Studi kasus musik Indie sebagai ekspresi identitas diri - USD Repository

  

STUDI KASUS: MUSIK INDIE SEBAGAI EKSPRESI IDENTITAS DIRI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Sukma Wandansari

  

NIM : 069114071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

  

MOTTO

  “ O O v v e e r r a a n n d d o o v v e e r r w w e e

l

l

e e a a r r n n f f r r o o m m m m i i s s t t a a k k e e s s

  ” ”

  G G O O D D S S A A

  V V E

E

T T H H E E P P O O P P

  ! !

  

PERSEMBAHAN

  • -untuk semua insan yang menghargai kehidupan-

STUDI KASUS: MUSIK INDIE SEBAGAI EKSPRESI IDENTITAS DIRI

  

Sukma Wandansari

ABSTRAK

  

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan paradigma studi

kasus. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana identitas diri

musisi indie di Yogyakarta dapat diekspresikan melalui bermusik indie. Wawancara

mendalam dilakukan kepada empat orang informan di mana seluruhnya merupakan

musisi indie yang ada di Yogyakarta. Penelitian ini melewati serangkaian tahapan

penelitian dari transkrip hasil wawancara penelitan, koding, kategorisasi, ringkasan

tiap responden, ringkasan keseluruhan, dan penjelasan temuan penelitian. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa musik indie adalah sebagai hiburan rohaniah demi

mencapai kepuasan pribadi informan serta adanya wujud sikap counter culture dan

anti-mainstream dalam kehidupan sehari-hari.

  Kata Kunci : Studi Kasus, Identitas Diri, Ekspresi, Kebutuhan Rohaniah, Counter Culture , Anti-Mainstream

CASE STUDY: INDIE MUSIC AS AN EXPRESSION OF IDENTITY

  

Sukma Wandansari

ABSTRACT

This study uses qualitative methods to study paradigm case study. This study aim to describe the identity of indie musicians in Yogyakarta. This research through a series of stages of research such as interview research transcript, coding, categorization, a summary of each respondent, the overall summary and explanation of research findings. The results showed that indie music as a spiritual entertainment for the sake of achieving personal satisfaction and the existence of counter form of anti-mainstream culture in everyday life.

  Keywords : Case Study, Self Identity, Expression, Spiritual Needs, Counter Culture, Anti-Mainstream

KATA PENGANTAR

  Penelitian ini berangkat dari ketertarikan peneliti mengenai fenomena munculnya berbagai subkultur anak muda mulai era 2000-an. Salah satu hal yang menarik adalah adanya subkultur musik indie di mana anak muda sebagai pelaku budayanya menganggap bahwa musik indie dapat menyalurkan ekspresi diri mereka.

  Dari hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai bagaimana gambaran identitas diri mereka terekspresikan melalui musik indie. Penulis juga berharap semoga hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai sumbangan wacana ilmu Psikologi khususnya.

  Penulis melakukan tugas ini tidak lepas dari dukungan dan perhatian lingkungan peneliti. Dalam hal ini, penulis ingin mengucapkan syukur dan terima kasih yang setulus mungkin kepada:

  1. Allah SWT dan para malaikat yang memberikan kekuatan ekstra bagi penulis untuk menyelesaikan niat yang sudah penulis ucapakan.

  2. Ibu yang tidak pernah lepas memberikan dorongan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi penulis, maturnuwun Bu.

  3. Bapak yang sudah di surga, ini juga pasti karena doa Bapak dari sana.

  Terimakasih pula sudah mempercayakan pilihan penulis untuk kuliah jauh.

  4. Mbak Wiwit, Mbak Dewi, Mas Wisnu, Oom Radit, Vari yang membuat penulis termotivasi penuh untuk segera menyelesaikan kuliah. Terimakasih

  5. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si selaku dosen pembimbing dan dekan yang sudah mau direpotkan sampai tengah malam. Terimakasih banyak Bu.

  6. Auf, untuk pelajaran, semangat, dan masa depan. Semoga misi ini berhasi ya.

  Amin.

  7. Krishna, Aga, Arkham, dan Eka atas bla bla bla-nya yang pamungkas. Untung kalian mau direpotkan, hahaha…

  8. Gugi atas laptop gawat darurat di saat-saat keputusan terakhir.

  9. Wulan, Sasa, Endy, Manto. Thanks udah asik-asikan.

  10. Teman-teman 2006: Spy, Nur, Denise, Timo, Paimun, Aji, Chika, Chaca, Nobi, Komeng, Ance, Ari, Koh Arya, Mbak Devi, Pakdhe Dika, Dian, Guntur, Jenny, Jojo, Keset, Mak’e, Nita Sinaga, Andien, Nita, Adit, Windi, Satria, Piping, Sekar, Suster, Tari, Tya, Vivin, Cik Yaya, dan…..(diisi sendiri ya, maaf kalo kelewatan, hehe)

  11. Psynema: Baka, Nanang, Adip, Yoyok, Ajay, Tya, Uline, Eva, Dias, Reno, dkk. Dibantu yak…

  12. Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni yang sudah membantu kelancaran proses skripsi.

