HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.

(1)

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Natalia Putri Sejati NIM 08104244031

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“I Believe I Can Do it”

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil. Kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik”

- Evelyn

Underhill-“Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi-mimpi mereka”


(6)

PERSEMBAHAN

Persembahan karyaku sebagai tanda kasihku kepada:

1. Almarhum ayah: cinta, kasih sayang, dan doa yang masih aku rasakan walaupun ayah tidak ada disampingku.

2. Ibu: cinta, kasih sayang, doa, dan nasehat yang selalu engkau curahkan kepadaku.

3. Kakak dan adik: cinta, kasih sayang, doa, dukungan, dan perhatian yang selalu kalian berikan.

4. Keluarga besarku: dukungan dan doa yang kalian berikan. 5. Almamaterku.


(7)

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN

KONSELING ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Oleh

Natalia Putri Sejati NIM 08104244031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa bimbingan dan konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta.

Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif, dengan populasi mahasiswa bimbingan dan konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta sebanyak 77 mahasiswa. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala efikasi diri dan skala perilaku prokrastinasi akademik. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan rumus product moment dan diperoleh pada skala efikasi diri koefisien validitas item bergerak dari 0,209 sampai 0,709 dan pada skala perilaku prokrastinasi akademik koefisien validitas item bergerak dari 0,020 sampai 0,714. Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach dan diperoleh koefisien reliabilitas efikasi diri sebesar 0,911 dan koefisien reliabilitas perilaku prokrastinasi akademik sebesar 0,902. Teknik analisis data untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku prokrastinasi akademik digunakan teknik korelasi

product moment.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara efikasi diri dengan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,533 dengan nilai p=0,000. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diartikan bahwa semakin tinggi efikasi diri pada mahasiswa, maka semakin rendah perilaku prokrastinasi akademiknya. Sebaliknya, semakin rendah efikasi diri pada mahasiswa, maka semakin tinggi perilaku prokrastinasi akademiknya. Kemudian diketahui nilai koefisien determinasi (R square) penelitian ini sebesar 0,284 sehingga dapat diartikan efikasi diri memberikan sumbangan efektif terhadap perilaku prokrastinasi akademik sebesar 28,4%.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Engkau sungguh baik yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya dan tidak pernah terlambat pertolongan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menerima dan menyetujui judul ini.

4. Ibu Kartika Nur Fathiyah, M.Si. dosen pembimbing I yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tiada henti di sela-sela kesibukannya.

5. Bapak Sugiyatno, M. Pd. dosen pembimbing II yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tiada henti di sela-sela kesibukannya.

6. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi penulis.


(9)

7. Keluarga besar Universitas Negeri Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik dan lancar.

8. Teristimewa bapakku Sudaryanto, suatu sosok yang selalu menjadi panutan penulis, sekalipun beliau sudah tiada tapi semangat dan kerja keras beliau yang tiada lelah dalam mendidik penulis sampai akhir hayatnya yang selalu melekat.

9. Mamaku Dian Nugraheni, seorang ibu yang menjadi inspirasiku dan ibu yang sangat luar biasa berjuang seorang diri dalam mencari nafkah untuk membesarkan anak-anaknya. Terimakasih yang tak terhingga atas kasih sayang, doa, semangat, nasehat, dan kesabaran yang selalu mama berikan untuk aku.

10. Kakakku Louis Djoko Prabowo, kakak yang perhatian, suka marah-marah, selalu mengingatkanku dalam segala hal saat aku senang maupun sedih. Terimakasih karena semangat yang kakak berikan aku bisa lulus.

11. Adikku Yosuara Tri Pamungkas, terimakasih ya untuk pertanyaan “kapan lulus kak ?”, karena pertanyaan itu kakak termotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi dan bisa berkumpul bareng-bareng lagi di rumah. 12. Keluarga besar SH Pranowo: pakde Hargo, bude Yanti, bulek Wati, om

Karno, om Bowo, bulek Antin, bulek Tatik, om Heru, om Setyo, bulek Heni, bulek Bekti, om Yanto, om Endro, bulek Bety, mas Rio, dek Indah, dek Luckyto, dek Lukas, dek Vira, dek Lucky, dek Tessa, dek Eli, dek Pandu, dek Nissa, dek Bayu, dek Samuel, dan dek Vrila. Terimakasih karena selalu


(10)

memberikan motivasi dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabatku tersayang dan teman satu perjuangan di Jogja: mami Laely Eri Pratiwi, Tri Listyawati (ndut), Neli Romawati, Krisna Dhanu Pratama, Brinna Kusumaning DGP, Ria Widyaningsih, Falah Akbar yang selalu medukung, selalu memberi semangat, selalu menemani di saat suka dan duka, tidak pernah mengeluh, selalu membuatku tertawa, nyaman, dan aman di dekat kalian, banyak kenangan indah yang kami lewati bersama. Kata-kata yang selalu aku ingat yang sering kalian ucapkan kurus, harus percaya diri, yakin, dan semangat. Pasti bisa!!

14. Sahabatku kosan kana 7 Putri Aulia, Sari Retno Diwanti, dan Ami Fristyani terimakasih kalian sudah mau menjadi teman curhat, suka masak-masak bareng, kulineran, sering menolong saat aku sakit, sering aku repotkan, kata-kata yang selalu aku ingat dari kalian “Tuhan pasti punya rencana indah buat hidup aku, jangan pernah putus asa dan semangat”.

15. Sahabatku yang setia dari SMP Irnawati Sihotang, Hanesti Hestu W, Sarah Aruan, Gloria Leatimia terimakasih atas segala doa, dukungan kalian agar aku cepat lulus, dan kenangan indah yang selalu kalian berikan tidak pernah aku lupakan.

16. Untuk Tyo Hadisiswanto yang sudah aku anggap sebagai keluarga, suka nyebelin, jail, dan temen main bareng, Frans Hidayat yang suka bercanda, sering buat aku ketawa dengan kelucuannya dan tingkahnya yang aneh, Dedy Setyatno (pakde) yang selalu menolong aku terimakasih untuk dukungannya.


(11)

17. Teman-teman mahasiswa Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan angkatan 2008 khususnya kelas B atas semangat dan dukungannya selama penulis menempuh studi.

18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan demi terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, November 2012


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri... 11

2. Pembentukan Efikasi Diri ... 14

3. Komponen Efikasi Diri ... 18

4. Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri……….. 20


(13)

B. Kajian tentang Prokrastinasi Akademik

1. Pengertian Prokrastinasi Akademik ... 23

2. Ciri-Ciri Prokrastinasi ... 24

3. Jenis-Jenis Prokrastinasi ... 26

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prokrastinasi Akademik ... 27

5. Karakteristik Prokrastinasi... 30

C. Kajian tentang Remaja 1. Pengertian Remaja ... 32

2. Karakteristik Masa Remaja ... 33

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 35

D. Hubungan antara Efikasi diri dengan Perilaku Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa ... 38

E. Pradigma Penelitian ... 40

F. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

1. Tempat Penelitian... 42

2. Waktu Penelitian ... 43

C. Variabel Penelitian... 43

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

1. Populasi Penelitian... 43

2. Sampel Penelitian... 43

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 44

F. Teknik Pengumpulan Data... 46

G. Instrumen Penelitian ... 47

1. Uji Validitas Instrumen Penelitian... 55


(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 64

2. Deskripsi Data dan Kategorisasi ... 64

3. Pengujian Hipotesis ... 69

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

C. Keterbatasan Penelitian ……… 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian ... 43

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri Sebelum Uji Coba ... 49

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Prokrastinasi Sebelum Uji Coba ... 51

Tabel 4. Skor Penilaian Skala Efikasi diri dan Perilaku Prokrastinasi ... 53

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri Setelah Uji Coba ... 58

Tabel 6. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Prokrastinasi Setelah Uji Coba ... 59

Tabel 7. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 61

Tabel 8. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 63

Tabel 9. Sebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 64

Tabel 10. Deskripsi Variabel Efikasi Diri... 65

Tabel 11. Kategorisasi Efikasi Diri Mahasiswa... 66

Tabel 12. Deskripsi Perilaku Prokrastinasi Akademik ... 67

Tabel 13. Kategorisasi Perilaku Prokrastinasi Akademik Mahasiswa... 68

Tabel 14. Hubungan yang Negatif antara Efikasi Diri dengan Perilaku Prokrastinasi Akademik Mahasiswa………70


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Self efficacy, penengah antara tujuan dan sasaran……….. 13

Gambar 2. Paradigma Penelitian ... 40

Gambar 3. GrafikPie ChartEfikasi Diri... 67


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 82

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 92

Lampiran 3. Skala Penelitian ... 108

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ... 115


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki era globalisasi manusia dituntut untuk dapat menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting, Namun sampai sekarang masih banyak dijumpai ketidaksiapan dalam melaksanakan tuntutan tersebut. Mengulur waktu dan melakukan penundaan terhadap tugas dan kewajiban adalah salah satu ketidaksiapan yang masih terjadi sekarang. Dalam dunia pendidikan, banyak dijumpai di kalangan siswa maupun mahasiswa yang kerap menunda tugas yang seharusnya mereka kerjakan dengan berbagai alasan. Imbasnya banyak mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu dan membuang waktu sisa-sia.

