ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

WINA PRESTY NARASTURI 0611010008/ FE/ IE

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang

peneliti susun dengan judul

“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi

Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

di Jawa Timur”

ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Bapak Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku dosen pembimbing utama telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan-bosannya kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu peneliti juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan


(3)

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ayahanda, Ibunda, beserta keluarga tercinta yang telah memberikan

motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik cabang Kota

Surabaya (BPS), Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya, dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi Jawa Timur, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

iii

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb

Surabaya, April 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2.Perumusan Masalah... 5

1.3.Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Investasi ... 12

2.2.1.1. Faktor yang menentukan Investasi... 15

2.2.1.2. Fungsi Investasi... 17

2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi ... 17


(6)

2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan... 19

2.2.2.1. Definisi Perdagangan ... 19

2.2.2.2. Tujuan Perdagangan ... 21

2.2.2.3. Manfaat Perdagangan ... 22

2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur ... 23

2.2.3.1. Definisi Industri ... 23

2.2.3.2. Klasifikasi Industri ... 24

2.2.3.3. Definisi Industri Manufaktur... 27

2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur ... 28

2.2.4. Inflasi ... 29

2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 29

2.2.4.2. Efek Inflasi ...30

2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi...31

2.2.4.4. Dampak Inflasi Terhadap Investasi...34

2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur...35

2.2.5. Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga... 36

2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian ... 39


(7)

2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Investasi Sektor Perdagangan

dan Sektor Industri Manufaktur ... 40

2.2.6. Produk Domestik Regional Bruto ... 41

2.2.6.1. Pengertian PDRB ... 41

2.2.6.2. Kegunaan Statistik PDRB... 43

2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur ... 45

2.3. Kerangka Pikir ... 46

2.4. Hipotesis ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 51

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 52

3.4.1. Teknik Analisis Data ... 52

3.4.2. Uji Hipotesis ... 54

3.5. Uji Asumsi Klasik... 58


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 64

4.1.1. Kondisi Perkembangan Investasi Jawa Timur... 64

4.1.2 . Keadaan Perekonomian di Jawa Timur ... 65

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 66

4.2.1. Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan... 66

4.2.2. Perkembangan Investasi Sektor Industri   Manufaktur... 67

4.2.3. Perkembangan Tingkat Inflasi ... 68

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga... 69

4.2.5. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto .... 70

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (Blue / Best Linier Unbiased Estimator). ... 71

4.3.1. Analisis dan Pengujian hipotesis ... 76

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ... 76

4.3.3. Pembahasan... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Kurva Demand Pull Inflation……...32

Gambar 2 : Kurva Cost Push Inflation...33

Gambar 2.1 : Teori Klasik Tingkat Suku Bunga...37

Gambar 2.2 : Teori Keynes Tingkat Suku Bunga...39

Gambar 4 : Kerangka Pikir...48

Gambar 3.1 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan...56

Gambar 3.2 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara parsial...57

Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson...60

Gambar 4.1 : Kurva Statistik Durbin-Watson...73


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Autokorelasi Durbin-Watson...61

Tabel 2 : Perkembangan Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur Tahun 1994-2008...67

Tabel 3 : Perkembangan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur Tahun 1994-2008...68

Tabel 4 : Perkembangan Inflasi di Jawa Timur Tahun 1994-2008...69

Tabel 5 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga di Jawa Timur Tahun 1994-2008...70

Tabel 6 : Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto di Jawa Timur Tahun 1994-2008...71

Tabel 7 : Tes Autokorelasi...73

Tabel 8 : Tes Multikolinearitas...74

Tabel 9 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman...75

Tabel 10 : Analisis Varian (ANOVA)...76

Tabel 11 : Hasil Analisis Variabel Inflasi (X1), Tingkat Suku Bunga (X2), dan Produk Domestik Regional Bruto (X3), terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.………...…...77

Tabel 12 : Hasil Koefisien Variabel Independen...77


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Input Provinsi Jawa Timur

Lampiran 2 : Output pengolahan data (Regresi linier berganda investasi sektor perdagangan)

Lampiran 3 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor Perdagangan)

Lampiran 4 : Output pengolahan data (Regresi Linier berganda investasi sektor

industri manufaktur)

Lampiran 5 : Output pengolahan data (Nonparamatic Corelations Sektor Industri Manufaktur)

Lampiran 6 : Tabel Pengujian Nilai F

Lampiran 7 : Tabel Pengujian Nilai t

Lampiran 8 : Tabel Pengujian Nilai Durban-Watson


(12)

xi

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR PERDAGANGAN DAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR

DI JAWA TIMUR Oleh:

Wina Presty Narasturi

Abstraksi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari tingkat inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia, PDRB jawa timur terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur periode 1994 sampai dengan 2008. Sehingga dapat diketahui faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur baik secara agregat maupun parsial, yang pada akhirnya dapat diketahui pula kebijakan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Jawa Timur beserta investor untuk meningkatkan dan memperluas investasi sektor perdagangan dan industri manufaktur di jawa timur dengan pertimbangan variabel tersebut di atas.

Metodologi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan ekonometrika. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier

Unbiased Estimate). Adapun tujuan penggunaan model tersebut adalah untuk

melihat pengaruh dalam jangka panjang dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh kesimpulan untuk setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda, baik secara parsial maupun secara agregat.

Kata Kunci : Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di

Jawa Timur, Inflasi, Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia, PDRB Jawa Timur, Regresi Linier Berganda.


(13)

1.1. Latar Belakang

Jawa Timur sebagai Propinsi berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan daerah membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan daerah merupakan salah satu pencerminan untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Jawa Timur. Dewasa ini kesempatan untuk berinvestasi di Jawa Timur semakin terbuka dalam rangka menghadapi perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020 mendatang. (Anonim, 2005 : 10).

Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam ini investasi pada hakekat nya juga merupakan langkah awal kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. (Anonim, 2005 : 15).

Sejak timbulnya krisis ekonomi yang dipicu oleh krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi terhenti dan tingkat suku bunga meningkat pesat yang mengakibatkan taraf hidup masyarakat


(14)

Jawa Timur merosot tajam, jumlah penduduk miskin dan pengangguran meningkat. (Rosyidi, 2002 : 12).

Masih tertinggalnya perekonomian Jawa Timur mendorong pemerintah untuk mencari sumber- sumber pembiayaan pembangunan baik yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar negeri. Investasi merupakan salah satu sumber yang menjadi sasaran pemerintah untuk membantu proses pembangunan, terutama pembangunan pada sektor- sektor yang ada di Jawa Timur.

Dalam rangka mempercepat pemulihan perekonomian daerah, semua pemanfaatan potensi sumber daya, baik yang dimiliki oleh pemerintah (Badan Usaha Milik Negara / BUMN) maupun swasta dalam bentuk investasi, memegang peranan penting. Keberhasilan investasi tentunya juga bergantung dari sejauh mana dan berapa lama berbagai kendala yang menimpa perekonomian daerah dapat diatasi. (Sarwedi, 2002 : 18).

Investasi merupakan salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan dalam rangka proses peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dimengerti karena investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk menambah kapasitas produksi daerah. Dengan bertambahnya kapasitas produksi daerah, maka bertambah pula kemampuan suatu perokonomian untuk menghasilkan sejumlah barang dan jasa. Dimana selanjutnya taraf hidup dan kemakmuran masyarakat akan meningkat karena tersedianya alat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. (Rosyidi, 2002 : 14).


(15)

Dalam kurun waktu 10 tahun, antara tahun 1998 – 2002 investasi (PMA dan PMDN) munurut sektor ekonomi sebesar Rp.876.830,3 miliar. Pada investasi dalam negeri perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek 392 dan jumlah investasi sebesar Rp.93.897,1 miliar. Sedangkan pada investasi asing, perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek yang mencapai 1541 dengan nilai Rp.154.248,2 miliar.

