Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng.

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Luh Eka Widiastini Astawa NIM : 1102105070

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Mei 2015 Yang membuat pernyataan,


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA

NIM. 1102105070

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Drs. I DM Ruspawan, S.Kp, M.Biomed.

Ns. I Ketut Suarnata, S.Kep.

NIP.196005151982121001

NIP.197705112008021001


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN TINGKAT STRES PADA MASA

PENSIUN PNS GURU DI DESA SANGSIT KECAMATAN

SAWAN KABUPATEN BULELENG

OLEH:

LUH EKA WIDIASTINI ASTAWA NIM. 1102105070

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI

PADA HARI : ……….

TANGGAL :………

TIM PENGUJI :

1. Drs. I DM Ruspawan, S.Kp, M.Biomed. (Ketua) : ………….. 2. Ns. I Ketut Suarnata, S. Kep. (Sekretaris) : ………….. 3. Ns. Putu Ayu Sani Utami, M.Kep., Sp. Kep. Kom. (Pembahas) : …………..

MENGETAHUI :

DEKAN KETUA

FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M. Kes Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF NIP. 19530131 198003 1 004 NIP. 19501231 198003 1 015


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian berjudul Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan proposal penelitian ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M. Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF, sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.

3. Drs. I DM Ruspawan, S.Kp, M.Biomed, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu. 4. Ns. I Ketut Suarnata, S. Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan

bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini tepat waktu. 5. Kepala Camat Kecamatan Sawan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan

penelitian pada instansi yang dipimpin.

6. Kepala Desa Sangsit Kecamatan Sawan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada instansi yang dipimpin.


(7)

7. Orang tua dan rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Ilmu Keperawatan, atas dukungan dalam penulisan laporan penelitian ini.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

Penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan penulisan ini. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang mebutuhkan.

Denpasar, Mei 2015


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pegawai Negeri Sipil (PNS)... 8

2.1.1 Pengertian PNS ... 8

2.1.2 Batasan Usia PNS ... 9

2.1.3 Jenis PNS ... 10

2.1.4 Tugas dan Fungsi PNS ... 11

2.1.5 Hak-Hak PNS... 12

2.2 Pensiun ... 16

2.2.1 Pengertian Pensiun ... 16

2.2.2 Fase-Fase Pensiun ... 17

2.2.3 Perubahan-Perubahan Akibat Pensiun ... 18

2.2.4 Post Power Syndrome ... 20

2.2.5 Model Penyesuaian Terhadap Pensiun ... 21

2.3 Stres... 23

2.3.1 Pengertian Stres ... 23

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stres... 23

2.3.3 Tingkat Stres ... 26

2.3.4 Mekanisme koping terhadap stres ... 29

2.3.5 Penanganan Stres ... 32

2.4 Harga Diri ... 33

2.4.1 Pengertian Harga Diri ... 33

2.4.2 Komponen Pembentukan Harga Diri ... 34

2.4.3 Karakteristik Harga Diri ... 35


(9)

2.4.5 Faktor Mempengaruhi Harga Diri ... 37

2.5 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Masa Pensiun.... 38

BAB III KERANGKA KONSEP... 40

3.1 Kerangka Konsep ... 40

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 41 3.3 Hipotesis ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN ... 44 4.1 JenisPenelitian ... 44 4.2 Kerangka Kerja ... 45

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ….. ... 46

4.4 Populasi Penelitian ... 46

4.5 Sampel Penelitian …... 46

4.6 Teknik Sampling Penelitian ... 48

4.7 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ….. ... 48 4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ….. ... 52

4.9 Etika Penelitian ... 53

4.10 Pengolahan dan Analisis Data ….. ... 55

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

5.1 Hasil Penelitian ... 58

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitiaan ... 58

5.1.2 Hasil Pengamatan Sesuai Variabel Penelitian ... 59

5.1.3 Hasil Analisa Data ... 60

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 62

5.2.1 Tingkat Harga Diri ... 62

5.2.2 Tingkat Stres ... 65

5.2.3 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres ... 68

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB VI PENUTUP ….……… 72

6.1 Kesimpulan ... 72

6.2 Saran ………... 72

6.2.1 Bagi Guru ……….. 72

6.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 73

6.2.3 Bagi Instansi Terkait ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 42 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pensiun PNS Guru Berdasarkan Harga Diri……… 59 Table 3 Distribusi Frekuensi Pensiun PNS Guru Berdasarkan Tingkat Stres……… 60 Tabel 4 Uji Rank Sperman Antara Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pensiun PNS Guru… 61 Table 5 Tabel Crosstablation Antara Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pensiun PNS Guru…62


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian………..……… 40 Gambar 2 Kerangka Kerja Penelitian ……….. 45


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Instrumen Pengumpulan Data Self Esteem Scale

Lampiran 3 : Instrumen Pengumpulan Data Perceived Stress Scale (PSS-10) Lampiran 4 : Dana Proposal Penelitian

Lampiran 5 : Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Ijin Badan Perijinan dan Penanaman Modal Provinsi Bali Lampiran 7 : Surat Rekomendasi dari Kesbangpol Kabupaten Buleleng Lampiran 8 : Surat Ijin dari Perbekel Desa Sangsit Kecamatan Sawan Lampiran 9 : Penjelasan Penelitan

Lampiran 10 : Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 11 : Master Tabel

Lampiran 12 : Hasil Analisa Data Lampiran 13 : Dokumentasi Penelitian Lampiran 14 : Lembar Konsultasi


(13)

DAFTAR SINGKATAN

PSS : Perceived Stress Scale

PNS : Pegawai Negeri Sipil

BKD : Badan Kepegawaian Daerah PEMKAB : Pemerintah Kabupaten Buleleng PP : Peraturan Pemerintah

UU : Undang-Undang UUD : Undang-Undang Dasar

KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat KPG : Khursus Pendidikan Guru


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pegawai Negeri menurut Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau, diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Batasan usia pensiun PNS Umum di Indonesia yaitu 56 tahun dengan dasar hukum Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, batas usia pensiun untuk guru besar atau professor yaitu 65 tahun sesuai dasar hukum Pasal 67 ayat 5 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan untuk batasan usia pensiun guru yaitu 60 tahun sesuai dengan dasar hukum pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Berdasarkan data Badan Kepegawaian Nasional (2011) terdapat lebih dari sembilan ratus ribu PNS yang berusia diatas 51 tahun. Usia di atas 51 tahun ini merupakan usia memasuki usia pensiun.

