PENGARUH PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSULTATIF, KEPEMIMPINAN TEORI SIFAT, BUDAYA ILMIAH TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF GURU SMP RAYON 11 MEDAN.

(1)

PENGARUH PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSULTATIF,

KEPEMIMPINAN TEORI SIFAT, BUDAYA ILMIAH

TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF GURU SMP

SUB RAYON 11 MEDAN

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

SARTIKA LUMBAN GAOL NIM : 8106131037

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2013


(2)

i

Konsultatif, Kepemimpinan Teori Sifat, Budaya Ilmiah, Terhadap Komitmen Afektif Guru SMP Subrayon 11 Medan. Tesis: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013

Rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif terhadap Komitmen Afektif Guru SMP sub rayon 11 Medan?, (2) Apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap Komitmen Afektif Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?, (3) Apakah terdapat pengaruh langsung Budaya Ilmiah terhadap Komitmen Afektif Guru di SMP Sub Rayon 11 Medan?, (4) Apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?, (5) Apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap Budaya Ilmiah guru guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?. Tujuan Penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif terhadap Komitmen Afektif Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap Komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Budaya Ilmiah terhadap Komitmen Afektif Guru di Sub Rayon 11 Medan. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan? Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?. Metode penelitian ini menggunakan model jalur korelasi atau correlated path model.

Populasi penelitian ini adalah guru pada SMP sub rayon 11 Medan, tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah 296 orang guru . Untuk menentukan sampel menggunakan Tabel Krejcie dan Morgan sehingga diperoleh sampel 167 orang. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah kuesioner skala Likert. Teknik analisis yang digunakan ialah analisis jalur. Hasil perhitungan

koefisien jalur antar variabel adalah : = 0.35; = 0.36; = 0,37 = 0,41;

= 0,39.

Simpulan penelitian ini adalah komitmen afektif guru secara empiris ditentukan oleh faktor pengambilan keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, dan budaya ilmiah. Saran kepada kepala sekolah supaya meningkatkan pengambilan keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, budaya ilmiah dan komponen yang terkait agar melakukan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan komitmen afektif guru.


(3)

ii

ABSTRACT

Lumban Gaol, Sartika, 8106131037. The Influence of Consultatif Decision, The Trait Theory of Leadership, The Scientific Culture on the Affectieve Commitmen of Teachers in SMP Subrayon 11 Medan. Thesis: Post Graduate, State University Of Medan. 2013

The formulation of this reseach as follows: (1) are there any direct effects of consultative decision to the affective commitment of teachers in SMP sub rayo 11 Medan? (2) Are there any direct effects to the trait theory of leadership to the affective commitment of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan? (3) are there any effects of scientific culture to the affective commitmen of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan? (4) are there any direct effects of consultative decision to the scientific culture of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan? (5) are there any direct effects of the trait theory of leadership to the scientific culture of the teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan? The research purposes are: To know whether there are effects ofconsultative decision to the affective commitment of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan.to know whether there are effects of trait theory to the affective commitment of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan. To know whether there are effects ofscientific culture to the affective commitment of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan.To know whether there are effects ofconsultative decisiontoscientific culture ofthe trait theory of leadership teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan.To know whether there are effects oftoscientific culture of teachers in SMP Sub Rayon 11 Medan.

The research populationis teacher of SMP Sub Rayon 11 Medan, year term study 2012/2013 with the amount is 296 teachers. To determine the sample used Krejcie dan Morgan. By the technic, the amount of sample is 167 orang. The instrumen that is used to collect the data is scale questionare of Likert Technic. The analysis that is used is Path Analysis. The research results are showthy that: (1) The consultative decision has path coefficient to the teachers affective commitment equal to 0.35. (2)The trait theory of leadership has path coefficient to the teachers affective commitment equal to 0.36.(3) The scientific culture has path coefficient to the teachers affective commitment equal to 0.37. (3) The consultative decision has path coefficient tothe scientific culture equal to 0.41. (4) The trait theory of leadership has path coefficient tothe scientific culture equal to 039. The research conclusion is the teachers affective commitment empricially is determined by the factor of consultative decision, trait theory of leadership, and scientific culture.


(4)

iii

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala kasih yang berlimpah yang dicurahkan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penelitian tesis ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik moril maupun materil, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Semoga bantuan dan dorongan yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Tuhan yang Maha Esa.

Rasa terimakasih terutama peneliti sampaikan kepada Bapak Prof. Dr Belferik Manullang selaku pembimbing I, dan Dr. Zulkifli Matondang, M.Si selaku pembiming II yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi pada peneliti. Begitu juga rasa terimakasih serta penghargaan setingginya peneliti sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Prof. Dr Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

3. Prof. Dr. Syaiful Sagala, M.Pd selaku Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan Pascasarjan Universitas Negeri Medan dan sabagai narasumber yang memberi banyak masukan dan dorongan kepada peneliti dalam memahami disiplin ilmu Administrasi Pendidikan.

4. Dr. Yasaratodo Wau, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan masukan berupa saran dan gagasan pemikiran, sehingga memberi semangat kepada peneliti untuk membuat yang terbaik dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Prof. Dr. Sahat Siagian, M.Pd selaku narasumber yang telah banyak memberikan masukan kepada peneliti untuk segera menyelesaikan tesis ini dengan baik.

6. Dr. Sukarman Purba, M.Pd sebagai Validator Instrumen Penelitian.

7. Syarifuddin, M.Sc, Ph.D selaku Asisten Direktur I, seluruh dosen pengajar, dan seluruh Staf Program Pascasarjana yang telah memberikan fasilitas kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan.


(5)

iv

8. Orang tuaku tercinta Pulo Lumban Gaol dan Tiodoran Sihombing (+) yang selalu mendukung dan mendorong terus untuk belajar serta selalu mendo’akan agar dapat mengikuti perkuliahan dengan sebaik-baiknya. Hal inilah yang menjadi semangat sehingga dapat menghasilkan karya terbaik peneliti dengan bantuan Tuhan Yang Maha Esa yang peneliti persembahkan buat orang tua tercinta.

9. Suamiku tercinta Drs. Alfred Pakpahan dan anak-anak/menantu Parman Pakpahan S.H/Deriska Panjaitan S.H, Endang Pakpahan S.H/Dedy Darmo Saragih, S.H, Triana Dewi Pakpahan, S.E, Boby Pakpahan, S.Kom dan Maria Oktaviani yang dengan penuh kesabaran selalu mendorong dan membantu dan memberikan ketenangan dikala hatiku gelisah dan penat, banyak membantu dikala mengalami kesulitan dalam penelitian tesis ini serta Cucuku tersayang Palti Yehezkiel Pakpahan dan Cheisya S. Anabelle Saragih.

10. Adinda Elizawati Nasution, M.Pd, Valentine Silitonga, M.Pd, Latifah Nasution, S.Kom, Rotua Silalahi, S.Pd, Dicky Amri Siregar, S.Pd atas segala bantuan, dukungan dalam penelitian tesis ini.

