PENGARUH LATIHAN STACKING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SERIASI SISWA TUNAGANDA KELAS D-2 DI SLB NEGERI B CICENDO BANDUNG.
023/Skripsi/PKh-FIP-UPI-S1/Juni/2013
PENGARUH LATIHAN STACKING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SERIASI SISWA TUNAGANDA KELAS D-2 DI SLB
NEGERI B CICENDO BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Khusus
Oleh:
Inne Yuliani Husen 0906159
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
PENGARUH LATIHAN STACKING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SERIASI SISWA TUNAGANDA KELAS D-2 DI SLB
NEGERI B CICENDO BANDUNG
Oleh
Inne Yuliani Husen
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Inne Yuliani Husen 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN INNE YULIANI HUSEN
(0906159)
PENGARUH LATIHAN STACKINGDALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SERIASI SISWA TUNAGANDA KELAS D-2 DI SLB
NEGERI B CICENDO BANDUNG
DISETUJUI dan DISAHKAN OLEH PEMBIMBING Pembimbing I
Dr. Permanarian Somad, M. Pd. NIP. 1954. 0408. 1981. 03. 2. 001
Pembimbing II
Dr. H. Sunardi, M. Pd. NIP. 1960. 0201. 1987. 03. 1. 002
Mengetahui Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Drs. Sunaryo, M. Pd. NIP. 1956. 0722. 1985. 03. 1. 001
(4)
ABSTRAK
PENGARUH LATIHAN STACKING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SERIASI SISWA TUNAGANDA KELAS D-2 DI SLB
NEGERI B CICENDO BANDUNG
Oleh: INNE YULIANI HUSEN (0906159)
Hasil studi pendahuluan di SLB Negeri B Cicendo, kesulitan yang dialami anak terkait dengan kemampuan dasar, dimana anak hanya mengalami hambatan pada satu aspek saja yaitu pada keterampilan seriasi. Salah satu cara yang digunakan peneliti dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada anak tunaganda yaitu dengan menggunakan latihan stacking.
Berdasarkan hal tersebut masalah yang diajukan adalah “Apakah latihan stacking dapat meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung?”. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan menggunakan dua subjek penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan penelitian subjek tunggal yaitu dengan disain ABA-SSR.
Berdasarkan data hasil penelitian terlihat perbedaan antara fase baseline 1 (A-1) dengan fase baseline 2 (A-2), subjek mengalami peningkatan dalam keterampilan seriasi menggunakan latihan stacking. Peningkatan yang diperoleh sebesar 12 point atau sekitar 80% untuk subjek pertama dari point awal sebesar 3 atau sekitar 20% dan 14 point atau sekitar 93,3% untuk subjek kedua dari point awal 5 atau sekitar 33,3%.
Dari hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa “penggunaan latihan stacking dapat meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda di SLB Negeri B Cicendo Bandung“. Implikasinya latihan stacking dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan atau alternatif oleh praktisi, guru, dan terapis dalam meningkatkan keterampilan seriasi.
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan ... 6
1. Tujuan umum ... 6
2. Tujuan khusus ... 7
F. Kegunaan Penelitian ... 7
G. Struktur Organisasi Skripsi ... 7
BAB II LANDASAN TEORI... 9
A. Deskripsi Teori ... 9
1. Latihan Stacking ... 9
a. Pengertian Latihan Stacking ... 9
b. Macam-macam Latihan Stacking ... 10
c. Prosedur Latihan Stacking ... 14
d. Ciri-ciri Latihan Stacking ... 14
e. Kelebihan Latihan Stacking ... 15
2. Keterampilan Seriasi ... 15
(6)
b. Keterampilan Seriasi ... 16
c. Keterampilan Seriasi pada Anak Tunaganda ... 18
3. Anak Tunaganda ... 19
a. Pengertian Tunaganda ... 19
b. Perkembangan Kognitif Anak Tunaganda ... 22
c. Perkembangan Kognitif ... 25
4.Pengaruh Latihan Stacking kaitannya dengan Kemampuan Seriasi Anak Tunaganda ... 26
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 27
C. Kerangka Berpikir ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 31
B. Metode Penelitian ... 32
C. Disain Penelitian ... 32
D. Variabel Penelitian ... 34
1. Definisi Konsep Variabel ... 34
2. Definisi Operasional Variabel ... 36
E. Prosedur Penelitian ... 40
1. Persiapan Penelitian ... 40
2. Pelaksanaan Penelitian ... 40
F. Instrumen Penelitian ... 42
G. Proses Pengembangan Instrumen ... 46
H. Teknik Pengumpulan Data ... 48
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 49
1. Teknik Pengolahan Data ... 49
2. Teknik Analisis Data ... 49
BAB IV DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN HASILPENELITIAN... ... 53 A. Hasil Penelitian ... 53
(7)
2. Subjek 2 ... 78
B. Analisis Data ... 58
1. Subjek 1 ... 58
2. Subjek 2 ... 83
C. Hasil Analisis ... 75
1. Subjek 1 ... 75
2. Subjek 2 ... 10
0 D. Pembahasan ... 10
3 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 10
6 A. Kesimpulan ... 10
6 B. Rekomendasi ... 10
7 1. Bagi Pendidik ... 10
7 2. Peneliti Selanjutnya ... 10
7 DAFTAR PUSTAKA... 10 8
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran1: Surat-surat penelitian Lampiran 2: Bimbingan skripsi
(8)
Lampiran 3: Kisi-kisi instrumen penelitian, expert judgement, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas
Lampiran 4: Jadwal kegiatan penelitian Lampiran 5: Absensi dan hasil penelitian Lampiran 6: Dokumentasi dan profil
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Seriasi... 43
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Tes Tertulis... 45
Tabel 3.3 Perhitungan Validitas Instrumen... 47
Tabel 3.4 Perhitungan Validitas RPP... 47
Tabel 3.5 Data Hasil Uji Coba Instrumen... 47
Tabel 3.6 Hasil Analisis Reliabilitas Instrumen... 47
Tabel 4.1 Kondisi Baseline 1 (A-1), subjek 1... 53
Tabel 4.2 Hasil Intervensi (B), subjek 1... 55
Tabel 4.3 Kondisi Baseline 2 (A-2), subjek 1... 56
Tabel 4.4 Data Keseluruhan pada Keterampilan Seriasi, subjek 1... 57
Tabel 4.5 Data Panjang Kondisi, subjek 1... 59
Tabel 4.6 Data Kecenderungan Arah, subjek 1... 61
Tabel 4.7 Kondisi Kecenderungan Stabilitas, subjek 1... 65
Tabel 4.8 Kondisi Jejak Data, subjek 1... 66
Tabel 4.9 Kondisi Level Stabilitas dan Rentang, subjek 1... 66
Tabel 4.10 Kondisi Perubahan Level, subjek 1... 67
Tabel 4.11 Hasil Analisis Visual dalam Kondisi Keterampilan Seriasi... 67
Tabel 4.12 Jumlah Variabel yang Diubah, subjek 1... 69
(9)
Tabel 4.14 Perubahan Kecenderungan Stabilitas, subjek 1... 70
Tabel 4.15 Perubahan Level, subjek 1... 70
Tabel 4.16 Persentase Overlap, subjek 1... 73
Tabel 4.17 Hasil Analisis Antarkondisi, subjek 1... 73
Tabel 4.18Kondisi Baseline 1 (A-1), subjek 2... 78
Tabel 4.19Hasil Intervensi (B), subjek 2... 79
Tabel 4.20Kondisi Baseline 2 (A-2), subjek 2... 80
Tabel 4.21Data Keseluruhan pada Keterampilan Seriasi, subjek 2... 82
Tabel 4.22 Data Panjang Kondisi, subjek 2... 84
Tabel 4.23 Data Kecenderungan Arah, subjek 2... 87
Tabel 4.24 Kondisi Kecenderungan Stabilitas, subjek 2... 91
Tabel 4.25 Kondisi Jejak Data, subjek 2... 91
Tabel 4.26 Kondisi Level Stabilitas dan Rentang, subjek 2... 92
Tabel 4.27 Kondisi Perubahan Level, subjek 2... 92
Tabel 4.28 Hasil Analisis Visual dalam Kondisi Keterampilan Seriasi... 93
Tabel 4.29 Jumlah Variabel yang Diubah, subjek 2... 94
Tabel 4.30 Kecenderungan Arah dan Efeknya, subjek 2... 94
Tabel 4.31 Perubahan Kecenderungan Stabilitas, subjek 2... 95
Tabel 4.32 Perubahan Level, subjek 2... 96
Tabel 4.33 Data Persentase Overlap, subjek 2... 98
(10)
Daftar Grafik
3.1 Disain Penelitian A-B-A... 33
4.1 Hasil Baseline 1 (A-1), subjek 1... 54
4.2 Hasil Intervensi (B), subjek 1... 55
4.3 Hasil Baseline 2 (A-2), subjek 1... 56
4.4 Hasil Pengukuran A-1, B, dan A-2, subjek 1... 58
4.5 Kecenderungan Arah pada tiap Sesi, subjek 1... 59
4.6 Trend Stabilitas Fase Baseline 1 (A-1), subjek 1... 60
4.7 Trend Stabilitas Fase Intervensi (B), subjek 1... 60
4.8 Trend Stabilitas Fase Baseline 2 (A-2), subjek 1... 61
4.9 Kecenderungan Stabilitas A-1, subjek 1... 63
4.10 Kecenderungan Stabilitas B, subjek 1... 64
4.11 Kecenderungan Stabilitas A-2, subjek 1... 65
4.12 Data Overlap Baseline 1 (A-1) dan Intervensi (B), subjek 1... 72
4.13 Data Overlap Intervensi (B) dan Baseline 2 (A-2), subjek 1... 72
4.14 Mean Level pada Tahap Baseline 1 (A-1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A-2), subjek 1... 75
4.15Persentase Keterampilan Seriasi pada Tahap Baseline 1 (A-1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A-2), subjek 1... 76
(11)
4.17 Hasil Intervensi (B), subjek 2... 80
4.18 Hasil Baseline 2 (A-2), subjek 2... 81
4.19 Hasil Pengukuran A-1, B, dan A-2, subjek 2... 83
4.20 Kecenderungan Arah pada tiap Sesi, subjek 2... 85
4.21 Trend Stabilitas Fase Baseline 1 (A-1), subjek 2... 85
4.22 Trend Stabilitas Fase Intervensi (B), subjek 2... 86
4.23 Trend Stabilitas Fase Baseline 2 (A-2), subjek 2... 86
4.24 Kecenderungan Stabilitas A-1, subjek 2... 88
4.25 Kecenderungan Stabilitas B, subjek 2... 89
4.26 Kecenderungan Stabilitas A-2, subjek 2... 90
4.27 Data Overlap Baseline 1 (A-1) dan Intervensi (B), subjek 2... 97
4.28Data Overlap Intervensi (B) dan Baseline 2 (A-2), subjek 2... 98
4.29 Mean Level pada Tahap Baseline 1 (A-1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A-2), subjek 2... 100
4.30Persentase Keterampilan Seriasi pada Tahap Baseline 1 (A-1), Intervensi (B), dan Baseline 2 (A-2), subjek 2... 101
(12)
Daftar Gambar
2.1 Papan Pasak Bertingkat... 10
2.2 Menara Tower... 11
2.3 Kartu Bergradasi... 12
2.4 Kartu Gambar Geometri... 12
2.5 Kartu Warna... 13
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Setiap anak terlahir dengan pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Keduanya berjalan seiringan, menurut Witherington (Desmita)
mengungkapkan bahwa „pertumbuhan dalam pengertiannya yang luas meliputi perkembangan‟. Adapun pertumbuhan lebih bersifat kuantitatif,
dapat dihitung dan diukur, cenderung kepada pertumbuhan tubuh, sedangkan perkembangan bersifat kualitatif, artinya serangkaian perubahan yang berlangsung terus-menerus dari fungsi jasmani dan rohani suatu individu sampai pada tahap kematangannya melalui tahap belajar. Desmita (2012: 11) menjelaskan bahwa: “pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya berjalan selaras dan pada tahap-tahap tertentu menghasilkan suatu
kematangan, baik kematangan jasmani maupun kematangan mental”.
Kematangan individu merupakan suatu proses dan potensi yang dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu. Kematangan lebih kepada kesiapan dari adanya perubahan dan penyesuaian pada diri individu. Adapun kematangan tidak terbatas pada kematangan biologis, namun kematangan terjadi pula pada aspek psikis, meliputi keadaan berpikir, rasa, kemauan, dan lain-lain. Pada aspek ini individu memerlukan latihan-latihan tertentu agar sampai kepada tahap kematangannya.
Kematangan dapat dilihat dari umur dan pencapaian tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada setiap periode tertentu dalam kehidupan individu, dimana keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tersebut akan menimbulkan kebahagian dan kesiapan dalam menghadapi tugas selanjutnya. Setiap anak harus melewati setiap fase atau tahap pada perkembangan, hal ini terkait dengan proses kognitif dari masing-masing periode sesuai dengan tugas perkembangannya. Teori perkembangan kognitif menurut Piaget (Santrock, 2007: 49) bahwa „anak secara aktif dalam memahami dunianya melalui empat tahap perkembangan
(14)
2
kognitif dan tiap tahap berhubungan dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda-beda‟. Yang dimaksud dengan tahap adalah periode waktu dimana pikiran dan perilaku anak dalam beberapa situasi merupakan refleksi atau pantulan dari tipe struktur mental tertentu yang mendasarinya (Nuryanti, 2008). Tahap-tahap itu adalah tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun-dewasa), Piaget (Santrock).
Adapun pada tahap sensorimotor dimana anak membangun pemahamannya dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan fisik. Tahap praoperasional, pada tahap ini anak mulai mengenal kata dan gambar. Kata dan gambar tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis. Tahap operasional konkret, dalam tahap ini anak dapat melakukan operasi dan dapat berpikir secara logis mengenai sesuatu yang konkrit serta dapat mengklasifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda. Tahap operasional formal, pada tahap ini individu lebih berpikir secara abstrak dan lebih logis serta melalui pengalaman yang konkret dan idealis.
Pada usia Sekolah Dasar anak sudah dapat melaksanakan tugas belajar dengan kemampuan intelektual atau kognitifnya. Kematangan anak usia Sekolah Dasar berkisar antara 6-7 tahun. Pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara lebih konkret dan rasional, hal ini sesuai dengan teori perkembangan Piaget yang dinamakan dengan tahap operasional konkret. Tahap ini ditandai dengan tiga kemampuan, yaitu mengklasifikasikan atau mengelompokkan, menyusun, dan menghitung bilangan.
Anak untuk pertama kalinya masuk pada dunia sekolah baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal, dimana anak harus menguasai tiga keterampilan dasar akademik meliputi keterampilan dalam membaca, menulis, dan berhitung yang mana keterampilan dasar tersebut menjadi dasar bagi anak untuk dapat memahami tugas-tugas belajar berikutnya. Keterampilan dasar akademik atau keterampilan praakademik adalah kemampuan dasar atau prasyarat kemampuan akademik. Yang
(15)
3
dimaksud dengan keterampilan praakademik yaitu keterampilan atau kemampuan akademik dasar meliputi membaca, menulis, dan berhitung.
Penelitian ini yang menjadi kajian peneliti adalah anak dengan usia antara 11-12 tahun. Dimana anak berada pada tahap operasional konkret. Umumnya pada tahap ke tiga dari teori Piaget, anak sudah mampu dalam melakukan operasi dan dapat berpikir secara logis mengenai sesuatu yang konkrit serta dapat mengklasifikasikan benda ke dalam bentuk yang berbeda. Namun, dalam kajian ini anak masih mengalami hambatan pada tahap tersebut. Anak mengalami hambatan tidak hanya pada pendengaran namun juga pada hambatan perkembangan intelektual.
„Developmental disorders encompass a group of deficits in neurological development that result in impairment in one a combination of skill areas such as: intelelligence, motor, language, or personal social’ (Johnston&Magrab dalam Delphie, 2006: 136). Diartikan bahwa „tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan
seperti, inteligensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat‟.
