APA BOLEH BUAT ALMARHUM TAUFIK MENINGGAL

I. Newstainment, Bebek Bertelur Emas

Newstainment merupakan program televisi yang memadukan unsur berita (news) dan hiburan (entertainment). Kemunculan newstainment erat kaitannya dengan hasil produksi stasiun TV yang tayang selama 24 jam. Dengan durasi tayang yang panjang itu, para pelaku industri pertelevisian berlomba-lomba menggaet penonton dengan informasi yang dikemas secara menghibur. Fenomena itu mulai menggejala di Amerika Serikat awal 1980-an, sejumlah TV kabel yang beroperasi sehari penuh seperti CNN, Fox News, MSNBC, dan CNBC berani merombak konsep konvensional program news —news anchor statis, intonasi bicara tegas, narasi berita singkat dan melulu 5 w + 1 h, latar belakang di studio, dll.

Awalnya keberadaan newstainment dicibir, karena gaya penampilan news anchor atau pembawa berita yang centil dan seringkali mengumbar senyum. serta menyajikan berita secara bombastis dengan kata-kata yang cenderung melebih-lebihkan, mempermainkan emosi penonton dengan melontarkan narasi ―tudingan‖ dan seringkali menggunakan teknik editing yang ekstrem. Di Indonesia, program berita seperti itu terlebih dulu direproduksi secara berani lewat program berita hiburan para selebritas atau infotainment (info & entertainment). Sayangnya, keberadaan infotainment dianggap melanggar kode etik jurnalisme dalam melakukan reportase sekaligus cara penyampaian beritanya.

Sebagai contoh: seorang penyanyi yang terbelit masalah perceraian menolak untuk diwawancarai. Para reporter berupaya keras untuk mengejarnya. Di dalam tayangan, penonton diperlihatkan aksi perburuan reporter terhadap penyanyi tersebut. Di mata penonton, pemandangan tersebut dramatis layaknya sebuah film, apalagi dibarengi dengan ilustrasi musik yang menderu dan teknik montage yang memikat emosi penonton. Namun dalam kode etik jurnalisme, perbuatan reporter tersebut tidak dibenarkan karena seorang reporter wajib menghargai hak privat narasumber. Pengejaran investigatif baru bisa dilakukan apabila berulang kali narasumber tidak bersedia diwawancarai dan pembongkaran kasus atau permasalahan tersebut mendesak dilakukan karena perbuatan narasumber mengganggu hak publik (masyarakat).

Contoh berikutnya: seorang reporter mewawancarai seorang anak artis yang menjadi korban perceraian orangtuanya. Dalam tayangan berita, si anak menangis dan menjatuhkan pilihan supaya diasuh oleh bapaknya. Perbuatan reporter tersebut melanggar kode etik jurnalisme dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Anak korban kekerasan dilarang untuk Contoh berikutnya: seorang reporter mewawancarai seorang anak artis yang menjadi korban perceraian orangtuanya. Dalam tayangan berita, si anak menangis dan menjatuhkan pilihan supaya diasuh oleh bapaknya. Perbuatan reporter tersebut melanggar kode etik jurnalisme dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Anak korban kekerasan dilarang untuk

Fenomena tumbuh suburnya infotaiment di jagat pertelevisian Indonesia sangat menarik untuk dipelajari. Jelas-jelas dari kacamata jurnalistik, tayangan tersebut melanggar kode etik, namun uniknya, rating infotainment, menurut A.C. Nielsen, jauh melesat meninggalkan rating program news. Fakta di atas kertas itu membuktikan, berdasarkan perolehan penonton, tayangan infotainment lebih banyak dikonsumsi dan menariknya lagi, isu-isu seputar selebritas yang diekspos di TV tak jarang menjadi bahan pembicaraan di ruang pergaulan (water cooler talk). Pergunjingan di lingkup awam itu menjadi indikator kuat bahwa tayangan infotainment berhasil menyita perhatian penonton.

Dalam satu hari, satu stasiun televisi bisa menayangkan infotainment sebanyak 3 kali. Awalnya, pada periode tahun 1990-an, infotainment hanya diputar pada siang dan sore hari. Slot tayangan di siang sampai sore hari memang dikenal banyak mendapat perhatian penonton, karena pada jam-jam tersebut, penonton sedang menikmati makan siang sambil nonton TV dan di sore harinya, para karyawan sedang siap-siap untuk pulang kerja kantor. Namun di awal tahun 2000-an, banyak stasiun TV menjajal tren baru. Mereka memasang slot tayangan infotainment di pagi hari —padahal jam pagi dikenal kering rating alias kurang laku untuk ditonton. Perlahan namun pasti, keberadaan infotainment di pagi hari ternyata mampu menggaet penonton, otomatis mendongkrak rating, dan praktis banyak iklan yang datang mengisi ruang commercial break. Asal tahu saja, mayoritas infotainment diproduksi oleh production house . Baru, pada tahun 2004, segelintir TV membuat sendiri tayangan infotainment tersebut. Tetapi, biasanya, mereka hanya memilih salah satu slot waktu tayangan infotainment . Entah itu tayangan infotainment di pagi, siang, atau sore hari. Sedangkan slot waktu tayangan infotainment yang lain tetap diproduksi oleh rumah produksi.

Sebagai contoh: di RCTI, tayangan infotainment di pagi hari —Go Spot, siang hari— Intens (pengganti Silet), dan sore hari —Cek & Ricek/ Kabar-Kabari. Tayangan infotainment yang murni dibuat oleh RCTI secara in house (mandiri) adalah Go Spot, sementara yang lain adalah buatan production house (rumah produksi). Alasan RCTI membuat tayangan infotainment Go Spot secara in house cenderung pada pertimbangan ―kue omzet‖ dan keinginan untuk menyuguhkan infotainment yang santun, namun untuk alasan kedua, akhirnya terdistorsi juga. Sekadar informasi, ―kue omzet‖ yang ditangguk oleh RCTI dari Go Spot dalam sebulan bisa mencapai miliaran rupiah. Jumlah itu diperoleh dari pemasukan iklan. Padahal biaya produksinya boleh dibilang minim, sebut saja biaya operasional untuk tim liputan dan produksi, gaji karyawan yang terlibat di program tersebut, pemeliharaan alat dan pembelian media rekam, sewa kostum presenter, honor presenter, dll. Boleh dibilang, pengeluaran rutin itu rasionya lebih kecil daripada keuntungan yang didapat. Jadi sudah jelas, Sebagai contoh: di RCTI, tayangan infotainment di pagi hari —Go Spot, siang hari— Intens (pengganti Silet), dan sore hari —Cek & Ricek/ Kabar-Kabari. Tayangan infotainment yang murni dibuat oleh RCTI secara in house (mandiri) adalah Go Spot, sementara yang lain adalah buatan production house (rumah produksi). Alasan RCTI membuat tayangan infotainment Go Spot secara in house cenderung pada pertimbangan ―kue omzet‖ dan keinginan untuk menyuguhkan infotainment yang santun, namun untuk alasan kedua, akhirnya terdistorsi juga. Sekadar informasi, ―kue omzet‖ yang ditangguk oleh RCTI dari Go Spot dalam sebulan bisa mencapai miliaran rupiah. Jumlah itu diperoleh dari pemasukan iklan. Padahal biaya produksinya boleh dibilang minim, sebut saja biaya operasional untuk tim liputan dan produksi, gaji karyawan yang terlibat di program tersebut, pemeliharaan alat dan pembelian media rekam, sewa kostum presenter, honor presenter, dll. Boleh dibilang, pengeluaran rutin itu rasionya lebih kecil daripada keuntungan yang didapat. Jadi sudah jelas,