11. Ibu Khairani, S.Pd, M.M selaku Kepala SMP Negeri 11 Medan.

12. Rekan-rekanku seperjuangan mahasiswa pascasarjana Program Studi Administrasi Pendidikan yang selalu memberikan motivasi dan bantuan, serta kontribusi ide yang sangat berharga saat perkuliahan terlebih dalam penyelesaian penelitian tesis ini.

13. Kepala Sekolah, Wakil, PKS, Guru – Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan yang telah menjadi sampel dalam penelitian ini, yang merupakan data utama dalam penelitian tesis.

Hormat saya, Maret 2013 Peneliti

Sartika Lumban Gaol


(6)

viii

Tabel 2.1 Komponen Karatkeristik Kefektifan Sekolah ... 18

3.1 Data Guru SMP Sub Rayon 011 Medan ... 54

3.2 Penentuan Jumlah Sampel ... 55

3.3 Penentuan Sampel Penelitian Setiap Unit SMP Sub Rayon 011 Medan ... 56

3.4 Kisi-kisi Instrumen Komitmen Afektif Guru ... 58

Tabel3.5 Kisi-kisi Instrumen Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 59

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Teori Sifat ... 60

Tabel 3.7 Kisi-kisi Instrumen Budaya Ilmiah di SMP Sub rayon 011 ... 61

Tabel 3.8 Ringkasan Hasil Uji Coba Angket Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 65

Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Uji Coba Angket Kepemimpinan Teori Sifat .... 66

Tabel 3.10 Ringkasan Hasil Uji Coba Angket Budaya Ilmiah ... 67

Tabel 3.11 Ringkasan Hasil Uji Coba Angket Komitmen Afektif Guru. ... 68

Tabel 4.1 Ringkasan Karakteristik Data dari Setiap Variabel Penelitian ... 79

Tabel 4.2 Distrubusi Frekuensi Variabel Komitmen Afektif Guru (�4) ... 80

Tabel 4.3 Distrubusi Frekuensi Variabel PengambilanKeputusan Konsultatif (�1) ... 81

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Teori Sifat(�2) ... 83

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Budaya Ilmiah ( �3) ... 84

Tabel 4.6 Kategori Kecenderungan Data Variabel Komitmen Afektif ... 85

Tabel 4.7 Kategori Kecenderungan Data Variabel Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 86

Tabel 4.8 Kategori Kecenderungan Data Variabel Kepemimpinan Teori Sifat ... 87

Tabel 4.9 Kategori Kecenderungan Data Variabel Budaya Ilmiah ... 88

Tabel 4.10 Ringkasan Analisis Perhitungan Uji Normalitas Setiap Variabel Penelitian ... 89


(7)

viiii

Tabel 4.12 Ringkasan ANAVA untuk Persamaan Regresi X4 atas X1 ... 92

Tabel 4.13 Ringkasan ANAVA untuk Persamaan Regresi X4 atas X2 ... 93

Tabel 4.14 Ringkasan ANAVA untuk Persamaan Regresi X4 atas X3 ... 94

Tabel 4.15 Ringkasan ANAVA untuk Persamaan Regresi X3 atas X1 ... 94

Tabel 4.17 Ringkasan ANAVA untuk Persamaan Regresi X3 atas X2 ... 95

Tabel 4.18 Perhitugan Koefisien Korelasi (r) antar Variabel Penelitian ... 96


(8)

ix

1. Gambar 2.1 Model of How Big Five Traits Influence OB ... 33 2. Gambar 2.2 Model Kepemimpinan ... 35 3. Gambar 2.3 Paradigma Penelitian ... 51 4. Gambar 4.1 Histogram Distribusi Skor Variabel Komitmen Afektif Guru

(�4) ... 80 5. Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Variabel Pengambilan

KeputusanKonsultatif (�1) ... 82 6. Gambar4.3 Histogram Distribusi Frekuensi Kepemimpinan Teori Sifat

(�2) ... 83 7. Gambar 4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Budaya Ilmiah ( �3) ... 85 8. Gambar 4.5 Paradigma Variabel �1,�2, ����3 ,terhadap �4 ... 100


(9)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 01: Instumen Penelitian Untuk Variabel Komitmen Afektif ... 129

2. Lampiran 02: Instrumen Penelitian Untuk Variabel Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 131

3. Lampiran 03: Instrumen Penelitian Untuk Variabel Kepemimpinan Teori Sifat ... 133

4. Lampiran 04: Instrumen Penelitian Untuk Variabel Budaya Ilmiah ... 135

5. Lampiran 05: Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 137

6. Lampiran 06: Hasil Uji Validitas Variabel Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 145

7. Lampiran 07: Hasil Uji Validitas Variabel Kepemimpinan Teori Sifat ... 146

8. Lampiran 08: Hasil Uji Validitas Variabel Budaya Ilmiah ... 147

9. Lampiran 09: Hasil Uji Validitas Variabel Komitmen Afektif ... 148

10.Lampiran 10: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengambilan Keputusan Konsultatif ... 149

11.Lampiran 11: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kepemimpinan Teori Sifat ... 150

12.Lampiran 12: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Budaya Ilmiah ... 151

13.Lampiran 13: Hasil Uji Reliabilitas Variabel Komitmen Afektif ... 152

14.Lampiran 14: Data Hasil Penelitian ... 153

15.Lampiran 15: Statistik Dasar Variabel Komitmen Afektif ... 157

16.Lampiran 16: Statistik Dasar Variabel Pengambilan Keputusan Konsultatif 159 17.Lampiran 17: Statistik Dasar Variabel Kepemimpinan Teori Sifat ... 161

18.Lampiran 18: Statistik Dasar Variabel Budaya Ilmiah ... 163

19.Lampiran 19: Identifikasi Tingkat Kecenderungan Data Penelitian ... 165

20.Lampiran 20: Perhitungan Uji Normalitas ... 168

21.Lampiran 21: Perhitungan Uji Homogenitas ... 193

22.Lampiran 22: Perhitungan Kelinieran dan Keberartian Persamaan Regresi .. 218

23.Lampiran 23: Perhitungan Koefisien Korelasi Antar Variabel ... 238

24.Lampiran 24: Perhitungan Koefisien Jalur Variabel Penelitian ... 241

25.Lampiran 25: Pengujian Hipotesis ... 245


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan satuan pendidikan yang dirancang sedemikian rupa untuk mampu membentuk manusia yang berkepribadian dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah suatu organisasi tempat penyelenggara pendidikan yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang saling berkaitan. Komponen tersebut yaitu: kepala sekolah, guru, pegawai, konselor, siswa, serta komite sekolah yang digolongkan sebagai sumber daya manusia yang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Fattah (2003:1) yang menyatakan sekolah merupakan wadah tempat proses pendidikan, memiliki sistem yang kompleks dan dinamis. Sementara Wahjosumidjo (1999:145) menyebutkan sekolah sebagai organisasi di dalamnya terhimpun kelompok-kelompok manusia yang masing-masing baik secara perseorangan maupun kelompok, melakukan hubungan kerja sama untuk


(11)

2

mencapai tujuan. Selanjutnya dikatakan kelompok-kelompok manusia yang dimaksud, adalah sumber daya manusia yang terdiri dari: kepala sekolah, guru, tenaga administrasi kelompok peserta didik atau siswa, dan kelompok orang tuasiswa. Oleh karena itu seharusnya sekolah mampu mencermati kebutuhan peserta didik yang bervariasi, agar mereka dapat mandiri, produktif, potensial dan berkualitas.