Cacat ganda dikatakan sebagai kombinasi dari kelemahan dan kerusakan-kerusakan beberapa fungsi, misalnya kombinasi lemah mental dengan kebutuhan, lemah mental dengan cacat tubuh atau tunadaksa, bisu-tuli, buta-tuli, cacat mental dengan penyimpangan wajah, dan tubuh atau gangguan ortopedik. Kombinasi dari kecacatan tersebut menyebabkan kesulitan dalam kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, bertahan hidup, dan proses belajar anak (Kartono, 1994: 143) dalam yayasan bhakti mitra utama.
Hambatan yang dialami anak tunaganda sebagai dampak ketunaannya dalam kaitannya dengan tahap perkembangan kognitif dan keterampilan akademik dasar. Hal tersebut mengakibatkan anak kesulitan dalam menyelesaikan tugas keterampilan praakademik, hal ini terlihat saat anak menyelesaikan keterampilan seriasi dimana anak melakukan pengurutan suatu objek atau benda tertentu, berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran. Hambatan perkembangan intelektual dengan pencapaian usia anak yang
(16)
4
seharusnya sudah mampu menyelesaikan keterampilan tersebut menjadikan anak kesulitan dalam mengurutkan objek tertentu.
Dalam penelitian ini keterampilan seriasi merupakan kajian ilmu yang akan menjadi inti pembahasan. Umumnya keterampilan hanya berfokus pada sesuatu yang berbau seni dan pertunjukkan dalam situasi tertentu. Dalam kajian ini keterampilan difokuskan pada seriasi. “Seriasi adalah tindakan mengurutkan stimuli di antara dimensi kuantitatif” (Santrock, 2007: 257). Keterampilan seriasi ditujukkan pada kemampuan dalam mengurutkan susunan objek tertentu.
Berdasarkan hasil kajian di lapangan, ditemukan bahwa anak tunaganda kelas II SDLB yang berusia 11 dan 12 tahun sebanyak dua orang, memiliki masalah pada keterampilan seriasi. Hal ini terlihat dari hasil asesmen perkembangan praakademik, dimana anak masih kesulitan pada tahap mengurutkan objek warna dari terang ke gelap begitupun sebaliknya, anak pun kesulitan pada saat mengurutkan objek dari yang terpendek hingga yang terpanjang, dan dari yang terkecil hingga yang terbesar begitupun sebaliknya. Kesulitan yang dialami anak terkait dengan kemampuan dasar, dimana anak hanya mengalami hambatan pada satu aspek saja yaitu pada kemampuan seriasi. Seriasi yaitu kemampuan anak dalam mengurutkan susunan suatu objek berdasarkan atribut dari objek tersebut. Selain itu menurut pemaparan guru kelas yang mengajar di sekolah tersebut, keduanya tidak hanya mengalami hambatan pendengaran yang terkategori tunarungu berat, dimana anak hanya mampu mendengar bunyi yang sangat dekat dan membutuhkan ABM karena kemampuannya berada di antara 71-90 dB. Kedua anak tersebut pun termasuk pada kelompok tunagrahita sedang, yakni memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA (Mental Age) sampai kurang lebih 7 tahun (Somantri, 2006: 107).
Berdasarkan permasalahan inilah diperlukan suatu upaya untuk membantu agar anak tunaganda dapat meningkatkan kemampuannya dalam
(17)
5
membangun keterampilan seriasi melalui latihan stacking. Dimana latihan stacking ini menjadi media bagi anak dalam melatihkan keterampilan seriasinya, karena di dalam latihan ini anak akan diberi latihan secara terus-menerus dan sistematis melalui permainan edukasi dalam bentuk menyusun atau mengurutkan suatu benda atau objek tertentu meliputi warna, ukuran dan bentuk. Penggunaan latihan ini dirasa mampu memberikan stimulus atau rangsangan terhadap anak tunaganda terutama dalam melatihkan keterampilan seriasinya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian yang bermaksud untuk melihat sejauh mana latihan stacking dapat meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda.
B. Identifikasi Masalah
Hambatan yang dialami anak tunaganda umumnya begitu kompleks, mereka mengalami dua kelainan atau lebih dalam dirinya, sehingga menghambat perkembangan pendidikan dan aspek lain dalam kehidupannya. Kelainan individu dengan kecacatan ganda mempengaruhi proses usaha individu dan lingkungan dalam mencapai kebutuhannya. Dalam penelitian ini, permasalahan yang terdapat pada anak tunaganda terkait dengan hambatan dalam pendengaran dan hambatan perkembangan inteligensi atau anak dengan keterbelakangan mental. Hal tersebut mengakibatkan anak kesulitan dalam menyelesaikan tugas keterampilan praakademik, hal ini terlihat saat anak menyelesaikan keterampilan seriasi dimana anak melakukan pengurutan suatu objek atau benda tertentu, berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran. Hambatan perkembangan intelektual dengan pencapaian usia anak yang seharusnya sudah mampu menyelesaikan keterampilan tersebut menjadikan anak kesulitan dalam mengurutkan objek tertentu. Kesulitan dalam keterampilan seriasi menjadi variabel terikat (target behavior) yang dirasa perlu mendapatkan intervensi menggunakan latihan stacking, hal ini diharapkan dapat membantu siswa tunaganda dalam meningkatkan keterampilan seriasinya.
(18)
6
C. Batasan Masalah
Bidang yang diteliti dalam kajian penelitian harus dapat dibatasi hal ini dimaksudkan agar objek kajian yang diteliti sesuai prosedur penelitian. Penelitian tersebut dibatasi agar lebih rinci dan fokus terhadap kajian penelitian yang efektif.
Batasan masalah yang menjadi objek kajian peneliti adalah pada latihan stacking untuk meningkatkan keterampilan seriasi siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung. Latihan stacking dalam penelitian ini hanya membatasi pada aspek warna, ukuran, dan bentuk. Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Mengurutkan objek berdasarkan warna.
2. Mengurutkan objek berdasarkan gradasi warna.
3. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran tertinggi-terendah. 4. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terpanjang-terpendek. 5. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terbesar-terkecil. 6. Menyusun objek berdasarkan bentuk.
D. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan pemetaan variabel yang terkait dengan fokus dari permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
“Apakah latihan stacking dapat meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung?”
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai apakah dengan diberikannya latihan stacking dapat meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung.
(19)
7
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui keterampilan seriasi siswa tunaganda sebelum latihan stacking diberikan.
b. Mengetahui keterampilan seriasi siswa tunaganda setelah latihan stacking diberikan.
F. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi rekomendasi dari aspek ilmiah, diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi terhadap pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pengaruh latihan stacking terhadap peningkatan keterampilan seriasi siswa tunaganda.
Dari segi praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan menjadi rekomendasi bagi anak tunaganda dalam meningkatkan keterampilan seriasi, sehingga keterampilan praakademik anak menjadi berkembang.
G. Struktur Organisasi Skripsi
Adapun struktur penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, berisi Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Struktur Organisasi Skripsi.
BAB II LATIHAN STACKING DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SERIASI TUNAGANDA, berisi Deskripsi Teori, Penelitian Terdahulu yang Relevan dan Kerangka Berpikir. BAB III METODE PENELITIAN, berisi Lokasi dan Subjek Penelitian,
Disain Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Prosedur Penelitian, Instrumen Penelitian, Proses Pengembangan Instrumen, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Pengolahan dan Analisis Data.
(20)
8
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, berisi mengenai Hasil Penelitian, Analisis Data, Hasil Analisis dan Pembahasan. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi mengenai
Kesimpulan dan Rekomendasi.
