PENGARUH KONFLIK PERAN DAN AMBIGUITAS PE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Disusun oleh :

GARTIRIA HUTAMI NIM. C2C607065 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama Penyusun

: Gartiria Hutami

Nomor Induk Mahasiswa

: C2C607065

Fakultas/Jurusan

: Ekonomi/Akuntansi

Judul Skripsi

: PENGARUH KONFLIK PERAN DAN

AMBIGUITAS

PERAN TERHADAP KOMITMEN INDEPENDENSI AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang)

Dosen Pembimbing : Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt.

Semarang, 19 September 2011 Dosen Pembimbing,

Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt. NIP. 19670809 199203 1 001

PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN

Nama Penyusun

: Gartiria Hutami

Nomor Induk Mahasiswa

: C2C607065

Fakultas/Jurusan

: Ekonomi/Akuntansi

Judul Skripsi

: PENGARUH KONFLIK PERAN DAN

AMBIGUITAS

PERAN TERHADAP KOMITMEN INDEPENDENSI AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang)

Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 28 September 2011

Tim Penguji :

1. Anis Chariri, S.E., M.Com, Ph.D, Akt. ( ............................................. )

2. Drs. H. Idjang Soetikno, MM, Akt. ( ............................................. )

3. H. M. Didik Ardiyanto, S.E., M.Si, Akt. ( ............................................. )

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah saya, Gartiria Hutami, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pengaruh Konflik Peran dan

Ambiguitas Peran terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal

Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang) adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulisan lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya.

Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah- olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Semarang, 16 September 2011 Yang membuat pernyataan,

Gartiria Hutami NIM. C2C607065

ABSTRACT

This research aims to examine the influence of role conflict and role ambiguity to the government internal auditors’ commitment to independence. Research variables operationally elaborated in several dimensions. Variable commitment to independence elaborated into three dimensions, namely a strong belief in values, a willingness to exert considerable effort, and a strong personal desire. Variable role conflict elaborated into three dimensions, namely inter-role conflict, intra-sender role conflict, and personal role conflict. Variable role ambiguity elaborated into six dimensions, namely guidelines, task, authority, responsibilities, standards, and time.

The population of this research is the Semarang city Regional Inspectorate officers, who participate in regular inspection as the internal auditor of the government, with the number of 52 officers where all of them became the respondents for this research. The data taken from questionnaires distributed to all respondents. The data were analyzed using multiple regression analysis.

The results of this research show that (1) role conflict is significantly negatively related to commitment to independence of Inspectorate officers and (2) role ambiguity is significantly negatively related to commitment to independence of Inspectorate officers.

Keywords: internal auditing, role conflict, role ambiguity, commitment to independence.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran terhadap komitmen independensi auditor internal pemerintah daerah. Secara operasional variabel penelitian dielaborasi dalam beberapa dimensi. Variabel komitmen independensi dielaborasi kedalam tiga dimensi, yaitu keyakinan kuat atas nilai-nilai, kemauan untuk berusaha keras seperti yang diharapkan, dan keinginan individu yang kuat. Variabel konflik peran dielaborasi kedalam tiga dimensi, yaitu inter-role conflict, intra-sender role conflict, serta personal role conflict. Variabel ambiguitas peran dielaborasi kedalam enam dimensi, yaitu garis-garis pedoman (guidelines), tugas (task), wewenang (authorithy), tanggung jawab (responsibilities), standar-standar (standards), dan waktu (time).

Populasi penelitian ini adalah aparat Inspektorat Kota Semarang, yang turut melakukan pemeriksaan regular sebagai auditor internal pemerintahan, yang berjumlah 52 orang di mana seluruh personil aparat Inspektorat dijadikan responden penelitian. Data diambil dari kuesioner yang telah dibagikan kepada seluruh responden. Data dianalisis menggunakan analisa regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) konflik peran berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat dan (2) ambiguitas peran berpengaruh negatif signifikan terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat.

Kata kunci: audit internal, konflik peran, ambiguitas peran, komitmen independensi.

