PERANAN WORLD HEALTH ORGANIZATION DI NEG

JURNAL HUKUM JUSTITIA

Diterbitkan oleh: FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO

Fakultas Hukum – UNISAN i

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

JURNAL HUKUM JUSTITIA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO

Penasehat

: Dekan Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

Penanggung Jawab

: Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Ichsan

Gorontalo

Pemimpin Redaksi

: Rafika Nur

Dewan Redaksi

: Marwan Djafar

Asdar Arti Muh. Nasir Alamsyah Djamaris Machmud

Redaktur Pelaksana

: Kingdom Makkulawusar

Sekretaris Redaktur

: Hijrah Lahaling

Darmawati

Mitra Bestari

: Iin Karita Sakharina (Universitas Hasanuddin)

Johan Jassin (Universitas Negeri Gorontalo) Samsul Halim (Universitas Muhammadiyah Palu) Syamsul Bachri (Universitas Hasanuddin)

Desain Grafis & Layout

: Ahsan Yunus

Distribusi & Pemasaran

: Nur Insani

Zubair S. Mooduto

Alamat Redaksi

: Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

Jl. Raden Saleh No. 17, Kota Gorontalo, 96115 Tel/Fax

: (0435) 829975 / (0436) 829976

E-mail

: fhunisan@yahoo.com

Website

: http://www.fakultashukumunisan.ac.id

JURNAL HUKUM JUSTITIA

Jurnal ilmiah yang diterbitkan secara berkala oleh Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. Terbit tiap bulan Maret dan September, Harga Rp. 50.000 (lima puluh ribu rupiah).

ii Fakultas Hukum - UNISAN

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

E DITORIAL

Pembaca yang budiman, Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa dan yang telah memberikan kami kekuatan,

kesempatan, dan karunia yang begitu besar sehingga penerbitan jurnal hukum “JUSTITIA” Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. Volume III Nomor 1 September 2015 dapat

terlaksana dengan baik, merupakan suatu langkah progresif yang digagas oleh Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo untuk melahirkan suatu jurnal ilmiah yang sekaligus dimaksudkan untuk mengisi kekosongan ruang ekspresi ilmiah khususnya isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan ilmu hukum secara umum, baik itu dalam aspek pidana, perdata, tata negara, administrasi negara, maupun isu-isu internasional.

Volume III Nomor 1 September 2015 menghadirkan beberapa penulis yang memiliki kepakaran di bidang masing-masing. Rafika Nur menuangkan gagasannya tentang tinjauan kriminologi terhadap pelanggaran balap liar oleh anggota geng motor di Kota Gorontalo, dan Ramdhan Kasim yang menulis tentang pertanggungjawaban pidana pihak swasta sebagai pelaku tindak pidana korupsi, kedua isu hukum pidana ini sangat menarik karena berhubungan langsung dengan masyarakat pada umumnya.

Selanjutnya Erni Dwita Silambi, menulis tentang kebijakan hukum terhadap pelaku tindak pidana anak dalam proses penyidikan di Polres Merauke, dan Haritsa yang menulis tentang implementasi bantuan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana dalam sistem peradilan pidana di Kota Makassar, kedua isu yang masih bernuansa hukum pidana inipun tak kalah menariknya karena memiliki karakteristiknya masing-masing. Kemudian Nurmin K. Martam yang menulis tentang penyelesaian sengketa perdata melalui jalur mediasi, dan Arpin yang menulis tentang kedudukan wasiat berdasarkan kompilasi Hukum Islam dan KUH Perdata, kedua isu hukum perdata ini juga sangat menarik untuk dibaca karena menjadi isu penting dan sensitif di masyarakat. Nilawati Adam yang menulis tentang peranan world health organization di negara maju dan negara berkembang, isu hukum kesehatan internasional ini sangat penting diketahui oleh khalayak umum, karena sifatnya yang sangat urgen di era modern dan tahap implementasi pasar bebas, sehingga batas-batas negara sudah bukan lagi menjadi halangan untuk berinteraksi.

Kemudian isu dalam Volume III Nomor 1 September 2015 ditutup oleh gagasan yang dikemukakan oleh Apriyanto Nusa dengan tulisannya yang berjudul implikasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 tentang sifat melawan hukum materil dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Semoga berbagai isu-isu ilmu hukum yang tersaji baik itu isu hukum pidana, hukum perdata, hukum islam, hukum internasional dan hukum tata negara dalam Volume ketiga ini, akan memberikan sebuah bentuk pencerahan baru yang bermanfaat bagi semua kalangan yang intens dan fokus mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan ilmu hukum yang terus berkembang dewasa ini. Selamat membaca.

Redaksi

iv Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP PELANGGARAN BALAP LIAR OLEH ANGGOTA GENG MOTOR DI KOTA GORONTALO

Rafika Nur Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo nur.fikha@yahoo.com

Abstract

Factors Causing Race Illegal Abuse By Motorcycle Gang Member In Gorontalo is of course very many factors causing juvenile lapsed into herd motorcycle gang. environmental factors, age and the role of media. Efforts What Do Police In Wild Race to Tackle Abuse By Motorcycle Gang Member In Gorontalo is with the preventive and repressive manner patrols or raids illegal motor racing is done because of the desire of the police in saving the lives of the younger generation because the perpetrators of illegal motorcycle racing mostly aged adolescents certainly has a future very long and it is expected that they someday may be the generation of useful and property so that it can provide benefits for future lives.

Keywords: Race illegal, motorcycle gang member, juvenile

I. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, sehingga setiap kegiatan masyarakat yang merupakan aktivitas hidupnya harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, karena hukum merupakan aturan untuk mengatur tingkahlaku manusia dalam kehidupannya. Tanpa adanya hukum tidak dapat dibayangkan masa depan Indonesia. Setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat segala tingkahlakunya diatur oleh hukum, baik hukum adat di daerahnya maupun hukum yang telah diciptakan pemerintah. R. Abdoel Djamali (2005:26) mengemukakan bahwa :

“Hukum tidak otonom atau tidak mandiri, berarti hukum itu tidak terlepas dari pengaruh timbal balik dari keseluruhan aspek yang ada didalam masyarakat.Sebagai patokan, hukum dapat menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat melanggar hukum ”.

Se perti yang diketahui Tulieus Cicero (Bachsan Mustafa, 2003:12) menyatakan ” ubi societasibi ius yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum”. Dengan demikian masyarakat dan hukum saling terkait. Dalam hal ini, tentu ingin diwujudkan tujuan nasional sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu melindungi segenap bangsa di Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

Fakultas Hukum – UNISAN 1

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa perlu adanya penegak hukum yang adil karena sangat mempengaruhi kesejahteraan rakyat di negara Indonesia.

Norma dan kaedah yang berlaku di masyarakat saat ini seringkali tidak lagi dipatuhi sehingga banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan.Untuk itu masyarakat memerlukan sanksi hukum yang berfungsi sebagai pengatur segala tindak tanduk manusia dalam masyarakat.Suatu kenyataan bahwa di dalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama terhadap norma yang dikenal sebagai norma hukum. Dalam pergaulan hidup manusia, penyimpangan terhadap norma hukum ini disebut sebagai kejahatan.Sebagai salah satu perbuatan manusia yang menyimpang dari norma pergaulan hidup manusia, kejahatan adalah merupakan masalah sosial, yaitu masalah- masalah di tengah masyarakat, sebab pelaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga.

Kejahatan akan terus bertambah dengan cara yang berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan moderen sehingga kejahatan akan semakin meresahkan masyarakat saat ini. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan berkembangnya tingkat peradaban umat manusia yang semakin kompleks. Sejarah perkembangan manusia sampai saat ini telah ditandai oleh berbagai usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya, dimana kekerasan sebagai salah satu fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau tujuan yang bersifat perorangan untuk mempertahankan hidup tersebut.Berkaitan dengan kejahatan, maka kekerasan merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri. Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tidak ada satu definisi pun tentang kejahatan. Dalam buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya memberikan perumusan perbuatan manakah yang dianggap sebagai suatu kejahatan. Misalnya Pasal 338 KUHP “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan penjara paling lama lima belas tahun”.

Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara para sarjana. R. Soesilo (A. Gumilang, 1993:4) menyatakan :

“Membedakan pengertian kejahatan secara yuridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi yuridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban ”.

Sedangkan menurut M.A. Elliot (A. Gumilang,1993:4) menyatakan bahwa “Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat moderen atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya ”. Selanjutnya W.A. Bonger (A. Gumilang, 1993:4) mengartikan kejahatan sebagai perbuatan anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan. Dengan kondisi yang sedemikian rupa inilah, sehingga kejahatan sering kali terjadi didalam masyarakat.Dengan adanya geng motor di

2 Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

kota gorontalo, maka ketertiban umum bahkan kejahatan-kejahatan penganiayaan,balap liar dan perkelahian antar kelompok sering terjadi.

Menurut Soerjono Soekanto (2009:326), mengemukakan : Di kota-kota besar di Indonesia, acap kali generasi muda ini mengalami kekosongan lantaran kebutuhan akan membimbing langsung dari orang tua tidak ada atau kurang. Hal ini disebabkan oleh karena keluarga mengalami disergonisasi. Pada keluarga-keluarga yang secara ekonomis kurang mampu, keadaan tersebut disebabkan karena orang tua harus mencari nafkah, sehingga tidak ada waktu sama sekali untuk mengasuh anak-anaknya. Sedangkan pada keluarga yang mampu, persoalannya adalah karena orang tua terlalu sibuk dengan urusan-urusan di luar rumah dalam rangka mengembangkan prestise.

Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja berupa tindakan kriminal boleh jadi membuat kita berpikir ulang mengenai integrasi dalam masyarakat. Alih-alih menjadi tertuduh utama, sebagaimana yang dituduhkan dalam media massa, kenakalan remaja berupa tindak kriminal justru memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat, meskipun pengaruh mereka tidak lah diinginkan ( unintended ). Adanya kriminalitas di kalangan remaja pun mendorong kita bertanya penyebab terjadinya tindakan tersebut.