Kegiatan pendidikan di sekolah menempatkan sekolah sebagai salah satu institusi sosial yang keberadaannya melaksanakan kegiatannya mengadakan pembinaan potensi guru dan transformasi nilai budaya bangsa yang bertanggung jawab terhadap proses pengembangan kemampuan individualitas, moralitas dan sosialitas guru di sekolah. Kegiatan inti sekolah mengelola SDM yang diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lulusan sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan bangsa. Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang membutuhkan pengelolaan oleh orang-orang yang profesional.

Tenaga guru adalah salah satu tenaga pendidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan lulusan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan pendidikan. Guru merupakan tulang punggung dalam kegiatan pendidikan terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya peran guru maka proses belajar mengajar akan terganggu bahkan gagal. Dalam manajemen pendidikan peranan guru dalam keberhasilan pendidikan selalu


(12)

ditingkatkan, kinerja atau prestasi guru harus selalu ditingkatkan mengingat tantangan di dunia pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global.

Disamping sebagai tugas mengajar guru juga bertugas mendidik dan melatih para peserta didik yang menekankan ke arah usaha pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian peserta didik. Dengan demikian,betapa penting, mulia dan beratnya tugas-tugas seorang guru untuk mendidik, mengajar dan melatih para peserta didik demi kelangsungan dan keberhasilan bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu guru sebagai tulang punggung pendidikan diharapkan mampu melaksanakan tugas-tugas dan fungsinya sebagai seorang guru demi tercapainya tujuan pendidikan.

Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang dapat mencapai tujuan sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada dalam lingkungan sekolah. Kepala sekolah harus memahami dan menguasai peranan organisasi dan hubungan kerjasama antar individu. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah.

Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa”keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah….”. Beberapa di antara kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan bagi para staf ( guru dan karyawan) dan para siswa. Kepala sekolah adalah orang yang banyak mengetahui tugas-tugasnya dan orang yang menentukan irama sekolahnya.

Kepala sekolah yang efektif mengelola program dan kegiatan pendidikan adalah yang mampu memberdayakan seluruh potensi kelembagaan dalam


(13)

4

menentukan kebijakan, pengadministrasian dan inovasi kurikulum di sekolah yang dipimpinnya (Sagala,2010;117). Memberdayakan seluruh potensi kelembagaan berarti mendayagunakan seluruh potensi secara proporsional, benar dan jujur atau tidak pilih kasih. Memberikan tugas kepada orang dengan prioritas utama sesuai bidangnya, jika tidak terpenuhi barulah dipertimbangkan yang mendekati bidangnya. Cara kerja yang demikian adalah cara kerja profesioanal dan beretika, mengedepankan cara kerja yang objektif menghindari cara kerja yang subjektif.

Dalam upaya mewujudkan kepemimpinan yang efektif, maka tugas kepala sekolah tersebut harus dijalankan sesuai dengan fungsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Hadari Nawawi (1995:74), fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada didalam, bukan berada diluar situasi itu. Kepala sekolah harus berusaha agar menjadi bagian didalam situasi sekolahnya. Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala kepala sekolah dalam usaha menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Kenyataan di lapangan menunjukkan, masih minimnya kepala sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan konsultatif antara lain dengan mempertimbangkan pendapat dari para guru. Sehingga keputusan kepala sekolah lebih banyak merupakan keputusan mutlak yang kadangkala tidak sesuai dengan inpirasi para guru.


(14)

Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa pengambilan keputusan oleh kepala sekolah masih bermasalah. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengambil keputusan kepala sekolah seharusnya mampu meningkatkan komitmen afektif guru terutama dalam melaksanakan 8 (delapan) standar pendidikan yaitu: standar isi, standar proses, standar kurikulum, standar kelulusan, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar sarana dan prasarana, dan standar penilaian, baik dalam tugasnya sebagai guru maupun tugas tambahan sebagai pembantu kepala sekolah di bidang kurikulum, kesiswaan, laboratorium, perpustakaan maupun sarana prasarana.

Secara sederhana kepala sekolah dapat didefenisikan sebagai “ tenaga fungsional guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Wahjosumidjo (1999:83). Kata “memimpin” dari rumusan tersebut mengandung makna luas, yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber daya manusia pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam praktik organisasi kata memimpin, mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan dan sebagainya.

Umumnya kekuasaan meliputi sifat-sifat yang berhubungan dengan orang dan posisi yang didudukinya, yang merupakan dasar kekuatan bagi pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Dalam manajemen, kekuasaan meliputi kemampuan seseorang mendapatkan sumber daya manusia,


(15)

6

menggunakan sumber daya serta menggerakkan sumber daya apa yang tersedia untuk dapat mencapai tujuan perusahaan atau organisasi.

Kepemimpinan teori sifat memilih indikator kepemimpinan yang juga dikenal sebagai The Big Five Personality Factors sebagai berikut: (1) Emosi yang stabil; (2) sosiabilitas; (3) keterbukaan; (4) keramahan; dan (5) Kecermatan atau ketelitian. (Robbin, Stephen: 2003:125). Kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan mutu, tanpa kepemimpinan yang baik, proses peningkatan mutu tidak dapat dilakukan dan diwujudkan. Keutamaan pengaruh (influence) kepemimpinan kepala sekolah bukanlah semata-mata berbentuk instruksi, melainkan lebih merupakan motivasi atau pemicu (trigger) yang dapat memberi inspirasi terhadap para guru dan karyawan, sehingga inisiatif dan kreatifitasnya dapat berkembang secara optimal untuk meningkatkan komitmen afektif guru.

Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen afektif guru. Faktor budaya ilmiah juga dapat berpengaruh terhadap komitmen, sebagai mana Stum (dalam Sopiah,2008:164) menyatakan ada lima faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi: (1) budaya keterbukaan, (2) kepuasan kerja, (3) kesempatan personal untuk berkembang, (4) arah organisasi, dan (5) penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Sekolah sebagai salah satu lembaga yang bersifat ilmiah mempunyai budaya, karena budaya memberikan stabilitas pada organisasi. Selanjutnya Robbins (2006:719) menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai budaya, dan bergantung kepada kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi. Sebagai suatu lembaga ilmiah sekolah mempunyai budaya ilmiah. Dalam kamus bahasa Indonesia, ilmiah diartikan sesuatu yang didasarkan pada ilmu pengetahuan.


