αi , sebagaimana persamaan
(31)
commit to user
Memaksimalkan :
1
2 , ⵈ Ⰸ2.7
Dengan batasan :
0 Ⰸ 1,2, … , 0 Ⰸ2.8
Dari hasil dari perhitungan ini diperoleh αi yang positif inilah yang disebut
sebagai support vector.
2.2.1. Soft Margin
Penjelasan di atas berdasarkan asumsi bahwa kedua belah class dapat terpisah secara sempurna oleh hyperplane. Akan tetapi, umumnya dua buah class pada input space tidak dapat terpisah secara sempurna. Hal ini menyebabkan constraint pada persamaan (2.5) tidak dapat terpenuhi, sehingga optimisasi tidak dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah ini, SVM dirumuskan ulang dengan memperkenalkan teknik softmargin. Dalam softmargin, persamaan (2.5) dimodifikasi dengan memasukkan slack variabel ξi(ξi > 0) sbb.
Ⰸⵈ . ꧘ 1 ∀ Ⰸ2.9
Dengan demikian persamaan (2.4) diubah menjadi:
minτⰈ ꧘,ξ 1
2‖꧘‖ C Ⰸ2.10
Parameter C dipilih untuk mengontrol tradeoff antara margin dan eror klasifikasi ξ.Nilai C yang besar akan memberikan penalti yang lebih besar terhadap error klasifikasi tersebut.
(32)
commit to user
2.2.2. Kernel Trick dan Non Linier Classification Pada SVM
Pada umumnya masalah dalam domain dunia nyata (real world problem) jarang yang bersifat linear separable. Kebanyakan bersifat non linear. Untuk menyelesaikan problem non linear, SVM dimodifikasi dengan memasukkan fungsi Kernel.
Dalam non linear SVM, pertama-tama data dipetakan oleh fungsi ke ruang vektor yang berdimensi lebih tinggi. Pada ruang vektor yang baru ini, hyperplane yang memisahkan kedua class tersebut dapat dikonstruksikan. Hal ini sejalan dengan teori Cover (1965) yang menyatakan“Jika suatu transformasi bersifat non linear dan dimensi dari feature space cukup tinggi, maka data pada input space dapat dipetakan ke feature space yang baru, dimana pattern-pattern tersebut pada probabilitas tinggi dapat dipisahkan secara linear”.
Ilustrasi dari konsep ini dapat dilihatpada gambar 2.7. Pada gambar 2.7-a diperlihatkandata pada class kuning dan data pada class merah yang berada pada input space berdimensi dua tidak dapat dipisahkan secara linear. Selanjutnya gambar 2.7-b menunjukkan bahwa fungsi Φ memetakan tiap data pada input space tersebut ke ruang vektor baru yang berdimensi lebih tinggi (dimensi 3), dimanakedua class dapat dipisahkan secara linear olehsebuah hyperplane. Notasi matematika darimapping ini adalah sbb.
( a ) ( b )
(33)
commit to user
Tabel 2.3. Tabel Kernel Yang Umum Dipakai Dalam SVM
Jenis kernel Definisi
Polynomial 翰 ⵈ , ⵈ Ⰸⵈ . ⵈ 1
Multilayer perceptron 翰 ⵈ , ⵈ tanhⰈ ⵈ ⵈ Radial Basis Function
翰 ⵈ , ⵈ
Pemetaan ini dilakukan dengan menjaga topologi data, dalam artian dua data yang berjarak dekat pada input space akan berjarak dekat juga pada feature space, sebaliknya dua data yang berjarak jauh pada input space akan juga berjarak jauh pada feature space. Selanjutnya proses pembelajaran pada SVM dalam menemukan titik-titik support vector, hanya bergantung pada dot product dari data yang sudah ditransformasikan pada ruang baru yang berdimensi lebih tinggi, yaitu:
ΦⰈⵈ .ΦⰈⵈ .
Karena umumnya transformasi Φ ini tidak diketahui, dan sangat sulit untuk difahami secara mudah, maka perhitungan dot product tersebut sesuai teori Mercer dapat digantikan dengan fungsi kernel 翰 ⵈ , ⵈ yang mendefinisikan secara implisit transformasi Φ. Hal ini disebut sebagai Kernel Trick, yang dirumuskan:
翰 ⵈ , ⵈ ΦⰈⵈ .ΦⰈⵈ Ⰸ2.12 Kernel trick memberikan berbagai kemudahan, karena dalam proses pembelajaran SVM, untuk menentukan support vector, kita hanya cukup mengetahui fungsi kernel yang dipakai, dan tidak perlu mengetahui wujud dari fungsi non linear Φ. Berbagai jenis fungsi kernel dikenal, sebagaimana dirangkumkan pada tabel 2.3.
Selanjutnya hasil klasifikasi dari dataⵈ diperoleh dari persamaan berikut :
(34)
commit to user
SV pada persamaan di atas dimaksudkan dengan subset dari training set yang terpilihsebagai support vector, dengan kata lain data yang berkorespondensi pada ≥ 0 .
2.3. Support Vector Regression
SVM dapat juga diaplikasikan pada permasalahan regresi dengan pengenalan pada sebuah alternative fungsi kerugian, (Smola, 1996). Fungsi kerugian harus dimodifikasi untuk melibatkan ukuran jarak. Gambar 2.8. menggambarkan empat kemungkinan fungsi kerugian.