Hal diatas merupakan suatu bentuk penundaan akademik yang mengarah kepada perilaku prokrastinasi akademik. Indikasi penundaan akademik biasanya antara 7-10 tahun yang harusnya hanya 4 tahun saja. Dari hasil observasi yang dilakukan dibeberapa lembaga kampus FIP Universitas Negeri Yogyakarta diperoleh beberapa kenyataan mengenai perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa antara lain penundaan waktu kelulusan, IPK yang kurang dari batas normal, dan penyelesaian tugas akhir diluar waktu yang sudah ditetapkan.

Solomo dan Rothblum (Tuckman, 2002: 36) mengemukakan bahwa prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas


(19)

lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam perkuliahan.

Banyak peristiwa prokrastinasi di kalangan mahasiswa yang berdampak pada berbagai hal. Saat mereka mendapatkan tugas dari dosen kebanyakan dari para mahasiswa menunda-nunda untuk mengerjakannya karena tugas tersebut masih lama dikumpulkan. Biasanya mahasiswa seperti itu akan mengerjakan satu hari sebelum dikumpulkan. Tugas yang dikumpulkan pun tidak maksimal karena mereka mengerjakan tugas dengan tergesa-gesa (Koran kompas, 18 November 2011).

Penelitian di Amerika Utara menggambarkan keadaan pendidikan yaitu, kira-kira 70% pelajar memunculkan prokrastinasi. Konsekuensi negative dari prokrastinasi ini seperti performa yang kurang, mutu kehidupan individu berkurang, pengaruh negative dan menurunnya prestasi Ferrari (dalam Dini Ahmaini 2004: 10).

Kendati menunda tugas merupakan hal yang dianggap wajar dan sering dilakukan oleh banyak orang, akan tetapi perilaku menunda-nunda dalam pekerjaan mempunyai dampak yang cukup serius antara lain mampu menurunkan tingkat produktifitas seseorang dan lebih lanjut kemudian merusak mental dan etos kerja seseorang. Prokastinasi juga akan mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

Prokrastinasi tidak lebih dari sekedar kecenderungan, melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai dan dipandang bisa diselesaikan dengan sukses. Prokrastinasi akademik


(20)

merupakan kegagalan dalam mengerjakan tugas dalam kerangka waktu yang diinginkan atau menunda mengerjakan tugas sampai saat-saat terakhir. Prokrastinasi akademik merupakan jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan tiga mahasiswa bimbingan dan konseling tahun 2010 yang berinisial Dn, Sl, dan Rk pada hari senin tanggal 3 Juli 2012, diperoleh hasil ketiganya menyatakan bahwa banyak perbedaan saat menjadi mahasiswa dan saat menjadi siswa di sekolah. Sebagai mahasiswa tidak terlalu dituntut dalam mengerjakan tugas tidak seperti pada waktu sekolah. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengatur dan mengelola jadwal akademiknya sendiri. Selain itu waktu yang tidak baku membuat Dn, Sl, dan Rk lebih merasa bebas. Dn menuturkan kepada peneliti bahwa saat diberikan tugas dari dosen, tugas tersebut tidak langsung dikerjakan karena tugas yang susah dikerjakan dan tenggang waktu pengumpulan masih lama. Mereka biasanya mengerjakan satu hari sebelum dikumpulkan, karena mahasiswa tersebut menganggap prokrastinasi adalah sebagai sesuatu yang wajar dan banyak mahasiswa yang melakukannya. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi menurunnya prestasi dan menyebabkan indeks prestasi (IP) yang rendah.

Berdasarkan wawancara diatas peneliti menemukan beberapa hal yang menyebabkan prokastinasi sering terjadi di kalangan mahasiswa, diantaranya malas belajar, banyak kegiatan yang dilakukan sehingga waktu belajar sering terpakai untuk berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus. Selain


(21)

itu banyak mahasiswa yang belajarnya hanya SKS (sistem kebut semalam), sehingga hasil yang mereka peroleh kurang maksimal. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh efikasi diri mahasiswa yang rendah karena dirinya tidak yakin atas kemampuannya dalam mengerjakan tugas tersebut, akhirnya menunda-nunda dalam mengerjakan tugas dan terkadang cenderung untuk menyontek teman.

Friend (dalam Yemima, Husetiya 2007: 8) berpendapat bahwa prokrastinasi dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (a) Tidak yakin diri, (b) Toleransi frustasi yang rendah, (c) Menuntut kesempurnaan, dan (d) Perbedaan jenis kelamin. Bernard (dalam Yemima, Husetiya 2007: 9) mengemukakan alasan mahasiswa yang melakukan prokrastinasi yaitu memilih kegiatan yang lebih menyenangkan, tidak mampu mengerjakan tugas yang sulit, tidak tahu harus memulai tugas dari mana, stres, tidak dapat mengatur waktu, adanya gangguan dari lingkungan, depresi, kurang percaya diri, malas, dan kelelahan.

Maraknya proskastinasi yang dilakukan oleh sebagian mahasiswa ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diatas. Salah satunya adalah prokastinasi muncul dikarenakan keyakinan diri yang dimiliki mahasiswa rendah. Keyakinan yang terbentuk pada diri mahasiswa memberikan peran penting dalam proses mengerjakan tugas. Keyakinan ini memberikan keputusan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan tugas tersebut. Ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Godfrey (dalam Rumiani 2006: 50) yang


(22)

menyebutkan bahwa keyakinan diri merupakan salah satu faktor dari prokrastinasi yang dilakukan oleh mahasiswa.

Bandura (dalam Jess 2008: 146) menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari orang membuat keputusan untuk mencoba berbagai tindakan dan seberapa lama menghadapi kesulitan-kesulitan. Teori belajar sosial menyatakan bahwa permulaan dan pengaturan transaksi dengan lingkungan, sebagian ditentukan oleh penilaian efikasi diri. Efikasi diri menyebabkan keterlibatan aktif dalam kegiatan, mendorong perkembangan kompetensi. Sebaliknya efikasi diri yang mengarahkan individu untuk menghindari lingkungan dan kegiatan, memperlambat perkembangan potensi dan melindungi persepsi diri yang negatif dari perubahan yang membangun.

Bandura (dalam Rizvi, A, Prawitasari, 1997: 12) mendefinisikan efikasi diri atau self efficacy sebagai pertimbangan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasi dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Efikasi seseorang sangat menetukan seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa individu bertahan dalam menghadapi rintangan yang menyakitkan. Semakin kuat efikasi diri semakin giat dan tekun usaha-usahanya. Sedangkan mereka yang mempunyai perasaan efikasi yang kuat menggunakan usaha yang lebih besar untuk mengatasi tantangan Bandura (Jess 1994: 160). Efikasi diri yang rendah dapat menghalangi usaha meskipun individu memiliki keterampilan dan menyebabkan mudah putus asa Newstrom & Davis (1989: 140).


(23)

Mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi, tidak akan pantang menyerah dalam melakukan berbagai tindakan dan siap menghadapi kesulitan-kesulitan. Hal ini ditegaskan bagi mahasiswa yang dalam setiap perkuliahannya memiliki beban tugas yang menumpuk sehingga membutuhkan banyak energi, pembagian waktu yang cukup, dan sering kali mengalami kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya. Maka keyakinan mahasiswa yang menentukan seberapa besar ia bertahan dalam menghadapi rintangan dan pengalaman yang menyakitkan dalam tugas-tugas perkuliahan. Semakin kuat presepsi efikasi diri atau self efficacy mahasiswa maka semakin rajin dan tekun usaha-usahanya.

Penelitian tentang prokastinasi sudah pernah ada sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan Reni Nugrasanti (2006: 30) menyebutkan mahasiswa yang melakukan prokrastinasi paling banyak yaitu dalam tugas menulis (48,55%). Berdasarkan analisis data yang diperoleh, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara locus of controldan prokastinasi akademik mahasiswa. Artinya semakin ekternal locus of control mahasiswa, maka semakin tinggi prokastinasinya.

Penelitian Yogi Ardi Pradono (2008: 13) menyebutkan semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi pula stres yang dapat terjadi. Tingginya stress karena orang yang memiliki efikasi diri tinggi akan selalu ingin mendapatkan hasil yang terbaik karena memiliki keyakinan akan kemampuannya. Bila hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka akan selalu memforsir dirinya untuk selalu berusaha.