(16)

Sebagai sebuah lembaga yang bersifat ilmiah terdiri dari anggota-anggota organisasi yang bersifat ilmiah, yakni terdiri dari kepala sekolah, guru, siswa, dan pegawai. Kesemuanya unsur ini harus mentaati norma, nilai-nilai, dan kepercayaan yang berlaku di dalam organisasi sekolah yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

Sementara Streers dan Porter (dalam Sopiah, 2008:164) mengemukakan ada sejumlah faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: (1) Faktor personal, yang meliputi job expectations, psychological contract, job choice factors, karaktristik personal. Keseluruhan faktor itu akan membentuk komitmen awal; (2) Faktor organisasi, meliputi initial works experiences, jobscope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab, (3) Non - organizational faktors, yang meliputi availabity of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain.

Sedangkan David (dalam Minner, 1997:98) mengemukakan empat faktor yang memengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu: (1) faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, (2) karakeristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan (3) karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan, (4) pengalaman kerja, karyawan yang sudah beberapa tahun bekerja dan karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan.


(17)

8

Guru dituntut untuk memiliki komitmen yang tinggi dalam sekolah agar tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah dapat tercapai. Sekalipun fasilitas sekolah serba lengkap dan tercanggih, namun apabila tidak dibarengi dengan komitmen yang tinggi dari guru maka tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan sekolah, tetapi sebaliknya apabila guru telah memiliki komitmen yang tinggi didalam organisasi sekolah segala kekurangan fasilitas sekolah akan dapat tertutupi dengan kreatifitas dan keterampilan guru. Dari itu dituntut dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru dibutuhkan komitmen yang tinggi, sehingga dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin di dalam kelas, guru harus mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan pembelajaran dengan baik.

Sebagaimana Kinicki (1994:75) mengemukakan bahwa komitmen yang lebih tinggi dapat mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi. Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugas akan optimal apabila memiliki komitmen tinggi dalam melakukan pembelajaran. Dari itu dikatakan bahwa guru yang memiliki komitmen dalam menjalankan atau mengelola kelas dengan konsisten akan lebih meningkatkan kualitas kerjanya.

Komitmen afektif sebagian besar guru SMP Sub Rayon 11 Medan dindikasikan masih kurang. Hal ini terlihat pada guru-guru yang telah bertahun-tahun menjadi guru dan telah memiliki sertifikasi guru tetapi masih memiliki komitmen yang kurang. Diindikasikan lebih mencintai tugas-tugas di luar sekolah daripada tugas-tugas di sekolah, data dari piket 35% guru sering terlambat masuk kelas, suka menambah waktu istirahat dari waktu yang telah ditetapkan, meninggalkan kelas tanpa alasan yang jelas, tidak hadir tanpa sebab yang penting, data perminggu dari perpustakaan menunjukkan hanya 25% guru yang


(18)

membaca buku di perpustakaan. Selain itu dalam hal pelaksanaan program pembelajaran ditemukan data dari Pembantu Kepala Sekolah Urusan Kurikulum sebanyak 60% guru mengajar tidak sistematis sesuai dengan program yang telah disusun, dapat dilihat dari guru yang masuk ke dalam kelas tanpa membawa buku program pembelajaran. Fenomena di lapangan terlihat koreksi guru terhadap tugas-tugas pekerjaan siswa belum berjalan sebagaimana mestinya, ditambah lagi keinginan berprestasi dan pengembangan diri guru masih kurang (sekitar 35 % ) dalam membuat karya ilmiah dan mempublikasikan. Guru tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi diri.

Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen afektif guru. Faktor budaya ilmiah juga dapat berpengaruh terhadap komitmen, sebagai mana Stum (dalam Sopiah, 2008:164) menyatakan ada lima faktor yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi: (1) budaya keterbukaan, (2) kepuasan kerja, (3) kesempatan personal untuk berkembang, (4) arah organisasi, dan (5) penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan. Sekolah sebagai salah satu lembaga yang bersifat ilmiah mempunyai budaya, karena budaya memberikan stabilitas pada organisasi.

Selanjutnya Robbins (2006:719) menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai budaya, dan bergantung kepada kekuatannya, budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi. Sebagai suatu lembaga ilmiah sekolah mempunyai budaya ilmiah. Dalam kamus bahasa Indonesia, ilmiah diartikan sesuatu yang didasarkan pada ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah lembaga yang bersifat ilmiah terdiri dari anggota-anggota organisasi yang bersifat ilmiah, yakni terdiri dari kepala sekolah,


(19)

10

guru, siswa, dan pegawai. Kesemuanya unsur ini harus mentaati norma, nilai-nilai, dan kepercayaan yang berlaku di dalam organisasi sekolah yang berdasarkan ilmu pengetahuan.

Dewasa ini permasalahan yang menyangkut siswa pada Sekolah Menengah Pertama sangat memprihatinkan. Permasalahan tersebut antara lain: seringnya terjadi tawuran antar pelajar, maraknya penggunaan dan peredaran narkoba, kegiatan seks pranikah, dan kurangnya kepedulian para siswa dalam tugasnya sebagai pelajar. Permasalahan ini disebabkan para siswa tidak menggunakan waktu untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas diri sebagai seorang pelajar. Sementara guru itu sendiri tidak mengaktualisasikan diri dalam berbagai kegiatan yang bersifat ilmiah (melakukan penelitian, laporan ilmiah, makalah). Bagaimana mungkin guru yang demikian dapat menuntut siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah. Pada akhirnya tentu saja berdampak pada siswa. Sikap dan prilaku guru yang tidak menunjukkan budaya ilmiah tentu saja terimbas pada perilaku para siswa. Keadaan akan semakin rumit bila kepala sekolah tidak peduli pada keadaan di lingkungan sekolahnya.

Perlu adanya usaha pihak sekolah dalam hal ini guru dan kepala sekolah untuk mengatasi permasalahan di atas diantaranya dengan melaksanakan budaya ilmiah. Melalui budaya ilmiah, diharapkan para guru dan siswa dapat melakukan kegiatan yang bersifat keilmuan seperti membaca ( di kelas, di rumah, di perpustakaan, maupun di mana saja berada) , menulis (karangan, karya ilmiah), diskusi dan sebagainya. Dalam hal ini pihak sekolah atau dinas pendidikan memberikan penghargaan (reward) kepada siswa dan guru yang berprestasi.