(a) Quadratic (b) Laplace
(c) Huber (d)Î- insentive Gambar 2.8. Fungsi Regresi
Fungsi regresi pada gambar 2.8. (a) behubungan dengan kriteria kesalahan kuadrat yang paling sedikit. Fungsi regresi pada gambar 2.8. (b) adalah sebuah fungsi regresi Laplacian yang tidak begitu sensitif terhadap faktor luar daripada
(35)
commit to user
fungsi regresi quadratic. Huber mengusulkan fungsi regresi pada Gambar 2.8. (c) sebagai sebuah fungsi regresi yang kuat yang memiliki sifat yang optimal ketika distribusi data tidak diketahui. Untuk mengetahui hal ini, Vapnik mengusulkan fungsi kerugian pada Gambar 2.8. sebagai sebuah perkiraan terhadap fungsi kerugian milik Hubber yang memungkinkan adanya sebuah regresi pada vektor pendukung yang diperoleh.
2.3.1. Regresi Linier
Pertimbangkan permasalahan dalam perkiraan data set, D = {(x1
, y1),…, (x1, y1)}, x Î Rn, y Î R, (2.14) Dengan fungsi linier,
f (x) = (w,x) + b. (2.15)
Fungsi regresi optimal diberikan oleh fungsi minimumnya, F (w, x) = ½ ççwçç2 + C S (xi- + xi+
), (2.16) Di mana C adalah nilai pra-spesifik, dan x-, x+ adalah variabel bebas yang mewakili batasan atas dan bawah pada hasil dari sistim tersebut.
2.3.1. Regresi Non-Linier
Dengan cara yang sama untuk masalah klasifikasi, sebuah model non-linier biasanya dibutuhkan untuk mendapatkan data model yang sesuai. Dengan cara yang sesuai dengan pendekatan SVC non-linier, sebuah pemetaan non-linier dapat digunakan untuk memetakan data ke dalam ruang tampilan dimensi yang tinggi di mana regresi linier dilakukan. Pendekatan Kernel dipakai untuk mendapatkan dimensi yang tepat. Penyelesaian SVR non-linier, dengan menggunakan fungsi kerugian Î - insentif, Gambar 2.8 (d), didapatkan dengan,
max
폀,폀∗ Ⰸ , ∗ max폀,폀∗ ∗Ⰸ Ⰸ
1
2 Ⰸ ∗
(36)
commit to user
dengan pembatasan,
0 , ∗ , 1, … , (2.18)
Ⰸ ∗ 0
Persamaan penyelesaian 3.21 dengan Penyelesaian pembatasan 3.22 menentukan pengganda Lagrange, µ, µ*
, dan fungsi regresi diberikan dengan,
Ⰸ Ⰸ ∗
ax
翰ⰈX ,X Ⰸ2.19
Di mana
〈 , ⵈ〉 Ⰸ ∗ 翰 ⵈ , ⵈ Ⰸ2.20
1
2 Ⰸ ∗ Ⰸ翰Ⰸⵈ , ⵈ 翰Ⰸⵈ , ⵈx
Karena dengan SVC, batasan persamaan dapat menurun jika Kernel mengandung pola yang bias, b diakomodasi di antara fungsi Kernel, dan fungsi regresi diberikan dengan,
Ⰸⵈ Ⰸ ∗ 翰Ⰸⵈ , ⵈ Ⰸ2.21
Kriteria optimalisasi untuk fungsi regresi yang lain dalam Bab 2.3.1 secara mirip didapatkan dengan mengganti produk titik dengan sebuah fungsi Kernel. Fungsi kerugian Î - insentif menarik karena tidak seperti fungsi biaya Huber dan quadratic, di mana semua poin data merupakan vektor pendukung, fungsi SV bisa jadi jarang. Fungsi kerugian quadratic menghasilkan sebuah penyelesaian di mana sesuai dengan regresi daerah, atau zeroth order regularization, di mana parameter regularisasi l = 1/2C.
(37)
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 di Laboratorium produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.2. Bahan Penelitian
Untuk pengambilan data keausan pahat secara konvensional bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja ST 70 dengan diameter 25 mm dan panjang 250 mm.
3.3. Alat Yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data umur pahat mesin bubut adalah sebagai berikut :
1. Mistar Ingsut
Alat yang digunakan untuk mengukur panjang benda kerja baik sebelum dipotong maupun sesudah dipotong, dan juga digunakan untuk mengukur diameter benda kerja baik sebelum dibubut maupun sesudah dibubut.
2. Mesin Bubut
Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut konvensional, yaitu: Ø Jenis : Bubut
Ø Merk : SANWA C06 32A
Gambar 3.1. Mesin Bubut SANWA
(38)
commit to user
3. Stopwatch
Gambar 3.2 Stopwatch 4. Pahat
Pahat yang digunakan adalah pahat HSS 5. Alat Uji Keausan Pahat
Gambar 3.3. Alat Uji Keausan Pahat
Peralatan yang digunakan dalam simulasi prediksi umur pahat dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Notebook/laptop Dengan Spesifikasi :
1) Merk : Compaq CQ 40
2) Processor : Pentium Core Duo T3200 2.0 Ghz 3) Ram : 2 Gb
4) Hardisk : 160 Gb
b. Perangkat lunak dan bahasa pemrograman yang digunakan adalah MATLAB versi 7.
(39)
commit to user 3.4 Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan sesuai variasi pengambilan data yang ada pada tabel 3.1. Data-data yang dicatat nantinya akan dihitung secara manual sesuai teori permesinan dan untuk data keausan pahat dapat diukur secara langsung dari hasil pengujian keausan pahat. Kemudian data-data penelitian dan data hasil perhitungan teoritis akan disusun kembali sebagai data penelitian untuk memprediksi keausan pahat dengan menggunakan metode mesin pendukung vektor (support vector machine).
