33911827 SKRIPSI Peningkatan Hasil Belajar Melalui Metode Kerja Kelompok

PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN IPS MELALUI METODE KERJA KELOMPOK

(Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas V SD Negeri 2 Cadassari Kecamatan

Tegalwaru Kabupaten Purwakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Pendidikan Indonesia

Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

PIPIN SRI MULYANINGSIH NIM. 0801898 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS DAERAH PURWAKARTA

ABSTRAK

Penelitian ini mengangkat tema peningkatan kualitas pembelajaran IPS di kelas V sekolah dasar melalui penggunaan metode kerja kelompok. Pengambilan tema tersebut berangkat dari satu pemikiran bahwa kualitas pembelajaran di sekolah, khususnya IPS di kelas V sekolah dasar yang masih kurang memuaskan. Seperti guru yang belum menggunakan metode yang bervariasi dan masih kurangnya penggunaan alat atau media yang sesuai.

Penelitian ini mengangkat masalah keadaan awal pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran IPS, kerjasama peserta didik dalam pembelajaran IPS dengan memakai metode kerja kelompok, dan hasil belajar peserta didik setelah menggunakan metode kerja kelompok, sehingga penelitian ini diharapkan seyogyanya guru sekolah dasar dapat meningkatkan mutu pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari tiga siklus, dimana setiap siklusnya terdiri atas: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Hasil penelitian telah berhasil mendeskripsikan efektivitas penerapan metode kerja kelompok terhadap peningkatan hasil belajar siswa, antara lain: 1) penggunaan metode kerja kelompok dalam proses pembelajaran IPS telah mampu mengubah keadaan awal pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran IPS itu sendiri, hal ini disebabkan metode kerja akelompok telah mampu menarik minat belajar peserta didik untuk terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran tersebut; 2) pemilihan metode kerja kelompok ternyata telah mampu memupuk kerjasama di antara peserta didik dalam proses pembelajaran, seperti mengerjakan tugas untuk membuat laporan dan membacakan di depan kelompok yang lain, 3) dengan diterapkannya metode kerja kelompok dalam proses pembelajaran IPS terbukti telah menunjukan hasil belajar yang lebih baik.

Dengan adanya perubahan yang besar tersebut menunjukan bahwa dengan menggunakan metode kerja kelompok hasil belajar peserta didik dapat lebih baik. Dengan catatan keberhasilan ini bukan semata-mata karena digunakannya metode kerja kelompok, melainkan hasil semua komponen atau faktor-faktor lain yang mempengaruhnya diperhatikan dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran secara konsekuen.

PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN IPS MELALUI METODE KERJA KELOMPOK

(Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas V SD Negeri 2 Cadassari Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta Tahun Pelajaran 2009/2010)

Disetujui dan disyahkan oleh:

Pembimbing I

Drs. Burhanudin T. R., M.Pd. NIP. 195506271983031001

Pembimbing II

Drs. Daim, M.Pd. NIP. 194509121964101001

Mengetahui, Ketua Program Strata 1 PGSD UPI Kampus Purwakarta

Drs. Nahrowi Aji, A.Pd., M.Pd. NIP. 195806041982031005

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Segala puji hanya bagi Allah SWT, karena atas berkat rahmat-Nya penulis

akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa halang rintang yang cukup berarti. Tidak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang mengambil judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Metode Kerja Kelompok ” ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Purwakarta.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada segenap pihak yang telah mendukung penyusunan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Ayah Bunda tercinta, dan segenap keluarga atas do’a restu dan dukungannya sepanjang hayat.

2. Drs. Burhanudin T. R., M.Pd. dan Drs. Daim, M.Pd., yang telah membimbing sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Nahrowi Aji, A.Pd., M.Pd., Ketua Program Strata 1 PGSD UPI Kampus Purwakarta.

4. H. Endis Bahrudin, Kepala SD Negeri 2 Cadassari Tegalwaru – Purwakarta, dan seluruh stafnya.

5. Rekan-rekan dan semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung hingga rampungnya skripsi ini. Penulis sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun besar

harapan penulis, meski dalam ketidaksempurnaan tapi mampu memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam memperkaya khazanah keilmuan masa kini, khususnya di dunia Pendidikan Agama Islam.

Purwakarta, Nopember 2010 Penulis

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keadaan Siswa SD Negeri 2 Cadassari Tahun Pelajaran 2009/2010

Tabel 3.1 Keadaan Siswa SD Negeri 2 Cadassari Tahun Pelajaran 2009/2010

Tabel 4.1 Data keadaan Siswa SD Negeri 2 Cadassari Tahun Pelajaran 2009/2010

Tabel 4.2 Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan SD Negeri 2 Cadassari Tahun Ajaran 2009/2010

Tabel 4.3 Rincian Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Cadassari

Tabel 4.4 Nilai Tes Awal Siswa Tabel 4.5

Nilai Tes Akhir Siswa Tindakan Pertama Tabel 4.6

Nilai Kerja Kelompok Tindakan Pertama Tabel 4.7

Nilai Tes Akhir Siswa Tindakan Kedua Tabel 4.8

Nilai Kelompok Tindakan Kedua Tabel 4.9

Nilai Tes Akhir Siswa Tindakan Ketiga Tabel 4.10

Nilai Kelompok Tindakan Ketiga

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Siklus PTK

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Peningkatan Hasil Belajar Siswa

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga pendidikan dipertimbangkan sebagai jalur strategis yang memberikan harapan untuk menunjang upaya pemecahan masalah jangka panjang. Program pembinaan dan pengendalian kependudukan dan lingkungan prilaku dilaksanakan secara terlaksana, sistematik, Terarah dan ketersinambungan. Program pendidikan selalu berkembang dan maju dengan berbagai inovasi agar sesuai dengan aspirasi masyarakat.

S. Pratomo (2006:140) mengemukakan bahwa pengertian pendidikan secara etimologi adalah usaha sadar untuk mengembangkan jiwa seseorang ke arah dewasa. Pengembangan jiwa seseorang tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah tingkah lakunya. Inti dari pendidikan itu adalah pengembangan jiwa dan perubahan tingkah laku seseorang ke arah dewasa.

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2003 pasal 3 tentang tentang Sistem Pendidikan Nasional mengungkapkan: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.

Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi

Pada kurikulum sekolah dasar, baik kurikulum tahun 2004 maupun kurikulum 2006, yang dikenal dengan Kurikulun Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), kurikulum yang berorientasi pada kemampuan peserta didik sebagai subjek dan sentral dalam pembelajaran, Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan pengetahuan sosial secara nasional, karena saat ini kesejahteraan tidak hanya mengandalkan pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual sosial dan kepercayaan (kreadibilitas).

Pengembangan kurikulum pengetahuan sosial merespon secara positif sebagai pengembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan desternalisasi ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran pengetahuan sosial dengan keadaan dan kebutuhan manusia setempat dengan sejumlahn aktivitas sosialnya. Kompetensi sosial menjamin kebutuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penguasaan prinsip-prinsip sosial, ekonomi, budaya dan kewrganegaraan sehingga tumbuh generasi yang kuat dan berakhlak.

IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari aspek kehidupan secara terpadu. Adapun rumusan batasan tujuan pendidikan IPS untuk tingkat SD adalah sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, sosiologi, idologi negara dan agama yang diorganisasikan secara ilmiah dan IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari aspek kehidupan secara terpadu. Adapun rumusan batasan tujuan pendidikan IPS untuk tingkat SD adalah sebagai suatu penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, sosiologi, idologi negara dan agama yang diorganisasikan secara ilmiah dan

Menurut Hasan (1996:107), tujuan IPS dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu pengembangan intelektual peserta didik, pengembangan kemampuan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta pengembangan diri peserta didik sebagai pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri peserta didik dan kepentingan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial. Tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri peserta didik dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi pada pengembangan pribadi peserta didik baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu.

Mengenai karakteristik pendidikan IPS sebagai suatu syinhentik disciplines , dijelaskan oleh Somantri (2001:198) bahwa disebut syinthetic disciplines karena pendidikan IPS bukan hanya untuk mampu mensintetiskan konsep-konsep yang relevan antara ilmu-ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu sosial, melainkan juga tujuan pendidikan dan pembangunan serta masalah-masalah sosial dalam hidup bermasyarakat yang akan menjadi pertimbangan bahan pendidikan IPS.

Salah satu metode pembelajaran IPS adalah metode kerja kelompok, yaitu Salah satu metode pembelajaran IPS adalah metode kerja kelompok, yaitu

Metode kerja kelompok adalah dimana peserta didik dalam suatu kelompok dipandang sebagai suatu kesatuan tersendiri untuk mencari satu tujuan pelajaran yang tentu dengan bergotong royong. (Sagala, 2003:215).

Dalam metode kerja kelompok, peserta didik dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri, ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok dapat didasarkan pada perbedaan kemampuan belajar, perbedaan minat dan bakat, perbedaan jenis kegiatan, perbedaan wilayah tempat tinggal, ataupun dibuat secara acak.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan seyogyanya menghasilkan suatu kondisi pembelajaran yang memenuhi kriteria, baik ditinjau dari pengembangan, isi, bahan, pelajaran yang tepat dan sesuai dengan tuntutan kurikulum dan bagaimana pula pendekatan strategi dan metode serta teknik mengajar yang harus dilakukan agar tujuan belajar mengajar berhasil dengan baik.

Kenyataan di lapangan menunjukan hasil belajar pengetahuan sosial ternyata kurang bermakna, masih ada peserta didik yang pasif dalam setiap pembelajaran di kelas, belum optimalnya nuansa kreatif dialog, ditemukannya hafalan-hafalan yang menjenuhkan sehingga tidak berkembangnya daya pikir peserta didik. Guru melaksanakan pembelajaran secara monoton menggunakan Kenyataan di lapangan menunjukan hasil belajar pengetahuan sosial ternyata kurang bermakna, masih ada peserta didik yang pasif dalam setiap pembelajaran di kelas, belum optimalnya nuansa kreatif dialog, ditemukannya hafalan-hafalan yang menjenuhkan sehingga tidak berkembangnya daya pikir peserta didik. Guru melaksanakan pembelajaran secara monoton menggunakan

Sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran pengetahuan sosial, metode ini sengaja menjadi bahan penelitian agar guru tidak hanya memakai atau menggunakan metode ceramah saja dalam menyampaikan pelajaran pengetahuan sosial, karena dalam metode kerja kelompok siswa dilibatkan secara langsung sehingga akan menimbulkan kegiatan belajar yang aktif dan diharapkan dapat terjadi meningkatkan dalam segi perolehan nilai serta perubahan sikap sesuai dengan fungsi dan tujuan pembelajaran pengetahuan sosial.

Berdasarkan uraian di atas, kajian ini terfokus pada penggunaan metode keeja kelompok dalam pembelajaran IPS dengan judul , “Peningkatan Hasil Pembelajaran IPS melalui Metode Kerja Kelompok ” (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelas V SD Negeri 2 Cadassari Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta Tahun Pelajaran 2009/2010).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Bagaimana penerapan metode kerja kelompok pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 2 Cadassari?

2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari pada pembelajaran IPS setelah menggunakan metode kerja kelompok?

3. Seberapa besar pengaruh metode kerja kelompok dalam meningkatkan 3. Seberapa besar pengaruh metode kerja kelompok dalam meningkatkan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Bagaimana penerapan metode kerja kelompok pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 2 Cadassari.

2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari pada pembelajaran IPS setelah menggunakan metode kerja kelompok.

3. Seberapa besar pengaruh metode kerja kelompok dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari.

D. Manfaat Penelitian.

Secara umum, manfaat hasil penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi baru tentang kemajuan prestasi siswa pada mata pelajaran IPS melalui penggunaan metode kerja kelompok, terutama informasi tentang :

1. Penerapan metode kerja kelompok pada pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri 2 Cadassari.

2. Hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari pada pembelajaran IPS setelah menggunakan metode kerja kelompok.

3. Pengaruh metode kerja kelompok dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari.

E. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini peneliti mengkaji penerapan metode kerja kelompok pada kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat Sekolah Dasar. Kerja kelompok merupakan salah satu metode belajar mengajaryang meiliki kadar siswa aktif yang tinggi. Kerja kelompok menuntut persiapan yang jauh berbeda bila dibandingkan dengan format belajar mengajar ekspositorik. Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan strategi ekspositorik, memerlukan untuk berlatih menggunakan metode kerja kelompok ini. Dalam mengkaji permasalahan penelitian ini, tentu ada beberapa landasan dari beberapa teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dan para pakar peneliti pendidikan.

Dalam pembelajaran di kelas banyak komponen-komponen yang perlu dikuasai seorang guru antara lain: metode, media, dan sumber belajar. Maka dari itu selayaknya seorang guru harus menguasai kompenen-komponen tersebut demi tercapainya tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran, karena metode pembelajaran merupakan cara seorang guru untuk menyampaikan suatu materi pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Winataputra (2004:4.1) bahwa pada dasarnya metode mengajar ini merupakan cara atau teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Dalam kegiatan pembelajaran IPS terdapat beberapa jenis metode yang dapat digunakan, antara lain:

1. Metode Ekspositoris, yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru dan perannya lebih banyak dibanding siswa. Contohnya: Metode ceramah.

2. Metode Discovery, yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana guru hanya berperan sebagai fasilitator. Contohnya: Metode pemecahan masalah (Problem solving method) dan Metode penyelidikan dan penemuan (Inquiri and discovery method). Sehubungan dengan metode discovery tersebut, Callahan and Clark (Wahyudin, 2004:413) mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaannya dibutuhkan guru yang mempunyai karekteristik sebagai berikut: permissive (pemberi kesempatan), friendly (bersahabat), a guide (seorang pembimbing),open minded (berpandangan terbuka), creative (kreatif), social aware (sadar bermasyarakat), enthusiastic (antusias), cooperative and sincere (bekerja sama dan sungguh-sungguh). Pada dasarnya metode kerja kelompok adalah suatu aktifitas belajar di

mana individu yang belajar terdapat lebih dari satu orang melalui kerja sama dalam menyelesaikan persoalan dalam menyelesaikan persoalan dalam belajar merupakan wujud pengembangan rasa rasional siswa.

“Metode kerja kelompok adalah dimana anak didik dalam suatu kelompok dipandang sebagai suatu kesatuan tersendiri untuk mencari satu tujuan pelajaran yang tentu dengan bergotong royong. “ (Sagala, 2003:215).

F. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat melakukan perbaikan pembelajaran, oleh karena itu, metode yang dianggap tepat adalah metode penelitian tindakan kelas (class action research ), yakni studi sistematis yang dilakukan dalam upaya perbaikan praktik- praktik pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut (Kasbolah, 1998/1999:14).

Sedangkan pendekatannya adalah kualitatif, yaitu suatu penilaian yang berdasarkan kepada fakta dan analisis perbandingan, bertujuan untuk mengadakan generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep pembuktikan teori dan mengembangkannya, serta pengumpulan data analisis datanya berjalan pada waktu yang bersamaan. (Burhanudin, 2007:93).

Metode penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 2 Cadassari bersifat perbaikan pembelajaran. Perbaikan yang dimaksud adalah perbaikan dalam pembelajaran IPS. Karena bersifat perbaikan, tentu saja pelaksanaan pembelajaran tidak hanya cukup satu kali saja, melainkan diperlukan berulang-ulang.

Sumber data penelitian diperoleh dari: a) subjek siswa kelas V SD Negeri 2 Cadassari Tegalwaru - Purwakarta, b) guru sebagai peneliti, merangkap praktisi, serta guru-guru mitra penelitian yang di laksanakan secara kolaborasi, c) kelas, d) sarana dan prasarana, dan e) dokumen-dokumen sekilas sebagai penunjang.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) lembar wawancara, b) lembar observasi, c) lembar soal, d) catatan-catatan lapangan, dan

e) foto kegiatan penelitian.

G. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di SD Negeri 2 Cadassari Kec. Tegalwaru Kab. Purwakarta. Untuk lebih jelasnya, dipandang perlu untuk mengungkapkan keseluruhan siswa yang sedang menimba ilmu di SD Negeri 2 Cadassari, yaitu sebanyak 295 orang peserta didik, terdiri dari 145 orang siswa laki-laki dan 150 orang perempuan. Adapun yang menjadi sampel/subjek penelitian ialah 30 siswa kelas

V, yang terdiri atas 17 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

Tabel 1.1 Keadaan Siswa SD Negeri 2 Cadassari Tahun Pelajaran 2009/2010

NO KELAS

LAKI-LAKI

PEREMPUAN JUMLAH

(Dokumen SDN 02 Cadassari Kecamatan Tegalwaru - Purwakarta 2009/2010) Ket: *) Siswa kelas V yang dijadikan subjek penelitian.

BAB II PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN IPS MELALUI METODE KERJA KELOMPOK

A. Pengertian Pembelajaran

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Terdapat tiga atribut pokok belajar, yaitu: proses, perilaku, dan pengalaman (Winataputra, 2005 : 2.3).

Sikun Pribadi, guru besar IKIP Bandung, berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan anak mengenai segi kognitif dan psikomotor semata. (Tafsir, 2008:7)

Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari komponen-komponen berikut: tujuan pembelajaran, materi pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi. Yang menjadi komponen utama dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, karena semua komponen lainnya mengacu kepada tujuan pembelajaran. Karena itu, untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran, hal yang harus dirumuskan pertama kali adalah tujuan pembelajaran. (Sutikno, 2008:37)

Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks

Tujuan utama belajar adalah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu anak didik untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah. Apa yang dipelajari dalam situasi tertentu harus memungkinkannya untuk memahami hal-hal lain. Belajar hanya akan terjadi dengan kegiatan anak didik itu sendiri. Anak didik bukanlah bejana yang harus diisi oleh guru dengan berbagai pengetahuan.

Tiga teori telah ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku (Stephen, 2007:69-79), yaitu:

1. Pengondisian klasik, yaitu jenis pengondisian di mana individu merespons beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.

2. Pengondisian operant, yaitu jenis pengondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah

hukuman. Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-

konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku.

3. Pembelajaran sosial, yaitu pandangan bahwa orang-orang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung. Meskipun teori pembelajaran sosial adalah perluasan dari pengondisian operant, teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui pengamatan dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran.

Proses belajar dapat dibedakan ke dalam tiga fase, yaitu:

1. Fase informasi, yaitu fase dimana anak didik memperoleh informasi yang menambah, memperhalus dan memperdalam, atau bahkan menentang pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

2. Fase transformasi, yaitu fase penganalisaan informasi yang telah didapat untuk kemudian diubah ke dalam bentuk yang lebih konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.

3. Fase evaluasi, yaitu fase penilaian apakah informasi yang didapat dan telah ditransformasi itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain. Berikut beberapa hal penting tentang belajar:

1. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya

penambahan pengetahuan saja.

2. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

3. Perubahannya tidak harus langsung mengikuti pengalaman belajar. Perubahan yang segera terjadi umumnya tidak dalam bentuk perilaku, tapi terutama hanya dalam potensi seseorang untuk berperilaku.

4. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.

5. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima sebagai konsekuensi adanya perubahan perilaku

tersebut.

6. Perasaan bangga dalam diri karena dapat mengerti dan paham akan apa yang dipelajari.

B. Pengertian Hasil Pembelajaran

Menurut Depdiknas (2003:3), hasil belajar (prestasi belajar) siswa yang diharapkan adalah kemampuan yang utuh yang mencakup kemampuan kognitif, kemampuan psikomotor, dan kemampuan afektif atau perilaku.

Tu’u (2004:75) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah.

Sedangkan Surya (2004:64) menyatakan bahwa prestasi belajar ialah sesuatu yang dicapai oleh peserta didik sebagai perilaku belajar yang berupa hasil belajar yang berbentuk perubahan pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Prestasi belajar peserta didik ini biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka.

William Burton dalam skripsi karya Supartini (2008:11) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan kemampuan yang dicapai oleh pembelajar/peserta didik.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250-251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Hasil belajar bukan sekedar penguasaan suatu hasil latihan melainkan adanya perubahan perilaku tahap-demi tahap, baik dalam ranah kognitif, afektif, ataupun psikomotor, yang lambat laun terintegrasi menjadi suatu kepribadian. Seseorang yang telah melakukan proses belajar akan terlihat perubahan dalam salah satu atau beberapa ranah tingkah laku tersebut.

Oemar Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Marliani (2009:23) menyatakan bahwa tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-aspek tersebut, yaitu: pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disintesiskan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar itu dapat dibagi menjadi dua bagian besar (Slameto, 2003:64), yaitu:

1. Faktor internal

a. Faktor biologis (jasmaniah) Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang

normal atau tidak memiliki cacat sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir. Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain makan dan minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur.

b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi

segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi. Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Kedua, kemauan. Kemauan dapat dikatakan faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Ketiga, bakat. Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama

dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya.

b. Faktor lingkungan sekolah Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan

belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten.

c. Faktor lingkungan masyarakat Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang

dapat menunjang keberhasilan belajar. Masyarakt merupkan faktor ekstern yang juga berpengruh terhadap belajar siswa karena keberadannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain.

Dengan meperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar seseorang dan dapat mencegah siswa dari penyebab- penyebab terhambatnya pembelajaran.

D. Evaluasi Hasil Belajar

Hasil belajar anak didik dapat dilihat dengan melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi berguna untuk mengetahui sampai mana pencapaian siswa terhadap suatu tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan evaluasi pendidik juga dapat memperoleh timbal balik yang kemudian digunakan untuk memperbaiki serta mengembangkan proses pembelajaran berikutnya.

”Evaluasi berarti penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan.” (Syah, 2008:141) Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 58 ayat 1, ”evaluasi

hasil belajar siswa dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkesinambungan.”

Bukan hanya seperti di katakan di atas saja pengertian evaluasi, tetapi ada beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu di antaranya:

1. Measurement/pengukuran, diartikan sebagai proses kegiatan untuk menentukan luas atau kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai tekhnik dan alat ukur yang relevan.

2. Tes, secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi, prestasi sebagai hasil pembelajaran.

3. Assessment, yaitu suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan. Terdapat urutan atau proses yang mendasari sebelum melakukan evaluasi

(Duncan, 2005:22), yakni:

1. Mengembangkan konsep dan mengadakan penelitian awal. Konsep perlu direncanakan secara matang sebelum diadakan eksekusi pesan dan perlu diadakan uji coba untuk mengecek kesesuaian antara draft yang dibuat dengan eksekusi pesannya.

2. Dengan uji coba yang dilakukan, pengevaluasi mencoba mencari tanggapan dari khalayak. Tanggapan dari khalayak ini penting untuk mengukur efektifitas pesan yang disampaikan.

Dalam mengadakan sebuah proses evaluasi, terdapat beberapa hal yang akan dibahas yaitu apa yang menjadi bahan evaluasi, bagaimana proses evaluasi, kapan evaluasi diadakan, mengapa perlu diadakan evaluasi, dimana proses evaluasi diadakan, dan pihak yang mengadakan evaluasi.

Secara garis besar, proses evaluasi terbagi menjadi di awal (pretest) dan diakhir (posttest). Pretest merupakan sebuah evaluasi yang diadakan untuk menguji konsep dan eksekusi yang direncanakan. Sedangkan, posttest merupakan evaluasi yang diadakan untuk melihat tercapainya tujuan dan dijadikan sebagai masukan untuk analisa situasi berikutnya.

Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari Evaluasi dapat dilakukan di dalam atau diluar ruangan. Evaluasi yang diadakan di dalam ruangan pada umumnya menggunakan metode penelitian laboratorium dan sampel akan dijadikan sebagai kelompok percobaan. Kelemahannya, realisme dari metode ini kurang dapat diterapkan. Sementara, evaluasi yang diadakan di luar ruangan akan menggunakan metode penelitian lapangan dimana kelompok percobaan tetap dibiarkan menikmati kebebasan dari

Untuk mencapai evaluasi tersebut dengan baik, diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilalui, yakni menentukan permasalahan secara jelas, mengembangkan pendekatan permasalahan, memformulasikan desain penelitian, melakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh, dan kemampuan menyampaikan hasil penelitian.

Terdapat dua tujuan khusus evaluasi pendidikan, yaitu :

1. Untuk mengetahui kemajuan peserta didik setelah ia mengalami pendidikan selama jangka waktu tertentu.

2. Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidik selam jangka waktu tertentu tadi.

E. Metode Pembelajaran

Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kata pembelajaran berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa.

Sutikno (2008:84) menyimpulkan bahwa metode pembelajaran ialah cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa dalam upaya mencapai tujuan. Sedangkan Winataputra (2005:4.12) menyebutkan bahwa metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dalam proses Sutikno (2008:84) menyimpulkan bahwa metode pembelajaran ialah cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa dalam upaya mencapai tujuan. Sedangkan Winataputra (2005:4.12) menyebutkan bahwa metode mengajar merupakan cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi dalam proses

Intinya, beberapa ahli tersebut sepakat bahwa metode mengajar adalah bagaimana cara guru menyampaikan materi ajar kepada siswa. Sedangkan tujuan penggunaan metode mengajar yang tepat ialah agar tercipta proses belajar pada diri siswa.

Metode pembelajaran sangat beraneka ragam. Dengan berbagai pertimbangan, guru harus mampu memilih dan memanfaatkan metode yang efektif sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran menekankan pada proses belajar siswa secara aktif dalam upaya memperoleh kemampuan hasil belajar.

Secara umum, penerapan metode pembelajaran meliputi empat kegiatan utama (Sumiati, 2008:97), yaitu:

1. Kegiatan awal yang bersifat orientasi.

2. Kegiatan inti dalam proses pembelajaran.

3. Penguatan dan umpan balik.

4. Penilaian/Evaluasi.

Sutikno (2008:85) menyebutkan beberapa ciri metode yang baik, yaitu:

1. Berpadunya metode dari segi tujuan dan alat dengan jiwa.

2. Bersifat luwes, fleksibel, dan memiliki daya yang sesuai dengan watak siswa dan materi.

3. Bersifat fungsional dalam menyatukan teori dan praktek serta menghantarkan siswa pada kemampuan praktis.

4. Tidak mereduksi materi.

5. Memberi keleluasaan bagi siswa.

6. Mampu menempatkan guru pada posisi yang tepat.

Sutikno (2008:87) juga menyebutkan beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemilihan metode yang tepat, yaitu: tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, siswa, situasi, dan guru.

F. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok adalah anak didik dalam suatu kelompok dipandang sebagai suatu kesatuan tersendiri untuk mencari atau tujuan pelajaran yang tentu dengan bergotong royong. (Sagala, 2003:215)

Moejono sebagai mana dikutip oleh Sumantri (1999:148), mengungkapkan bahwa kerja kelompok merupakan format belajar yang menitik beratkan kepada interaksi antar anggota guna menyelesaikan tugas belajar secara bersama-sama.

Menurut Moedjiono (Sumantri dan Permana, 1998/1999:148), metode kerja kelompok adalah format belajar mengajar yang menitik beratkan kepada interaksi antara anggota yang lain dalam suatu kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama. Karena itu guru dituntut untuk mampu menyediakan bahan-bahan pelajaran yang secara manipulatif mampu mengaktifkan anak untuk bekerja sama dan berkolaborasi dalam kelompok.

Dalam metode kerja kelompok, siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri, ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil. Pembagian kelompok dapat didasarkan pada perbedaan kemampuan belajar, perbedaan minat dan bakat, perbedaan jenis kegiatan, perbedaan wilayah tempat tinggal, ataupun dibuat secara acak.

Penerapan metode kerja kelompok menuntut guru untuk dapat Penerapan metode kerja kelompok menuntut guru untuk dapat

1. Fasilitas yang tersedia,

2. Perbedaan individual dalam minat belajar kemampuan belajar,

3. Jenis pekerjaan yang diberikan,

4. Wilayah tempat tinggal peserta didik,

5. Jenis kelamin,

6. Memperbesar partisipasi peserta didik dalam kelompok, dan

7. Lotre/random. Penggunaan metode kerja kelompok menurut Meojiono Mulyani Sumantri

dan Johan Permana (1992:149) bertujuan untuk :

1. Memupuk kemauan dan kemampuan kerjasama di antara peserta didik.

2. Meningkatkan sosio-emosional dan intelektual peserta didik dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakan.

3. Meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses belajar mengajar secara berimbang.

Adapun alasan penggunaan metode kerja kelompok antara lain:

1. Membuat para peserta dididk dapat bekerjasama dengan temannya.

2. Mengembangkan kekuatan untuk mencari dan menemukan bahan-bahan untuk melaksanakan tugas tersebut.

3. Membuat peserta didik aktif. Beberapa keuntungan dan kelebihan metode kerja kelompok adalah:

1. Dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

2. Dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk lebih intensif 2. Dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk lebih intensif

3. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.

4. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan peserta didik sebagai individu serta kebutuhan belajarnya.

5. Peserta didik lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka.

6. Dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan rasa menghormati dan menghargai pribadi temannya serta menghargai pendapat orang lain.

7. Membiasakan siswa untuk bekerjasama sesuai asas demokrasi.

8. Menimbulkan sikap kompetitif yang sehat dan sportif.

9. Guru tidak perlu mengawasi proses belajar secara individual, sehingga lebih efisien.

10. Melatih siswa untuk hidup dalam lingkungan organisasi. Adapun kelemahan-kelemahan metode kerja kelompok, antara lain:

1. Segi penyusunan.

a. Sulit untuk membuat kelompok yang homogen, baik intelegensi, bakat dan minat, atau daerah tempat tinggal.

b. Peserta didik yang ditetapkan oleh guru telah dianggap homogen, serta tidak merasa cocok dengan anggota kelompoknya itu.

c. Pengetahuan guru tentang pengelompokan itu kadang-kadang belum mencukupi.

2. Segi kerja kelompok.

a. Peminpin kelompok kadang-kadang sukar untuk meminpin anggota,

sulit untuk menjelaskan dan mengadakan pembagian kerja.

b. Anggota kadang-kadang tidak mematuhi tugas-tugas yang diberikan oleh peminpin kelompok.

c. Dalam belajar bersama-sama tidak terkendali sehingga penyimpangan dari rencana yang berlarut-larut.

Kelemahan metode kerja kelompok menurut Moejono (Sumantri dan Permana, 1992:149).

1. Kerja kelompok sering hanya melibatkan siswa yang mampu, sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang.

2. Strategi ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda.

3. Keberhasilan metode kerja kelompok bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.

Terdapat beberapa cara mengatasi kelemahan-kelemahan metode kerja kelompok, sebagaimana diungkapkan Mansyur (1996:108) antara lain adalah:

1. Guru harus berusaha memiliki pengetahuan tentang cara penyusunan kelompok.

2. Pengumpulan data siswa untuk menunjang tugas-tugas guru.

3. Adakan tes sosiometri dan buatlah sosiogram dari kelas bersangkutan untuk mengetahui peserta didik yang terisolasi.

4. Bimbingan terhadap kelompok harus dilakukan terus menerus.

5. Usahakan agar jumlah kelompok itu tidak terlalu besar dan anggotanya dalam waktu tertentu berganti-ganti.

6. Dalam memberikan motivasi harus menuju kepada kompetisi yang sehat.

G. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu program pengajaran yang diberikan mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Ada tiga hal yang sering membingungkan kita, yaitu: ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial.

1. Ilmu sosial Sanusi dalam Social Science (Sumaatmaja, 1980:7-8) memberikan penjelasan bahwa ilmu-ilmu sosial terdiri atas disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipellajari pada tingkat perguruan tinggi makin lanjut makin ilmiah.

Berdasarkan batasan yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial adalah bidang-bidang keilmuan yang mempelajari manusia dan masyarakat. Mempelajari manusia di masyarakat itu memiliki banyak aspek, seperti aspek ekonomi, aspek sikap mental, aspek budaya, aspek hubungan sosial dan aspek lain-lain. Ilmu ekonomi mempelajari kebutuhan materi, antropologi mempelajari aspek budaya, sosiologi mempelajari aspek hubungan sosial, dan psikolog mempelajari kejiwaan. Semua aspek itu berada dalam ruang lingkup yang sama, yaitu manusia dalam konteks sosial atau manusia sebagai anggota masyarakat.

2. Studi Sosial Studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Ahmad Sanusi (Sumaatmaja, 1980:18) memberikan penjelasan 2. Studi Sosial Studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial. Ahmad Sanusi (Sumaatmaja, 1980:18) memberikan penjelasan

Studi sosial bersifat interdisipliner, dengan menetapkan pilihan judul atau masalah-masalah tertentu berdasarkan suatu rangka referensi dan meninjaunya dari beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu dengan lainnya. Kerangka kerja pengetahuan sosial penekanannya tidak pada bidang terori, melainkan lebih kepada bidang praktis dalam mengkaji atau mempelajari gejala dan masalah sosial di masyarakat. Pada taraf dan tingkat yang lebih rendah pendekatan studi sosial ini lebih bersifat multidimensional, dalam arti meminjam suatu gejala sosial dari berbagai dimensi (segi, sudut, aspek) kehidupan.

3. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Studi sosial yang lahir di Amerika, kemudian sampai ke Indonesia dan disebut Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS dan Studi Sosial adalah sama, artinya tidak ada perbedaannya. IPS menjadi salah satu bidang studi sejak di berlakukannya kurikulum 1975, dengan tujuan membentuk warga negara yang baik berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

Sumaatmaja (1980:11) menyatakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS tidak hanya memberikan peserta didik dengan pengetahuan IPS, melainkan lebih jauh lagi yaitu berupaya membina dan mengembangkan mereka menjadi sumber daya manusia Indonesia yang berketerampilan sosial dan intelektual Sumaatmaja (1980:11) menyatakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS tidak hanya memberikan peserta didik dengan pengetahuan IPS, melainkan lebih jauh lagi yaitu berupaya membina dan mengembangkan mereka menjadi sumber daya manusia Indonesia yang berketerampilan sosial dan intelektual

Dengan demikian dipahami bahwa pengajaran pendidikan IPS diharapkan sebagai kemampuan dapat berkembang pada diri peserta didik, khususnya untuk hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat tempat peserta didik tinggal.

Pengajaran IPS pada saat sekarang ini mempunyai dua ciri khusus, yaitu:

a. Yang menjadi tujuan utama yaitu menjadi warga negara yang baik.

b. Bukan hanya sekedar sebagai penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, akan tetapi juga meliputi komponen-komponen lain, seperti pendidikan nilai etika, filsafat, agama, sosial serta dari ilmu-ilmu sosial lainnya. Pengajaran IPS di SD berfungsi mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan dasar untuk melihat kenyataan sosial yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan pengajaran sejarah berfungsi menumbuhkan rasa kebangsaan dan bangga terhadap perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu sampai sekarang.

Tujuannya adalah agar peserta didik mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna dirinya dalam kehidupan sehari-hari serta mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu hingga sekarang sehingga peserta didik memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Kurikulum pendidikan dasar 1994 pempunyai karakteristik khusus, yakni memberi peluang kepada guru selaku pengembangan kurikulum, penjabaran dan pengembangan materi terletak kepada guru di lapangan. Guru seyogyanya mengimplementasikan keterampilan proses dalam memberikan isi pembelajaran IPS berupa fakta, konsep dan generalisasi dengan memanfaatkan lingkungan yang ada.

Berangkat dari uraian di atas pembelajaran IPS di SD harus pragmatis praktis menyangkut dunia diri peserta didik dan kehidupan peserta didik sesuai dengan tingkat perkembangan usia peserta didik dan kemampuan belajarnya serta lingkungan kehidupannya. Pembelajaran IPS di SD bukan hanya mengkaji materi- materi yang hanya memenuhi ingatan peserta didik.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini bersifat melakukan perbaikan pembelajaran. Oleh karena itu metode yang dianggap tepatpada penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (Class Action Researh), yakni studi sistematis yang dilakukan dalam upaya perbaikan praktik-praktik pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta repleksi dari tindakan tersebut. (Kasbolah K, 1998:14)

Menurut Suyanto (1996/1997:4), PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesonal.

Selanjutnya Kemis dan Tagart, dalam Yatim Rianto (2001:49), menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang secara kolektif dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan sosial mereka, serta pemahaman mereka mengenai praktek ini dan tahap situasi tempat dilakukan praktek-praktek ini.

Demikian juga dikemukakan oleh Ebbut, dalam Kasbolah (1998/1999:13), penelitian tindakan kelas merupakan study yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut.