2.1.2 Pengertian Penilaian Kinerja - Pengaruh Lingkungan Kerja dan Stress Kerja Terhadap Kinerja Perusahaan Pada PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

  2.1.1 Pengertian Kinerja

  Faktor utama yang berkaitan dengan tujuan perusahaan adalah mengukur seberapa baik karyawan dapat melakukan suatu pekerjaan. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011:67). organisasi tetapi dapat juga memotivasi karyawan untuk terus mengembangkan diri. Hal ini didukung oleh Sofyandi (2008:122) yang menyatakan bahwa kinerja adalah alat yang bermanfaat tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan memotivasi karyawan. Dengan demikian kinerja merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi dan mengembangkan potensi karyawan.

  2.1.2 Pengertian Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja karyawan dan akuntabilitasnya (Sofyandi, 2008:123). Sedangkan pengertian lain diungkapkan oleh Mangkunegara (2011:69) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses penilaian prestasi kerja karyawan yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

  Tujuan dari penilian kinerja adalah untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh seorang karyawan dan untuk meningkatkan kemampuan dimasa mendatang berdasarkan hasil dari penilaian kinerja tersebut. Hal ini diperkuat dengan Pengertian yang diungkapkan oleh Handoko (2000:135) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi anggota organisasi yang salah satu kegunaannya adalah untuk memperbaiki kinerja. Maka dari hal itulah penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan yang akan diambil oleh organisasi.

2.1.3 Tujuan Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja memang cukup memakan waktu yang cukup lama untuk penting adalah untuk menghasilkan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan bagi pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sofyandi (2008:126), tujuan penilaian kinerja dapat digolongkan kedalam 2 bagian yaitu evaluasi dan pengembangan.

  Kedua tujuan tersebut tidaklah terpisah, tetapi memang secara tidak langsung berbeda dari segi orientasi waktu, metode, serta peran atasan dan bawahan. Dengan mengkombinasikan aspek evaluasi dan aspek pengembangan penilaian kinerja haruslah menyediakan dasar bagi keputusan personalia, meningkatkan SDM melalui penempatan kerja yang lebih baik dan spesifikasi kebutuhan akan pelatihan.

  Adapun tujuan penilaian kinerja menurut Dharma (2001:150) adalah sebagai berikut : a. Pertanggungjawaban Apabila standard dan sasaran digunakan sebagai alat pengukur pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilan keputusan untuk kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan khusus, dan sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan karyawan yang bersangkutan.

  b. Pengembangan Jika standar dan sasaran digunakan sebagai alat untuk keperluan pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan yang diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.

  Selain memiliki tujuan, penilaian kinerja memiliki manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh perusahaan tapi juga dapat dinikmati oleh karyawan itu sendiri. Rivai (2005:55) mengungkapkan manfaat penilaian kinerja adalah:

  1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain :

  a. Meningkatkan motivasi

  b. Meningkatkan kepuasaan kerja

  c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan

  d. Adanya kesempatan berkomunikasi keatas

  e. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi

  2. Manfaat bagi penilai

  a. Meningkatkan kepuasan kerja

  b. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan c. Kecenderungan kinerja karyawan d. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan.

  e. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan

  f. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan

  3. Manfaat bagi perusahaan

  a. Memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan

  b. Meningkatkan kualitas komunikasi

  c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan

  d. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk masing-masing karyawan

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Menurut Davis (2005:84) bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini dirumuskan bahwa:

  Human Performance = Ability + Motivation Motivation = Attitude + Situation Ability = Knowledge + Skill

  a. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill) yang dimana karyawan yang memiliki IQ disertai pendidikan yang memadai maka karyawan tersebut akan terampil dalam mengerjakan pekerjaan dan akan lebih mudah mencapai kinerja. b. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

  Menurut Malthis & Jakson (2001:87) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu bakat, pendidikan, pelatihan, lingkungan dan fasilitas, iklim kerja, gaji, bonus, interseleksi, motivasi, dan kemampuan hubungan industrial, teknologi manajemen, kesempatan berprestasi, dan keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.

2.1.6 Indikator-indikator Kinerja

  a. Loyalitas adalah kesetiaan karyawan terhadap organisasi dan semangat berkorban demi tercapainya tujuan organisasi.

  b. Tanggung Jawab adalah rasa memiliki organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dilakukan dan ditekuni serta berani menghadapi segala konsekuensi dan resiko dari pekerjaan tersebut.

  c. Ketrampilan adalah kemampuan karyawan untuk melaksanakan tugas serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.

  Selain itu menurut Robbins (2003:155) indikator penentu kinerja karyawan didalam organisasi adalah a. Kualitas yaitu standar baik tidaknya mutu yang harus dihasilkan organisasi.

  Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan, yaitu seberapa baik penyelesaian keluaran organisasi. b. Kualitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif meliputi perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan.

  c. Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah ditetapkan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

2.1.7 Pelaku Penilaian Kinerja

  Menurut (Robbins, 2006:687) dalam penilaian kinerja terdapat beberapa pilihan dalam penentuan mengenai yang sebaiknya melakukan penilaian tersebut a. Atasan Langsung

  Semua hasil evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah pada umumnya dilakukan oleh atasan langsung karyawan yang memberikan perintah untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.

  b. Rekan Sekerja Evaluasi ini merupakan salah satu sumber paling handal dari penilaian.

  Rekan sekerja merupakan bagian dari tindakan oleh karyawan tersebut yang dimana interaksi sehari-hari memberi pandangan menyeluruh terhadap kinerja dalam pekerjaannya.

  c. Pengevaluasi diri sendiri Mengevaluasi kinerja diri sendiri dengan cara mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri seperti apakah sudah konsisiten dan sesuai dengan nilai- nilai yang perusahaan tetapkan, apakah bekerja secara sukarela, apakah berkerja sesuai dengan pemberian kuasa, dan lain sebagainya.

  d. Bawahan langsung Evaluasi bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer, karena pada umumnya penilaian dilakukan oleh karyawan yang melakukan kontak langsung terhadap yang sering dinilai.

  e. Pendekatan menyeluruh Pendekatan ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkungan sehari- hari yang mungkin dimiliki karyawan, sekitar personal atau ruangannya

2.2 Lingkungan Kerja

2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

  Lingkungan kerja sebagai bagian terpenting dalam suatu organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini diungkapkan oleh Cikmat dalam Nawawi (2003:292) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah serangkaian sifat kondisi kerja yang dapat diukur berdasarkan persepsi bersama dari para anggota organisasi yang hidup dan bekerjasama dalam suatu organisasi.

  Lingkungan kerja mempengaruhi karyawan dalam melakukan aktivitas meskipun lingkungan kerja tidak berdampak langsung pada proses bisnis perusahaan. Lingkungan kerja yang memadai bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.

  Hal ini diperkuat oleh Sedarmayanti (2001:1), yang menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja.

  Menurut Ishak dan Tanjung (2003:20), manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas dan prestasi kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standard yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Prestasi kerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.

2.2.3 Jenis-jenis Lingkungan Kerja

  Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi 2 yakni:

  1. Lingkungan Kerja Fisik Adalah lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat keija yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni: a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).

  b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran

  2. Lingkungan Kerja Non Fisik Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

  Pernyataan tersebut diatas didukung juga oleh Nawawi (2003:226) yang mengatakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

  1. Lingkungan kerja fisik meliputi:

  a. Keadaan bangunan

  Keadaan bangunan, gedung atau tempat bekerja yang menarik termasuk di dalamnya ruang kerja yang nyaman dan mampu memberikan ruang gerak yang cukup bagi karyawan dalam menjalankan pekerjaannya serta mengatur ventilasi yang baik sehingga para kayawan merasa betah bekerja.

  b. Tersedianya beberapa fasilitas Fasilitas yang dimaksud yaitu: i. Peralatan pekerja yang cukup memadai sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing karyawan. ii. Tempat istirahat, tempat olahraga berikut kelengkapannya, kantin iii. Sarana transportasi khusus antar jemput karyawan.

  c. Letak gedung yang strategis Lokasi gedung harus strategis sehingga mudah dijangkau dari segala penjuru dengan kendaraan umum.

  2. Lingkungan kerja non fisik meliputi:

  a. Adanya perasaan aman Perasaan aman dari diri karyawan dalam menjalankan pekerjaannya seperti: rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan pekerjaannya, merasa aman dari pemutusan hubungan kerja yang sewenang-wenang dan merasa aman dari segala macam bentuk tuduhan sebagai akibat dari saling curiga diantara para karyawan.

  b. Adanya perasaan puas

  Perasaan puas akan terwujud apabila kebutuhan karyawan dapat terpenuhi baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan sosial.

  Berdasarkan penjelasan dari para ahli tersebut, fasilitas kerja yang merupakan bagian dari lingkungan kerja fisik sangat memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja karyawan. Maka dari hal itu, untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, fasilitas kerja perlu diperhatikan dengan tujuan memberikan kenyamanan pada lingkungan kerja.

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

  Kondisi dan suasana lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah:

  1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

  a. Cahaya langsung

  b. Cahaya setengah langsung

  c. Cahaya tidak langsung

  d. Cahaya setengah tidak langsung

  2. Temperatur di Tempat Kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh.

  3. Kelembaban di Tempat Kerja Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.

  Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejuk pada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan udara.

  5. Kebisingan di Tempat Kerja Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu:

  a. Lamanya kebisingan

  b. Intensitas kebisingan

  c. Frekuensi kebisingan

  6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal:

  a. Kosentrasi bekerja

  b. Datangnya kelelahan

  b. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.

  7. Bau-bauan di Tempat Kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai yang terjadi terus menerus dapat mempengarubi kepekaan penciuman.

  8. Tata Warna di Tempat Kerja Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi, Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia.

  9. Dekorasi di Tempat Kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.

  10. Musik di Tempat Kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja.

  11. Keamanan di Tempat Kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaanya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan.

2.3 Stress Kerja

  Menurut Robbins (2007:368) stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.

  Stress tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja namun stress kerja dapat merupakan suatu perasaan.

  Menurut Mangkunegara (2005:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan.

2.3.2 Gejala-gejala Stres Kerja

  Menurut Robbins (2008:375) akibat dari stress dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu:

  1. Gejala Fisiologis.

  Pengaruh awal stress biasanya berupa gejala-gejala fisiologis yang dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan detak jantung dan tarikan napas, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan memicu serangan jantung.

  2. Gejala Psikologis.

  Ketidakpuasan kerja, kenyataannya adalah efek psikologis paling sederhana lain, misalnya, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan, dan sikap yang suka menunda-nunda pekerjaan.

  3. Gejala Perilaku.

  Gejala-gejala stress yang berkaitan dengan perilaku meliputi perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap serta kegelisahan dan ketidakteraturan waktu tidur.

  Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan suatu tantangan bagi yang bersangkutan.

2.3.3 Penyebab Stress Kerja

  Menurut Mangkunegara (2008:157) Penyebab stress kerja, antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja.

  Menurut Handoko (2001:201) kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi

  stressors . Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada

  para karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the-

  job” tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Beban kerja yang berlebihan

  2. Tekanan atau desakan waktu

  3. Kualitas supervisi yang jelek

  4. Iklim politik yang tidak aman

  5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

  6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab

  7. Memenduaan peranan (role ambiguity)

  8. Frustasi

  9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok

  10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan

  11. Berbagai bentuk perubahan Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan.

  Adapun penyebab-penyebab stres ”off-the-job” antara lain:

  1. Kekhawatiran finansial

  2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

  3. Masalah-masalah fisik

  4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian)

  5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal 6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional, dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan teknologi.

  Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor- faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah:

  1. Tuntutan tugas

  2. Tuntutan peran

  3. Tuntutan hubungan interpersonal,

  4. Struktur organisasi 5. Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.

  Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang. kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah ekonomi dan kepribadian seseorang.

2.3.4 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres

  Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:

  1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres,

  2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres,

  3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya,

  4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stres,

  5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya,

  6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini,

  7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat diletakkan dan menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka

2.3.5 Strategi Manajemen Stres Kerja

  Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

  Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Munandar, 2001:45):

  1. Strategi Penanganan individual Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.

  Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya (time out) terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya. dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet dan fitnes.

  c. Melakukan diet dan fitness. Beberapa cara yang bisa ditmpuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tennis, bulutangkis, dan sebagaianya.

  2. Strategi Penanganan Organisasional Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan: a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini dapat membawa mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.

  b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.

  3. Strategi Dukungan Sosial Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh. Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Wilayah X Makassar”. Pada skripsi tersebut didapati kesimpulan bahwa dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa faktor stressor individu memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan koefisien variabel dimana faktor stressor individu bertanda positif, sedangkan faktor stressor organisasi memiliki hubungan yang positif terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel stres individu dengan variabel kinerja karyawan menunjukkan nilai t hitung sebesar 2,131 koefisien regresi sebesar 0,119 dan nilai probabilitas sebesar 0,037 yang lebih kecil dari 0,05 hal ini berarti bahwa stres individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

  Mayuli (2012) dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Volume 1, No. 1 yang berjudul “Pengaruh Stress Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Politeknik Negeri Bengkalis)”. Dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa stres kerja yang dialami dosen Politeknik Negeri Bengkalis adalah berada pada kategori sedang atau dengan nilai skor rata-rata 3,31. Tingkat kinerja dosen berada pada kategori tinggi atau dengan skor rata-rata 4,17. Berdasarkan nilai hasil uji pengaruh dan taraf signifikan dapat disimpulkan bahwa stres berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bengkalis sebesar - 0,025, artinya stres merupakan faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja dosen Politeknik Negeri Bengkalis pada penelitian ini. Semakin tidak signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bengkalis.