Variabel-variabel data ditetapkan sebagai berikut :
a. Data-data hasil penelitian (pengambilan data uji) yaitu putaran mesin bubut (rpm), diameter benda kerja (mm) dan waktu pemotongan (menit) disebut sebagai masukan (input).
b. Data-data keausan pahat hasil pengujian sesungguhnya dalam praktek konvensional disebut keluaran (target).
c. Data-data keausan pahat hasil keluaran saat pelatihan SVM disebut sebagai keluaran keausan pahat (Yt).
d. Data-data keausan pahat hasil perhitungan sesungguhnya saat pengujian disebut sebagai target keausan pahat (Yt1).
3.5 Langkah Kerja Penelitian
Penelitian dilakukan dua tahap. Pertama, mengambil data penelitian secara manual, yaitu dengan melakukan proses pembubutan. Pengambilan data dilakukan sebanyak 50 kali dengan variasi putaran spindle, dan diameter benda kerja.
Kedua, data variasi dari tahap pertama dan hasilnya digunakan untuk pengujian dengan metode mesin pendukung vektor. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut
a. Tiga puluh lima data (data variasi dan data hasil manual) diambil untuk digunakan sebagai data pelatihan jaringan. Setelah kinerja jaringan yang terbaik didapat (ditentukan melalui para meter jaringan).
(40)
commit to user
b. Lima belas data di ambil digunakan sebagai data pengujian dengan menggunakan jaringan yang sudah terbentuk dan menghasilkan keluaran baru.
c. Data hasil perhitungan manual dan keluaran baru dibandingkan.
d. Membandingkan data hasil pengujian dengan data perhitungan manualnya untuk mengetahui error diantara keduanya.
Tabel 3.1. Desain Pengujian pada mesin bubut SANWA No Putaran (n)
(rpm)
Kecepatan Potong (vc) (m/min)
Gerak Makan (f) (mm/r)
Kedalaman Makan (a) (mm)
1 1255 96,547 0,2 0,5
2 1255 92,606 0,2 0,5
3 1255 88,,665 0,2 0,5
4 1255 84,725 0,2 0,5
5 1255 80,784 0,2 0,5
6 1255 76,843 0,2 0,5
7 1255 72,902 0,2 0,5
8 1255 68,962 0,2 0,5
9 1255 65,021 0,2 0,5
10 1255 61,080 0,2 0,5
11 755 58,082 0,2 0,5
12 755 55,711 0,2 0,5
13 755 53,340 0,2 0,5
14 755 50,970 0,2 0,5
15 755 48,599 0,2 0,5
16 755 46,228 0,2 0,5
17 755 43,857 0,2 0,5
18 755 41,487 0,2 0,5
19 755 39,116 0,2 0,5
(41)
commit to user
21 460 35,387 0,2 0,5
22 460 33,943 0,2 0,5
23 460 32,499 0,2 0,5
24 460 31,057 0,2 0,5
25 460 29,610 0,2 0,5
26 460 28,165 0,2 0,5
27 460 26,721 0,2 0,5
28 460 25,277 0,2 0,5
29 460 23,832 0,2 0,5
30 460 22,388 0,2 0,5
31 300 23,079 0,2 0,5
32 300 22,137 0,2 0,5
33 300 21,195 0,2 0,5
34 300 20,253 0,2 0,5
35 300 19,311 0,2 0,5
36 300 18,369 0,2 0,5
37 300 17,427 0,2 0,5
38 300 16,485 0,2 0,5
39 300 15,543 0,2 0,5
40 300 14,601 0,2 0,5
41 190 14,616 0,2 0,5
42 190 14,020 0,2 0,5
43 190 13,423 0,2 0,5
44 190 12,826 0,2 0,5
45 190 12,230 0,2 0,5
46 190 11,633 0,2 0,5
47 190 11,037 0,2 0,5
48 190 10,440 0,2 0,5
49 190 9,843 0,2 0,5
(42)
commit to user 3.6 Diagram Alir Peneltian
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian Pengambilan sampel data sebagai masukan SVM yang terdiri dari :
a. Putaran (rpm)
b. Diameter benda kerja (mm) c. Waktu Pemotongan (mnt)
Pengukuran keausan tepi pahat bubut dengan metode konvensional/manual
Penghitungan keausan pahat bubut dengan metode Mesin Pendukung Vektor (SVM)
Data : Keausan tepi pahat bubut hasil perhitungan konvensional/manual
Data sampel/masukan
Data : Keausan Pahat bubut hasil prediksi Mesin Pendukung Vektor (SVM)
Validasi data perbandingan antara data konvensional/manual dengan SVM.
Kesimpulan
Selesai Mulai
(43)
commit to user
Proses Pembubutan dan Perhitungan Data Secar Konvensional
Gambar 3.5. Diagram alir proses pembubutan dan perhitungan data secara konvensional
Persiapan Bahan
Material Baja ST 70
Set-up Mesin Bubut Mesin Bubut + Pahat HSS
Proses Pembubutan dengan Variasi vc, n,dan d n = 190 rpm, 300 rpm, 460 rpm, 755 rpm, 1255 rpm d = 25mm, 24mm, 23mm, 22mm, 21mm, 20mm,19mm 18mm, 17mm, 16mm.
a = 0,5 mm (konstan) f = 0,2mm/r (konstan)
Pengukuran:
1.Waktu Pemotongan (tc) 2.Keausan Tepi (VB)
Data Keausan Tepi Pahat
Selesai Mulai
(44)
commit to user
3.7 Cara Kerja
Pengambilan data selama proses pembubutan
1. Mempersiapkan dimensi benda kerja yang akan digunakan, yaitu baja ST 70 yang berdiameter 25 mm dipotong dengan panjang 250 mm. 2. Menyiapkan benda kerja, pahat, mesin bubut, alat ukur (stopwatch),
mistar insut dan alat uji keausan pahat.
3. Melakukan set up pada mesin bubut dengan putaran spindle (n) gerak makan (f) dan kecepatan potong (v). Pada proses ini kedalaman pemakanan konstan 0.5 dan sudut pahat 90º, dengan putaran spindle 1255 rpm, feeding 0,2 mm/rev, dan kecepatan potong 96,547 mm/mnt. 4. Memasang benda kerja pada spindle mesin bubut dan pahat pada tool
post, diatur agar pahat tegak lurus terhadap sumbu spindel mesin bubut.
5. Melakukan pengujian proses bubut silindrik dengan variable proses pemesinan yang telah ditentukan serta mencatat waktu pemotongan dengan menggunakan stopwatch dengan panjang permesinan 230 mm untuk setiap benda kerja.
6. Mengganti benda kerja untuk melakukan pembubutan berikutnya dengan variabel yang sama hingga panjang permesinan total 1840 mm terpenuhi.
7. Menghentikan mesin bubut, melakukan pengukuran keausan pahat (keausan tepi) dengan menggunakan alat uji keausan pahat setelah panjang permesinan yang telah ditentukan terpenuhi.
8. Mengulangi langkah 3-7 untuk proses bubut dengan variabel proses permesinan yang sesuai dengan susunan pengujian dan dilakukan kembali pengukuran keausan tepi.
(45)
commit to user
BAB IV
DATA DAN ANALISA
4.1. Data Penelitian
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang memberikan umur pahat yang optimal dari pahat HSS dengan memvariasikan kecepatan potong (Vc) menjadi 50 variasi.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian.
No n
(rpm) d (mm) f (mm/rev) a (mm) L (mm) Tc (min) VB (mm)
1 1255 25 0,2 0,5 1840 7,33 0,4258
2 1255 24 0,2 0,5 1840 7,33 0,4229
3 1255 23 0,2 0,5 1840 7,33 0,4193
4 1255 22 0,2 0,5 1840 7,33 0,4166
5 1255 21 0,2 0,5 1840 7,33 0,4137
6 1255 20 0,2 0,5 1840 7,33 0,4116
7 1255 19 0,2 0,5 1840 7,33 0,4084
8 1255 18 0,2 0,5 1840 7,33 0,4056
9 1255 17 0,2 0,5 1840 7,33 0,4025
10 1255 16 0,2 0,5 1840 7,33 0,4003
11 755 25 0,2 0,5 1840 12,18 0,3985
12 755 24 0,2 0,5 1840 12,18 0,3916
13 755 23 0,2 0,5 1840 12,18 0,3845
14 755 22 0,2 0,5 1840 12,18 0,3784
15 755 21 0,2 0,5 1840 12,18 0,3719
16 755 20 0,2 0,5 1840 12,18 0,3656
17 755 19 0,2 0,5 1840 12,18 0,3584
18 755 18 0,2 0,5 1840 12,18 0,3513
19 755 17 0,2 0,5 1840 12,18 0,3452
20 755 16 0,2 0,5 1840 12,18 0,3386
(46)
commit to user
21 460 25 0,2 0,5 1840 20,02 0,3356
22 460 24 0,2 0,5 1840 20,02 0,3335
23 460 23 0,2 0,5 1840 20,02 0,3324
24 460 22 0,2 0,5 1840 20,02 0,3315
25 460 21 0,2 0,5 1840 20,02 0,3304
26 460 20 0,2 0,5 1840 20,02 0,3296
27 460 19 0,2 0,5 1840 20,02 0,3274
28 460 18 0,2 0,5 1840 20,02 0,3264
29 460 17 0,2 0,5 1840 20,02 0,3253
30 460 16 0,2 0,5 1840 20,02 0,3245
31 300 25 0,2 0,5 1840 30,66 0,3255
32 300 24 0,2 0,5 1840 30,66 0,3239
33 300 23 0,2 0,5 1840 30,66 0,3215
34 300 22 0,2 0,5 1840 30,66 0,3198
35 300 21 0,2 0,5 1840 30,66 0,3179
36 300 20 0,2 0,5 1840 30,66 0,3167
37 300 19 0,2 0,5 1840 30,66 0,3147
38 300 18 0,2 0,5 1840 30,66 0,3126
39 300 17 0,2 0,5 1840 30,66 0,3104
40 300 16 0,2 0,5 1840 30,66 0,3086
41 190 25 0,2 0,5 1840 48,52 0,3090
42 190 24 0,2 0,5 1840 48,52 0,3077
43 190 23 0,2 0,5 1840 48,52 0,3067
44 190 22 0,2 0,5 1840 48,52 0,3058
45 190 21 0,2 0,5 1840 48,52 0,3049
46 190 20 0,2 0,5 1840 48,52 0,3035
47 190 19 0,2 0,5 1840 48,52 0,3024
48 190 18 0,2 0,5 1840 48,52 0,3014
49 190 17 0,2 0,5 1840 48,52 0,2998
(47)
commit to user
Keterangan :
n : Putaran poros utama (rpm) d : Diameter benda kerja (mm) f : Gerak makan (mm/ref) a : Kedalaman potong (mm)
L : Panjang pemotongan benda kerja (mm) Tc : Waktu pemotongan (min)
VB : Keausan tepi (mm)
4.2. Analisa Data Menggunakan Perhitungan Manual
Dari data hasil percobaan (Putaran poros utama, diameter benda kerja) maka berdasarkan rumus kecepatan potong dalam bab 3 besarnya kecepatan potong dapat dilihat dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kecepatan Potong Tiap Variasi Percobaan
Variasi Putaran Poros
(n) (rpm)
Diameter Benda kerja (d) (mm)
Kecepatan Potong (Vc) (m/min)
1 1255 25 96,547
2 1255 24 92,606
3 1255 23 88,,665
4 1255 22 84,725
5 1255 21 80,784
6 1255 20 76,843
7 1255 19 72,902
8 1255 18 68,962
9 1255 17 65,021
10 1255 16 61,080
11 755 25 58,082
12 755 24 55,711
13 755 23 53,340
(48)
commit to user
15 755 21 48,599
16 755 20 46,228
17 755 19 43,857
18 755 18 41,487
19 755 17 39,116
20 755 16 36,745
21 460 25 35,387
22 460 24 33,943
23 460 23 32,499
24 460 22 31,057
25 460 21 29,610
26 460 20 28,165
27 460 19 26,721
28 460 18 25,277
29 460 17 23,832
30 460 16 22,388
31 300 25 23,079
32 300 24 22,137
33 300 23 21,195
34 300 22 20,253
35 300 21 19,311
36 300 20 18,369
37 300 19 17,427
38 300 18 16,485
39 300 17 15,543
40 300 16 14,601
41 190 25 14,616
42 190 24 14,020
43 190 23 13,423
(49)
commit to user
45 190 21 12,230
46 190 20 11,633
47 190 19 11,037
48 190 18 10,440
49 190 17 9,843
50 190 16 9,247
Umur pahat merupakan seluruh waktu pemotongan (tc) sehingga dicapai batas keausan yang telah ditetapkan (VB maks = 0,3mm). Pertumbuhan keausan pahat pada kecepatan potong yang berbeda sampai batas ktitis keausan pahat HSS. Dari hasil percobaan dapat diketahui besarnya keausan tepi (VB) secara langsung dengan mengukur pada alat uji keausan pahat, besarnya keausan tepi dapat dilihat dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Keausan Tepi (VB) Tiap Variasi Percobaan Variasi
Percobaan
Waktu Pemotongan (tc)
Keausan Tepi (VB) (mm)
1 7,33 0,4258
2 7,33 0,4229
3 7,33 0,4193
4 7,33 0,4166
5 7,33 0,4137
6 7,33 0,4116
7 7,33 0,4084
8 7,33 0,4056
9 7,33 0,4025
10 7,33 0,4003
11 12,18 0,3985
12 12,18 0,3916
13 12,18 0,3845
(50)
commit to user
15 12,18 0,3719
16 12,18 0,3656
17 12,18 0,3584
18 12,18 0,3513
19 12,18 0,3452
20 12,18 0,3386
21 20,02 0,3356
22 20,02 0,3335
23 20,02 0,3324
24 20,02 0,3315
25 20,02 0,3304
26 20,02 0,3296
27 20,02 0,3274
28 20,02 0,3264
29 20,02 0,3253
30 20,02 0,3245
31 30,66 0,3255
32 30,66 0,3239
33 30,66 0,3215
34 30,66 0,3198
35 30,66 0,3179
36 30,66 0,3167
37 30,66 0,3147
38 30,66 0,3126
39 30,66 0,3104
40 30,66 0,3086
41 48,52 0,3090
42 48,52 0,3077
43 48,52 0,3067
(51)
commit to user
45 48,52 0,3049
46 48,52 0,3035
47 48,52 0,3024
48 48,52 0,3014
49 48,52 0,2998
50 48,52 0,2988
Tabel-tabel perbandingan keausan tepi dan kecepatan potong
Tabel 4.4. Perbandingan Keausan Tepi Dengan Kecepatan Potong No Diameter benda kerja
(d) (mm)
Kecepatan Potong (Vc)(m/min)
Keausan Tepi (VB)(mm)
1 25 96,547 0,4258
2 25 58,082 0,3985
3 25 35,387 0,3356
4 25 23,079 0,3255
5 25 14,616 0,3090
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Kecepatan Potong Dengan Keausan Pahat.
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45
0 20 40 60 80 100 120
K e au san T e p i (m m )
Kecepatan Potong (m/min)
(52)
commit to user
Dari tabel dan grafik perbandingan kecepatan potong dengan keausan pahat terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan potong maka akan mempercepat keausan pahat. Untuk kecepatan potong 96,547 (m/min) dan diameter benda kerja 25 (mm) menghasilkan keausan pahat sebesar 0,4258 (mm), sedangkan untuk kecepatan potong 58,082 (m/min), 35,387 (m/min), 23,079 (m/min) dan 14,616 (m/min) dengan diameter benda kerja yang sama akan menghasilkan keausan pahat sebesar 0,3985 (mm), 0,3356 (mm), 0,3255 (mm) dan 0,3090 (mm). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan potong maka semakin besar pula keausan dari suatu pahat.
Tabel 4.5. Perbandingan umur pahat dengan kecepatan potong No Diameter benda kerja
(mm)
Kecepatan potong (m/min)
Umur pahat (min)
1 25 96,547 7,33
2 25 58,082 12,18
3 25 35,387 20,02
4 25 23,070 30,66
5 25 14,616 48,52
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Kecepatan Potong Dengan Umur Pahat.
0 10 20 30 40 50 60
0 20 40 60 80 100 120
T
(
m
in
)
VC (m/min)
(53)
commit to user
Dari tabel dan grafik perbandingan kecepatan potong dengan umur pahat terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan potong maka umur pahat akan semakin menurun. Untuk diameter benda kerja 25 (mm) dan kecepatan potong 96,547 (m/min) umur pahat mencapai 7,33 (min), sedangkan untuk kecepatan potong 58,082, 35,387, 23,079 dan 14,616 (m/min) dengan diameter benda kerja yang sama akan didapatkan umur pahat 12,18 (min), 20,02 (min), 30,66 (min) dan 48,52 (min). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan potong maka umur pahat akan semakin menurun.
4.3. Analisa Mengunakan Metode Support Vector Machines
Variasi percobaan data keausan pahat hasil dari praktek secara konvensional disusun lagi sebagai data-data untuk pengujian menggunakan program mesin pendukung vector (support vector machines).
Data-data tersebut disusun pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data-data variasi percobaan sebagai inputan pada SVM
Pahat Vc Tc
( min )
VB (mm) n (rpm) d (mm)
1 1255 25 7,33 0,4258
2 1255 24 7,33 0,4229
3 1255 23 7,33 0,4193
4 1255 22 7,33 0,4166
5 1255 21 7,33 0,4137
6 1255 20 7,33 0,4116
7 1255 19 7,33 0,4084
8 1255 18 7,33 0,4056
9 1255 17 7,33 0,4025
10 1255 16 7,33 0,4003
11 755 25 12,18 0,3985
12 755 24 12,18 0,3916
(54)
commit to user
14 755 22 12,18 0,3784
15 755 21 12,18 0,3719
16 755 20 12,18 0,3656
17 755 19 12,18 0,3584
18 755 18 12,18 0,3513
19 755 17 12,18 0,3452
20 755 16 12,18 0,3386
21 460 25 20,02 0,3356
22 460 24 20,02 0,3335
23 460 23 20,02 0,3324
24 460 22 20,02 0,3315
25 460 21 20,02 0,3304
26 460 20 20,02 0,3296
27 460 19 20,02 0,3274
28 460 18 20,02 0,3264
29 460 17 20,02 0,3253
30 460 16 20,02 0,3245
31 300 25 30,66 0,3255
32 300 24 30,66 0,3239
33 300 23 30,66 0,3215
34 300 22 30,66 0,3198
35 300 21 30,66 0,3179
36 300 20 30,66 0,3167
37 300 19 30,66 0,3147
38 300 18 30,66 0,3126
39 300 17 30,66 0,3104
40 300 16 30,66 0,3086
41 190 25 48,52 0,3090
42 190 24 48,52 0,3077
(55)
commit to user
44 190 22 48,52 0,3058
45 190 21 48,52 0,3049
46 190 20 48,52 0,3035
47 190 19 48,52 0,3024
48 190 18 48,52 0,3014
49 190 17 48,52 0,2998
50 190 16 48,52 0,2988
Dari data-data pada Tabel 4.6. akan digunakan sebanyak 35 data untuk dilatih yang dapat dilihat pada Tabel 4.7. Sedangkan sisanya sebanyak 15 data akan digunakan sebagai data pengujian yang dapat diliat pada tabel 4.8. Data untuk pelatihan dan data untuk pengujian diambil secara acak agar merata dalam pembelajaran jaringan.
Tabel 4.7. Tiga puluh lima data yang akan dilatih
NO Input Output
N (rpm)
D (mm)
Tc (m/min)
VB (mm)
1 1255 25 7,33 0,4258
2 1255 21 7,33 0,4137
3 1255 24 7,33 0,4229
4 1255 19 7,33 0,4084
5 1255 18 7,33 0,4056
6 1255 23 7,33 0,4193
7 1255 16 7,33 0,4003
8 755 25 12,18 0,3985
9 755 22 12,18 0,3784
10 755 21 12,18 0,3719
11 755 24 12,18 0,3916
12 755 18 12,18 0,3513
(56)
commit to user
14 755 16 12,18 0,3386
15 460 22 20,02 0,3315
16 460 21 20,02 0,3304
17 460 25 20,02 0,3356
18 460 24 20,02 0,3335
19 460 18 20,02 0,3264
20 460 17 20,02 0,3273
21 460 16 20,02 0,3245
22 300 22 30,66 0,3198
23 300 21 30,66 0,3179
24 300 25 30,66 0,3255
25 300 19 30,66 0,3147
26 300 23 30,66 0,3215
27 300 17 30,66 0,3104
28 300 16 30,66 0,3086
29 190 22 48,52 0,3058
30 190 21 48,52 0,3049
31 190 25 48,52 0,3090
32 190 19 48,52 0,3024
33 190 24 48,52 0,3077
34 190 17 48,52 0,2998
35 190 16 48,52 0,2988
Tabel 4.8. Lima Belas Data Yang Akan Diuji (dipilih secara acak)
NO Input Output
N (rpm)
D (mm)
tc (m/min)
VB (mm)
1 1255 22 7,33 0,4166
2 1255 20 7,33 0,4116
(57)
commit to user
4 755 19 12,18 0,3584
5 755 20 12,18 0,3656
6 755 23 12,18 0,3845
7 460 20 20,02 0,3296
8 460 19 20,02 0,3274
9 460 23 20,02 0,3324
10 300 20 30,66 0,3167
11 300 24 30,66 0,3239
12 300 18 30,66 0,3126
13 190 20 48,52 0,3035
14 190 18 48,52 0,3014
15 190 23 48,52 0,3067
Peramalan atau prediksi digunakan metode mesin pendukung vector
(support vector machines) dengan memasukkan fungsi kernel untuk
menyelesaikan masalah non linier. Dalam non linier SVM, pertama-tama ⵈ dipetakan oleh fungsi ΦⰈx ke ruang vektor yang berdimensi lebih tinggi. Pada ruang vektor yang baru ini, hyperplane yang memisahkan kedua class tersebut dapat dikonstruksikan. Hal ini sejalan dengan teori Cover (1965) yang menyatakan“Jika suatu transformasi bersifat non linear dan dimensi dari feature space cukup tinggi, maka data pada input space dapat dipetakan ke feature space yang baru, dimana pattern-pattern tersebut pada probabilitas tinggi dapat dipisahkan secara linear”.
Ada beberapa jenis fungsi kernel yang umum dipakai dalam mesin pendukung vector (support vector machines) antara lain polynomial, multilayer preceptron, linier dan radial basis fungsion. Dalam prediksi umur pahat digunakan fungsi polynomial kernel karena memiliki tingkat error yang sangat kecil dibandingkan dengan fungsi kernel lainya.
Dari data hasil praktek konvensional dipisahkan menjadi dua data yaitu data 1 sebagai data pelatihan dan data 2 sebagai data testing.
(58)
commit to user
Untuk mensimulasikan program mesin pendukung vector (support vector
machines) digunakan perangkat lunak MATLAB versi 7 dengan toolbox LSSVM.
Langkah-langkah pembuatan program Mesin Pendukung Vektor (support vector machines)
1. Memasukkan data pelatihan
Data 1 merupakan data pelatihan yang berjumlah 35 variasi percobaan yang disusun secara acak, dengan data inputan putaran poros, diameter benda kerja dan waktu pemotongan, untuk data target berupa keausan tepi dari pahat.
%Data pelatihan
%Data Putaran, diameter, waktu pemotongan, dan keausan tepi
Data1 = [...
1255 25 7.33 0.4258 1255 21 7.33 0.4137 1255 24 7.33 0.4229 1255 19 7.33 0.4084 1255 18 7.33 0.4056 1255 23 7.33 0.4193 1255 16 7.33 0.4003 755 25 12.18 0.3985 755 22 12.18 0.3784 755 21 12.18 0.3719 755 24 12.18 0.3916 755 18 12.18 0.3513 755 17 12.18 0.3452 755 16 12.18 0.3386 460 22 20.02 0.3315 460 21 20.02 0.3304 460 25 20.02 0.3356 460 24 20.02 0.3335 460 18 20.02 0.3264 460 17 20.02 0.3253 460 16 20.02 0.3245 300 22 30.66 0.3198 300 21 30.66 0.3179 300 25 30.66 0.3255 300 19 30.66 0.3147 300 23 30.66 0.3215 300 17 30.66 0.3104
(59)
commit to user
300 16 30.66 0.3086 190 22 48.52 0.3058 190 21 48.52 0.3049 190 25 48.52 0.3090 190 19 48.52 0.3024 190 24 48.52 0.3077 190 17 48.52 0.2998 190 16 48.52 0.2988]; X = Data1 (:,1:3);
Y = Data1 (:,4);
2. Memasukkan data testing
Data 2 merupakan data testing yang terdiri dari lima belas data variasi percobaan yang disusun secara acak, dengan data inputan putaran poros, diameter benda kerja dan waktu pemotongan, untuk data target berupa keausan tepi dari pahat.
%Data testing
%Data Putaran, diameter,waktu pemotongan, dan keausan tepi
Data2=[...
1255 22 7.33 0.4166 1255 20 7.33 0.4116 1255 17 7.33 0.4025 755 19 12.18 0.3584 755 20 12.18 0.3656 755 23 12.18 0.3845 460 20 20.02 0.3296 460 19 20.02 0.3274 460 23 20.02 0.3324 300 20 30.66 0.3167 300 24 30.66 0.3239 300 18 30.66 0.3126 190 20 48.52 0.3035 190 18 48.52 0.3014 190 23 48.52 0.3067]; Xt = Data2(:,1:3);
Yt1 = Data2(:,4);
3. Memasukkan nilai parameter gamma (γ) dan sigma (σ) gam = 10;
(1)
commit to user
4. Menentukan tipe fungsi prediksi, untuk prediksi dipilih fungsi estimasi.
type = 'function estimation';
5. Menentukan jenis fungsi kernel.
[alpha,b] =
trainlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel'});
6. Melakukan simulasi prediksi keausan pahat (Yt)
Xt = Data2(:,1:3); Yt=
simlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel','preproces s'},{alpha,b},Xt);
Dari perintah-perintah ini akan menghasilkan nilai keluaran berupa hasil prediksi keausan pahat.
Yt =
0.4182 0.4127 0.4044 0.3597 0.3625 0.3708 0.3323 0.3295 0.3406 0.3151 0.3262 0.3096 0.3021 0.2966 0.3104
7. Menampilkan grafik hasil simulasi prediksi keausan pahat dengan perintah :
plotlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel','preproce ss'},{alpha,b});
Dari perintah-perintah ini akan didapatkan grafik hubungan antara target dengan keluaran hasi prediksi, untuk data pelatihan keausan pahat.
(2)
commit to user
0 5 10 15 20 25 30 35
0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4 0.42 0.44 0.46
time
Y
function estimation using LS-SVM
g=10,s2=0.2
pol datapoints (black *), and estimation (blue line)
Gambar 4.3 Hubungan antara target dengan keluaran prediksi,untuk data pelatihan keausan pahat.
8. Menentukan Error
error=(Yt-Yt1)./Yt1*100
Dari perintah ini akan dihasilkan nilai error yaitu presentase dari selisih target dan keluaran prediksi.
error=
0.3879 0.2641 0.4705 0.3678 -0.8527 -3.5693 0.8120 0.6451 2.4579 -0.4919 0.7101 -0.9554 -0.4540 -1.5948 1.2115
9. Menentukan waktu komputasi dengan perintah tic-toc
(3)
Dari perintah tersebut akan terlihat waktu komputasi yaitu:
0.156470 seconds.
Pengujian dilakukan terhadap data-data yang dilatih. Perbandingan antara target (Yt1) dan keluaran (Yt) dari hasil prediksi tersebut dilakukan dengan perintah simulasi program. Selisih dari target dan keluaran hasil prediksi ini dianggap sebagai error.
Tabel 4.9 Error Antara Target dan Keluaran Hasil Prediksi
No Target (Yt1) Prediksi SVM (Yt) E=[Yt1-Yt] Prosentase (%)
1 0,4166 0,4182 0,0016 0.3879
2 0,4116 0,4127 0,0011 0.2641
3 0,4025 0,4044 0,0019 0.4705
4 0,3584 0,3597 0,0013 0.3678
5 0,3656 0,3625 0,0031 0.8527
6 0,3845 0,3708 0.0137 3.5693
7 0,3296 0,3323 0,0027 0.8120
8 0,3274 0,3295 0,0021 0.6451
9 0,3324 0,3406 0,0082 2.4579
10 0,3167 0,3151 0,0016 0.4919
11 0,3239 0,3262 0,0023 0.7101
12 0,3126 0,3096 0,0030 0.9554
13 0,3035 0,3021 0,0014 0.4540
14 0,3014 0,2966 0,0048 1.5948
15 0,3067 0,3104 0.0037 1.2115
Error rata-rata 1,0163 %
Error (E) terkecil terletak pada data ke-2 yaitu 0.2641 %, sedangkan error terbesar terletak pada data ke-6 yaitu 3.5693 %. Pengukuran keausan pahat yang tidak akurat dapat menyebabkan nilai error menjadi lebih besar, seperti halnya
(4)
commit to user
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan error paling kecil dalam prediksi umur pahat dilakukan dengan cara membandingkan tiga jenis fungsi kernel yang digunakan dalam prediksi yaitu : Multilayer Perceptron (MLP), Radial basis Function (RBF) dan Polynomial. Dari ketiga jenis fungsi kernel tersebut dapat dilihat perbandingan hasil prediksinya pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Pengaruh fungsi kernel terhadap besarnya error
No Error (%)
MLP RBF Polynomial
1 16,8404 1,9060 0,3879
2 15,8302 2,2247 0,2641
3 13,9272 1,4953 0,4705
4 3,3363 1,9359 0,3678
5 5,2399 2,2716 0,8527
6 9,8978 2,1186 3,5693
7 5,1101 2,1868 0,8120
8 5,8164 2,3598 0,6451
9 4,2247 0,8967 2,4579
10 9,3915 0,8716 0,4919
11 6,9598 0,5540 0,7101
12 10,8262 1,8237 0,9554
13 14,1492 1,9288 0,4540
14 14,9445 2,2701 1,5948
15 12,9582 2,6208 1,2115
9,9634 % 1,8309 % 1,0163 %
Dari perbandingan ketiga jenis fungsi kernel tersebut didapatkan error rata-rata paling kecil dengan metode regresi polynomial dengan error rata-rata-rata-rata sebesar 1,0163 %, sedangkan error rata-rata untuk regresi radial basis function sebesar 1,8309 % dan untuk regresi multilayer perceptron sebesar 9,9634 %.
(5)
Dalam prediksi dengan metode mesin pendukung vector (support vector machines) di perlukan dua parameter yaitu gamma (γ ) dan sigma (σ2), nilai parameter yang dipilih adalah nilai parameter yang dapat menghasilkan nilai error
yang paling kecil. Pengaruh nilai gamma (γ ) terhadap besarnya error dapat
dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Pengaruh Nilai Gamma (γ ) Terhadap Besarmya Error
No Error
Gam 10 Gam 15 Gam 20 Gam 25
1 0,3879 0,3887 0,3891 0,3893
2 0,2641 0,2636 0,2633 0,2631
3 0,4705 0,4679 0,4666 0,4658
4 0,3678 0,3667 0,3661 0,3657
5 0,8527 0,8530 0,8532 0,8533
6 3,5693 3,5675 3,5666 3,5661
7 0,8120 0,8117 0,8116 0,8115
8 0,6451 0,6439 0,6434 0,6430
9 2,4579 2,4600 2,4611 2,4617
10 0,4919 0,4922 0,4924 0,4925
11 0,7101 0,7132 0,7147 0,7156
12 0,9554 0,9575 0,9586 0,9592
13 0,4540 0,4545 0,4547 0,4549
14 1,5948 1,5971 1,5983 1,5990
15 1,2115 1,2136 1,2147 1,2153
1,0163 % 1,0167 % 1,0170 % 1,0171 %
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai gamma (γ )
maka akan semakin besar pula nilai error yang dihasilkan, sehingga dalam
prediksi digunakan nilai gamma ( γ ) 10 karena error yang dihasilkan paling
(6)
commit to user
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari analisa data dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Prediksi umur pahat menggunakan metode mesin pendukung vector (support
vector machines) pada data pengujian menghasilkan error yaitu, dari 15 data
pengujian keausan pahat, error (
ε
) terkecil terletak pada data ke-2 yaitu 0,2641%, sedangkan error terbesar terletak pada data ke-6 yaitu 3,5693 %.
2. Hasil prediksi keausan pahat menggunakan metode mesin pendukung vector
(support vector machines) dari perbandingkan tiga jenis fungsi regresi didapatkan hasil dengan ketelitian prediksi 90,03% (MLP), 98,17% (RBF) dan 98,98 % (Polynomial). Dari perbandingan ketiga fungsi regresi, Alogaritma Polynomial lebih tepat dan akurat untuk memprediksi keausan pahat.
3. Metode mesin pendukung vector (support vector machines) bisa diterapkan
untuk memprediksi umur pahat/keausan pahat.
5.2. Saran
v Perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan metode mesin pendukung
vector (support vector machines) untuk jenis prediksi yang lain khususnya
dibidang teknik mesin.
v Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan berbagai
metode mesin pendukung vector (support vector machines) untuk mengetahui
jenis prediksi yang paling baik dalam kasus ini.