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

---- Motto Motto Motto Motto ---- “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. AR RAHMAAN [55]: 13)

“Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

“Take time to think....it is the source of power. Take time to read....it is the foundation of wisdom. Take time to quiet....it is the opportunity to seek God. Take time to pray....it is the greatest power on earth.” (Ary Ginanjar – ESQ Way 165)

BIG dreams, BIGGER actions, BIGGEST achivements!!! (Gartiria Hutami)

---- Persembahan Persembahan Persembahan Persembahan ---- Demi pertemuan dengan-Nya, demi kerinduan pada utusan-Nya,

demi bakti kepada orang tua, dan demi manfaat kepada sesama. Semoga menjadi ibadah dan amal jariyah. Semoga bermanfaat. Amin.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konflik Peran dan Ambiguitas

Peran terhadap Komitmen Independensi Auditor Internal Pemerintah

Daerah (Studi Empiris pada Inspektorat Kota Semarang)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Dalam penelitian ini, banyak pihak yang telah berperan besar dalam memberikan do’a, bimbingan, arahan, saran, kritik, semangat, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada :

1. ALLAH SWT pemilik seluruh alam semesta beserta segala isinya.

2. Bapak Prof. Drs. Mohamad Nasir, M.Si., Ph.D, Akt. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

3. Bapak Anis Chariri, SE, M.Com, Ph.D, Akt. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, bimbingan, serta saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

4. Bapak Drs. H. Sudarno, M.Si., Ph.D, Akt. selaku Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama perkuliahan.

5. Seluruh Dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

6. Seluruh karyawan Tata Usaha Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, khususnya karyawan Tata Usaha Reguler II atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Orang tua yang tercinta dan terhebat, Bapak Cahyo Bintarum dan Ibu Nurul Qomari, yang telah mencurahkan kasih sayang, do’a, waktu, serta 7. Orang tua yang tercinta dan terhebat, Bapak Cahyo Bintarum dan Ibu Nurul Qomari, yang telah mencurahkan kasih sayang, do’a, waktu, serta

8. Kakak dan adikku tersayang, Mas Adi dan Dik Dayu, yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada penulis setiap saat.

9. Keluarga besar Febru Hartono dan Kamal Bei Widaserana yang telah mendoakan dan mendukung penulis.

10. Teman-teman satu bimbingan (Vita, Adi, Ganesh, Ayu, Dwiki Rino) yang telah berjuang bersama-sama.

11. Teman-teman “Executive Board 2010/2011 AIESEC UNDIP”: Erje, Dimas, Ridwan, Ardian, Risti, dan Ade ayu. Terima kasih atas persahabatan seumur hidup serta canda, tawa, dan perjuangan yang telah kita lalui bersama. See you at the TOP in the future!

12. Teman-teman “Executive Board 2009/2010 AIESEC UNDIP”: mas Khaleed, Mba Rima, Mba Eka, Mba Kiky, Andina, dan Sophia. Terima kasih atas pembelajaran yang diberikan dan motivasi yang tidak pernah putus walaupun sudah terpisah jarak.

13. Teman-teman KKN Desa Dukun: Boim, Nova, Dyah, Tezar, Rainer, Lugas, Danny, Taufan, Tika, Yeni, dan Wildan. Terimakasih atas 1,5 bulan yang menyenangkan di lereng gunung Merapi, sungguh pengabdian sosial yang tak terlupakan bersama kalian semua.

14. Teman-teman “Tosite Corner”: Bagus, Oyon, Lia, Ucup, Ulum, Mba Anggit, Mba Dyan, Toyx, dan Mas Yoga. Semoga bisnis ini semakin berkembang dan kita semua sejahtera dunia akhirat.

15. Fahma Ilmaya dan Afhita Dias sebagai teman sejati yang telah membantu penulis dari memulai hingga menyelesaikan skripsi ini.

16. Sahabat-sahabat selama kuliah, “Keluarga Sinyo”: Wenty, Fani, Rizka, Icha Pemalang, Mira, Enggar, Icha Madiun, Netty, Dewi, dan Dita yang selalu memberikan do’a, semangat, canda, dan tawa di tengah kesibukan masing-masing.

17. Teman-teman seperjuangan selama kuliah di Akuntansi 2007 kelas A Reguler II (rekan-rekan HABENK): vita, wulan, iwan, citra, ega, randy, 17. Teman-teman seperjuangan selama kuliah di Akuntansi 2007 kelas A Reguler II (rekan-rekan HABENK): vita, wulan, iwan, citra, ega, randy,

18. Keluarga besar AIESEC UNDIP, para pemimpin muda masa depan, terimakasih atas pelajaran hidup dan dukungan yang telah diberikan.

19. Teman-teman di Fakultas Ekonomi, seperti: lina, karin, fahma, adin, nina, ganesh, adi, linda, hana, nimas, zia, nasim, ayu, imam, fadil, anto, dan lain-lain. Terima kasih karena telah memberikan warna kehidupan dan pembelajaran selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ekonomi.

20. Bapak Drs. Cahyo Bintarum, M.Si selaku Inspektur dan Bapak M. Zaenudin, SH, M.Si selaku Kepala Sub-Bagian Perencanaan Inspektorat Kota Semarang yang telah memberikan ijin dan meluangkan waktu untuk membantu penulis melakukan penelitian.

21. Seluruh Aparat Inspektorat Kota Semarang selaku responden penelitian. Terima kasih atas waktu dan kesediannya untuk mengisi kuesioner penelitian.

22. Semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan dapat memberikan sumbangsih akademis bagi Universitas Diponegoro.

Semarang, September 2011 Penulis,

Gartiria Hutami

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 30 Gambar 4.1 Uji Normalitas Data .......................................................................... 53 Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................ 56

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tema tentang independensi dalam profesi auditor memiliki pemahaman yang sangat penting dan mendalam demi tercapainya tujuan organisasi. Sorotan masyarakat terhadap profesi auditor sangatlah besar sebagai dampak beberapa skandal perusahaan besar dunia seperti Enron dan WorldCom (Verrechia, 2003). Sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal dalam menjalankan perannya sebagai auditor independen.

Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit perusahaan (Arens et al., 1996). Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (2001) seksi 220 PSA No 04 Alinea 02 disebutkan bahwa auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis seorang auditor, jika ia kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat mempertahankan kebebasan pendapatnya.

Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pengawasan serta fungsi evaluasi terhadap Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pengawasan serta fungsi evaluasi terhadap

Kedudukan dasar dari peran auditor internal tersebut dapat menciptakan sebuah tantangan bagi mereka untuk menjaga independensi (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad dan Taylor, 2009). Kahn et al. (dalam Beauchamp et al., 2004) mendefinisikan ambiguitas peran sebagai suatu keadaan di mana informasi yang berkaitan dengan suatu peran tertentu kurang atau tidak jelas. Sawyer dan Dittenhofer (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan penyebab terjadinya ambiguitas peran dalam lingkungan auditor internal adalah bahwa auditor internal mungkin melakukan investigasi internal dengan kondisi proses operasional yang belum dikenali, kompleks, dan semakin meluas, serta individu yang berada dalam objek Kedudukan dasar dari peran auditor internal tersebut dapat menciptakan sebuah tantangan bagi mereka untuk menjaga independensi (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad dan Taylor, 2009). Kahn et al. (dalam Beauchamp et al., 2004) mendefinisikan ambiguitas peran sebagai suatu keadaan di mana informasi yang berkaitan dengan suatu peran tertentu kurang atau tidak jelas. Sawyer dan Dittenhofer (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan penyebab terjadinya ambiguitas peran dalam lingkungan auditor internal adalah bahwa auditor internal mungkin melakukan investigasi internal dengan kondisi proses operasional yang belum dikenali, kompleks, dan semakin meluas, serta individu yang berada dalam objek

Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian apakah informasi yang diperoleh dalam pemeriksaan telah objektif dan relevan. Ambiguitas peran dapat menyebabkan auditor internal mengalami tekanan (Schuller et al. dalam Koustelios, 2004) dan penurunan kepuasan kerja (Jackson dan Schuller, Perreault, Beehr et al. dalam Koustelios, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa, ambiguitas peran juga dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009).

Kedua, peran auditor internal mengandung konflik (Ahmad dan Taylor, 2009). Menurut Mohr dan Puck (2003) konflik peran merupakan suatu pikiran, pengalaman, atau persepsi dari pemegang peran (role incumbent) yang diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih harapan peran (role expectation) secara bersamaan, sehingga timbul kesulitan untuk melakukan kedua peran tersebut dengan baik dalam waktu yang bersamaan.

Konflik peran dalam lingkungan auditor internal dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran dalam melakukan audit dan peran dalam memberikan jasa konsultasi. Dalam peran audit, auditor internal harus menjaga independensi dengan tidak mendasarkan pertimbangan auditnya pada objek pemeriksaan. Namun dalam peran konsultasi, auditor internal harus bekerja sama dan membantu objek pemeriksaan (Ahmad dan Taylor, 2009).

Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan kedudukan auditor internal itu sendiri dalam organisasi profesinya. Dengan Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan kedudukan auditor internal itu sendiri dalam organisasi profesinya. Dengan

Penelitian mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran terhadap auditor internal pernah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad dan Taylor (2009). Penelitian tersebut menggunakan sampel auditor internal yang diperoleh dari database Institute of Internal Auditors Malaysia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam konteks lingkungan kerja auditor internal, dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi auditor internal. Skala yang digunakan merupakan skala yang dikembangkan dari ukuran komitmen organisasi yang berasal dari literatur perilaku organisasi. Instrumen pengukuran komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Porter et al. (1974, dalam Ahmad dan Taylor, 2009) merupakan basis untuk pengembangan ukuran konsep komitmen independensi.

Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali variabel- variabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor internal Pemerintah Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam lingkup kerja auditor internal Pemerintah Daerah, Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali variabel- variabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor internal Pemerintah Daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam lingkup kerja auditor internal Pemerintah Daerah,

1.2 Rumusan Masalah

Banyaknya skandal akuntansi, seperti dalam kasus Enron, WorldCom, dan lain-lain, disebabkan karena auditor internal hanya bertindak secara pasif dan berorientasi pada audit kepatuhan sehingga kurang mempertimbangkan sistem pengendalian internal perusahaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu peran yang memungkinkan auditor dapat bertindak sebagai konsultan bisnis yang berfungsi sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan (Sardjono, 2007). Peran tersebut dilakukan oleh suatu fungsi auditor internal yang membantu pihak manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal perusahaan telah dikembangkan dengan tepat dan seluruh operasi perusahaan telah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Haron et al., 2004).

Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung menimbulkan suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal mengandung konflik. Konflik peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran mereka ketika melakukan jasa audit dan jasa konsultasi manajemen yang keduanya mengandung perbedaan antara peraturan yang berasal dari profesi auditor internal dan harapan dari manajemen perusahaan. Konflik peran juga Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung menimbulkan suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal mengandung konflik. Konflik peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran mereka ketika melakukan jasa audit dan jasa konsultasi manajemen yang keduanya mengandung perbedaan antara peraturan yang berasal dari profesi auditor internal dan harapan dari manajemen perusahaan. Konflik peran juga

Kedua, lingkungan perusahaan yang semakin kompleks dan meningkatnya perubahan dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad dan Taylor, 2009). Kompleksitas dan perubahan seperti itu dapat mengakibatkan auditor internal kesulitan dalam melaksanakan tugas atau menerapkan standar profesi dengan benar. Ambiguitas peran dapat menimbulkan ketegangan kerja yang dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Dengan demikian, adanya konflik peran dan ambiguitas peran dapat memperlemah komitmen auditor internal dalam menjaga independensi mereka.

Penelitian yang menghubungkan komitmen independensi auditor internal pemerintahan dengan koflik peran dan ambiguitas peran belum banyak dilakukan, terutama di level Pemerintah Daerah. Banyaknya tuduhan kasus kecurangan yang menimpa aparat pemerintahan di Indonesia secara tidak langsung mengindikasikan rendahnya komitmen independensi auditor internal pemerintahan dalam menjalankan perannya sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah yang memberikan pandangan atau rekomendasi secara obyektif dan independen, serta memberikan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai dan kinerja dari Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk

menemukan bukti empiris tentang pengaruh dari konflik peran dan ambiguitas peran terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah dengan melakukan studi empiris pada Inspektorat Kota Semarang. Inspektorat Kota Semarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan sebagai percontohan di antara Inspektorat Pemerintah Daerah lainnya terkait pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik pemerintahan, hal ini dibuktikan dengan berbagai undangan yang diterima Inspektorat Kota Semarang untuk memberikan paparan pada Rapat Evaluasi Supervisi Peningkatan Pelayanan Publik dan Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan di Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur (Cahyo Bintarum 2011, komunikasi personal, 8 September). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah konflik peran berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat?

2. Apakah ambiguitas peran berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat.

2. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh konflik peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa atau pembaca lain yang berminat untuk membahas masalah yang sama dan juga untuk menambah pengetahuan bagi yang membacanya.

1.4.2 Bagi Pemerintah Kota Semarang

Penelitian ini dapat digunakan oleh Pemerintah Kota Semarang sebagai bahan masukan untuk memperbaiki kinerja para auditor internalnya. Diharapkan Pemerintah Kota Semarang dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan terhindar dari benturan-benturan kepentingan yang dapat mempengaruhi tingkat independensi aparat Inspektorat.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan merupakan bagian yang menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah yang diambil, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka berisi penjelasan mengenai teori yang melandasi penelitian ini. Selain itu bab ini juga menjelaskan mengenai kerangka pemikiran pembahasan dan hipotesis penelitian.

BAB III Metode Penelitian merupakan bagian yang menjelaskan bagaimana penelitian ini dilaksanakan secara operasional. Dalam bagian ini diuraikan mengenai variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis.

BAB IV Hasil dan Pembahasan merupakan bagian yang menjelaskan deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan. BAB V

Penutup merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi. Bagian ini memuat kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran-saran untuk rekomendasi penelitian selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Peran

Teori peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan antara teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari sosiologi dan antropologi (Sarwono, 2002). Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianologikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.

Linton (1936, dalam Cahyono, 2008), seorang antropolog, telah mengembangkan teori peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun individu untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai Linton (1936, dalam Cahyono, 2008), seorang antropolog, telah mengembangkan teori peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun individu untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai

Kemudian, sosiolog yang bernama Elder (1975) dalam Mustofa (2006) membantu memperluas penggunaan teori peran dengan menggunakan pendekatan yang dinamakan “life-course” yang artinya bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belas tahun, mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda, usia sekolah dimulai sejak usia tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa sejak usia tujuh belas tahun, dan pensiun pada usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan manusia dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.

Selain itu, Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga mengenalkan teori peran pada literatur perilaku organisasi. Mereka menyatakan bahwa sebuah lingkungan organisasi dapat mempengaruhi harapan setiap individu mengenai Selain itu, Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga mengenalkan teori peran pada literatur perilaku organisasi. Mereka menyatakan bahwa sebuah lingkungan organisasi dapat mempengaruhi harapan setiap individu mengenai

Harapan akan peran tersebut dapat berasal dari peran itu sendiri, individu yang mengendalikan peran tersebut, masyarakat, atau pihak lain yang berkepentingan terhadap peran tersebut. Setiap orang yang memegang kewenangan atas suatu peran akan membentuk harapan tersebut. Bagi aparat Inspektorat, harapan dapat dibentuk oleh Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang terdiri dari: Kepala Pemerintahan Daerah, Wakil Pemerintahan Daerah, dan Sekretaris Daerah ataupun dari rekan kerja yang bergantung pada hasil kinerja aparat Inspektorat. Individu atau pihak yang berbeda dapat membentuk harapan yang mengandung konflik bagi pemegang peran itu sendiri. Oleh karena setiap individu dapat menduduki peran sosial ganda, maka dimungkinkan bahwa dari beragam peran tersebut akan menimbulkan persyaratan/harapan peran yang saling bertentangan (Ahmad dan Taylor, 2009). Hal tersebut yang dikenal sebagai konflik peran.

Sebagaimana diungkapkan juga oleh Kats dan Kahn (dalam Damajanti, 2003) bahwa individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat dua Sebagaimana diungkapkan juga oleh Kats dan Kahn (dalam Damajanti, 2003) bahwa individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat dua

Teori peran juga menyatakan bahwa ketika perilaku yang diharapkan oleh individu tidak konsisten, maka mereka dapat mengalami stress, depresi, merasa tidak puas, dan kinerja mereka akan kurang efektif daripada jika pada harapan tersebut tidak mengandung konflik. Jadi, dapat dikatakan bahwa konflik peran dapat memberikan pengaruh negatif terhadap cara berpikir seseorang. Dengan kata lain, konflik peran dapat menurunkan tingkat komitmen independensi seseorang (Ahmad dan Taylor, 2009).

Adapun ambiguitas peran merupakan sebuah konsep yang menjelaskan ketersediaan informasi yang berkaitan dengan peran. Pemegang peran harus mengetahui apakah harapan tersebut benar dan sesuai dengan aktivitas dan tanggung jawab dari posisi mereka. Selain itu, individu juga harus memahami apakah aktivitas tersebut telah dapat memenuhi tanggung jawab dari suatu posisi dan bagaimana aktivitas tersebut dilakukan (Ahmad dan Taylor, 2009).

Sama halnya dengan konflik peran Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) mengemukakan bahwa ambiguitas peran juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi merasa tidak puas dengan perannya, mengalami kecemasan, memutarbalikkan fakta, dan kinerjanya menurun. Selain itu, Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan bahwa ambiguitas peran dapat meningkat ketika kompleksitas organisasi melebihi rentang pemahaman seseorang. Oleh sebab itu, aparat Inspektorat yang menghadapi ambiguitas peran Sama halnya dengan konflik peran Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) mengemukakan bahwa ambiguitas peran juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang menjadi merasa tidak puas dengan perannya, mengalami kecemasan, memutarbalikkan fakta, dan kinerjanya menurun. Selain itu, Kahn et al. (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan bahwa ambiguitas peran dapat meningkat ketika kompleksitas organisasi melebihi rentang pemahaman seseorang. Oleh sebab itu, aparat Inspektorat yang menghadapi ambiguitas peran

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu yang berhadapan dengan tingkat konflik peran dan ambiguitas peran yang tinggi akan mengalami kecemasan, ketidakpuasan, dan ketidakefektivan dalam melakukan pekerjaan dibandingkan individu yang lain (Kahn et al. dalam Damajanti, 2003). Hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menjaga komitmen yang ada pada diri mereka, dalam hal ini adalah sulitnya menjaga komitmen untuk bersikap independen.

2.1.2 Independensi Aparat Inspektorat

International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (ISPPIA IIA, 2006) mengidentifikasi independensi auditor internal sebagai kriteria paling penting bagi efektivitas fungsi auditor internal. Jadi, dalam setiap kejadian, auditor internal diharapkan untuk mempunyai integritas dan komitmen untuk membuat pendapat yang bebas dari bias (Ahmad dan Taylor, 2009).

Kata independensi merupakan terjemahan dari kata ”independence” yang berasal dari Bahasa Inggris. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English terdapat entri kata “independence” yang artinya “dalam keadaan independen”. Adapun entri kata “independent” bermakna “tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda); tidak mendasarkan diri pada orang lain; bertindak atau berfikir sesuai dengan kehendak hati; bebas dari pengendalian orang lain” (Indah, 2010). Makna independensi dalam pengertian Kata independensi merupakan terjemahan dari kata ”independence” yang berasal dari Bahasa Inggris. Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English terdapat entri kata “independence” yang artinya “dalam keadaan independen”. Adapun entri kata “independent” bermakna “tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda); tidak mendasarkan diri pada orang lain; bertindak atau berfikir sesuai dengan kehendak hati; bebas dari pengendalian orang lain” (Indah, 2010). Makna independensi dalam pengertian

Arens, et al. (2000) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai "Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit". Sedangkan Mulyadi (1992) mendefinisikan independensi sebagai "keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain" dan akuntan publik yang independen haruslah akuntan publik yang tidak terpengaruh dan tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam pemeriksaan.

Standar Profesi Audit Internal (2004) juga menyatakan bahwa auditor internal harus mempunyai objektivitas yang tinggi. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (1998) mengartikan obyektivitas sebagai bebasnya seseorang dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak lain yang berkepentingan sehingga dapat mengemukakan pendapat apa adanya. Auditor internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak, dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan. Objektivitas mensyaratkan bahwa auditor internal tidak menundukkan penilaian mereka dalam masalah- masalah audit terhadap pihak-pihak lain. Dengan demikian, independensi dapat menghindarkan hubungan yang mungkin mengganggu obyektivitas auditor.

Independensi pada Inspektorat Kota Semarang berbeda dengan independensi yang dimiliki oleh BPK dan Akuntan Publik dikarenakan secara

organisasi, BPK dan Akuntan Publik berada di luar Pemerintah Kota Semarang. Inspektorat bertindak sebagai auditor internal Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Semarang No 13 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Semarang, disebutkan bahwa Inspektorat adalah merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Inspektur yang bertanggung jawab langsung kepada Walikota dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Inspektorat dilaporkan langsung kepada Walikota untuk kemudian dilakukan tindakan lebih lanjut atas hasil laporan tersebut. Berdasarkan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, disebutkan juga bahwa hasil pemeriksaan Inspektorat harus dilaporkan ke BPK serta, di lain pihak, hasil pemeriksaan BPK terhadap Pemerintahan Daerah wajib ditindaklanjuti oleh Inspektorat terkait.

Meskipun di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah dinyatakan bahwa kepala inspektorat secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah, namun kepala inspektorat tetap bertanggung jawab secara langsung dan melaporkan hasil pengawasannya kepada kepala pemerintah daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Ia juga harus mendapatkan akses untuk memungkinkannya berkomunikasi secara langsung dengan kepala pemerintah daerah dan melakukan komunikasi yang regular untuk mempertahankan independensinya (Tim Penyusun

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, 2007).

Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (2007) membagi independensi fungsi pengawasan inspektorat menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Independensi program kerja pengawasan Bebas dari pihak-pihak yang dapat mempengaruhinya dalam penyusunan program kerja pengawasan dan prosedur audit.

2) Independensi pengujian audit: • Bebas melakukan akses ke seluruh catatan, kekayaan, dan pegawai, yaitu

relevan dengan penugasan auditnya. • Aktif bekerja sama dengan seluruh perangkat daerah selama pengujian

audit berlangsung. • Bebas dari keinginan pihak-pihak tertentu yang berusaha mengarahkan auditnya hanya untuk aktivitas-aktivitas tertentu saja dan melakukan

pengujian serta menetapkan bukti yang dapat diterima. • Bebas dari kepentingan individual pihak-pihak tertentu dalam penugasan

auditnya dan pembatas pengujian audit.

3) Independensi pelaporan hasil pengawasan: • Bebas dari perasaan keharusan untuk memodifikasi pengaruh atau signifikansi dari fakta yang dilaporkan. • Bebas dari tekanan untuk tidak memasukkan permasalahan yang signifikan ke dalam laporan audit.

• Bebas dari berbagai usaha yang dapat melanggar dari judgmentnya sebagai auditor profesional.

Mautz (1974) dalam Supriyono (1988) mengutip pendapat Carman mengenai pentingnya independensi sebagai berikut : ”Jika manfaat seorang sebagai auditor rusak oleh perasaan pada sebagian

pihak ketiga yang meragukan independensinya, dia bertanggung jawab tidak hanya mempertahankan independensi dalam kenyataan tetapi juga menghindari penampilan yang memungkinkan dia kehilangan independensinya.”

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 01 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dalam Lampiran II menyebutkan bahwa dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun.

Selain itu, seperti yang diungkapkan Supriyono (1988) salah satu faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Oleh sebab itu, pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga mengetahui fakta dan keadaan yang relevan serta menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian Selain itu, seperti yang diungkapkan Supriyono (1988) salah satu faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik adalah jasa-jasa lain selain audit yang dilakukan oleh auditor bagi klien. Oleh sebab itu, pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga mengetahui fakta dan keadaan yang relevan serta menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian

2.2 Penelitian Terdahulu

Koo dan Sim (1999) melakukan penelitian mengenai konflik peran yang dialami oleh auditor di Korea. Dari basis teoritis, konflik peran disebabkan oleh perbedaan yang terjadi akibat adanya ketidakkonsistenan dalam peran yang dilakukan oleh auditor. Free engagement system merupakan salah satu jenis sistem pasar bebas audit yang mengakibatkan timbulnya perjanjian antara auditor dan klien dan perbedaan harapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa auditor di Korea menghadapi konflik peran yang substansial. Konflik tersebut terjadi akibat auditor mencoba untuk menjaga norma-norma profesional mereka, dan pada saat yang sama mereka harus mempertimbangkan harapan atau keinginan dari klien. Penyebab utama konflik peran adalah ketidakkonsistenan struktural dari peran tersebut, free engagement system, dan perbedaan harapan. Dampak negatif yang timbul adalah adanya ketidakpuasan kerja dan ketidakmampuan auditor untuk menjalankan peran sosialnya dengan baik.

Lubis (2004) di Medan melakukan penelitian tentang persepsi auditor dan user tentang independensi akuntan sebagai perilaku profesional dan pengaruhnya terhadap opini audit, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Tidak terdapat perbedaan persepsi secara signifikan antara akuntan publik dan akuntan BPK mengenai independensi akuntan.

2. Terdapat perbedaan persepsi secara signifikan antara akuntan publik dengan pemakai jasa akuntan publik mengenai independensi akuntan.

3. Independensi akuntan sebagai perilaku profesional berpengaruh terhadap opini audit yang diberikan oleh akuntan tersebut.

Ahmad dan Taylor (2009) melakukan penelitian untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran pada lingkungan auditor internal. Sampel yang digunakan adalah auditor internal pada perusahaan listed di Bursa Efek Malaysia dan mempunyai in-house departemen audit internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran dan ambiguitas peran secara signifikan berpengaruh negatif terhadap komitmen independensi auditor internal. Dimensi konflik peran yang berpengaruh paling besar terhadap komitmen independensi adalah konflik antara nilai personal auditor dengan persyaratan dan ekspektasi manajemen dan profesi audit internal, sedangkan dimensi ambiguitas peran yang berpengaruh besar terhadap komitmen independensi adalah wewenang dan tekanan waktu yang dialami auditor internal.