Problema remaja merupakan topik pembicaraan di negara mana pun di seluruh dunia. Negara- negara super modern pun masih saja mempunyai persoalan dengan perkembangan remajanya. Pada kenyataannya negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, problema remaja cukup ruwet. Hal ini disebabkan banyak faktor, terutama sekali para remaja di negara berkembang belum siap menerima perubahan yang begitu cepatnya. Sementara itu lingkungan budaya yang begitu kukuh berakar dalam pribadi telah menentukan sikap tertentu terhadap perubahan tersebut. Akan tetapi keadaan jiwa remaja yang masih dalam keadaan transisi menunjukkan sikap labil dan gampang sekali terpengaruh terhadap sesuatu yang datang pada dirinya, sehingga kadang-kadang timbullah konflik pada dirinya dengan lingkungannya. Hal ini memancar kepada tingkah laku yang mengandung problema terhadap lingkungan dan terhadap dirinya sendiri.

Kenakalan remaja boleh jadi berkaitan erat dengan hormon pertumbuhan yang fluktuatif sehingga menyebabkan perilaku remaja sulit diprediksi, namun ini bukan lah jawaban yang dapat menjadi justifikasi atas perilaku remaja. Rasanya angapan bahwa hormon berpengaruh sangat besar agak dilebih-lebihkan, nampaknya ada faktor lain yang menyebabkan mengapa angka kriminalitas di kalangan remaja menjadi sangat tinggi dan perbuatan kriminalitas tersebut dianggap sangat meresahkan masyarakat secara luas.

Salah satu tuduhan mengenai tingginya angka kriminalitas remaja atau lebih tepatnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya kelurga dan/atau ketidakberfungsian sosial masyarakat. Keluarga di anggap gagal dalam mendidik remaja sehingga menyebabkan mereka melakukan tindakan penyimpangan yang berujung dengan diberikannya sanksi sosial oleh masyarakat. Alih-alih tertib, sanksi yang diberikan justru menjadikan remaja menjadi lebih sulit diatur. Dan hal ini pula yang menyebabkan masyarakat di anggap gagal dalam melakukan tindakan pencegahan atas terjadinya perilaku menyimpang tersebut.

Keluarga memegang peranan yang penting, dan hal ini diakui oleh banyak pihak. Keluarga merupakan elemen penting dalam melakukan sosialisasi nilai, norma, dan tujuan-tujuan yang

Fakultas Hukum – UNISAN 3

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

disepakati dalam masyarakat, dan tingginya angka kriminalitas remaja sebagai konsekuensi dari tidak berjalannya aturan dan norma yang berlaku di masyarakat dianggap sebagai kesalahan keluarga. Jika melihat dari sisi teoritis, tentu saja bukan hanya keluarga yang dipersalahkan, masyarakat pun dapat dipersalahkan dengan tidak ditegakkan aturan secara ketat atau membantu sosialisasi norma dan tujuan dalam masyarakat.

Salah satu faktor lainnya yang juga harus diperhatikan adalah peer group remaja tersebut. Teman sepermainan memegang peran penting dalam meningkatnya angka kriminalitas di kalangan remaja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutherland, bahwa tindakan kriminal bukan lah sesuatu yang alamiah namun dipelajari, hal ini lah yang menyebabkan pentingnya untuk melihat teman sepermainan remaja tersebut.

Geng motor merupakan kelompok anak muda (remaja) karena ada kesamaan latar belakang, sekolah, daerah dan lain-lain yang tergabung dalam suatu komunitas pengguna kendaraan bermotor roda dua. Komunitas bermotor saat ini bukan hanya menjadi trend masyarakat perkotaan, melainkan sudah menjamur sampai pelosok pedesaan. Hal tersebut selain semakin mudahnya cara masyarakat memiliki kendaraan bermotor roda dua, juga karena kebutuhan akan transportasi maupun sebagai gaya hidup bagi sebagaian orang. Di kota gorontalo, munculnya komunitas geng motor sesungguhnya bukan baru berkembang saat ini saja, namun sudah ada sejak tahun 70-an. Bahkan mungkin jauh sebelumnya sudah dikenal kelompok-kelompok pencinta kendaraan bermotor.

Atas dasar itu, diperlukan penataan kehidupan pemuda karena pemuda perlu memainkan peranan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan. Pembinaan dan pengembangan generasi muda harus menanamkan motivasi kepekaan terhadap masa datang. Kepekaan terhadap masa datang membutuhkan pula kepekaan terhadap situasisituasi lingkungan, untuk dapat merelevansikan partisipasinya dalam setiap kegiatan berbangsa dan bernegara. Tanpa peran serta pemuda pembangunan akan sulit berhasil, untuk itu pengembangan dan pemberdayaan pemuda sangat penting. Namun Dunia Geng motor tidak dapat dipisahkan dari ajang balap motor liar. Saat ini, balap motor liar dapat kita temui dengan mudah di kota-kota seperti kota Gorontalo. Ketika pelaku balap motor liar tertangkap dalam razia balap motor liar, mereka haya dikenakan sanksi pembinaan. Setelah mendengarkan ‘ceramah’ dari pihak kepolisian, mereka diizinkan untuk pulang. Memang dapat dikatakan pendekatan atau upaya yang dilakukan polisi tidak berhasil membuat kapok para pembalap jalanan tersebut. Mereka masih terus mengulangi tindakan yang cenderung membahayakan keselamatan, baik nyawa pelaku maupun nyawa pengguna jalan lainnya.