(20)

Dalam pengamatan langsung dan memahami fenomena di SMP Sub Rayon 11 Medan dapat dilakukan eksplorasi terhadap beberapa variabel, yang mempengaruhi komitmen afektif guru baik secara empiris dan konseptual sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, diduga ketiga variabel yaitu pengambilan keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, dan budaya ilmiah berpengaruh terhadap komitmen afektif guru. Jika dugaan ini teruji maka konsep tentang hubungan keempat variabel ini dapat digunakan untuk menjelaskan, meramalkan, dan menentukan alternatif terhadap fenomena masalah komitmen afektif guru di SMP Sub Rayon 11 Medan. Beranjak dari pemikiran ini maka direncanakan penelitian berjudul “ Pengaruh Pengambilan Keputusan Konsultatif, Kepemimpinan Teori Sifat, Budaya Ilmiah terhadap Komitmen Afektif Guru SMP Sub rayon 11 Medan”.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa budaya ilmiah sebagai salah satu budaya yang sangat penting mempengaruhi komitmen afektif guru sebagai bagian dari organisasi sekolah dalam melaksanakan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

B. Identifikasi Masalah

Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dikemukakan dalam bagian latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komitmen afektif guru. Hal ini mengandung pertanyaan tentang ditemukannya kesenjangan pada komitmen afektif guru yang perlu dikaji dan diteliti. Di antaranya adalah: (1) Faktor-faktor apa sesungguhnya yang mempengaruhi komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?; (2) Apakah


(21)

12

kepala sekolah telah melakukan pengambilan keputusan konsultatif dalam setiap pengambilan keputusan? ; (3) Apakah pengambilan keputusan konsultatif berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan ? ; (4) Apakah yang dapat diukur dalam kepemimpinan teori sifat ? ; (5) Apakah kepemimpinan teori sifat berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan? ; (6) Apakah budaya organisasi berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan? ; (7) Apakah sudah tercipta budaya ilmiah guru SMP di Sub Rayon 11 Medan ? ; (6) Bagaimana menciptakan budaya ilmiah guru SMP di Sub Rayon 11 Medan? ; (8) Apakah budaya ilmiah berpengaruh langsung terhadap komitmen afektif guru SMP di Sub Rayon 11 Medan? ; (9) Apakah pengambilan keputusan konsultatif berpengaruh langsung kepada budaya ilmiah guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?; (10) Apakah kepemimpinan teori sifat berpengaruh langsung kepada budaya ilmiah guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?

C. Pembatasan Masalah

Mencermati beragamnya variabel yang diduga mempengaruhi komitmen afektif guru yang telah diidentifikasi pada latar belakang masalah, penelitian dibatasi hanya pada faktor budaya ilmiah, kepemimpinan teori sifat, dan pengambilan keputusan konsultatif. Pembatasan masalah ini bukan berarti mengabaikan pengaruh faktor lain tetapi lebih pada pertimbangan fenomena awal dan kemampuan peneliti yang belum memungkinkan untuk meneliti seluruh variabel. Kajian penelitian ini dibatasi pada guru-guru SMP Sub Rayon 11 Medan.


(22)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah seperti diuraikan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan atas:

1. Apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif

terhadap Komitmen Afektif Guru SMP Sub Rayon 11 Medan?

2. Apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap

Komitmen Afektif Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?

3. Apakah terdapat pengaruh langsung Budaya Ilmiah terhadap Komitmen

Afektif Guru di SMP Sub Rayon 11 Medan?

4. Apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan Keputusan Konsultatif

terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?

5. Apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori Sifat terhadap

Budaya Ilmiah Guru SMP di Sub Rayon 11 Medan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan

Keputusan Konsultatif terhadap Komitmen Afektif Guru SMP Sub Rayon 11 Medan.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori

Sifat terhadap Komitmen Afektif guru SMP Sub Rayon 11 Medan.

3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Budaya Ilmiah


(23)

14

4. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Pengambilan

Keputusan Konsultatif terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP Sub Rayon 11 Medan

5. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh langsung Kepemimpinan Teori

Sifat terhadap Budaya Ilmiah Guru SMP Sub Rayon 11 Medan

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat member kontribusi yang baik untuk:

1. Secara teoretis

1.1Memberi informasi untuk pengembangan pengambilan keputusan

kepemimpinan teori sifat dan budaya ilmiah terutama dalam peningkatan komitmen afektif guru di institusi pendidikan.

1.2Bermanfaat untuk pengembangan keilmuan dalam memperkaya khasanah

hasil-hasil kajian ilmiah khususnya dalam ranah pengembangan sumber daya manusia.

2. Secara praktis

2.1Bagi guru dalam pengembangan komitmen afektif, hal ini penting karena dengan mengetahui sebab-sebab dan cara-cara meningkatkan komitmen

afektif guru sehingga akan meningkat output pendidikan yang

diselenggarakan di Sub Rayon 11 Medan.

2.2Bagi kepala sekolah sebagai otoritas pengambilan keputusan, hasil

penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam pengambilan kebijakan, terutama yang berhubungan dengan pengambilan


(24)

keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, budaya ilmiah dan komitmen afektif guru.

2.3Bagi para stakeholder dan pihak-pihak yang terkait termasuk dinas

pendidikan, penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam hubungannya dengan hal-hal yang menyangkut komitmen afektif guru.

2.4Bagi para peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dan dapat dikembangkan dengan variabel-variabel yang berbeda.


(25)

120

BAB V

SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

1. Simpulan Deskriptif

Berdasarkan hasil analisis dan pemaparan maka diperoleh simpulan deskriptif yang menunjukkan bahwa:

1. Komitmen afektif guru SMP di SMP di Sub Rayon 11 Medan mayoritas tergolong kurang (52.69%). Indikator keterikatan emosi terhadap sekolah seperti mengikuti peraturan dengan penuh tanggung jawab, disiplin dalam bekerja, dan dalam pelaksanaan tugas masih diberikan penilaian dengan skor menengah ke bawah bahkan skor minimum. Berdasarkan hasil skor yang diperoleh untuk variabel komitmen afektif guru dapat disimpulkan guru-guru SMP di Sub Rayon 11 Medan pada umumnya masih kurang memiliki komitmen afektif, sehingga masih perlu lagi ditumbuhkan dan ditingkatkan lagi sehingga seluruh guru menyadari pentingnya adanya komitmen afektif.

2. Pengambilan keputusan konsultatif kepala sekolah SMP di Sub Rayon 11 Medan mayoritas tergolong cukup (64.07%). Belum sepenuhnya butir-butir instrumen pada beberapa indikator diberi penilaian dengan skor tinggi. Indikator berorientasi pada hubungan dengan siswa masih ada yang diberikan skor kurang, dan indikator berorientasi pada tugas seperti pendelegasian tugas, supervisi dan evaluasi pada umumnya diberi skor menengah. Walaupun tidak ada yang menjawab dengan skor rendah. Sehingga berdasarkan skor yang diperoleh untuk pengambilan keputusan


(26)

konsultatif dapat disimpulkan pengambilan keputusan konsultatif kepala sekolah SMP di Sub Rayon 11 Medan pada umumnya hanya dalam tingkat sedang dalam pelaksanaan keputusan konsultatif tersebut sehingga masih perlu lagi ditingkatkan.

3. Kepemimpinan teori sifat kepala sekolah SMP di Sub Rayon 11 Medan mayoritas tergolong sedang (74.25%). Butir-butir angket pada beberapa indikator seperti keterbukaan, ketelitian, dan ekstraversion pada umumnya memberikan skor menengah dan beberapa memberi skor kurang. Walaupun ada juga indikator yang diberi skor tinggi dan tidak ada yang diberi skor rendah. Berdasarkan skor yang diperoleh untuk variabel kepemimpinan teori sifat dapat disimpulkan mayoritas kepemimpinan teori sifat kepala sekolah SMP di Sub Rayon 11 Medan sedang dan belum optimal pelaksanaanya sehingga masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi.