II. News Department, Jantung Keberlangsungan Newstainment

Kesuksesan infotainment dalam soal rating, sedikit-banyak dijadikan motivasi bagi tim programming , tim pemberitaan, dan kreatif program news. Mereka mengadopsi hal-hal positif dari infotainment, meski jauh sebelumnya program news sudah mengawali gebrakan. Seperti kita ketahui, di awal tahun 1990, saat RCTI menjadi televisi swasta pertama di Indonesia, wajah penyajian tayangan news secara radikal berubah. Pastinya, perubahan itu Dulu, tayangan program berita di TVRI —televisi pemerintah yang menjadi satu-satunya kanal penyiaran publik sejak 24 Agustus 1962 sampai tahun1990 —selalu menampilkan tayangan berita yang kurang interaktif. Jikalau diperhatikan, ketika itu, cara penyajian berita nyaris belum tereksplorasi secara menyeluruh. News anchor (penyaji berita) masih jarang mengumbar tawa dan senyum, jarang melemparkan banyolan, di dalam studio hanya menggunakan satu sudut pengambilan gambar (singlecam), dan immobile (tidak beranjak dari tempat duduk). Namun, news anchor di televisi swasta terlihat ramah, sudah berani mobile (bergerak), tak jarang melontarkan banyolan, dan selalu menyapa sehingga terbangun suasana interaktif dengan penonton. Sedangkan teknik la prise de vue (pengambilan gambar) di dalam studio sudah mulai variatif dengan menggunakan dua atau lebih sudut pengambilan gambar (multikamera).

Rating memang menjadi kiblat kesuksesan suatu program. Dengan kemasan yang menghibur itu, penonton sangat menikmati untuk mengikuti perkembangan berita terkini. Terlebih lagi, seiring perubahan pola mata pencaharian —era industri, profesi karyawan dan buruh menjadi profesi yang jamak dijumpai, penonton lebih suka program berita yang menghibur karena mereka butuh hiburan sebagai pelepas penat di tengah rutinitas yang membelenggu. Oleh sebab itu, setiap program tayangan, khususnya tayangan berita mutlak memperhatikan segmen penonton atau karakter penonton yang disasar. Jikalau sudah membidik salah satu segmen, misal segmen penonton berusia 20+ (dewasa), kemasan tayangan harus menyesuaikan dengan tren dan ritme kehidupan golongan muda usia 20+ yang cenderung dinamis. Konsekuensinya, tim kreatif, programming, redaksi, dan produksi di dalam news department harus berpikir bagaimana grafis visual dan ilustrasi musik yang sesuai dengan selera anak muda, gaya bahasa news anchor yang santai tapi tetap santun, gaya bahasa dalam narasi yang dramatis namun tidak berbelit-belit, gaya editing yang dinamis dengan stok gambar yang melimpah.

Nah sekarang sudah jelas, daya magnet program newstainment terletak pada kemasan program tayangan atau ekspresi pemberitaan yang diciptakan oleh tim redaksi. Mereka adalah Nah sekarang sudah jelas, daya magnet program newstainment terletak pada kemasan program tayangan atau ekspresi pemberitaan yang diciptakan oleh tim redaksi. Mereka adalah

1. Topik atau isu berita yang diliput.

2. Narasumber yang wajib diwawancarai. Siapa saja narasumber yang baik dari segi kapabilitas dan kapasitas serta layak ―jual‖. Pilih narasumber yang berpengalaman

dan memiliki otoritas di bidangnya. Dengan demikian, reporter terlebih dulu bisa mengidentifikasi permasalahan, mengajukan pertanyaan, dan mendapatkan jawaban yang akurat dari narasumber.

3. Kebijakan redaksi (editorial policy) atau keberpihakan redaksi atas suatu kasus. Artinya redaksi harus menentukan sikap dan sudut pandangnya terhadap suatu masalah, berada di pihak mana dan harus melontarkan peluru kritik pada siapa. Selain itu, redaksi juga menawarkan alternatif solusi terhadap suatu permasalahan. Penentuan sikap ini sangatlah penting sebagai panduan reporter dalam melihat suatu permasalahan dan menyusun materi pertanyaan.

4. Kemungkinan kendala-kendala yang terjadi selama liputan, produksi, hingga pasca- produksi dan membahas kemungkinan solusinya.

5. Proyeksi penentuan headline dan penyusunan rundown (segmentasi) program tayangan.

6. Menginventarisasi stok gambar yang harus disiapkan sekaligus stok gambar yang dibutuhkan sehingga kameramen bisa merekamnya untuk keperluan kelengkapan penulisan naskah dan editing.

7. Rambu-rambu reportase, penulisan naskah, dan editing. Artinya mengidentifikasi apa saja yang wajib dilakukan dan larangan yang dihindari saat meliput, menulis naskah, dan mengedit gambar, sehingga tayangan bisa memberikan edukasi bagi penonton dan tetap dalam koridor kode etik jurnalistik.

8. Persiapan news anchor atau presenter seperti kostum dan kemungkinan gaya ekspresif yang ditampilkan saat membawakan berita, termasuk penggunaan angle kamera dalam merekam news anchor.

9. Perkiraan kebutuhan anggaran liputan.

Kerja sama tim, itulah kunci penentu keberhasilan tayangan: bisa on air atau tidak dan apakah berita yang disuguhkan bisa menjadi referensi berita aktual dan positif bagi publik sehingga siapa saja membicarakan isi berita itu di dalam ruang pergaulan mereka. Kerja sama itu tak lepas dari pembagian tugas dalam tubuh redaksi.

A. Alur kerja dalam proses produksi berita

Di stasiun televisi, departemen pemberitaan mengakomodasi cukup banyak sumber daya manusia yang terbagi di dalam bagian praproduksi, produksi, dan pascaproduksi. Ibarat mata rantai, wilayah pekerjaan antara satu dan lainnya saling berhubungan. Jadi apabila di bagian hulu terjadi kesalahan, pasti kesalahan itu akan berdampak di bagian hilir.

Tahap praproduksi: jajaran redaksi menggodog ide tentang isu apa saja yang layak untuk diangkat, melakukan riset atas isu yang dibangun itu, perencanaan angle berita, pemilihan narasumber dan semua itu dibicarakan di dalam rapat budgeting. Dalam rapat budgeting itu pada intinya tim redaksi melakukan proses penyeleksian berita yang layak untuk disiarkan. Setelah penentuan berita, reporter membuat wishlist (daftar perencanaan liputan) agar di dalam melakukan peliputan, reporter memiliki bekal referensi saat menghadapi narasumber.

Berita-berita yang dinilai memiliki bobot itu kemudian disusun dalam sebuah segmentasi (rundown). Pembagian durasi per segmen diatur berdasarkan nilai berita;

berita yang dinilai paling ―menjual‖ dijadikan headline dan ditaruh di segmen awal. Biasanya, program berita berdurasi setengah jam terbagi menjadi tiga segmen. Setiap segmen maksimal enam menit. Di dalam ranah redaksi, proses identifikasi, seleksi, serta penentuan segmentasi berita itu dinamakan proses gatekeeping. Sedangkan para pelaku gatekeeping disebut gatekeeper —pemimpin redaksi, produser eksekutif (executive producer ), produser (producer), koordinator liputan, reporter, kameramen, dan copy editor /scriptwriter.

Tahap produksi: reporter dan kameramen melaksanakan tugas liputan berdasarkan proyeksi berita yang diputuskan dalam rapat budgeting dan wishlist yang disusun.Tak jarang di tengan peliputan, ada peristiwa yang menarik dan layak ditayangkan. Maka, koordinator liputan bekerja sama dengan produser memerintahkan reporter dan kameramen untuk meliput peristiwa itu. Selama berada di lapangan, reporter wajib berkoordinasi dengan produser supaya pengumpulan fakta, pembaruan informasi, dan Tahap produksi: reporter dan kameramen melaksanakan tugas liputan berdasarkan proyeksi berita yang diputuskan dalam rapat budgeting dan wishlist yang disusun.Tak jarang di tengan peliputan, ada peristiwa yang menarik dan layak ditayangkan. Maka, koordinator liputan bekerja sama dengan produser memerintahkan reporter dan kameramen untuk meliput peristiwa itu. Selama berada di lapangan, reporter wajib berkoordinasi dengan produser supaya pengumpulan fakta, pembaruan informasi, dan

Namun ada juga, hasil liputan ditulis oleh scriptwriter/copy editor. Biasanya itu terjadi di dalam program infotainment. Reporter sebatas memberikan laporan hasil liputan. Usai menulis berita, reporter atau scriptwriter/copy editor menyerahkannya kepada produser untuk diperiksa.

Tahap pasca-produksi: naskah yang sudah diperiksa dan diedit produser selanjutnya diserahkan kepada editor. Hasil pencatan time code gambar oleh kameramen atau hasil rough cut pun diserahkan kepada editor. Setelah naskah sudah siap, dubber atau reporter membaca naskah reportase itu untuk di-dubbing. Produser memeriksa hasil akhir tayangan yang sudah selesai edit. Jikalau masih ada kesalahan terkait isi berita atau durasi berlebih, produser meminta editor dan reporter atau scriptwriter/copy editor untuk memperbaiki naskah reportase itu. Usai benar-benar tidak ada kesalahan atau kesalahan mendekati 0%, hasil edit itu siap ditayangkan. Selanjutnya, naskah yang akan dibaca oleh presenter atau news anchor dimasukkan ke dalam teleprompter. Tak lupa, rundown tayangan yang sudah dibuat oleh produser diserahkan ke bagian studio sebagai pegangan staf master control room yang berada di studio.

B. Pengenalan struktur organisasi news department

Memang, ujung tombak program berita adalah reporter dan kameramen. Mereka punya wewenang penuh untuk mencari, menulis, dan merekam berita. Mereka menyuplai berita yang menjadi bahan baku utama program news. Meski demikian, mereka tidak akan bergerak apabila tidak ada dukungan dan perintah dari pemegang kebijakan redaksi dan juga berita yang dikumpulkan oleh reporter jelas tidak akan menjadi tayangan layak tonton tanpa andil editor ataupun scriptwriter/copy editor. Jadi jelas, news department merupakan sebuah organisasi karena di dalamnya terbangun rantai hierarki, ada aturan main, dan diatur oleh manajemen pemberitaan yang saling terkoneksi antara satu dan yang lain. Dan sebagai penanggung jawab program tayangan news dipegang oleh pemimpin redaksi. Dialah secara formal pemegang wewenang tertinggi di news department . Berikut ini struktur organisasi di dalam news department dimulai dari yang tertinggi.

1. Pemimpin Redaksi: bertanggung jawab terhadap sumber daya manusia di redaksi, bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja dalam memproduksi tayangan berita, dan bertanggung jawab terhadap semua produk tayangan redaksi. Selain itu, ia juga memikul tanggung jawab penuh dalam menentukan kebijakan redaksi yang berpengaruh pada penentuan angle berita, keberpihakan pemberitaan, gaya pemberitaan, jenis-jenis tayangan, dan penentuan metode bagaimana berita atau program berita itu layak untuk ditayangkan. Oleh sebab itu, jikalau suatu program berita digugat secara hukum, pemimpin redaksi menjadi sosok yang menjadi ―sasaran tembak‖. Selain itu, apabila suatu peristiwa penting terjadi di luar jam tayang program berita, pemimpin redaksi berhak untuk memutuskan penayangan breaking news .

2. Produser eksekutif (executive producer): merancang sebuah konsep program acara TV. Konsep program dibuat secara detail, dari estimasi biaya produksi, jumlah personel (SDM) yang dibutuhkan, target penonton, target rating, isi program, kemasan produk tayangan, hingga setting lokasi termasuk dekorasi sesuai dengan konsep program yang dibuat; membuat rundown program tayangan; melakukan supervisi terhadap hasil kinerja personel di bawah otoritasnya; bertanggung jawab penuh atas keberhasilan dan kegagalan atas suatu program tayangan; pemegang keputusan terhadap susunan rundown berita, termasuk

3. Produser (producer): menentukan berita apa saja yang layak untuk ditayangkan; berhak menentukan angle berita; menentukan narasumber berita; menentukan susunan rundown dan durasi berita; menentukan format penyajian berita; mengoreksi naskah reportase yang ditulis oleh reporter atau 3. Produser (producer): menentukan berita apa saja yang layak untuk ditayangkan; berhak menentukan angle berita; menentukan narasumber berita; menentukan susunan rundown dan durasi berita; menentukan format penyajian berita; mengoreksi naskah reportase yang ditulis oleh reporter atau

4. Koordinator liputan: bertanggung jawab atas semua yang akan diliput dan diberitakan; membagi tugas liputan kepada reporter dan kameramen; melakukan briefing kepada reporter mengenai target-target berita yang harus didapat; memantau proses peliputan reporter selama di lapangan; memberikan solusi saat reporter menemukan kesulitan dalam mencari berita dan melakukan peliputan.

5. Reporter: mencari berita sesuai dengan acuan perintah produser; berkomunikasi dengan koordinator liputan; jikalau menemui kendala saat meliput, sebaiknya reporter tidak mengambil keputusan sendiri agar berita yang diliput tidak ditolak karena tidak sesuai dengan harapan produser; selalu berkoordinasi dengan koordinator liputan terkait angle berita, karakter dan informasi narasumber; perkembangan isu terkini; informasi tentang suatu peristiwa; dan lain-lain; menulis hasil reportase;

6. Kameramen: merekam peliputan; mencari stock gambar sebanyak mungkin berkaitan dengan liputan; mencatat stock gambar dan proses liputan secara offline atau melakukan rough edit; bertanggung jawab penuh atas kualitas sekaligus kuantitas gambar yang didapat.

7. Scriptwriter: menulis naskah berita sesuai dengan gaya redaksional sebuah tayangan; tulisan dibuat berdasarkan data dari reporter atau data-data dari sumber lain yang disetujui oleh produser; mutlak menguasai kemampuan bahasa yang baik dan memahami ekonomi bahasa.

8. Editor: melakukan edit audio-visual sesuai dengan gaya atau jiwa tayangan; merekam voice over dari reporter atau dubber.

9. News anchor: menguasai materi yang disampaikan; memiliki artikulasi dalam berbicara yang jelas; memiliki kemampuan berbahasa; memiliki kemampuan intra dan interpersonal yang baik sehingga dapat berinteraksi dengan penonton dan reporter secara santun.

10. Production Assistant: bertanggung jawab atas administrasi dan tugas-tugas kesekretariatan terkait produksi sebuah tayangan berita. Termasuk di dalamnya: menyiapkan kostum news anchor; melakukan kesepakatan dengan agen rental mobil, akomodasi, administrasi penyediaan perlengkapan liputan dan editing, atau travel agent untuk tugas liputan; mendistribusikan naskah rundown kepada staf di studio.

PERTEMUAN II

I. Kaidah Jurnalistik

Tim redaksi yang terlibat dalam proses produksi tayangan berita, mutlak mengetahui dan memamahi kode-kode etik jurnalistik karena jurnalis merupakan pilar demokrasi dan praktis mengemban amanat dari rakyat untuk memberitakan informasi yang mendidik dan bermanfaat. Dan, untuk mendapatkan kebenaran atas informasi itu, jurnalis harus menerapkan kegiatan jurnalistik demi mengungkap kebenaran yang berpihak pada masyarakat. Dari pengertian itu, kode etik jurnalistik meliputi kaidah/prinsip dan cara atau metode jurnalistik. Namun dari penjelasan itu, muncul pertanyaan, apa itu jurnalistik? Jurnalistik tak lain adalah aktivitas yang menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme dan para pelakunya bernaung dalam perusahaan pers. Sedangkan jurnalisme sendiri merupakan kesatuan aktivitas yang di dalamnya meliputi aktivitas mengumpulkan data, melontarkan pertanyaan, investigasi, dan berani bersikap dalam mencari kebenaran atas suatu fakta. Tujuannya untuk memberikan informasi ke publik lewat media massa.

Saat ini, mayoritas jurnalis di Indonesia sudah mengetahui kaidah dan menjalankan metode reportase yang memenuhi kode etik jurnalistik, hanya saja mereka sulit untuk bersikap independent. Mengapa demikian? Fenomena itu menjadi ―seolah-olah wajar‖ karena para pemilik media massa kebanyakan berprofesi sebagai penguasaha yang berafiliasi pada salah satu partai. Sebagai contoh di stasiun TV One, saat memberitakan isu kecuragan Pemilu 2009 yang dimuat dalam buku Membongkar Gurita Cikeas, TV One menghadirkan pengamat-pengamat yang berpihak pada Partai Demokrat. Sedangkan TV lain, terutama Metro TV, bersikap sebaliknya, ia menghimpun para pengamat kritis yang beroposisi terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat. Dari sudut pandang kebijakan redaksional yang tampak sudah jelas, bagaimana keberpihakan 2 stasiun TV itu.

Tidak jauh beda dengan media infotainment. Beberapa waktu lalu, isu keretakan rumah tangga pasangan Cut Tari dan Yusuf Subrata ditengarai oleh kehadiran pria idaman lain. Kedekatan Cut Tari dengan Wishnutama, Direktur Utama Trans Corp, waktu itu. Kedekatan itu terekam pada moment ulang tahun program Insert kedua. Beberapa kamera wartawan infotainment merekam mereka berciuman. Di Trans TV, berita itu dilarang untuk dipublikasikan sedangkan di TV lain, Cut Tari menjadi bulan-bulanan.

B egitulah fenomena ―perang‖ kepentingan media massa di Indonesia. Meski demikian, tetap masih ada program-program news yang masih memegang prinsip-prinsip B egitulah fenomena ―perang‖ kepentingan media massa di Indonesia. Meski demikian, tetap masih ada program-program news yang masih memegang prinsip-prinsip

Jurnalis yang berintegritas harus memiliki kesadaran untuk bertanggung jawab penuh pada profesi dan setia pada suara masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, jurnalis itu menerapkan kaidah kerja jurnalistik dan prinsip-prinsip etisnya yang tertuang dalam kode etik jurnalistik dan sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach. Bill Kovach adalah wartawan senior berkebangsaan Amerika Serikat yang bekerja untuk The New York Time. Sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach yaitu:

1. Kewajiban utama jurnalisme adalah mencari kebenaran.

2. Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara.

3. Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi.

4. Jurnalis harus menjaga independensi atau netralitas terhadap objek liputan.

5. Jurnalis harus berperan sebagai alat kontrol terhadap kekuasaan.

6. Jurnalis harus memberi forum bagi publik untuk saling kritik dan menemukan kompromi.

7. Jurnalis harus membuat hal penting menjadi menarik dan relevan.

8. Jurnalis harus membuat berita yang komprehensif dan proporsional.

9. Jurnalis harus diperbolehkan mendengarkan hati nuraninya. Sejak angin reformasi berhembus, kebebasan pers sudah dijamin dengan Undang- Undang No. 40 tahun 1999. Di dalamnya juga mengatur kode etik jurnalistik. Dengan demikian, aktivitas jurnalisme mendapatkan perlindungan sekaligus memperoleh pedoman. Pedoman dalam hal ini berisi tentang fungsi, hak, kewajiban, konsekuensi hukum, serta rambu-rambu yang harus ditaati dan dihindari oleh pelaku jurnalisme. Tak akan ada pembredelan atau pencabutan hak siar jikalau perusahaan pers melakukan pelanggaran. Semua permasalahan antara masyarakat dan pers diselesaikan secara bertahap. Artinya, masyarakat atau pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan media tertentu diarahkan untuk menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Dewan Pers, atau proses perdata. Hal itu diatur dalam nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara RI. Nota kesepahaman itu mengatur dua aspek yaitu koordinasi operasional penegakan hukum dan koordinasi perlindungan kemerdekaan pers (jurnalis sangat rentan menjadi korban kekerasan). Apabila jalur perdata tidak terselesaikan, masyarakat atau pihak yang bersengketa dengan media pers diarahkan untuk lapor ke Dewan Pers dan membereskannya lewat jalur pidana.

Berikut ini isi dari Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers

UU 40/1999, PERS Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 40 TAHUN 1999 (40/1999) Tanggal: 23 SEPTEMBER 1999 (JAKARTA) _________________________________________________________________ Tentang: PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin;

b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;

d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers; Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.

Daftar isi

1 BAB I KETENTUAN UMUM

2 BAB II ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

3 BAB III WARTAWAN

4 BAB IV PERUSAHAAN PERS

5 BAB V DEWAN PERS

6 BAB VI PERS ASING

7 BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT

8 BAB VIII KETENTUAN PIDANA

9 BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

10 BAB X KETENTUAN PENUTUP

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:

1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.

4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.

7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers asing.

8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.

9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.

10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.

11. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.

14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.

BAB II ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS

Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan

prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pasal 3 (1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,

dan kontrol sosial. (2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Pasal 4 (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. (2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau

pelarangan penyiaran. (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Pasal 5 (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

(2) Pers wajib melayani Hak Jawab. (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi. Pasal 6 Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kepentingan umum;

e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

BAB III WARTAWAN

Pasal 7 (1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan. (2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Pasal 8 Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

BAB IV PERUSAHAAN PERS

Pasal 9 (1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. (2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Pasal 10 Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers

dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pasal 12 Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara

terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Pasal 13 Perusahaan pers dilarang memuat iklan:

a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat; b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14 Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga

negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.

BAB V DEWAN PERS

Pasal 15 (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan

pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan- peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan; g. mendata perusahaan pers.

(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari:

a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan; b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers; c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota. (5) Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini

ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(6) Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:

a. organisasi pers; b. perusahaan pers; c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.

BAB VI PERS ASING

Pasal 16 Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia

disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 17 (1) Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers

dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. (2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers; b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

BAB VIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 18 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan

yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19 (1) Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di

bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.

(2) Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat- lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku:

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2815 ) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3235);

2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin- buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MENTERI NEGARA

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG PERS

I. UMUM Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud.

Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas- batas wilayah".

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.

Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media

(media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk dan cara. Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip

ekonomi, agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga

negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. Ayat (2) Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan. Hak Tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.

Pasal 5 Ayat (1) Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat

kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 6 Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak masyarakat untuk

mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan menyampaikan informasi

Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah

kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.

Pasal 8 Yang dimaksud dengan "perlindungan hukum" adalah jaminan perlindungan

Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9 Ayat (1) Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk

bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers. Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 10 Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji,

bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.

Pasal 11 Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham

mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 12 Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara : a. media cetak memuat kolom

nama, alamat, dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan; b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal atau akhir setiap siaran karya jurnalistik; c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter media yang bersangkutan. Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan. Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana menganut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan

kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional. Ayat (2) Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas

Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Untuk melaksanakan peran serta masyarakat

sebagaimana dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi pemantau media (media watch).

Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh

perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 12. Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3887 CATATAN

II. Mempersiapkan Reportase Televisual

Dengan mengetahui dan memahami kaidah-kaidah jurnalistik, menjadi fondasi bagi jurnalis untuk melakukan peliputan (news gathering) secara berimbang, pro-rakyat kecil, dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi publik. Nah, untuk mempersiapkan liputan, terlebih dahulu tim redaksi mengadakan rapat redaksi (rapat budgeting). Dalam rapat itu, ditentukan news angle