PEMBERIAN SANKSI TERHADAP TINDAKAN ASUSILA REMAJA DI DUSUN GEMPOL DESA LAMPAH KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK.

(1)

PEMBERIAN SANKSI TERHADAP TINDAKAN ASUSILA

REMAJA DI DUSUN GEMPOL DESA LAMPAH

KECAMATAN KEDAMEAN

KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S.Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

JAUHAROTUSH SHOFIYAH

NIM : B75212074

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

JAUHAROTUSH SHOFIYAH, NIM. B75212074, 2016. Pemberian Sanksi

terhadap Tindakan Asusila Remaja di Dusun Gempol Desa Lampah

Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

Kata Kunci : Sanksi dan Tindakan Asusila Remaja

Setiap individu maupun kelompok dimanapun mereka menetap akan mengalami suatu masalah, dimana setiap permasalahan yang terjadi pasti mempunyai solusi atau cara penyelesaian masing-masing. Dan bagi pelaku yang dinilai bersalah akan mendapatkan hukuman yang setimpal, dimana hukuman tersebut telah dipikirkan secara matang dan telah disepakati oleh semua pihak. Tidak terkecuali di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, yang terdapat peraturan berupa sanksi yang diberikan kepada remaja yang terbukti melakukan Tindakan Asusila Remaja. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah, (1) adakah pengaruh pemberian sanksi terhadap Tindakan Asusila Remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Gresik, dan (2) seberapa besar pengaruh pemberian sanksi terhadap Tindakan Asusila Remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

Untuk menjawab pertanyaan tersebut secara detail, maka peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif. Dengan menggunaan rumus product moment dan Regresi. Teori yang digunakan sebagai analisis dalam penelitian ini ialah Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton. Teori yang digagas oleh Merton ini membahas tentang sistem dalam masyarakat. Dimana sistem tersebut bisa fungsi maupun disfungsi. Selain itu, Merton juga membahas tentang fungsi manifest dan fungsi laten, serta teori keseimbangan (equilibrium).

Dari hasil penelitian tersebut dengan menggunakan product moment

didapatkan hasil bahwa pemberian sanksi berpengaruh signifikan sebesar 0,771 terhadap Tindakan Asusila Remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Selanjutnya dari hasil penghitungan regresi juga diperoleh hasil sebesar 5,95%, yang berarti variabel pemberian sanksi (X) memberikan pengaruh sebesar 5,95% terhadap variabel Tindakan Asusila Remaja (Y). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 8

F. Telaah Pustaka ... 9

G.Metode Penelitian ... 14

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 14

2. Populasi dan Sampel ... 15

3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 16

4. Hipotesis Penelitian ... 18

5. Teknik Pengumpulan Data ... 19

6. Teknik Analisis Data... 21

H.Sistematika Pembahasan ... 26

BAB II : PEMBERIAN SANKSI DAN TINDAKAN ASUSILA REMAJA ... 27

A.Norma-norma Masyarakat ... 27

B. Sistem Pengendalian Sosial (Social Control) ... 30

1. Pengertian Pengendalian Sosial ... 31

2. Tujuan Pengendalian Sosial ... 32

3. Pola Pengendalian Sosial ... 33

4. Fungsi Pengendalian Sosial ... 34

C.Pemberian Sanksi... 37

1. Pengertian Hukuman ... 37

2. Dasar dan Tujuan Hukuman ... 39

D.Tindakan Asusila Remaja ... 40

1. Pengertian Tindakan Asusila ... 40

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Seks ... 42

3. Pengertian Remaja ... 45

4. Karakteristik Remaja ... 46


(7)

6. Perkembangan Seksualitas Remaja ... 53

7. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Seks Pranikah Remaja ... 55

8. Dampak Seks Pranikah ... 59

E. Teori Fungsionalisme Struktral Robert K. Merton ... 61

BAB III: PEMBERIAN SANKSI TERHADAP TINDAKAN ASUSILA REMAJA DALAM DI DUSUN GEMPOL DESA LAMPAH KECAMATAN KEDAMEAN KABUPATEN GRESIK ... 71

A.Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 71

1. Keadaan Umum Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik ... 71

2. Pemberian Sanksi Terhadap Tindakan Asusila Remaja ... 82

B. Pengujian Hipotesis ... 88

1. Product Moment ... 88

2. Regresi ... 90

BAB IV: PEMBERIAN SANKSI TERHADAP TINDAKAN ASUSILA REMAJA DENGAN ANALISIS TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL ROBERT K. MERTON ... 95

A.Pengaruh Regresi Tentang Sanksi Terhadap Tingkat Kewaspadaan Remaja dalam Melawan Tindakan Asusila ... 95

B. Analisis Teoretis Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton ... 97

BAB V : PENUTUP ... 101

A.Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103 LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Angket

2. Tabulasi Data Variabel x 3. Tabulasi Data Variabel y

4. Lampiran Foto Kegiatan Penelitian 5. Jadwal Penelitian

6. Surat Keterangan (bukti melakukan Penelitian) 7. Kartu Bimbingan Skripsi

8. Berita Acara Seminar Proposal 9. Berita Acara Ujian Skripsi 10.Biodata Penulis


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dewasa ini sering dijumpai masalah sosial yang berkaitan dengan kenakalan remaja yang bermacam-macam, salah satunya yang sering kita jumpai yaitu masalah seks bebas (Free Sex). Hal tersebut tidak lepas dari pengaruh budaya Dunia Barat yang sangat bebas, tantangan bagi masyarakat Indonesia, khususnya remaja menilai bahwasanya kebebasan adalah hal yang modern dan harus ditiru, serta beranggapan bahwa masyarakat yang tidak mengikuti budaya Barat merupakan masyarakat yang tertinggal, sehingga para remaja merasa bangga menirukan budaya Barat tanpa memikirkan apakah budaya tersebut sesuai atau tidak dengan budaya yang ada di Indonesia.

Remaja merupakan masa peralihan individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang tumbuh dan berkembang dalam proses pematangan, baik dari segi fisik maupun psikologis. Batas usia remaja biasanya antara usia 12-20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa awal, dimana seseorang banyak mencari jatidiri mereka. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif baik dari keluarga maupun sekolah. Periode remaja merupakan klimaks dari metode-metode perkembangan sebelumnya, sehingga dalam periode selanjutnya individu telah mempunyai suatu pola pribadi yang lebih mantap. Dalam tahap perkembangan ini remaja memiliki tugas-tugas yang khas, diantaranya remaja


(9)

2

diharapkan dapat mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab serta mempersiapkan diri untuk melaksanakan pernikahan dan membangun rumah tangga/keluarga.

Perkembangan fisik pada remaja salah satunya ditandai dengan kematangan seksual, dimana organ-organ seksualnya dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengembangkan keturunan. Dengan kematangan fungsi-fungsi seksualnya, maka timbul dorongan-dorongan dan keingintahuan mengenai pemuasan seksual. Oleh karena itu para remaja biasanya mencari pemuasan khayalannya misalnya dengan membaca buku-buku porno dan membuka situs-situs porno di internet. Dengan begitu remaja akan dengan mudah terjerumus pada perilaku menyimpang khususnya seks pra-nikah atau biasa disebut seks bebas (Free Sex).

Perilaku seks adalah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan pria dan wanita yang mencapai hubungan intim, seperti yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang sudah sah dimata hukum dan agama. Dalam beberapa tahun terakhir, perilaku seks pra-nikah di kalangan remaja menjadi suatu permasalahan serius dalam masyarakat yang belum terpecahkan.

Fenomena tersebut dibuktikan dalam sebuah penelitian di Indonesia yang menunjukkan angka 1-25% dalam kasus ini dan menemukan jumlah yang fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar seperti Bandung, Jakarta,


(10)

3

Yogyakarta, Surabaya telah melakukan hubungan seks pra-nikah.1 Hasil penelitian lain yang juga cukup mengagetkan yaitu penelitian tentang perilaku seks bebas di antara generasi muda pada tahun 2006 di Makasar yang mengungkap perilaku seks bebas generasi Anak Baru Gede (ABG) dimana kurang lebih 474 remaja yang dijadikan sampel penelitian ternyata mengaku telah melakukan hubungan seks tanpa nikah dan yang lebih mengagetkan lagi ternyata 40% di antara mereka melakukan hubungan seks tersebut pertama kali justru di rumah sendiri dengan pacar mereka.2 Angka-angka yang tinggi tersebut bukanlah hal yang wajar mengingat Negara Indonesia adalah Negara Timur yang didominasi dengan ajaran-ajaran agama dan budaya.

Fenomena seks pra-nikah sudah banyak terjadi bahkan tiap tahunnya terus meningkat. Hal tersebut dikarenakan adanya modernisasi dalam masyarakat dengan semakin mudahnya akses internet dimanapun dan kapanpun. Dimana situs-situs dalam internet yang tidak ada batasnya memenuhi dunia online termasuk juga situs porno. Kemudahan mengakses internet tersebut sering disalah gunakan oleh sebagian remaja yang akan dengan mudah terpengaruh untuk melakukan hubungan seks pra-nikah dengan pacar atau relasinya.

Perubahan yang terjadi dalam remaja saat ini merupakan konsekuensi dari adanya modernisasi yang mengakibatkan perubahan pada nilai-nilai

1

Ratna Wahyuningsih, 2008 : 25, Hubungan antara Konsep Diri dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seksual Pra Nikah pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Malang. Skripsi : tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

2

Rony Setiawan dan Siti Nurhidayah, Pengaruh Pacaran terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal Soul, Vol. 2, September 2008 : 61.


(11)

4

kehidupan sosial dan budaya, yakni perubahan pada nilai moral, etik, kaidah agama, pendidikan dan pergaulan.

Pada dasarnya setiap individu maupun kelompok dimanapun mereka menetap akan mengalami suatu masalah, dimana setiap permasalahan yang terjadi pasti mempunyai solusi atau cara penyelesaian masing-masing. Dan bagi pelaku yang dinilai bersalah akan mendapatkan hukuman yang setimpal, yang mana hukuman tersebut telah dipikirkan secara matang dan telah disepakati oleh semua pihak. Semua kelompok sosial membentuk aturan-aturan dan berusaha untuk menegakkannya, bahkan dalam situasi tertentu justru memaksakannya. Aturan-aturan sosial yang membatasi setiap tindakan manusia sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga ada aturan yang melarang, memerintahkan, dan membolehkan. Apabila seseorang melanggar aturan, oleh sesamanya dia dianggap sebagai manusia jenis tertentu, yang tidak dapat dipercayai dalam proses penegakan aturan yang telah disepakati oleh kelompok sosial. Dia akan dianggap sebagai orang luar.3 Dalam kenyataan dapat dijumpai berbagai jenis aturan. Mungkin suatu aturan secara resmi dirumuskan dalam bentuk hukum dan ditegakkan oleh negara, melalui polisi, jaksa, hakim, dan lain sebagainya. Terkadang aturan-aturan yang berlaku bersifat tidak resmi, oleh karena didasarkan pada adat istiadat atau tradisi. Aturan-aturan demikian ditegakkan oleh berbagai jenis sarana, seperti sanksi-sanksi informal. Walaupun suatu aturan bersifat resmi ataupun tidak resmi, seharusnya ada lembaga tertentu yang menegakkannya, misalnya, apabila ada

3

Soerjono Soekanto dan Ratih Lestarini, S.H., Howard S. Becker Sosiologi Penyimpangan. (Jakarta : Rajawali Pers 1988) hal. 1.


(12)

5

aturan resmi yang ditetapkan negara, maka ada lembaga-lembaga resmi tertentu yang menegakkannya. Lain halnya dengan aturan-aturan yang berlaku dikalangan profesi tertentu, aturan-aturan yang berlaku bagi anggota kelompok/organisasi ditegakkan oleh organisasi itu. Akan tetapi dapat pula dikatakan bahwa tugas menegakkan aturan pada umumnya ada pada setiap anggota atau masyarakat sendiri.

Fenomena di atas tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Terdapat suatu peraturan Dusun tidak tertulis yang sampai sekarang masih dianut dan dijalankan oleh masyarakat di Dusun tersebut. Adapun peraturan tersebut ditujukan kepada seluruh warga Dusun Gempol yang terbukti melakukan tindakan asusila.

Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari orang-orang tua di Dusun Gempol, peraturan tersebut telah ada sejak sekitar tahun 1968. Namun peraturan tersebut telah mengalami banyak perbaikan. Pada awal peraturan tersebut dilaksanakan, hukuman yang diterima oleh pelaku tindakan asusila adalah hukuman yang bersifat mengucilkan. Misalnya di arak4, membersihkan jalan seluruh Dusun selama seminggu bagi wanita dan jaga Dusun setiap malam selama seminggu bagi laki-laki.

Namun dengan berkembangnya jaman, hukuman tersebut dirasa tidak efektif lagi dikarenakan masih banyak warga yang melakukan tindakan asusila. Dan revisi dewasa ini, hukuman tersebut telah diganti dengan pemberian denda

4

Dibawa keliling kampung dengan hanya menggunakan celana pendek dan berakhir dirumah kepala dusun


(13)

6

berupa bahan material, baik berupa pasir, batu kerikil, paving dan lain-lain. Hal tersebut diharapkan dapat lebih memberikan efek jera kepada pelaku tindakan asusila sehingga membuat mereka jera serta memberikan peringatan kepada seluruh warga Dusun Gempol lainnya supaya tidak lagi melakukan tindakan asusila.

Dari pernyataan di atas, peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam untuk melihat apakah sanksi yang diberikan sudah mampu untuk memberikan efek jera terhadap tindakan asusila remaja Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik ataukah masih kurang sehingga perlu untuk diperbaiki kembali.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Adakah pengaruh pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik? 2. Seberapa besar pengaruh pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja

di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik?

C.Tujuan Penelitian

Dalam segala bentuk kegiatan, tujuan merupakan dasar pemikiran yang paling utama. Tanpa adanya tujuan, maka suatu kegiatan tidak akan berjalan dengan baik.


(14)

7

Dalam penelitian ini, tujuan dibuat untuk menjawab pertanyaan sebagaimana yang tertulis pada rumusan masalah di atas, sehingga nantinya dapat diketahui secara jelas dan terperinci akan tujuan diadakannya penelitian ini. Adapun tujuan tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

2. Untuk melihat seberapa besar pengaruh pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

D.Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan mampu menghasilkan temuan-temuan yang nantinya akan berguna dan bermanfaat untuk masa yang akan datang. Dengan demikin, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ini, diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam hal hasanah pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik dan menjadi wacana bagi masyarakat untuk menambah wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang akan datang.


(15)

8

2. Manfaat Praktis

Sebagai bahan masukan bagi kepala desa dan perangkat di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik untuk menyusun strategi dan kebijakan yang akan dilakukan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan sosial yang biasa terjadi di kalangan masyarakat khususnya tindakan asusila.

E.Definisi Operasional

Definisi operasional sendiri dapat diartikan sebagai pemberian batasan. Maksudnya, seorang peneliti perlu memberikan batas-batas pengertian mengenai definisi konsep penelitiannya secara operasional. Hal ini karena hasil penelitiannya nanti akan digeneralisasikan sampai dengan batas-batas tertentu. Untuk maksud regeneralisasi tersebut perlu dipertimbangkan ciri-ciri yang terdapat didalam kehidupan sosial (masyarakat) yang membatasi.

Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sanksi

Sanksi menurut kamus besar bahasa indonesia ialah tanggungan (tindakan, hukuman, dan sebagainya) untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan.5

Jadi apa yang dikatakan Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut memang benar, sanksi adalah tindakan atau hukuman yang memaksa orang tersebut untuk menepati janji aturan atau norma yang ada.

5


(16)

9

2. Tindakan Asusila

Dalam penelitian ini, yang dimaksud tindakan asusila ialah tidak susila; tidak baik tingkah lakunya.6

Lebih jelas diperinci dalam penelitian ini ialah tindakan yang tidak baik dan mengarah pada perbuatan seks bebas (seks pra-nikah) yang nantinya akan menimbulkan hamil diluar nikah.

3. Remaja

Arti remaja ialah mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.7 Remaja juga berasal dari kata Latin yaitu “adolescence” yang berarti

perkembangan menjadi dewasa. Piget mengemukakan bahwa istilah

adolescence mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.8

Remaja yang difokuskan dalam penelitian ini adalah remaja yang berumur antara 17-25 tahun atau sampai menikah.

F. Telaah Pustaka

Peneliti tidak menemukan penelitian yang pembahasannya sama persis dengan penelitian ini. Namun peneliti menemukan beberapa penelitian yang memiliki tema yang hampir sama salah satu variabelnya. Penelitian ini

6

Kamus Besar Bahasa Indonesia,” diakses 28 Oktober 2015, http://kbbi.web.id/susila. 7“Kamus Besar Bahasa Indonesia,”1990

(Jakarta: Balai Pustaka) hal. 739

8

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) hal. 184


(17)

10

sangatlah membantu peneliti sebagai pengarah dan petunjuk serta menjadi referensi bagi penelitian yang baru untuk melanjutkan penelitian supaya lebih akurat.

Pertama, penelitian Ahmad Taufik dengan judul “Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Seks Pra-nikah (Studi Kasus SMK Negeri 5 Samarinda)”. Latar belakang penulis memilih judul tersebut karena di SMK Negeri 5 Samarinda terdapat fenomena seks pra-nikah. Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian kondisi situasi remaja perkotaan di Kota Samarinda yang dilakukan oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indnesia (PKBI) Daerah Kalimantan Timur yang bekerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2009. Dari total 400 responden remaja yang terdiri 192 pria dan 208 perempuan, ternyata 14%nya pernah melakukan hubungan seks saat pacaran. Fokus dari penelitian ini adalah bagaimana persepsi di SMK Negeri 5 Samarinda terhadap perilaku seks pra-nikah yang pernah terjadi di sekolahnya. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa fenomena seks pra-nikah yang terjadi di lingkungan sekolah sangat memperihatinkan karena setiap tahunnya ada saja para pelajar yang harus putus sekolah karena hamil diluar nikah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa perilaku seks pra-nikah merupakan perilaku yang tidak senonoh, tidak patut ditiru, merusak martabat orang tua, memalukan, melukai perasaan siapa saja yang mendengarnya dan haram karena tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya di Indonesia. Mereka mempersepsikan alasan remaja di SMK Negeri 5 Samarinda melakukan seks pra-nikah dikarenakan kurangnya mendapat kasih


(18)

11

sayang dari orag tua, kurangnya iman dan takwa kepada Allah SWT, rasa ingin tahu yang berlebih, pergaulan bebas, menjual diri dengan pria hidung belang, sering berduaan sehingga timbul nafsu, banyaknya pasangan yang memiliki pikiran kotor, bujuk rayu pacar untuk dinikahi serta pelampiasan rasa kecewa serta salah memilih teman dalam bergaul.9

Penelitian kedua yng ditulis oleh Imroatin dengan judul “Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran (Studi Kasus Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran Pada Mahasiswa Kos Di Perumahan Desa Telang Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan)”. Latar belakang peneliti mengambil tema ini ialah fenomena perilaku seks bebas dikalangan mahasiswa kos pada masa pacaran merupakan fenomena yang menarik. Hal ini yang mendorong peneliti untuk mengamati lebih jauh tentang perilaku seks bebas pada masa pacaran dikalangan mahasiswa kos di perumahan Desa Telang Kecamatan Kelang Kabupaten Bangkalan. Perumahan Desa Telang merupakan kawasan kos yang banyak dihuni oleh mahasiswa. Fokus penelitian ini ialah bagaimana gaya pacaran dan perilaku seks bebas mahasiswa. Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya perilaku hubungan seks bebas pada masa pacaran dan proses perubahan sosial yang terjadi pada perilaku seks bebas mahasiswa ketika masa pacaran. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kecenderungan gaya pacaran mahasiswa perumahan Telang yakni melakukan perbuatan yang sudah keluar dari batas-batas norma yang berlaku karena degradasi moral serta terjadinya berbagai perubahan-perubahan yang diadopsi mahasiswa terhadap dunia Barat yang

9

Ahmad Taufik, Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Seks Pranikah, eJournal Sosiatri – Sosiologi Vol. 1, Nomor 1, 2013 : 31 – 44.


(19)

12

dengan cepat membius para mahasiswa untuk melakukan perilaku yang semstinya belum dilakukan bersama pasangannya. Perilaku seks marak terjadi karena kesalahan mahasiswa dalam memanfaatkan media massa. Faktor-faktor yang melatar belakangi mahasiswa melakukan seks bebas pada masa pacaran yaitu tempat yang sepi, gelap dan tidak terjangkau atau jauh dari keramaian, serta kurang intensifnya waktu pengawasan atau kontrol yang dilakukan oleh bapak atau ibu kos dan RT / RW / keamanan perumahan Telang serta pihak yang bertugas, ditambah lagi oleh ketidak mampuan mahasiswa menyerap nilai-nilai masyarakat sehingga seks bebas pada masa pacaran marak terjadi. Pacaran yang telah dipengaruhi oleh pergaulan yang bebas akan menyebabkan perilaku seks bebas. Selanjutnya, setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dalam kasus ini adalah pada masa lalu yang mana seks bebas masa pacaran sangat sulit dijumpai. Seks bebas pada masa pacaran merupakan suatu hal yang tabu. Peralihan dari zaman tradisional menuju jaman modern dan maraknya media massa yang tereksploitasi dari hari ke hari.10

Penelitian ketiga, yaitu penelitian yang ditulis oleh Binti Istianah dengan judul “Seks Pra-nikah Dikalangan Remaja (Studi Kasus Pelajar SLTA kota Mojokerto)”. Faktor yang melatar belakangi peneliti mengangkat kasus ini ialah semakin seriusnya perkembangan seks pra-nikah dikalangan remaja kota Mojokerto dan sekitarnya dikarenakan longgarnya kontrol sosial yang mereka terima dan mudahnya membuka situs-situs seksologi internet. Jumlah remaja

10

Imroatin, Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran (Studi Kasus Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran Pada Mahasiswa Kos di Perumahan Desa Telang Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan). Jurnal : tidak diterbitkan. Universitas Trunojoyo Madura.


(20)

13

yang mengalami masalah perilaku seks pra-nikah terus bertambah akibat pola hidup seks bebas, karena pada kenyataannya pengaruh gaya seks bebas yang mereka terima jauh lebih kuat dari kontol yang mereka terima daripada pembinaan secara keagamaan baik dari orang tua maupun mendapatkannya sendiri dari pengajian-pengajian agama. Sekuat-uatnya mental remaja untuk tak tergoda pada perilaku seks pra-nikah, kalau terus menerus mengalami godaan dan dalam kondisi sangat bebas dari kontrol, tentu suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Pada dasarnya perilaku seksual dapat dikelompokkan menjadi empat kategori. Yaitu berciuman, berpelukan, bercumbu (petting), dan berhubungan badan. Objek penelitian ini adalah para siswa dari beberapa sekolah SLTA di Mojokerto.11

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini terletak pada fokus permasalahannya. Penelitian terdahulu menjelaskan persepsi remaja terhadap perilaku seks pra-nikah yang terjadi pada teman sekolahnya sehingga berakibat kehamilan di luar nikah hingga menyebabkan putusnya sekolah mereka. Penelitian kedua memilih mahasiswa sebagai subjek penelitian, dan penelitian ketiga memilih pelajar SLTA sebagai subyek penelitiannya. Sedangkan penelitian saat ini memilih remaja dalam masyarakat yang seharusnya belum diperbolehkan melakukan hubungan seks.

Jika penelitian terdahulu membahas faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku seks bebas, dalam penelitian ini selain mengungkapkan faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas juga

11Binti Istianah, “Seks Pranikah Dikalangan Remaja (Studi kasus pelajar SLTA kota Mojokerto), Jurnal : Tidak diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.


(21)

14

mengungkapkan sanksi yang didapat oleh remaja yang melakukan seks bebas di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Penelitian ini meninjau apakah pemberian sanksi tersebut sudah cukup membuat para remaja merasa jera ataukah masih perlu untuk diadakan perbaikan sehingga masih banyak dijumpai remaja yang melanggar dan melakukan hubungan seks diluar nikah.

G.Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji hipotesis yang telah ditetapkan melalui pengumpulan data lapangan yang selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan prosedur statistik. Dengan penelitian ini dapat dibuktikan pada pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.


(22)

15

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis penelitian secara kuantitatif menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.12

2. Populasi dan Sampel a. Populasi

Seperti halnya dalam penelitian lain. Data merupakan salah satu hal yang terpenting dan tidak boleh diabaikan, karena itu untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini sumbernya harus jelas. Artinya sumber data harus diperoleh dari suatu kelompok yang menjadi obyek penelitian. Kelompok tersebut biasa disebut dengan istilah populasi.

Populasi merupakan keseluruhan dari sumber data atau totalitas dari kelompok subjek, baik manusia, gejala, nilai, benda-benda maupun peristiwa. Adapun pengertian dari Populasi sebagaimana yang dikatakan oleh Sutrisno Hadi (1986:220) adalah “Seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Populasi dibatasi sejumlah penduduk individu yang paling sedikit memiliki suatu sifat yang sama”.

Atas dasar inilah, populasi dalam penelitian ini diambil dari seluruh remaja yang ada di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean

12

Nur Indrianto dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnnis Untuk Akuntansi


(23)

16

Kabupaten Gresik sebanyak 42 orang dengan klasifiksi usia mulai dari 17 tahun sampai menikah.

b. Sampel

Menurut Arikunto (2010:174), “Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Jumlah sampel penelitian berpedoman pada Arikunto (2010:134) yaitu :

“Untuk sekedar mengangan-angan, maka apabila subjek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Sebaliknya apabila subjeknya banyak, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau bisa lebih”.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka yang menjadi sampel dalam penelitan ini adalah seluruh remaja yang ada di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik sebanyak 42 orang yang merupakan seluruh anggota populasi yang ada, sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi atau total sampling.

3. Variabel dan Indikator Penelitian

Sutrisno Hadi dalam bukunya yang berjudul Metodology Research 1 mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi misalnya : jenis kelamin, karena jenis kelamin mempunyai variasi laki-laki dan perempuan, berat badan, karena ada berat badan 40kg, 50 kg dan sebagainya. Gejala adalah objek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi.13

13


(24)

17

Berdasarkan pengertian diatas, maka dalam penelitian ini berlaku dua jenis variabel yang menjadi objek penelitian, yaitu:14

a. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor antecendent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel bebasnya yaitu pemberian sanksi, yang indikatornya adalah sebagai berikut:

1) Pemberian sanksi moral

2) Pemberian sanksi denda material b. Variabel Dependen

Sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel yang dimaksud adalah tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, dengan indikator sebagai berikut :

1) Memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan yang positif. 2) Berhati-hati dalam memilih teman.

3) Terbuka kepada orang tua.

14

Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hal. 109


(25)

18

4. Hipotesis Penelitian

Istilah hipotesis berasal dari kata yunani yang terdiri atas kata “hippo” yang berarti lemah atau dibawah dan “thesis” yang berarti teori atau proposisi pernyataan.15

Hipotesis merupakan prediksi terhadap hasil penelitian yang diusulkan dan diperlukan untuk memperjelas masalah yang sedang diteliti. Berarti hipotesis merupakan pemecahan sementara atas masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih.16 Pernyataan tersebut belum sepenuhnya diakui kebenarannya dan harus diuji terlebih dahulu. Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut :

a. Hipotesis kerja (ha)

Hipotesis kerja (hipotesis alternatif) menyatakan bahwa adanya hubungan antara variabel X dan y yang menyarankan adanya perbedaan antara dua kelompok.17 Ini berarti hipotesis kerja menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

15

Mardalis, Metode Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal 47 16

Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Pendidikan Kuantitatif dengan Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafinfo Persada, 2002), hal 83

17


(26)

19

b. Hipotesis Nol (Ho)

Hipotesis Nol (hipotesis statistik) biasanya dipakai dengan penelitian yang bersifat statistik yang diuji dengan perhitungan statistik Nol menyarankan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel X dan y.18

Dengan demikian hipotesis nol dalam penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian ini, maka penelitian ini meletakkan data penelitian bukan sebagai dasar alat pembuktian, akan tetapi sebagai modal dasar pemahaman. Oleh karena itu proses pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan kegiatan yang dinamis.

Adapun teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:

a. Angket (Kuesioner)

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang banyak kesamaannya dengan wawancara. Perbedaannya adalah wawancara dilakukan dengan lisan, sedangkan angket dilakukan secara tertulis. Pada

18


(27)

20

teknik ini, sejumlah pertanyaan diajukan secara tertulis dan disebarkan kepada responden agar memberikan jawaban.19

b. Observasi

Nasution dalam bukunya Sugiyono yang berjudul Metode Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.20 Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap peristiwa atau kegiatan tertentu.21

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis, metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data yang benar dengan mengambil dokumen-dokumen yang ada. Menurut Suharsimi Arikunto, sebagai objek yang diperhatikan atau (di tatap) dalam memeperoleh informasi, kita memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat (list), dan kertas atau orang

(people). Dalam mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan ilmiah telah menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi

19

Rini Indri Astutik, Penyajian Data Statistik, (Yogyakarta: PT Citra Aji Pramana, 2012) hal. 8

20

Sugiyono, Metode Penelitian Penddikan Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005) hal. 310

21

Nana Syaodih Sukamadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 220.


(28)

21

juga berarti cara mengumpulkan data dengan mencatatat data-data yang sudah ada.

Penilaian angket atau questioner dalam penelitian ini menggunakan pedoman skala likers, cara ini dengan menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item yang ditetapkan.

Cara pemberian nilai dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik angket yang berpedoman skala likers, skala likers memiliki lima alternative jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).22

Metode ini digunakan untuk memperoleh data mengenai kondisi lingkungan Dusun, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kondisi Dusun. Dalam penelitian ini objek dari penelitian ini adalah remaja Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

6. Teknik Analisis Data

Analisis merupakan bagian penelitian yang amat penting karena analisis dapat menyampaikan dan membatasi penemuan-penemuan, sehingga suatu data yang diperoleh dalam suatu penelitian akan terjadi teratur dan tersusun rapi.

Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut. Analisa menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexy J.

22

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: rineka cipta, 2002), 215


(29)

22

Moelong, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.23

Sedangkan menurut Noeng Muhajir, analisa data adalah upaya mencari serta menata secara sistematis catatan hasil observasi, interview dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang masalah yang diteliti menjadikan sebagai temuan bagi orang lain.

Untuk menganalisa data yang terkumpul, penulis menggunakan analisa Teknik Data Statistik. Yaitu suatu teknik analisis yang bertujuan untuk mencari kesimpulan dari data-data yang bertujuan angka. Teknik yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Tehnik Analisis Prosentase

Merupakan suatu teknik analisis yang dipergunakan untuk mengetahui pelaksanaan pemberian sanksi denda material dan tingkat kewaspadaan remaja dalam melawan tindakan asusila.

Rumus yang digunakan adalah rumus prosentase sebagai berikut:

Keterangan: P = Prosentase F = Frekuensi

N = Jumlah Responden

Setelah mendapatkan hasil berupa prosentase kemudian hasilnya dapat ditafsirkan dengan kalimat kualitatif sebagai berikut:24

23


(30)

23

Tabel 1.1

Interprestasi Angka Korelasi menurut Prof. Sugiyono

Hasil Product moment (prosentase)

Kategori

0 – 0,199 Sangat Lemah

0,20 – 0,399 Lemah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,0 Sangat kuat

b. Analisis regresi

Pada tahap pertama peneliti menggunakan produk momen untuk melihat sejauh mana korelasi atau pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Rumus product moment yang umum digunakan dalam analisis korelasi sederhana, yaitu : 25

Adapun rumus yang digunakan yakni :

√ Keterangan :

rxy : Koefisien Korelasi Product moment N : Kumlah individu dalam sampel X : Angka mentah untuk variabel X Y : Angka mentah untuk variabel Y

24

Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian (Alfabeta: Bandung, 2007) hal. 58 25


(31)

24

Setelah menganalisis dengan product momen peneliti menganalisis dengan mengunakan analisa regresi, karena untuk melihat berapa prosen (%) sumbangan variabel X terhadap variabel Y, dengan rumus:

xy

x 2

y2

=

1

=

o

=

Y =

α

ο

+

α

1

X

Keterangan :

Y = Subyek dalam variabel dependen yang dipredisikan αο = Harga atau nilai konstanta

α1 = Koefisien regresi X = Variabel independen N = Jumlah observasi

R2

=

J

x

=

S

o

=


(32)

25

S

1

=

Dengan hipotesa :

Hο (Hipotesa Nihil) = Variabel pemberian sanksi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kewaspadaan remaja dalam melawan tindakan asusila di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

Ha (Hipotesa Alternatif) = Variabel pemberian sanksi berpengaruh signifikan terhadap tingkat kewaspadaan remaja dalam melawan tindakan asusila di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

Uji Signifikan estimasi,

Hο= αο: 0 Ha = αο≠ 0

α1 : 0 α1 ≠ 0

Untuk �o : to = Untuk �1 : to = t1/2 ( 0.05) df = N-2

tο< tt = Hο: diterima

Ha : diterima

tο > tt = Hο : ditolak Ha : ditolak


(33)

26

H.Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi masing-masing pembahasan menjadi 5 (lima) bab dan tiap bab akan diiuraikan menjadi sub-sub bab. Secara garis besar, penjelasannya adalah sebagai berikut :

BAB I : merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : merupakan bab kajian teoritik yang membahas tentang pemberian sanksi yang meliputi pengertian pemberian sanksi, kewaspadaan remaja, dan pengertian tindakan asusila. kemudian di bab ini juga mencantumkan teori fungsionalisme stuktural dari Robert K. Merton.

BAB III : merupakan bab penyajian data yang meliputi deskripsi umum obyek penelitian dan table kerja product moment serta regresi.

BAB IV: merupakan bab analisis data, peneliti menggunakan analisis dekriptif dengan hasil angket yang telah disebar, kemudian analisis regresi.

BAB V: merupakan bab terakhir yaitu penutup yang membahas tentang kesimpulan dan saran.


(34)

BAB II

PEMBERIAN SANKSI DAN TINDAKAN ASUSILA REMAJA

Di dalam pembahasan tentang pemberian sanksi, tidak akan terlepas dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan juga sitem pengendalian sosial. Sehingga peneliti akan mengupas satu persatu materi tentang pemberian sanksi terhadap tingkat kewaspadaan remaja dalam melawan tindakan asusila, antara lain:

A.Norma-Norma Masyarakat

Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, ada norma yang sedang sampai ada norma yang terkuat daya ikatnya. Pada yang terakhir, umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya.1

Masing-masing pengertian di atas mempunyai dasar yang sama yaitu masing-masing merupakan norma-norma kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku seseorang yang hidup di dalam masyarakat. Setiap pengertian di atas, mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar supaya menaati norma.

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012) hal. 174


(35)

28

Cara (usage) menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadap cara (usage) tak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya.

Kebiasaan (folkways) mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara. Kebiasaan yang diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Menurut Maclver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi bahkan diterima sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau tata kelakuan.2

Tata kelakuan (mores) mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh masyarakat teradap anggota-anggotanya. Tata kelakuan disatu pihak memaksakan suatu perbuatan dan dilain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan alat agar anggota

2

R.M. Mc Iver dan Charles H. Page, Society, an Introductory Analysis, (New York: Rinehart and Company, Inc., 1967) hal. 19.


(36)

29

masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Tata kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut.

1. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini, setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda satu dengan lainnya karena tata kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat yang bersangkutan.

2. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompokya. Di satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Dilain pihak mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri. Suatu contoh adalah tindakan-tindakan yang menyimpang, misalnya melakukan tindakan-tindakan asusila. Masyarakat akan menghukum orang tersebut agar mereka menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Sebaliknya akan dijumpai keadaan-keadaan dimana orang-orang yang memberi teladan pada suatu waktu diberikan tanda terimakasih oleh masyarakat yang bersangkutan.

3. Tata kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat. Seperti telah diuraikan di atas, setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal hubungan antara pria dengan wanita, yang berlaku bagi semua orang, dengan semua usia, untuk segala golongan masyarakat, dan


(37)

30

selanjutnya. Tata kelakuan menjaga keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota masyarakat itu.

Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Suatu contoh, hukum adat yang melarang wanita hamil tanpa suami, yang berlaku di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Suatu perkawinan dianggap suci dan apabila terjadi seorang wanita yang hamil tanpa suami, tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh keluarga dan bahkan Dusun pun ikut tercemar juga.

Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat. Juga keturunannya sampai pelaku dapat mengembalikan keadaan yang semula. Hal tersebut berlaku kepada wanita hamil yang tidak memiliki suami dan tidak pula ada yang mau menikah dengannya.

B.Sistem Pengendalian Sosial (Social control)

Perlu diketahui bahwa setiap masyarakat menginginkan hidup yang tentram, damai, dan teratur. Dengan itulah masyarakat perlu suatu sistem untuk mengatur semua perilaku yang menjadi tujuan tersebut. Dalam hal ini masyarakat perlu ada pengendalian sosial.3

3


(38)

31

1. Pengertian Pengendalian Sosial

Sebelum berbicara jauh tentang pengendalian sosial, alangkah baiknya kita paparkan pengertian pengendalian sosial secara sekilas. Di dalam percakapan sehari-hari, sistem pengendalian sosial (social control)

seringkali diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap jalannya Pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Memang ada benarnya bahwa pengendalian sosial berarti suatu pengawasan dari masyarakat terhadap jalannya pemerintahan. Akan tetapi, arti sebenarnya pengendalian sosial tidaklah terhenti pada pengertian itu saja.4

Pengendalian sosial juga sering diartikan sebagai proses pengawasan dari suatu kelompok terhadap kelompok lain dan mengajarkan, mempengaruhi, atau memaksa individu maupun kelompok sebagai bagian dari masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat.

Berikut pengertian pengendalian sosial menurut para ahli, antara lain : a. Peter L Berger

Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang menyimpang.

b. Joseph Stabey Roucek

Pengendallian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana yang di dalamnya individu diajarkan, dipengaruhi, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.

4

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012) hal. 179.


(39)

32

c. Horton dan Hunt

Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelomok orang tua atau masyarakat sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.

d. Bruce J Cohen

Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak-kehendak kelompok atau masyarakat tertentu.5

2. Tujuan Pengendalian Sosial

Sangat perlu diketahui bahwa pengendalian sosial memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut :

a. Agar masyarakat mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku. Pengendalian sosial diciptakan oleh masyarakat menitikberatkan pada orang yang melakukan penyimpangan terhadap nilai dan norma sehingga memaksa pelaku penyimpangan untuk patuh terhadap nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

b. Agar tercipta keserasian dan kenyamanan dalam masyarakat. Pengendalian sosial juga mampu menciptakan situasi yang tentram dalam masyarakat apabila pengendalian sosialnya benar-benar dijalankan. Dengan adanya pengendalian sosial, biasanya pelaku penyimpangan

5


(40)

33

sosial akan jera bahkan takut akan berbuat sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

c. Agar pelaku penyimpangan kembali mematuhi norma yang berlaku. Adanya pengendalian sosial dalam masyarakat diharapkan masyarakat mampu menjalankan seluruh nilai dan norma yang tertulis maupun tidak tertulis. Apabila terdapat penyimpangan terhadap nilai dan norma maka akan diberi sanksi, baik itu sanksi moral maupun sanksi denda.

3. Pola Pengendalian Sosial

Dalam masyarakat terdapat empat pola pengendalian sosial, yaitu : a) pengendalian kelompok terhadap kelompok, b) pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya, c) pengendalian individu terhadap individu lainnya dan d) pengendalian individu terhadap kelompok.

Pengendalian kelompok terhadap kelompok. Pengendalian ini terjadi apabila suatu kelompok mengawasi perilaku kelompok lain, misalnya Badan Narkotika Nasional (BNN) mengawasi kelompok pengguna narkoba.

Pengendalian kelompok terhadap anggotanya. Pengendalian ini terjadi apabila suatu kelompok menentukan perilaku anggota-anggotanya, misalnya suatu sekolah yang mencatat siswa-siswanya yang telah melanggar aturan sekolah.

Pengendalian individu terhadap kelompok. Pengendalian ini terjadi apabila seseorang menginginkan kelompok tersebut sesuai dengan


(41)

34

keinginannya maupun masyarakat. Misalnya wali kelas yang mengawasi anak didiknya setiap hari.

Pengendalian individu terhadap individu lainnya. Pengendalian ini terjadi apabila individu melakukan pengawasan terhadap individu lain, misalnya ayah mengawasi anaknya.

4. Fungsi Pengendalian Sosial

Para pelaku penyimpangan selalu bertanya, buat apa diciptakan pengendalian sosial. Karena bagi mereka hal ini hanya membuat mereka terkekang untuk melakukan tindakan pelanggaran terhadap nilai dan norma. Untuk itu perlu diketahui bahwa terdapat beberapa fungsi pengendalian sosial dalam masyarakat yaitu mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma sosial, memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma, mengembangkan rasa takut untuk tidak melakukan perbuatan yang dinilai beresiko, dan menciptakan sistem hukum (aturan yang disusun secara resmi dan disertai sanksi).

Macam-macam sifat pengendalian sosial yakni : a. Bersifat Preventif

Pengendalian bersifat preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah (pencegahan) terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap norma-norma sosial. Jadi tindakan ini dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan. Orang yang melakukan pengendalian sosial ini adalah orang yang mengetahui tentang nilai dan


(42)

35

norma, selanjutnya dia sosialisasikan kepada orang yang belum mendapatkan informasi tentang nilai dan norma lama maupun yang baru. Contoh : kepala desa memberikan penyuluhan kepada Anak Baru Gede (ABG) tentang bahayanya seks bebas dan efek buruknya bagi kesehatan untuk mencegah ABG melakukan tindakan asusila.

b. Bersifat Represif

Pengendalian sosial yang bersifat represif adalah pengendalian yang bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara memberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Pengendalian ini dilakukan setelah terjadinya penyimpangan agar pelaku tidak lagi mengulangi perbuatannya dan menaati nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Contoh : Perangkat Dusun dan tokoh adat menghukum warga yang telah melakukan tindakan asusila.

c. Secara Persuasif

Pengendalian sosial secara persuasif dilakukan dengan cara lemah lembut, membimbing atau mengajak individu untuk mematuhi atau berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah dalam masyarakat bukan dengan cara kekerasan. Dengan kata lain, ketika seseorang telah melakukan penyimpangan maka sanksi yang diberikan adalah dengan rehabilitasi, dinasehati, atau diajak untuk melakukan hal yang bermanfaat. Akan tetapi tidak semua penyimpangan mampu diselesaikan


(43)

36

dengan cara ini, karena setiap penyimpangan memiliki cara tersendiri untuk membuat pelaku akan kembali ke nilai dan norma yang berlaku. d. Secara Koersif

Ada kalanya pengendalian sosial dengan cara koersif, artinya pengendalian sosial secara koersif dilakukan dengan kekerasan atau paksaan. Karena penyimpangan yang telah berulang-ulang kali atau yang telah merugikan orang banyak hendaknya dilakukan dengan paksaan. Pengendaian sosial dengan kekerasan dibedakan menjadi dua :

1) Kompulasi (paksaan), artinya keadaan yang sengaja diciptakan sehingga seseorang terpaksa menuruti atau mengubah sifatnya dan menghasilkan suatu kepatuhan yang sifatnya tidak langsung.

2) Pervasi (pengisian), secara pengertian pervasi merupakan cara penanaman atau pengenalan norma secara berulang-ulang sehingga orang akan mengubah sikapnya sesuai dengan yang diinginkan.

Didalam setiap masyarakat diselenggarakan pengendalian sosial atau

social control. Apabila perilaku manusia diatur oleh hukum tertulis atau perundang-undangan (yakni keputusan-keputusan penguasa yang bersifat resmi dan tertulis, serta mengikat umum), maka diselenggarakan pengendalian sosial formal (formal social control). Artinya, norma-norma hukum tertulis tersebut berasal dari pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan dan wewenang formal. Akan tetapi, tidak jarang pengendallian sosial diselenggarakan denngan norma-norma lain (yang bukan hukum tertulis) atau upaya-upaya lain, seperti


(44)

37

pendidikan, agama, desas-desus, dan seterusnya.di dalam hal ini ada pengendalian sosial informal (informal social control).6

Hal tersebut terjadi juga di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik. Dimana diberlakukan suatu peraturan tidak tertulis yang diberikan kepada pelaku tindakan asusila. Peraturan tersebut berupa pemberian sanksi. Baik itu sanksi moral maupun sanksi denda.

C.Pemberian Sanksi

1. Pengertian Hukuman

Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya tidak mengenakkan atau menimbulkan penderitaan, yang diberikan kepada pihak pelaku. Hukuman semestinya diberikan sebanding dengan kualitas penyimpangan yang dilakukan. Pemberian hukuman tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya pemberian hukuman dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Demikian pula, pemberian hukuman tidak boleh dilakukan sembarangan atau sesuka hati. Pada prinsipnya hukuman harus diberikan setimpal dengan kualitas kesalahan. Lembaga peradilan biasanya telah mengatur mekanisme pemberian hukuman.

Berkaitan dengan hukuman (sanksi) ada beberapa pendapat yang membahas hal-hal yang terkait dengan sanksi. Berikut ini beberapa pandangan mengenai hukuman.

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2012) hal. 182


(45)

38

Hukuman di dalam istilah psikologi adalah cara yang digunakan pada waktu keadaan yang merugikan atau pengalaman yang tidak menyenangkan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja untuk menjatuhkan orang lain. Secara umum disepakati bahwa hukuman atau sanksi merupakan ketidaknyamanan (suasana tidak menyenangkan) dan perlakuan yang buruk atau jelek.7

Menurut E. Utrecht, hukuman adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karenanya pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.

Menurut A. Ridwan Halim, hukum merupakan peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang pada dasarnya peraturan tersebut berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus ditaati dalam bermasyarakat.

Sunaryati Hatono mengatakan hukum itu tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang, akan tetapi jika menyangkut dan mengatur berbagai aktifitas manusia dalam hubungannya denan manusia lainnya, atau dengan kata lain hukum mengatur berbagai aktivitas manusia di dalam hidup bermasyarakat.8

Berdasarkan pengertian di atas, adanya hukuman atau sanksi disebabkan oleh seseorang. jadi, yang dimaksud menghukum yaitu memberikan sesuatu yang tidak menyenangkan atau pembalasan dengan

7Abdurahman Mas’ud, Reward Dan Punishment dalam Pendidikan Islam,

Jurnal Media (Edisi 28, Th. IV, November, 1999), hal. 23.

8


(46)

39

sengaja kepada seseorang yang memiliki maksud supaya seseorang tersebut merasa jera. Perlu dijelaskan bahwa, pembalasan bukan berarti balas dendam, sehingga seseorang benar-benar insyaf dan sadar kemudian berusaha untuk memperbaiki diri dari perbuatan yang buruk.

2. Dasar dan Tujuan Hukuman

Istilah hukuman atau sanksi sudah lama dikenal manusia, lantaran hal itu pada awalnya bukanlah ciptaan manusia, dan memang sudah ada sejak pertama, yaitu sejak zaman Nabi Adam AS lahir ke dunia yang fana ini. Dengan adanya pergantian zaman dan peralihan dari suatu generasi lain, ditambah kegiatan manusia dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam, maka bentuk dari ganjaran dan hukuman berbeda. Istilah yang digunakan sama, hanya penerapannya yang berbeda, namun demikian Islam telah memberikan dan menunjukkan batasan pengertian yang jelas dan umum antara hadiah dan hukuman tersebut, melalui berbagai dalil dan bukti.

Hukuman pada dasarnya merupakan akibat dari suatu perbuatan manusia sendiri, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-Taubah yang artinya :

“Dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka, dengan adzab yang pedih di dunia dan di akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) menolong di muka bumi” (Q.S. At-Taubah : 74).9

9


(47)

40

Tujuan adanya hukuman atau sanksi diantaranya ialah : menyadarkan pelaku perilaku memnyimpang sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang lagi, dan memberikan contoh kepada pihak yang tidak melakukan perilaku menyimpang, bahwa bila mereka melakukan perilaku menyimpang akan mendapatkan hukuman.

D.Tindakan Asusila Remaja

1. Pengertian Tindakan Asusila

Tindakan asusila dalam penelitian ini lebih ditekankan pada seks di luar pernikahan. Sehingga peneliti akan mengupas tentang apa itu seks pra-nikah.

Seks dalam bahasa Latin adalah sexus, yaitu merujuk pada alat kelamin. Seks hanya memiliki pengertian mengenai jenis kelamin, anatomi dan fisiologisnya, sedangkan menurut Budiarjo yang dikutip dalam Binti Istianah (23) :

Seksual merupakan sesuatu yang berhubungan dengan seks dan reproduksi juga berhubungan dengan kenikmatan yang berkaitan dengan tindakan reproduksi. Seks adalah mekanisme bagi manusia untuk melanjutkan keturunan. Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang mengaturnya yang dilakukan oleh remaja sebelum pernikahan sah menrut agama dan Negara. Perilaku seksual dapat


(48)

41

didefinisikan sebagai bentuk perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun sejenis.10

Crooks & Carla dalam skripsi Daryanto mendefinisikan hubungan seksual pranikah sebagai hubungan kelamin yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang terjadi sebelum ada ikatan resmi (pernikahan) atau dalam istilah asing disebut premarital heterosexual intercourse.11

Seks pra-nikah adalah kegiatan yang dilakukan secara berdua pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama dari dua orang lain jenis yang belum terikat pernikahan. Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa mengindahkan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang mengaturnya. Selain itu relasi seks mereka bersifat tidak tetap atau cenderung tidak setia pada pasangan mereka. Perilaku seks pra-nikah adalah aktifitas seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sama dengan zina, perilaku ini dinilai sebagai perilaku seks yang menjadi masalah sosial bagi masyarakat dan negara karena dilakukan di luar pernikahan. Islam menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk menikah agar segera untuk menjalankannya supaya terhindar dari perilaku seks pra-nikah yang tentunya telah terpengaruh godaan setan. Sebagian besar remaja yang terjerumus pada perilaku seks pranikah merupakan akibat dari stimuli atau rangsangan melalui gambar-gambar porno, seringnya nonton film

10

Binti Istianah, 2014: hal 23, Seks Pranikah Dikalangan Remaja (studi kasus pelajar SLTA kota Mojokerto). Skripsi: Tidak diterbitkan. Surabaya. Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

11

Daryanto, Tiffany. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang. (Skripsi, Malang: Universitas Negeri Malang, 2009), Hal 30.


(49)

42

porno, dan stimuli melalui lingkungan pergaulan misalnya seorang teman yang menceritakan pengalaman seksualitasnya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seks pranikah adalah suatu aktivitas seksual yang didorong oleh hasrat seksual, yang dilakukan oleh pria dan wanita sebelum adanya ikatan resmi (pernikahan) menurut agama dan hukum, mulai dari bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai tahapan senggama.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Seks

Bentuk perilaku seksual adalah tingkat perilaku yang dilakukan pasangan lawan jenis dan bentuk perilaku disusun berdasarkan adanya ukuran kepuasan seksual.

Bentuk-bentuk perilaku seksual menurut Simandjuntak, yang biasa dilakukan oleh remaja adalah sebagai berikut :

a. Bergandengan tangan adalah perilaku seksual mereka hanya terbatas pada pergi berdua/bersama dan saling berpegangan tangan. Bergandengan tangan termasuk sebagai perilaku seks pra-nikah karena adanya kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa suka atau cinta.

b. Berciuman didefinisikan sebagai suatu tindakan saling menempelkan bibir kepipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual antara keduanya.


(50)

43

c. Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan yang cenderung menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual (senggama) dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara, baik melalui pakaian atau secara langsung juga saling menempelkan alat kelamin tapi belum melakukan hubungan seksual atau bersenggama secara langsung.

d. Bersenggama, yaitu melakukan hubungan seksual, atau terjadi kontak seksual. Bersenggama mempunyai arti bahwa sudah memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan.12

Sarwono menjelaskan bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah antara lain :

a) Berpelukan

Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu.

b) Ciuman

Perilaku ciuman terbagi menjadi dua jenis yaitu ciuman kering dan ciuman basah. Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir. Aktifitas cium basah berupah sentuhan bibir, dampak cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual sehingga tidak terkendali.

12

Simandjuntak, B & Pasaribu, LI, Pengantar Psikologi Perkembangan. (Bandung: Tarsito, 1986), hal. 158-159.


(51)

44

c) Meraba bagian tubuh yang sensitif

Merupakan kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis.

d) Petting

Merupakan upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis kelamin dengan tanpa melakukan tindakan intercourse atau hubungan seksual. Petting merupakan aktifitas erotis yang umum dilakukan dalam masa remaja dan menimbulkan ketagihan.

e) Oral Genital Seks

Oral-Genital Sex adalah hubungan oral sex. merupakan rangsangan dengan mulut pada organ sex yang pada laki-laki adalah ketika seseorang mengunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia,

klitoris dan bagian dalam vagina dari masing-masing individu tanpa melakukan penetrasi. Tipe hubungan seksual model, oral-genital sex ini merupakan alternatif aktifitas seksual yang dianggap cukup aman oleh remaja.

f) Intercourse atau bersenggama

Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. Hubungan seks ini yang terjadi pada remaja belasan cenderung kurang direncanakan dan lebih bersifat spontan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya romantisme aktifitas seks, ketidakpastian identitas seksual, sifat impulsif remaja serta dipengaruhi


(52)

45

oleh tingkat kematangan kognitif dan sosial. Ada 2 perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali melakukan seksual intercourse

pertama muncul perasaan nikmat, menyenangkan, indah, intim dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa, dan perasaan bersalah.

Bentuk-bentuk perilaku seksual yang dijelaskan di atas merupakan perilaku seks yang biasa dilakukan oleh remaja, namun dalam penelitian ini yang digunakan terkait pada perilaku tindakan asusila adalah intercourse

atau bersenggama. Karena pemberian sanksi hanya ditujukan kepada pelaku yang hamil di luar nikah.

3. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin yaitu “adolescence” yang berarti perkembangan menjadi dewasa. Piget mengemukakan bahwa istilah

adolscene mempunyai arti lebih luas yaitu mencakup kematangan emosional, mental, sosial, dan fisik. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.13

Terjadinya perubahan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebuut periode strum and drang. Hal ini karena remaja mengalami penuh gejolak emosi dan tekanan jiwa

13

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 184.


(53)

46

sehingga mudah menyimpang dari aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.14

Hal senada diungkapkan oleh Santrock bahwa remaja (adolescence)

diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mmencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.15 Hurlock membedakan masa remaja dalam dua bagian, awal dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13-16 tahun dan 17-18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan dari anak-anak ke dewasa awal yang mencakup perubahan baik secara fisik, sosial, kognitif, emosional dan mental yang berlangsung antara 12 tahun sampai 25 tahun. Masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri.16

4. Karakteristik Remaja

Hurlock mengatakan bahwa semua periode yang paling penting selama masa kehidupan mempunyai karakteristiknya sendiri. Begitupun masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode masa kanak-kanak dan dewasa. Ciri-ciri tersebut antara lain :

14

Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 63. 15

Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih bahasa oleh : Shinto B. A. Dan S. Saragih. (Jakarta: Erlangga, 2003) hal. 26.

16

Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 206.


(54)

47

a. Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting.

Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada periode lain karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, serta akibat-akibat jangka panjangnya. Misalnya, perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa remaja awal. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

Minat baru yang dominan muncul pada masa remaja adalah minatnya terhadap seks. Pada masa remaja ini mereka berusaha melepaskan ikatan-ikatan afektif lama dengan orang tua. Remaja lalu berusaha membangun reasi-relasi afektif yang baru dan yang lebih matang dengan lawan jenis dan dalam memainkan peran yang lebih tepat dengan seksnya. Dorongan untuk melakukan ini datang dari tekanan-tekanan sosial akan tetapi terutama dari minat remaja pada seks dan keingintahuannya tentang seks.

Karena meningkatnya minat pada seks inilah, maka remaja berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Tidak jarang, karena dorongan fisiologis ini juga, remaja mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau bersenggama.17

17


(55)

48

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Artinya apa yang telah terjadi pada masa sebelumnya akan menimbulkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Dalam masa peralihan ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Namun status remaja yang tidak jelas ini menguntungkan karena status ini memberi waktu kepada remaja untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja beriringan dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan itu antara lain : 1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat

perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru.

3) Perubahan minat dan pola perilaku menyebabkan berubahnya nilai-nilai.

4) Remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan kebebasan tetapi cenderung takut untuk bertanggung jawab.


(56)

49

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Hal ini dikarenakan selama masa kanak-kanak sebagian besar permasaahan diselesaikan oleh guru atau orang tua mereka, sehingga pada masa remaja mereka tidak cukup berpengalaman dalam menyelesaikan masalah. Namun mereka ingin mandiri sehingga ingin mengatasi maslahnya sendiri, menolak bantuan dari guru dan orang tua sampai akhirnya mereka menemukan bahwa penyelesaian masalahnya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada masa akhir kanak-kanak sampai pada awal masa remaja, penyesuaian diri dengan standar kelompok jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Namun pada masa remaja ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Stereotip populer pada masa remaja mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri, dan ini menimbulkan ketakutan pada remaja. Remaja takut bila tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat dan orang tuanya sendiri. Hal ini menimbulkan pertentangan dengan orang tua guna mengatasi berbagai masalahnya.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain seperti yang mereka inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal


(57)

50

cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain disekitarnya yang akhirnya menyebabkan meningginya emosi. Kemarahan, rasa sakit hati, dan perasaan kecewa ini akan lebih mendalam lagi jika tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa depan

Meskipun belumlah cukup, remaja mulai berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa. Remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks dengan harapan bahwa perbuatan ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.18

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu : a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap

18


(1)

100

pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa suatu sistem berfungsi untuk menyeimbangkan sistem yang lain. Dimana sistem tersebut sengaja dibuat untuk membuat perubahan yang lebih positif. Sehingga pemberian sanksi berfungsi untuk membuat remaja merasa takut dan menjadi disiplin serta menjaga diri dari perbuatan-perbuatan asusila.

Dalam pernyataan lain ditemukan “remaja yang melakukan tindakan asusila akan merasa jera setelah diberikan sanksi denda material” dan “remaja yang melakukan tindakan asusila akan merasa semakin menyesal karena bukan hanya menerima gunjingan dari masyarakat sekitar, ia juga merasa sangat dirugikan dengan diberlakukannya sanksi denda material”.

Dari pernyataan diatas, peneliti dapat melihat dan menyimpulkan bahwasannya pemberian sanksi berupa bahan material sebenarnya disfungsi dan tidak diharapkan oleh remaja pelaku tindakan asusila. Namun sanksi tersebut tetap berfungsi untuk remaja yang melakukan tindakan asusila. Fungsi tersebut adalah pemberian sanksi berhasil membuat remaja yang melakukan tindakan asusila merasa jera dan takut untuk mengulangi kesalahannya. Dan hal itu berfungsi kepada pelaku untuk masa yang akan datang ketika mereka mempunyai anak. Mereka akan membimbing anaknya sebaik mungkin agar tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh kedua orang tuanya.

Meskipun awalnya sanksi tersebut ditolak dan tidak diharapkan, akan tetapi sanksi yang diberikan juga membawa dampak positif untuk kehidupan selanjutnya.


(2)

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, adalah :

Dari hasil perolehan menggunakan product moment didapatkan hasil bahwa pemberian sanksi berpengaruh signifikan sebesar 0,771 terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik, yang berarti terdapat hubungan antara pemberian sanksi terhadap tindakan asusila remaja di Dusun Gempol Desa Lampah Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik.

Selain itu dari hasil penghitungan regresi diperoleh hasil sebesar 5,95%, yang berarti variabel pemberian sanksi (X) memberikan pengaruh sebesar 5,95% terhadap variabel tindakan asusila (Y).

Hal ini sesuai dengan realitas dilapangan, dimana pemberian sanksi baik sanksi moral maupun sanksi denda material berpengaruh terhadap tindakan asusila remaja. Sebagaimana disinggung dalam bab III yang intinya adalah remaja akan menjadi lebih waspada dan lebih berhati-hati dalam bergaul. Sehingga tidak mengakibatkan kesalahan fatal yang berupa melakukan tindakan asusila atau biasa disebut dengan seks bebas.


(3)

102

Agar remaja menjaga diri dari tindakan asusila, dukungan dari lingkungan sekitar sangat diperlukan. Misalnya dari lingkungan keluarga, pergaulan, maupun sekolah. Dengan lingkungan yang baik, remaja tidak akan melakukan tindakan asusila. Begitupun sebaliknya, dalam pengaruh lingkungan yang buruk, akan berdampak buruk pula kepada remaja.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dan kesimpulan yang diperoleh, dapat dikembangkan beberapa saran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat memberi masukan kepada para pemerintah desa agar terus menjalankan peraturan untuk memberikan sanksi terhadap pelaku tindakan asusila. Dan akan lebih baik jika peraturan tersebut mengalami berbagai perbaikan untuk lebih mensejahterakan masyarakat.

2. Penelitian ini juga memberi masukan kepada orang tua agar lebih bersahabat dengan anak-anaknya khususnya anak remaja agar anak-anaknya menjadi terbuka kepada orang tua.

3. Kemudian untuk peneliti lain semoga bisa menjadikan rujukan dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemberian sanksi dan tindakan asusila.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1998)

Athar Shahid, Bimbingan Seks Bagi Kaum Muda Muslim, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004).

Azir Moh., Metode Penelitian (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988). Buku Profil Kelurahan Lampah (2015)

B. Paul Horton, Chester L. Hunt, Sosiologi, (Jakarta: Erlangga).

B Simanjuntak & Pasaribu, Pengantar Psikologi Perkembangan, (Bandung: Tarsito, 1986).

Darmawan Deni, Metode Penelitian Kuantitatif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2013).

Daryanto, Tiffany, Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa Indekost di Malang, (Malang, Universitas Negeri Malang, 2009).

Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).

Eka Dewi Heriana, Memahami Perkembangan Fisik Remaja, (Yogyakarta:

Gosyen Publishing, 2012).

Hadi Sutrisno, Metodologi Research 1, (Yogyakarta : Andi Offset, 1991).

Hadjar Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Pendidikan Kuantitatif dengan Pendidikan

(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002).

http://khairulazharsragih.blogspot.co.id, diakses tanggal 29 November 2015.

https://infosos.wordpress.com, Hefri Asra Omika, diakses tanggal 29 November 2015.

Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980).

I Ine, Amirman Yousda, dan Zainal Arifin, Penelitian dan Statistik Pendidikan


(5)

104

Imroatin, Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran (Studi Kasus Perilaku Seks Bebas Masa Pacaran Pada Mahasiswa Kos di Perumahan Desa Telang Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan). Jurnal : tidak diterbitkan.

Indri Rini Astutik, Penyajian Data Statistik, (Yogyakarta: PT Citra Aji Pramana, 2012).

Indrianto Nur dan Bambang Supomo, Metodologi Penelitian Bisnnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama (Yogyakarta: BPEE, 2011). Istianah Binti, “Seks Pranikah Dikalangan Remaja (Studi kasus pelajar SLTA

kota Mojokerto), Jurnal : Tidak diterbitkan. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.co.id , diakses 28 Oktober 2015. --- diakses 22 November 2015.

Mardalis, Metode Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).

Mas’ud Abdurahman, Reward Dan Punishment dalam Pendidikan Islam, (Jurnal

Media Edisi 28, 1999).

Moleong J, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1990). M Poloma Margaret, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: CV Rajawali, 1987). M. Zetlin Irving, Memahami Kembali Sosiologi Kritik terhadap Teori Sosiologi

Kontemporer, (Gadjah Mada University Press: 1998).

Sokanto Soerjono dan Ratih Lestarini, S.H., Howard S. Becker Sosiologi Penyimpangan. (Jakarta : Rajawali Pers 1988).

R.M. Mc Iver dan Charles H, Page, Society, an Introductory Analysis, (New York: 1967).

Ritzer George, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2007).

Santrock, adolescene, Perkembangan Remaja, (Jakarta: Erlangga, 2003).

Setiawan Rony dan siti Nur Hidayah, Pengaruh Pacaran terhadap Perilaku Seks Pranikah, Jurnal Soul, Vol. 2, 2008.

Sudjana Nana& Ibrahim, Penelitian dan Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Sinar Baru, 1989).


(6)

105

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung : Alfabeta, 2005).

Suprayoga Imam dan Tobroni, Metodologi Sosial-Agama,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001).

Soekanto Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012).

Syaodih Nana Sukamadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005).

Taufik Ahmad, Persepsi Remaja Terhadap Perilaku Seks Pranikah, eJournal Sosiatri-Sosiologi Vol. 1, Nomor 1, 2013.

Toha Putra Ahmad, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang, 1998)

Wahyuningsih Ratna, Hubungan antara Konsep Diri dan Kontrol Diri dengan Perilaku Seksual Pra Nikah pada Siswa Kelas XI SMA Negeri I Malang,

Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang (Malang, 2008).

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001).