(21)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung, yang beralamat di Jalan Cicendo No. 2 Kota Bandung Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan di ruang kelas. Peneliti melakukan penelitian sebelum jam pelajaran dimulai dan jika tidak memungkinkan dilaksanakan di luar jam pelajaran.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswi SDLB B di SLB Negeri Cicendo Bandung kelas 2 yang memiliki hambatan pada pendengaran dan perkembangan inteligensi. Adapun biodata anak tersebut adalah sebagai berikut:
Nama : R. S
Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 30 Juni 2001 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Gg. Ciroyom II. Rt/Rw 04/08 Bandung Jenis Hambatan : Tunarungu berat + Tunagrahita Sedang
Nama : A. N
Tempat, Tanggal lahir : Bekasi, 26 Agustus 2002 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Veteran No. 210/54 A Bandung Jenis Hambatan : Tunarungu berat + Tunagrahita Sedang
(22)
32
Kedua anak tunaganda kelas II SDLB berusia 11 dan 12 tahun, keduanya memiliki masalah pada keterampilan seriasi. Kesulitan yang dialami anak terkait dengan kemampuan dasar, dimana anak hanya mengalami hambatan pada satu aspek saja yaitu pada kemampuan seriasi. Kedua subjek mengalami hambatan pendengaran yang terkategori tunarungu berat, dimana anak hanya mampu mendengar bunyi yang sangat dekat dan membutuhkan ABM karena kemampuannya berada di antara 71-90 dB. Kedua anak tersebut pun termasuk pada kelompok tunagrahita sedang, yakni memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala
Weschler (WISC). “Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai
perkembangan MA (Mental Age) sampai kurang lebih 7 tahun” (Somantri, 2006: 107).
B. Metode Penelitian
Secara umum metode penelitian diartikan sebagai “cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu” (Sugiyono, 2008: 3). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan stacking dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada tunaganda.
C. Disain Penelitian
Disain penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain subjek tunggal atau single subject design, yaitu eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada subjek secara berulang-ulang dengan periode waktu tertentu. Perbandingan tidak dilakukan antar individu ataupun kelompok melainkan dilakukan pada satu subjek yang sama dengan kondisi berbeda. Adapun disain tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah disain A-B-A yang terdiri dari tiga tahapan kondisi, yaitu: kondisi baseline (A-1) kemudian pada kondisi intervensi (B), dan pengukuran kembali pada kondisi baseline (A-2).
(23)
33
A-1 (baseline 1) merupakan kondisi awal subjek pada keterampilan seriasi yang meliputi aspek warna, ukuran, dan bentuk. Pada kondisi ini untuk mengetahui keterampilan seriasi subjek sebelum intervensi diberikan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan anak ialah dengan tes. Tes ini terdiri dari tiga aspek meliputi warna, ukuran, dan bentuk. Pengukuran data subjek dilakukan sampai data stabil. Selanjutnya hasil pengukuran subjek dimasukkan ke dalam pencatatan data.
B (intervensi) adalah untuk mengetahui kondisi subjek selama proses intervensi. Pada tahap ini subjek diberikan latihan dengan menggunakan media stacking yang terdiri dari papan pasak bertingkat, menara tower, kartu warna, kartu bergradasi, dan kartu gambar geometri. Media tersebut digunakan saat proses intervensi dan dilakukan secara terus-menerus.
A-2 (baseline 2) merupakan pengulangan dari kondisi baseline 1 sebagai tahap evaluasi apakah intervensi yang diberikan berhasil atau tidak. Hasil evaluasi dapat menunjukkan apakah selama proses intervensi yang diberikan memberikan pengaruh positif pada subjek, dengan membandingkan subjek pada kondisi baseline dan kondisi intervensi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan seriasi anak adalah dengan menggunakan tes.
Adapun pola disain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Disain A-B-A
A-1 B A-2 (Baseline) (Intervensi) (Baseline)
Sesi (waktu) Grafik 3.1 Disain A-B-A
(24)
34
D. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel
Kata variabel berasal dari kata bahasa Inggris variable yang berarti faktor tak tetap atau berubah-ubah. “Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2012: 38). Konkritnya adalah konsep operasional, dimana penjelasan dari tiap variabel tergantung pada jenis penelitian yang dilakukan. Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
a. Latihan Stacking
Latihan adalah melakukan suatu gerakan secara berturut-turut dengan waktu yang sangat singkat. Menurut Harsono (1988) latihan adalah proses kerja yang dilakukan secara sistematis, kontinyu dimana beban dan intensitas latihan makin hari makin bertambah, yang pada akhirnya memberikan rangsangan secara menyeluruh terhadap tubuh dan bertujuan untuk meningkatkan fisik dan mental secara bersama-sama (Freeman dalam Sidik: 10 April 2013).
Menurut Sudjarwo (1993) bahwa latihan adalah suatu proses yang sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban latihan (http://niko-arifqi.blogspot.com). Lain halnya dengan Suhendro (1999) latihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang makin meningkat (http://niko-arifqi.blogspot.com). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses yang dilakukan secara kontinyu guna mendapatkan hasil yang optimal terhadap beban latihan yang diberikan. Sedangkan stacking adalah jenis mainan edukasi yang dimainkan dengan cara menyusun dan mengelompokkan. Dapat berupa stacking yang dimainkan dengan
(25)
35
cara memasukkan kelompok warna atau bentuk tertentu ke tiang pasak hingga menjadi kesatuan tertentu, dapat berupa pengurutan warna atau bentuk, dapat berupa alat bantu untuk berhitung atau membaca, dapat berupa mengurutkan ukuran besar ke kecil atau sebaliknya, dll (Adeka: 20 Maret 2013).
Dalam penelitian ini latihan stacking yang digunakan berupa media stacking dalam mengurutkan dan menyusun objek, seperti mengurutkan objek berdasarkan warna, ukuran, dan bentuk. Adapun penggunaan media dalam latihan stacking adalah media papan pasak bertingkat, media menara tower, media kartu warna, media kartu bergradasi, dan media kartu gambar geometri.
b. Keterampilan Seriasi
Menurut Gordon (1994) pengertian keterampilan adalah kemampuan untuk mengoperasikan pekerjaan secara mudah dan cermat (http://shvoong.com). Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor. Menurut Nadler (1986) pengertian keterampilan (skill) adalah kegiatan yang memerlukan praktek atau dapat diartikan sebagai implikasi dari aktivitas (http://shvoong.com). “Seriasi adalah tindakan mengurutkan stimuli di antara dimensi kuantitatif” (Santrock, 2007: 257). Seriasi yaitu kemampuan anak dalam mengurutkan susunan suatu objek berdasarkan atribut dari objek tersebut, misalnya mengurutkan urutan objek dari segi warna, ukuran, bentuk, posisi, jarak, angka, kecepatan, dan berat. Keterampilan dasar seriasi adalah bagian dari proses kognisi, dalam prosesnya sesuai dengan perkembangan kognisi dari tahap-tahap perkembangan. Menurut Piaget (Santrock, 2007) Tahap-tahap itu adalah tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun-dewasa). Keterampilan seriasi berada pada tahap operasional konkrit yakni berada pada umur 7 - 11 tahun. Pada tahap ini anak dapat menalar secara logis mengenai kejadian
(26)
36
konkret dan menggolongkan benda ke dalam kelompok yang berbeda-beda, Piaget (Santrock, 2007: 49).
2. Definisi Operasional Variabel a. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variabel) adalah suatu variabel yang ada atau terjadi mendahului variabel terikatnya. Variabel ini merupakan variabel yang menjelaskan terjadinya fokus atau topik dalam penelitian. “Variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya variabel terikat” (Sugiyono, 2012: 39).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah latihan stacking. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan latihan stacking adalah suatu proses kerja atau aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus, sistematis, dan dalam jangka waktu singkat melalui permainan edukasi dalam bentuk menyusun suatu benda atau objek tertentu berdasar pada atribut-atribut tertentu, meliputi warna, ukuran dan bentuk. Dalam penelitian ini peneliti akan mencoba dengan media stacking sesuai dengan karakteristik yang ada di dalam seriasi yaitu menyusun atau mengurutkan. Diantaranya, menggunakan papan pasak bertingkat, menara tower, kartu bergradasi, kartu warna, dan kartu gambar geometri.
Adapun dalam latihan stacking ini, anak akan berlatih menggunakan media stacking secara kontinyu sesuai dengan target behaviornya. Latihan stacking yang diberikan terdiri dari menyusun objek warna, mengurutkan gradasi warna dari terang-gelap dan gelap-terang, mengurutkan objek dari tertinggi-terendah dan terendah–tertinggi, mengurutkan objek dari terbesar-terkecil ataupun sebaliknya, mengurutkan objek dari terpanjang-terpendek dan terpendek-terpanjang, serta menyusun objek berdasarkan bentuknya. Latihan yang dilakukan menggunakan media yang sama untuk setiap anak.
(27)
37
Disini terdapat beberapa langkah dalam latihan stacking, diantarannya adalah:
1) Siswa memperhatikan penjelasan guru mulai dari menyusun objek berdasarkan warna dan gradasi warna.
2) Siswa mencoba menyusun objek berdasarkan warna dan mengurutkan gradasi warna dari terang-gelap ataupun sebaliknya. 3) Siswa memperhatikan penjelasan guru dalam mengurutkan objek
berdasarkan ukuran (tertinggi-terendah, terbesar-terkecil, dan terpanjang-terpendek).
4) Siswa mengurutkan objek berdasarkan ukuran sesuai yang guru praktekkan.
5) Siswa memperhatikan penjelasan guru dalam menyusun objek berdasarkan bentuk geometri.
6) Siswa menyusun bentuk geometri.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel ini sebagai variabel yang dijelaskan dalam fokus atau topik penelitian. “Variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2012: 39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan seriasi.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan seriasi. Yang dimaksud dengan keterampilan seriasi dalam penelitian ini adalah kemampuan individu untuk mengurutkan susunan suatu objek berdasar atribut tertentu yang meliputi warna, ukuran dan bentuk. Adapun aspek warna meliputi warna dan gradasi warna. Aspek ukuran meliputi tertinggi-terendah, terbesar-terkecil, terpanjang-terpendek. Serta aspek bentuk meliputi bentuk geometri. Keterampilan seriasi diukur melalui lembar kerja anak, datanya berupa persentase (%) dimana jawaban anak akan dihitung dengan
(28)
38
rumus. Adapun keterampilan seriasi yang diukur adalah sebagai berikut:
1) Mengurutkan objek berdasarkan warna, contoh:
2) Mengurutkan objek berdasarkan gradasi warna, contoh:
A B C D
3) Mengurutkan objek berdasarkan ukuran tinggi-rendah, contoh: a.
b.
(29)
39
4) Mengurutkan objek berdasarkan ukuran panjang-pendek, contoh:
A B
C D
E
5) Mengurutkan objek berdasarkan ukuran besar-kecil, contoh:
A B C D
6) Mengurutkan objek berdasarkan bentuk, contoh:
(30)
40
E. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian
Pengurusan administrasi penelitian dilangsungkan agar proses penelitian berjalan sesuai prosedur. Adapun tahapan dalam proses perizinan adalah mulai dari tingkat jurusan Pendidikan Khusus FIP UPI, kemudian ke tingkat fakultas Ilmu Pendidikan UPI, tingkat universitas yaitu BAAK UPI, kemudian ke Badan Kesatuan dan Perlindungan Masyarakat Daerah Kota Bandung, dan ke Dinas Pendidikan Kota Bandung sampai pada akhirnya memberikan rekomendasi ke sekolah yang dituju peneliti dalam melangsungkan kegiatan penelitian yaitu di SLB Negeri B Cicendo Kota Bandung.
2. Pelaksanaan Penelitian a. Baseline 1 (A-1)
Pada tahap ini hal pertama yang dilakukan adalah mengetahui kondisi awal subjek dalam keterampilan seriasi dengan melakukan tes tertulis. Tes yang diberikan terdiri dari 15 soal yang terdiri dari tiga aspek, diantaranya warna, ukuran, dan bentuk. Dengan penjabaran sebagai berikut:
1) Pertama adalah mengukur kemampuan anak dalam menyusun objek berdasarkan urutan warna yang terdiri dari 3-4 pola.
2) Kemudian mengukur kemampuan anak dalam mengurutkan objek berdasarkan gradasi warna dari terang-gelap ataupun sebaliknya. 3) Mengukur kemampuan anak dalam mengurutkan objek
berdasarkan ukuran tertinggi-terendah.
4) Mengukur kemampuan anak dalam mengurutkan objek berdasarkan ukuran terbesar-terkecil ataupun sebaliknya.
5) Mengukur kemampuan anak dalam mengurutkan objek berdasarkan ukuran terpendek-terpanjang ataupun sebaliknya. 6) Mengukur kemampuan anak dalam menyusun objek berdasarkan
(31)
41
b. Intervensi (B)
Pada tahap ini anak tunaganda diberikan perlakuan atau intervensi dengan menggunakan latihan stacking. Latihan ini menggunakan media stacking yang terdiri dari papan pasak bertingkat, menara tower, kartu warna, kartu bergradasi, dan media kartu gambar geometri. Yang dilatihkan hanya seputar keterampilan seriasi anak, yakni mengurutkan dan menyusun objek. Untuk kegiatan intervensi dilakukan selama 15 menit dan kegiatan evaluasi selama 5-10 menit. Media stacking tersebut dimulai dari media yang sederhana sampai pada yang kompleks. Hal ini untuk memudahkan proses intervensi anak. Intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut:
1) Mengkondisikan subjek pada situasi belajar.
2) Perlakuan diberikan dimulai dari media kartu bergradasi mulai dari gelap-terang dan terang-gelap. Guru menjelaskan urutan gradasi warna kepada subjek dengan cara memperlihatkan kartu warna dengan gradasi yang berbeda. Selanjutnya guru mulai mengurutkan gradasi warna dan ditempatkan di atas meja dan subjek memperhatikan penjelasan guru.
3) Selanjutnya guru meminta subjek untuk mengurutkan gradasi warna sesuai yang diurutkan oleh guru.
4) Perlakuan selanjutnya adalah mengurutkan objek berdasarkan ukuran tertinggi-terendah. Pertama guru menjelaskan urutan berdasarkan tertinggi-terendah dengan media papan pasak bertingkat, kemudian subjek memperhatikan penjelasan guru. Dimulai dari papan yang tertinggi sampai yang terendah.
5) Selanjutnya ukuran terbesar-terkecil, guru mencoba mengurutkan objek berdasarkan urutan terbesar-terkecil dengan media menara tower, kemudian subjek memperhatikan penjelasan guru.
6) Dan terakhir guru mengurutkan objek terpanjang-terpendek dengan cara membandingkan ukuran yang berbeda kepada
(32)
42
subjek, dan subjek memperhatikan ukuran yang diperlihatkan oleh guru.
7) Subjek mencoba mengurutkan objek sesuai yang diurutkan oleh guru.
8) Perlakuan terakhir adalah dalam menyusun objek berdasarkan bentuk dengan menggunakan media kartu gambar. Gambar yang diberikan adalah gambar geometri yang sederhana. Pertama guru mencoba menjelaskan urutan bentuk dengan 4 pola selanjutnya guru menjelaskan urutan bentuk dengan 5 pola dan subjek memperhatikan penjelasan guru.
9) Subjek mencoba mengurutkan objek sesuai yang diurutkan oleh guru.
Setelah intervensi diberikan tahap selanjutnya adalah kegiatan evaluasi. Pada kegiatan evaluasi, peneliti melakukan pengukuran hasil intervensi dengan memberikan tes kepada subjek.
c. Baseline 2 (A-2)
Pengukuran pada tahap baseline 2 (A-2) selanjutnya diberikan, hal ini dimaksudkan sebagai kontrol selama kondisi intervensi (B). Tes yang diberikan pada tahap baseline 2 (A-2) sama dengan tes pada pengukuran awal, baik itu prosedur maupun format tes yang diberikan. Sehingga penelitian ini dapat ditarik kesimpulan mengenai sejauh mana latihan stacking dapat berpengaruh terhadap keterampilan seriasi pada subjek.
F. Instrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian
Kegiatan penelitian adalah melakukan pengukuran. Alat ukur dalam penelitian dinamakan dengan instrumen penelitian. “Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan dalam mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati, fenomena ini disebut variabel penelitian”
(33)
43
(Sugiyono, 2008: 148). Untuk mengumpulkan data dalam penelitian digunakan alat pengumpul data berbentuk tes. Arikunto (2002: 127) mengemukakan bahwa tes adalah “serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”.
Instrumen dalam penelitian ini yaitu berupa tes. Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis, dimana tes yang diberikan berupa keterampilan seriasi, seperti mengurutkan susunan berdasarkan warna, ukuran, dan bentuk. Soal tes berjumlah 15 soal. Adapun langkah dalam penyusunan instrumen untuk mempermudah peneliti dalam mencapai tujuan adalah sebagai berikut:
a. Kisi-Kisi Instrumen
Kisi-kisi yang dibuat berdasarkan aspek yang akan diukur dan disesuaikan dengan kondisi anak. Pembuatan kisi-kisi bertujuan agar materi yang akan diujikan sesuai dengan kurikulum yang ada. Pada penelitian ini bidang studi yang diambil adalah Matematika kelas II SDLB semester 2, dengan KD: 4.1 mengelompokkan bangun datar.
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Seriasi
Variabel Aspek Indikator butir
Keterampilan Seriasi
1. Warna 1.1Mengurutkan
objek berdasarkan warna.
1.2 Mengurutkan objek
Mengurutkan objek berdasarkan warna.
Mengurutkan objek berdasarkan
3
(34)
44 berdasarkan gradasi warna. gradasi warna. 2. Ukuran 2.1 Mengurutkan objek berdasarkan ukuran tertinggi-terendah. 2.2 Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terpanjang-terpendek. 2.3Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terbesar-terkecil. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran tertinggi-terendah. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terpanjang-terpendek. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terbesar-terkecil. 1 2 2 3. Bentuk 3.1 Mengurutkan
objek berdasarkan pola bentuk. Mengurutkan objek berdasarkan bentuk. 5
(35)
45
b. Penyusunan Butir Instrumen
Penyusunan butir instrumen disesuaikan dengan kisi-kisi yang disusun. Adapun butir instrumen yang diberikan adalah terlampir.
c. Kriteria Penilaian
Hasil tes yang diujikan kemudian diolah dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kriteria Penilaian Tes Tertulis
No. Aspek Penilaian Kriteria
Penilaian Soal 1. Mengurutkan objek
berdasarkan warna.
1: jika anak mampu mengurutkan objek dengan benar.
0: jika anak tidak mampu
mengurutkan objek dengan benar.
3
2. Mengurutkan objek berdasarkan gradasi warna.
2
3. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran tertinggi-terendah.
1
4. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terpanjang-terpendek.
2
5. Mengurutkan objek berdasarkan ukuran terbesar-terkecil.
2
6. Mengurutkan objek berdasarkan pola bentuk.
5
Keterangan: Jumlah soal = 15
Soal tes dihitung dengan rumus:
(36)
46
G. Proses Pengembangan Instrumen 1. Uji Coba Instrumen
Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui validitas dari instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. Instrumen yang akan digunakan sebelumnya dikonsultasikan dengan ahli. Jumlah tenaga ahli yang digunakan untuk menguji validitas konstruksi dalam expert judgement sebanyak tiga orang, diantaranya satu orang dosen ahli dan dua guru di SLB Negeri Cicendo Kota Bandung. Uji coba yang dilakukan antara lain: RPP dan instrumen.
a. Validitas Instrumen
Validitas instrumen diuji untuk menguji validitas isi berupa judgement expert yang akan diukur dengan dasar teori tertentu kemudian dikonsultasikan dengan ahli. Jumlah tenaga ahli dilakukan oleh satu orang dosen ahli dan dua orang guru SLB Negeri Cicendo Bandung. Adapun tiga ahli dalam melakukan uji validitas adalah: 1) Penilai 1 : Dr. H. Endang Rochyadi, MPd. (dosen PKH) 2) Penilai 2 : Ai Tetty Karnia R, SPd. (guru)
3) Penilai 3 : Endah Mulyani, SPd. (guru)
Penilaian dilakukan dengan membandingkan kisi instrumen, indikator sebagai tolak ukur, dan butir instrumen.
Instrumen yang sudah di judgement kemudian dihitung dengan rumus, sebagai berikut:
P =
x 100 %
Keterangan: P : persentase
f : frekuensi cocok menurut penilai f : jumlah penilai
(37)
47
Kriteria butir validitas dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Valid : x 100 % = 100 % 2. Cukup Valid : x 100 % = 66,6 % 3. Kurang Valid : x 100 % = 33,3 % 4. Tidak Valid : x 100 % = 0 %
Hasil judgement terhadap tiga ahli diperoleh hasil dengan persentase sebesar 100%. Adapun hasil judgement oleh ahli terlampir.
b. Reliabilitas
Penelitian ini menguji reliabilitas instrumen menggunakan internal instrumen, yaitu internal consistency dengan menguji instrumen satu kali kemudian data yang diperoleh dianalisis. Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan K - R 20, karena “peneliti memiliki instrumen dengan jumlah butir pertanyaan ganjil, maka peneliti tersebut tidak mungkin menggunakan teknik belah dua untuk pengujian reliabilitasnya” (Arikunto, 2002: 163). Untuk mengetahui data sudah reliable atau belum, instrument diujicobakan pada subjek yang memiliki karakteristik yang sama atau hampir sama dengan subjek yang akan diujikan dalam penelitian. Uji coba reliabilitas instrumen dilakukan oleh tiga subjek untuk melihat kecocokan dan membandingkannya.
“Reliabilitas instrumen merupakan syarat untuk pengujian validitas instrumen” (Sugiyono, 2012: 122). Instrumen terdiri dari 15 butir (item). Jawaban salah diberi skor 0 dan jawaban benar diberi skor 1. Hasil uji reliabilitas terlampir. Adapun rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah sebagai berikut:
(38)
48
Keterangan:
: reliabilitas instrumen M : banyaknya butir pertanyaan
: varians total
: proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)
p
q
(Arikunto, 2002: 163)
H. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang dapat memperlihatkan ada tidaknya peningkatan keterampilan seriasi setelah diberikan latihan stacking. Dalam hal ini, peneliti ingin mengetahui peningkatan keterampilan seriasi setelah diberikan latihan stacking.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan pemberian tes tertulis. Sebelum anak mengerjakan soal, terlebih dulu anak akan diberikan latihan seriasi menggunakan media stacking, media ini terdiri dari papan pasak bertingkat, menara tower, kartu warna, kartu bergradasi, dan media kartu gambar geometri. Latihan yang diberikan dilakukan secara kontinyu dan konsisten. Setelah latihan stacking diberikan barulah anak mengerjakan soal (tes tertulis). Tes yang diberikan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterampilan seriasi pada subjek penelitian yang akan diberikan melalui tiga fase, masing-masing fase tersebut adalah baseline 1 (A-1) dimana peneliti ingin mengetahui kemampuan awal subjek, kemudian fase intervensi (B), fase ini untuk mengetahui ketercapaian keterampilan selama mendapatkan perlakuan, dan fase terakhir yaitu baseline 2 (A-2) untuk mengetahui sejauh mana kemampuan subjek setelah diberi perlakuan.
(39)
49
Pengamatan dilakukan sebanyak 16 sesi. Banyak sesi dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: tahap baseline 1 (A-1) 4 sesi, tahap intervensi (B) sebanyak 8 sesi dan pada tahap baseline 2 (A-2) sebanyak 4 sesi. Dalam pengumpulan data tersebut peneliti menyiapkan instrumen keterampilan seriasi yang digunakan pada tahap A-1, B, dan A-2. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang dapat menunjukkan ada tidaknya peningkatan keterampilan seriasi sebelum dan setelah menggunakan latihan stacking.
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dengan persentase (%). Persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku. “Persentase adalah perbandingan antara banyaknya suatu kejadian terhadap banyaknya kemungkinan terjadinya perilaku dikalikan seratus persen” (Sunanto, 2006: 16). Perhitungan persentase diperoleh dari jumlah soal yang dapat dijawab dengan benar dan dibandingkan dengan jumlah soal secara keseluruhan kemudian dikalikan seratus persen (100%).
Jumlah jawaban benar
Persentase = x 100%
Jumlah seluruh soal
2. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan tahap akhir dalam sebuah penelitian sebelum penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini analisis data dengan subjek tunggal menggunakan statistik deskriptif. Analisis data dilakukan pada 2 subjek. Menurut Sunanto (2006: 65) bahwa “dalam analisis data penelitian difokuskan pada ada tidaknya pengaruh variabel bebas atau intervensi terhadap variabel terikat”. “Tujuan analisis data dalam penelitian modifikasi perilaku adalah untuk mengetahui pengaruh terhadap perilaku sasaran yang
(40)
50
ingin diubah” (Sunanto, 2006: 65). Analisis data hasil penelitian dianalisis dengan beberapa komponen, yaitu banyaknya data dalam setiap kondisi yang disebut dengan panjang kondisi, tingkat stabilitas dan perubahan data, dan kecenderungan arah grafik.
Data hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan perhitungan tertentu, perhitungan ini dilakukan dengan dua kondisi, yaitu analisis data dalam kondisi dan antarkondisi. Adapun komponen analisis dalam kondisi: panjang kondisi, kecenderungan arah, tingkat stabilitas, tingkat perubahan, jejak data, dan rentang.
a. Panjang kondisi: menunjukkan banyaknya data dan sesi yang ada pada suatu kondisi atau fase.
b. Kecenderungan arah: kecenderungan arah grafik menunjukkan perubahan setiap jejak data dari sesi ke sesi.
c. Tingkat stabilitas: menunjukkan besar kecilnya perubahan data atau tingkat stabilitas data dalam suatu kondisi.
d. Tingkat perubahan: selisih antara data pertama dan terakhir atau perubahan data dalam suatu kondisi, seperti kondisi baseline atau kondisi intervensi.
e. Jejak data: perubahan dari data satu ke data lain dalam suatu kondisi. f. Rentang: jarak antara data pertama dengan data terakhir.
Komponen analisis antarkondisi: jumlah variabel yang diubah, perubahan kecenderungan dan efeknya, perubahan stabilitas, perubahan level, dan data tumpang tindih (overlap).
a. Variabel yang diubah: difokuskan pada perilaku sasaran.
b. Perubahan kecenderungan: menunjukkan perubahan kecenderungan arah grafik antara kondisi baseline dan intervensi.
c. Perubahan stabilitas dan efeknya: menunjukkan tingkat stabilitas perubahan dari sederetan data.
(41)
51
d. Perubahan level: menunjukkan seberapa besar data berubah dengan selisih antara data terakhir pada kondisi baseline dan data pertama pada kondisi intervensi.
e. Data overlap: terjadinya data yang sama pada kedua kondisi, misalnya pada kondisi baseline dan kondisi intervensi.
Penggunaan analisis dengan menggunakan grafik, hal ini dimaksudkan agar data yang digambarkan menjadi lebih jelas dan terukur mengenai peningkatan keterampilan seriasi dengan menggunakan latihan stacking dari pelaksanaan sebelum diberi perlakuan maupun setelah diberi perlakuan.
Disain subjek tunggal ini menggunakan tipe garis yang sederhana (type simple line graph). Menurut Sunanto (2006: 30) komponen-komponen yang penting dalam membuat grafik adalah:
a. Absis: sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (mis, sesi, hari, dan tanggal).
b. Ordinat: sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (mis, persen, frekuensi, dan durasi).
c. Titik awal: merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.
d. Skala: garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran.
e. Label kondisi: keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.
f. Garis perubahan kondisi: garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.
g. Judul grafik: judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
(42)
52
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:
a. Menskor hasil pengukuran baseline A-1 dari setiap subjek pada tiap sesi.
b. Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi dari subjek pada tiap sesi.
c. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline A-2 dari setiap subjek pada setiap sesi.
d. Membuat tabel penelitian untuk skor yang telah diperoleh pada kondisi baseline 1, kondisi intervensi, dan kondisi baseline 2.
e. Membandingkan hasil skor pada kondisi baseline 1, skor intervensi, dan baseline 2.
f. Membuat analisis data bentuk grafik garis sehingga dapat dilihat secara langsung perubahan yang terjadi dari ketiga fase.
(43)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Keterampilan seriasi siswa tunaganda perlu menjadi perhatian, karena keterampilan ini merupakan dasar seorang anak untuk dapat belajar mengikuti tugas belajar selanjutnya. Keterampilan ini terdiri dari menyusun dan mengurutkan objek. Anak tunaganda memerlukan pengajaran dengan konsep yang konkrit dan terukur baik dari aspek konsep maupun pelaksanaan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh latihan stacking dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda. Berdasarkan penelitian terhadap dua subjek, yaitu siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung diperoleh hasil bahwa anak tunaganda yang dilatih dengan media stacking menunjukkan bahwa keduanya dalam keterampilan seriasi mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data pertama subjek (RS) menunjukkan adanya perubahan dan terjadi peningkatan pada mean level keterampilan seriasi. Hal ini terlihat dari mean level pada tahap baseline 1 (A-1) sebesar 25%, intervensi (B) sebesar 64,2%, dan baseline 2 (A-2) sebesar 80%. Peningkatan pun terlihat dari data kedua subjek atas nama AL. Subjek menunjukkan adanya perubahan dan terjadi peningkatan pada mean level keterampilan seriasi. Hal ini terlihat dari mean level pada tahap baseline 1 (A-1) sebesar 38,3%, intervensi (B) sebesar 88,3%, dan baseline 2 (A-2) sebesar 93,3%. Tahap baseline 2 (A-2) merupakan fase kontrol dimana pada fase ini menjadi tolak ukur apakah terjadi perubahan pada aspek keterampilan seriasi setelah diberikan perlakuan.
Hasil tersebut menunjukkan pemberian intervensi berpengaruh terhadap target behavior dalam penelitian, yaitu keterampilan seriasi. Dengan demikian latihan stacking efektif digunakan sebagai latihan dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung atas nama RS dan AL, sehingga dapat menjadi alternatif untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan keterampilan seriasi.
(44)
107
B.Rekomendasi 1. Bagi Pendidik
Memberikan alternatif pembelajaran terutama dalam menangani anak tunaganda dalam hal keterampilan seriasi khusus akademik dasar, dimana keterampilan ini harus secepatnya dimiliki oleh anak agar anak dapat mengikuti tugas belajar selanjutnya. Diharapkan anak tunaganda dapat memahami konsep secara utuh dan menyeluruh dalam aspek mengurutkan dan menyusun objek tertentu. Latihan ini sebagai alternatif dalam proses pembelajaran dan penggunaannya mampu menarik minat anak salah satunya pada penggunaan media stacking, penggunaan media ini tidak hanya diperuntukkan untuk anak dengan double handicape melainkan dapat diterapkan pada subjek manapun. Tujuan latihan ini untuk meningkatkan keterampilan seriasi pada anak. Disarankan jika pendidik menemukan anak dengan hambatan yang sama, maka disarankan untuk mencoba untuk menerapkan media ini.
2. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan disain subjek tunggal, dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua subjek sebagai bahan kajian, keduanya adalah subjek dengan dua hambatan atau tunaganda. Anak dengan tunaganda memiliki permasalahan yang begitu kompleks, peneliti dalam kajiannya menggunakan media stacking dalam latihan untuk meningkatkan keterampilan seriasi, dalam penggunaan media ini salah satu yang menjadi daya tarik anak adalah pada variasi media yang digunakan baik itu dari segi warna dan bentuk. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya mencoba melakukan penelitian dengan menerapkan pada subjek yang berbeda, metode penelitian yang berbeda, atau menerapkan latihan stacking pada aspek lain. Latihan stacking pun dapat diujikan dengan teknik dua atau tiga dimensi dalam aplikasi media. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengetahui perbedaan penggunaan media yang lebih efektif khususnya diterapkan pada anak tunaganda.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya. Khalillullah. (2009). Media Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Nuryanti, L. (2008). Psikologi Anak. Jakarta: Indeks.
Ormrod, E. J. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Somad, P. Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: DEPDIKBUD DIRJEN Pendidikan Tinggi.
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Aditama.
Sudrajat, E. (2004). Pengaruh Permainan Lotto terhadap Peningkatan Kemampuan Persepsi, Atensi, dan Konsentrasi Anak Autistik. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunanto, J. dkk. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI PRESS.
(46)
109
Tim Dosen UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI PRESS.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda. Yasir. (2007). Permainan Tebak Gambar dalam Meningkatkan Kemampuan
Visual Memori Anak Tunarungu. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Adeka. (2009). Jenis Mainan Edukasi. [Online].
Tersedia:www.adekaedutoysandcraft.com. [19 Maret 2013].
... . (1994). Cacat Ganda dan Pengentasannya. Bandung: Yayasan Bhakti Mitra Utama.
... . (2012). Pengertian Kemampuan Kognitif. [Online]. Tersedia: http://pembelajaran-pendidikan.blogspot.com. [ 20 Maret 2013].
... . (2012). Pengertian Keterampilan dan Jenisnya. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/pengertian- keterampilan-dan-jenisnya. [20 Maret 2013].
... . (2012). Prinsip-Prinsip Latihan. [Online]. Tersedia: http://www.infogigi.com/prinsip-prinsip- latihan.html. [10 April 2013]. Tersedia:http://niko-arifqi.blogspot.com. [10 April 2013].
www.kamusbahasaindonesia.org[3 Mei 2013].
http://theshadowdreams.wordpress.com/2012/11/11/proses-mental-persepsi-secara-visual/
(1)
d. Perubahan level: menunjukkan seberapa besar data berubah dengan selisih antara data terakhir pada kondisi baseline dan data pertama pada kondisi intervensi.
e. Data overlap: terjadinya data yang sama pada kedua kondisi, misalnya pada kondisi baseline dan kondisi intervensi.
Penggunaan analisis dengan menggunakan grafik, hal ini dimaksudkan agar data yang digambarkan menjadi lebih jelas dan terukur mengenai peningkatan keterampilan seriasi dengan menggunakan latihan stacking dari pelaksanaan sebelum diberi perlakuan maupun setelah diberi perlakuan.
Disain subjek tunggal ini menggunakan tipe garis yang sederhana (type simple line graph). Menurut Sunanto (2006: 30) komponen-komponen yang penting dalam membuat grafik adalah:
a. Absis: sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (mis, sesi, hari, dan tanggal).
b. Ordinat: sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukkan satuan
untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (mis, persen, frekuensi, dan durasi).
c. Titik awal: merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.
d. Skala: garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang
menunjukkan ukuran.
e. Label kondisi: keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.
f. Garis perubahan kondisi: garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.
g. Judul grafik: judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
(2)
52
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:
a. Menskor hasil pengukuran baseline A-1 dari setiap subjek pada tiap sesi.
b. Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi dari subjek pada tiap sesi.
c. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline A-2 dari setiap subjek pada setiap sesi.
d. Membuat tabel penelitian untuk skor yang telah diperoleh pada kondisi baseline 1, kondisi intervensi, dan kondisi baseline 2.
e. Membandingkan hasil skor pada kondisi baseline 1, skor intervensi, dan baseline 2.
f. Membuat analisis data bentuk grafik garis sehingga dapat dilihat secara langsung perubahan yang terjadi dari ketiga fase.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.Kesimpulan
Keterampilan seriasi siswa tunaganda perlu menjadi perhatian, karena keterampilan ini merupakan dasar seorang anak untuk dapat belajar mengikuti tugas belajar selanjutnya. Keterampilan ini terdiri dari menyusun dan mengurutkan objek. Anak tunaganda memerlukan pengajaran dengan konsep yang konkrit dan terukur baik dari aspek konsep maupun pelaksanaan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh latihan stacking dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada siswa tunaganda. Berdasarkan penelitian terhadap dua subjek, yaitu siswa tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung diperoleh hasil bahwa anak tunaganda yang dilatih dengan media stacking menunjukkan bahwa keduanya dalam keterampilan seriasi mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data pertama subjek (RS) menunjukkan adanya perubahan dan terjadi peningkatan pada mean level keterampilan seriasi. Hal ini terlihat dari mean level pada tahap baseline 1 (A-1) sebesar 25%, intervensi (B) sebesar 64,2%, dan baseline 2 (A-2) sebesar 80%. Peningkatan pun terlihat dari data kedua subjek atas nama AL. Subjek menunjukkan adanya perubahan dan terjadi peningkatan pada mean level keterampilan seriasi. Hal ini terlihat dari mean level pada tahap baseline 1 (A-1) sebesar 38,3%, intervensi (B) sebesar 88,3%, dan baseline 2 (A-2) sebesar 93,3%. Tahap baseline 2 (A-2) merupakan fase kontrol dimana pada fase ini menjadi tolak ukur apakah terjadi perubahan pada aspek keterampilan seriasi setelah diberikan perlakuan.
Hasil tersebut menunjukkan pemberian intervensi berpengaruh terhadap target behavior dalam penelitian, yaitu keterampilan seriasi. Dengan demikian latihan stacking efektif digunakan sebagai latihan dalam meningkatkan keterampilan seriasi pada tunaganda kelas D-2 di SLB Negeri B Cicendo Bandung atas nama RS dan AL, sehingga dapat menjadi alternatif untuk diterapkan dalam rangka meningkatkan keterampilan seriasi.
(4)
107
B.Rekomendasi 1. Bagi Pendidik
Memberikan alternatif pembelajaran terutama dalam menangani anak tunaganda dalam hal keterampilan seriasi khusus akademik dasar, dimana keterampilan ini harus secepatnya dimiliki oleh anak agar anak dapat mengikuti tugas belajar selanjutnya. Diharapkan anak tunaganda dapat memahami konsep secara utuh dan menyeluruh dalam aspek mengurutkan dan menyusun objek tertentu. Latihan ini sebagai alternatif dalam proses pembelajaran dan penggunaannya mampu menarik minat anak salah satunya pada penggunaan media stacking, penggunaan media ini tidak hanya diperuntukkan untuk anak dengan double handicape melainkan dapat diterapkan pada subjek manapun. Tujuan latihan ini untuk meningkatkan keterampilan seriasi pada anak. Disarankan jika pendidik menemukan anak dengan hambatan yang sama, maka disarankan untuk mencoba untuk menerapkan media ini.
2. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan disain subjek tunggal, dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua subjek sebagai bahan kajian, keduanya adalah subjek dengan dua hambatan atau tunaganda. Anak dengan tunaganda memiliki permasalahan yang begitu kompleks, peneliti dalam kajiannya menggunakan media stacking dalam latihan untuk meningkatkan keterampilan seriasi, dalam penggunaan media ini salah satu yang menjadi daya tarik anak adalah pada variasi media yang digunakan baik itu dari segi warna dan bentuk. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya mencoba melakukan penelitian dengan menerapkan pada subjek yang berbeda, metode penelitian yang berbeda, atau menerapkan latihan stacking pada aspek lain. Latihan stacking pun dapat diujikan dengan teknik dua atau tiga dimensi dalam aplikasi media. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengetahui perbedaan penggunaan media yang lebih efektif khususnya diterapkan pada anak tunaganda.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Bunawan, L. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Refika Aditama.
Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya. Khalillullah. (2009). Media Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: Aswaja
Pressindo.
Nuryanti, L. (2008). Psikologi Anak. Jakarta: Indeks.
Ormrod, E. J. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga. Santrock, J. (2007). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Somad, P. Hernawati, T. (1995). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Bandung: DEPDIKBUD DIRJEN Pendidikan Tinggi.
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Aditama.
Sudrajat, E. (2004). Pengaruh Permainan Lotto terhadap Peningkatan Kemampuan Persepsi, Atensi, dan Konsentrasi Anak Autistik. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunanto, J. dkk. (2006). Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI PRESS.
(6)
109
Tim Dosen UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI PRESS.
Yusuf, S. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda. Yasir. (2007). Permainan Tebak Gambar dalam Meningkatkan Kemampuan
Visual Memori Anak Tunarungu. Skripsi PLB FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Adeka. (2009). Jenis Mainan Edukasi. [Online].
Tersedia:www.adekaedutoysandcraft.com. [19 Maret 2013].
... . (1994). Cacat Ganda dan Pengentasannya. Bandung: Yayasan Bhakti Mitra Utama.
... . (2012). Pengertian Kemampuan Kognitif. [Online]. Tersedia: http://pembelajaran-pendidikan.blogspot.com. [ 20 Maret 2013].
... . (2012). Pengertian Keterampilan dan Jenisnya. [Online]. Tersedia: http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/pengertian- keterampilan-dan-jenisnya. [20 Maret 2013].
... . (2012). Prinsip-Prinsip Latihan. [Online]. Tersedia:
http://www.infogigi.com/prinsip-prinsip- latihan.html. [10 April 2013]. Tersedia:http://niko-arifqi.blogspot.com. [10 April 2013].
www.kamusbahasaindonesia.org[3 Mei 2013].
http://theshadowdreams.wordpress.com/2012/11/11/proses-mental-persepsi-secara-visual/