Siregar (2009) melakukan penelitian terhadap 41 orang aparat Inspektorat Kabupaten Deli Serdang untuk menguji secara empiris dan menganalisis apakah gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi berpengaruh terhadap independensi pemeriksa. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap independensi pemeriksa. Sedangkan secara Siregar (2009) melakukan penelitian terhadap 41 orang aparat Inspektorat Kabupaten Deli Serdang untuk menguji secara empiris dan menganalisis apakah gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi berpengaruh terhadap independensi pemeriksa. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap independensi pemeriksa. Sedangkan secara

Berikut ini tabulasi penelitian terdahulu berdasarkan uraian di atas :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul

Variabel

Hasil Penelitian Penelitian)

(Tahun Penelitian

Penelitian

Koo dan Sim On The Role Penyebab dan Auditor di Korea mengalami konflik peran (1999)

Conflict

dari secara signifikan. Penyebab utama konflik Auditors

of dampak

peran peran adalah ketidakkonsistenan struktural Korea

in konflik

auditor

dari peran tersebut, free engagement system, dan perbedaan harapan. Dampak negatif yang timbul adalah adanya ketidakpuasan kerja dan ketidakmampuan auditor untuk menjalankan peran sosialnya dengan baik.

Tapi Anda Persepsi Auditor Dependen: Opini Tidak terdapat perbedaan persepsi secara Sari

signifikan antara akuntan publik dan (2004)

Lubis dan

User Audit

Tentang akuntan BPK mengenai independensi Independensi

akuntan. Terdapat perbedaan persepsi Akuntan

Independen:

secara signifikan antara akuntan publik Sebagai

Independensi

dengan pemakai jasa akuntan publik Perilaku

Akuntan

independensi akuntan. Profesional dan Moderating:

mengenai

Independensi akuntan sebagai perilaku Pengaruhnya

Persepsi Akuntan profesional berpengaruh terhadap opini terhadap Opini Publik, BPK, dan audit yang diberikan oleh akuntan tersebut. Audit

User.

Ahmad dan Commitment to Dependen: Ambiguitas peran dan konflik peran Taylor (2009)

Independence

berpengaruh negatif signifikan terhadap by

Komitmen

komitmen independensi auditor internal. Auditors:

Internal Independensi

Dimensi yang berpengaruh paling besar Effect of Role Independen:

The

terhadap komitmen independensi adalah Ambiguity and Ambiguitas Peran konflik antara nilai personal auditor Role Conflict

dan Konflik Peran dengan

persyaratan dan ekspektasi manajemen dan profesi audit internal (dimensi konflik peran) serta wewenang dan tekanan waktu yang dialami auditor internal (dimensi ambiguitas peran).

Siregar (2009) Pengaruh

gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan Gangguan

Dependen:

gangguan organisasi secara simultan Pribadi, Ekstern, Pemeriksa

Independensi

signifikan terhadap dan Organisasi

berpengaruh

independensi pemeriksa. Secara parsial terhadap

gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan Independensi

Independen:

gangguan organisasi juga berpengaruh Pemeriksa

Gangguan

terhadap independensi (Studi Empiris Gangguan

Pribadi,

signifikan

pemeriksa dan yang memiliki pengaruh pemeriksa dan yang memiliki pengaruh

adalah gangguan organisasi. Serdang)

Organisasi

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Konflik Peran terhadap Komitmen Independensi Aparat Inspektorat

Konflik peran didefinisikan oleh Brief et al (dalam Amilin dan Dewi, 2008) sebagai “the incongruity of expectations associated with a role”. Jadi, konflik peran adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Secara lebih spesifik, Leigh et al. (dalam Amilin dan Dewi, 2008) menyatakan bahwa: “Role conflict is the result of an employee facing the inconsistent Expectations of various parlies or personal needs, values, etc.” Artinya, konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan- harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya, seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana terombang- ambing, terjepit, dan serba salah.

Konflik peran terjadi saat munculnya peran-peran yang saling bertentangan yang harus dilakukan oleh individu sebagai anggota dalam sebuah organisasi (Koo dan Sim, 1998). Hal itu mengakibatkan individu yang mengalami konflik peran tidak dapat membuat keputusan yang tepat mengenai bagaimana peran-peran tersebut akan dilakukan dengan baik.