4. Budaya ilmiah guru SMP di Sub Rayon 11 Medan mayoritas tergolong sedang (70.66%). Indikator yang kebanyakan diberi penilaian skor menengah yakni kebiasaan berfikir secara sistematis. Indikator tersebut belum seluruhnya menjawab dalam skor tinggi walaupun tidak ada yang menjawab dengan skor rendah. Selain itu, guru lainnya juga masih ada yang menjawab dengan skor menengah dan kurang. Berdasarkan skor yang diperoleh untuk variabel budaya ilmiah dapat disimpulkan budaya ilmiah guru-guru SMP di Sub Rayon 11 pada umumnya dalam tingkat menengah saja dan tidak dalam kondisi memiliki budaya ilmiah yang maksimal sehingga masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi.


(27)

122

2. Simpulan Inferensial

Berdasarkan hasil analisis data dan pemaparan data yang diperoleh, dinyatakan beberapa hal yang menjadi simpulan atau gambaran mengenai variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh langsung antara pengambilan keputusan konsultatif (X1)

terhadap komitmen afektif guru (X4) sebesar 17% dan sisanya 94%

merupakan pengaruh di luar pengambilan keputusan konsultatif yang dapat mempengaruhi komitmen afektif guru. Hal ini menandakan semakin tinggi pengambilan keputusan konsultatif maka semakin tinggi pula komitmen afektif guru SMP di Sub rayon 11 Medan.

b. Terdapat pengaruh langsung antara kepemimpinan teori sifat (X2) terhadap

komitmen afektif guru (X4) sebesar 13% dan sisanya 93% merupakan

pengaruh di luar kepemimpinan teori sifat yang dapat mempengaruhi komitmen afektif guru. Hal ini menandakan semakin tinggi kepemimpinan teori sifat maka semakin tinggi pula komitmen afektif guru SMP di Sub rayon 11 Medan.

c. Terdapat pengaruh langsung antara budaya ilmiah (X3) terhadap komitmen

afektif guru (X4) sebesar 14% dan sisanya 93% merupakan pengaruh di luar

budaya ilmiah yang dapat mempengaruhi komitmen afektif guru. Hal ini menandakan semakin tinggi budaya ilmiah maka semakin tinggi pula komitmen afektif guru SMP di Sub rayon 11 Medan.


(28)

d. Terdapat pengaruh langsung antara pengambilan keputusan konsultatif (X1)

budaya ilmiah (X3) sebesar 17%dan sisanya 91% merupakan pengaruh di luar

pengambilan keputusan konsultatif yang dapat mempengaruhi budaya ilmiah. Hal ini menandakan semakin tinggi pengambilan keputusan konsultatif maka semakin tinggi pula budaya ilmiah guru SMP di Sub rayon 11 Medan.

e. Terdapat pengaruh langsung antara kepemimpinan teori sifat (X2) terhadap

budaya ilmiah (X3) sebesar 17% dan sisanya 91% merupakan pengaruh di

luar kepemimpinan teori sifat yang dapat mempengaruhi budaya ilmiah. Hal ini menandakan semakin tinggi kepemimpinan teori sifat maka semakin tinggi pula budaya ilmiah guru SMP di Sub rayon 11 Medan.

B. Implikasi

1. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui pengambilan keputusan konsultatif.

Untuk meningkatkan komitmen afektif guru melalui pengambilan keputusan konsultatif diperlukan upaya-upaya. Penting bagi kepala sekolah sebagai pemimpin untuk membangun pengambilan keputusan konsultatif sebab sesuai dengan kajian teoritis bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen afektif guru adalah pengambilan keputusan konsultatif. Pengambilan keputusan konsultatif akan dapat meningkatkan komitmen afektif guru.

Upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah, diantaranya yaitu mewujudkan kerjasama efektif warga sekolah baik dengan guru, siswa maupun masyarakat, berkomunikasi terbuka dan saling menghargai dan memberikan ruang yang seluas-luasnya berdiskusi dan berdialog untuk dapat memberikan masukan yang membangun. Kepala sekolah perlu memberikan kepercayaan dan tanggung


(29)

124

jawab kepada guru untuk melaksanakan atau mengelola tugasnya berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh guru dan jangan membebani kerja yang lebih besar atau diluar tanggungjawabnya

Kepala sekolah juga perlu mencerminkan kepedulian kepada guru dengan mengadakan program supervisi dan evaluasi yang efektif dan bersifat konstruktif bagi guru. Orientasi pada kesatuan visi terwujud dalam sikap menghargai musyawarah sehingga dapat menyelesaikan masalah dan membuat keputusan bersama, saling menghargai, dan saling ketergantungan. Upaya tersebut menjadi faktor penting untuk memengaruhi peningkatan komitmen afektif guru.

2. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui kepemimpinan teori sifat.

Untuk meningkatkan komitmen afektif guru melalui penerapan kepemimpinan teori sifat diperlukan upaya-upaya. Kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan orang yang turut menentukan komitmen afektif guru terutama menyangkut sifat-sifat yang baik dari kepala sekolah. Kepala sekolah yang memiliki sifat-sifat kestabilan emosi, ekstraversion, keterbukaan/keterusterangan, kecocokan, dan ketelitian yang baik akan dapat memegaruhi komitmen afektif guru. Kepala sekolah adalah sosok yang membangun cita-cita perbaikan pendidikan bersama-sama dengan guru. Kepala sekolah hendaknya terbuka dan mau berbagi pengalaman positif yang dapat memberikan inspirasi bagi guru. Kepala sekolah harus memiliki emosi yang stabil dan bersikap arif dan bijaksana dalam menghadapi setiap persoalan. Perilaku yang


(30)

mencerminkan tindakan positif akan memberikan kecocokan dengan guru sehingga setiap informasi ataupun dapat disambut baik oleh guru.

Guru yang memiliki komitmen afektif yang tinggi akan menunjukkan ketekatan dan kesungguhannya dengan perilaku pengabdian diri terhadap profesi akan mengidentifikasikan dirinya dengan sekolah dan memiliki tujuan pribadi yang sejalan dengan tujuan sekolah.

3. Upaya peningkatan komitmen afektif guru melalui budaya ilmiah.

Untuk meningkatakan komitmen afektif guru melalui budaya ilmiah, diperlukan upaya-upaya. Kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan orang yang turut menentukan budaya ilmiah terutama menyangkut menyangkut ide, gagasan dan apapun bentuknya haruslah diwarnai yang namanya telaah ilmiah (intelektual kontekstual) kebiasaan yang mengedepankan komunitasnya berpikir secara sistematis, logis dan rasional. Indikator yang dilakukan untuk mengukur budaya ilmiah guru adalah: sistematis,logis; dan rasionalyang memiliki bobot dan tendensi yang solutif. Jika kondisi ini terjadi maka komunitas ilmiah akan menjadi budaya ilmiah yang melembaga.Guru perlu bersama-sama meningkatkan budaya ilmiahnya dengan cara aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan budaya ilmiah misalnya mengikuti pelatihan-pelatihan, melaksanakan penelitian ilmiah dan mempublikasikan, membaca, mengakses informasi dari berbagai sumber.


