D BIND 1201101 Chapter3

(1)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Berdasar pada permasalahan yang telah dikemukakan terdahulu, penulis berupaya menjawab pertanyaan permasalahan tersebut dengan menyusun metode penelitian yang meliputi metode dan desain penelitian, definisi operasional, tempat sumber data dan waktu penelitian, paradigma penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan instrumen penelitian yang dipaparkan berikut ini.

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologis. Hal ini dilakukan mengingat penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat STTDG) dalam pembelajaran dan respons warna afektif siswa (selanjutnya disingkat RWAS) terhadap tuturan tersebut secara alami berdasarkan fenomena yang terjadi. Sejalan dengan fungsi metode fenomenologis yang digunakan untuk mengungkap konsep atau fenomena yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dalam situasi yang alami atau natural. Secara konseptual, metode fenomenologis (Cresswell, 1998:51) adalah studi yang menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang konsep atau fenomena. Fenomena yang menjadi fokus dalam penelitian ini ialah tindak tutur direktif guru terhadap siswa. Dalam hal ini, peneliti berupaya menganalisis strategi apa yang digunakan guru dalam merealisasikan tindak tutur direktif guru kepada siswa. Setelah itu, diidentifikasi respon warna afektif atau emosi siswa terhadap STTDG tersebut.

Selanjutnya, hasil penelitian yang berupa STTDG yang berespons warna afektif positif diimplementasikan dalam sebuah model pembelajaran. Oleh karena


(2)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

itu, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif (McMillan, 2008; Sugiyono, 2012; Sukmadinata, 2012).

Penelitian kualitatif ditujukan untuk mamahami fenomena sosial dari sudut perspektif partisipan (Sukmadinata, 2012). Partisipan dalam penelitian ini ialah guru dan siswa, mereka diobservasi dan diajak berwawancara. Adapun yang diobservasi adalah tuturan guru dan perilaku peserta didik sebagai respons warna afektif atau emosi mereka terhadap tuturan gugu tersebut. Setelah pembelajaran, peneliti melakukan wawancara untuk pengecekan dan klarifikasi terhadap data yang teramati. Mengingat karakteristik penelitian kualitatif adalah naturalistik, induktif, holistik, maka pemerian data berdasarkan perspektif partisipan, kontekstual, dan emik perspektif (Fraenkel, dkk, 2012).

Metode deskriptif melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual, dan cermat (Iqbal, 2002). Data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata. Selain itu, penelitian ini menekankan kepada kepercayaan terhadap apa yang dilihat dan didengar sehingga bersifat netral (Iqbal, 2002).

Temuan dalam penelitian kualitatif ini kemudian diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model sinektik (Joyce, dkk. 2012: 243). Mengapa model ini yang dipilih? Model pembelajaran ini menuntut strategi berpikir kreatif siswa melalui analogi yang dikondisikan oleh guru. Dengan demikian, guru dituntut untuk bertutur direktif yang dapat menimbulkan respons warna afektif positif pada positif siswa sehingga dapat membangkitkan kreativitas berpikir mereka.

Model sinektik dikembangkan dari beberapa asumsi tentang psikologi kreativitas (Gordon dalam Joyce, dkk.,2012). Asumsi pertama, dengan membawa proses kreatif menuju kesadaran dan dengan mengembangkan bantuan-bantuan eksplisit menuju kerativitas, kita dapat langsung meningkatkan kapasitas kreatif secara individu atau kelompok; kedua, komponen emosional lebih penting daripada intelektual, irasional lebih penting daripada rasional; dan ketiga,


(3)

unsur-Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

unsur emosional, irasional harus dipahami dalam rangka meningkatkan kemungkinan sukses dalam situasi pemecahan masalah. Ketiga asumsi tersebut diimplementasikan dalam pembelajaran dengan aktivitas metafora yang dikondisikan guru dengan tuturan direktifnya. Strategi sinektik menggunakan aktivitas metafora untuk mengembangkan imajinasi dan wawasan peserta didik melalui tiga analogi, yaitu analogi personal (personal analogy), analogi langsung (direct analogy), dan konflik padat (compressed conflict). Adapun model sinektik ini akan diterapkan dalam pembelajaran menulis dengan sintaks yang tertera dalam instrumen penelitian.

B. Definisi Operasional

Untuk kejelasan terhadap beberapa konsep yang digunakan dalam judul penelitian ini, berikut penulis uraikan definisi operasional yang menjadi variabel penelitian.

1. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang, memberi aba-aba. Indikator dari tuturan direktif adalah adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan tersebut.

2. Fungsi komunikasi dalam tindak tutur direktif adalah maksud yang terkandung dalam setiap tuturan direktif, seperti meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang,dan memberi aba-aba.

3. Strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran adalah bentuk/ struktur lingual atau modus serta fungsi komunikasi dalam tuturan guru yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan


(4)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

oleh mitra tutur (peserta didik), meliputi tindak tutur langsung (direct) dan tindak tutur tidak langsung (indirect). Strategi langsung dan tidak langsungnya tuturan berkaitan dengan kesesuaian antara struktur tuturan dengan fungsi tuturan. Yule (1996:95) menjelaskan bahwa ada tiga bentuk struktur, yaitu deklaratif, imperative, dan interogatif (Wijana menyebutnya dengan modus, 1996) dan tiga fungsi komunikasi umum, yakni pernyataan, pertanyaan, dan perintah/permohonan. Apabila ada hubungan langsung antara struktur/modus dengan fungsi komunikasi, maka terdapat tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika tidak ada hubungan antara struktur dan fungsi komunikasi, maka terjadilah tindak tutur tidak langsung. Adapun strategi setiap tipe tersebut sangat bergantung pada peristiwa tutur beserta konteksnya. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan dalam rangka mendeskripsikan strategi apa saja yang ada dalam tuturan direktif guru di dalam kelas ketika pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Adapun tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran adalah tuturan guru dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan kata-kata tertentu (Searle, 1979:14), seperti ask, order, command, request, beg, plead, pray, entreat, invite, permit, dan advise. Contoh tuturan:

(1) Guru : “Ketua kelas, coba nyalakan LCD!