  13. Kampus Psikologi Paingan USD, terimakasih sudah menjadi kampus yang jauh sehingga membuat saya ingin lekas keluar dari sana, haha..

  14. Serta pihak-pihak lain yang mungkin tidak sengaja terlewati, penulis ucapkan terima kasih banyak.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala keterbatasan yang penulis alami, dan penulis berharap adanya masukan berupa saran dan kritik agar di kesempatan selanjutnya dapat lebih optimal. Terima kasih.

  Yogyakarta, 19 September 2010 Penulis

  Sukma Wandansari

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………… iii HALAMAN MOTTO………………………………………………………………. iv HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH………………….... vi ABSTRAK…………………………………………………………………………. vii ABSTRACT………………………………………………………………………. viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………………. ix KATA PENGANTAR……………………………………………………………... x DAFTAR ISI………………………………………………………………………. xiv DAFTAR TABEL ………………………………………………………………….xvi

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 A. LATAR BELAKANG ………………………………………………………1 B. RUMUSAN MASALAH ………………………………………………….. 6 C. TUJUAN PENELITIAN …………………………………………………. 6 D. MANFAAT PENELITIAN ………………………………………………. 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 8 A. Pengertian Identitas Diri …………………………………………………… 8

  C. Identitas Diri Kaum Muda ………………………………………………... 12

D. Batasan Istilah ……………………………………………………………..16

BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………………….…17 A. Pendekatan Penelitian Studi Kasus ……………………………………….17 B. Batasan Penelitian …………………………………………………………17 C. Sumber Data Penelitian ……………………………………………………18 D. Metode Pengumpulan Data ………………………………………………. 19 E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data ……………………………………. 24 F. Kredibilitas Penelitian ……………………………………………………. 25 BAB IV. ANALISIS DATA ……………………………………………………… 26 A. Hasil Penelitian …………………………………………………………… 26

  1. Penelitian Pendahuluan …………………………………………… 26

  2. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………. 28

  B. Analisis Data dan Hasil Penelitian ………………………………………... 29

  1. Hasil Wawancara Masing-Masing Informan ………………………30

  2. Tema yang Muncul pada Seluruh Informan ……………………… 39

  3. Tema Berbeda yang Muncul ……………………………………… 40

C. Pembahasan ……………………………………………………………… 43

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………. 46 A. KESIMPULAN ……………………………………………………….… 46 B. SARAN …………………………………………………………………... 47

  LAMPIRAN ……………………………………………………………………..

  50 DAFTAR TABEL Tabel 1. Data Demografis Informan……………………………………………… 20 Tabel 2. Interview Guide …………………………………………………………. 22 Tabel 3. Waktu dan Tempat Wawancara ………………………………………… 30 Tabel 4. Hasil Wawancara Informan 1 …………………………………………… 31 Tabel 5. Hasil Wawancara Informan 2 …………………………………………… 33 Tabel 6. Hasil Wawancara Informan 3 ……………………………………………. 36 Tabel 7. Hasil Wawancara Informan 4 ……………………………………………. 38 Tabel 8. Tema yang Muncul pada Seluruh Informan …………………………….. 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya dibentuk oleh di mana manusia tinggal di suatu lingkungan. Budaya satu daerah dengan daerah yang lain dapat saling mempengaruhi. Hal

  yang biasa terjadi adalah budaya pada suatu negara yang sudah besar mempengaruhi budaya yang lebih kecil. Misalnya Jerman yang maju dalam teknologi mempengaruhi etos kerja negara seperti Jepang dan Korea Selatan untuk menjadi lebih maju (Storey, 2010).

  Pengaruh dari luar negeri tersebut juga tidak berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Beberapa pengaruh luar negeri yang cukup tampak mencolok di Indonesia adalah musik, fesyen atau mode pakaian, olahraga, film, sampai makanan siap saja (fastfood). Hal yang menarik adalah pengaruh dari negara-negara lain tersebut nampak begitu mempengaruhi masyarakat Indonesia khususnya kaum muda. Hal ini terjadi karena kaum muda Indonesia menganggap segala sesuatu yang dari Barat itu adalah hal yang maju dan baik untuk dilakukan juga di Indonesia (Storey, 2010). Begitu banyak media yang menyajikan role model dari Barat yang kemudian dianggap ‘keren’ oleh kaum muda Indonesia. Musik juga mempunyai andil besar dalam membentuk identitas diri kaum muda Indonesia. Adanya sosok superstar yang diidolakan idolanya tersebut. Musik yang masuk ke Indonesia pun bermacam-macam, misalnya metal, punk, pop, hip-hop, reggae, hardcore, termasuk indie (Jube, 2008).

  Musik yang ada di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni mainstream dan non-mainstream (Jube, 2008). Musik mainstream adalah musik yang lebih banyak berkembang di masyarakat, bertujuan untuk mencari uang, terkenal, dan tidak peduli dengan kebebasan dalam bermusik karena semua ditentukan oleh produser dan label rekaman. Musik non-mainstream adalah musik yang berkembang karena adanya perasaan tidak suka dengan musik

  mainstream

  yang dianggap membosankan, serupa/seragam, dan tidak sesuai dengan tujuan bermusik yakni kebebasan ekspresi diri. Musik non-

  mainstream

  berkembang akhir tahun 1990-an dengan munculnya komunitas- komunitas musik di Jakarta dan Bandung seperti komunitas musik metal,

  hardcore , indie, dan electronic.

  Yogyakarta sebagai daerah di mana musik independen cukup berkembang, muncul pula berbagai komunitas musik seperti Soundboutique untuk komunitas musik elektronik, Yogyakarta Hardcore (YKHC) dan Tugu

  Serentak

  sebagai komunitas musik hardcore, Jogja Hip Hop Foundation sebagai komunitas musik hip-hop, Common People lalu menjadi berubah menjadi IndiePop Rising Club sebagai komunitas musik indie, Jogja Corps

  Grinder

  (JCG) dan Dead Poets Society sebagai komunitas musik metal, dan

  Indie

  adalah satu aliran musik (genre) baru yang muncul dan diakui secara internasional yang muncul sejak akhir tahun 1977 lewat para musisi di Inggris yang berada di jalur musik post-punk, kemudian mengalami pembentukannya di pertengahan era 80-an, hingga berkembang pada akhir 80- an dan awal tahun 1990. Istilah aliran musik indie berawal dari kata

  independent

  yang oleh remaja Inggris kala itu memang sengaja dipotong menjadi indie untuk memudahkan pelafalan namun dalam perjalanannya, istilah indie berbeda dengan istilah independen. Indie sendiri berarti suatu aliran musik atau sub-kultur pop yang menentang budaya mainstream dan konsisten pada jalur independen (Andhika, 2007). Sedangkan independen adalah suatu istilah yang menggambarkan budaya tandingan (counter-culture) dari musik mainstream yang lingkup aliran musiknya lebih luas, misalnya

  metal

  , punk, dan hardcore. Artinya, istilah musik indie tidaklah sama dengan istilah musik independen. Pada intinya semangat bermusik di jalur indie dan independen mempunyai idealisme yang sama untuk menjadi counter-culture terhadap musik mainstream, resistensi pada tren atau selera awam, dan mengahayati idealisme self-sustain (berdiri pada diri sendiri) yang menjadi karakter eksistensinya.

  Musik indie dianggap dapat menyalurkan keinginan untuk berekspresi, berkarya tanpa tuntutan industri, dapat mewadahi keinginan untuk melawan sesuatu yang tidak disukai tetapi dengan cara yang halus karena musik indie tidak menyiratkan kekerasan dalam karyanya (Andhika, komunikasi pribadi, 26 Maret, 2010).

  Peneliti mengadakan wawancara untuk mencari tahu lebih mendalam mengenai musik indie kepada Arief Nugroho yakni seorang managing

  director

  majalah DAB (Dynamic Aural Bliss), sebuah majalah musik di Yogyakarta yang mengulas tentang musik independen termasuk musik indie.

  Arief menyatakan bahwa band indie adalah band independent yang berkonteks pada genre musik atau pop / rock cutting edge atau band yang ber-

  

genre indie . Sedangkan menurut Arief Nugroho, band independent adalah

band

  independen dalam konteks budaya tanding atau counter culture. Basisnya adalah antitesis dari budaya mainstream. Lingkupnya lebih luas, bukan genre indie saja tapi juga metal, punk, hardcore, dan lain-lain. Arief selanjutnya menyatakan bahwa fenomena munculnya band indie di Indonesia adalah sebagai wadah untuk menyalurkan ekspresi diri, keinginan berkarya, kebebasan dan kepuasan pribadi yang tidak bisa didapat melalui musik

  mainstream

  . Ada kalanya seseorang yang merasa ingin memberikan sesuatu yang berbeda atau menunjukkan keunikan dirinya tetapi tidak didukung dengan lingkungan sosialnya, maka dengan musik indie ia dapat menjadi dirinya sendiri. Selain itu, hal yang membuat seseorang mengikuti musik indie adalah adanya ketidaknyamanan individu ketika dirinya hanya sebatas mengkonsumsi musik yang disajikan di televisi dan radio pada umumnya. Dari beberapa wawancara awal yang dilakukan tersebut, dinyatakan juga bahwa adanya ketidaknyamanan individu dalam bermusik jika hanya menjadi konsumen musik yang sudah ada di Indonesia. Musik yang sekarang berkembang pesat di Indonesia sebagian besar warnanya hampir sama yakni pop Melayu. Hal ini yang sebenarnya sejak awal tahun 2000, menjadi ujung di mana musisi indie di Jakarta dan Bandung, serta kemudian menyusul Yogyakarta merasa bosan dengan suguhan musik yang itu-itu saja.

  Musik indie adalah musik subkultur yang menjadi musik minor di kalangan masyarakat. Namun, keberadaannya dicari oleh kaum muda Indonesia yang merasa bosan dengan musik mainstream. Kaum muda yang tidak menyukai sebatas menjadi konsumen dan akan berusaha mencari musik yang sesuai dengan apa yang ada di hati mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Erich Fromm mengenai identitas diri, bahwa seseorang mempunyai gambaran diri ideal, keunikan, ingin berbeda dengan orang lain, akan tetapi tetap tida bisa lepas dari pengaruh sosialnya. Kaitannya dengan musik indie adalah musik indie dianggap dapat menyalurkan identitas diri kaum muda yang tidak ingin menerima musik mainstream. Adanya keinginan kaum muda untuk berbeda, mencapai kepuasan batin, dan mengekspresikan diri mereka tanpa ada tuntutan dari manapun kiranya dapat tersalurkan melalui musik

  indie .

  Menjadi menarik dan penting untuk diteliti karena dengan penelitian dipilih oleh kaum muda untuk mengekspresikan diri mereka dan tidak mengikuti yang mainstream. Penelitian ini juga berusaha mengungkapkan berbagai ekspresi identitas diri yang terwujud melalui musik indie. Selain itu, penelitian ini juga menangkap fenomena kaum muda yang mulai cenderung berani mengungkapkan ekspresi mereka lewat musik yang lebih beragam daripada yang terjadi tahun-tahun sebelumnya.

  Dari penjelasan di atas, secara singkat peneliti ingin mengetahui bagaimana identitas diri diekspresikan melalui media berupa musik indie oleh kaum muda di Yogyakarta.

  B. Rumusan Masalah

  Bagaimana identitas diri dapat diekspresikan melalui media berupa musik indie oleh kaum muda di Yogyakarta?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana identitas diri kaum muda di Yogyakarta dapat diekspresikan melalui bermusik

  indie .

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Mahasiswa

  Dari studi ini diharapkan dapat menambah wawasan, keterbukaan pikiran mengenai fenomena atau peristiwa-peristiwa di sekitar, yang dapat dijadikan sebuah studi ilmiah yang mungkin pada awalnya dianggap tidak mungkin dijadikan sebuah topik penulisan.

  Selain itu, mahasiswa yang membaca diharapkan dapat lebih peka dengan situasi sosial dan budaya serta mempunyai keterterikan untuk mengetahui lebih jauh tentang fenomena yang ada. Sehubungan dengan budaya popular subkultur indie tersebut, diharapkan dapat memberikan wawasan baru yang dekat dengan kehidupan anak muda, yang sebenarnya bisa diangkat secara ilmiah dan tidak sekedar sebagai fenomena angin lalu saja.

  2. Bagi Komunitas Band Indie dan Band Independent

  Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi pendokumentasian mengenai sejarah band indie , band independent, serta musik indie itu sendiri, serta menjadi salah satu sumber yang bersifat ilmiah dan sahih bagi pencatatan perkembangan band indie di Yogyakarta maupun di daerah lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Identitas Diri Identitas diri menurut Erich Fromm (2005) dapat dibedakan

  dengan identitas sosial, tetapi tidak dapat dipisahkan dari identitas sosial seseorang dalam konteks komunitasnya. Selain makhluk individual yang membangun identitas dirinya berdasarkan konsep atau gambaran dan cita-cita diri ideal yang secara sadar dan bebas dipilih, manusia sekaligus juga mahkluk sosial yang dalam membangun identitas dirinya tidak dapat melepaskan diri dari norma yang mengikat semua warga masyarakat tempat ia hidup dan peran sosial yang diembannya dalam masyarakat tersebut. Masyarakat begitu dekat dengan diri kita, sehingga kita sering lupa bahwa masyarakat itu sendiri berisi begitu banyak cara dalam menghadapi kehidupan. Manusia sering menganggap cara diri memperlakukan sesuatu adalah satu-satunya cara yang tersedia. Manusia juga harus belajar bahwa semua itu telah menjadi alam bawah sadar bagi kita semua, atau lebih tepatnya alam bawah sadar sosial. Jarang sekali seorang individu menganggap tindakan kita bukan berasal dari kehendak bebas kita sendiri. Sebaliknya, manusia hanya mengikuti tatanan yang sudah ada dan tidak pernah kita pertanyakan lebih lanjut. Fromm juga sebagai individu yang unik, suatu identitas yang menempatkannya secara terpisah dari orang-orang lain dalam hal perasaannya tentang dia, siapa, dan apa.

  Cara yang sehat untuk memuaskan kebutuhan ini adalah individualitas, proses di mana seseorang mencapai suatu perasaan tertentu tentang identitas diri. Sejauh mana kita masing-masing mengalami suatu perasaan yang unik tentang diri (selfhood) tergantung pada bagaimana kita berhasil memutuskan ikatan-ikatan sumbang dengan keluarga, suku, atau bangsa kita. Orang-orang dengan perasaan individualitas yang berkembang baik mengalami diri mereka seperti lebih mengontrol kehidupan mereka sendiri, dan kehidupan mereka tidak dibentuk oleh orang lain. Sedangkan cara yang tidak sehat dalam membentuk perasaan identitas adalah menyesuaikan diri dengan sifat- sifat bangsa, ras, agama, pekerjaan, atau lain-lainnya. Dengan cara ini, identitas ditentukan berdasarkan kualitas kelompok, bukan berdasarkan kualitas diri sendiri. Dengan melekat pada norma, nilai-nilai, dan tingkah laku kelompok itu, seseorang seakan benar-benar menemukan identitas, akan tetapi diri dikorbankan.

  Selain itu, menurut Sheldon Stryker (1980) identitas diri memusatkan perhatiannya pada hubungan saling mempengaruhi di antara individu dengan struktur sosial yang lebih besar lagi satu mata uang. Seseorang dibentuk oleh interaksi, akan tetapi struktur sosial membentuk interaksi. Dalam hal ini Stryker tampaknya setuju dengan perspektif struktural, khususnya teori peran. Namun dia juga memberi sedikit kritik terhadap teori peran yang menurutnya terlampau tidak peka terhadap kreativitas individu. Teori Stryker mengkombinasikan konsep peran (dari teori peran) dan konsep diri/self (dari teori interaksi simbolis). Bagi setiap peran yang kita tampilkan dalam berinteraksi dengan orang lain, kita mempunyai definisi tentang diri kita sendiri yang berbeda dengan diri orang lain, yang oleh Stryker dinamakan “identitas”. Jika kita memiliki banyak peran, maka kita memiliki banyak identitas. Perilaku kita dalam suatu bentuk interaksi, dipengaruhi oleh harapan peran dan identitas diri kita, begitu juga perilaku pihak yang berinteraksi dengan kita. Intinya, teori interaksi simbolis dan identitas mendudukan individu sebagai pihak yang aktif dalam menetapkan perilakunya dan membangun harapan-harapan sosial. Perspektif interaksionis tidak menyangkal adanya pengaruh struktur sosial, namun jika hanya struktur sosial saja yang dilihat untuk menjelaskan perilaku sosial, maka hal tersebut kurang memadai.

  Dari kedua pengertian identitas diri dari kedua tokoh di atas, maka identitas diri adalah gambaran diri ideal, unik, terpisah, dan berbeda dari orang lain tetapi ada unsur pengaruh sosial di dalamnya.

B. Subkultur Musik Indie

  Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan atau biasa disebut dengan subkultur. Subkultur adalah sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari budaya induknya. Anggota dari subkultur biasanya menunjukkan keanggotaan mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Menurut Jube (2008), jika suatu subkultur memiliki sifat yang bertentangan dengan kebudayaam induknya, subkultur tersebut dapat dikelompokkan sebagai kebudayaan tandingan (counter culture).

  Isitilah indie berawal dari kata independent yang oleh remaja Inggris sengaja dipotong menjadi indie untuk memudahkan pelafalan.

  Seiring berjalannnya waktu, istilah indie berbeda dengan istilah independen. Indie sendiri berarti suatu aliran musik (genre) atau sub- kultur pop yang menentang budaya mainstream dan konsisten pada jalur independen (Andhika, 2007). Istilah ini muncul sejak akhir tahun 1977 lewat para musisi di Negara Inggris yang berada di jalur musik post-punk, kemudian mengalami pembentukannya di pertengahan era 80-an, hingga berkembang pada akhir 80-an dan awal tahun 1990. Dalam musik indie maupun independen dikenal pula istilah counter culture atau budaya tanding terhadap musik mainstream. Sedangkan menurut Arief Nugroho (2010), band indie adalah band yang beraliran musik (genre) indie dan belum mempunyai karya ciptaan sendiri. Roots adalah akar musik dari suatu band yang dapat dilihat dari influence musiknya. Character adalah karateristik musik yang muncul dari suatu band, yaitu warna musik yang dapat dilihat dari output musik yang dihasilkan suatu band sehingga punya warna tersendiri. Selanjutnya, attitude adalah tingkah laku musisi baik ketika sedang melakukan pertunjukkan atau di luar pertunjukkan.

  Maka, subkultur musik indie adalah bagian kecil dari kebudayaan musik yang mengusung aliran musik indie yang berada pada jalur anti-

  mainstream dan berpegangan pada counter culture, serta memiliki roots, character

  , dan attitude.

C. Identitas Diri Kaum Muda

  Hurlock (1997) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun, saat perubahan fisik dan psikologis yang menyertau berkurangnya kemampuan produktif. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Monks (dalam John, 1991) memberikan batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2002) usia remaja terdapat pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan- batasan yang diberikan oleh para ahli tersebut, dapat dilihat bahwa masa remaja relatif dimulai pada usia yang sama akan tetapi masa berakhirnya yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Hal tersebut dapat terjadi karena ada faktor pengaruh dari lingkungan keluarga, teman sebaya, teman sepermainan, teman sekolah, atau masyarakat di mana remaja tersebut berada atau tinggal (Dominic, 2003).

  Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, bukan 21 tahun seperti sebelumnya. Perpanjangan masa remaja, setelah individu matang secara seksual dan sebelum diberi hak dan tanggung jawab orang dewasa mengakibatkan kesenjangan antara apa yang secara popular dianggap budaya remaja dan budaya dewasa. Budaya ini memiliki hierarki sosialnya sendiri, nilai-nilai, dan norma perilaku sendiri. Konformitas terhadap standar budaya kaum muda mempunyai dua efek yang serius dan mendasar. Pertama, konformitas menyebabkan alienasi (keterasingan) dab protes terhadap budaya dewsa. Kedua, konformitas merupakan persiapan yang buruk untuk memasuki masyarakat dewasa yang ditandai oleh nilai- nilai dewasa.

  Jube (2008) menyatakan bahwa anak muda adalah masa di mana idealisme sedang tertanam dalam bernak mereka. Pencarian identitas diri dilakukan melalui berbagi macam hal seperti bermusik, olahraga, atau bermain peran seperti sosok yang diidolakan. Namun, Jube juga menjelaskan bahwa anak muda biasanya mempunyai perasaan tidak ingin pas dengan keinginan mereka masing-masing. Adanya perlawanan dari anak muda terhadap aturan atau role yang berlaku di masyarakat, merupakan cermin dari ketidaknyamanan diri mereka terhadap apa yang biasa dilakukan dalam masyarakat. Jube memberikan contoh, ketika seorang anak muda yang ingin menjadi superstar, tetapi dihadapkan dengan keinginan sekitar untuk menjadi sosok lain yang dianggap lebih ’mapan’, maka dalam diri anak muda tersebut akan timbul perlawanan. Akan tetapi memang tidak semua anak muda berani untuk mengungkapkan apa yang diinginkan oleh diri mereka. Ada penyebab anak muda tidak dapat mengungkapkan apa yang menjadi idealisme mereka antara lain keluarga yang menuntut, lingkungan sosial yang seragam, serta sarana yang terbatas.

  Menurut Hebdige (1979), subkultur kaum muda berkomunikasi melalui tindakan-tindakan konsumsi. Seperti ditegaskannya, subkultur- subkultur kaum muda menaruh perhatian pertama dan terutama pada konsumsi. Subkultur kaum muda adalah beragam budaya konsumsi yang menyolok mata bahkan ketika sebagaimana pada komunitas skinhead dan

  punk

  , tipe konsumsi tertentu sangat ditolak mentah-mentah. Melalui ritual khas konsumsilah, melakukan gaya, subkultur itu sekaligus menguakkan identitas ’rahasianya’ dan mengkomunikasikan makna yang terlarang. Inilah pada dasarnya cara komoditas-komoditas digunakan di dalam lebih ortodoks. Hebdige juga menyatakan bahwa gaya kaum muda boleh jadi bermula dengan mempersoalkan tantangan simbolik, namun gaya budaya tersebut pasti berakhir dengan memapankan perangkat-perangkat konvesi baru, menciptakan komoditas baru, industri baru dan mempermuda kembali yang lama. Subkultur kaum muda mengkomunikasikan identitas khas mereka dan perbedaan mereka dari dan dalam oposisi terhadap kelompok sebaya, orang tua serta budaya dominan (mainstream), melalui politik gaya. Makna dari subkultur kaum muda senantiasa dimainkan melalui gaya dan bukan sebagai satu perjuangan yang sungguh-sungguh berlangsung di tempat lain.

  Subkuktur kaum muda menurut pandangan Storey (2010), melalui pola-pola perilaku, cara berbicara, selera musik, dan lain sebagainya subkultur kaum muda terlibat dalam bentuk-bentuk perlawanan simbolik terhadap budaya dominan maupun budaya orang tua.

  Subkultur kaum muda selalu bergerak dari orisinalitas dan oposisi menuju perlibatan unsur komersial dan penurunan tensi ideologis sebagaimana industri budaya pada akhirnya memasarkan perlawanan subkultural untuk keuntungan dan konsumsi umum. Selain itu, subkultur menghubungkan kaum muda dengan perlawanan yang secara aktif menolak menyesuaikan diri pada selera komersial pasif mayoritas kaum muda.

  Dari beberapa pengertian di atas, maka identitas diri subkultur melakukan perlawanan terhadap suatu budaya yang lebih besar atau dominan (mainstream) dan dianggap komersial.

D. Batasan Istilah

  Identitas diri diartikan sebagai gambaran diri yang ideal, unik, berbeda dari orang lain, meskipun tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan sosial individu.

  Musik indie adalah musik yang dimainkan berdasarkan aliran musik indie serta mempunyai akar musik dari band yang dapat dilihat dari

  influence

  musiknya (roots), karakteristik musik tertentu yang muncul dari sutu band (character), serta tingkah laku musisi baik ketika sedang melakukan pertunjukan atau di luar pertunjukan (attitude).

  Identitas diri subkultur yang terdiri dari kaum muda adalah sekelompok budaya kecil yang melakukan perlawanan terhadap suatu budaya yang lebih besar atau dominan (mainstream) dan dianggap komersial.

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Studi Kasus Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

  paradigma studi kasus. Tujuan menggunakan metode ini adalah karena fokus penelitian ini sulit untuk dijelaskan dengan menggunakan skala dan akan lebih bermakna apabila dipaparkan dan ditelusuri dengan metode kualitatif. Sedangkan tujuan peneliti menggunakan paradigma studi kasus karena berhadapan dengan fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meski batas fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas (Poerwandari, 2005). Kasus dapat berupa keputusan, kebijakan, proses, atau peristiwa tertentu. Dalam penelitian ini hal yang diteliti adalah identitas diri seseorang yang diekspresikan melalui musik indie.

B. Batasan Penelitian

  Penelitian ini meneliti mengenai identitas diri yang diekspresikan melalui musik indie. Penelitian dilakukan pada kaum muda anggota komunitas indie di Yogyakarta.

C. Sumber Data Penelitian

  Dalam penelitian ini, penarikan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan sampel purposif (Purposive Sampling). Menurut Daymon (2002), sampel purposif adalah sampel yang ditarik atau diambil berdasarkan tujuan penelitian. Sampel diambil dari kelompok atau komunitas yang sesuai dengan tujuan dan setting penelitian. Informan yang diambil oleh peneliti adalah berdasarkan setiing dan fenomena yang berkaitan. Jenis sampel yang digunakan adalah sampel homogen (homogeneous sample), yakni individu- individu yang tergolong dalam subkultur atau kelompok yang sama, dan mempunyai karakteristik serupa (Daymon, 2002). Selanjutnya, peneliti mengambil sampel dengan karakteristik tergabung dalam komunitas musik

  indie

  di Yogyakarta dan cukup intensif dalam setiap kegiatan maupun dalam berkarya. Peneliti memilih musisi indie yang mempunyai band yang sudah lama bertahan antara 2-5 tahun serta masih produktif dalam berkarya, termasuk dalam membuat lagu, merilis album, dan pentas di acara musik.

  Jumlah informan yang diambil peneliti adalah empat orang. Hal ini berkaitan dengan jumlah anggota komunitas yang relatif tidak stabil, dalam artian, tidak ada kepengurusan secara normatif, sehingga membuat individu yang tergabung dalam komunitas tersebut datang dan pergi.

  Berikut akan disajikan mengenai data demografis informan yang terlibat dalam penelitian.

  Tabel 1. Data Demografis Informan

  Jenis Data Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan4 Jenis kelamin

  Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Usia 23 tahun 29 tahun 26 tahun 23 tahun Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa,

  

store

manager

  Dokter umum Mahasiswa,

  translatter

  Anak ke- 1 dari 2 1 dari 3 1 dari 1 1 dari 2 Suku/asal Jawa Palembang Jakarta Jakarta Hobi Fotografi, internet, musik

  Musik,

  

fashion

  Musik, menulis Musik, menulis, membaca, menggambar

D. Metode Pengumpulan Data

  Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai alat utama mengumpulkan data. Wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang dilakukan antara pencari informasi dan sumber informasi. Wawancara dilakukan juga dalam rangka memperoleh gambaran dan pemahaman mengenai berbagai hal yang terkait misalnya pengalaman, perasaan, maupun pikiran individu.

  Model wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara mendalam (depth interview), yakni wawancara yang bertujuan mengungkap data yang mendalam dan sifatnya lebih personal dan sensitif dan dengan mengacu pada panduan yang dibuat sebelumnya. Panduan wawancara digunakan agar peneliti tidak keluar dari fokus masalah penelitian yang ingin digali dan menghindari kemungkinan terlupakannya hal-hal yang ingin diketahui dan diungkap (Poerwandari, 2005). Wawancara dilakukan kepada

  

key informan (informan kunci) yakni mereka yang mengetahui dan memiliki

  berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian serta informan utama sebagai informan yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti yang kemudian direkam dan dicatat (Suyanto, 2005). Wawancara awal dilakukan pada dua orang musisi yang tergabung dalam komunitas subkultur

  indie

  di Yogyakarta sebagai penelitian awal, yang kemudian peneliti meneliti empat orang informan dengan karateristik serupa untuk penelitian sesungguhnya, serta managing director DAB Magazine sebagai sumber informasi pokok.

  Peneliti menggunakan dasar pembuatan pertanyaan wawancara berdasarkan batasan istilah yang dijelaskan sebagai berikut:  Identitas diri diartikan sebagai gambaran diri yang ideal, unik, berbeda dari orang lain, meskipun tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan sosial individu.

   Ekspresi diri merupakan gambaran di mana ada kepuasan dalam berkarya, melakukan sesuatu tanpa ada tekanan/tuntutan, dan bebas dalam berkarya.

   Musik indie adalah musik yang dimainkan berdasarkan aliran musik indie serta mempunyai akar musik dari band yang dapat dilihat dari influence musiknya (roots), karakteristik musik tertentu yang muncul dari satu band (character), serta tingkah laku musisi baik ketika sedang melakukan pertunjukan atau di luar pertunjukan (attitude)

  Sebelumnya, peneliti menambahkan 23 pertanyaan yang dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih mendalam dan akurat mengenai musik indie sebagai ekspresi identitas diri. Berikut adalah daftar pertanyaan yang disusun peneliti dalam wawancara:

  Tabel 2. Interview Guide

  Kategorisasi Hal yang Ingin Pertanyaan Diungkap

  Prolog Ingin mencari tahu  Band yang punyamu atau mengenai latar yang kamu ikut gabung itu belakang memilih termasuk band apa?

  indie

  musik , hal  Aliran yang yang band yang membuat tidak kamu ikuti apa? tertarik mainstream,  Sudah berapa lama serta alasan tergabung dalam band bertahan dalam indie? musik dan  Sudah berapa lama masuk komunitas dalam komunitas indie di Jogja ini?  Apa yang membuat tertarik bergabung dalam komunitas indie hingga membuat band sendiri?  Bagaimana pendapatmu mengenai budaya mainstream itu sendiri?  Apa ada ketertarikan untuk menjadi di aliran mainstream? Mengapa?  Apakah pernah terlintas untuk menjadi mainstream saja? Jelaskan?

   Hal apa yang membuatmu tidak mengikuti budaya mainstream?  Ada suatu pemahaman bahwa budaya mainstream perlu dilawan dengan anti- mainstream atau counter culture? Bagaimana menurut Anda?  Apa perbedaan yang mengakar antara jalur indie dengan musik dan segala macam di dalamnya dengan yang terjadi di budaya mainstream?  Apa yang membuat kamu masih bertahan dalam komunitas ini?  Sampai kapan akan berada dalam gerakan dan musik indie?

  Subkultur Ingin mengetahui  Mengapa memilih di (idenititas diri) alasan memilih jalur musik indie?

  indie

  , identitas diri  Jelaskan mengenai dasar- seperti apa yang dasar yang membuat kamu membuat yakin yakin sebagai bagian dari sebagai bagian komunitas indie? subkultur, hal yang  Apakah pemilihan tersebut membuat membuat dirimu tercermin memutuskan masuk menjadi bagian komunitas subkultur, dan cirri indie ini? khas diri  Hal apa yang membuatmu memutuskan untuk masuk dan berkecimpung di komunitas indie?  Apakah ada suatu hal yang khas dalam dirimu, sehingga kamu memilih untuk ada di musik indie?

  Akulturasi Ingin mengetahui  Mengapa kamu memilih bagaimana proses untuk mengikuti budaya budaya musik indie yang awalnya berkembang sampai pada informan di Inggris, padahal secara letak dan keadaan geografis serta budaya sangat berbeda dengan Indonesia khususnya Jogja sendiri?

   Bagaimana kamu bisa mengikuti dan mengetahui adanya jalur indie dan pengetahuan lain mengenai budaya counter culture dan anti mainstream?  Seberapa sering dan intens kamu mengakses informasi sehingga kamu mengetahui pergerakan musik indie?  Apakah kamu merasakan perbedaan musik indie dengan musik yang ada di Indonesia?

  Hal yang dipetik/didapat Ingin mengetahi hal yang dipetik/didapat selama berkecimpung dalam subkultur musik indie

   Apa yang kamu rasakan setelah kamu tergabung dan mengikuti perkembangan di komunitas ini baik secara personal ataupun dirimu dalam band?  Apa yang didapat selama berkecimpung di dunia musik indie dan dalam komunitas itu?  Apa saja yang dilakukan dalam komunitas itu, baik secara individu ataupun dalam band-mu?  Apakah pentingnya kamu mengikuti komunitas indie yang selama ini kamu ikuti?  Apakah ada hal penting yang dapat kamu ambil selama kamu berada dalam dunia musik indie ini? Perwujudan dalam keseharian

  Ingin mengetahui apakah budaya musik

  indie

  terwujud dalam kehidupan sehari- hari atau tidak.

   Apakah konsep anti- mainstream dan counter culture juga terwujud dalam kehidupan sehari- harimu?  Hal-hal apa saja yang merupakan manifestasi budaya tersebut dalam kehidupan sehari-harimu (berikan contoh).

  Selain wawancara mendalam, peneliti melakukan obeservasi langsung terhadap informan. Peneliti dalam hal ini juga sebagai partisipan dalam subkultur musik indie. Selain itu, pengalaman peneliti telah berada dalam komunitas tersebut kurang lebih 2 tahun dapat memberikan gambaran mengenai dinamika informan dalam subkultur.

  Metode selanjutnya adalah pengumpulan dokumen lainnya. Peneliti mengumpulkan majalah lokal yang berisi tentang informasi musik indie di Yogyakarta, browsing internet, serta flyer yang berisi tentang perjalanan musik indie dari awal masuk ke Indonesia hingga merambah ke Yogyakarta.