(31)

126

4. Upaya peningkatan budaya ilmiah guru melalui pengambilan keputusan konsultatif

Untuk meningkatakan budaya ilmiah guru melalui pengambilan keputusan konsultatif diperlukan upaya-upaya. Keterbukaan serta kepedulian hendaknya dimiliki kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan orang yang turut menentukan budaya ilmiah. Pentingnya diwujudkan hubungan kekeluargaan dan menjadi lebih terbuka tentang apa yang guru rasakan sehubungan dengan pekerjaannya sebagai guru menjadi masukan dan dorongan untuk mewujudkan budaya ilmiah dengan cara jika guru mengalami kesulitan dalam pekerjaannya, bisa langsung sharing kepada rekan guru yang lain atau juga kepada kepala sekolah untuk mencarikan solusi alternatif untuk masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian, pengambilan keputusan konsultatif berarti menunjukkan hal yang penting untuk ditingkatkan lagi untuk meningkatkan budaya ilmiah guru.

5. Upaya peningkatan budaya ilmiah guru melalui kepemimpinan teori sifat

Untuk meningkatakan budaya ilmiah guru melalui kepemimpinan teori sifat diperlukan upaya-upaya. Kelima indikator dari kepemimpinan teori sifat harus diupayakan terlaksana dengan baik dengan cara pemberian kesempatan kepada guru untuk mengembangkan diri dan kemampuannya dan lewat upaya menjalin relasi dan diskusi secara ilmiah sehingga para guru merasa sebagai bagian dari keseluruhan cita-cita pendidikan di sekolahnya merupakan upaya yang berkaitan dengan keterbukaan. Kepala sekolah yang memiliki sifat ekstraversion tinggi akan ekstrover mampu bersosialisasi, bertanggungjawab, dan umumnya lebih tegas dan


(32)

sangat mendukung kekreatifan termasuk budaya ilmiah. Guru juga perlu diberikan fasilitas untuk mengikuti seminar atau lokakarya untuk peningkatan kompetensinya. Para guru tidak ingin diperlakukan sebagai pihak luar dan mereka ingin dihargai dan mendapat dukungan dari seluruh warga sekolah khususnya kepala sekolah untuk berprestasi dan berpartisipasi aktif dalam usaha memajukan sekolah. Dengan demikian, akan timbul budaya ilmiah yang tinggi bagi guru.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi, maka ada beberapa saran yang perlu dikemukakan:

1. Kepala sekolah sebelum mengambil keputusan perlu mempertimbangkan banyak hal dengan melibatkan para guru, sehingga hasil keputusan yang diambil menunjukkan mekanisme yang terprogram dan terencana, tanggap terhadap persoalan, mempunyai perencanaan yang baik, termasuk dalam pembuatan struktur organisasi dan mempunyai sistem dan prosedur yang merupakan bagian dari upaya meningkatkan komitmen afektif guru. Pengambilan keputusan konsultatif dengan dasar sifat-sifat kepemimpinan yang baik akan membangun budaya ilmiah dan selanjutnya komitmen afektif guru akan semakin meningkat pula

2. Disarankan kepada guru, sebaiknya perlu bersama-sama meningkatkan budaya ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah, misalnya melaksanakan penelitian tindakan kelas, mengikuti(seminar, lokakarya, workshop), meningkatkan kegemaran membaca, dan mengasah kemampuan menulis dan publikasi ilmiah.


(33)

128

3. Disarankan sebaiknya Dinas Pendidikan membangun budaya ilmiah dan komitmen afektif secara terus menerus kepada guru, mempunyai komitmen dan melaksanakannya secara konsisten. Misalnya dengan memperhatikan sifat-sifat yang baik dari calon kepala sekolah, dan bagi guru yang memiliki komitmen afektif diberi penghargaan dengan menaikkan jabatan atau kenaikan pangkat otomatis, agar guru tersebut tetap menunjukkan komitmen afektif yang semakin baik. Kepala sekolah, sebaiknya memperhatikan komitmen afektif dan budaya ilmiah dalam kenaikan pangkat guru. Guru yang tidak memiliki budaya ilmiah dan komitmen afektif dan budaya ilmiah yang baik sebaiknya diberi sanksi untuk tidak naik pangkat.

4. Disarankan kepada peneliti lain yaitu supaya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan penelitian tentang bagaimana meningkatkan komitmen afektif guru di luar variabel pengambilan keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, dan budaya ilmiah.


(34)

_________2010 .Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

_________2011 . Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

______________ 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Baedhowi.2008. Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Peningkatan Profesionalisme Guru.Jakarta: Khazanah Pendidikan.

Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, New York: Harper and Brothers,

Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, New York: Harper and Row.

Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, London: Sage. Burns, J.M., 1978, Leadership, New York: Harper and Row.

Danim, Sudarwan. (2002). Innovasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.

Depdiknas, 2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.Indramayu Depdiknas, 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Depdiknas, 2008. Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, New York: McGraw-Hill. French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A.

Zander (eds.), Group

Gary Yukl, State, 2009, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Kelima, USA: University of New York

Juniman ,2009.Hubungan Antara Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed.


(35)

130

Lumban Gaol, Masdiana, 2010. Pengaruh Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Pengendalian Sress terhadap Komitmen Afektif Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed

P.Siagian, Sondang, 1988. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta :Rineka Citra. Sagala. H.S2011. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:

Alfabeta

Sagala. H.S dan Gultom. S. 2011 .Praktik dan Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI. Bandung: Alfabeta.

Sagala. H.S. 2009 .Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Santoso.Singgih.2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Ofsett.

Sihotang. A. Drs. M.B.A. 2006 .Menejemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sudjana, 2005, Metode Statistika, Jakarta, tarsito .

Sukardi.2003 . Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, S. 2002. Metodologi PenelitianJakarta : Raja Grafindo Persada.

Sutisna. 1983. Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek. Bandung: Angkasa.

Tarihoran, 2009.Hubungan Perilaku Kepemimpinan dan Motivasi Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed.

Thoha. Miftah.1989 .Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta

Timpe, A. Dale, 1987, The Art Science of Busines Management Leadership, New York: KEND Publishing,.

Usman, Husaini, 2009, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta , Bumi Aksara.

Wahjosumidjo.2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Rajawali Pers.

Wau, Yasaratodo. 2012. Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif, Kemampuan Pribadi, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Afektif Kepala


(36)

Sekolah (Studi Empiris pada Sekolah Menengah Pertama di Pulau Nias. Disertasi. Medan : PPs Unimed.

Wijaya, C. dan Rusyan, T. 1992. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(1)

126

4. Upaya peningkatan budaya ilmiah guru melalui pengambilan keputusan konsultatif

Untuk meningkatakan budaya ilmiah guru melalui pengambilan keputusan konsultatif diperlukan upaya-upaya. Keterbukaan serta kepedulian hendaknya dimiliki kepala sekolah sebagai pemimpin merupakan orang yang turut menentukan budaya ilmiah. Pentingnya diwujudkan hubungan kekeluargaan dan menjadi lebih terbuka tentang apa yang guru rasakan sehubungan dengan pekerjaannya sebagai guru menjadi masukan dan dorongan untuk mewujudkan budaya ilmiah dengan cara jika guru mengalami kesulitan dalam pekerjaannya, bisa langsung sharing kepada rekan guru yang lain atau juga kepada kepala sekolah untuk mencarikan solusi alternatif untuk masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian, pengambilan keputusan konsultatif berarti menunjukkan hal yang penting untuk ditingkatkan lagi untuk meningkatkan budaya ilmiah guru.

5. Upaya peningkatan budaya ilmiah guru melalui kepemimpinan teori sifat

Untuk meningkatakan budaya ilmiah guru melalui kepemimpinan teori sifat diperlukan upaya-upaya. Kelima indikator dari kepemimpinan teori sifat harus diupayakan terlaksana dengan baik dengan cara pemberian kesempatan kepada guru untuk mengembangkan diri dan kemampuannya dan lewat upaya menjalin relasi dan diskusi secara ilmiah sehingga para guru merasa sebagai bagian dari keseluruhan cita-cita pendidikan di sekolahnya merupakan upaya yang berkaitan dengan keterbukaan. Kepala sekolah yang memiliki sifat ekstraversion tinggi akan ekstrover mampu bersosialisasi, bertanggungjawab, dan umumnya lebih tegas dan


(2)

sangat mendukung kekreatifan termasuk budaya ilmiah. Guru juga perlu diberikan fasilitas untuk mengikuti seminar atau lokakarya untuk peningkatan kompetensinya. Para guru tidak ingin diperlakukan sebagai pihak luar dan mereka ingin dihargai dan mendapat dukungan dari seluruh warga sekolah khususnya kepala sekolah untuk berprestasi dan berpartisipasi aktif dalam usaha memajukan sekolah. Dengan demikian, akan timbul budaya ilmiah yang tinggi bagi guru.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi, maka ada beberapa saran yang perlu dikemukakan:

1. Kepala sekolah sebelum mengambil keputusan perlu mempertimbangkan banyak hal dengan melibatkan para guru, sehingga hasil keputusan yang diambil menunjukkan mekanisme yang terprogram dan terencana, tanggap terhadap persoalan, mempunyai perencanaan yang baik, termasuk dalam pembuatan struktur organisasi dan mempunyai sistem dan prosedur yang merupakan bagian dari upaya meningkatkan komitmen afektif guru. Pengambilan keputusan konsultatif dengan dasar sifat-sifat kepemimpinan yang baik akan membangun budaya ilmiah dan selanjutnya komitmen afektif guru akan semakin meningkat pula

2. Disarankan kepada guru, sebaiknya perlu bersama-sama meningkatkan budaya ilmiah. Hal ini dapat dilakukan dengan aktif dalam berbagai kegiatan ilmiah, misalnya melaksanakan penelitian tindakan kelas, mengikuti(seminar, lokakarya, workshop), meningkatkan kegemaran membaca, dan mengasah kemampuan menulis dan publikasi ilmiah.


(3)

128

3. Disarankan sebaiknya Dinas Pendidikan membangun budaya ilmiah dan komitmen afektif secara terus menerus kepada guru, mempunyai komitmen dan melaksanakannya secara konsisten. Misalnya dengan memperhatikan sifat-sifat yang baik dari calon kepala sekolah, dan bagi guru yang memiliki komitmen afektif diberi penghargaan dengan menaikkan jabatan atau kenaikan pangkat otomatis, agar guru tersebut tetap menunjukkan komitmen afektif yang semakin baik. Kepala sekolah, sebaiknya memperhatikan komitmen afektif dan budaya ilmiah dalam kenaikan pangkat guru. Guru yang tidak memiliki budaya ilmiah dan komitmen afektif dan budaya ilmiah yang baik sebaiknya diberi sanksi untuk tidak naik pangkat.

4. Disarankan kepada peneliti lain yaitu supaya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan penelitian tentang bagaimana meningkatkan komitmen afektif guru di luar variabel pengambilan keputusan konsultatif, kepemimpinan teori sifat, dan budaya ilmiah.


(4)

_________2010 .Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

_________2011 . Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta

______________ 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Baedhowi.2008. Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Peningkatan Profesionalisme Guru.Jakarta: Khazanah Pendidikan.

Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, New York: Harper and Brothers,

Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, New York: Harper and Row.

Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, London: Sage. Burns, J.M., 1978, Leadership, New York: Harper and Row.

Danim, Sudarwan. (2002). Innovasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.

Depdiknas, 2003.Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.Indramayu Depdiknas, 2004. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Depdiknas, 2008. Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.

Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, New York: McGraw-Hill. French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A.

Zander (eds.), Group

Gary Yukl, State, 2009, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Edisi Kelima, USA: University of New York

Juniman ,2009.Hubungan Antara Komitmen Organisasi dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed.


(5)

130

Lumban Gaol, Masdiana, 2010. Pengaruh Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Pengendalian Sress terhadap Komitmen Afektif Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed

P.Siagian, Sondang, 1988. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta :Rineka Citra. Sagala. H.S2011. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:

Alfabeta

Sagala. H.S dan Gultom. S. 2011 .Praktik dan Etika Pendidikan di Seluruh Wilayah NKRI. Bandung: Alfabeta.

Sagala. H.S. 2009 .Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Santoso.Singgih.2006. Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Ofsett.

Sihotang. A. Drs. M.B.A. 2006 .Menejemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sudjana, 2005, Metode Statistika, Jakarta, tarsito .

Sukardi.2003 . Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Suryabrata, S. 2002. Metodologi PenelitianJakarta : Raja Grafindo Persada.

Sutisna. 1983. Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek. Bandung: Angkasa.

Tarihoran, 2009.Hubungan Perilaku Kepemimpinan dan Motivasi Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru. Tesis. Medan: PPs Unimed.

Thoha. Miftah.1989 .Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta

Timpe, A. Dale, 1987, The Art Science of Busines Management Leadership, New York: KEND Publishing,.

Usman, Husaini, 2009, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, Jakarta , Bumi Aksara.

Wahjosumidjo.2005. Kepemimpinan Kepala Sekolah: Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Rajawali Pers.

Wau, Yasaratodo. 2012. Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif, Kemampuan Pribadi, Iklim Kerja, dan Motivasi Berprestasi terhadap Komitmen Afektif Kepala


(6)

Sekolah (Studi Empiris pada Sekolah Menengah Pertama di Pulau Nias. Disertasi. Medan : PPs Unimed.

Wijaya, C. dan Rusyan, T. 1992. Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.