(24)

Penelitian mengenai efikasi diri dan prokastinasi sudah ada sebelumnya seperti yang diuraikan diatas, tetapi penelitian yang berkaitan dengan hubungan efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa belum ada sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penelitian hubungan efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta.

Efikasi diri dengan perilaku prokrastinasi akademik merupakan masalah yang kerap dialami oleh individu dalam bidang akademik, dalam penelitian ini yang menjadi subjek prokrastinasi adalah mahasiswa bimbingan dan konseling. Sebagai mahasiswa bimbingan dan konseling diharapkan memiliki tindakan preventif untuk menghindari hal-hal tersebut. Dalam hal ini layanan bimbingan dan konseling sangat diperlukan untuk menanamkan perilaku mengurangi atau menghilangkan perilaku prokrastinasi melalui efikasi diri yang tinggi.

Berdasarkan paparan masalah atau problem-problem yang dialami mahasiswa diatas, maka perlu dilaksanakan penelitian yang empiris. Inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan antara efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta.


(25)

A. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah tersebut peneliti akan mengidentifikasi permasalahan yang timbul berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Banyak mahasiswa yang sering menunda-nuda dalam mengerjakan tugas perkuliahannya

2. Perilaku prokastinasi yang dilakukan mahasiswa cenderung memberikan dampak negatif dalam prestasi akademiknya.

3. Banyaknya mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung mempengaruhi perilaku prokastinasi akademiknya.

4. Masih banyak mahasiswa yang kurang memiliki efikasi diri yang baik. 5. Belum ada penelitian tentang hubungan antara efikasi diri dengan perilaku

prokrastinasi akademik pada mahasiswa. B. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas tidak semua masalah akan dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya membatasi pada masalah-masalah banyaknya mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang rendah cenderung mempengaruhi perilaku prokastinasi akademiknya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi penelitian pada “Apakah ada hubungan antara efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa jurusuan bimbingan dan konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta?”


(26)

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan wawasan keilmuan mengenai pengembangan teori tentang hubungan efikasi diri dengan perilaku prokastinasi akademik pada mahasiswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi mahasiswa

Mahasiswa khususnya dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk mengelolah diri, manajemen diri, dan dapat mengurangi perilaku prokastinasi akademik dengan meningkatkan efikasi diri.

b. Bagi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Bagi pihak jurusan psikologi Pendidikan dan Bimbingan, penelitian ini harapannya mampu mengembangkan efikasi diri yang positif pada mahasiswa sehingga perilaku prokastinasi bisa dikurangi atau dihilangkan dan adanya hubungan yang diperoleh


(27)

dari korelasi variabel tersebut dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan bimbingan dan konseling. Kontribusi ilmiah yang dapat diberikan antara lain mengadakan pelatihan dan pembimbingan pada mahasiswa.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan referensi pengetahuan dan dasar bagi penelitian selanjutnya. Terutama dalam mendalami teori tentang efikasi diri dan prokastinasi akademik pada mahasiswa.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Efikasi Diri (Self Efficacy)

1. Pengertian Efikasi Diri (Self Efficacy)

Teori self efficacy berasal dari Teori Belajar Sosial (Bandura, dan digambarkan oleh Maddux (Bart, 1994: 189) sebagai salah satu teori psikologi akhir dalam tradisi panjang dari teori-teori tentang kompetensi pribadi dan tentang efikasi, yang mungkin diciptakan lebih banyak penelitian dalam bidang psikologi klinis, social dan kepribadian pada 12 tahun terakhir lebih dari pada teori teori dan model-model senada yang lain.

Bandura (Jess, 2008: 414-415) mendefinisikan self efficacysebagai “keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya.” Manusia percaya dapat melakukan sesuatu, memiliki potensi untuk mengubah kejadian-kejadian di lingkungannya, lebih suka bertindak, dan lebih dekat pada kesuksesan dari pada yang rendah self efficacy-nya. Menurut Bandura “keyakinan manusia terhadap self efficacy mereka akan mempengaruhi arah tindakan yang akan dipilih untuk diupayakan, seberapa banyak upaya yang akan ditanamkan pada aktivitas-aktivitas tersebut, seberapa lama akan bertahan ditengah gempuran badai dan kegagalan, dan seberapa besar keinginan mereka untuk bangkit kembali.” Self efficacy harus berkombinasi dengan lingkungan, perilaku


(29)

sebelumnya dan variabel kepribadian lainnya, khususnya ekspektansi terhadap hasil, untuk dapat menghasilkan perilaku tertentu.

Bandura menyatakan bahwa self efficacy sebagai keyakinan seseorang mengenai kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan sukses. Individu yang mempunyasi self efficacy tinggi akan mencapai suatu kinerja yang lebih baik karena individu memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang jelas, emosi yang stabil dan kemampuannya untuk memberikan kinerja atas aktivitas atau perilaku dengan sukses. (Lelyana: tanpa tahun)

Menurut Pervin (Bart, 1994: 189) Self efficacy mengacu pada kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. Seseorang dalam dalam memutuskan perilaku tertentu tidak hanya mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang kemungkinan kerugian atau keuntungan tetapi juga mempertimbangkan sejauh mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Tiga pertimbangan dibuat pada gambar dibawah ini (a) harapan akan kemungkinan hasil dari perilaku (outcome expectancy), (b) harapan dapat membentuk perilaku secara tepat (efficacy expectancy), dan (c) nilai hasil (outcome value).


(30)

Gambar 1. Self Efficacy, penengah antara tujuan dengan sasaran (Bart:1994,190)

Menurut Bandura untuk mencapai “perubahan diatur diri‟, seseorang tidak hanya memerlukan arti dan sumber-sumber untuk melakukan itu. Pengaturan diri dalam perilaku secara efektif tidak dicapai hanya oleh kehendak. Ini menuntut keterampilan tertentu dalam memotivasi diri dan bimbingan diri. Self efficacy berkaitan dengan keyakinan seseorang bahwa ia dapat mempergunakan control pribadi pada motivasi, perilaku dan lingkungan sosialnya. (Bart, 1994: 191)

Manusia dapat memiliki self efficacy tinggi di satu situasi ke situasi lain. Self efficacy beragam dari satu situasi ke situasi lain tergantung pada kompetensi yang diminta bagi aktivitas yang berbeda-beda,hadir tidaknya orang lain, tingkat persaingan di antara manusia lebih-lebih jika mereka memang bersaing sangat ketat, predisposisi pribadi dalam menghadapi kegagalan, dan kondisi fisiologis lain yang menyertai, khususnya ada tidaknya kelelahan, kecemasan, apati atau kesedihan. (Jess, 2008: 415)

GOAL BEHAVIOR

Self efficacy expectancy outcome


(31)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuannya untuk mengontrol diri dalam melakukan suatu kegiatan sehingga kegiatan tersebut sesuai dengan harapan. Seseorang yang memiliki self efficacy tinggi akan memotivasi dirinya sendiri dan beranggapan bahwa dia mampu menyelesaikan tugas dengan baik. Penilaian keyakinan diri seseorang yang positif dapat mempengaruhi segala aspek dalam kehidupannya. Persepsi terhadap efikasi diri meliputi keyakinan individu bahwa suatu masalah dapat diatasi, bahwa ia mampu mengendalikan situasi yang menggangu. Keyakinan tersebut menimbulkan perasaan mampu mengendalikan masalah secara efektif.

2. Pembentukan Efikasi Diri (Self-Efficacy)

Menurut Bandura (dikutip dari Jess, 2008: 416-418) Self-Efficacy dapat diperoleh, dipelajari dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Empat sumber informasi tersebut merupakan stimulasi atau kejadian yang dapat memberikan inspirasi atau pembangkit positif (positive arousal) untuk berusaha menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Proses ini mengacu pada konsep pemahaman bahwa pembangkitan positif dapat meningkatkan perasaan atas Self Efficacy. Setiap metode, informasi tentang diri dan lingkungan diproses secara kognitif, dan bersama-sama rekoleksi terhadap pengalaman-pengalaman sebelumnya, mengubah self efficacy yang dimiliki. Adapun sumber-sumber Self efficacy tersebut:


(32)

a. Mastery experiences (pengalaman – pengalaman tentang penguasaan) Mastery experiences (pengalaman – pengalaman tentang penguasaan), yaitu performa-performa yang yang sudah dilakukan dimasa lalu. Kesuksesan kinerja akan membangkitkan ekspektansi-ekspektansi terhadap kemampuan diri untuk mempengaruhi hasil yang diharapkan, sedangkan kegagalan cenderung merendahkannya. Pernyataan umum ini memiliki enam konsekuensi praktis:

i. Kesuksesan kinerja akan membangkitkan self efficacy dalam menghadapi kesulitan tugas.

ii. Tugas yang dikerjakan dengan sukses lebih membangkitkan self efficacy ketimbang kesuksesan membantu oaring lain.

iii. Kegagalan tampak lebih banyak menurunkan self efficacy, terutama jika individu tersebut sadar sudah mengupayakan yang terbaik,sebaliknya kegagalan karena tidak berupaya maksimal tidak begitu menurunkan self efficacy.

iv. Kegagalan dibawah kondisi emosi yang tinggi atau tingkatan stress tinggi self efficacy –nya tidak selemah dari pada kegagalan di bawwah kondisi-kondisi maksimal.

v. Kegagalan sebelum memperoleh pengalaman-pengalaman tentang penguasaan lebih merusak self efficacy-nya dari pada kegagalan sesudah memperolehnya.