  Septianto (2010) dalam Skripsi yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Studi Pada Pt. Pataya Raya Semarang”. Pada skripsi tersebut didapati kesimpulan bahwa lingkungan kerja pada PT. Pataya Raya Semarang mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan ditolak. Karena dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikan lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,102. Stres kerja pada PT. Pataya Raya Semarang mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan ditolak. Karena dari hasil penelitian diperoleh nilai signifikan lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,173. Berdasarkan nilai Adjusted R Square dapat diketahui pengaruh lingkungan kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan bagian karyawan operasional pada PT. Pataya Raya Semarang sebesar 4,5%.

  Jahanian, Tabatabaei, dan Behdad (2012) dalam International Journal of

  Academic Research in Economics and Management Sciences yang berjudul Stress Management in the Workplace . Dalam jurnal tersebut diungkapkan bahwa

  fenomena negatif dan beberapa dampak positif yang ditimbulkan oleh stress memiliki pengaruh yang kuat terhadap karyawan. Dampak yang ditimbulkan dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik para pekerja seperti depresi, tekanan darah tinggi, emosi, merokok, dan lain sebagainya. Selain itu dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada individual para pekerja, namun dapat juga berdampak pada organisasi seperti tingkah laku, tingkat absen yang tinggi, turn over karyawan. Dampak negatif dari stress dapat dilakukan dengan pelatihan membantu meningkatkan pencapaian target perusahaan.

  Jehangir, dkk (2011) dalam Interdiciplinary Journal of Contemporary

  Research in Business yang berjudul Effects of Job Stress on Job Performance & Job Satisfaction . Dalam jurnal tersebut diungkapkan bahwa stress kerja memiliki

  hubungan yang negatif terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Stress kerja memiliki korelasi yang negative dengan kinerja. Dengan meningkatnya stress kerja maka kinerja akan menurun, penelitian ini telah membuktikan bahwa stress kerja memiliki dampak yang negative pada kinerja, 96,8% dari perawat dindikasikan memiliki beban kerja dan 84,1% disebutkan bahwa lingkungan kerja yang tidak sehat di rumah sakit memiliki dampak negatif pada kinerja. Sedangkan pada penelitian kepuasan kerja memiliki dampak yang negative juga.

2.5 Kerangka Konseptual

  Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada karyawan.

  Untuk menciptakan kinerja yang tinggi, maka dibutuhkan peningkatan kerja yang optimal secara menyeluruh terhadap seluruh karyawan.

  Menurut Mangkunegara (2004:68), lingkungan kerja mempunyai hubungan yang sangat erat terhadap kinerja karyawan, motif berprestasi yang perlu dimiliki oleh karyawan harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri dan dari lingkungan kerja, karena motif berprestasi yang ditumbuhkan dari dalam diri sendiri akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja

  Robbins (2007:801) menjelaskan hubungan stress terhadap kinerja bahwa stress pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan bereaksi. Berikut gambarnya

  ) inggi (T a rj ine K

  Stress (Rendah) (Tinggi)

  Sumber: Robbin (2007:801)

Gambar 2.1 Hubungan U-Terbalik antara Stress dan Kinerja Logika yang mendasari hubungan U-Terbalik ini adalah bahwa stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi. Pada saat itulah individu melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif, atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stres menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang, yang mengakibatkan kinerja menjadi lebih rendah.

  Pola U-Terbalik ini juga menggambarkan reaksi terhadap stres sepanjang waktu, dan terhadap perubahan intensitas stres. Artinya stres tingkat sedang dapat mempunyai pengaruh yang negatif pada kinerja jangka panjang karena intensitas stres yang berkelanjutan itu meruntuhkan individu itu dan melemahkan sumber waktu yang panjang dapat mengakibatkankinerja yang lebih rendah. Meskipun model U-Terbalik ini populer dan secara intuisi menarik namun model ini tidak mendapatkan banyak dukungan empiris, sehingga para peneliti maupun para manajer perusahaan harus berhati-hati dalam mengandaikan bahwa model ini dengan tepat melukiskan hubungan stres – kinerja.

  Berdasarkan penjelasan diatas maka terbentuklah kerangka konseptual sebagai berikut: Lingkungan Kerja

  (X

  1 )

  Kinerja (Y) Stress Kerja (X )

2 Sumber : Mangkunegara (2004:68) dan Robbin (2007:801)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

  Menurut Sugiyono (2005:168) hipotesis adalah suatu perumusan atau kesimpulan sementara mengenai suatu penelitian yang dibuat untuk menjelaskan penelitian itu dan juga dapat menuntun atau mengarahkan penelitian selanjutnya. Dari permasalahan yang dikemukakan diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah Lingkungan Kerja dan Stress Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan pada PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara.