Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga T2 942016702 BAB II

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 2.1.1. Pengertian MBS

Dalam era otonomi daerah, persoalan pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan memerlukan adanya perbaikan dan reorientasi manajemen penyelenggaraan pendidikan. Untuk itu penerapan konsep school based management atau manajemen berbasis sekolah (MBS) tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Secara konseptual ada beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), di antaranya school based management atau school based decision making and managemnet. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat, kanwil, kandep, ke level sekolah (Samani 1999). Mulyasa (2004) mengutip pendapat bank dunia (1999) mengartikan bahwa MBS merupakan bentuk alternatif sekolah dalam desentralisasi bidang pendidikan yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.


(2)

8 Pengertian lain tentang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah dalam hal ini adalah kepala sekolah, guru, konselor, administrator, pengembang kurikulum, masyarakat, orang tua siswa, dan siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah konsep manajemen sekolah yang memberikan kewenangan, kepercayaan, dan tanggung jawab yang luas kepada sekolah berdasarkan profesionalisme untuk menata organisasi sekolah, mencari, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang ada, serta memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Hasbullah (2007) mengemukakan pemaknaan umum tentang MBS sebagai berikut:

1. Dana yang masuk kepada sekolah menjadi lebih besar dan dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan sekolah.

2. Sekolah lebih bertanggung jawab terhadap perawatan dan penggunaan fasilitas sekolah.


(3)

9 3. Sekolah membuat perencanaan dan mengambil inisiatif untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan masyarakat sekitar.

4. MBS menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka.

2.1.2. Tujuan dan Karakteristik MBS

Menurut Nurkholis (2005) tujuan utama MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama kinerja belajar siswa agar menjadi lebih baik. Pendapat lain dikemukakan oleh Levacic (1995) bahwa tujuan MBS adalah: 1) efisiensi, 2) keefektifan, dan 3) tanggung jawab. Efisiensi, artinya dengan MBS penyelenggaraan pendidikan akan berlangsung secara efisien, terutama dalam pengelolaan sumberdaya manusia. Keefektifan, artinya dengan MBS peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai. Tanggung jawab, artinya dengan MBS respon sekolah terhadap siswa menjadi lebih besar.

Sedangkan menurut Depdiknas (2005) tujuan MBS adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.


(4)

10 Secara lebih rinci tujuan MBS adalah :

1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;

3. Meningkatkan tanggung jawab orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan

4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.

MBS memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam melaksanakan MBS maka sejumlah karakteristk MBS perlu dimiliki.

Depdiknas (2001) menyebutkan bahwa berbicara tentang karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu karakteristik MBS memuat secara inklusif


(5)

elemen-11 elemen sekolah efektif yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.

Termasuk dalam input adalah : 1) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas; 2) sumber daya tersedia dan siap; 3) staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi; 4) memiliki harapan prestasi yang tinggi; 5) fokus pada pelanggan (khususnya siswa); dan 6) input manajemen. Elemen proses mencakup: 1) proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi; 2) kepemimpinan sekolah yang kuat; 3) lingkungan sekolah yang aman dan tertib; 4) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif; 5) sekolah memiliki budaya mutu; 6) sekolah memiliki tim kerja yang kompak, cerdas, dan dinamis; 7) sekolah memiliki kemandirian; 8) partisipasi dari warga sekolah dan masyarakat yang tinggi; 9) sekolah memiliki transparansi manajemen; 10) sekolah memiliki kemauan untuk berubah; 11) sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan; 12) sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan; 13) komunikasi yang baik; dan 14) sekolah memiliki akuntabilitas yang baik. Sedangkan yang termasuk dalam karakteristik output adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya output dapat diklasifikasikan


(6)

12 menjadi dua, yaitu output prestasi akademik dan output prestasi nonakademik. Output prestasi akademik misalnya nilai ujian, lomba karya ilmiah remaja, lomba mata pelajaran, cara-cara berfikir (kritis, kreatif, rasional, ilmiah). Sedangkan output nonakademik misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerja sama, kerajinan, olahraga, kesenian, dan kepramukaan.

2.1.3. Implementasi MBS

Implementasi MBS memerlukan upaya-upaya terintegrasi sehingga pelaksanaan tugas berbagai komponen sekolah tidak tumpang tindih dan saling lempar tanggung jawab. Dengan demikian tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut Hasbulah (2006) implementasi MBS perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu:

1. Sekolah dituntut melaksanakan pengelolaan sumberdaya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan pemerintah;

2. Pemerintah berperan merumuskan kebijakan pendidikan yang menjadi prioritas nasional dan meluruskan pelaksanaan MBS. Sekolah menjabarkan sesuai dengan potensi sekolah;


(7)

13 3. Perlu dibentuk school council (komite sekolah) yang beranggotakan guru, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat;

4. MBS menuntut perubahan perilaku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi menjadi lebih profesional ;

5. Dalam meningkatkan profesionalisme yang terkait dengan MBS perlu diadakan pelatihan dan sejenisnya;

6. Keefektifan MBS dapat dilihat dari indikator-indikator sejauh mana sekolah dapat mengoptimalkan organisasi sekolah, proses pembelajaran, pengelolaan sumberdaya manusia dan administrasi.

MBS adalah suatu proses, oleh karenanya implementasinya melalui langkah operasional tertentu yang sistematis. Menurut Depdiknas (2005) implementasi MBS di sekolah melalui: 1) menyusun data dan profil sekolah yang komprehensif, akurat, valid, dan sistematis; 2) melakukan evaluasi diri, menganalisis kelemahan dan kekuatan seluruh komponen sekolah; 3) mengidentifikasi kebutuhan sekolah, merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan bagi siswa berdasarkan hasil evaluasi diri; 4) menyusun program kerja jangka panjang dan jangka pendek sesuai dengan visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan, yang


(8)

14 diprioritaskan pada peningkatan mutu pendidikan; 5) mengimplementasikan program kerja; 6) melakukan monitoring dan evaluasi atas program kerja yang diimplementasikan; 7) menyusun program lanjutan (untuk tahun berikutnya) atas dasar hasil monitoring dan evaluasi.

Selanjutnya, MBS dapat dilaksanakan jika memperhatikan hal-hal berikut: 1) ada dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan (stake holders), seperti masyarakat dan pemerintah daerah kota/kabupaten; 2) lembaga pendidikan memiliki kemampuan pembaharuan; 3) proses pendidikan mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat; 4) pelayanan pendidikan dapat mengembangkan potensi anak secara maksimal dengan memperhatikan perbedaan individu siswa; 5) lingkungan sekolah mendukung pencapaian visinya; dan 6) potensi sumberdaya sekolah dan masyarakat mendukung tercapainya target yang ditetapkan.

2.1.4. Peran serta Masyarakat dalam Implementasi MBS

Menurut Mulyasa (2003), partisipasi atau peranserta masyarakat / orang tua merupakan keterlibatan masyarakat / orang tua secara nyata dalam suatu kegiatan.


(9)

15 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 9 menegaskan pentingnya peranserta masyarakat dengan mengamanatkan bahwa

“Masyarakat berkewajiban untuk memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan”

Selanjutnya dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 54 ayat (1) dan (2) ditegaskan bahwa

“Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan mutu pendidikan”

Dalam implementasi MBS, peranserta masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat merupakan partner sekolah dalam mengantarkan cita-cita peserta didik. Peranserta masyarakat ini dalam hal perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pendidikan di sekolah (Mulyasa 2003).

Hasil studi World Bank (1998) dalam konsep MBS, peran serta masyarakat meliputi:

1. Merencanakan kegiatan dan kemungkinan pendanaan.

2. Memberikan dukungan dana dan atau sumbangan bentuk fisik.


(10)

16 3. Ikut menambah pengadaan guru dan mungkin

mengganti guru.

4. Memberikan masukan peningkatan kualitas pembelajaran.

5. Memilih dan memasukkan guru yang diperlukan sekolah.

Menurut Mulyasa (2003), peranserta masyarakat melalui komite sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam menentukan dan melaksanakan pendidikan.

2. Mendukung (supporting agency) kerjasama sekolah dengan masyarakat, baik secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.

3. Mengontrol (controlling agency) kerjasama sekolah dengan masyarakat dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan output pendidikan.

4. Mediator antara sekolah, pemerintah (eksekutif), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD/legislatif), dengan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

5. Mendorong orangtua dan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan guna


(11)

17 mendukung peningkatan kualitas. Relevansi, dan pemerataan pendidikan.

6. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan kebijakan, program, dan output pendidikan.

Dari paparan di atas dipahami bahwa peranserta masyarakat dalam pendidikan, khususnya dalam implementasi MBS sangat diperlukan. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

2.2.Komite Sekolah

2.2.1. Pengertian Komite Sekolah

Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah (Kepmendiknas : 2002)

Komite Sekolah dibentuk sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua organisasi tersebut tidak


(12)

18 memiliki perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada pengoptimalan peran serta masyarakat dalam mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

Penggantian nama BP3 menjadi Komite Sekolah didasarkan atas perlunya keterlibatan masyarakat secara penuh dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keberadaan Komite Sekolah ini telah mengacu kepada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Hal ini berarti peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam meningkatkan layanan pendidikan, bukan hanya memberikan bantuan berwujud finansial dan material, namun juga bantuan yang berupa pemikiran dan gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan sekolah.

MBS menuntut adanya pembenahan pengelolaan pendidikan sejalan dengan tuntutan perubahan dalam mewujudkan masyarakat sekolah yang memiliki loyalitas terhadap peningkatan mutu sekolah. Oleh karena itu, keanggotaan Komite Sekolah melibatkan beberapa unsur, yakni unsur masyarakat, dewan guru, serta yayasan / lembaga penyelenggara pendidikan. Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponen-komponen sebagai berikut: (a) perwakilan


(13)

19 orangtua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis; (b) tokoh masyarakat (ketua RT/RW, kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat); (c) anggota masyarakat yang mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan; (d) pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain); (e) Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); (f) pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan; (g) perwakilan forum alumni SD/SMP/SMA/SMK yang telah dewasa dan mandiri. Sedangkan anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa sebanyak- banyaknya berjumlah tiga orang. Secara keseluruhan, jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya sembilan orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART (Sutikno, 2004).

2.2.2. Peran Komite Sekolah

Peran serta masyarakat dalam pendidikan tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara lebih spesifik, pada pasal 56 disebutkan bahwa masyarakat melalui


(14)

20 Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah berperan sebagai berikut: (a) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/ Madrasah, (b) Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan masukan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis, (c) Komite Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dan memberikan pertimbangan, arahan, dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Secara kontekstual sesuai dengan Keputusan Mendiknas No. 044/U/2002, keberadaan Komite Sekolah berperan sebagai (a) Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan, (b) Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, (c) Pengontrol (controlling agency) dalam rangka


(15)

21 transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, (d) Penghubung (Mediator) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Departemen Pendidikan Nasional dalam Partisipasi Masyarakat (2001) menguraikan tujuh peran Komite Sekolah dalam penyelenggaraan sekolah, yakni: (a) membantu meningkatkan kelancaran penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah baik sarana dan prasarana maupun teknis pendidikan, (b) melakukan pembinaan sikap dan perilaku siswa, (c) mencari sumber pendanaan untuk membantu siswa yang tidak mampu, (d) melakukan penilaian sekolah untuk pengembangan pelaksanaan kurikulum baik intrakurikuler maupun ekstrakulikuler dan pelaksanaan manajemen sekolah, kepala / wakil kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan, (e) memberikan penghargaan atas keberhasilan manajemen sekolah, (f) melakukan pembahasan tentang usulan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), (g) meminta sekolah agar mengadakan pertemuan untuk kepentingan tertentu.

Adapun Rohmah (2010) mengelompokkan penjabaran peran Komite Sekolah dalam kegiatan operasionalnya, sebagai berikut: (1) sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) yang indikator


(16)

22 perannya memberikan masukan dan pertimbangan mengenai: kebijakan pendidikan, program pendidikan, kriteria peran satuan, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan; (2) sebagai pendukung (supporting agency) yang indikator perannya yaitu: mendorong orang tua untuk berpartisipasi dalam pendidikan, mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan, menggalang dana dalam rangka pembiayaan pendidikan, mendorong tumbuhnya perhatian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, mengesahkan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), mendorong tumbuhnya komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; (3) sebagai pengontrol (controlling agency) yang indikator perannya yaitu: melakukan evaluasi dalam setiap kegiatan, melakukan pengawasan terhadap kebijakan program penyelenggaraan pendidikan, melakukan pengawasan terhadap kebijakan program keluaran pendidikan; (4) sebagai badan penghubung atau mediator yang indikator perannya yaitu: melakukan kerja sama dengan masyarakat, menampung aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat, menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan


(17)

23 berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

Pengefektifan Komite Sekolah merupakan bagian dari konsep MBS, yang akan memberikan jaminan pelibatan stakeholders pendidikan dalam mendukung proses pendidikan secara lebih luas.

Esensi dari peran Komite Sekolah adalah peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan perencanaan sekolah yang dapat mengubah pola pikir, keterampilan, dan distribusi kewenangan atas individu dan masyarakat. Hal tersebut dapat memperluas kapasitas manusia untuk meningkatkan taraf hidup dalam sistem manajemen pemberdayaan masyarakat (Ariyati, 2011). Maka sekolah sebagai suatu organisasi untuk mengukur keberhasilan dilihat dari peran proses (mutu proses) dan peran output (mutu lulusan). Komponen yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur keberhasilan sekolah terdiri atas: ketercapaian tujuan sekolah, organisasi dan manajemen sekolah, tenaga kependidikan, kegiatan belajar-mengajar, lingkungan sekolah, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, kesiswaan, dan hubungan sekolah dengan masyarakat (Depdiknas, 2001).

Pengefektifan Komite Sekolah merupakan bagian dari konsep MBS, yang akan memberikan jaminan pelibatan stakeholders pendidikan dalam


(18)

24 penyelenggaraan proses pendidikan secara lebih luas.

2.3.Penelitian yang Relevan

Penelitian berkaitan dengan Komite Sekolah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya sebagai berikut:

1. Armansyah (2009), Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai telah melaksanakan sebagian perannya dalam hal pendanaan. Tetapi penggalian sumber dana tersebut masih terbatas dari orang tua siswa. Sedangkan pada perannya sebagai pemberi pertimbangan, mediator, dan pendukung belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dikarenakan pemberdayaan, pemberian kewenangan, dan kepercayaan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Binjai maupun pihak sekolah belum memadai. 2. Rahmawati, (2008) Pemberdayaan Komite Sekolah di

Sekolah Unggulan Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan program kerja komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta telah berjalan secara efektif. Hal ini ditandai dengan


(19)

25 adanya pemahaman pengurus komite sekolah dan kepala sekolah terhadap tugas dan peran serta aktif komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta meliputi: adanya komitmen yang tinggi dari komite sekolah untuk membantu sekolah; dukungan dana, ide, tenaga dan fasilitas yang memadai; terjalinnya komunikasi yang baik; koordinasi yang baik; latar belakang pendidikan anggota komite sekolah; dan kepala sekolah yang selalu proaktif. Faktor penghambat pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta adalah faktor kesibukan pengurus komite sekolah dan jadwal/waktu pertemuan yang terbatas. (2) Pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta dilakukan dengan berbagai upaya komunikasi intensif dan terbuka antara pihak sekolah dengan komite sekolah, dan pelibatan komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah yang bersifat strategis. Secara umum peran komite sekolah berdampak positif terhadap mutu pendidikan di SMA Unggulan Kota Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan adanya dukungan materiil maupun nonmateriil dalam berbagai program peningkatan mutu sekolah.


(20)

26 3. Penelitian Gelgel, ( 2005) berjudul “Evaluasi Peran Komite Sekolah Jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Buleleng Tahun 2005”. Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut. Terdapat variansi peran Komite Sekolah yang mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sebagian besar sekolah perannya tidak berhasil dan kurang berhasil, sebagian lainnya sudah berhasil dan sangat berhasil. Terdapat kesenjangan dalam penilaian peran Komite Sekolah antara Kepala Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah. Rerata indeks peran Komite Sekolah, yang juga menggambarkan Peran Komite Sekolah tingkat kabupaten Buleleng dari aspek kegiatan operasioanl menurut Kepala Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah sama-sama menilai kurang berhasil. Sedangkan, dari aspek SDM dan fasilitas organisasi menurut penilaian Kepala Sekolah masih kurang berhasil, sedangkan menurut penilaian Komite Sekolah berhasil. Sehubungan dengan hasil penelitian ini, diajukan saran penting perlunya dilakukan pembinaan terhadap Komite Sekolah agar peran Komite Sekolah dapat ditingkatkan. Pembinaan dapat dilakukan oleh jajaran Dinas Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan, maupun LSM bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran Komite Sekolah, penguatan kelembagaan Komite Sekolah melalui reorganisai dan pengadaan fasilitas organisai patut dipertimbangkan untuk dilaksanakan.


(21)

27 4. Penelitian Adeolu Joshua Ayeni & Williams Olusola Ibukun (2013) yang berjudul “Model Konseptual untuk Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Nigeria. Hasil penelitian menyatakan bahwa komite manajemen berbasis sekolah yang efektif adalah ruang mesin untuk sekolah dan kemitraan masyarakat dan penting untuk efektivitas dan keberhasilan sekolah. Tantangan yang dihadapi guru dan kepala sekolah dalam tugas-tugas pembelajaran dan pengawasan memerlukan dukungan politik yang kuat sehingga akan merangsang komitmen yang diinginkan. Kemitraan berorientasi pada tujuan sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pengoptimalan input sumber daya, organisasi, pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas belajar sangat diperlukan untuk memaksimalkan kualitas pengajaran dan meningkatkan standar hasil belajar siswa di sekolah menengah Nigeria.

5. Peneltian Cranston (2001) yang berjudul “Studi

Kolaboratif Pengambilan Keputusan dan Manajemen Berbasis Sekolah: Tantangan, Retorika dan Realitas”. Hasil penelitian menyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah telah semakin disepakati untuk dilaksanakan. MBS dijadikan model di seluruh dunia untuk operasi sekolah, terutama di sistem pendidikan umum yang besar. Sebuah elemen penting dari model ini ditingkatkan berupa pengambilan keputusan dari


(22)

28 pusat (misalnya kantor pusat) ke sekolah. Orang tua dan masyarakat luas terlibat dalam keputusan yang mempengaruhi anak-anak mereka. Selanjutnya, kenyataannya – yaitu, sifat, luas dan dampak - kolaboratif pengambilan keputusan dalam praktek. Tulisan ini mengacu pada dua studi penelitian untuk meneliti masalah di atas. Pertama, sebuah penelitian longitudinal tentang dampak manajemen berbasis sekolah pada pelaku utama di Queensland, mengidentifikasi tantangan-tantangan khusus untuk kepala sekolah dalam hal keterampilan dan kapasitas mereka dalam bergerak lebih kolaboratif dan inklusif. Kedua follow-up Studi dari dua sekolah dasar yang beroperasi di bawah manajemen berbasis sekolah meneliti secara lebih rinci bagaimana, dan di bidang apa sekolah (perencanaan, operasi, kurikulum), orang tua dan guru yang benar-benar terlibat dalam pengambilan keputusan.

2.4.Kerangka Berfikir

Implementasi MBS menuntut peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah untuk ambil bagian secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat terwujud.

Untuk memberikan gambaran tentang peran Komite Sekolah dalam implementasi MBS di SD Negeri


(23)

29 Mangunsari 01 Salatiga disusun kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka berfikir di atas peneliti bermaksud mendeskripsikan peran Komite Sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-program sekolah. Upaya yang dilakukan oleh Komite dan pihak Sekolah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan sekolah. Unsur pokok komite sekolah terdiri dari guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, orang tua siswa, dan anggota masyarakat. Dalam penelitian ini difokuskan pada peran komite sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan program dan evaluasi program yang diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan sekolah.

Peran Komite Sekolah

Badan pertimbangan

(advisor)

Badan Pendukung

Badan pengontrol

Meningkatkan mutu pendidikan sekolah Komite Sekolah sebagai organisasi

Badan mediator


(1)

24 penyelenggaraan proses pendidikan secara lebih luas.

2.3.Penelitian yang Relevan

Penelitian berkaitan dengan Komite Sekolah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya sebagai berikut:

1. Armansyah (2009), Peranan dan Pemberdayaan Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Komite Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan SMA Negeri di Kota Binjai telah melaksanakan sebagian perannya dalam hal pendanaan. Tetapi penggalian sumber dana tersebut masih terbatas dari orang tua siswa. Sedangkan pada perannya sebagai pemberi pertimbangan, mediator, dan pendukung belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini dikarenakan pemberdayaan, pemberian kewenangan, dan kepercayaan yang diberikan oleh Dinas Pendidikan Kota Binjai maupun pihak sekolah belum memadai. 2. Rahmawati, (2008) Pemberdayaan Komite Sekolah di

Sekolah Unggulan Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan program kerja komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta telah berjalan secara efektif. Hal ini ditandai dengan


(2)

25 adanya pemahaman pengurus komite sekolah dan kepala sekolah terhadap tugas dan peran serta aktif komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta meliputi: adanya komitmen yang tinggi dari komite sekolah untuk membantu sekolah; dukungan dana, ide, tenaga dan fasilitas yang memadai; terjalinnya komunikasi yang baik; koordinasi yang baik; latar belakang pendidikan anggota komite sekolah; dan kepala sekolah yang selalu proaktif. Faktor penghambat pelaksanaan program komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta adalah faktor kesibukan pengurus komite sekolah dan jadwal/waktu pertemuan yang terbatas. (2) Pemberdayaan komite sekolah di SMA Unggulan Kota Yogyakarta dilakukan dengan berbagai upaya komunikasi intensif dan terbuka antara pihak sekolah dengan komite sekolah, dan pelibatan komite sekolah dalam penyelenggaraan program kerja sekolah yang bersifat strategis. Secara umum peran komite sekolah berdampak positif terhadap mutu pendidikan di SMA Unggulan Kota Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan adanya dukungan materiil maupun nonmateriil dalam berbagai program peningkatan mutu sekolah.


(3)

26 3. Penelitian Gelgel, ( 2005) berjudul “Evaluasi Peran Komite Sekolah Jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Buleleng Tahun 2005”. Dari penelitian diperoleh hasil sebagai berikut. Terdapat variansi peran Komite Sekolah yang mencolok antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Sebagian besar sekolah perannya tidak berhasil dan kurang berhasil, sebagian lainnya sudah berhasil dan sangat berhasil. Terdapat kesenjangan dalam penilaian peran Komite Sekolah antara Kepala Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah. Rerata indeks peran Komite Sekolah, yang juga menggambarkan Peran Komite Sekolah tingkat kabupaten Buleleng dari aspek kegiatan operasioanl menurut Kepala Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah sama-sama menilai kurang berhasil. Sedangkan, dari aspek SDM dan fasilitas organisasi menurut penilaian Kepala Sekolah masih kurang berhasil, sedangkan menurut penilaian Komite Sekolah berhasil. Sehubungan dengan hasil penelitian ini, diajukan saran penting perlunya dilakukan pembinaan terhadap Komite Sekolah agar peran Komite Sekolah dapat ditingkatkan. Pembinaan dapat dilakukan oleh jajaran Dinas Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan, maupun LSM bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran Komite Sekolah, penguatan kelembagaan Komite Sekolah melalui reorganisai dan pengadaan fasilitas organisai patut dipertimbangkan untuk dilaksanakan.


(4)

27 4. Penelitian Adeolu Joshua Ayeni & Williams Olusola Ibukun (2013) yang berjudul “Model Konseptual untuk Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Menengah Nigeria. Hasil penelitian menyatakan bahwa komite manajemen berbasis sekolah yang efektif adalah ruang mesin untuk sekolah dan kemitraan masyarakat dan penting untuk efektivitas dan keberhasilan sekolah. Tantangan yang dihadapi guru dan kepala sekolah dalam tugas-tugas pembelajaran dan pengawasan memerlukan dukungan politik yang kuat sehingga akan merangsang komitmen yang diinginkan. Kemitraan berorientasi pada tujuan sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pengoptimalan input sumber daya, organisasi, pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas belajar sangat diperlukan untuk memaksimalkan kualitas pengajaran dan meningkatkan standar hasil belajar siswa di sekolah menengah Nigeria.

5. Peneltian Cranston (2001) yang berjudul “Studi

Kolaboratif Pengambilan Keputusan dan Manajemen Berbasis Sekolah: Tantangan, Retorika dan Realitas”. Hasil penelitian menyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah telah semakin disepakati untuk dilaksanakan. MBS dijadikan model di seluruh dunia untuk operasi sekolah, terutama di sistem pendidikan umum yang besar. Sebuah elemen penting dari model ini ditingkatkan berupa pengambilan keputusan dari


(5)

28 pusat (misalnya kantor pusat) ke sekolah. Orang tua dan masyarakat luas terlibat dalam keputusan yang mempengaruhi anak-anak mereka. Selanjutnya, kenyataannya – yaitu, sifat, luas dan dampak - kolaboratif pengambilan keputusan dalam praktek. Tulisan ini mengacu pada dua studi penelitian untuk meneliti masalah di atas. Pertama, sebuah penelitian longitudinal tentang dampak manajemen berbasis sekolah pada pelaku utama di Queensland, mengidentifikasi tantangan-tantangan khusus untuk kepala sekolah dalam hal keterampilan dan kapasitas mereka dalam bergerak lebih kolaboratif dan inklusif. Kedua follow-up Studi dari dua sekolah dasar yang beroperasi di bawah manajemen berbasis sekolah meneliti secara lebih rinci bagaimana, dan di bidang apa sekolah (perencanaan, operasi, kurikulum), orang tua dan guru yang benar-benar terlibat dalam pengambilan keputusan.

2.4.Kerangka Berfikir

Implementasi MBS menuntut peran serta masyarakat melalui Komite Sekolah untuk ambil bagian secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat terwujud.

Untuk memberikan gambaran tentang peran Komite Sekolah dalam implementasi MBS di SD Negeri


(6)

29 Mangunsari 01 Salatiga disusun kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka berfikir di atas peneliti bermaksud mendeskripsikan peran Komite Sekolah meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program-program sekolah. Upaya yang dilakukan oleh Komite dan pihak Sekolah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan mutu pendidikan sekolah. Unsur pokok komite sekolah terdiri dari guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, orang tua siswa, dan anggota masyarakat. Dalam penelitian ini difokuskan pada peran komite sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan program dan evaluasi program yang diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan sekolah.

Peran Komite Sekolah

Badan pertimbangan

(advisor)

Badan Pendukung

Badan pengontrol

Meningkatkan mutu pendidikan sekolah Komite Sekolah sebagai organisasi

Badan mediator


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Kinerja Komite Sekolah Antara Sekolah Dasar Negeri dan Swasta di Kecamatan Tingkir, Salatiga T2 942010052 BAB II

0 0 39

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah Di Sekolah Dasar Gugus P. Diponegoro Kecamatan Dempet T2 942010039 BAB II

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu: Studi pada SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga dan SD Negeri 01 Salatiga T2 942011040 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga

0 0 69

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga T2 942016702 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga T2 942016702 BAB IV

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Komite Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah pada SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga T2 942016702 BAB I

0 0 6

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SD Negeri Genuk 01 Ungaran Baratabupaten Semarang T2 BAB IV

0 0 48

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SD Negeri Genuk 01 Ungaran Baratabupaten Semarang T2 BAB II

0 1 20