(33)

vi. Kegagalan pekerjaan memiliki efek yang kecil saja bagi self efficacy, khususnya bagi mereka yang memiliki ekspektasi kesuksesan tinggi.

Mastery experiences merupakan sumber ekspektasi Self-Efficacy yang penting, karena berdasar pengalaman individu secara langsung. Individu yang pernah memperoleh suatu prestasi, akan terdorong meningkatkan keyakinan dan penilaian terhadap Self-Efficacy-nya. Pengalaman keberhasilan individu ini meningkatkan ketekunan dan kegigihan dalam berusaha mengatasi kesulitan, sehingga dapat mengurangi kegagalan.

b. Social Modeling (Permodelan sosial)

Social Modeling (Permodelan sosial) yaitu pengalaman-pengalaman tak terduga (Vicarious experience) yang disediakan orang lain. Self-Efficacy meningkat ketika manusia mengamati pencapaian orang lain yang setara kompetensinya, tetapi menurun ketika melihat kegagalan seorang rekan. Apabila orang lain tidak setara dengan individu tersebut, permodelan sosial hanya memberikan efek yang kecil saja bagi Self-Efficacy-nya. Meningkatnya Self-Efficacy individu ini dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai suatu prestasi. Peningkatan Self-Efficacy ini akan menjadi efektif jika subyek yang menjadi model tersebut mempunyai banyak kesamaan karakteristik antara individu dengan model, kesamaan tingkat kesulitan tugas, kesamaan situasi dan kondisi, serta keanekaragaman yang dicapai oleh model.


(34)

c. Persuasi sosial

Self-Efficacy dapat diraih atau dilemahkan lewat persuasi sosial. Efek-efek dari sumber ini agak terbatas namun, dalam kondisi yang tepat , persuasi orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan Self-Efficacy. Kondisi Pertama yang dimaksud adalah seseorang harus percaya kepada pembicara. Penolakan atau kritik dari sumber yang dipercaya ini memiliki efek yang lebih kuat pada Self-Efficacy dari pada sumber yang tidak dipercaya. Meningkatkan Self-Efficacy lewat persuasi sosial akan efektif hanya jika aktivitas yang diperkuat tertulis dalam daftar perilaku yang diulang ulang.

Menurut Bandura efek sebuah nasihat bagi Self-Efficacy berkaitan erat dengan status dan otoritas pemberi nasihat. Persuasi social terbukti paling efektif jika berkombinasi dengan keberhasilan performa. Persuasi mungkin sudah menyakinkan seseorang untuk mengupayakan aktivitas tertentu, dan ternyata bila performa ini berhasil dilakukan, maka pencapaian maupun penghargaan verbal berikutnya akan semakin meningkatkan Self-Efficacy di depan. Persuasi verbal ini dapat mengarahkan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan kesuksesan.

d. Kondisi fisik dan emosi (Physiological and emotional states)

Keempat, Physiological and emotional states (keadaan fisiologis dan psikologis). Emosi yang kuat biasanya menurunkan tingkat performa. Individu yang mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan


(35)

tingkat stress yang tinggi, individu tersebut memiliki ekspektansi Self-Efficacy yang rendah. Semua orang, kecuali dikuasai rasa takut, memiliki kemampuan untuk memegang ular beracun. Mereka hanya harus memegang ular dengan lembut dibelakang kepalanya, namun bagi banyak orang, rasa takut kepada ular sudah menumpulkan dan merendahkan ekspektansi terhadap kinerja mereka.

Berdasarkan empat hal pembentukan Self-Efficacy tersebut dapat menjadi langkah untuk melatih dan mengembangkan keyakinan diri seorang individu. Manusia memiliki kapasitas untuk menjadi apapun, dan sebagian besar kemampuan diperoleh dari belajar kepada model. Self-Efficacy dapat diupayakan untuk memberikan suatu harapan penuh pada seseorang untuk mencapai kesuksesan dan cita cita.

3. Komponen Efikasi Diri(Self –Efficacy)

Bandura (Romi, 2011: 20) mengungkapkan bahwa perbedaan Self-Efficacy pada setiap individu terletak pada tiga komponen, yaitu magnitude, strength dan generality. Masing-masing mempunyai implikasi penting di dalam performansi, yang secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Magnitude (tingkat kesulitan tugas)

Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan dengan derajat kesulitan tugas individu. Komponen ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu berdasar ekspektasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas. Individu akan berupaya melakukan tugas


(36)

tertentu yang ia persepsikan dapat dilaksanakannya dan ia akan menghindari situasi dan perilaku yang ia persepsikan di luar batas kemampuannya.

b. Strength (kekuatan keyakinan)

Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya. Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun mungkin belum memiliki pengalaman– pengalaman yang menunjang. Sebaliknya pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.

c. Generality (generalitas)

Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya, tergantung pada pemahaman kemampuan dirinya yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang lebih luas dan bervariasi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan komponen self efficacy seseorang adalah pertama Magnitude suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukan, kedua Strength suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu dan ketiga Generality sebagai


(37)

keleluasaan dari bentuk self efficacy yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda.

4. Faktor yang mempengaruhi Efikasi diri (Self Efficacy)

Bandura (Astrid, 2009: 22) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi self efficacy pada diri individu antara lain:

a. Budaya

Budaya mempengaruhi self efficacy melalui nilai, kepercayaan dan proses pengaturan diri yang berfungsi sebagai sumber penilain self efficacy dan juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy.

b. Gender

Perbedaan gender juga berpengaruh terhadap self efficacy. Penelitian Bandura menyatakan bahwa wanita lebih efikasinya yang tinggi dalam mengelola perannya. Wanita yang memiliki peran selain sebagai ibu rumah tangga, juga sebagai wanita karir akan memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan dengan pria yang bekerja.

c. Sifat dari Tugas yang dihadapi

Derajat kompleksitas dari kesulitan tugas yang dihadapi oleh individu akan mempengaruhi penilaian individu tersebut terhadap kemampuan dirinya sendiri. Semakin kompleks suatu tugas yang dihadapi oleh individu maka akan semakin rendah individu tersebut menilai kemampuannya. Individu yang dihadapkan tugas yang mudah


(38)

dan sederhana maka akan semakin tinggi individu tersebut menilai kemampuannya.

d. Insentif Eksternal

Faktor lain yang mempengaruhi self efficacy adalah insentif yang diperoleh individu tersebut. Bandura menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan self efficacy adalah insentif yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan seseorang. e. Status atau peran individu dalam lingkungan

Individu yang memiliki status lebih tinggi akan memperoleh derajat kontrol yang lebih besar sehingga self efficacy yang dimiliki juga tinggi. Individu yang memiliki status lebih rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimiliki juga rendah.

f. Informasi tentang kemampuan diri

Individu akan memiliki self efficacy tinggi, jika individu tersebut memperoleh informasi positif mengenai dirinya, sementara individu akan memiliki self efficacy rendah, jika memperoleh informasi negatif mengenai dirinya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi self efficacy seseorang adalah budaya,gender,sifat dari tugas yang dikerjakan, insentif eksternal, status dan peran individu dalam lingkungan, serta informasi tentang dirinya.


(39)

5. Tahap Perkembangan Efikasi Diri (Self Efficacy)

Bandura (Astrid, 2009: 21) menyatakan bahwa self efficacy berkembang secara teratur. Bayi mulai mengembangkan self efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai mengerti dan belajar mengenai kemampuan dirinya, kecakapan fisik, kemampuan sosial, dan kecakapan berbahasa yang hamper secara konstan digunakan dan ditunjukan pada lingkungan. Awal dari pembentukan self efficacy dipusatkan pada orang tua kemudian dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya, dan orang dewasa lainnya. Self efficacy pada orang dewasa meliputi penyesuaian pada masalah pernikahan dan peningkatan karir. Self efficacy pada masa lanjut usia, sulit terbentuk sebab pada masa ini terjadi penurunan mental dan fisik, pesinan kerja, dan penarikan diri dari lingkungan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan Self efficacy seseorang dimulai dari masa bayi, dewasa dan masa tua. Setiap masa dari perkembangan Self efficacy seseorang dibentuk dan dipengaruhi oleh faktor faktor yang berbeda disekelilingnya. Seseorang yang mempunyai respon positif dalam menanggapi keyakinan dirinya sendiri dalam melakukan suatu hal dapat meningkatkan self efficacy-nya.


(40)

B. Tinjauan Prokrastinasi Akademik

1. Pengertian Prokrastinasi Akademik

Solomo dan Rothblum (Tuckman, 2002: 55) mengemukakan bahwa prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam perkuliahan.

Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali digunakan oleh Brown dan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan (Rizvi dkk, 1997: 51). Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut procrastinator.

M. N. Ghufron (2003: 19) menyebutkan bahwa prokrastinasi dikatakan sebagai suatu perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu dan kecenderungan untuk tidak segera memulai pekerjaan ketika menghadapi tugas.

Noran (Akinsola, Tella & Tella, 2007: 84) mendefinisikan prokrastinasi akademis sebagai bentuk penghindaran dalam mengerjakan tugas yang seharusnya diselesaikan oleh individu. Individu yang melakukan prokrastinasi lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman atau pekerjaan lain yang sebenarnya tidak begitu penting daripada mengerjakan tugas yang harus diselesaikan dengan cepat.


(41)

Berdasarkan pengertian dari pemaparan sebelumnya, peneliti menyimpulkan prokastinasi akademis adalah suatu penundaan tugas yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang dengan melakukan aktivitas lain dan sebagai perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam perkuliahan.

2. Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik

Menurut Ferrari dkk (Dwi Irmawati, 2009: 32) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati dalam ciri-ciri tertentuberupa:

a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi

Mahasiswa yang melakukan prokastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau memenunda-nunda-menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

Mahasiswa yang melakukan prokastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan,


(42)

maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya mahasiswa dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi cirri yang utama dalam prokastinasi akademik. c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Mahasiswa yang melakukan prokastinasi mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah ditentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ditentukan akan tetapi ketika saatnya tiba tidak juga melekukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai dengan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang seharusnya dikerjakan. Mahasiswa yang melakukan prokastinasi dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca, nonton, ngobrol, mendengarkan musik, dan sebagainya. Sehingga menyita


(43)

waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri prokastinasi akademik adalah penundaan tugas untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

3. Jenis-jenis Prokrastinasi akademik

Salomo dan Rothblum (1984: 120) mengemukakan prokrastinas pada dunia pendidikan terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:

1. Tugas mengarang

Tugas mengarang meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas-tugas menulis, misalnya makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya.

2. Belajar menghadapi ujian

Tugas belajar menghadapi ujian mencakup penundaan belajar untuk menghadapi ujian misalnya ujian tengah semester atau akhir semester.

3. Membaca

Tugas membaca meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan tugas akademis yang diwajibkan.


(44)

4. Kinerja tugas administratif

Berupa penundaan untuk menyalin catatan, mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran, daftar peserta praktikum dan sebagainya.

5. Menghadiri pertemuan

Berupa penundaan maupun keterlambatan dalam menghadiri pelajaran, praktikum dan pertemuan-pertemuan lainnya.

6. Kinerja akademis secara keseluruhan

Yaitu penundaan dalam mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademis secara keseluruhan.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis prokrastinasi akademik terjadi dalam enam area, yaitu tugas mengarang, belajar menghadapi ujuan, membaca, kinerja tugas administratif, menghadiri pertemuan, dan kinerja akademis secara keseluruhan.

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, yang diambil dari berbagai hasil penelitian, dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:

a. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor itu meliputi:

1) Kondisi fisik individu

Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah berupa keadaan fisik dan


(45)

kondisi kesehatan, misalnya fatigue. Seseorang yang mengalami fatigue, misalnya karena kuliah dan bekerja paruh waktu, akan memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi daripada yang tidak McCown (Ferari 1995: 14). Tingkat intelegensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi prokrastinasi, walupun sering disebabkan oleh adanya keyakinan-keyakinan yang irasional yang dimiliki seseorang Ferari (1995: 7).

2) Kondisi psikologis individu

Prokrastinasi sering dihubungkan dengan presepsi individu terhadap tugas, menyenangkan atau tidak menyenangkan Milgram & Marshevsky (Ayu Candra 1995: 145).

3) Sikap perfeksionis, Mitchel (Ayu Candra, 2010: 26)

Sikap menuntut kesempurnaan adalah sikap yang baik. Sikap ini biasa muncul untuk alasan yang baik juga, yaitu mau bekerja dan menghasilkan kerja yang paling baik, namun jika sikap ini muncul karena mahasiswa tersebut takut dikritik, dikecam atau dicela orang bila pekerjaannya “kurang sempurna” maka bisa dipastikan pekerjaan yang harus dikerjakan akan tertunda. Contohnya dengan pikiran-pikiran seperti “semua materi dalam buku harus dibaca sebelum saya bisa mengerjakan tugas” atau “jika saya tidak dapat mengerjakan dengan sangat baik, maka saya tidak cukup baik untuk mengerjakan”.


(46)

b. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar diri individu yang mempebgaruhi prokrastinasi. Faktor-faktor ini antara lain:

1) Manajemen waktu yang buruk dengan menunggu saat yang tepat, Mitchel (Ayu Candra, 2010: 25)

Prokrastinasi berarti tidak mengatur waktu secara bijak. Seseoarang yang mungkin ragu-ragu dengan prioritas, tujuan dan sasarannya, atau kebanjiran tugas, kerap menunda pengerjaan tugas sampai akhir waktu dengan banyak meluangkan waktu untuk bersosialisasi daripada menyelesaikan tugas yang harus diselesaikan. Manajemen waktu yang buruk juga berarti seseorang akan selalu menunggu untuk mengerjakan tugasnya diwaktu yang tepat.

2) Takut akan penilaian negatif, Stephan & Palmer (Ayu Candra, 2010: 33)

Perasaan takut akan penialaian negatif dimiliki oleh orang yang mencemaskan penilaian orang lain terhadap dirinya. Mahasiswa akan berusaha berbuat sesempurna mungkin agar dirinya dapat diterima oleh orang lain. Takut akan penilaian negatif menjadi disamakan dengan kegagalan atau penolakan dari orang lain. Orang yang pernah menerima penilaian negatif dari orang lain dapat menjadikan prokrastinasi sebagai coping atas perasaan ini, dengan cara menunda melaksanakan apapun yang biasa membuat orang lain menilai diri kita.


(47)

3) Tugas yang terlalu banyak (Burka dan Yuen, 2008: 44)

Menjelaskan bahwa prokrastinasi terjadi karena tugas-tugas yang menumpuk terlalu banyak dan harus segera dikerjakan. Pelaksanaan tugas yang satu dapat menyebabkan tugas lain tertunda.

4) Kondisi lingkungan (Burka dan Yuen, 2008: 103)

Kondisi lingkungan yang tingkat pengawasannya rendah atau kurang akan menyebabkan timbulnya kecenderungan prokrastinasi, dibandingkan dengan lingkungan yang penuh pengawasan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu, yang meliputi kondisi fisik, psikis, takut gagal, cemas, dan adanya keyakinan-keyakinan negatif, dan sikap prefeksionis. Kemudian faktor eksternal berupa faktor di luar diri individu, yang meliputi, manajemen waktu yang buruk, takut akan penilaian yang negatif, tugas yang terlalu banyak, dan kondisi lingkungan.

5. Karakteristik Prokrastinasi

Menurut Young (2004: 23), karakteristik orang yang melakukan perilaku menunda yaitu :

a. Kurang dapat mengatur waktu b. Percaya diri yang rendah

c. Terlalu sibuk jika harus mengerjakan tugas

d. Keras kepala, dalam arti menganggap orang lain tidak dapat memaksanya mengerjakan pekerjaan


(48)

e. Manipulasi tingkah laku orang lain dan menganggap pekerjaan tidak dapat dilakukan.

Selain itu, karakteristik individu yang melakukan perilaku menunda (Sapadin & Maquire dalam Sirois, 2004: 24) adalah:

a. Perfeksionisme, yaitu mengerjakan sesuatu yang dirasa kurang sempurna

b. Pemimpin, yaitu banyak mempunyai ide besar tetapi tidak dilakukan c. Pencemas, yaitu tidak berfikir tugas dapat berjalan dengan baik tetapi

tidak takut apa yang dilakukan lebih jelek atau gagal.

d. Penentang, yaitu tidak mau diperintah atau dinasehati orang lain. e. Pembuat masalah.

f. Terlalu banyak tugas.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik prokrastinasi adalah kurang dapat mengatur waktu, percaya diri yang rendah, prefeksionisme, pencemas, dan terlalu sibuk jika harus mengerjakan tugas.


(49)

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

“Istilah adolesence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya adolentia yang berarti remaja) yang berarti ‘tumbuh’atau tumbuh menjadi dewasa”(Hurlock, 1980: 206). Hal ini menunjukan bahwa remaja adalah orang yang sedang mengalami proses menjadi dewasa atau menjadi orang dewasa. Rentang usia remaja menurut Hurlock (dalam Mapierre 1982:17) adalah antara usia 13-21 tahun yang dibagi pula dalam remaja awal yaitu usia13/14 tahun sampai usia 17 tahun dan remaja akhir yaitu usia 17 tahun sampai usia 21 tahun.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hardianto (2002: 259) yang menyatakan bahwa anak remaja sebenarnya tidak memiliki tempat yang jelas . Dia tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak termasuk pula golongan orang dewasa. Dari penjalasan di atas mengandung maksud bahwa masa remaja adalah masa perantara dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Lebih lanjut Haditomo (2000: 36) membagi masa remaja menjadi tiga periode yaitu remaja awal yang terjadi pada umur antara 12 sampai 15 tahun, remaja pertengahan yaitu umur 15 sampai 18 dan remaja akhir yaitu usia 18 sampai usia 21 tahun.

Gunarsa (1991: 202) dalam tulisannya yang berjudul “Perkembangan Kepribadian Remaja” menyebutkan bahwa dari kepustakaan belanda istilah adolescentia dimulai sesudah tercapai


(50)

kematangan seksual secara biologis, sesudah masa pubertas yaitu antara usia 17 tahun sampai 22 tahun.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menjadi dewasa yang disertai dengan berbagai perubahan pada fisik maupun psikisnya. Adapun yang masuk dalam kategori remaja adalah umur 12-22 tahun.

2. Karakteristik Remaja Akhir

Masa remaja memiliki karakteristik tertentu yang dapat membedakannya dengan masa perkembangan yang lain. Ada tiga aspek yang merupakan karakteristik remaja akhir, yaitu:

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik mencapai puncaknya saat manusia berusia 19-26 tahun. Pada masa ini manusia, jarang mengalami keluhan mengenai kesehatannya. Sebaliknya, ia akan berprestasi dalam olah raga pada masa-masa ini (Santrock, 1999: 414). Pada remaja akhir proposi tubuh mencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya (syamsu Yusuf: 2005).

Masalah yang umum terjadi berkaitan dengan fisik pada masa ini adalah masalah citra diri mengenai bentuk tubuh ideal. Hal ini mengakibatkan banyak masalah mengenai penurunan berat badan melalui diet tidak seimbang dan penggunaan obat-obatan untuk penurunan berat badan. Alternatif yang positif yang dapat dilakukan pada masa ini adalah melakukan olah raga yang teratur (Santrock, 1995: 414).


(51)

2. Perkembangan Kognitif

Proses kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi, dan bahasa individu. Menghafal puisi, memecahkan masalah, memikirkan masa depan, wawasan berfikirnya semakin luas, dan secara intelektual remaja mulai berfikir logis tentang gagasan abstrak (Santrock, 2003: 24). Perkembangan kognitif remaja pada masa ini lebih rentan untuk mengalami prokrastinasi dikarenakan efikasi diri yang rendah dan pemikiran yang masih labil.

3. Perkembangan Sosial-Emosional

Emosi pada remaja akhir sudah tidak meledak-ledak lagi melainkan relatif lebih stabil. Dapat mengendalikan emosinya, tidak mudah tersinggung, tidak agresif, menghadapi masalah secara lebih matang, perasaan menjadi lebih tenang, dan menghadapi kegagalan secara sehat dan bijak (Mapierre 1982: 6). Sedangkan secara sosial ikatan peer groupnya sudah mulai mengendor dan interaksi sosial sudah semakin meluas (Rumini dan sundari, 2000: 96). Peer group pada masa ini memberikan pengaruh terhadap perkembangan remaja salah satunya perilaku prokrastinasi, apabila salah satu aggota peer groupini melakukan prokrastinasi maka remaja yang menjadi anggotanya juga akan melakukan hal yang sama.

Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pada masa remaja akhir terdapat tiga aspek yaitu perkembangan fisik mengenai bentuk tubuh yang ideal,


(52)

perkembangan kognitif wawasan berfikirnya semakin luas, dan perkembangan sosioal-emosional dapat mengendalikan emosinya dan interaksi sosial semakin meluas.

3. Tugas Perkembangan Remaja Akhir

Menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980: 9) tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar periode waktu tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil dilakukan akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas selanjutnya. Hal ini menunjukan betapa pentingnya bagi seseorang untuk menguasai tugas perkembangan tiap periodenya.

Selama rentang kehidupannya, manusia harus menyelesaikan tugas perkembangan yang dibagi dalam periode-periode tertentu. Demikian juga dengan mahasiswa yang dalam penelitian ini dikategorikan sebagai remaja akhir. Mahasiswa juga harus menyelesaikan tugas perkembangan sebagai remaja sebelum memasuki masa dewasa. Kay (Syamsu, 2006: 72-73) mengemukakan tugas perkembangan remaja sebagai berikut.

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.


(53)

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup(Weltanschauung). g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)

kekanak-kanakan.

Sedangkan menurut Havinghurt (dalam Mapierre, 1982: 99), tugas perkembangan remaja adalah sebagai berikut:

a. Menerima keadaan fisiknya dan menerima perannya sebagai pria dan wanita.

b. Menjalin hubungan dengan teman sebaya, baik sesama jenis maupun lain jenis kelamin.

c. Meperoleh kebebasan emosional dari orang tuanya dan orang-orang dewasa lainnya.

d. Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomi.

e. Memilih dan mengarahkan diri kearah suatu jabatan atau pekerjaan.

f. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan konsep-konsep intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang terpuji.


(54)

diperbolehkan oleh masyarakat.

h. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan keluarga.

i. Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia yang diperoleh dari pengetahuan yang memadai.

Tugas perkembangan menurut Hurlock (1980: 10) adalah sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. g. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis.


(55)

Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai tugas-tugas perkembangan diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja dapat menerima perkembangan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, menjalin hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dari orang tua, mencapai peran gender dalam bidang social, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, memperkuat self control, dan Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomi.

D. Hubungan Antara Efikasi Diri (self Efficacy) dengan Perilaku

Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa

Prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam perkuliahan.

Prokrastinasi tidak lebih dari sekedar kecenderungan, melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai dan dipandang bisa diselesaikan dengan sukses. Prokrastinasi akademik merupakan kegagalan dalam mengerjakan tugas dalam kerangka waktu yang diinginkan atau menunda mengerjakan tugas sampai saat-saat terakhir. Prokrastinasi akademik merupakan jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik.


(56)

Hambatan-hambatan dalam menyelesaikan tugas akademik meliputi faktor internal dan ekternal. Faktor internal adalah yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, misalnya seperti tidak yakin pada diri sendiri dan ketidakmampuan mengatur waktu, sedangkan faktor eksternal berasal dari luar mahasiswa, seperti kurangnya dukungan, kesulitan memperoleh bahan, kurangnya sarana, dan aktivitas lain.

Bandura (Jess 2008: 414-415) mendefinisikan self efficacy sebagai “keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di lingkungannya.” Manusia percaya dapat melakukan sesuatu, memiliki potensi untuk mengubah kejadian-kejadian di lingkungannya, lebih suka bertindak, dan lebih dekat pada kesuksesan dari pada yang rendah self efficacy-nya.

Mahasiswa yang memiliki sikap efikasi diri dalam menghadapi suatu tugas yang sulit akan merasa tertantang untuk menyelesaikannya, memiliki tanggung jawab yang kuat dan tekun, sehingga tidak mudah putus asa. Sedangkan mahasiswa dengan efikasi diri rendah cenderung merasa merasa malu dan ragu terhadap kemampuan yang dimilikinya, ,menganggap suatu yang rumit sebagai ancaman terhadap diri mereka sendiri.

Efikasi seseorang sangat menentukan seberapa besar usaha yang dikeluarkan dan seberapa individu bertahan dalam menghadapi rintangan yang menyakitkan. Semakin kuat efikasi diri semakin giat dan tekun usaha-usahanya. Sedangkan mereka yang mempunyai perasaan efikasi yang kuat menggunakan usaha yang lebih besar untuk mengatasi tantangan. Efikasi diri


(57)

yang rendah dapat menghalangi usaha meskipun individu memiliki keterampilan dan menyebabkan mudah putus asa (Newstrom & Davis, 1989: 140).

Berdasarkan uraian diatas, perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa mempunya hubungan dengan efikasi diri. Berawal dari keyakinan mahasiswa yang rendah terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh dosen sehingga mengakibatkan menunda-nunda dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu mahasiswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi, tidak akan pantang menyerah dalam berbagai tindakan dan siap menghadapi kesulitan-kesulitan. Hal ini ditegaskan bagi mahasiswa yang dalam setiap perkuliahannya memiliki beban tugas yang menumpuk sehingga membutuhkan banyak energi, pembagian waktu yang cukup, dan sering kali mengalami kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya.