Tuturan (1) berbentuk imperatif dengan maksud memerintah. Hal ini dipahami dari konteks tuturan yang diucapkan guru ketika baru masuk kelas hendak memproyeksikan slide (PPt) dari laptopnya ke LCD. Dengan meminta bantuan ketua kelas, guru memerintahnya untuk menyalakan LCD. Artinya guru bermaksud menyuruh ketua kelas untuk menyalakan

LCD dengan menggunakan kalaimat imperative (perintah). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa guru bertutur direktif secara langsung. Berbeda halnya dengan tuturan berikut yang berupa tuturan interogatif dengan maksud memerintah.


(5)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Tuturan (2) diucapkan guru ketika masuk kelas pada pukul 10.30 dan cuaca panas terik matahari., baru lima belas menit di ruangan, tiba-tiba dia menatakan itu. Kalimat dalam tuturan (2) berebtuk interogatif, tetapi maksud tuturan tersebut bukan meminta jawaban ya atau tidaknya cuaca panas saat itu. Maksud yang terkandung dalam tuturan tersebut ialah meminta siswanya untuk membuka pintu atau menyalakan kipas angin/AC agar tidak panas. Oleh karena itu, tuturan (2) dapat dikatakan sebagai tuturan direktif tidak langsung karena bentuk tuturan berbeda dengan maksud tuturannya. Bentuknya berupa kalimat interogatif, sedangkan maksudnya bukan bertanya, melainkan meminta sesuatu, yakni menyalakan kipas angin/AC atau membuka pintu agar udara tidak terasa panas.

4. Warna afektif atau emosi siswa sebagai respons siswa terhadap STTDG ialah perasaan yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu ketika mendengar setiap STTDG dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) STTDG ini meliputi emosi positif, seperti gembira, senang, bangga dan emosi negatif, seperti kesal, marah, takut, dan malu. Data respons warna afektif ini diperoleh dari teknik observasi, angket, dan wawancara. Pengamatan RWAS ini diamati dari reaksi siswa, baik secara verbal maupun nonverbal ketika mendengar STTDG. Respons warna afektif siswa secara verbal diketahui dari angket tebuka yang diisi langsung oleh siswa, sedangkan respons secara nonverbal diketahui dari bahasa tubuh atau ekspresi wajah (Diener, 1998). Emosi yang bersifat positif, seperti senang dan gembira terlihat dari ekspresi wajah: tersenyum atau tertawa, bergerak aktif, sedangkan emosi negatif, seperti malu terlihat dari bahasa tubuhnya: menunduk, menggigit bibir, tatapan mata ke bawah; kesal: mulut monyong, mata agak membelalak, kadang disertai dengan mendengus (menghembuskan napas kuat-kuat).


(6)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

5. Implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP adalah kaitan antara hasil penelitian berupa STTDG yang menimbulkan RWAPS terhadap keefektifan pembelajaran. Hasil penelitian ini akan diimplementasikan dalam sebuah desain model pembelajaran yang efektif, yakni model sinektik yang berbasis STTDG-RWAPS.

C. Tempat, Sumber Data, dan Waktu Penelitian

Tempat pengambilan data dilakukan di Bandar Lampung, tepatnya di sekolah menengah pertama, baik negeri maupun swasta, yakni SMPN 22 Bandar Lampung dan SMP IT Fitrah Insani Bandar Lampung. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka pengambilan sampel secara purposif. Artinya, sampel atau dalam hal ini diistilahkan sumber data dipilih karena dianggap kaya dengan informasi tentang fenomena yang diteliti (Sukmadinata, 2012:101).

Adapun data penelitian ini adalah semua strategi tindak tutur guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama. Adapun yang dijadikan objek penelitian adalah proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII, VIII, IX SMP dengan asumsi bahwa secara psikologis, siswa SMP termasuk dalam fase remaja (Santrock, 2001) yang cenderung sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan, baik positif maupun negatif. Dengan begitu, pengaruh strategi tuturan yang digunakan guru akan sangat terlihat dengan jelas.

Sekolah yang dijadikan lokasi penelitian terdiri atas sekolah negeri dan sekolah berbasis agama. Kedua kluster sekolah tersebut diasumsikan representatif untuk lingkungan belajar yang beragam. Dengan demikian, data penelitian yang diperoleh pun variatif.

Sumber data penelitian ini ialah guru Bahasa Indonesia yang berjumlah empat orang dari suku bangsa yang berbeda, yakni Lampung, Palembang, Sunda, dan Jawa. Hal ini diupayakan agar strategi tuturan guru bervariasi karena berasal


(7)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

dari suku bangsa yang berbeda agar tuturah direktif lebih variatif. Waktu peneli- tian dimulai April 2014 sampai Januari 2015.

D. Paradigma Penelitian

Berdasarkan paparan terdahulu, penelitian ini dapat dibagankan paradigmanya sebagai berikut.

Masalah Formulasi outcame & output 1. tuntutan kompetensi

profesional guru 1.Fungsi Komunikasi formulasi STTDG TDG strategi tindak tutur 2. kebutuhan defisiensi 2. Realisasi STTDG direktif guru dan (fisiologi, keselamatan, warna afektif positif cinta, dan harga diri) 3. Realisasi Bertutur siswa (RWAP) sebagai kebutuhan Santun TDG

dasar peserta didik

4. Respons Warna 3. tuturan berdampak Afektif Siswa psikologis berupa (RWAP dan RWAN) emosi (warna afektif)

positif dan negatif

pada mitra tutur pembelajaran B. Ind. berbasis STTDG yg 4. model pembelajaran be-RWAPS dengan yang efektif dan model sinektik menyenangkan

Bagan 3.1 Paradigma Penelitian


(8)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak Teknik simak ini identik dengan teknik observasi yang biasa dilakukan dalam setiap penelitian. Adapun dasar dari teknik simak ini ialah teknik sadap yang dilanjutkan dengan teknik rekam audio visual. Teknik ini dilakukan sampai peneliti memperoleh data yang cukup. Peneliti berada dalam satu tempat dengan objek yang diteliti, yakni berada di ruang kelas dengan guru dan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan berada di luar kelas dengan siswa pada saat jam istirahat sekolah. Peneliti melakukan pengamatan secara intensif kepada para responden agar mendapat data empiris tindak tutur direktif guru serta respons emosi atau warna afektif siswa terhadap tuturan tersebut.

Peneliti menggunakan catatan lapangan. Sifat realitas sosial paling baik dikemas-sajikan dalam “thick description” atau deskripsi kental, yang kelak akan dilaporkan kepada para pembaca ke dalam bentuk naratif. Secara keseluruhan, seseorang biasa menimbang mutu relatif penelitian kualitatif dari prosesnya (yaitu, bagaimana penelitian tersebut secara keseluruhan dilaksanakan) dan dari produknya (yaitu, gabungan dari analisis dan interpretasi data yang ditampilkan dalam naratif) (Wolcott, 1994). Teori yang dikembangkan dalam kualitatif secara induktif (grounded theory) selama penelitian berlangsung, dan melalui interaksi yang terus menerus dengan data di lapangan, lalu dites dengan data empiris. Bagi peneliti kualitatif, baik teori yang ada (existing theory) maupun teori yang berbasis data (grounded theory) sah dan bermanfaat (Alwasilah: 2002: 119). Bagi peneliti kualitatif, subjektivitas, yakni latar belakang penelitian dan pengalaman pribadi merupakan data sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis itu terbesit dari diri sendiri, kemudian grounded (dikuatkan, dilandaskan, dan didukung) oleh pengalaman orang lain. Itulah sebabnya penelitian kualitatif disarankan menggunakan teknik catatan pengalaman peneliti (researce experience memo), yaitu catatan lapangan yang terakumulasi sewaktu melakukan penelitian.


(9)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Metode penelitian tidak saja bergantung pada pertanyaan penelitian, melainkan juga pada situasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan. Merekam gambar atau memvideo situasi penelitian sulit dilaksanakan karena kelemahan merekam atau memvideo adalah kecenderungan tergangunya suasana sehingga latar tidak lagi alami, dan mungkin beberapa responden merasa terancam karena perilakunya terdokumentasikan. Responden merasa tidak aman, dan kepentingannya terancam oleh kegiatan observasi (2002: 155).

Oleh karena itu, peneliti memiliki catatan observasi atau catatan lapangan serinci, selengkap, sekonkret, dan sekronologis mungkin. Data dalam penelitian ini data yang kaya atau melimpah merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan beragam sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Data yang diperoleh tidak sekadar berupa catatan kesimpulan, melainkan juga ada transkripsinya yang lengkap kata perkata, sehingga terasa visualisasi dari kejadian atau proses yang diobservasi.

Untuk menganalisis data, peneliti membaca ulang transkripsi itu kemudian menandai pernyataan yang penting untuk dijadikan analisis data. Ketika mencatat, peneliti setiap harinya berpindah tempat duduk sehingga objek penelitian berbeda setiap harinya. Oleh karena itu pulalah, peneliti tidak menggunakan teknik merekam atau video karena menjadi tidak efektif.

Catatan lapangan terdiri atas dua bagian, yaitu deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung serta konteks yang melatarinya. Sementara itu, catatan reflektif adalah catatan yang berupa komentar/penafsiran peneliti terhadap peristiwa tutur yang diamati.

Selain catatan lapangan, dilakukan juga teknik wawancara (laporan diri dan interview terbuka) yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui emosi dan perilaku yang muncul sebagai dampak strategi tindak tutur yang digunakan guru. Siswa diberi sejumlah pertanyaan seputar tanggapan emosi dan perilaku mereka terhadap semua strategi tuturan guru. Berikut ringkasan teknik pengumpulan data berikut instrumennya.


(10)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Tabel 3.1

Rancangan Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

No. Nama Data Jenis Data Sumber Data Teknik Instrumen 1. Fungsi

komunikasi tuturan direktif guru dan strategi yang digunakannya

Kualitatif Guru Bahasa Indonesia SMP dari suku Jawa, Sunda, dan Lampung

Observasi catatan lapangan peristiwa tutur

2. Respons Warna Afektif/ Emosi Siswa Tuturan Direktif Guru

kuantitatif dan kualitatif

Siswa SMP yang diajar guru pada sumber data

Survei dan observasi

angket dan catatan lapangan

3. Penilaian pakar terhadap instrumen emosi siswa terhadap tuturan direktif guru

Kualitatif Dua pakar Deskriptif Observasi dan Angket

4. Penilaian Pakar terhadap instrumen berupa indikator strategi tindak tutur direktif guru

Kualitatif Tiga pakar Deskriptif Angket


(11)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Ada beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan rancangan dalam teknik pengumpulan data yang telah diungkapkan terdahulu. Sebagai persiapan telah dirancang instrumen penelitian seperti yang diuraikan berikut ini.

1. Jenis Instrumen

a. Catatan Lapangan

Format catatan lapangan digunakan untuk mengumpulkan data dengan teknik simak dan pencatatan. Teknik simak ini dapat disejajarkan dengan teknik observasi. Peneliti berada di kelas untuk mencatat seluruh tindak tutur direktif guru serta respon emosi siswa terhadap tuturan tersebut. Catatan lapangan ini meliputi (a) catatan deskriptif dan (b) catatan reflektif.

Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul pada saat proses pembelajaran berlangsung serta konteks yang melatarinya. Tuturan yang dijadikan data dalam penelitian ini ialah tuturan direktif guru serta respons siswa terhadap tutran tersebut. Respons siswa ini difokuskan pada respon warna afektif atau emosi yang dapat diketahui secra verbal dan nonverbal. Penjelasan konteks dan respons nonverbal siswa ditulis terapit kurung.

Catatan reflektif adalah catatan yang berupa komentar atau penafsiran peneliti terhadap peristiwa tutur yang diamati. Dalam catatan ini, peneliti mengidentifikasi dan menentukan jenis tuturan secara fungsi dan strateginya. Catatan ini digunakan sebagai pedoman peneliti dalam klasifikasi data tuturan beserta karakteristik analisis yang telah ditentukan dalam permasalahan penelitan.

b. Daftar Pertanyaan

Selain digunakan teknik simak dan teknik rekam audio-visual, digunakan juga teknik wawancara berupa laporan diri siswa untuk mendapatkan data awal respons warna afektif siswa terhadap tindak tutur direktif guru. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh lebih valid dan reliabel mengingat semua teknik


(12)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

pengumpulan data memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan adanya teknik angket ini, data respons emosi siswa dapat tergali lebih komprehensif, di samping data yang diperoleh melalui teknik simak dan rekam.

Adapun kisi-kisi angket ini berdasarkan rumusan masalah penelitian yang eliputi aspek fungsi komunikasi, realisasi tindak tutur direktif, dan realisasi kesantunan berbahasa. Jumlah pertanyaan berdasarkan ketiga aspek tersebut adalah enam puluh soal. Berikut kisi-kisi yang telah disusun.

Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Instrumen Angket Terbuka

Strategi Tuturan Direktif Guru dan Respons Warna Afektif Siswa


(13)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Fungsi Komunikasi Tindak Tutur Direktif Guru

1.1 verba penanda tindak tutur memerintah: verba dasar, berpartikel –lah, bermodalitas harus

1.2 penanda tindak tutur meminta: coba, tolong, harap

1.3 penanda tindak tutur melarang: jangan

1.4 penanda tindak tutur menyarankan: sebaiknya, hendaknya

1.5 penanda tindak tutur menanya: intonasi tanya, kata tanya

2, 3, 8, 9, 12, 23, 24, 27. 28, 38, 42, 45,

11, 16, 19, 26, 29, 30, 31, 33, 34,35, 39, 46, 53

4, 5, 6, 7, 10, 13, 15, 17, 18, 22, 26, 29

14, 20, 21, 25, 32, 37, 43, 44, 46, 49, 50

47, 48, 55, 57, 58 , 51, 52, 59, 60, , 54, 56, 41

12 12 12 12 12 60

2. Realisasi Tindak Tutur Direktif Guru

2.1 tipe tuturan langsung/direct

2.2 tipe tuturan tidak langsung/indirect

2, 3, 8, 9, 12, 14, 20, 21, 23, 24, 25, 27. 28, 32, 37, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 55, 57, 58, 59, 60

4, 5, 6, 7, 10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 26, 29, 30, 31, 33, 34,35, 39, 46, 53, 54, 56

34


(14)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4. Realisasi Bertutur Santun (Kesantunan Berbahasa)

4.1 Kesantunan Positif

4.2 Kesantunan Negatif

2, 3, 8, 9, 12, 14, 20, 21, 23, 24, 25, 27. 28, 32, 37, 38, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 55, 57, 58, 59, 60

4, 5, 6, 7, 10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 26, 29, 30, 31, 33, 34,35, 39, 46, 53, 54, 56

34

26 60

c. Rancangan Pembelajaran

Sebelum melakukan uji coba implementasi temuan penelitian berupa STTDG yang be-RWAPS dalam sebuah model pembelajaran, yakni sinektik (berorientasi pada kemampuan guru bertutur analogi dan metafora), dilakukan validasi terhadap rancangan model pembelajaran dari pakar pedagogik. Instrumen berupa berupa rancangan model pembelajaran sinektik yang berbasis STTDG-RWAPS adalah sebagai berikut.


(15)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Tahap Kegiatan

Pembelajaran

Tahap Model

Sinektik Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

STTDG RWAPS (*)

Komentar dan Saran

Kegiatan Awal Tahap Persiapan

Melakukan apersepsi dengan bertanya jawab dan mengingatkan siswa agar menghubungkannya dengan materi yang sudah dikuasai sebelumnya

Menjawab pertanyaan guru dengan mengingat kembali dan

menghubungkan dengan materi yang sudah dipelajari dan dikuasai

sebelumnya

(a)Sapaan halus (b)Melibatkan pn &

pt dalam kegiatan (c)Menghindari kata

„saya‟

(d)Menghindari kata „kamu‟

(e)Menghindari perbedaan (f) Mengupaya-kan

kesepakatan (g) Kata berpagar Menyampaikan kompetensi dasar dan

tujuan pembelajaran

Menyimak dan memperhatikan kompetensi dasar dan tujuan

pembelajaran yang disampaikan guru Menjelaskan dan bertanya jawab

dengan mahasiswa tentang langkah-langkah pembelajaran dan

mengingatkan mahasiswa agar memperhatikan

Memperhtikan dan bertanya jawab tentang langkah- langkah


(16)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Melakukan proses kreativitas melalui analogi

Tahap Pertama Guru

menyediakan informasi tentang topik baru

Tahap Kedua Analogi Langsung (Guru

mengusulkan analogi langsung dan meminta siswa

mendeskripsikan -

topik membedah katak (memberikan pengetahuan secara utuh tentang konsep membedah katak yang pernah dilakukan sisiwa di laboratorium dalam pelajaran IPA)

Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan tentang topik membedah katak

Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan topik baru tersebut

Mendaftarkan langkah-langkah dalam prosedur membedah katak (topik familiar) dengan membedah rumah (topik yang relatif baru)

Meminta siswa membuat kalimat sendiri berdasarkan langkah-langkah prosedur membedah katak

tayangan berdasarkan rambu-rambu yang diberikan guru dan

menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

Menyimak dan memahami topik struktur teks prosedur.

Berdiskusi tentang langkah-langkah membedah katak.

Mengurutkan langkah- langkah membedah katak secara berurutan dan logis

Membuat kalimat untuk

mengembangkan langkah- langkah dalam prosedur membedah katak

„kamu‟

b) menghindari kata „saya‟

c) memberi perhatian d) kata berpagar e) memuji f) menghindari

perbedaan g) mengupaya-kan

kesepatan

a) sapaan halus b) memuji c) tuturan tidak


(17)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2. Praktik

Menulis

Tahap Ketiga Analogi Personal

(Guru meminta siswa „menjadi‟ analogi langsung)

Tahap Keempat Membandingkan analogi-analogi (siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin

kesamaan antara topik baru dan analogi langsung)

dalam prosedur membedah katak Membimbing siswa membuat kalimat sendiri dan mengedit kesalahan berbahasa mereka

Meminta siswa menyusun kerangka teks prosedur membdah rumah berdasarkan kerangka langkah-langkah dalam prosedur membedah katak

Meminta siswa menggambarkan ketidakparalelan analogi-analogi yang telah dibuat dalam sebuah paragraf dingkat.

prosedur membedah katak

Mengedit kesalahan berbahasa pada kalimat yang telah disusun secara berurutan dan logis tersebut.

Menysun kerangka teks prosedur tentang membedah rumah secara berkelompok (satu kelompok dua orang siswa).

Menggambarkan ketidakparalelan hubungan analogi-analogi yang telah dibuat dalam sebuah paragraf

singkat.

„saya‟

e) menghindari kata „kamu‟

f) melibatkan

penutur dan mitra tutur dalam kegiatan g) mengupayakan kesepakatan h)mengisyaratkan kesamaan pandangan


(18)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu Tahap Kelima

Menjelaskan perbedaan-perbedaan (siswa

menjelaskan di mana saja analogi yang tidak sesuai)

Tahap Keenam Eksplorasi

(siswa

mengeksplorasi kembali topik awal)

Tahap Ketujuh Membuat Analogi

(siswa menyiapkan

apa saja perbedaan antaranalogi yang telah digambarkan tersebut

Meminta siswa membuat

perbandingan-perbandingan kembali pada topik awal, yakni antara „membedah katak‟ dan „membedah rumah‟

Meminta kembali siswa

mengeksplorasi analogi langsung dan mengekplorasi persamaan dan

perbedaan

Meminta siswa menulis teks prosedur secara lengkap bagaimana prosedur membedah rumah

antaranalogi yang telah dibuat

Membuat perbandingan antara topik „membedah katak „ dan „membedah rumah‟

Mengidentifikasi seluruh persamaan dan perbedaan antara topik yang baru dan topik lama

Menulis karangan teks prosedur secara lengkap tentang membedah rumah berdasarkan hubungan analogi antara membedah katak dan

membedah rumah,

„kamu‟

b) menghindari kata „saya‟

c) memuji d) melibatkan

penutur dan mitra tutur dalam kegiatan e) menawarkan f) sapaan halus g) menerima atau

menerapkan sikap „saling‟ a) melibatkan

penutur dan mitra tutur dalam kegiatan b) memuji

c) menghindari kata „kamu‟

d) memberi penghargaan a) memuji b) melibatkan


(19)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

mengeksplorasi persamaan dan perbedaan)

kegiatan

c) menghindari kata „kamu‟

d) menerima dan menerapkan sikap „saling‟

e) mengupaya-kan katan.

Kegiatan Akhir 1. Refleksi

2. Menyimpulkn

Tahap Evaluasi Memfasilitasi siswa melakukan

refleksi tentang pembelajaran yang telah dilakukan

Menyimpulkan pembelajaran bersama siswa

Melakukan refleksi dibimbing oleh guru

Menyimpulkan secara deduktif materi pembelajaran bersama guru

(g)Sapaan halus (h)Melibatkan pn

dan pt dalam kegiatan

(i) Menghindari kata „saya‟

(j) Menghindari kata „kamu‟


(20)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

(l) Mengupayakan kesepakatan (g) Kata berpagar

3. Memberikan

penguatan

4. Tes Akhir

Tahap Ekspansi Memberikan tugas kepada siswa untuk

menulis topik yang lain

Menyimak tugas yang diberikan guru, yakni menulis dengan topik yang lain

Memfasilitasi siswa melakukan tes akhir (presentasi hasil tulisan berupa teks prosedur membedah rumah)

Melaksanakan tes akhir berupa presentasi hasil menulis teks prosedur dengan topik membedah rumah

Keterangan

STTDG : Strategi Tindak Tutur Direktif Guru RWAPS : Respons Warna Afektif Positif Siswa


(21)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 2. Validasi Instrumen Penelitian

Setiap jenis instrumen penelitian ini dilakukan validasi atau penilaian pakar sesuai dengan bidang ilmu terkait intrumen tersebut.

1. Pedoman Lembar Pengamatan

Untuk mendapatkan data STTDG yang valid dan reliabel, pedoman lembar observasi ditimbang oleh pakar pragmatik yang terdiri atas tiga orang. Selanjutnya hasil análisis terhadap catatan lapangan pun ditimbang oleh ketiga pakar tersebut. Demikian halnya dengan lembar pengamatan RWAS ditimbang oleh pakar psikologi praktisi. Hasil timbangan para pakar dapat dilihat dalam lampiran (5 dan 6).

2. Kisi-Kisi Angket STTDG

Pada tahap pendahuluan digunakan teknik angket untuk mendapatkan data tertulis dari RWAS terhadap STTDG. Kisi-kisi dan hasil angket ditimbang oleh pakar psikologi pendidikan. Hasil timbangan pakar ini dapat dilihat dalam lampiran (7).

3. Rancangan Model Pembelajaran Sinektik Berbasis Temuan STTDG yang

be-RWAPS

Sebagai implikasi temuan penelitian yang berupa STTDG be-RWAPS terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dilakukan uji coba implementasi dalam sebuah model, yakni sinektik. Oleh karena itu, nama rancangan model pembelajarannya adalah rancangan model sinektik berbasis STTDG be-RWAPS

(MSBSS). Sebelum diimplementasikan, desain model tersebut ditimpang oleh pakar pedagogik dan psikologi pendidikan. Hasil timbangan pakar ini dapat dilihat dalam lampiran (8).


(22)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu G. Teknik Analisis data

Untuk menentukan apakah sebuah tuturan direktif atau bukan, digunakan parameter berupa penanda golongan verba yang dikemukakan Searle (1979:14),

yaitu ask, order, command, request, beg, plead, entreat, invite, permit, dan advise. Dalam bahasa Indonesia, verba tersebut dapat dipadankan dengan meminta, memesan, memerintah, mengundang, dan menyarankan. Jika tuturan guru mengandung verba tersebut dan memiliki maksud yang sama dengan modusnya, maka termasuk tutran direktif secara langsung. Sebaliknya, tuturan yang mengandung verba tersebut, tetapi tidak memiliki maksud yang tidak sesuai dengan modusnya termasuk dalam tuturan direktif tidak langsung. Untuk menentukan fungsi komunikasi yang digunakan guru dalam tindak tutur direktif, penulis menggunakan parameter atau pedoman analisis sebagai berikut.

1) Pedoman Analisis Fungsi Komunikasi Tindak Tutur Direktif

Fungsi komunikasi merupakan tindak atau maksud tuturan dalam TDG meliputi menyuruh, meminta, menyarankan, melarang, dan menanya. Untuk menentuka fungsi komunikasi tersebut digunakan indikator sebagai berikut.

a. Tindak tutur menyuruh: menggunakan verba dasar, berpartikel –lah, bermodalitas harus bersufiks kan-, -i, berprefiks di-,

per-b. Tindak tutur meminta: menggunakan kata tolong, coba, atau silakan c. Tindak tutur melarang: menggunakan kata jangan, nggak usah

d. Tindak tutur menyarankan: menggunakan kata sebaiknya, hendaknya, agar

e. Tindak tutur menanya: intonasi tanya danatau menggunakan kata tanya

2) Pedoman Analisis Realisasi Tindak Tutur Direktif Guru

Istilah realisasi tindak tutur direktif guru ini mengacu pada tipe (Flor, 2005) atau strategi Brasdefer (2007) yang terdiri atas tindak tutur langsung atau

direct dan tindak tutur tidak langsung atau indirect. Untuk menentukan masing-masing realisasi tindak tutur direktif tersebut digunakan indikator sebagai berikut.


(23)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pada dasarnya, tindak tutur direktif merupakan tuturan yang mengandung maksud tertentu dari penutur kepada mitra tutur agar melakukan maksud tersebut. Tindak tutur dengan penanda verba ini dalam realisasinya termasuk dalam tuturan langsung. Padahal, tuturan direktif pun dapat direalisasikan secara tidak langsung. Adapun pedoman analisis realisasi tindak tutur direktif secara garis besar dituliskan dalam tabel pedoman analisis penelitian berikut ini.

Tabel 3.3

Pedoman Analisis Realisasi Tindak Tutur Direktif Guru dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Aspek Indikator

1. Realisasi tindak tutur direktif

1.1 Tindak Tutur Langsung

Tindak tutur yang digunakan penutur untuk menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu, meliputi menyuruh, meminta, melarang, menyarankan, menanya, dan sebagainya.

1.2 Tindak

Tutur Tidak Langsung

a. Form dan content atau lokusi dan ilokusi tidak sama (= struktur dan fungsi komunikasi memiliki hubungan tidak langsung)

b. Form dan content atau lokusi dan ilokusi tidak sama disertai dengan isyarat, seperti mimik dan gesture (= struktur dan fungsi komunikasi memiliki hubungan tidak langsung)

Selanjutnya, data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik

analisis heuristik. Teknik analisis heuristik merupakan proses berpikir seseorang untuk memaknai sebuah tuturan tidak langsung. Di dalam tuturan heuristik sebuah tuturan tidak langsung diinterprestasikan berdasarkan berbagai kemungkinan/dugaan sementara, kemudian dugaan sementara itu disesuaikan dengan fakta-fakta pendukung yang ada dilapangan. Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Bila


(24)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

hipotesis tidak teruji, akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praanggapan/dugaan sementara. Berikut disajikan bagan analisis heuristik menurut Leech (1983:41).

1. Masalah 2. Hipotesis 3. Pemeriksaan 4. Interpretasi

Pengujian berhasil

(interpretasi default)

Pengujian gagal

Bagan 3.2 Bagan Analisis Heuristik Leech (1983: 41)

Menurut Leech di dalam analisis heuristik analisis berawal dari problema yang di lengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, kemudian dirumuskan hipotesis tujuan. Berdasarkan data yang ada, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interprestasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatik. Jika pengujian gagal maka terjadi karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang dapat diterima.

Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merukuskan hipotesi-hipotesis kemudian mengujinya berdasarkan data-data konteks yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud adalah praanggapan. Berikut disajikan contoh analisis heuristik berdasarkan pandangan Leech (1983).


(25)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu 1. Problem

(Interpretasi tuturan)

“Aduh..apa ini…istirahat nanti temui Ibu di kantor ya!” (Guru bertutur pada siswa yang telihat kuku tangannya panjang. Ini

baru diketahuinya ketika berkeliling memantau siswa mengerjakan tugas. Beberapa siswa mendekatinya untuk bertanya, saat itulah sang

guru melihat ada dua siswa laki-laki yang kuku tangannya panjang)

2. Hipotesis

(a) Guru tersebut meminta siswanya untuk ke kantor. (b) Guru tersebut kaget melihat tangan siswanya kotor. (c) Guru tersebut marah melihat kuku tangan siswanya panjang. (d) Guru tersebut memerintah siswanya untuk memotong kuku.

3. Pemeriksaan

(a) Guru tersebut kesal ketika melihat kuku tangan siswanya panjang

(b) Guru tersebut ingin memotong kuku tangan siswanya yang panjang tersebut di kantor

(c) Guru tersebut memerintahkan siswa yang kukunya panjang tersebut agar segera dipotong kalau tidak ia yang akan memotongnya nanti di kantor


(26)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4a. Pengujisn Berhasil 4.b Pengujian Gagal

5. Interpretasi Default

Bagan 3.3 Contoh Analisis Heuristik 3) Pedoman Analisis Kesantunan Berbahasa

Untuk menganalisasi kesantunan berbahasa ini digunakan parameter Brown dan Levinson (1987) dengan pertimbangan bahwa (1) konteks peristiwa tutur adalah situasi formal sehingga tidak perlu adanya basa-basi, (2) perspektif individu dalam parameter Brown dan Levonson sesuai untuk melihat aspek D dan P pada konteks pembelajaran di kelas antara guru sebagai penutur dan siswa sebagai mitra tutur. Adapun strategi kesantunan berbahasa menurut pandangan ini meliputi kesantunan positif dan kesantunan negatif yang diuraikan berikut ini.

1. Strategi Kesantunan Positif a. memberi perhatian (notice);

b. melebihkan dalam memberikan komentar atau pujian (exaggerate);

c. menegaskan (intensify);

d. menggunakan penanda sebagai anggota kelompok yang sama (use in-group identity markers);

e.mengupayakan kesepakatan (seek agreement); f. menghindari perbedaan pendapat (avoid disagreement);

g.mengisyaratkan kesamaan pandangan (presuppose common ground);

h. menggunakan lelucon (joke);

i.menampilkan pengetahuan penutur dan mempertimbangkan keinginan petutur (assert S‟knowledge and concern for H‟s wants);


(27)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Strategi Kesantunan Negatif

j. menawarkan, berjanji (offer, promise); k. bersikap optimis (be optimistic); l. menyertakan penutur dan petutur dalam kegiatan (include both S and H in the activity); m. memberi atau meminta alasan (give reasons); n. menerima atau menampilkan sikap timbal balik atau saling (assume or assert reciprocity); o.memberi hadiah kepada petutur (give gifts to H).

a. menggunakan ujaran tidak langsung (be conventionally indirect);

b. pertanyaan kalimat berpagar (question, hedge); c.bersikap pesimis (be essimistic);

d. meminimalkan tekanan (minimize imposition); e. memberikan penghormatan (give deference); f. meminta maaf (apologize);

g. menghindarkan penggunaan kata „saya‟ dan „kamu‟ (impersonalize S and H: avoid the pronouns „I‟ and „You‟);

h. menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum (state the

FTA as a general rule); i. nominalisasi (nominalize);

j. menyatakan terus terang penutur berhutang budi kepada petutur (go on records).

4) Pedoman Analisis Respons Warna Afektif Siswa

Berdasasarkan angket terbuka yang diberikan pada siswa, digunakan enam puluh tuturan direktif guru yang dimintakan responsnya. Secara jujur siswa


(28)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menjawab pertanyaan tentang emosi yang dirasakan saat mendengar tuturan direktif guru. Dengan demikian, jenis warna afektif sebagai respons siswa terhadap tindak tutur direktif guru bergantung pada jawaban mereka secara jujur dan bebas mengungkapkan rasa apa saat mendengar tuturan guru tersebut.

Pada saat pendahuluan, warna afektif yang diungkapkan secara tertulis pada saat menjawab angket tersebut sangat beragam. Yang jelas berdasarkan skala atau level emosi dari Davidson (2009) terbagi dalam dua golongan emosi, yakni emosi positif dan emosi negatif. Masing-masing jenis emosi dalam dua golongan tersebut memiliki skala tertentu. Semakin positif emosi, semakin tinggi skala atau levelnya, sebaliknya semakin negatif akan semakin rendah levelnya.

Berdasarkan skala setiap level emosi tersebut, dilakukan penghitungan sederhana untuk mengetahui kecenderungan warna afektif yang mendominasi setiap tuturan direktif guru. Dengan demikian, pedoman analisis yang dilakukan untuk menentukan warna afektif siswa digunakan skala dalam level emosi, sedangkan pemerian setiap warna afektif digunakan teori Lazarus (1991). Semua yang dilakukan dalam tahap pendahuluan ini diupayakan sebagai pemokusan terhadap jenis warna afektif yang muncul.

Akan tetapi, pada saat pengambilan data penelitian, respons warna afektif siswa dilakukan dengan teknik observasi terhadap perilaku verbal dan

nonverbal siswa (bahasa tubuh dan ekspresi wajah). Sesuai dengan apa yang

dingkapkan Widhiarso dan Hadiyono (2011) bahwa implementasi emosi individu adalah perilaku verbal dan nonverbal.

Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan segmentasi dan mengikuti alur analisis data interaktif, simultan, dan berkelanjutan yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992). Kegiatan analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Adapun langkah-langkah analisis data dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mencatat semua data alamiah/ujaran spontan baik tuturan guru maupun siswa yang mengandung kesantunan.


(29)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Data dicatat secara deskriptif dan reflektif. Untuk tuturan tidak langsung, digunakan pula analisis heuristik, yakni analisis konteks.

3. Mengidentifikasi strategi tindak tutur direktif yang digunakan guru kepada siswa dalam pembelajaran

4. Mengidentifikasi setiap strategi tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi komunikasi dalam tindak tutur direktif

5. Mengidentifikasi respons warna afektif atau emosi siswa terhadap tindak tutur direktif duru

6. Mengklasifikasi respons emosi pada langkah (5) sesuai dengan fungsi komunikasi tindak tutur direktif yang dilakukan guru

7. Melakukan triangulasi kepada kolega dan pakar yang berlatar keilmuan linguistik, khususnya pakar pragmatik

8. Melakukan penarikan simpulan

(dimodifikasi dari tahapan analisis percakapan yang dikembangkan Tannen, 1986).

Selanjutnya, temuan data kualitatif berupa STTDG-RWAPS tersebut

diimplementasikan dalam sebuah desain pembelajaran sinektik (Joyce, 2011). Model ini dipilih karena berfokus pada aktivitas guru sebagai motivator dan fasilitator berlangsungnya pembelajaran. Guru harus dapat memotivasi dan menstimuli peserta didik dengan tuturan direktifnya sehingga peserta didik antusias dan bersemangat belajar, dalam hal ini berpikir kreatif melalui model pembelajaran sinektik (Joice, 2011).


(1)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

hipotesis tidak teruji, akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praanggapan/dugaan sementara. Berikut disajikan bagan analisis heuristik menurut Leech (1983:41).

1. Masalah 2. Hipotesis 3. Pemeriksaan 4. Interpretasi

Pengujian berhasil

(interpretasi default)

Pengujian gagal

Bagan 3.2 Bagan Analisis Heuristik Leech (1983: 41)

Menurut Leech di dalam analisis heuristik analisis berawal dari problema yang di lengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, kemudian dirumuskan hipotesis tujuan. Berdasarkan data yang ada, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan interprestasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan pragmatik. Jika pengujian gagal maka terjadi karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang dapat diterima.

Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merukuskan hipotesi-hipotesis kemudian mengujinya berdasarkan data-data konteks yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud adalah praanggapan. Berikut disajikan contoh analisis heuristik berdasarkan pandangan Leech (1983).


(2)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

1. Problem (Interpretasi tuturan)

“Aduh..apa ini…istirahat nanti temui Ibu di kantor ya!” (Guru bertutur pada siswa yang telihat kuku tangannya panjang. Ini

baru diketahuinya ketika berkeliling memantau siswa mengerjakan tugas. Beberapa siswa mendekatinya untuk bertanya, saat itulah sang

guru melihat ada dua siswa laki-laki yang kuku tangannya panjang)

2. Hipotesis

(a) Guru tersebut meminta siswanya untuk ke kantor. (b) Guru tersebut kaget melihat tangan siswanya kotor. (c) Guru tersebut marah melihat kuku tangan siswanya panjang. (d) Guru tersebut memerintah siswanya untuk memotong kuku.

3. Pemeriksaan

(a) Guru tersebut kesal ketika melihat kuku tangan siswanya panjang

(b) Guru tersebut ingin memotong kuku tangan siswanya yang panjang tersebut di kantor

(c) Guru tersebut memerintahkan siswa yang kukunya panjang tersebut agar segera dipotong kalau tidak ia yang akan memotongnya nanti di kantor


(3)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

4a. Pengujisn Berhasil 4.b Pengujian Gagal

5. Interpretasi Default

Bagan 3.3 Contoh Analisis Heuristik 3) Pedoman Analisis Kesantunan Berbahasa

Untuk menganalisasi kesantunan berbahasa ini digunakan parameter Brown dan Levinson (1987) dengan pertimbangan bahwa (1) konteks peristiwa tutur adalah situasi formal sehingga tidak perlu adanya basa-basi, (2) perspektif individu dalam parameter Brown dan Levonson sesuai untuk melihat aspek D dan P pada konteks pembelajaran di kelas antara guru sebagai penutur dan siswa sebagai mitra tutur. Adapun strategi kesantunan berbahasa menurut pandangan ini meliputi kesantunan positif dan kesantunan negatif yang diuraikan berikut ini.

1. Strategi Kesantunan Positif a. memberi perhatian (notice);

b. melebihkan dalam memberikan komentar atau pujian (exaggerate);

c. menegaskan (intensify);

d. menggunakan penanda sebagai anggota kelompok yang sama (use in-group identity markers);

e.mengupayakan kesepakatan (seek agreement); f. menghindari perbedaan pendapat (avoid disagreement);

g.mengisyaratkan kesamaan pandangan (presuppose common ground);

h. menggunakan lelucon (joke);

i.menampilkan pengetahuan penutur dan mempertimbangkan keinginan petutur (assert S‟knowledge and concern for H‟s wants);


(4)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Strategi Kesantunan Negatif

j. menawarkan, berjanji (offer, promise); k. bersikap optimis (be optimistic); l. menyertakan penutur dan petutur dalam kegiatan (include both S and H in the activity); m. memberi atau meminta alasan (give reasons); n. menerima atau menampilkan sikap timbal balik atau saling (assume or assert reciprocity); o.memberi hadiah kepada petutur (give gifts to H).

a. menggunakan ujaran tidak langsung (be conventionally indirect);

b. pertanyaan kalimat berpagar (question, hedge); c.bersikap pesimis (be essimistic);

d. meminimalkan tekanan (minimize imposition); e. memberikan penghormatan (give deference); f. meminta maaf (apologize);

g. menghindarkan penggunaan kata „saya‟ dan

„kamu‟ (impersonalize S and H: avoid the

pronouns „I‟ and „You‟);

h. menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum (state the

FTA as a general rule); i. nominalisasi (nominalize);

j. menyatakan terus terang penutur berhutang budi kepada petutur (go on records).

4) Pedoman Analisis Respons Warna Afektif Siswa

Berdasasarkan angket terbuka yang diberikan pada siswa, digunakan enam puluh tuturan direktif guru yang dimintakan responsnya. Secara jujur siswa


(5)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

menjawab pertanyaan tentang emosi yang dirasakan saat mendengar tuturan direktif guru. Dengan demikian, jenis warna afektif sebagai respons siswa terhadap tindak tutur direktif guru bergantung pada jawaban mereka secara jujur dan bebas mengungkapkan rasa apa saat mendengar tuturan guru tersebut.

Pada saat pendahuluan, warna afektif yang diungkapkan secara tertulis pada saat menjawab angket tersebut sangat beragam. Yang jelas berdasarkan skala atau level emosi dari Davidson (2009) terbagi dalam dua golongan emosi, yakni emosi positif dan emosi negatif. Masing-masing jenis emosi dalam dua golongan tersebut memiliki skala tertentu. Semakin positif emosi, semakin tinggi skala atau levelnya, sebaliknya semakin negatif akan semakin rendah levelnya.

Berdasarkan skala setiap level emosi tersebut, dilakukan penghitungan sederhana untuk mengetahui kecenderungan warna afektif yang mendominasi setiap tuturan direktif guru. Dengan demikian, pedoman analisis yang dilakukan untuk menentukan warna afektif siswa digunakan skala dalam level emosi, sedangkan pemerian setiap warna afektif digunakan teori Lazarus (1991). Semua yang dilakukan dalam tahap pendahuluan ini diupayakan sebagai pemokusan terhadap jenis warna afektif yang muncul.

Akan tetapi, pada saat pengambilan data penelitian, respons warna afektif siswa dilakukan dengan teknik observasi terhadap perilaku verbal dan nonverbal siswa (bahasa tubuh dan ekspresi wajah). Sesuai dengan apa yang dingkapkan Widhiarso dan Hadiyono (2011) bahwa implementasi emosi individu adalah perilaku verbal dan nonverbal.

Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan segmentasi dan mengikuti alur analisis data interaktif, simultan, dan berkelanjutan yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992). Kegiatan analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.

Adapun langkah-langkah analisis data dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mencatat semua data alamiah/ujaran spontan baik tuturan guru maupun siswa yang mengandung kesantunan.


(6)

Sumarti, 2015

STRATEGI TIND AK TUTUR D IREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. Data dicatat secara deskriptif dan reflektif. Untuk tuturan tidak langsung, digunakan pula analisis heuristik, yakni analisis konteks.

3. Mengidentifikasi strategi tindak tutur direktif yang digunakan guru kepada siswa dalam pembelajaran

4. Mengidentifikasi setiap strategi tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi komunikasi dalam tindak tutur direktif

5. Mengidentifikasi respons warna afektif atau emosi siswa terhadap tindak tutur direktif duru

6. Mengklasifikasi respons emosi pada langkah (5) sesuai dengan fungsi komunikasi tindak tutur direktif yang dilakukan guru

7. Melakukan triangulasi kepada kolega dan pakar yang berlatar keilmuan linguistik, khususnya pakar pragmatik

8. Melakukan penarikan simpulan

(dimodifikasi dari tahapan analisis percakapan yang dikembangkan Tannen, 1986).

Selanjutnya, temuan data kualitatif berupa STTDG-RWAPS tersebut diimplementasikan dalam sebuah desain pembelajaran sinektik (Joyce, 2011). Model ini dipilih karena berfokus pada aktivitas guru sebagai motivator dan fasilitator berlangsungnya pembelajaran. Guru harus dapat memotivasi dan menstimuli peserta didik dengan tuturan direktifnya sehingga peserta didik antusias dan bersemangat belajar, dalam hal ini berpikir kreatif melalui model pembelajaran sinektik (Joice, 2011).