Tentu saja, balap liar lebih banyak mengandung unsur negatif dalam perkembangan dan masa depan remaja. Untuk itu, kerja keras polisi saja tak cukup dalam mengeliminasi atraksi balap di jalanan tersebut. Butuh peran serta seluruh elemen masyarakat dalam mengatasi persoalan ini. Seluruh komponen warga harus ikut berpartisipasi melawan balap liar, seperti menutup gang masing-masing, sehingga polisi leluasa mengamankan pelaku balap liar saat razia berlangsung.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut Faktor apakah yang menyebabkan pelanggaran balap liar oleh anggota geng motor di Kota Gorontalo? Dan upaya apa yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi pelanggaran balap liar oleh anggota geng motor di Kota Gorontalo?

4 Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

II. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris dengan metode pendekatan yuridis sosiologis. Data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara yang diolah dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran studi dokumentasi dan kepustakaan.

B. Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah menganalisis secara langsung Tinjauan Kriminologi Terhadap Pelanggaran Balap Liar Oleh Geng Motor Di Kota Gorontalo ”.

C. Lokasi Penelitian Dalam penulisan ini penulis melakukan penelitian Untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada, selain melakukan wawancara dengan kepolisian, dinas sosial dan salah satu anggota genk motor.

D. Jenis dan Sumber Data Untuk tulisan ini, penulis menggunakan data yang relevan dengan judul peneltian, dan sumber data yang digunakan adalah :

1. Data primer, di mana data ini penulis peroleh dari lokasi peneltian melalui wawancara.

2. Data Sekunder, yaitu melalui studi kepustakaan dengan melakukan pengkajian pengelolaan secara sistematis terhadap literatur, peraturan perundang-undangan maupun karya ilmiah sebagai penunjang teori dalam penulisan serta pembahasan hasil penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data Adapun tehnik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Observasi Lapangan, yaitu pengamatan dilokasi penelitian yaitu di Polres Kota Gorontalo

2. Wawancara, yaitu melakukan wawancara kepada responden maupun kepada informan atau pihak-pihak yang terkait permasalahan yang akan diteliti.

F. Teknik Analisa Data Data yang diperoleh dalam peneltian ini akan dianalisis secara kualitatif deskriptif, yaitu data yang diperoleh dari lapangan diuraikan dalam bentuk kalimat yang logis selanjutnya diberi penafsiran dan kesimpulan.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.S. Alam (Amir Ilyas, 2001:9), mengemukakan bahwa: Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang baru berkembang pada abab ke 19, bersamaan dengan berkembangnya sosiologi. Kelahiran kriminologi di dorong oleh aliran positivisme. Namun elemen-elemen kriminologi telah dikenalkan oleh para filosofi Yunani kuno yaitu Plato (427-347 SM) dalam bukunya Republic , yang

Fakultas Hukum – UNISAN 5

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

antara lain menyatakan bahwa gold, human merupakan sumber crimen . Aristoteles (384-322SM) menyatakan bahwa properti menimbulkan crimen dan rebellion . Kelahiran kriminologi sebagai ilmu pengetahuan, didorong oleh hukum pidana baik materiil maupun formal serta sistem penghukuman yang sudah tidak efektif lagi untuk mencegah dan memberantas kejahatan, bahkan kejahatan semakin meningkat dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagai suatu bidang ilmu tersendiri, kriminologi memiliki objek kajiannya sendiri, baik objek materiil maupun formiil. Pembeda antara ilmu yang satu dengan ilmu lain adalah kedudukan objek formiilnya. Tidak ada suatu ilmu yang memiliki objek formiil yang sama, sebab apabila objeknya sama, maka ilmu itu adalah sama.

Edwin Sutherlend (A.S. Alam 2010:3) mengemukakan bahwa : Dalam mempelajari kriminologi memerlukan bantuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dengan kata lain kriminologi merupakan disiplin ilmu yang bersifat interdisipliner. Sutherlend menyatakan criminolgy is a body of knowledge (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan). Berbagai disiplin yang sangat erat kaitannya dengan kriminologi antara lain hukum pidana, antropologi pisik, antropologi budaya, psikologi, biologi, ekonomi, kimia, statistik, dan banyak lagi disiplin lainnya yang tidak dapat disebutkan dalam tulisan ini. George C. Vold (H.R Addussalam, 2007:4), menyatakan bahwa:

“Dalam mempelajari kriminologi terdapat masalah rangkap, artinya kriminologi selalu menunjukkan pada perbuatan manusia juga batasan-batasan atau pandangan pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan pada masyarakat tentang apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semuanya itu terdapat dalam undang-undang kebiasaan dan adat- istiadat”.

Soejono Dirjosisworo (1985:4) mengemukakan pengertian kriminologi sebagai berikut : “Dari segi Etimologi, istilah kriminologi terdiri atas 2 suku kata yaitu “crime“ (kejahatan) dan “ logos ” (ilmu pengetahuan). Jadi menurut pandangan etimologi, maka istilah kriminologi

berarti suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala sesuatu tentang kejahatan dan kejahatan yang dilakukanya ”.

Michael dan Adler (Topo Santoso dan Eva Achjani Sulva, 2001:12) berpendapat bahwa: “Kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, limgkungan mereka, dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penerbit masyarakat dan oleh parah anggota masyarakat ”.

Menurut Topo Santoso (2003 : 23) mengemukakan bahwa “Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomenasosial sehingga sebagai pelaku kejahatan tidak terlepas dari interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar manusia ”. Kriminologi merupakan kumpulan ilmu pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman- keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Didalam keseharian,terdengar

6 Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

berbagai komentar suatu peristiwa kejahatan yang berbeda dengan yang lainnya. Berbicara masalah kriminologi tentu tidak terlepas dari bahasa tentang ruang lingkup kejahatan.

Menurut A.S. Alam (Amir Ilyas, 2001:2), ruang lingkup pembahasan kriminologi mencakup tiga hal pokok, yakni:

a. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws) ;

b. Etiologi kriminal,yang membahas teori-teori yang menyebabkan terjadinya kejahatan (breaking of laws) ;

c. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking laws) . Reaksi dalam hal ini bukan hanya ditujukan kepada pelanggar hukum berupa tindakan represif tetapi juga reaksi terhadap calon pelanggar hukum berupa upaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal prevention).

Menurut Sutherland (T. Effendi, 2009:15), kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:

a. Etiologikriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan;

b. Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya;

c. Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

Dalam etiologi kriminal, yang dibahas adalah aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi, teori-teori kriminologi, dan berbagai perspektif kriminologi. Sebab-sebab Kriminalitas :

1. Pertentangan dan persaingan kebudayaan

2. Perbedaan ideologi politik

3. Kepadatan dan komposisi penduduk

4. Perbedaan distribusi kebudayaan

5. Perbedaan kekayaan dan pendapatan

6. Mentalitas yang labil Akibat Tindakan Kriminalitas :

1. Merugikan pihak lain baik material maupun non material

2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan

3. Merugikan negara

4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat Solusi Kriminalitas :

1. Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa pandang bulu atau derajat

2. Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak

3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai busaya bangsa sendiri

4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak dini melalui pendidikan multi kultural, seperti sekolah, pengajian dan organisasi masyarakat

Fakultas Hukum – UNISAN 7

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

Adapun tipe atau jenis-jenis menurut penggolongan para ahlinya adalah sebagai berikut :

1. Penjahat dari kecendrungan (bukan karena bakat).

2. Penjahat karena kelemahan (karena kelemahan jiwa sehingga sulit menghindarkan diri untuk tidak berbuat).

3. Penjahat karena hawa nafsu yang berlebihan dan putus asa. Kepolisian Resort Gorontalo terletak diwilayah hukum Kota Gorontalo yang berdiri sejak tahun

1976 yang beralamat di jalan P. Kalengkongan No 31 Kel Tenda, Kec. Hulontalangi Kota Gorontalo. Sebelum dinamakan Polres Gorontao dahulu diberi nama KORES ISOS Gorontalo saat ini Polres Gorontalo membawahi 7 polsek dalam wilayah Kota Gorontalo yang terdiri dari 7 satuan fungsi yaitu satuan intel, satuan reskrim, satuan resnarkoba, satuan binmas, satuan sabhara, satuan tahti dn satuan sat lantas.

Dalam mengantisipasi tantangan kedepan menuju kondisi yang diinginkan polres gorontalo sebagai lembaga penegak hukum dan melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan undang- undang yang berlaku menetapkan visi yaitu “polres gorontaalo sebagai aparat pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat bersama seluruh komponen masyarakat bertekad ikut serta membangun kota gorontalo dalam menciptakan keamanan dan ketertiban untuk mewujudkan supremasi hukum, menghormati hak asasi manusia dan menjunjung tinggi etika moral menuju masyarakat yang aman dan sejahtera.

Adapun visi ini dilakukan sebagai bagian dari perencanaan strategi yang merupakan langkah penting dalam melaksanakan tugas,fungsi dan wewenangnya sehingga hal ini sangat penting bagi kelangsungan lembaga itu sendiri dimasa yang akan datang.

Untuk mewujudkan visi diatas, Polres Gorontalo menetapkan misi sebagai sarana untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dengan harapan agar seluruh pegawai dan pihak- pihak yang terkait lainnya dapat mengenal lembaga polri paada umumnya dan Polres Gorontalo pada khususnya, disamping itu untuk mengetahui apa peran serta program-program dan hasil yang akan diperoleh dimasa yng akan datang.

Adpun misi yang ditetapkan polres gorontalo adalah sebagai berikut :

1. Memberi jaminan rasa aman, tertib, tentram dan damai sehingga masyarakat bebas dari rasa takut dan rasa khawatir baik secara fisik maupun psikis

2. Memberikan penyuluhan dan bimbingan di bidang penegakan hukum serta upaya-upaya keamanan dan ketertiban pada masayarakat sehingga memiliki kesadaran yang tinggi dan rasa patuh dibidang hukum serta aturan-aturan yang ada.

3. Menjaga dan memelihara keamanan dn ketertiban masyarakat dengan tetap mengindahkan nilai-nilai local yang hidup dan terpelihara di lingkungan masyrakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

A. Faktor yang Menyebabkan Pelanggaran Balap Liar di Kota Gorontalo Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng motor. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja memilih bergabung dengan geng motor adalah faktor lingkungan,faktor usia dan media. Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan,

8 Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat kuat. Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Remaja pada umumnya, lebih suka memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain.

A.1. Faktor Lingkungan. Lingkungan juga berperan aktif dalam menciptakan pelaku-pelaku dari kekerasan anggota geng motor tersebut. Lingkungan yang kumuh dan terpencil membuat wilayah itu rawan terhadap berbagai bentuk tindakan kriminal seperti pencurian, perusakan, hingga pembunuhan, serta tindakan-tindakan amoral. Menurut teori ini yang biasa juga disebut sebagai mazhab perancis mengatakan bahwa

“Seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor di sekitarannya/lingkungannya, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan pertahanan dengan dunia luar, serta panamuan teknologi ”.

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-buku, serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat pelanggaran balap liar anggota geng motor di Kota Gorontalo.

A.2. Faktor Usia. Dari hasil wawancara penulis di Polresta Gorontalo dalam hal ini (pelanggaran balap liar oleh anggota geng motor) diperoleh fakta bahwa usia pelakunya tergolong masih muda, yaitu 12-17 tahun berada pada masa transisi (remaja) yang notabenenya masih mengalami kesulitan adaptasi lingkungan sehingga kepribadian mereka mudah terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Sifat yang masih tergolong labil, emosional dan gampang terprovokasi membuat tindakan kekerasan anggota geng motor tersebut sangat sulit untuk diantisipasi, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa banyak juga orang dewasa yang terlibat di dalamnya.

A.3. Peran Media Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan balap melalui media bacaan ataupun elektronik seperti televisi dan juga games atau permainan. Penulis menemukan fakta dalam kehidupan masyarakat bahwa, anak-anak yang memiliki kadar agresi yang cenderung bertindak keras terhadap anak lain setelah menyaksikan adegan kekerasan dan meningkatkan agresi dalam kehidupan sehari-hari dan adanya kemungkinan efek ini sifatnya menetap.

Fakultas Hukum – UNISAN 9

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

B. Upaya Penanggulangan oleh Pihak Kepolisian

B.1. Upaya Preventif Upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan melakukan Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri. Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama mereka memilih geng motor sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua bisa bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam kasih sayang orang tua.

Sebagai upaya preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor di kemudian hari, perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq (moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang harus dipatuhi.

Upaya yang dilakukan polisi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam memberantas aksi balap motor liar seolah-olah tak ada habisnya. Dalam upaya mencegah terjadinya balap motor liar, pihak kepolisian sudah mengupayakan berbagai cara, dimulai dari metode paling lunak hingga metode yang keras. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang nyata. Tidak jarang pelaku balap motor liar kucing-kucingan dengan pihak kepolisian. Para pembalap jalanan itu tidak ada kapoknya, mereka terus melakukan aksi kebut-kebutan pada malam hari. Patroli yang dilakukan polisi untuk mencegah terjadinya balap motor liar dilakukan hampir setiap malam, terutama pada hari sabtu, biasanya pembalap tersebut seringkali melakukan aksinya pada malam minggu yang merupakan malam berkumpulnya anak muda. Pihak kepolisian melakukan patroli pada jam-jam rawan, yakni pada malam hari yang sasarannya adalah pelaku balap motor liar. Namun para pembalap jalanan itu mencari celah ketika petugas lengah. Setelah polisi melakukan patroli dan membubarkan balap motor liar, mereka kemudian melanjutkan lagi adu balap motor tersebut di jalan raya tanpa mengenal rasa takut.

B.2. Upaya Represif Dari hasil wawancara lapangan penulis di Kota Gorontalo, ada beberapa anggota geng motor yang melakukan balapan liar pada malam hari sekitar jam 02.00 wita malam, sehingga banyak warga sekitar yang merasa terganggu, dan pengguna jalan lainnya tidak bisa menggunakan kecepatan di atas rata-rata karena kelompok geng motor menghalangi pengguna jalan di malam hari.

Dari hasil wawancara langsung, ditemukan fakta bahwa dengan keberadaan kelompok anggota geng motor di Kota Gorontalo, maka aparat penegak hukum (polisi) perlu melakukan tindakan agar kelompok anggota geng motor tidak melakukan lagi balap liar.

1) Upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam mengurangi pelanggaran yang dilakukan oleh anggota geng motor di Kota Gorontalo, yaitu dengan :

a) Melakukan penyuluhan-penyuluhan tentang sanksi hukum terhadap perilaku kriminal.

b) Membuat pos jaga di sekitar wilayah rawan tindak kriminal utamanya tindak pelanggaran geng motor.

10 Fakultas Hukum - UNISAN

Balap Liar

c) Menyelenggarakan acara pencanangan gerakan nasional pelopor lalu lintas yang sudah dilakukan pada bulan januari 2014.

d) Pihak kepolisian dengan pemerintah kota gorontalo dan TNI untuk melakukan razia langsung ditempt kejadian balab liar dan memberikan sanksi terhadap pelaku balap liar oleh geng motor yang terkena razia agar bertobat.

3). Solusi dalam upaya meminimalisir tindak pelnggaran balap liar anggota geng motor. Ada beberapa langkah preventif yang dapat dilakukan guna mengurangi tingkat kejahatan, yang meliputi :

a) Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum.

b) Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif .

c) Meningkatkan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana penegak Upaya represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam sanksi terdapat dalam dasar hukum pelanggaran balap liar terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan, yaitu dalam :

Pasal 115

Pengemudi kendaraan bermotor dijalan dilarang :

a. Mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21; dan atau

b. Berbalapan dengan kendaraan bermotor lain.