Deputi Menpan untuk Sumber Daya Manusia dan Aparatur Negara Tasdik Kinanto (dalam Martono, 2006) mengatakan bahwa setiap tahunnya ada sekitar


(15)

2

110 ribu hingga 120 ribu orang PNS yang akan memasuki masa pensiun di Indonesia. Pada periode 2010 sampai 2014 akan ada 2,5 juta PNS yang akan memasuki usia pensiun (Kompasiana, 2012). Terlebih lagi terdapat fakta bahwa pada 2015 akan terjadi ledakan jumlah pensiun PNS. Data yang diperoleh dari Kemdikbud dinyatakan proyeksi pensiun pada tahun 2016 mencapai 46.891, dan pada tahun 2017 mencapai 55.084 pensiunan (Kemdikbud, 2014). Mulai tahun ajaran 2012/2013 jumlah PNS guru sebanyak 552.083, dalam satu bulan jumlah pensiun PNS guru di Indonesia mencapai 17 ribu pensiunan. Jumlah pendidik dan tenaga pendidik keseluruhan menurut jabatannya yaitu terdiri dari kepala sekolah, guru, dan pengawas. Kabupaten Buleleng memiliki tenaga kerja PNS guru tertinggi di Provinsi Bali dengan jumlah guru 7600 dengan jumlah pensiun guru tiap tahunnya yaitu lebih dari 3200 orang. Kabupaten Buleleng terdapat sembilan kecamatan, dengan pensiunan PNS guru dengan jumlah terbanyak terdapat di Kecamatan Sawan dengan jumlah pensiun yaitu 432 orang. Kecamatan Sawan terdapat 13 desa, dan dinyatakan menurut Badan Kepegawaian Daerah Buleleng bahwa di Desa Sangsit terdapat 72 pensiun guru dan menjadi jumlah usia pensiun terbanyak tiap tahunnya dibandingkan di Desa Bungkulan terdapat 64 pensiunan PNS guru, dan di Desa Kerobokan terdapat 37 pensiunan guru tiap tahunnya. Ini menyatakan bahwa semakin meningkatnya jumlah pension guru dari tahun ke tahun, tidak heran dengan meningkatnya masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap.


(16)

3

Memasuki masa pensiun sering disertai beranekaragam problematika selain dari akibat kehilangan finansial, masa pensiun juga bisa mempengaruhi konsep diri (Suliswati, 2005). Penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi karena seseorang takut tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Saat memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, kekuasaan, kontak sosial, bahkan harga diri juga akan berubah karena hilangnya peran. Seseorang yang dapat menerima dirinya mempunyai penilaian yang realistik terhadap potensi-potensi yang ada pada dirinya disertai dengan penilaian yang positif akan harga dirinya.

Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal diri (Stuart, 2009). Kenyataanya pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan stres psikososial. Memasuki masa pensiun sering disertai beranekaragam problematika selain dari akibat kehilangan finansial, masa pensiun juga bisa mempengaruhi konsep diri. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang dihadapi. Eliana, 2004 menyatakan bahwa proses penyesuaian diri yang paling sulit adalah pada masa pensiun.

Harga diri masa pensiun dipengaruhi cara penerimaan dan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dalam kehidupan yang disebabkan hilangnya rasa percaya diri ditengah keluarga dan lingkungan sekitar. Selain terjadi perubahan tersebut dapat mengakibatkan pensiunan mudah mengalami stres serta dapat


(17)

4

menimbulkan perubahan konsep diri: harga diri rendah. Stres yang dialami PNS guru pada masa pensiun cenderung meningkat, dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Diyah Kurniasari, 2005 dinyatakan bahwa stres yang bersumber pada diri sendiri sebanyak 61 orang (25,10%). Kecenderungan strategi koping pada pensiunan PNS di Kecamatan Polanharjo paling dominan berorientasi pada tugas sebesar 50,20%, sedangkan sisanya berorientasi pada ego sebesar 49,8%. Peneliti akan melakukan penelitian di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dengan jumlah pensiun PNS 72 orang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tiga orang warga yang sudah pensiun di desa tersebut yaitu rata-rata adalah pensiunan guru, dengan gambaran yaitu satu orang warga mengalami stres ringan dan harga diri sedang mengatakan menerima bahwa dirinya sudah pensiun, karena sudah tidak memiliki tanggungan keluarga, dan anak-anaknya sudah bekerja dan berpikir masa pensiun bukan masa kehilangan sumber pencarian melainkan masa yang harus dinikmati dimasa tua nantinya sehingga ia telah siap dalam psikologis, finansial, dan mental pada saat pensiun tiba, sedangkan dua warga lainnya yang sudah pensiun mengalami stres sedang dan harga diri rendah karena masih belum siap menerima pensiunan, selain itu mereka juga mengatakan setelah pensiun mereka tidak memiliki pekerjaan lain dan masih memiliki tanggungan anak yang masi sekolah dan mereka merasa sudah tidak berguna lagi bagi keluarganya. Uraian diatas dapat diinterpretasi bawha bagi seseorang yang memasuki masa pensiun membutuhkan waktu untuk merubah orientasi kehidupannya dari suasan bekerja ke suasana waktu luang yang panjang. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Holmes dan Rahe, (2007)


(18)

5

mengungkapkan bahwa pensiun menempati rangking 10 besar untuk posisi stress. Holmes dan Rahe juga mengatakan bahwa pensiun termasuk dalam salah satu peristiwa kehidupan yang muncul dalam kehidupan seseorang dan untuk menghadapinya dibutuhkan suatu penyesuaian psikologi.

Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran, yang dapat menyebabkan stres psikologis. (potter & perry, 2005). Stres psikologis dapat merubah harga diri cenderung rendah, namun harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol yang mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai berkualitas dan upaya pribadi. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Keacamatan Sawan Kabupaten Buleleng”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut, “Apakah ada Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng?”

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres Pada Masa Pensiun PNS Guru Di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng


(19)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi tingkat harga diri PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

2) Mengidentifikasi tingkat stres PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

3) Menganalisis hubungan harga diri dengan tingkat stres pada PNS guru yang memasuki masa pensiun di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya, khusunya yang berhubungan dengan tingkat perkembangan psikologis PNS guru selama memasuki masa pensiun agar masa pensiunnya tidak diisi dengan sesuatu hal yang tidak menyenangkan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai pengembangan penelitian lainnya khusunya pada ilmu keperawatan jiwa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk memberikan masukan kepada PNS guru dalam rangka menyusun berbagai program atau persiapan untuk mempersiapkan masa pensiun contohnya membentuk


(20)

7

perkumpulan PNS guru pensiun dan membentuk kegiatan rutin setiap minggunya seperti melakukan kegiatan sehat yaitu senam dan bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk diadakannya posyandu lansia sehingga mampu menyesuaikan diri dengan masa pensiun yang akan dihadapi, terutama tentang keadaan harga diri sehingga dapat mengurangi stres pada PNS guru yang memasuki masa pensiun.


(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2.1.1 Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu

1) Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.

2) Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahkan tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3) Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang terdapat dalam Bab I Pasal I menerangkan bahwa: Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada


(22)

9

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

2.1.2 Batasan Usia PNS

Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ditentukan bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun, yaitu:

1) 58 tahun bagi Pejabat Administrasi 2) 60 tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi

3) Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional.

PP Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional adalah jawaban atas poin 3 diatas. Dalam PP tersebut, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud adalah:

1) 58 tahun bagi Pejabat Fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat Fungsional Ketrampilan

2) 60 tahun bagi bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku Jabatan

fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya, Jabatan Fungsional Apoteker, Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri dan lain-lain (selengkapnya bisa dilihat di PP No.21 Tahun 2014)


(23)

10

Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian, Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya, Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama dan lain-lain.

Batasan usia pensiun PNS Umum di Indonesia yaitu 56 tahun dengan dasar hukum Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, batas usia pensiun untuk guru besar atau professor yaitu 65 tahun sesuai dasar hukum Pasal 67 ayat 5 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan untuk batasan usia pensiun guru yaitu 60 tahun sesuai dengan dasar hukum pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen.

2.1.3 Jenis Pegawai Negeri Sipil

Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri dari:

1) Pegawai Negeri Sipil

2) Anggota Tentara Nasional Indonesia

3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pegawai Negeri Sipil terdiri dari: 1) Pegawai negeri sipil pusat

a. Yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.


(24)

11

b. Yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan kereta api, pegadaian dan lain-lain.

c. Yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

d. Yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya. e. Yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain.

2) Pegawai negeri sipil daerah

Pegawai Negeri Sipil daerah diangkat dan bekerja pada Pemerintahan Daerah Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota

3) Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.

2.1.4 Tugas dan Fungsi Pegawai Negeri Sipil

Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. UU No.43 Tahun 1999 juga disebutkan hak-hak pegawai negeri yaitu: Menurut Pasal 7 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan beban


(25)

12

pekerjaan dan tanggung jawab. Pada dasarnya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Gaji adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atau hasil karya seseorang dalam menunaikan tugas sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing. Dewasa ini sistem penggajian terhadap pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1985 Tentang Pengaturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

Hak seorang pegawai negeri sipil yang lain adalah hak atas pensiun sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian “Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat-syarat yang diberikan berhak atas pensiun.”

Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk itu setiap pegawai negeri wajib menjadi peserta dari suatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tapi juga adalah sebagai balas jasa, maka pemerintah memberikan sumbangannya kepada pegawai negeri.

2.1.5 Hak-Hak Pegawai Negeri Sipil

Untuk memperjelas seberapa jauh jaminan kesejahtaraan PNS yang seharusnya ditunaikan oleh pemerintah, dapat dilihat pada Undang-Undang Pokok


(26)

13

Kepegawaian No. 8 tahun 1974, pasal 7 sampai dengan 10 yang mengatur tentang hak-hak PNS sebagai berikut:

1) Hak memperoleh gaji (pasal 7) 2) Hak atas cuti (pasal 8)

3) Hak yang berhubungan dengan musibah dalam melaksanakan tugas (pasal 9) 4) Hak atas pensiun (pasal 10)

Mengenai hak-hak tersebut di atas selanjutnya dapat dijelaskan secara rinci dalam uraian berikut:

a. Hak Memperoleh Gaji

Pasal 7 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 tahun 1974 berbunyi: “Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjan dan tanggung jawab”. Perlu disadari bahwa seharusnya pegawai negeri beserta keluarganya memang harus dapat hidup yang layak dari gajinya, sehingga PNS dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.

b. Hak atas Cuti

Hak atas cuti ini diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang berbunyi: “Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti”. Sedangkan yang dimaksud cuti adalah tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu, dan dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani. Untuk pelakasanan ketentuan di atas telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 dan Pedoman Pelaksanaannya yaitu Surat Edaran Kepala BAKN No. 1/SE/1977. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 pasal 3, menyebutkan ada


(27)

14

enam macam cuti yaitu: (1) Cuti Tahunan; (2) Cuti Besar; (3) Cuti Sakit; (4) Cuti Bersalin; (5) Cuti Alasan Penting; (6) Cuti Diluar Tanggungan Negara.

c. Hak yang berhubungan dengan Musibah dalam Tugas

Mengenai hak ini dasar hukumnya adalah pasal 9 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut:

1) Setiap Pegawai yang tertimpa suatu kecelakaan dalam dan karena melaksanakan tugas kewajiban berhak memperoleh perawatan

2) Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani maupun cacat rohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan

3) Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka.

d. Hak atas Pensiun

Mengenai hak pensiun, diatur dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 tahun 1974 pasal 10 yang berbunyi: “Setiap PNS yang telah memenuhi syarat -syarat yang ditentukan, berhak atas pensiun”. Pensiun adalah jaminan hari tua dan penghargaan pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri kepada negara. Pada dasarnya pensiun bukan saja merupakan jaminan hari tua, tetapi juga merupakan penghargaan atau balas jasa atas pengabdian seorang PNS. Untuk mendapatkan hak pensiun seorang PNS harus memenuhi tiga syarat pokok, yaitu: 1) Mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun

2) Diberhentikan dengan hormat sebagai PNS 3) Mempunyai masa kerja paling tidak 20 tahun


(28)

15

Jika PNS yang bersangkutan pada saat diberhentikan memiliki masa kerja 20 tahun tetapi belum berusia 50 tahun, maka pemberian pensiun ditetapkan setelah berusia 50 tahun. Sebelum mencapai 50 tahun kepadanya diberikan uang tunggu. Pemberian uang tunggu maksimal 5 tahun. Apabila masa tunggu lebih dari 5 tahun maka sisanya tidak mendapat penghasilan. Selain hak-hak tersebut di atas sebenarnya ada hak yang dapat diterima pegawai negeri dalam bentuk lain yaitu tunjangan yang bersifat pensiun. Tunjangan yang dimaksud adalah tunjangan yang diberikan kepada bekas pejabat yang menduduki jabatan negara tertentu dan janda atau dudanya termasuk anak-anaknya. Tunjangan ini diberikan dalam rangka pemberian penghargaan atas pengabdian kepada negara dan membela kemerdekaan Rebublik Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1980 tunjangan ini meliputi:

1) Tunjangan yang diberikan kepada penulis pergerakan kebangsaan atau kemerdekaan

2) Tunjangan yang diberikan kepada Veteran

3) Tunjangan yang diberikan kepada beklas anggota KNIP (1980:12) Dalam rangka mengupayakan kesejahteraan pegawai negeri di samping pemenuhan atas hak-haknya seperti diuraikan di atas, masih ada usaha lain yang ditempuh pemerintah seperti: Pertanggungan sosial dari pemerintah, Koperasi, KPG, Perumahan Dinas dan sebagainya. Khusus mengenai pertanggungan sosial ini dapat dijelaskan bahwa sifatnya wajib sehingga disebut juga pertanggungan wajib. Tujuan dari pertanggungan sosial ini pada prinsipnya adalah memberikan kesejahteraan atau jaminan sosial kepada anggotanya yaitu pegawai negeri. Ada


(29)

16

dua model pada pertanggungan sosial yaitu yang mengandung unsur menabung dan tidak mengandung unsur menabung. Pertanggungan sosial pemerintah yang tidak mengandung unsur menabung misalnya pemeliharaan kesehatan PNS. Sedangkan yang mengandung unsur menabung misalnya; iuran taspen, yang kemudian diganti Asuransi Sosial PNS.

2.2 Pensiun

2.2.1 Pengertian Pensiun

Pensiun adalah suatu sistem yang berlaku dalam suatu negara, terutama negara industri. Pensiun mulai diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20 (Boedhi Darmojo, 1999 dalam Tamher, S. 2009).

Pensiun adalah suatu masa transisi ke pola hidup baru, sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan keseluruhan terhadap pola hidup. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dan relasi-relasi, dan meningkatnya waktu luang ( Tuner & Helms, dalam Hidayata, et al., 2006 & Schwartz; Hurlock; Kimmel, dalam Safitri B., 2013)

Dari beberapa pernyataan mengenai pensiun diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan masa pensiun adalah masa ketika seseorang sudah keluar dari pekerjaan formal, memperoleh dana pensiun atau pelayanan lainnya, dan menyandang peran baru dalam kehidupan sebagai pensiunan.


(30)

17

2.2.2 Fase-Fase Pensiun

Ahli gerontologi Robert Atchley (1976, dalam Trimardhany V., 2010) menggambarkan tujuh tahapan pensiun. Ketujuh fase pensiun ini dibagi dalam dua tahapan yaitu pra-pensiun dan masa pensiun yaitu :

1) Fase Remote

Fase permulaan fase pra-pensiun dimana para pekerja hanya sedikit sekali yang memikirkan persiapan untuk pensiun dan mereka kebanyakan mengharapkan bahwa pensiun tidak akan terjadi.

2) Fase Near

Para pekerja mulai berpartisipasi dalam sebuah program persiapan pensiun. Program tersebut biasanya membantu para calon pensiun memutuskan kapan dan bagaimana mereka akan membiasakan diri dengan penghasilan dan aktivitas, hal ini juga terkait dengan hal fisik dan kesehatan mental.

3) Fase Honeymoon

Fase paling awal dan masa pensiun dan pada fase ini banyak individu yang merasa eforia (bersenang-senang). Mereka dapat mengerjakan beberapa banyak hal yang dahulu tidak sempat dikerjakan karena padatnya waktu bekerja, dan mereka menikmati waktu luang dengan lebih banyak aktivitas serta bersenang-senang dengan uang yang mereka terima.

4) Fase Disenchantment

Setelah fase honeymoon, para pensiunan sering merasa dalam kerutinan. Jika kerutinan itu memuaskan, maka keputusan untuk pensiun dianggap berhasil. Tetapi apabila para pensiunan yang gaya hidupnya hanya berorientasi seputar


(31)

18

pekerjaannya seperti sebelum pensiun, maka keputusan pensiun merupakan kekecewaan.

5) Fase Reorientation

Para pensiunan menerima cadangan penghasilan dan menarik seluruh miliknya serta menghasilkan alternatif hidup yang lebih realistik. Mereka menganalisa dan mengevaluasi gaya hidup yang mungkin membawa mereka pada kehidupan yang lebih memuaskan.

6) Fase Stability

Para pensiunan memutuskan dan mengevaluasi terhadap suatu kriteria perkumpulan yang akan dipilih sebagai sarana kegiatan dalam masa pensiun. Jika masa peralihan dari fase Honeymoon menuju fase Disenchantment dan fase

Reorientantion terjadi sangat lambat maka fase stability akan sukar dicapai.

7) Fase Termination

Para pensiunan berperilaku sebagai orang yang “sakit” dan “ketergantungan” karena para pensiun merasa orang yang menjadi tua tidak berfungsi lebih lama secara swatantra dan hanya sendirian.

2.2.3 Perubahan-Perubahan Akibat Pensiun

Menurut (Turner dan Helms, 1982 dalam Lestari, 2008) ada beberapa hal yang mengalami perubahan dan menuntut penyesuaian diri yang baik ketika menghadapi masa pensiun:

1) Masalah Keuangan

Pendapat keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus


(32)

19

dibiayai. Hal ini menimbulkan stress tersendiri bagi seorang suami karena merasa bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang

2) Berkurangnya harga diri (Self-Esteem)

Bengston (1980) mengemukakan bahwa harga diri seorang pria biasanya dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of competence (perasaan mampu), dan feelling of worthwhile (perasaan berharga). Ketiga hal yang disebutkan di atas sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam lingkungan pekerjaan.

3) Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan

Kontak dengan orang lain membuat pekerjaan semakin menarik. Bahkan pekerjaan itu sendiri bisa menjadi reward sosial bagi beberapa pekerja misalnya seorang sales, resepsionis, customer services yang meraih kepuasan ketika berbicara dengan pelanggan. Selain dari kontak sosial, orang juga membutuhkan dukungan dari orang lain berupa perasaan ingin dinilai, dihargai, dan merasa penting. Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari teman sekerja, atasan, bawahan dsb. Tentunya ketika memasuki masa pensiun, waktu untuk bertemu dengan rekan seprofesi menjadi berkurang.

4) Hilangnya makna suatu tugas

Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya. Dan hal ini tidak bisa dikerjakan saat seeorang itu mulai memasuki masa pensiun.


(33)

20

5) Hilangnya kelompok referensi yang bisa mempengaruhi self image. Biasanya seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok bisnis tertentu ketika dia masih aktif bekerja. Tetapi ketika dia menjadi pensiun, secara langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan hilang. Hal ini akan mempengaruhi seseorang untuk kembali menilai dirinya lagi.

6) Hilangnya Rutinitas

Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam kerja. Tidak semua orang menikmati jam kerja yang panjang seperti ini, tapi tanpa disadari kegiatan panjang selama ini memberikan sense of purpose, memberikan rasa aman, dan pengertian bahwa kita ternyata berguna. Ketika menghadapi masa pensiun, waktu ini hilang, orang mulai merasakan diri tidak produktif lagi.

2.2.4 Post Power Syndrome

Menurut Elia (2005) yang dimaksud dengan post power syndrome adalah kumpulan gejala. “Power” adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome adalah gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.

Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome:

1) Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.


(34)

21

2) Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain

3) Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.

Beberapa Gejala Post Power Syndrome menurut(Lestari K., 2008) : 1) Gejala fisik

Misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya dibandingkan waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban), berkeriput, dan menjadi pemurung, sakit-sakitan, tubuhnya menjadi lemah.

2) Gejala emosi

Misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan sebagainya.

3) Gejala perilaku

Misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.

2.2.5 Model Penyesuaian Terhadap Pensiun

Hornstein dan Wapner (Hoyer, 1999) dalam Saragih, 2006 mengemukakan empat model penyesuaian terhadap pensiun, yaitu:


(35)

22

1) Transition to Old Age/ Rest

Individu dengan tipe ini menganggap pensiun sebagai masa santai, dan merupakan akhir pra kerja yang penuh tekanan dan dimulainya gaya hidup yang menyenangkan dan santai ketika mereka memasuki usia tua

2) The New Beginning

Individu memandang pensiun sebagai kesempatan yang menyenangkan, peluang untuk hidup sesuai dengan keinginan dan mempunyai kebebasan menghabiskan waktu dan energi untuk diri sendiri. Pensiun ditandai dengan perasaan baru, kembali bervitalitas, antusias dan energi yang bertambah. Individu memandang masa depan dengan positif sebagai saat untuk meraih kendali atas tujuan dan kesenangan (hobi dan minat) jangka panjang. Bagi individu tipe ini, pensiun merupakan awal yang baru dan tidak terkait sama sekali dengan proses menuju tua.

3) Continuation

Pensiun tidak membawa dampak personal yang penting bagi individu. Walaupun telah pensiun, individu ini mampu untuk kembali bekerja. Mereka berganti karir dan mencurahkan lebih banyak waktu untuk keterampilan, hobi dan minat khusus. Pekerjaan tetap merupakan sentral pengaturan kehidupan mereka. Pra pensiun dan pensiun dibedakan bukan dari aktivitas melainkan pengurangan langkah dan intensitas peran kerja.

4) Imposed Diruption

Individu memandang pensiun sebagai hal yang negatif (hilangnya pekerjaan, tidak bisa lagi mencapai prestasi). Pekerjaan merupakan identitas yang sangat penting.


(36)

23

Tanpa pekerjaan, bagian penting dari identitas diri itu juga ikut hilang. Walaupun dalam masa pensiun tersebut individu melakukan aktivitas-aktivitas lain, tetap saja timbul perasaan frustrasi dan kehilangan. Bagi individu, tidak ada yang bisa menggantikan pekerjaan dan akhirnya tidak bisa menerima pensiun dengan baik.

2.3 Stres

2.3.1 Pengertian Stres

Stres merupakan sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen yaitu perubahan fisiologis dan psikologis, bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor yaitu pengalaman yang menginduksi respon stres. (Pinel, 2009).

Stres adalah faktor fisik, kimia, atau emosional yang dapat menyebabkan ketegangan pada tubuh atau mental dan yang dapat bertindak sebagai faktor penyebab penyakit (Colbert D., 2011).

Dari beberapa pengertian diatas, yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap suatu paparan atau tuntutan beban tertentu yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis ataupun psikologis pada seseorang.

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Stres

Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respon fisiologis nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis (Isnaeni, 2010). Sesuai dengan


(37)

24

penjelasan Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Semakin besar seseorang menyerap stresor, maka makin besar respon stres yang ditimbulkan. Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, kepribadian, serta sifat dari stresor.

1) Fungsi Fisiologis

Menurut Hardjana (1994) dalam Puspasari (2009), menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya. Perubahan fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal itu dapat menyebabkan stres pada kaum lanjut usia yang mengalaminya. Perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada penyakit yang dideritanya.

2) Kepribadian

Menurut Hawari (2008), tidak semua orang yang mengalami stresor psikososial yang sama akan mengalami stres. Ternyata pada seseorang yang mempunyai tipe kepribadian tertentu, yaitu tipe kepribadian “A” lebih rentan terkena stres, sedangkan orang dengan tipe kepribadian “B” lebih kebal terhadap stres. Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian yang berisiko tinggi terkena stres (tipe kepribadian “A”), Rosenmen & Chesney (1980) dalam Hawari (2008) menggambarkannya antara lain dengan ciri-ciri, yaitu: ambisius, agresif dan kompetitif, banyak jabatan rangkap; kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung dan marah; kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan; cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak


(38)

25

dapat diam; bekerja tidak mengenal waktu; pandai berorganisasi dan memimpin dan memerintah (otoriter); lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan; kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa; mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan; tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel); bila berlibur pikirannya ke pekerjaan, tidak dapat santai; berusaha keras segala sesuatunya terkendali.

Orang dengan kepribadian tipe “B” atau pola perilaku tipe “B” adalah kebalikan dari tipe “A” tersebut diatas, yaitu dengan ciri-ciri antara lain sebagai berikut: ambisinya wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam berkompetisi serta tidak memaksakan diri; penyabar, tenang, tidak mudah tersinggung dan tidak mudah marah (emosi terkendali); kewaspadaan dalam batas yang wajar demikian pula kontrol diri dan percaya diri tidak berlebihan; cara bicara tidak tergesa-gesa, bertindak pada saat yang tepat, perilaku tidak hiperaktif; dapat mengatur waktu dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat); dalam berorganisasi dan memimpin bersikap akomodatif dan manusiawi; lebih suka bekerjasama dan tidak memaksakan diri bila menghadapi tantangan; pandai mengatur waktu dan tenang (rileks), tidak tergesa-gesa; mudah bergaul, ramah dan dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan; tidak kaku (fleksibel), dapat menghargai pendapat lain, tidak merasa dirinya paling benar; dapat membebaskan diri dari segala macam problem kehidupan dan pekerjaan manakala sedang berlibur; dalam mengendalikan segala sesuatunya mampu menahan serta mengendalikan diri (Hawari, 2008).


(39)

26

3) Sifat dari stresor

Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Makin besar seseorang mencerap stresor, maka makin besar respon stres yang ditimbulkan.

2.3.3 Tingkat Stres

Struart dan Sundeen (1998) dalam Maramis (2009) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:

1) Stres Ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari – hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2) Stres Sedang

Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3) Stres Berat

Pada tingkat stres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal – hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.


(40)

27

Menurut purwati, 2012 ditemukan tingkatan stres menjadi lima bagian, antara lain:

1) Stres normal

Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras setelah aktifitas. Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah mengalami stres. Bahkan sejak dalam kandungan.

2) Stres ringan

Stres ringan adalah stresor yang dihadapi secara teratur yang dapat berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan. Stresor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain bibir sering kering, kesulitan bernafas (sering terengah-engah), kesulitan menelan, merasa goyah, merasa lemas, berkeringat berlebihan ketika temperature tidak panas dan tidak setelah beraktivitas, takut tanpa alasan yang jelas, menyadari denyut jantung walaupun tidak setelah melakukan aktivitas fisik, tremor pada tangan, dan merasa sangat lega jika situasi berakhir (Psychology Foundation of Australia, 2010).

3) Stres sedang

Stres ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan teman atau pacar. Stresor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk beristirahat, merasa lelah karena cemas, tidak sabar ketika mengalami penundaan dan menghadapi gangguan


(41)

28

terhadap hal yang sedang dilakukan, mudah tersinggung, gelisah, dan tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi ketika sedang mengerjakan sesuatu hal. (Psyhology Foundation of Australia, 2010).

4) Stres berat

Stres berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan dengan dosen atau teman secara terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Semakin sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami secara bertahap maka akan menurunkan energi dan respon adaptif (Psychology Foundation of Australia, 2010).

5) Stres sangat berat

Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami stres sangat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah. Seseorang dalam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi mengalami depresi berat.


(42)

29

2.3.4 Mekanisme Koping terhadap Stres

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Kelliat, 1999). Jika individu berada pada kondisi stres ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunkan satu atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2001).

Penggolongan Mekanisme Koping Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut (Kozier, 2004) yaitu :

1) Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping), meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat. Contoh : saat seseorang memasuki masa pensiun akan mengalami penyesuaian diri, maka ia akan memerlukan perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting untuk meminta nasehat.

2) Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping), meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa lebih baik. Contoh : saat seseorang memasuki masa pensiun. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya dengan melakukan hobinya contohnya berkebun.

Selain pendapat di atas, menurut Folkman & Lazarus dalam Afidarti (2006), mekanisme koping dapat dibedakan menjadi:


(43)

30

1) Planful problem solving (problem-focused)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah.

2) Confrontative coping (problem-focused)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

3) Seeking social support (problem or emotion-focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional.

4) Distancing (emotion-focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

5) Escape-Avoidanceting (emotion-focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.

6) Self control (emotion-focuused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah.

7) Accepting responcibility (emotion-focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.

8) Positive reappraisal (emotion-focused)


(44)

31

Mekanisme koping yang digunakan pada masa pensiun tergantung pada perlakuan yang di terima dari lingkungan, perlakuan yang buruk terhadap masa pensiun membuat orang cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk, lebih memperlihatkan bentuk perilaku dan mekanisme koping yang negatif, hal ini terjadi karena perubahan tersebut dilakukan tidak atas dasar keinginan dan tekanan dari lingkungan.

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi

stressfull. Rasmun (2004) juga telah menjelaskan bahwa setiap individu mungkin

akan melakukan upaya pengalihan yang adaptif yang dianggap efektif dan sangat baik serta realistis dalam menangani masalah, contohnya berbicara dengan orang lain atau curhat tentang masalah yang dihadapi, berdoa serta menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah, membuat alternatif berbagai tindakan untuk mengurangi situasi sebagai upaya untuk mengontrol emosi pada dirinya. Sedangkan upaya pengalihan yang maladaptif berupa melamun dan fantasi atau hanya terpaku, banyak tidur dan menangis, tidak mampu menyelesaikan masalah atau pasrah, perilakunya cenderung merusak. Koping diatas merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi yang dibagi menjadi dua yaitu koping psikologis dan psikososial.

Septanti (2009) mengungkapkan, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini tergantung pula pada waktu sejak dimulainya masa pensiun. Menurutnya, saat


(45)

32

seorang lansia baru saja menginjak 1-3 tahun usia pensiun, perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun ke-4, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, yang sudah menjalani pensiun lebih dari empat tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan situasi pensiun. Sementara menurut Khristiany (2007), masa penyesuaian terhadap pensiun umumnya terjadi di masa 2- 15 tahun. Dytchwald (2006) menyatakan bahwa tahapan 2-15 tahun sesudah pensiun disebut sebagai tahap reorientasi. Pada tahap ini seseorang akan mulai mengubah prioritasnya, aktivitas, hubungan, dan hidupnya. Para pensiunan umumnya menyatakan bahwa tahap reorientasi ini merupakan tahap yang penuh dengan tantangan. Pada tahapan ini seseorang akan mulai merasakan depresi, kecemasan, dan kebosanan akibat pensiun.

2.3.5 Penanganan Stres

Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stesor dengan cara melakukan perbaikan diri secara pisikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor.


(46)

33

1) Pendekatan farmakologi; menggunakan obat – obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusun saraf pusat otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui sistem limbik merupakan bagian otak yang mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti depresi (anti depressant). 2) Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi/ adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu.

3) Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir positif dan sikap positif, membekali diri dengan pengetahuan tetntang stres, menyimbangkan aktivitas otak kiri dan otak kanan, serta hipnoterapi.

4) Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam relaksasi yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga, meditasi maupun transendensi/keagamaan (Chomaria,2009)

2.4 Harga Diri

2.4.1 Pengertian Harga Diri

Coopersmith (1965) dalam Veronica 2006 menyatakan harga diri sebagai penilaian diri yang dilakukan oleh seseorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil, serta berharga.


(47)

34

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004).

2.4.2 Komponen Pembentukan Dalam Harga Diri

ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri menurut Asmaradewi (2002) dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Feeling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian

dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya. Begitu juga sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif apabila mengalami perasaan tidak diterima.

2) Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai

suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien , maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya.

3) Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini

seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pandai, cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga.


(48)

35

2.4.3 Karakteristik Harga Diri

Tingkat harga diri individu menjadi tiga golongan menurut Coopersmith (1967) dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Individu dengan harga diri yang tinggi:

1.1) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik

1.2) Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial 1.3) Dapat menerima kritik dengan baik

1.4) Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri

1.5) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitannya sendiri

1.6) Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi

1.7) Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadiannya

1.8) Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahan diri yang seimbang 2) Individu dengan harga diri yang sedang :

2.1) Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat.

3) Individu dengan harga diri yang rendah : 3.1) Memiliki perasaan inferior

3.2) Takut gagal dalam membina hubungan sosial 3.3) Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi


(49)

36

3.4) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan 3.5) Kurang dapat mengekspresikan diri 3.6) Sangat tergantung pada lingkungan 3.7) Tidak konsisten

3.8) Secara pasif mengikuti lingkungan

3.9) Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism) 3.10) Mudah mengakui kesalahan

2.4.4 Komponen Yang Melatarbelakangi Terbentuknya Harga Diri

Menurut Sriati (2008) menyatakan komponen yang melatarbelakangi terbentuknya harga diri yaitu :

1) Pengalaman

Pengalaman hidup merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. Kesan ini akan membentuk harga diri individu tersebut.

2) Pola asuh

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. Keadaan ini akan membentuk karakteristik pribadi individu yang salah satunya harga diri.


(50)

37

3) Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. 4) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan keluarga yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari.

2.4.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri

Argyle (2008) mengemukakan ada 4 faktor utama yang mempengaruhi harga diri, antara lain:

1) Reaksi orang lain

Jika orang lain mengagumi kita, menyanjung kita, mendengarkan dengan penuh perhatian dan setuju dengan kita, kita akan cenderung untuk mengembangkan citra diri yang positif. Jika mereka menghindari kita, mengabaikan kita, memberitahu kita hal-hal tentang diri kita sendiri bahwa mereka tidak ingin mendengar kita maka kita akan mengembangkan citra diri yang negatif

2) Perbandingan dengan orang lain

Jika orang-orang membandingkan diri kita dengan orang lain yang tampaknya lebih sukses, lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik daripada diri kita maka kita cenderung untuk mengembangkan citra diri yang negatif tapi jika mereka kurang berhasil menggambarkan diri kita maka kita akan cenderung mengembangkan citra diri yang positif.


(51)

38

3) Peran sosial

Peran sosial membawa pengaruh seperti dokter, pilot maskapai penerbangan, presenter TV, perdana menteri dan dapat mendorong harga diri. Peran yang lain membawa stigma yang lain seperti tahanan, pasien rumah sakit jiwa, kolektor atau pengangguran.

4) Identifikasi

Peran tidak hanya yang ada di luar, namun mereka juga menjadi bagian dari kepribadian yaitu identitas kita dengan posisi yang kita tempati, peran yang kita lakukan dan kelompok yang kita miliki.

2.5 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres

Berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup. Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.

Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi harga diri mereka. (Agustina, 2012). Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang


(52)

39

diahadapi. Masa pensiun dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap menghadapinya. Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis baru bagi individu yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri. Memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, hubungan kolegal, orang dekat lain, arah hidup, dan kontak sosial. (Mickey Stanley,2006)

Zaman modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan dapat memperkuat harga diri). Penilaian seseorang terhadap suatu masalah sebagai keadaan yang penuh stres salah satunya tergantung dari harga diri orang itu sendiri. Harga diri yang tinggi dianggap menjaga individu tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup penuh stres. Didalam harga diri yang tinggi terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu tantangan, komitmen, juga koping diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan. (Agustianto, 2011)


(1)

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004).

2.4.2 Komponen Pembentukan Dalam Harga Diri

ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri menurut Asmaradewi (2002) dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Feeling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian

dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya. Begitu juga sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif apabila mengalami perasaan tidak diterima.

2) Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai

suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien , maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya.

3) Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pandai, cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga.


(2)

2.4.3 Karakteristik Harga Diri

Tingkat harga diri individu menjadi tiga golongan menurut Coopersmith (1967) dalam Siregar (2006), yaitu:

1) Individu dengan harga diri yang tinggi:

1.1) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik

1.2) Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial 1.3) Dapat menerima kritik dengan baik

1.4) Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri

1.5) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitannya sendiri

1.6) Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi

1.7) Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadiannya

1.8) Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahan diri yang seimbang 2) Individu dengan harga diri yang sedang :

2.1) Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat.

3) Individu dengan harga diri yang rendah : 3.1) Memiliki perasaan inferior

3.2) Takut gagal dalam membina hubungan sosial 3.3) Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi


(3)

3.4) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan 3.5) Kurang dapat mengekspresikan diri 3.6) Sangat tergantung pada lingkungan 3.7) Tidak konsisten

3.8) Secara pasif mengikuti lingkungan

3.9) Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism) 3.10) Mudah mengakui kesalahan

2.4.4 Komponen Yang Melatarbelakangi Terbentuknya Harga Diri

Menurut Sriati (2008) menyatakan komponen yang melatarbelakangi terbentuknya harga diri yaitu :

1) Pengalaman

Pengalaman hidup merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. Kesan ini akan membentuk harga diri individu tersebut.

2) Pola asuh

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. Keadaan ini akan membentuk karakteristik pribadi individu yang salah satunya harga diri.


(4)

3) Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. 4) Sosial ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan keluarga yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari.

2.4.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri

Argyle (2008) mengemukakan ada 4 faktor utama yang mempengaruhi harga diri, antara lain:

1) Reaksi orang lain

Jika orang lain mengagumi kita, menyanjung kita, mendengarkan dengan penuh perhatian dan setuju dengan kita, kita akan cenderung untuk mengembangkan citra diri yang positif. Jika mereka menghindari kita, mengabaikan kita, memberitahu kita hal-hal tentang diri kita sendiri bahwa mereka tidak ingin mendengar kita maka kita akan mengembangkan citra diri yang negatif

2) Perbandingan dengan orang lain

Jika orang-orang membandingkan diri kita dengan orang lain yang tampaknya lebih sukses, lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik daripada diri kita maka kita cenderung untuk mengembangkan citra diri yang negatif tapi jika mereka kurang berhasil menggambarkan diri kita maka kita akan cenderung mengembangkan citra diri yang positif.


(5)

3) Peran sosial

Peran sosial membawa pengaruh seperti dokter, pilot maskapai penerbangan, presenter TV, perdana menteri dan dapat mendorong harga diri. Peran yang lain membawa stigma yang lain seperti tahanan, pasien rumah sakit jiwa, kolektor atau pengangguran.

4) Identifikasi

Peran tidak hanya yang ada di luar, namun mereka juga menjadi bagian dari kepribadian yaitu identitas kita dengan posisi yang kita tempati, peran yang kita lakukan dan kelompok yang kita miliki.

2.5 Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres

Berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup. Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.

Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi harga diri mereka. (Agustina, 2012). Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang


(6)

diahadapi. Masa pensiun dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap menghadapinya. Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis baru bagi individu yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri. Memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, hubungan kolegal, orang dekat lain, arah hidup, dan kontak sosial. (Mickey Stanley,2006)

Zaman modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan dapat memperkuat harga diri). Penilaian seseorang terhadap suatu masalah sebagai keadaan yang penuh stres salah satunya tergantung dari harga diri orang itu sendiri. Harga diri yang tinggi dianggap menjaga individu tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup penuh stres. Didalam harga diri yang tinggi terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu tantangan, komitmen, juga koping diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan. (Agustianto, 2011)