Antara tahun 2003 – 2007, jumlah investasi (PMA dan PMDN) sebesar Rp.1,3 Triliun. Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah proyek 2065 dengan nilai Rp.536.664,9 miliar. Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menarik investasi, sedangkan sektor kehutanan merupakan sektor yang paling sedikit menarik investasi. (Anonim, 2005 : 501).

Permasalahan yang harus dipahami adalah sesungguhnya investor asing sudah memahami karakteristik dan kondisi suatu propinsi, sehingga kebijakan apapun yang digulirkan oleh satu propinsi akan terpantau oleh investor. (Sarwedi, 2005 : 31).

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, ditunjukkan oleh produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 tahun 2001– 2005 menunjukan peningkatan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2000 nilai PDRB atas dasar harga kostan 2001 adalah 210.448.570,19 juta rupiah, pada tahun 2002 meningkat menjadi 218.452.389.09 juta rupiah. Pada tahun 2003 perkembangan


(16)

produk domestik regional bruto sebesar 228.884.458,54 juta rupiah. Pada tahun 2004 perkembangan produk domestik regional bruto semakin membaik yaitu sebesar 242.228.892,17 juta rupiah dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 256.005.845,23 juta rupiah. (Anonim, 2005 : 501).

Seluruh sektor ekonomi pada tahun 2005 mencatat perkembangan yang positif. Bila diurutkan perkembangan PDRB menurut sektor ekonomi dari yang tertinggi dan yang terendah, pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sekitar 12,97%, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 8,59%, sektor kontruksi sekitar 7,34%, sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan sekitar 7,12%, sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 6,49%, dan sektor jasa – jasa 5,16%. Sektor berikutnya adalah industri pengolahan, pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian masing – masing tumbuh sekitar 4,63%, 2,449% dan 1,59%. (Anonim, 2005 : 501).

Beralihnya struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Jawa Timur dari sektor pertanian ke sektor ekonomi lainnya dapat dilihat dari peranan masing – masing sektor ini terhadap pembentukan PDRB Jawa Timur. Sejak tahun 1991 hingga saat ini sumbangan terbesar di hasilkan oleh sektor industri pengolahan. Pada tahun 2005 sumbangan sektor industri pengolahan sekitar 28,05%, kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel sekitar 15,74%, sedangkan sektor pertanian sekitar 13,41%. Sektor berikutnya yang kontribusinya relatif cukup besar adalah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor jasa


(17)

– jasa dengan andil sekitar 10,44% dan 10,10% pada tahun yang sama. Adapun sumbangan dari empat sektor lainnya kurang dari 10%, dengan penyumbang terkecil adalah sektor listrik, gas dan air bersih yaitu hanya sekitar 0,92%. (Anonim, 2005 : 501).

Berdasarkan fakta – fakta diatas, maka perlu diadakan penelitian dimana pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan PDRB berpengaruh terhadap perkembangan investasi di sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di jawa timur?

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1) Apakah Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Produk Domestik Regional Bruto, berpengaruh terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?

2) Dari ketiga variabel di atas, variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di jawa timur ?

3) Apakah terdapat perbedaan faktor- faktor yang mempengaruhi investasi pada sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa timur ?


(18)

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, PDRB terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

2) Untuk mengetahui variabel manakah yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain: a. Bagi Pengembangan Keilmuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

b. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur serta sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam dalam upaya pengembangan kebijakan pada sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.


(19)

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan karya ilmiah yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai sebagai bekal jika nantinya terjun ke masyarakat.


(20)

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini dilakukan oleh :

1. Mastijah (2005 : xi). dengan judul penelitian “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Di Jawa Timur”. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur yaitu dengan uji F dimana Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48. Secara

parsial menunjukkan bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur dengan

thitung 2,484. Hal ini di karenakan apabila PDRB mengalami

kenaikan akan memberikan rangsangan investor, karena permintaan produk meningkat sehingga keuntungan meningkat. Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di jawa timur dengan thitung 1,527 < ttabel 2,228, karena walaupun terjadi

inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah produksi disebabkan keuntungan besar. Variabel tingkat suku bunga kredit berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 1,758 < ttabel 2,228 hal ini disebabkan walaupun


(21)

tingkat suku bunga kredit naik tidak mempengaruhi kemampuan untuk berinvestasi karena tetap membutuhkan dana untuk berproduksi disebabkan permintaan produksi besar sehingga keuntungan akan besar. Variabel total ekspor berpengaruh nyata terhadap invesatsi di Jawa Timur dengan thitung 2,521 > ttabel 2,228,

hal ini disebabkan jika ekspor mengalami kenaikan secara tidak langsung akan meningkatkan devisa suatu negara. Kondisi demikian akan mendorong beberapa investor untuk berinvestasi. 2. Rasyid (2000 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis dengan judul “Kinerja

sektor industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi “. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kinerja industri manufaktur di Jawa Timur pasca krisis ekonomi 1997. Analisis dalam artikel ini di dasarkan pada data hasil survey industri besar dan sedang tahun 2002 yang dilakukan oleh badan pusat statistik (BPS) Jawa Timur. Fungsi produktivitas yang di turunkan dari fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution (CES) digunakan sebagai model estimasi. Melalui metode prinsip kuadrat terkecil, diperoleh hasil penting mengenai kaitannya dengan koefisien elastisitas substitusi dan hasil skala. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil skala tidaklah constant tetapi meningkat dan elastisitas substitusi adalah relatif rendah. Disamping itu ditunjukkan bahwa tingkat upah, produksi dan efisiensi atau kemajuan teknologi memiliki pengaruh signifikan


(22)

terhadap produktivitas tenaga kerja.

3. Wahyu Ramadhan (2008 : xi) dengan judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Industri Pengolahan di Jawa Timur “. Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa adanya pengaruh yang nyata antara variabel tenaga kerja (X1), suku bunga

kredit Investasi (X2), PDRB (X3), Industri Pengolahan (X4)

berpengaruh terhadap nilai Investasi Industri Pengolahan di Jawa Timur, hal ini di uji dengan uji F yaitu diperoleh Fhitung 7,701 >

Ftabel 3,48. Sedangkan secara parsial variabel jumlah tenaga kerja

(X1) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)

dengan menggunakan uji t dimana thitung 0,614 < ttabel 2,262 dengan

tingkat bunga (X2) berpengaruh terhadap investasi Industri

Pengolahan (Y) karena thitung 4,110 > ttabel 2,262. Sedangkan PDRB

(X3) tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y)

karena thitung 1,013 > ttabel -2,262. Dan dengan ekspor Industri (X4)

pengolahan juga tidak berpengaruh terhadap Investasi Industri Pengolahan (Y) karena thitung 1,995 < ttabel 2,262.

4. Desi (2000 : 111) “Pengaruh Penyaluran Kredit Perbankan Terhadap Sektor Perdagangan Di Jawa Timur”. Menyimpulkan bahwa hasil pengujian secara simultan menunjukkan variabel terikat (Y) yaitu PDRB sektor perdagangan dan ada tiga variabel bebas yaitu : Jumlah kantor bank (X1), Tingkat Suku Bunga (X2),


(23)

> Ftabel (3,59) diperoleh kesimpulan bahwa ketiga variabel bebas

tersebut secara bersama- sama berpengaruh terhadap PDRB sektor perdagangan. Dari pengolahan data tersebut diperoleh Thitung

variabel jumlah kantor bank = 0,840 berarti tidak berpengaruh terhadap PDRB sektor perdagangan dan variabel tingkat suku bunga kredit = -4,724 berarti berpengaruh positif tetapi hubungannya negatif terhadap PDRB sektor perdagangan sedangkan variabel penyaluran kredit = 3,187 berpengaruh posiif terhadap PDRB sektor perdagangan. Dan diketahui nilai R²

(koefisien determinan) sebesar 95,1% yang berarti besarnya ketiga variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat secara bersama-sama.

5. Rahardhan (2007 : xi) Jurnal ekonomi dan bisnis yang berjudul “ Pengaruh Asean Trade Facilitation terhadap volume Perdagangan Di Jawa Timur”. Berkaitan dengan kemampuan Jawa Timur dalam menghasilkan produk yang siap diekspor ke negara- negara ASEAN tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari fasilitas perdagangan ASEAN (ASEAN Trede Facilities) terhadap volume perdagangan produk unggulan Jawa Timur di pasar ASEAN. Analisis dalam penelitian menggunakan pendekatan Model Gravitasi (Gravity model) yang merupakan suatu model untuk mengukur laju perdagangan antar daerah atau negara secara makroekonomik. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada tahun


(24)

2007 nilai ekspor jawa timur mencapai 2,5 Milyar Dollar Amerika. Sejak tahun 2000, produk Jawa Timur terutama dijual untuk negara tujuan Malaysia. Adapun arus perdagangan internasional produk Jawa Timur, dari hasil olah statistik diketahui naik sebesar 0,99 US Dollar sejak diberlakukannya fasilitasi perdagangan ASEAN. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu :

 Pada penelitian ini menggunakan 3 veriabel bebas yaitu :Inflasi (X1), Tingkat suku bunga (X2), PDRB (X3). Penelitian dilakukan

untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di Jawa Timur.

 Pada penelitian terdahulu, penelitian dilakukan untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi investasi swasta maupun yang mempengaruhi investasi di Jawa Timur. Dengan menggunakan variabel yang berbeda.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Pengertian Investasi

Investasi disebut juga penanaman modal yaitu penanaman modal- modal baru (Nopirin, 1990 : 133). Investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang- barang modal. (Dornsbush dan Stanley, 1999 : 236)

Dorongan untuk mengadakan investasi tergantung pada keuntungan yang diharapkan dari penanaman modal tersebut. Investasi


(25)

senantiasa mengalami fluktuasi, karena harapan untuk memperoleh keuntungan yang akan didapat didasarkan atas penaksiran yang tidak pasti. Artinya, jika keadaan menampakkan bahwa harapan memperoleh keuntungan tidak ada maka investasi akan berkurang begitupun sebaliknya. (Manullang, 1993 : 103)

Investasi atau penanaman modal merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena investasi sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang dalam memperlancar proses produksi.

Menurut penggunaannya, pengeluaran untuk investasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu : untuk keperluan kontruksi, rehabilitasi atau perbaikan, dan ekspansi atau perluasan kontruksi adalah pembangunan atau pendirian sesuatu yang sama sekali baru. Salah satu contohnya adalah pendirian bangunan baru. Apabila bangunan itu pada suatu saat rusak dan kemudian diperbaiki, maka pengeluaran ini adalah pengeluaran untuk keperluan rehabilitasi. Sedangkan apabila bangunan tadi diperluas, maka perluasan inilah yang dimaksud dengan ekspansi. (Rosyidi, 1995 : 168).

Investasi merupakan pengeluaran atau pembelanjaan penanaman- penanaman modal atau perusahaan- perusahaan untuk membeli barang- barang modal dan perlengkapan- perlengkapan produksi atau menambah kemampuan memproduksi barang- barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. (Sukirno, 1997 : 107 )


(26)

Jadi dapat dikatakan bahwa investasi adalah merupakan suatu pengeluaran untuk pembelian barang- barang modal dalam meningkatkan kapasitas produksi. Adanya tingkat produksi yang tinggi sehingga dapat terhimpun dana yang lebih besar untuk investasi yang dibutuhkan.

Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu yang digolongkan sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran atau pembelanjaan yang sebagai berikut:

A. Pembelanjaan berbagai jenis barang modal, yaitu mesin – mesin dan peralatan produksi lainnya untuk berbagai jenis industri dan perusahaan.

B. Pembelanjaan untuk membangun rumah tinggal, bangunan kantor atau bangunan–bangunan lainnya.

C. Pertumbuhan nilai stok barang–barang yang belum terjual bahan mentah dan barang–barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional (Soekirno, 2002 : 107)

Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Financial Assets

Dilakukan di pasar uang, misalnya : berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, dan lainnya atau


(27)

dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, iuran, opsi dan lainnya.

2. Real Assets

Diwujudkan dalam bentuk pembelian assets produktif, penelitian pabrik, pembukuan pertambangan, pembukuan perkebunan dan lainnya (Halim, 2003 : 2).

Pengertian Investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa Investasi atau penanaman modal itu merupakan penanaman modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem produksi atau peningkatan kapasitas asset dengan harapan modal yang ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar–besarnya dimasa mendatang.

2.2.1.1. Faktor – Faktor yang Menentukan Investasi

Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan uangnya membeli barang – barang modal maka pembelanjaan itu dinamakan investasi akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modal dalam menjalankan usahanya dalam kenyataan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan, yaitu :

 Ramalan Mengenai Keadaan Ekonomi di Masa Depan.

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang–barang modal baru dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan, apabila investasi telah selesai dilaksanakan (pada waktu


(28)

industri / perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang atau jasa yang menjadi hasil produksinya) maka pemilik modal akan melakukan kegiatan terus selama beberapa waktu.

 Perubahan dan Perkembangan Tekhnologi.

Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan pengeluaran terhadap kegiatan industri, maka semakin banyak pula jumlah kegiatan yang dilakukan oleh para pengusaha.

 Tingkat Pendapatan Nasional dan Perubahan–Perubahannya.

Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan hal yang saling berkaitan dimana investasi itu pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional.  Keuntungan yang Dicapai oleh Perusahaan.

Apabila perusahaan – perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungan atau modal kas, maka perusahaan yang dimaksud tidak lagi dikenai biaya – biaya yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya.

 Tingkat Bunga.

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberikan keuntungan para pengusaha dan dapat dilaksanakan para pengusaha hanya akan melaksanakan keinginan untuk menanam modal apabila tingkat pengembalian modal dari penanam modal itu, yaitu persentasi keuntungan netto (tetapi sebelum


(29)

dikurangi bunga uang yang dibayar) modal yang diperoleh lebih besar dari tingkat bunga (Soekirno, 2002 : 109).

2.2.1.2. Fungsi Investasi

Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Sejajar dengan sumbu datar

2. Bentuk nilai ke atas ke sebelah kanan (yang berarti semakin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi investasi).

Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi terpengaruh. Dalam analisis makro ekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat investasi otonomi.

Investasi otonomi adalah pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan kata lain tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan–perusahaan atau setiap daerah.

2.2.1.3. Cara Pembagian Investasi

Cara pembagian investasi menurut jenisnya :

a. Autonomous investment dan Induced invesment

Autonomous invesment (investasi otonom) adalah investasi yang


(30)

oleh karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal tingkat teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya.

Induced investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan

dengan investasi otonom. Investasi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

b. Public investment dan Private investment

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang

dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan, maupun desa. Private investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta.

c. Domestic investment dan Foreign investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri.

Foreign investment adalah penanaman modal luar negeri.

d. Gross investment dan Net investment

Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi

yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi yang dilakukan pada suatu Negara (daerah tertentu) pada atau selama suatu periode tertentu.

e. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. (Rosyidi, 2003 : 169-172).


(31)

2.2.2. Pengertian Investasi Sektor Perdagangan 2.2.2.1. Definisi Perdagangan

Pengertian perdagangan itu sendiri adalah kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan mengalihkan hak atas barang dan jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi. Perdagangan meliputi semua perdagangan barang dan jasa yang dilakukan secara insidentil, misalnya dalam pasar amal, ikhlas amal, bazar pasar malam yang kegiatan usahanya memakan waktu tidak lebih dari 3 bulan. (Kansil, 1989 : 30)

Sedangkan menurut Boediono pengertian perdagangan adalah sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing- masing pihak. (Boediono, 1981 : 10)

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian perdagangan adalah proses tukar menukar barang atau jasa yang disertai imbalan dari masing- masing pihak.

Kegiatan usaha perdagangan di bedakan antara bidang perdagangan barang dan bidang perdagangan jasa mengingat pada kenyataan bahwa yang di perdagangkan adalah barang dan jasa yang masing- masing mempunyai ciri- ciri khusus, misalnya dalam bidang usaha perdagangan jasa. Pihak pemakai selalu berhubungan dengan pihak penjual. Selain itu ada kegiatan jasa- jasa yang tidak dapat dilakukan bersama dengan kegiatan usaha perdagangan barang.


(32)

Bidang usaha perdagangan dibedakan dalam 2 kategori, yaitu : a. Bidang usaha Perdagangan Partai Besar

Yaitu bidang usaha perdagangan yang tidak melayani secara langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan ekspor, impor, keagenan tunggal, penyalur utama, penyalur, perdagangan jasa dan dalam hal perdagangan pengumpulan tidak berhubungan langsung dengan produsen kecil perorangan.

b. Bidang usaha Perdagangan Eceran

Yaitu bidang usaha perdagangan yang melayani secara langsung konsumen akhir seperti kegiatan- kegiatan perdagangan supermarket, pertokoan serba ada, pertokoan besar, pertokoan biasa, pedagang eceran dikios pedagang keliling dan dalam hal perdagangan pengumpulan berhubungan langsung dengan prosedur kecil.

Penggolongan usaha perdagangan didasarkan pada besarnya modal dan nilai penjualan per tahun sebagai faktor serta bidang usaha dan jenis barang yang diperdagangkan sebagai faktor pendukung. Untuk melakukan kegiatan usaha perdagangan partai besar atau partai kecil, pengusaha yang bersangkutan wajib memiliki ijin usaha perdagangan tersendiri sesuai dengan bidang usahanya. Surat ijin usaha perdagangan (SIUP) adalah surat ijin yang diberikan menteri atau pejabat yang di tunjuk kepada


(33)

pengusaha untuk melaksanakan kegiatan usaha perdagangan (Kansil, 1990 : 36)

Agar sektor perdagangan lebih mendukung pelaksanaan program pemerintah dalam arti dapat menjamin kelancaran arus barang, baik untuk keperluan ekspor, impor maupun perdagangan dalam negeri perlu menyempurnakan dan menyederhanakan ketentuan dan prosedur perizinan di bidang usaha perdagangan. Ijin perdaganagn dapat dijadikan alat untuk keperluan penertiban, pengarahan, pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha perdagangan dalam rangka mencapai sasaran tersebut.

2.2.2.2 Tujuan Perdagangan

Perdagangan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kemakmuran nasional, namun keuntungan dan kerugian akibat perdagangan tidak terbagi rata.

2. Meningkatkan produksi dan ekspor barang yang memiliki suatu keunggulan komparatif sehingga diharapkan akan menghasilkan devisa suatu Negara.

3. Untuk mencapai tingkat output dan konsumsi yang efisien di dorong agar berspesialisasi.


(34)

Dalam model perdagangan dasar, impor dan ekspor meluas secara serempak menuju keseimbangan perdagangan. Dalam kenyataannya para produsen domestik dalam industri ekspor dari suatu Negara biasanya tidak bisa meluaskan produksi dan ekspornya secepat produksi barang impor dunia yang menembus pasar negeri tersebut.

Suatu defisit perdagangan jangka pendek yang terjadi hampir tidak dapat dihindarkan. Defisit ini dapat buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan, tingkat bunga, kesempatan kerja, pembentukan modal dan hutang luar negeri. Semua itu adalah biaya penyesuaian terhadap perdagangan jangka pendek dan harus dievaluasi terhadap keuntungan perdagangan jangka panjang.

2.2.2.3 Manfaat Perdagangan

Manfaat perdagangan adalah sebagai berikut :

1. Perdagangan dapat meningkatkan kesejahteraan nasional secara keseluruhan.

2. Perdagangan dapat menyamakan semua harga faktor dalam perdagangan, seperti : harga barang yang diperdagangkan, laba modal serta tarif upah akan sama disemua Negara (perdagangan bebas).

3. Perdagangan dapat mengontrol tingkat laju inflasi serta nilai kurs tengah dari mata uang suatu Negara terhadap Negara lain.


(35)

5. Perdagangan memacu kemajuan teknologi.

6. Perdagangan dapat merubah laju pertumbuhan dan preferensi konsumen (Boediono, 1991 : 15)

2.2.3. Pengertian Investasi Sektor Industri Manufaktur 2.2.3.1 Definisi Industri

Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang produksi atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa misalnya transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan modal tenaga kerja dalam jumlah relatif besar. (Nisjar dan Winardi, 1997 : 181).

Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang membuat barang atau yang mengerjakan sesuatu barang atau bahan untuk masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).

Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi menjadi barang yang bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).

Berdasarkan definisi diatas ternyata ada suatu kesamaan yaitu mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian kegiatan dalam meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku. Industri juga berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan.


(36)

2.2.3.2. Klasifikasi Industri

Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam. Apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :

a. Industri perburuan.

b. Industri pengumpulan bahan dari hutan. c. Industri penambangan mineral.

d. Industri peternakan. e. Industri pertanian. f. Industri manufaktur. g. Industri perdagangan.

h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).

Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama tersebut diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri dari empat kelas yaitu :

a. Industri Ekstratif

Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuhan pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian. b. Industri Reproduktif

Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan yang baru.


(37)

c. Industri Manufaktur

Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan, penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.

d. Industri Fasilitas

Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan, distribusi barang dan pelayanan kepada konsumen. (Kuncoro, 2001 : 196).

Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari: a. Industri muda.

b. Industri yang sedang tumbuh. c. Industri yang stabil.

d. Industri tua.

e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).

Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut Departemen Perindustrian secara garis besar maka industri dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Industri Dasar

Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub kelompok kedua adalah industri kimia dasar yang mempunyai dua misi yaitu pertumbuhan ekonomi dan penguat struktur. Teknologi


(38)

yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak padat karya.

b. Industri Hilir

Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah teknologi maju, teruji serta tidak padat karya.

c. Industri Kecil

Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56).

Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang ditanamkan diantaranya yaitu:

a. Industri Besar

Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri yang dapat modal atau capital intensive serta menggunakan teknologi tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran utama yang ingin dicapai adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan mempunyai investasi lebih dari Rp.100.000.000,00 b. Industri Menengah

Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi antara Rp.70.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00


(39)

c. Industri Kecil

Yaitu kumpulan dari unit–unit perusahaan yang mempekerjakan antara 5 sampai dengan 9 orang yang berdasarkan keterampilan dengan mempunyai investasi maksimal tidak boleh lebih dari Rp. 70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).

2.2.3.3 Definisi Industri Manufaktur

Sektor industri manufaktur (manufacturing industry) atau industri pengolahan adalah mencakup semua perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk ke dalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri penunjang perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. (Anonim, 2005 : 255).

Industri manufaktur didefinisikan sabagai industri yang membuat produk dari bahan mentah (raw material) atau komponen menjadi bahan jadi atau komponen lainnya, dengan menggunakan tenaga mesin atau tenaga manusia, yang dilakukan secara sistematis dangan cara pembagian pekerjaan. (Sinambela, 2008 : 2).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa industri manufaktur (manufacturing industry) atau perusahaaan industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, dan dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau barang yang kurang


(40)

nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk ini adalah kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan.

Apapun hasil produknya, dari definisi diatas dapat ditarik

karakteristik umum industri manufaktur sebagai barikut : a. Mengubah satu bentuk bahan menjadi bantuk produk lainnya, baik

berupa komponan yang kemudian diserahkan ke pihak manufaktur lain untuk dirakit, ataupun produk jadi yang siap untuk digunakan oleh konsumen.

b. Proses tersebut melibatkan panggunaan mesin dan tenaga manusia, dan dilakukan secara bertahap sehingga diperlukan perencanaan dan pengendalian agar diperoleh hasil yang optimal.

c. Bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan oleh manufaktur tersebut harus dikelola dengan optimal agar prosesnya menjadi lebih efisien. (Sinambela, 2008 : 3).

2.2.3.4. Klasifikasi Umum Industri Manufaktur

Adapun klasifikasi industri manufaktur atau pengolahan adalah sebagai berikut :

a. Industri makanan, minuman dan tembakau. b. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit. c. Industri kayu dan sejenisnya.

d. Industri kertas, percetakan dan penerbitan. e. Industri kimia, minyak bumi, karet dan plastik.


(41)

f. Industri barang galian non logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.

g. Industri logam dasar.

h. Industri barang dari logam, mesin dan peralatan. i. Industri pengolahan lainnya. (Anonim, 2000 : 71)

2.2.4. Inflasi

2.2.4.1. Pengertian Inflasi Definisi inflasi

a. Gejala kenaikan harga barang – barang yang bersifat umum dan terus menerus. (Rahardja dan Manurung, 2000 : 155)

b. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan harga – harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus dan menyeluruh. (Yuliati, 2001 : 98)

c. Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.(Sukirno, 2002 : 15) d. Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus

menerus. (Boediono, 2001: 155).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah proses kenaikan harga - harga umum barang – barang secara terus menerus, ini tidak berarti bahwa harga – harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut


(42)

tidaklah bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum secara terus menerus selama satu periode tertentu.

2.2.4.2. Efek inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Alokasi faktor produksi serta output. Dibawah ini ke tiga nya akan dibahas satu demi satu :

a. Efek terhadap pendapatan (equity effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang yang menempuh kekayaan dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. sebaliknya pihak – pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi seseorang dan merupakan subsidi bagi orang lain.

b. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)

Inflasi dapat pula merubah pola alokasi faktor – faktor produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan karena berbagai macam barang yang kemudian mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Hal


(43)

ini akan menyebabkan kenaikan produksi barang sehingga akan merubah pola produksi lebih efisien.

c. Efek terhadap output (output effect)

Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan mengakibatkan kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan kenaikan produksi alasan nya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha baik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dengan output. Inflasi bisa dibarengi dengan punurunan output. (Nopirin 1993 ; 32-33).

2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan erat dengan arus uang dan barang. Ketiga, berdasarkan asalnya.

a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya

Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa macam, yaitu :

• Inflasi ringan (dibawah 10% setahun). • Inflasi sedang (antara 10-30% setahun).


(44)

• Inflasi berat (antara 30-100% setahun). • Hiperinflasi (diatas 100% setahun). b. Berdasarkan Penyebab

Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran perusahaan).

Gambar 1 : Terjadinya Demand Pull Inflation Harga D2 S

P2 D1

P1 D2

D 1

Q1 Q2 Output

Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM,Yogyakarta, Halaman 156.

Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada

perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva


(45)

pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan pengeluaran permintaan.

Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil (dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka

inilah yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan inflasi.

2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)

Inflasi yang timbul karena kenaikkan biaya produksi biasanya ditandai dengan kenaikkan harga barang serta turunnya produksi (misalnya kenaikkan harga barang baku yang didatangkan dari luar negeri, kenaikkan harga harga BBM).

Gambar 2 :Terjadinya Cost Push Inflation Harga S2

P2 S1

P1

D

Q1 Q2 Output

Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 157.


(46)

Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik (misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu

saja naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya. c. Berdasarkan Asal dari Inflasi

Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation) Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panenan yang gagal dan sebagainya. 2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)

Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar negri atau di negara-negara langganan berdagang negara kita.

2.2.4.4. Dampak inflasi terhadap investasi

Inflasi merupakan salah satu penyakit perekonomian suatu negara. Agar inflasi dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur perekonomian secara umum, karna angka inflasi ini mencerminkan kondisi stabilitas perekonomian suatu negara. Angka laju inflasi yang tinggi menunjukkan bahwa suatu perekonomian mengalami gangguan, baik berupa ekspor


(47)

yang menurun karena turunnya daya saing, menurunnya tabungan dan investasi maupun gangguan – gangguan lainnya (Sukendar, 2000 : 166).

Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian menjadi lesu. Hal ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi terhambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya produksi secara nasional dapat menurunkan pendapatan nasional. Turunnya pendapatan nasional suatu Negara menunjukan bahwa perkembangan ekonomi Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh karena itu, pada tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat tanggap dalam menentukan kebijakan dalam melakukan pengendalian tingkat inflasi.

2.2.4.5. Hubungan Inflasi dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

Masalah tinggi rendahnya inflasi akan menjadi faktor penting yang akan menjadi pertimbangan calon investor yang akan menanamkan modalnya, karna hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya biaya produksi barang dan jasa yang dikeluarkan atau dihasilkan dan menyebabkan harga – harga cenderung bertambah naik. Kenaikan barang tersebut akan mengakibatkan tingkat konsumsi masyarakat menurun, dan pada akhirnya akan berdampak pada turunnya tingkat investasi.


(48)

2.2.5. Tingkat Suku Bunga

2.2.5.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang mengalami surplus pada unit ekonomi yang mengalami defisit atas pinjaman yang diberikan dari tabungannya. (Diulio, 1993 : 42)

Suku bunga adalah harga dari meminjam untuk menggunakan daya belinya. (Puspopranoto, 2004 : 70). Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. (Boediono, 1985 : 75)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga adalah harga yang dibebankan oleh unit ekonomi yang mengalami surplus ke unit ekonomi yang mengalami defisit untuk penggunaan daya beli uang dalam jangka waktu tertentu.

2.2.5.2. Teori Tentang Tingkat Suku Bunga A. Teori Klasik

Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus


(49)

dibayar oleh investor untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana. Makin rendah tingkat bunga, maka investor akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil.

Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan investor untuk melakukan investasi. Secara grafik, keseimbangan tingkat suku bunga dapat digambarkan pada Gambar : 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga

Tabungan

i1

io Investasi i

Investasi o

Jumlah Rp

yang ditabung dan

So S1 diinvestasikan

Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomi Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.

Keseimbangan tingkat bunga ada pada io dimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas io, jumlah tabungan melebihi keinginan investor untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan


(50)

dananya dan ini akan menekan tingkat bunga kembali ke posisi io. Sebaliknya apabila suku bunga dibawah io, para investor akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya lebih kecil dan ini akan mendorong tingkat bunga kembali naik pada posisi io.

Pada tingkat bunga yang sama dengan tingkat investasi, investor bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya. Keadaan ini dalam gambar, ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik io. (Norpin, 1992 : 70-72)

B. Teori Keynes

Tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi. Permintaan akan uang, oleh keynes disebut ”Liquidity Preference” (permintaan uang) tergantung pada tingkat bunga. Dalam gambar, sumbu horizontal mengukur jumlah dan permintaan uang dan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.

Tingkat bunga dalam keseimbangan (dalam gambar), apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (jumlah uang beredar). Apabila tingkat bunga dibawah tingkat keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih banyak


(51)

dengan cara menjual surat berharga yang dipegang sehingga hal ini akan mendorong harganya turun ( tingkat bunga naik).

Sebaliknya, apabila tingkat bunga diatas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga, hal ini akan mengakibatkan naik harga surat berharga (tingkat bunga turun 0 sampai keseimbangan terjadi). (Nopirin, 1992 : 90-93)

Gambar 2.2: Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

Tingkat

Bunga

(%)

Jumlah Uang

req

Liquidity Preference

Jumlah Uang

dan Permintaan Uang

Sumber: Norpirin, 1992, Ekonomie Moneter, Edisi Keempat, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal72.

2.2.5.3. Fungsi Tingkat Bunga Dalam Perekonomian

Tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi dalam perekonomian, yaitu :


(52)

1. Membantu mengalirnya tabungan berjalan kearah investasi guna mendukung pertumbuhan perekonomian.

2. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi.

3. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang dari suatu Negara.

4. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi. (Puspopranoto,2004:71)

2.2.5.4. Hubungan Tingkat Suku Bunga Dengan Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur

Investor akan mempertimbangkan dan membandingkan beban bunga yang harus dibayarkannya dengan harapan keuntungan yang akan diperoleh dari investasi yang dilakukannya tersebut. Apabila tingkat suku bunga tinggi, pengusaha akan menunda pinjaman tersebut sampai tingkat suku bunganya turun. Maka terdapat hubungan berkebalikan antara tingkat suku bunga dan investasi, yaitu semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin rendah keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.

Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga rendah, maka investor akan meminjan dana dari bank untuk membiayai pengeluaran investasinya


(53)

dengan harapan investasi tersebut menghasilakan keuntungan yang nilainya lebih besar dari pada yang harus ditanggung oleh investor. (Suparmono, 2004 : 88)

Dalam kata lain apabila tingkat bunga lebih tinggi dari tingkat pengembalian modal, investasi yang direncanakan tidak menguntungkan. Kegiatan investasi hanya akan dilaksanakan apabila tingkat pengembalian modal lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. (Sukirno, 2003 : 113)

2.2.6. PDRB

2.2.6.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto

Pengertian Domestik Regional Bruto adalah suatu indicator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut. Selain daripada itu PDRB juga alat ukur untuk menganalisa perubahan tingkat kemakmuran secara riil atas harga konstan. (Anonim 2001)

Cara perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat digunakan melalui 3 pendekatan, antara lain :

1. Pendekatan produksi ; Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). (Partadireja, 1983 : 45)


(54)

Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan penggalian c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan Komunikasi

h. Jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa lain-lain. (Rosyidi, 2000 : 140)

2. Pendekatan pengeluaran ; Produk Domestik Regional Bruto adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung

b. Konsumsi pemerintahan

c. Pembentukan modal tetap domestik bruto d. Perubahan stock

e. Ekspor netto, (ekspor dikurangi impor). (Sukirno 2002 : 38) 3. Pendekatan pendapatan ; Produk Domestik Regional Bruto

merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah dalam jangka


(55)

waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

Dalam pengertian Produk Domestik Regional Bruto, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini menurut sektor tersebut disebut sebagai nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. (Sukirno 2002 : 247)

Produk Domestik Bruto menurut atas harga yang berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun.

Produk Domestik Bruto dapat diartikan satu persatu yaitu : produk, domestik, dan bruto. Dinamakan produk, karena yang dihitung adalah produk barang dan jasa. Dinamakan domestik, karena batasnya adalah wilayah suatu negara, termasuk didalamnya orang- orang dan perusahaan asing. Dinamakan bruto karena mengalami penyusutan.

Produk Domestik Bruto adalah sebagai nilai barang- barang dan jasa- jasa yang diproduksi di dalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. (Sukirno 2002 : 33)

2.2.6.2. Kegunaan Statistik Produk Domestik Regional Bruto Kegunaan statistik produk domestik regional bruto antara lain :


(56)

1. Tingkat pertumbuhan ekonomi

Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi regional baik secara menyeluruh maupun sektoral, dengan melihat presentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu) dapat dilihat laju pertumbuhan ekonomi.

2. Tingkat kemakmuran

Mengetahui tingkat kemakmuran daerah, baik tingkat pertumbuhan maupun tingkat kemakmuran dibanding dengan daerah lain. Tingkat kemakmuran suatu wilayah biasanya diukur dengan besarnya pendapatan perkapita penduduknya.

3. Tingkat inflasi atau deflasi

Mengetahui tingkat inflasi atau deflasi yang terjadi dalam jangka waktu tertentu (tahunan), dengan membandingkan antara PDRB atas dasar harga konstan (tahun tertentu), dapat diperoleh suatu indeks implicit yang bias menggambarkan kenaikan atau penurunan harga barang dan jasa.

4. Struktur ekonomi

Mengetahui gambaran struktur ekonomi daerah daerah, PDRB dapat di gunakan sebagai indikator tentang komposisi struktur perekonomian suatu wilayah, yaitu dengan menyusun peranan masing- masing sektor atau lapangan usaha.

5. Potensi suatu daerah


(57)

keseluruhan maupun sektoral. Dengan melihat peranan sektoral dalam suatu wilayah Kabupaten atau peranan keseluruhan suatu wilayah terhadap wilayah propinsi bisa diketahui potensi suatu wilayah.

Dengan demikian, maka statistik pendapatan daerah sangat bermanfaat bagi para perencana maupun pengambil keputusan, baik yang berhubungan dengan rencana pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang. (Anonim 2004 : 3)

2.2.6.3. Hubungan PDRB dengan Investasi sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral. Oleh karena itu perlu disadari bahwa suatu daerah yang PDRB nya tinggi maka akan semakin tinggi pula produksi barang dan jasa yang dihasilkan.

Hal tersebut membuat keuntungan perusahaan akan meningkat semakin besar dan hal ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi untuk lebih memperbesar keuntungan perusahaan. Dengan kata lain apabila PDRB bertambah besar atau tinggi maka Investasi bertambah tinggi pula. (Sukirno 1995 : 15).


(58)

2.3. Kerangka Pikir

Investasi merupakan salah satu unsur dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara. Investasi yang dialokasikan secara optimal dapat meningkatkan nilai tambah, yaitu berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Selain ketepatan dan alokasi yang optimal maka mekanisme investasi akan mewujudkan nilai tambah yang tergantung pada kondisi ekonomi yang ada di suatu negara.

Diketahui kondisi tersebut berupa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan investasi. Faktor tersebut adalah Inflasi, Tingkat Suku Bunga, PDRB. Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat dijelaskan mengenai hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat sebagai berikut :

 Inflasi (X1)

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga- harga produk secara keseluruhan. Jika tingkat inflasi mengalami penurunan maka dapat mengakibatkan meningkatnya ekspektasi minat investor untuk berinvestasi, sehingga investor akan memproduksi barang dan jasa lebih banyak (Suparmoko, 1992 : 84)


(59)

Tingkat Suku Bunga adalah untuk jangka waktu tertentu atau bisa dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu (Boediono, 2000 : 2)

Tingkat bunga merupakan faktor yang sangat penting di dalam menentukan tingkat investasi yang akan di lakukan para pengusaha pada suatu waktu tertentu.

Jadi, jika tingkat suku bunga rendah, maka hal ini biasanya di ikuti dengan pulihnya kondisi ekonomi, sehingga mendorong para investor untuk menambah biaya modalnya. (Sukirno, 1995 : 186)

 PDRB (X3)

Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indicator makro ekonomi dimana dari total turunnya dapat diketahui pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dimana dari total turunnya dapat diketahui pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita suatu daerah (Anonim : 2001).

Kenaikan Produk Domestik Bruto akan mempengaruhi naiknya produksi barang dan jasa. Dengan demikian naiknya produksi barang dan jasa mendorong para pengusaha untuk menambah atau menanamkan investasinya.

Sebaliknya, jika PDRB turun maka akan mempengaruhi penurunan permintaan barang dan jasa yang tidak menghasilkan pendapatan bagi kalangan pengusaha untuk tidak melakukan investasi (Dumairy, 1997 : 136 ).


(60)

Gambar 4 : Kerangka Pikir Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur

Tingkat Suku Bunga

(X2) Inflasi

(X1)

Permintaan Barang dan Jasa

Biaya Modal Ekspektasi Minat Investasi

Investasi Sektor Perdagangan (Y1)

dan Sektor Industri Manufaktur (Y2)

PDRB (X3)

Sumber : Peneliti

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih belum teruji kebenarannya dan masih harus dibuktikan secara empiris berdasarkan


(61)

fakta-fakta yang ada. Hipotesis akan ditolak jika memang salah atau diterima jika fakta-fakta membenarkan. Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga bahwa Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan PDRB

berpengaruh terhadap Investasi di Sektor Perdagangan dan Investasi di Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.

2. Diduga PDRB mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Investasi Sektor Perdagangan dan Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur.


(62)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman-pengalaman empiris.

Untuk memperjelas terhadap masing-masing variabel yang diamati, maka pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Variabel terikat (Dependent Variable) :

 Yang menjadi variabel terikat (Y1) dalam penelitian ini

adalah Investasi Sektor Perdagangan di Jawa Timur yaitu investasi yang berasal dari dalam negeri (PMDN) yang tujuannya untuk memperluas usaha dan mengembangkan perdagangan dan perekonomian negara. Di ukur dalam Jutaan rupiah (Juta Rupiah).

 Yang menjadi variabel terikat (Y2) dalam penelitian ini

adalah Investasi Sektor Industri Manufaktur di Jawa Timur yaitu pengeluaran sejumlah uang dari investor dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang digunakan untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka


(63)

b. Variabel bebas (Independent variable) terdiri dari : 1. Inflasi (X1)

Adalah kondisi perekonomian yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang secara umum dan terus-menerus disebabkan oleh turunnya nilai mata uang pada suatu periode tertentu. Variabel ini dinyatakan dalam satuan persen (%). 2. Tingkat Suku Bunga (X2)

Adalah tingkat balas jasa yang diterima bank di Jawa Timur atas penggunaan sejumlah dana oleh investor dan harus di bayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Tingkat suku bunga diukur dalam satuan persen (%).

3. Produk Domestik Regional Bruto (X3)

Adalah total nilai barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat di wilayah Jawa Timur dalam jangka waktu satu tahun. PDRB ini dinyatakan dalam juta rupiah (Juta Rupiah).

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data berkala (Time Series Data) yaitu data dari tahun ke tahun selama selama 15 tahun sejak tahun 1994 sampai 2008.


(64)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : 4. Studi kepustakaan (Library Research)

yaitu teknik pengumpulan data dengan telaah atau studi dari berbagai laporan kegiatan penelitian, buku-buku atau literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

5. Studi lapangan (Field Research)

Yaitu suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian secara langsung (observasi) untuk mengumpulkan keterangan berupa dokumentasi dari pihak instansi- instansi yang bersangkutan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur, Bank Indonesia (BI) Cabang Surabaya dan Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Propinsi Jawa Timur.

3.4 Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis diatas maka analisa data ini dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate) untuk mengetahui koefisiensi pada persamaan tersebut


(65)

betul-betul linier (tidak bias). Model ini menunujukkan hubungan spesifik antara variabel-variabel bebas dan terikat.

Bentuk perumusannya sebagai berikut : Y1 = o + 1X1 + 2X2 + X3 + u

Y2 = o + 1X1 + 2X2 + X3 + u...(Sulaiman, 2004 : 80).

Dimana:

Y1 = Investasi Sektor Perdagangan

Y2 = Investasi Sektor Industri Manufaktur

X1 = Inflasi

X2 = Tingkat Suku Bunga

X3 = PDRB

 = Konstanta

1, ,  = Koefisien Regresi

u = Variabel Pengganggu (residual)

Untuk lebih mengetahui apakah suatu model tersebut cukup layak digunakan kedalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat, maka untuk itu perlu diketahui koefisien determinasinya atau R2 dengan menggunakan rumus :

R2 = KT Regresi ...(Soelistyo, 2001 : 325). KT Galat


(66)

Keterangan :

R2 = Koefisien Determinasi. JK = Jumlah Kuadrat

Dimana:

JK Regresi = b1∑YiX1 + b2∑YiX2 +………. +bn∑YiXn

JK Total = ∑Yi atau ∑Yi

-2     n Y

Jadi, R2 = R2 = 2

4 4 3 3 2 2 1 1 Yi YiX b YiX b YiX b YiX b       

Karakteristik utama dari R2 adalah:

2.3. Nilai R2 non negatif, merupakan rasio dari jumlah kuadrat. 2. Batas nilai R2 adalah 0 < R2 > 1

a. Batas nilai R2 sama atau mendekati 0, maka tidak ada hubungan antara variabel X dengan variabel Y.

b. Apabila R2 sama atau mendekati 1, maka terjadi kecocokan sempurna antara garis regresi dengan kelompok data hasil dari observasi.

3.4.2. Uji Hipotesis

Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3) terhadap variabel

terikat Y1 dan Y2 maka digunakan : f. Uji F


(67)

Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat dengan menggunakan rumus : F hitung = KT Regresi ...(Soelistyo, 2001 : 325). KT Galat

Keterangan :

KT = Kuadrat Tengah Galat = Error = Residual

Dengan derajat kebebasan sebesar ( k, n – k – 1 ) Keterangan :

n = Jumlah Sampel

k = Jumlah Parameter Regresi Dengan ketentuan :

Ho : 1 =3  0 (Tidak ada pengaruh)

Hi : 1 0 (Ada pengaruh)

Kaidah pengujiannya:

1. Apabila F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak,

artinya variabel bebas tidak mempengaruhi terhadap variabel terikat. secara simultan.

g. Apabila Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak dan Hi diterima,

artinya variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat secara simultan.


(68)

Gambar 3.1 :

Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan.

Daerah penolakan Ho Daerah penerimaan Ho

F ()

Sumber : Soelistyo, 2001, Dasar-Dasar Ekonometrika, BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 326.

b. Uji t

Uji t dipergunakan untuk menguji hubungan antara pengaruh dari masing-masing variabel bebas dan secara parsial atau individu atau secara terpisah terhadap variabel terikat, dengan dirumuskan : t hitung = i ...(Gujarati, 1997 : 74).

Se (i )

Dengan derajat kebebasan sebesar (n-k-l) Dimana :

i = Variabel bebas ke i

Se = Standart Error

n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi Dengan ketentuan:

Ho : i = 0 (tidak ada pengaruh)


(69)

Kaidah pengujiannya :

1. Apabila t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, yang

artinya secara parsial tidak ada pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat.

2. Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang

artinya secara parsial variabel bebas ada pengaruh dengan variabel terikat.

Gambar 3.2 :

Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara parsial

Ho ditolak Daerah penerimaan Ho ditolak Ho

( -t  2 ; n-k-l ) ( t  2 ; n-k-l )

Sumber : Widarjono. Agus, 2005, Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Ekonosia FE UII,

Yogyakarta, Halaman 59.

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sejauh mana variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu diketahui nilai adjusted R2 atau koefisien nilai determinasi dengan menggunakan rumus:

Jadi R2 = JK Regresi ………...(Sulaiman, 2004 : 86). JK Total


(70)

Dimana:

R2 = koefisien determinasi JK total = jumlah kuadrat

Karateristik utama dari R2 adalah : D. Tidak mempunyai nilai negatif

E. Nilainya berkisar antara 0 (nol) dan 1 (satu) atau 0 < R2 < 1

3.5 Uji Asumsi Klasik

Tujuan utama penggunaan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi linier yang terbaik dan tidak bias atau harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimate), karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji F yang dilakukannya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE, maka harus dipenuhi diantaranya 3 asumsi dasar, yaitu :

2. Tidak boleh ada autokorelasi 3. Tidak boleh ada multikolinier 4. Tidak boleh ada heteroskedastis

Apabila salah satu dari ketiga asumsi dasar tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimate), sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Sifat dari BLUE itu sendiri adalah :


(71)

a. Best : Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan data terhadap  dan  serta membuat interval keyakinan taksiran-taksiran.

b. Linier : Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penafsiran.

c. Unbiased : Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir

parameter diperoleh dari sampel besar kira-kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimate : e (kesalahan) penaksiran linier kuadrat terkecil, artinya diharapkan sekecil mungkin.

Tiga dari asumsi dasar tersebut yang tidak boleh dilanggar dalam regresi linier berganda :

j. Autokorelasi (Auto Correlation)

Autokorelasi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam lingkaran waktu (seperti pada kurun waktu atau time series) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data silang waktu atau cross sectional data).


(72)

Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson

d

Sumber : Gujarati, Damodar, 1999, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta, Halaman 216.

Daerah keragua-raguan Daerah keragua- raguan

dL dU 4 –dU 4 – dL

d 2 Menolak Ho Bukti Autokorelasi Positif Menolak H*o Bukti Autokorelasi Negatif Menerima Ho atau H*o

Atau kedua-duanya

4

Adanya autokorelasi didasarkan atas :

j. Daerah A : Durbin Watson < dL, tolak Ho autokorelasi positif.

k. Daerah B : dL < Durbin Watson < dU, ragu-ragu.

l. Daerah C : dU < Durbin Watson < dU, terima Ho, non autokorelasi.

m. Daerah D : 4 – dU < Durbin Watson < 4 – dU, ragu-ragu. n. Daerah E : Durbin Watson < 4 – dL, tolak Ho autokorelasi

negatif. (Gujarati, 1999 : 217).

Pendekteksian adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan besaran Durbin Watson. Panduan mengenai angka D – W ( Durbin Watson ) untuk mendeteksi autokorelasi adalah: 2.2. Angka D – W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif.


(73)

2.3. Angka D – W dibawah -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.

2.4. Angka D – W diatas +2, berarti ada korelasi negatif. Tabel 3.1 : Autokorelasi Durbin Watson

Durbin Watson Kesimpulan

Kurang dari 1,08 Ada autokorelasi

1,08 – 1,66 Tanpa kesimpulan

1,66 – 2,34 Tidak ada autokorelasi

2,34 – 2,92 Tanpa kesimpulan

Lebih dari 2,92 Ada autokorelasi

Sumber : Algifari, 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi, Penerbit : BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 89.

k. Heteroskedastisitas ( Heteroscedasticity )

Dalam pengujian ini heteroskedastisitas merupakan suatu kasus didalam seluruh faktor gangguan tidak mempunyai varians yang sama atau varians tidak konstans, kondisi varians nirkonstans atau nirhomogen ini disebut “ heteroskedastisitas”.

Heteroskedastisitas pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan cara menghitung korelasi Rank

Spearman’S antara residual dengan seluruh variabel independent


(74)

) 1 ( 2

2

 

N N

di

...(Gujarati, 1999 : 188). Keterangan :

di = Perbedaan dalam Rank antara residual (disturbance term error) dengan variabel bebas k = I.

N = Banyak data, dengan catatan:

- jika nilai probabilitas > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas

- Jika nilai probabilitas < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas

c. Multikolinieritas (Multicolinierity)

Pada multikolinieritas tersebut menunjukkan adanya suatu derajat kolinieritas yang tinggi diantara variabel-variabel bebas berkolerasi secara sempurna, maka metode kuadrat terkecil tidak bisa digunakan.

Adapun cara pendeteksiannya adalah :

b. Konfirmasi antara nilai R2 dengan seluruh hasil t hitung pada uji parsial. Jika hasil estimasi ditemukan bahwa R2 yang sangat tinggi, namun tidak satupun nilai t hitung parsial yang

signifikan, maka dipastikan terdapat suatu adanya gajala multikolinieritas.

c. Dengan menentukan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan indeks tolerance.


(75)

d. VIF = 1 / 1 - R2...(Gujarati, 1997 : 85). Dimana:

VIF menyatakan tingkat pembengkakan varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, maka terjadi suatu multikolinieritas pada persamaan tersebut.


(1)

turun

or inya ingkat rendah,

pinjaman baik investasi maupun

Deng

Y1 = + 0,046 X3

melal

β0 =

1.100.265,6

. Menurunnya output produksi mengakibatkan permintaan output industri berkurang, sehingga investasi terjadi penurunan. Input industri itu meliputi : modal, tenaga kerja, bahan-bahan atau material, peralatan mesin, bahan bakar, upah tenaga kerja, dan lain-lain. Jika input ini mengalami penurunan maka berpengaruh terhadap proses produksi.

Begitu juga dengan tingkat suku bunga tidak memiliki pengaruh yang positif terhadap investasi sektor perdagangan dan investasi sekt industri manufaktur hal ini disebabkan karena semakin tingg t suku bunga maka akan diikuti jumlah uang yang beredar semakin

yang berakibat pada daya beli masyarakat yang turun, sehingga akan mengakibatkan turunnya kredit

konsumsi, yang berdampak pada penurunan supplay dari sisi investor. an persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

11100265,6 + 18295,417 X1 – 331078,399 X2

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan ui penjelasan sebagai berikut :

Nilai konstanta sebesar 11100265,6 menunjukkan apabila variabel bebas dianggap konstan, maka investasi sektor perdagangan mengalami kenaikan sebesar Rp 1

βx1 = Nilai koefisien sebesar 18295,417 menunjukkan apabila variabel X2, X3 dianggap konstan, maka investasi sektor perdagangan mengalami kenaikan sebesar Rp 18.295,417. Jika X1 naik satu


(2)

80

persen maka investasi sektor perdagangan akan mengalami kenaikan sebesar Rp 18.295,417.

Nilai koefisien sebesar – 331078,399 menunjukkan apabila tingkat suku bunga naik satu persen, maka investasi sektor perdagangan mengala

βx2 =

mi penurunan sebesar Rp. 331078,399 dengan asumsi X1,

=

tasi sektor perdagangan mengalami

melal

. β0 = nta sebesar 18599512,655 menunjukkan apabila

βx1 =

a investasi sektor industri manufaktur

βx2 =

suku bunga naik satu persen, maka investasi sektor industri X3 konstan.

βx3 Nilai koefisien sebesar 0,046 menunjukkan apabila variabel X1, X2 dianggap konstan, maka inves

kenaikan sebesar Rp. 0,046. Jika X3 naik satu juta rupiah maka investasi sektor perdagangan akan mengalami kenaikan sebesar Rp 0,046.

Y2 = 18599512,655 – 20979,234 X1 - 925749,102 X2 + 0,130 X3

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan ui penjelasan sebagai berikut :

Nilai konsta

variabel bebas dianggap konstan, maka investasi sektor industri manufaktur mengalami kenaikan sebesar Rp 18.599.512,655.

Nilai koefisien sebesar –20979,234 menunjukkan apabila inflasi naik satu persen, mak

mengalami penurunan sebesar Rp 20.979,234 dengan asumsi X1, X2 konstan.


(3)

manufaktur mengalami penurunan sebesar Rp 925.749,102 dengan asumsi X1, X3 konstan.

βx3 = Nilai koefisien sebesar 0,130 menunjukkan apabila variabel X1, X2 dianggap konstan, m i sektor industri manufaktur mengalami kenaikan sebesar Rp. 0,130. Jika X3 naik satu juta rupiah maka investasi sektor industri manufaktur akan mengalami kenaikan sebesar Rp 0,130.


(4)

(5)

5.1.

il pengujian dengan menggunakan analisis Regresi enguji pengaruh Inflasi (X1), Tingkat Suku

a dapat diambil kesimpulan sebagai

nga mengakibatkan buruknya kondisi ekonomi dan menurunkan minat investor untuk menambah biaya modalnya.

c. Meningkatnya produk domestik regional bruto mengakibatkan semakin bertambahnya permintaan akan barang dan jasa.

5.2. Saran

Sejalan dengan kesimpulan tersebut diatas yang berhubungan dengan hasil pembahasan masalah, dikemukakan saran yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah, investor dan penelitian selanjutnya dalam menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang, Kesimpulan

Berdasarkan has Linier Berganda untuk m

Bunga (X2) dan Produk Domestik Regional Bruto (X3) terhadap Investasi Sektor Perdagangan (Y1) dan Investasi Sektor Industri Manufaktur (Y2) di Jawa Timur, mak

berikut :

a. Tingginya inflasi tidak dapat meningkatkan besarnya investasi pada sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur di jawa timur. b. Tingginya tingkat suku bu


(6)

83

antara lain :

a. Bagi pihak pemerintah

Untuk dapat meningkatkan investasi baik pada sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur maka pihak pemerintah hendaknya lebih memperhatikan kenaikan inflasi dan memperbaiki kondisi perekonomian.

b. Bagi pihak investor

Untuk memperluas sektor perdagangan dan sektor industri manufaktur maka investor harus melihat peluang yang ada untuk melakukan investasi tersebut.

a. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk lebih memantapkan penelitian ini hendaknya melakukan penelitian untuk periode waktu yang berbeda dan menambah atau mengganti variabel bebas.