Pasal 297

Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan dijalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 3.000.000,00 (Tuga Juta Rupiah)

III. PENUTUP

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan berdasarkan rumusan masalah dari hasil penelitian dan pembahsan yakni sebagai berikut :

1. Faktor Yang Menyebabkan Pelanggaran Balap Liar Oleh Anggota Geng Motor Di Kota Gorontalo adalah Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus ke dalam kawanan geng motor. faktor lingkungan, usia dan peran media. Faktor lingkungan sedikit lebihnya membawah pengaruh terhadap pola tingkah laku warga utamanya yang berada dikawasan kumuh dan terpencil, Faktor usia yang relatif masih muda dan labil serta emosi yang kurang terkendali membuat pelaku kekerasan kelompok sangat mudah terprovokasi, Media massa dan elektronik juga menyumbang peran dalam proses terbentuknya sikap dan tidak kekerasan melalui gambar dan tayangan-tayangan kekerasan.

2. Upaya Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Menanggulangi Pelanggaran Balap Liar Oleh Anggota Geng Motor Di Kota Gorontalo adalah dengan upaya preventif dan represif

Fakultas Hukum – UNISAN 11

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

dengan cara patroli atau razia balap motor liar tersebut dilakukan karena keinginan polisi dalam menyelamatkan nyawa generasi muda karena pelaku balap motor liar kebanyakan berusia remaja yang tentunya memiliki masa depan yang sangat panjang dan diharapkan agar mereka kelak dapat menjadi generasi yang berguna dan membanggakan sehingga dapat memberikan manfaat bagi kehidupannya kelak.

DAFTAR PUSTAKA

A.S. Alam, Pengantar Kriminologi , Pustaka Refleksi. Makassar, 2010. Anwar, Yesmil dan Adang, Kriminologi , Refika Aditama, Bandung, 2010. -----------------------------------, Saat Menuai Kejahatan , Refika Aditama, Bandung, 2009. Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi , PT. Eresco, Bandung Moeljatno, L. Kriminologi . Jakarta: PT. Bina Aksara. 1986. Muladi dan B. Nawawi, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana , Bandung, Alumni, 1984. Kartono, K. Psikologi Anak . Bandung. 1979. Reksodiputro, M. Masalah Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Pelaku Usia Muda . Jakarta,

1979. Simandjuntak, B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial , Tarsito, Bandung, 1981. Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana , Bandung: Alumni, 1981. Soemitro, Rony Hanitojo. Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri , Semarang: Ghalia Indonesia,

2002. Yamani, Zaki. Memahami Geng Motor (2), harian Umum Pikiran Rakyat, Selasa 16 November 2010. W. A. Bonger. Pengantar tentang Kriminologi . Pustaka Sarjana, PT. Pembangunan, 1995.

12 Fakultas Hukum - UNISAN

Pertanggungjawaban Pidana

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PIHAK SWASTA SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI

Ramdhan Kasim Fakultas Hukum Universitas Gorontalo

Abstract

Criminal liability and criminal sanctions stipulated in Law corruption is broader than that stipulated by the Criminal Code, sanctions in the Act of corruption for the private sector and the civil service at which the death penalty, imprisonment, criminal fines and additional penalty. Legal arrangements in the Act of corruption that are 14 article that regulates corruption of the private sector, which is divided into three groups: the crime of financial loss to the state and the economy of the country, groups of the crime of bribery and the crime of fraudulent group.

Keywords: Criminal liability, sanction, corruption.

I. PENDAHULUAN

Suatu fenomena sosial yang dinamakan dengan korupsi telah menjadi realitas perilaku yang dianggap sebagai perbuatan menyimpang serta dapat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Perilaku tersebut menjadi momentum penting serta menjadi perhatian berbagai pihak terhadap pemberantasan korupsi. Di Negara Indonesia, bahwa salah satu isu saat ini yang paling penting untuk segera dipecahkan adalah masalah tindak pidana korupsi. Hal ini disebabkan karena tindak pidana korupsi di Indonesia sudah mennyebar di semua aspek kehidupan masyarakat. Apalagi setelah diterapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dimana banyak kewenangan yang sebelumnya berada di pusat kemudian beralih ke pemerintahan daerah, sehingga memberikan peluang kepada kepala Daerah menyalahgunakan kewenanganannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Terdapat ungkapan bahwa “otonomi daerah telah merubah korupsi yang tadinya tersentralisasi di pu sat menjadi korupsi yang terdesentralisasi di daerah”. Berdasarkan fakta yang ada, sudah banyak pejabat negara dan kepala daerah yang telah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi, tetapi sepertinya tidak pernah berkurang, justru kualitas modusnya terlihat semakin meningkat, kemungkinan mereka telah belajar dari pengalaman kasus sebelumnya yang berhasil diungkap dan diproses hukum oleh aparat penegak hukum. Tindak pidana korupsi merupakan topik paling populer dan paling sering di soroti dalam beberapa dekade terakhir di Indonesia, karena dampak dari perbuatan korupsi tesebut menyangkut hajat hidup seluruh masyarakat Indonesia, oleh karena itu penanganan masalah korupsi harus lebih di optimalkan lagi demi menekan tingkat korupsi di Indonesia.