C. Paradigma Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan di atas, maka dapat dilihat hubungan antara variabel bebas yaitu efikasi diri dengan variabel tergantung yaitu prokrastinasi. Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan paradigma yang dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Hipotesis


(58)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dipaparkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara efikasi diri (self efficacy) dengan perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta. Artinya semakin tinggi efikasi diri mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik, dan sebaliknya semakin rendah efikasi diri mahasiswa, maka semakin tinggi kecenderungan mahasiswa untuk melakukan perilaku prokrastinasi akademik.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2010: 14).

Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian korelasional. Penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji hubungan antara dua variabel atau lebih, yaitu antara variabel bebas (independent variable)dan variabel terikat (dependent variable).

Berdasarkan pada uraian di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif korelasional. Dikatakan pendekatan kuantitatif karena data atau informasi yang dikumpulkan diwujudkan dalam bentuk kuantitatif atau angka-angka. Dikatakan korelasional karena penelitian ini mencari hubungan antar variabel.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta .


(60)

2. Waktu Penelitian

Proses penelitian untuk pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2012.

C. Variabel Penelitian

Variabel bebas (X) dalam penelitian kuantitatif merupakan variabel yang menjelaskan terjadinya fokus. Sementara itu, variabel terikat (Y) sebagai variabel yang diakibatkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini ada dua variabel yaitu efikasi diri merupakan variabel bebas (X), sedangkan variabel terikat adalah perilaku prokrastinasi (Y). D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Bimbingan dan konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta tahun angkatan 2010 yang berjumlah 77 mahasiswa. Mahasiswa tersebut merupakan remaja yang berumur sekitar 19-21 tahun. Jumlah populasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Keadaan Populasi Subjek Penelitian No. Kelas Jumlah Mahasiswa

1. A 33

2. B 44


(61)

2. Sampel

Penentuan sampel atau teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sample kelompok atau cluster sampling karena pengambilan sampel dari populasi telah sesuai dengan karakteristik kelompok sampel yang diinginkan yaitu mahasiwa jurusan Bimbingan dan konseling angkatan 2010 yang berada dalam rentang usia 19-21 tahun. Pada penelitian ini jumlah populasinya yaitu sebanyak 77 mahasiswa.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Efikasi Diri (Self Efficacy)

Efikasi diri (self efficacy) merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap kemampuannya untuk mengontrol diri dalam melakukan suatu kegiatan sehingga kegiatan tersebut sesuai dengan harapan.

Efikasi diri diukur dengan menggunakan skala efikasi diri yang disusun berdasarkan komponen efikasi diri pada remaja (mahasiswa) yang dikemukakan oleh Bandura (dikutip dari Romi: 2011,20) Adapun komponen efikasi diri pada remaja (mahasiswa) yaitu sebagai berikut. a. Magnitude (tingkat kesulitan tugas), yaitu masalah yang berkaitan

dengan derajat kesulitan tugas individu.

b. Strength (kekuatan keyakinan), yaitu berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya.

c. Generality (generalitas), yaitu hal yang berkaitan cakupan luas bidang tingkah laku di mana individu merasa yakin terhadap kemampuannya.


(62)

Hasil skor yang didapat akan menentukan tingkat efikasi diri subjek pada kategori tinggi, sedang, atau rendah. Skor tinggi yang dimiliki subjek, akan menunjukan tingkat efikasi diri yang tinggi. Skor yang sedang akan menunjukan bahwa subjek memiliki tingkat efikasi diri sedang. Kemudian, skor yang rendah akan menunjukan bahwa subjek memiliki tingkat efikasi diri yang rendah.

2. Perilaku Prokrastinasi

Prokastinasi adalah suatu penundaan tugas yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang dengan melakukan aktivitas lain dan sebagai perilaku yang tidak efisien dalam penggunaan waktu, sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat waktu, serta sering terlambat dalam perkuliahan.

Perilaku prokrastinasi diukur dengan menggunakan skala prokrastinasi berdasarkan ciri-ciri prokrastinasi yang dikemukakan oleh Ferrari dkk (dalam Dwi Irmawati, 2009: 32). Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut.

a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Hasil skor yang didapat akan menentukan tingkat perilaku prokrastinasi subjek pada kategori tinggi, sedang, atau rendah. Skor tinggi yang dimiliki subjek, akan menunjukan tingkat perilaku prokrastinasi yang


(63)

tinggi. Skor yang sedang akan menunjukan bahwa subjek memiliki tingkat perilaku prokrastinasi sedang. Kemudian, skor yang rendah akan menunjukan bahwa subjek memiliki tingkat perilaku prokrastinasi yang rendah.

F. Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2010: 192) menyatakan bahwa metode atau teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan agar dapat memperoleh data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Jenis-jenis metode atau instrumen pengumpulan data yaitu tes, angket atau kuesioner (questionnaires), wawancara (interview), observasi, skala bertingkat (rating scale), dan dokumentasi (Suharsimi Arikunto, 2010: 193-202). Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode angket atau kuesioner (questionnaires)dengan menggunakan skalaLikert.

G. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket dengan menggunakan skala Likert. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Butir-butir atau item-item kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan, dengan pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).


(64)

Dalam penelitian ini terdapat dua instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu skala efikasi diri dan skala prokrastinasi. Peneliti menyusun sendiri instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk keperluan pengumpulan data. Hal ini dikarenakan belum adanya instrumen yang telah terstandar mengenai efikasi diri dan prokrastinasi seperti yang akan digunakan oleh peneliti.

Berikut ini uraian mengenai prosedur dalam penyusunan instrumen di atas adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah: a. Perumusan tujuan.

Tujuan penyusunan instrumen dalam penelitian ini adalah mengungkap data mengenai tingkat efikasi diri dan tingkat prokrastinasi pada responden. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta.

b. Menentukan variabel penelitian.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel efikasi diri dan variabel prokrastinasi. Variabel efikasi diri sebagai variabel independen atau bebas, sedangkan variabel prokrastinasi sebagai variabel dependenatau terikat.


(65)

c. Kategorisasi variabel penelitian.

Kategorisasi untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

i. Variabel Efikasi Diri

Dalam penelitian ini, penyusunan skala untuk mengungkap efikasi diri responden yang akan disusun oleh peneliti mengacu pada komponen efikasi diri pada remaja (mahasiswa) yang dikemukakan oleh Bandura (Romo: 2011, 20). Komponen efikasi diri tersebut adalah sebagai berikut.

1) Magnitude (tingkat kesulitan tugas).

2) Strength (derajat kemantapan, keyakinan atau pengharapan). 3) Generality (luas bidang perilaku).

Berdasarkan komponen efikasi diri diatas, maka disusun kisi-kisi skala efikasi diri yang digunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.


(66)

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Efikasi Diri Sebelum Uji Coba No. Variabel Indikator Sub-Indikator Deskriptor

Item

Instrumen Jml

+

-1. Efikasi Diri a.Magnitude (tingkat kesulitan tugas)

Tingkat kesulitan tugas.

Masalah yang berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas pada individu.

1, 2 3, 4* 4

Menentukan perilaku yang akan ditentukan.

Menentukan perilaku yang akan dilakukan oleh individu berdasarkan ekspetasi efikasi pada tingkat kesulitan tugas.

5, 6 7, 8, 4

Menghindari situasi perilaku di luar batas

kemampuannya.

Individu akan berupaya melakukan tugas tertentu yang menurutnya dapat dilaksanakan dan menghindari situasi serta perilaku yang di luar batas kemampuannya.

9, 10*

11, 12 4

b.Strength (derajat kemantapan, keyakinan atau pengharapan) Kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya.

Berkaitan dengan kekuatan pada keyakinan individu atas kemampuannya

13, 14*

15, 16 4

Pengharapan yang kuat dan mantap .

Pengharapan yang kuat dan mantap pada individu akan mendorong untuk gigih dalam berupaya mencapai tujuan, walaupun belum memiliki pengalaman yang menunjang.

17, 18

19, 20 4

Pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuannya.

Pengharapan yang lemah dan ragu-ragu akan kemampuan diri akan mudah dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang tidak menunjang.

21, 22, 25 23, 24, 26 6

c.Generality(luas bidang perilaku)

Pemahaman kemampuan yang terbatas.

Pemahaman kemampuan yang terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada situasi yang bervariasi 27, 28 29, 30* 4

Jumlah 15 15 30


(67)

ii. Variabel Prokrastinasi

Dalam penelitian ini, penyusunan skala untuk mengungkap perilaku prokrastinasi responden yang akan disusun oleh peneliti mengacu pada ciri-ciri prokrastinasi yang dikemukakan oleh Ferrari dkk (Dwi Irmawati, 2009: 32). ciri-ciri prokrastinasi tersebut adalah sebagai berikut.

1) Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.

2) Keterlambatan dalam mengerjakan tugas.

3) Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Berdasarkan komponen efikasi diri diatas, maka disusun kisi-kisi skala perilaku prokrastinasi akademik yang digunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.


(68)

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Perilaku Prokrastinasi Akademik Sebelum Uji Coba

No. Variabel Indikator Sub-Indikator Deskriptor

Item

Instrumen Jml

+

-2. Perilaku prokrastinasi akademikP

a. Penundaan. Penundaan dalam memulai mengerjakan tugas. Mahasiswa melakukan penundaan dalam memulai mengerjakan tugas.

1, 2 3, 4*, 5 5 Penundaan dalam menyelesaikan tugas.

Mahasiswa melakukan penundaan dalam menyelesaikan tugas.

6,7 8, 9 4

b.Keterlambatan /kelambanan.

Memerlukan waktu yang lebih lama.

Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan tugas. 10 11*, 12 3 Tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu. Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi menghabiskan waktu yang dimiliki untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimiliki. 13*, 14, 15 16, 17 5 c. Kesenjangan waktu Ketidaksesuaian rencana dalam mengerjakan tugas.

Rencana yang telah disusun oleh mahasiswa untuk mengerjakan tugas tidak sesuai. 18*, 19 20, 21 4 Keterlambatan dalam memenuhi batas waktu yang ditentukan

Mahasiswa kesulitan dalam mengerjakan tugas sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sehingga mengalami keterlambatan. 22, 23* 24, 25 4 Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Mahasiswa dengan sengaja tidak segera mengerjakan tugasnya, namun mengunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. 26, 27 28, 29, 30 5

Jumlah 14 16 30


(69)

2. Penulisan butir soal dan penyusunan skala.

Setelah peneliti menyusun pengkategorisasian mengenai variabel penelitian, maka tahap berikutnya adalah menuliskan butir soal atau pernyataan dan menyusun skala. Skala efikasi diri dibuat sejumlah 30 butir pernyataan yang terdiri dari 15 butir pernyataan positif dan 15 butir pernyataan negatif. Sedangkan skala prokrastinasi dibuat sebanyak 30 butir yang terdiri dari 14 butir pernyataan positif dan 16 butir pernyataan negatif. Dalam penelitian ini, masing-masing angket atau kuesioner baik skala efikasi diri maupun skala prokrastinasi menggunakan model skala Likert. Skala Likert adalah skala penilaian dengan rentangan dari positif sampai negatif.

Prosedur dalam melakukan pengumpulan data dengan menggunakan skala penelitian ini, responden diminta untuk memilih jawaban terhadap pernyataan yang telah disediakan dengan memberikan tanda check atau centang (√) pada salah satu pilihan jawaban yang paling sesuai dengan dirinya. Pilihan jawaban pada skala efikasi diri dan perilaku prokrastinasi terdiri dari Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pemberian skor penilaian pada jawaban dalam skala efikasi diri dan prokrastinasi bergerak dari skor 4 sampai 1 untuk pilihan jawaban positif dan skor 1 sampai 4 untuk pilihan jawaban negatif. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat efikasi diri dan


(70)

prokrastinasi pada responden. Berikut ini skor penilaian untuk pilihan jawaban skala efikasi diri dan prokrastinasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Skor Penilaian Skala Efikasi Diri dan Perilaku Prokrastinasi Akademik

No. Positif Skor Negatif Skor

1. Sangat Sesuai 4 Sangat Sesuai 1

2. Sesuai 3 Sesuai 2

3. Tidak Sesuai 2 Tidak Sesuai 3

4. Sangat Tidak Sesuai 1 Sangat Tidak Sesuai 4

3. Penyuntingan

Setelah selesai menyusun item atau butir-butir pernyataan pada skala, langkah berikutnya adalah penyuntingan. Ada beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan penyuntingan yaitu melengkapi instrumen dengan kata pengantar, pedoman mengerjakan, dan lembar jawaban. Kata pengantar digunakan untuk menjelaskan fungsi dari skala itu sendiri dan tujuan penelitian yang dilakukan. Dalam kata pengantar, peneliti mencantumkan beberapa hal yang ditujukan kepada responden, yaitu: a. Penelitian dilakukan dalam rangka apa.

b. Tujuan peneliti mengadakan penelitian. c. Data seperti apa yang diperlukan.

d. Kemanfaatan data bagi peneliti dan masyarakat luas. e. Ucapan terima kasih atas bantuan responden.


(71)

4. Uji coba instrumen.

Sebelum instrumen digunakan pada pengumpulan data penelitian, maka sebaiknya instrumen diujicobakan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini, uji coba (try out) instrumen akan dilakukan kepada Mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta sebanyak 30 mahasiswa. Alasan peneliti menentukan mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta sebagai subjek uji coba instrumen penelitian ini yaitu karena subjek memiliki karakteristik yang hampir sama dengan subjek penelitian (Mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2010 Universitas Negeri Yogyakarta). Karakteristik tersebut yaitu rentang usia yang sama (19-21 tahun). Penentuan jumlah subjek uji coba dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 253), subjek uji coba diambil sejumlah 30 subjek dan jumlah tersebut memungkinkan untuk pelaksanaan dan analisis instrumen. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan banyaknya subjek uji coba, yaitu sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2002: 253).

a. Tersedianya subjek yang akan dijadikan sasaran. b. Unit analisis yang diambil.

c. Kemampuan peneliti dalam hal waktu dan dana. d. Tingkat kesulitan dalam pelaksanaan.


(72)

Karena keterbatasan kemampuan peneliti dalam hal waktu dan dana, maka penelitian ini akan menggunakan subjek uji coba sebanyak 30 mahasiswa. Subjek uji coba dipilih secara acak (random). Tujuan uji coba instrumen dalam penelitian ini adalah untuk keandalan instrumen. Keandalan instrumen akan menghasilkan data yang benar dan hasil penelitian yang bermutu. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2010: 211), sehingga instrumen penelitian sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya, harus diuji validitas dan reliabilitasnya.

a. Uji Validitas Instrumen Penelitian

Uji validitas instrumen dalam penelitian ini akan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows Seri 16.0. Berikut ini rincian rumus korelasi Product Moment.

rxy

=

Σ

(Σ )(Σ )

Keterangan:

rxy= koefisien korelasi product momentvariabel x dan y ∑xy= jumlah perkalian antara skor butir dengan skor total x2= kuadrat skor butir

y2= kuadrat skor total

(Suharsimi Arikunto, 2010: 213)

Hasil rxy hitung kemudian dibandingkan dengan r tabel pada taraf signifikansi 5%. Nilai r tabel dengan N=30 diperoleh r tabel


(1)

Normalitas

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum Efikasi Diri 77 62.6364 3.25620 54.00 70.00 Perilaku Prokrastinasi 77 65.2857 3.80047 58.00 74.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Efikasi Diri

Perilaku Prokrastinasi

N 77 77

Normal Parametersa Mean 62.6364 65.2857 Std. Deviation 3.25620 3.80047 Most Extreme Differences Absolute .117 .075

Positive .117 .075

Negative -.098 -.067

Kolmogorov-Smirnov Z 1.026 .656

Asymp. Sig. (2-tailed) .243 .782


(2)

121

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N Perilaku Prokrastinasi 65.2857 3.80047 77 Efikasi Diri 62.6364 3.25620 77

Correlations

Perilaku

Prokrastinasi Efikasi Diri Pearson Correlation Perilaku Prokrastinasi 1.000 -.533

Efikasi Diri -.533 1.000

Sig. (1-tailed) Perilaku Prokrastinasi . .000

Efikasi Diri .000 .

N Perilaku Prokrastinasi 77 77

Efikasi Diri 77 77

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Efikasi Diria . Enter a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Perilaku Prokrastinasi

Model Summary Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change 1 .533a .284 .274 3.23775 .284 29.713 1 75 .000 a. Predictors: (Constant), Efikasi Diri

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 311.486 1 311.486 29.713 .000a

Residual 786.228 75 10.483

Total 1097.714 76

a. Predictors: (Constant), Efikasi Diri

b. Dependent Variable: Perilaku Prokrastinasi

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized


(3)

B Std. Error Beta

1 (Constant) 104.229 7.154 14.570 .000

Efikasi Diri -.622 .114 -.533 -5.451 .000 a. Dependent Variable: Perilaku Prokrastinasi


(4)

123

LAMPIRAN 5

SURAT IJIN

PENELITIAN


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN DIRI DAN EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI Hubungan Antara Kesadaran Diri dan Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi AKademik Mahasiswa.

0 2 21

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN DIRI DAN EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI Hubungan Antara Kesadaran Diri dan Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi AKademik Mahasiswa.

4 9 13

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN DIRI DAN EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI Hubungan Antara Kesadaran Diri dan Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Mahasiswa.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM TWINNING Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Program Twinning Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 20

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA PROGRAM TWINNING Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Program Twinning Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

0 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

0 1 8

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa.

1 5 19

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010.

0 1 125

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2008 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.

1 19 153