Fakultas Hukum – UNISAN 13

Jurnal Hukum JUSTITIA Vol. III, No. 1 September 2015

Permasalahan korupsi di Indonesia memang sudah sedemikian parah. Berbagai kalangan angkat bicara, mendiskusikan dan membahas permasalahan korupsi. Dari orang awam, mahasiswa, praktisi hukum, pakar hukum dan sastrawan pun ikut bicara. Intinya bahwa korupsi harus segera diberantas. Satjipto Rahardjo (Achmad Ali, 2001:16) menyatakan bahwa sudah waktunya bangsa Indonesia mencanangkan bahaya korupsi sebagai keadaan darurat. Karena keadaannya darurat maka juga mesti ditangani dengan cara berpikir darurat cara bertindak darurat dan dengan petinggi hukum yang mampu melakukan terobosan yang bersifat darurat.

Di Indonesia lembaga-lembaga pengawasan sangat banyak, seperti: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen, Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), Pengawasan Fungsional, Pengawasan Melekat dan Pengawasan Masyarakat, sehingga seharusnya pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri di Indonesia maupun pihak swasta apalagi yang ada hubungannya dengan penerimaan, penggunaan dan pengelolaan keuangan negara seharusnya sudah sedemikian sangat ketat diawasi oleh lembaga-lembaga pengawasan itu, namun kenyataannya tindak pidana korupsi semakin meluas.

Kenyataan yang terungkap bahwa di Indonesia, seolah-olah pelaku utama dari tindak pidana korupsi tersebut adalah pegawai negeri. Pegawai negeri dengan jabatan tertentu dalam melakukan tugas jabatannya dapat melakukan tindak pidana korupsi sehingga yang menjadi sasaran utama dari Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi itu adalah pegawai negeri saja. Hal ini dipertegas lagi oleh Andi Hamzah (2005:16) sendiri menyatakan sebab terjadinya korupsi antara lain adalah kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat.

Penyebab pendapat seperti itu oleh karena banyaknya kasus tindak pidana korupsi hanya diarahkan kepada pegawai negeri atau aparat pemerintah. Bahkan pegawai negeri yang dimaksud terutama adalah pegawai negeri sipil. Sehingga seakan-akan pelaku utama dari praktek-praktek korupsi atau tindak pidana korupsi hanyalah pegawai negeri sipil saja ataupun orang-orang yang disamakan dengan pegawai negeri sipil itu. Praktik-praktik korupsi itu terkadang terjadi karena adanya kerjasama dengan pegawai negeri, namun seringkali seakan-akan pihak swasta tidak dapat disentuh atau dijangkau oleh hukum, padahal kemungkinan besar kasus-kasus korupsi di Indonesia apabila ditinjau dari sudut jumlah pelaku dan jumlah kerugian keuangan negara lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta dari pada yang dilakukan oleh pegawai negeri, tetapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut.

Secara teoritis yuridis Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat sekarang ini telah memberikan sarana yang cukup lengkap untuk dapat menjerat pelaku praktik-praktik korupsi. Mulai dari si penerima sampai dengan si pemberi, dari pegawai negeri sampai dengan bukan pegawai negeri atau pihak swasta dan korporasi. Sehingga seharusnya setiap orang atau siapapun yang secara langsung atau tidak langsung perbuatannya telah memenuhi rumusan menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat dikenakan hukuman atau diminta pertanggungjawaban pidananya.

Berdasarkan uraian di atas, maka salah kaprah apabila penyebab tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia oleh karena peraturan perundang-undangannya tidak mengatur dengan cukup lengkap. Menurut penulis peraturan perundang-undangannya sudah cukup lengkap bahkan ancaman

14 Fakultas Hukum - UNISAN

Pertanggungjawaban Pidana

pidana Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat sekarang ini jauh lebih berat, dan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhkan pidana mati. Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai pengaturan pasal korupsi untuk pihak swasta dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana untuk pihak swasta menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sehingga yang menjadi rumusan masalah yang akan dikaji dalam tulisan adalah Bagaimana Pengaturan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Indonesia? Dan Bagaimana Penerapan Tindak Pidana Korupsi terhadap Pihak Swasta sebagai Pertanggungjawaban Pidana?

II. PEMBAHASAN

A. Pertanggungjawaban Pihak Swasta Menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pihak swasta menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang diluar pengertian pegawai negeri yang sudah diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Advokat, Pemborong, Ahli Bangunan, Penjual Bangunan dan Korporasi yang tidak menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

Dari tiga puluh satu pasal rumusan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut, dari hasil penelitian penulis terdapat 14 (empat belas) Pasal yang mengatur tindak pidana korupsi untuk pihak swasta. Hal ini berdasarkan dari subjek pelakunya khusus untuk pihak swasta dan tujuan dari perbuatan. Dari empat belas Pasal pengaturan tindak pidana korupsi yang untuk pihak swasta tersebut, terbagi lagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu tindak pidana merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, tindak pidana penyuapan dan tindak pidana perbuatan curang.

Tabel 1. Kelompok Tindak Pidana Untuk Pihak Swasta

No Kelompok Tindak

Pasal Tindak Pidana Korupsi

3 Pasal keuangan negara

Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2) dan

Pasal 3

dan perekonomian negara

2. Penyuapan

Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat

7 Pasal

(1) huruf b, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf d dan Pasal 13

3. Perbuatan curang

Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat