UNSUR UNSUR MAGIS DALAM TRADISI PACU JAL

Abstrak

Tradisi Pacu Jalur merupaka

UNSUR-UNSUR MAGIS DALAM TRADISI PACU JALUR: PERSPEKTIF ANTROPOLOGI AGAMA

Hasbullah, 1 Rendi Ahmad Asori, 1 dan M. Nazar Almasri 2 1 Universias Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

2 Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Azhar Pekanbaru e-mail: hasbullah@uin-suska.ac.id

Abstrak

Tradisi Pacu Jalur merupakan ajang yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi. Setiap tahun acara digelar dan disambut masyarakat dengan antusias. Hal ini ditandai dari ramainya masyarakat yang hadir atau menonton jalannya perlombaan. Di samping itu, memenangkan perlombaan ini merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat yang mempunyai jalur tersebut. Pacu jalur tidak hanya melibatkan unsur fisik, namun juga hal-hal yang berbau magis. Dukun menjadi salah satu unsur penting untuk memenangkan perlombaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang unsur-unsur magis yang terdapat dalam tradisi pacu jalur. Kajian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Informasi yang berkaitan dengan kajian ini didapatkan dari informan kunci, yaitu: dukun jalur, tukang jalur, anak pacu, pengurus jalur, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Hasil penelitian menemukan bahwa unsur-unsur magis hampir terdapat pada setiap proses dalam tradisi pacu jalur. Bertahannya unsur magis dalam kegiatan ini karena masyarakat mempercayai bahwa kekuatan tersebut mempunyai pengaruh dalam memenangkan perlombaan.

Kata kunci : Pacu Jalur, Dukun, Magis, dan Kuantan Singingi.

Abstract

Pacu Jalur tradition is an event that became the pride of the community of Kuantan Singingi. Each year the event was held and the people welcomed enthusiastically. It is marked on the height of the public who attend or watch the course of the race. In addition, winning this race is an honor for the people who have these lines. Spur track involves not only the physical elements, but also things that smells of magic. Shamans become one of the important elements to win the race. Therefore, it is necessary to do in-depth study of the magical element contained in track racing tradition. The study used qualitative methods. Data collection techniques used were observation, interviews, and documentation. Information related to this study was obtained from key informants, namely: shaman path, artisan lane, children runway, track officials, religious leaders, traditional leaders, and community leaders. The results found that magical element present in almost every process in the tradition of spur lines. The persistence of magical elements in this activity because people believe that the power of influence in winning the race.

Keywords: Runway Strip, Shaman, Magic, Kuantan Singingi.

PENDAHULUAN

even nasional (Suwardi, 2007: 126). Pacu Jalur merupakan festival tahunan terbesar untuk ma-

Kabupaten Kuansing (Kuantan Singingi) sering syarakat daerah Kabupaten Kuantan Singingi,

juga disebut dengan Rantau Kuantan (UU. khususnya pada ibu kota kabupatennya, yaitu Hamidy, 1998: 15) atau daerah perantauan Teluk Kuantan dan daerah yang berada di orang-orang dari Minangkabau. Masyarakat Ka-

sepanjang Sungai Kuantan.

bupaten Kuantan Singingi memiliki satu perlom- Tradisi pacu jalur yang diadakan sekali

baan tradisional yang sangat populer, yaitu setahun ini pada awalnya dimaksudkan sebagai perlombaan Pacu Jalur. Festival Pacu Jalur me- acara memperingati hari-hari besar umat Islam rupakan salah satu tradisi kebanggaan masyara- seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Maulid kat Kabupaten Kuantan Singingi khususnya dan Nabi, ataupun peringatan tahun baru Hijriah. masyakarat Provinsi Riau umumnya. Tradisi Pada Masa penjajahan Belanda acara pacu jalur Pacu Jalur ini pada saat sekarang sudah menjadi

Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603)

Hasbullah, et. al. : Unsur-Unsur Magis ....

sudah dijadikan kegiatan memperingati hari lahir menuju arena pacuan). Kapan berangkat dari Ratu Wihelmina (Ratu Belanda). Biasanya

tempat parkir jalur menuju garis start. Untuk diadakan bulan November setiap tahunnya.

berangkat ke pancang pertama garis start harus Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, festival

tepat pelangkahannya.

pacu jalur ini ditujukan untuk merayakan Hari Pacu jalur memperlihat adanya unsur-unsur Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia

fisik dan magis. Anak pacu dengan kekuatan (Suwardi, 2007: 126-127). Pacu jalur ini biasanya

tenaganya, sedangkan dukun jalur dengan ke- diikuti oleh masyarakat setempat, kabupaten

mampuan magisnya mewakili dunia mistik. tetangga, bahkan juga pernah ikut pula peserta-

Masyarakat Kuantan Singingi mempercayai peserta dari negara-negara tetangga seperti

bahwa kemenangan baru akan diperoleh suatu Malaysia, Singapura, dan Thailand.

tim jika kedua unsur tersebut terpenuhi, dan Perlombaan Pacu Jalur dipersiapkan oleh

melebihi kekuatan yang dimiliki oleh lawan pacu. setiap peserta lomba yang berasal dari keca-

Dengan demikian, suatu jalur yang tidak matan-kecamatan, dan bahkan kampung-kam-

melibatkan dukun atau hanya mengandalkan pung yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi

kekuatan tenaga saja dipercayai tidak akan serta daerah lain yang ikut berpartisipasi dalam

memperoleh kemenangan.

perlombaan tersebut. Perlombaan Pacu Jalur merupakan salah satu cabang olahraga yang juga

METODE PENELITIAN

diperlombakan pada tingkat nasional. Olahraga

Metode yang Digunakan

Pacu Jalur amat akrab dengan masyarakat Kuantan Singingi, hal ini dikarenakan tradisi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini perlombaan ini sudah dilaksanakan sejak lama.

adalah metode kualitatif. Metode kualitatif pada Di samping itu, pacu jalur juga memiliki gengsi

dasarnya bertujuan untuk memahami keber- tersendiri bagi masyarakat desa atau kecamatan.

adaan saling berhubungan antara berbagai gejala Oleh karena itu, kegiatan ini didukung sepe-

eksternal maupun internal yang terdapat dalam nuhnya oleh masyarakat desa atau kecamatan,

tradisi Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan baik secara moril maupun materil. Maka tidak

Singingi. Pendekatan kualitatif dicirikan oleh heran jika pada waktu pertandingan masyarakat

tujuan penelitian yang berupaya untuk desa atau kecamatan berbondong-bondong me-

memahami gejala-gejala sedemikian rupa untuk nyaksikan jalur mereka berlomba. Mereka rela

tidak memerlukan kuan-tifikasi atau gejala-gejala meninggalkan rumah dan pekerjaan hanya untuk

tersebut tidak mungkin diukur secara tepat menyaksikan perlombaan, apalagi jika jalur

(Judistira K. Garna, 1999: 32; Lexy J. Moleong, mereka masuk final.

1989: 2-3). Metode kualitatif merujuk kepada Selain sebagai even olahraga yang banyak

prosedur penelitian yang menghasilkan data menyedot perhatian masyarakat, tradisi pacu

deskriptif, yakni apa yang dituturkan orang, baik jalur juga melibatkan hal-hal yang berbau magis.

lisan maupun tulis-an, apa yang dilakukan orang Festival pacu jalur dalam wujudnya memang

yang secara fundamental bergantung pada merupakan hasil budaya dan karya seni khas

pengamatan manusia dalam keluasannya sendiri yang merupakan perpaduan antara unsur olah-

dan berhubungan dengan orang tersebut dalam raga, seni, dan olah batin. Namun, masyarakat

bahasanya serta dalam peristilahannya (Bogdan sekitar sangat percaya bahwa kemenangan dalam

& Taylor, 1993: 4).

perlombaan ini juga ditentukan olah batin dari

pawang perahu atau dukun perahu di samping

Lokasi Penelitian

kekuatan otot pendayungnya. Penelitian tentang Tradisi Pacu Jalur mengambil Biasanya sebelum pacu jalur dimulai diawali

lokasi Kabupaten Kuantan Singingi. Dipilihnya dengan upacara sakral dan magis oleh pawang

lokasi penelitian ini, dengan alasan bahwa atau dukun jalur. Dukun jalur itu sudah berpe-

kawasan ini terdapat fenomena yang akan dikaji. ran sejak dari memilih kayu yang akan dijadikan

di samping itu, Tradisi Pacu Jalur merupakan jalur hingga ke arena pacuan. Dia yang akan

salah event terbesar di kawasan ini. memberikan intsruksi kapan waktu akan beran-

gkat dari kandang (tempat daerah mereka

Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 25 - 44

Data yang diperlukan

Teknik Analisis Data

Data pokok (data primer) yang dikumpulkan Kegiatan analisis data dilakukan mengikuti dalam penelitian ini terpusat pada fenomena-

proses antara lain, reduksi data (sortir data), fenomena yang berkaitan langsung dengan objek

penyajian data, dan menarik kesimpulan berda- penelitian ini; yaitu Tradisi Pacu Jalur di

sarkan hasil reduksi dan penyajian data yang Kabupaten Kuantan Singingi, yang meliputi:

telah dilakukan sebelumnya. Pengolahan data mulai dari pencarian kayu sampai menjadi jalur,

atau analisis deskriptif (descriptive analysis) me- pelaksanaan perlombaan, tempat dan waktu,

ngandung pengertian sebagai usaha untuk media (alat-alat) yang digunakan, orang-orang

menyederhanakan dan sekaligus menjelaskan yang terlibat, serta data-data lain yang dipandang

bagian dari keseluruhan data melalui langkah- terkait dengan penelitian ini, dan dibatasi

langkah klasifikasi sehingga tersusun suatu rang- berdasarkan relevansi dengan pertanyaan dasar

kaian deskripsi yang sistematis dan akurat. Dari dalam rencana penelitian yang kesemuanya

data yang diperoleh di lapangan akan dianalisis dianalisis berdasarkan teori Sosiologi Agama dan

dengan menggunakan teori-teori Sosiologi Antropologi Agama.

Agama dan Antropologi Agama. Untuk mendapatkan informasi yang betul-betul

Teknik Pengumpulan Data

akurat, maka dilakukan cek silang (cross cek) Untuk pengumpulan data di lapangan sebagai

melalui teknik triangulasi terhadap setiap infor- data primer, peneliti menggunakan observasi,

masi yang diperoleh, baik informasi yang diper- wawancara, dan dokumentasi.

oleh melalui wawancara mendalam (in depth interview ) maupun informasi yang diperoleh

Informan Penelitian

melalui observasi. Alan Bryman (2002: 84) menjelaskan bahwa triangulasi ialah logika pen-

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dekatan penyelidikan di mana temuan-temuan dalam penelitian ini, maka perlu ditemukan

dari satu jenis kajian dapat dicek pada temuan- informan kunci yang dapat memberikan berba-

temuan yang diperoleh dari jenis kajian lain. gai keterangan yang diperlukan (Koentjaraning-

Informasi ini ditafsirkan dan diolah menjadi rat, 1991: 130). Agar keabsahan data dari infor-

kesimpulan. Interpretasi dibangun melalui kom- man dapat terandalkan, penentuan informan

binasi data, teori yang digunakan, dan sikap kunci (key informant) dengan kriteria sebagai

peneliti (reasoning capacity). Misalnya, hasil-hasil berikut:

penyelidikan kualitatif dapat dilakukan cek silang

a. Orang yang dapat memberikan informasi pada studi kuantitatif; data-data yang diperoleh

secara mendalam dan rinci tentang ke- dari angket akan dilakukan cek silang dengan budayaan dan tradisi yang terdapat di

data-data yang diperoleh dari wawancara dan Kabupaten Kuantan Singingi.

observasi. Proses analisis data pendekatan

b. Orang yang mampu memberikan infor-masi kualitatif dengan modifikasi. (Saefullah, 1993: 9),

secara mendalam tentang Tradisi Pacu Jalur

yang terdapat di Kabupaten Kuantan

Pengertian Jalur dan Pacu Jalur

Singingi. Kata "jalur" dalam dialek Melayu Rantau Berdasarkan struktur sosial masyarakat

Kuantan sulit dicarikan padanannya secara tepat Kuantan Singingi, maka yang menjadi informan

maknanya dalam Bahasa Indonesia. Meskipun dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Untuk

demikian, penjelasan dalam berbagai Kamus Ba- melihat kebenaran data dalam penelitian ini

hasa Indonesia dan Kamus Dewan dapat dilakukan cross checks data di antara informan-

membantu memahami kata tersebut, seperti informan yang ditentukan di lapangan. Informan

dijelaskan oleh W.J.S. Poewadarminta (1966: berasal dari berbagai kalangan yang terdapat

227), jalur adalah barang tipis panjang; sedang- dalam masyarakat, antara lain dukun jalur,

kan Sulchan Yasyin (1997: 231) menjelaskan tukang jalur, pengurus jalur, anak pacu, tokoh

jalur adalah sampan kecil yang dibuat dari seba- masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat.

tang pohon, perahu belongkang; dalam Kamus Dewan (2005: 602) dijelaskan jalur adalah perahu dibuat dari sebatang kayu yang dikorek.

Hasbullah, et. al. : Unsur-Unsur Magis ....

Penjelasan beberapa kamus di atas sedikit banyaknya dapat menjelaskan dan menggam- barkan jalur seperti yang dipahami oleh masya- rakat Melayu Kuantan. Dalam dialek masyarakat Kuantan Singingi, Jalur adalah sebuah perahu yang pada awal abad ke-17 digunakan sebagai alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan yang berada di sepanjang Sungai Batang Kuantan. Jalur tersebut terbuat sebuah pohon yang besar yang sudah berumur ratusan tahun. Panjang sebuah jalur berkisar antara 25 –

27 meter dengan muatan bisa diisi antara 40 – 50 orang, dengan lebar ruang tengah kira-kira 1 – 1,25 meter (Nopris Andika Putra [anak pacu], Wawancara, 3 Oktober 2015; lihat juga UU. Hamidy, 2005: 8).

Dalam kehidupan sosial masyarakat Kuantan Jalur merupakan wujud kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun. Bagi masya- rakat Rantau Kuantan jalur memiliki makna tersendiri, baik bagi diri pribadi maupun sebagai warga kampung. Jadi, tidak sempurna suatu kampung jika warganya tidak mempunyai jalur. Jalur merupakan hasil karya budaya yang memi- liki nilai estetik tersendiri, dan juga mencakup kreativitas dan imaginasi. Hal ini terlihat dengan jelas dari beberapa seni budaya yang terdapat di jalur, seperti seni ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa jalur merupakan upaya masyarakat Ran- tau Kuantan masa lalu untuk memenuhi kebu- tuhan manusia akan rasa indah, dan sekaligus sebgai penikmat keindahan tersebut.

Sedangkan pacu jalur terdiri dari dua kata, yaitu pacu dan jalur. Pacu adalah perlombaan memacu atau mendayung. Dengan demikian, pacu jalur adalah perlombaan dayung menggu- nakan jalur tradisional yang menjadi ciri khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang sam- pai sekarang masih bertahan. Lomba dayung (Pacu Jalur) diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan juga menggunakan upacara adat khas daerah Kuansing ini.

Sejarah dan Perkembangan Pacu Jalur

Di awal abad ke-17, jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan

Cerenti di hilir. Saat itu memang belum berkem- bang transportasi darat. Akibatnya, jalur itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut dan transportasi penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk meng- angkut orang yang mencapai sekitar 40 orang (H. Akhmad Khatib [Tokoh Adat], Wawancara,

4 Oktober 2015).

Namun dapat hampir dipastikan Pacu Jalur sudah dikenal penduduk daerah ini paling kurang tahun 1900 dan dalam tahun itu yang dipacukan penduduk kebanyakan perahu-perahu besar yang biasa digunakan untuk alat trans- portasi kebutuhan sehari-hari. Kegiatan Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung di sepanjang Batang Kuantan untuk memperingati dan merayakan berbagai hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad, Hari Raya Idul Fitri, memperingati tahun baru Islam (1 Muharram), dan sebagainya. Pada waktu itu beberapa kam- pung tidak memberi hadiah bagi jalur yang menang. Namun selesai pacu, biasanya diakhiri dengan makan bersama makanan tradisional setempat seperti: konji, godok, lopek, paniaram, lida kambiang, buah golek, buah malako, dan lain sebagainya (H. Akhmad Khatib [Tokoh Adat], Wawancara, 4 Oktober 2015).

Sebelum kedatangan Belanda, daerah Rantau Kuantan dikuasai oleh pemuka adat terutama para penghulu masing-masing suku. Bagi peme- nang pacu jalur biasanya diberi hadiah oleh penghulu berupa marewa .1 Hal ini diberikan sampai dengan pemenang keempat dan besar kecilnya marewa yang menjadi ukuran untuk mengetahui pemenang satu, dua, tiga, dan empat.

Sesudah masa itu, di Teluk Kuantan pernah pula muncul (dan mungkin juga di beberapa kampung lainnya) semacam jalur yang diberi ukiran bermotif kepala binatang pada haluannya, seperti: kepala ular, buaya, harimau, dan sebagainya sertan muatan jalur ini juga kira-kira untuk 40 orang. Untuk jenis jalur semacam ini di samping dipacukan juga dipakai sebagai alat transportasi air oleh orang-orang besar pada saat itu seperti untuk menyambut, menjemput, dan mengantar para penghulu, datuk-datuk atau para

Marewa adalah Bendera yang berbentuk segi tiga yang terbuat dari kain yang berwarna-warni dengan renda- renda pada bagian pinggirnya.

Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 25 - 44

bangsawan lainnya. Apabila jalur digunakan ini pada tiap tahunnya dipandang oleh penduduk untuk orang-orang besar ini, maka biasanya

Rantau Kuantan sebagai datangnya tahun baru diberikan hiasan seperti: payung, tali temali, kain

dan dilaksanakan di Teluk Kuantan, dan itulah dan selendang, tiang tengah (gulang-gulang),

sebabnya sampai saat ini masih ada masyarakat lambai-lambai (tempat maonjai/kemudi), dan

yang menyebut kegiatan ini sebagai Tambaru. lain sebagainya.

Kegiatan pacu jalur menyediakan hadiah Apabila jalur yang bermotif ini digunakan

sampai dengan pemenang yang keempat, tapi dalam pacu jalur, maka jalur yang bermotif

hadiahnya sudah agak lain dan disebut sebagai kepala binatang mulai mempergunakan dukun/

“Tonggol” (merupakan Marewa yang diperbesar pawang jalur dan kegiatan pacu jalur dengan

dan lebih diperindah lagi dan dituliskan nomor motif semacam ini diperkirakan muncul ketika

pemenang). Kegiatan Pacu Jalur juga selalu kedatangan Belanda sekitar tahun 1903 (Pacu

mengikuti gelombang kehidupan masyarakatnya, Jalur/Perahu dengan model inilah yang

baik secara karakteristik yang bersifat funda- digunakan hingga sampai sekarang).

mental maupun dari watak yang bersifat Sehubungan dengan panjang dan besarnya

konservatif. Pada waktu zaman pendudukan sebuah jalur sehingga membutuhkan sejumlah

Jepang serta agresi pertama dan kedua yang orang dalam pembuatannya, maka karena itulah

mengakibatkan bencana besar bagi seluruh barangkali jalur ini tidak mungkin merupakan

sektor kehidupan masyarakat, khususnya sektor milik pribadi atau beberapa orang saja, tetapi

kehidupan ekonomi, telah menyebabkan jalur merupakan suatu benda budaya yang hanya

pada waktu itu untuk sementara harus diabaikan mungkin diwujudkan dengan melibatkan seluruh

oleh masyarakatnya. Sampai kira-kira tahun anggota masyarakat di suatu kampung. Di

1950, aktivitas pacu jalur masih belum kembali samping tenaga/fisik dalam pembuatan jalur ini

dalam kehidupan kebudayaan masyarakat Rantau juga diperlukan keterlibatan unsur spiritual,

Kuantan.

sebab tanpa partisipasi dua hal atau unsur Beberapa tahun setelah tahun 1950, setelah tersebut, jalur tidak akan dapat muncul sebagai

kehidupan masyarakat bertambah stabil dan wujud karya masyarakat yang memuaskan dalam

keadaan ekonomi berangsur-angsur membaik arti utuh dalam segala aspeknya.

dengan makin mahalnya harga karet alam, maka Kegiatan pacu jalur merupakan kegiatan yang

masyarakat daerah ini kembali membangkitkan paling disenangi masyarakat, khususnya di bebe-

jalur dengan pacu jalurnya dalam kehidupan rapa kecamatan di wilayah Rantau Kuantan.

masyarakat. Hal ini perlu dibangkitkan kembali Hampir setiap kampung atau desa memiliki jalur.

karena menyangkut hakekat hidup manusia, Setiap kampung dibagi lagi atas beberapa bagian

hakekat karya, hakekat budaya, dan hakekat yang dulu disebut sebagai banjar. Banjar itu

hubungan manusia dengan alamnya. biasanya juga mempunyai sebuah jalur, sehingga

Pada tahun 1951-1952 munculnya pacu setiap kampung dapat memiliki dua sampai tiga

perahu yang bermuatan 7-15 orang, kemudian buah jalur. Dengan demikian, jalur merupakan

muncul lagi yang lebih besar dengan bermuatan milik bersama masyarakat banjar (dalam kesatuan

sekitar 25 orang di beberapa kampung di wilayah yang lebih kecil) dan milik masyarakat kampung

Rantau Kuantan dan sesudah itu muncullah (dalam satu kesatuan masyarakat yang lebih

kembali jalur dengan segala kesempurnaannya besar).

kembali mengisi sejarah kehidupan masyarakat Dalam tahun 1905 Belanda masuk ke wilayah

dengan mengambil bagian dalam upacara daerah Rantau Kuantan dengan menduduki

memperingati HUT Kemerdekaan Republik Kota Teluk Kuantan. Belanda memanfaatkan

Indonesia setiap tanggal 17 Agustus (UU. kebudayaan dan tradisi pacu jalur ini dengan

Hamidy, 2005: 2-10).

melanjutkannya untuk merayakan Hari Ulang Jika dahulu hadiah besar yang menjadi Tahun (HUT) atau kelahiran Ratu Wihelmina

kebanggaan adalah Marewa, kemudian Tonggol, setiap tanggal 31 Agustus dan bukan lagi

namun sekarang hadiah yang diperebutkan ialah dirayakan saat hari besar Islam. Karena pesta

kerbau, sapi serta piala bergilir. Tidaklah berle- pacu jalur ini diadakan hanya setahun sekali

bihan jika saat ini dikatakan bahwa pacu jalur setiap HUT Wihelmina, maka kedatangan pesta

dalam memperingati HUT RI merupakan hari

Hasbullah, et. al. : Unsur-Unsur Magis ....

terbesar bagi masyarakat Kabupaten Kuantan tumpah ruah menyaksikan acara yang ditunggu- Singingi dan dalam catatan pelaksanaan Pacu

tunggu ini. Karena meriahnya acara ini, konon Jalur tahun 2002 yang diselenggarakan di Teluk

beredar cerita bahwa sepasang suami istri harus Kuantan diikuti oleh 117 peserta jalur yang

rela bercerai jika salah satu pasangannya dilarang meliputi utusan dari berbagai daerah di wilayah

mendatangi acara tersebut.

Provinsi Riau, berbagai daerah Provinsi di Selain perlombaan, dalam pesta rakyat ini Indonesia, bahkan beberapa negara lainnya dan

juga terdapat rangkaian tontonan lainnya, di tercatat sebagai event pariwisata Budaya

antaranya Pekan Raya, Pertunjukan Sanggar Nasional dan diupayakan mencapai tingkat

Tari, pementasan lagu daerah, Randai Kuantan Regional bahkan Internasional.

Singingi, dan pementasan kesenian tradisional Ketika acara pembukaan dan pelaksanaan

lainnya dari kabupaten/kota di Riau. Para pacu Jalur tahun 2006 lalu yang dihadiri oleh

wisatawan yang berkunjung ke festival ini juga Wakil Presiden RI. Yusuf Kala serta Menteri

dapat mengunjungi objek-objek wisata lainnya Kebudayaan dan Pariwisata RI. Jero Wacik,

yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi menga takan pengakuannya bahwa “Pacu jalur

penyelenggaraan acara ini, seperti Air Terjun merupakan Pesta rakyat dan Pesta Budaya yang

Tujuh Tingkat Batang Koban di Desa Lubuk paling ramai, paling digemari, dan paling

Ambacang, dan Desa Wisata Sentajo yang didukung oleh seluruh lapisan masyarakatnya,

menyimpan warisan rumah adat tradisional sepanjang yang ia ketahui dan hadiri”.

zaman dahulu dan masjid tua Pangean yang Upacara adat khas daerah Kuansing ini dise-

menyimpan sejarah.

lenggarakan setiap satu tahun sekali untuk mera- yakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia,

Bagian-bagian Jalur

tepatnya pada tanggal 23 – 26 Agustus. Festival Jalur yang panjangnya sekitar 25-27 meter

ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan tersebut terdiri atas beberapa bagian. Setiap beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh

bagian mempunyai kegunaannya masing-masing. ratusan ribu penonton, baik wisatawan domestik

Kegunaan masing-masing bagian dapat diteran- maupun mancanegara.

gkan sebagai berikut:

a. Luan (haluan). Berfungsi sebagai untuk diselenggarakan di Kota Teluk Kuantan dengan

Puncak dari kegiatan pacu jalur adalah yang

tempat duduk dan tempat menari si tukang nama Tepian Narosa di Kecamatan Kuantan

tari jalur.

Tengah. Lokasi Pacu Jalur yang berada di Tepian

b. Talingo (telinga depan). Selain sebagai hiasan Narosa berjarak kira-kira 150 km dari Kota

jalur, telinga depan berfungsi sebagai tempat Pekanbaru ke arah Selatan. Sebelum pacu jalur

diikatnya tali pengikat untuk mengikat jalur tingkat Nasional yang diadakan di Tepian

sewaktu berada di sungai, agar jalur tidak Narosa tersebut, terlebih dahulu diadakan per-

hanyut terbawa arus sungai. lombaan pacu jalur tingkat rayon. Setiap rayon

c. Panggar (tempat duduk). Berfungsi untuk terdiri atas 2 sampai 4 kecamatan. Setiap keca-

tempat duduk para atlet dayung. matan di setiap rayon menjadi tuan rumahnya

d. Tembuku. Gunanya tempat meletakkan dan secara bergiliran dan yang ikut berlomba boleh

mengikat panggar agar jalur menjadi kuat dan dari kecamatan dan juga kabupaten manapun.

kokoh.

e. Timbo ruang (tengah jalur). Ialah bagian tengah yang terbilang sangat meriah. Bagi para wisata-

Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat

jalur yang sengaja tidak diberi panggar dan wan yang berkunjung ke acara ini dapat menyak-

dikosongkan, gunanya adalah untuk tempat sikan kemeriahan festival yang merupakan hasil

menimba air.

karya masyarakat Kuantan Singingi. Bagi masya-

f. Talingo belakang. Gunaya sebagai hiasan jalur. rakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak

g. Kamudi (tempat pengemudi). Yaitu tempat dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala

berdirinya tukang onjai.

keringat yang mereka keluarkan untuk mencari

h. Lambai-lambai. Gunanya selain sebagai hiasan penghidupan selama setahun. Pendeknya, Pacu

agar jalur terlihat lebih indah juga sebagai Jalur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

tempat bergantungnya, atau pegangan tukang Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitarnya

onjai .

Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 25 - 44

i. Pinggiran Badan Jalur. Biasanya berukir tepat untuk berangkat (Wawancara dengan dengan warna semarak. Motifnya bermacam-

Muhammad Judin [Dukun Jalur], 6 Oktober macam seperti: sulur-suluran, geometris,

ombak, burung dan lain-lain. Hal yang paling penting diputuskan dalam rapat tersebut adalah siapa yang akan menjadi

UNSUR-UNSUR MAGIS DALAM

dukun jalur. Karena Menurut kepercayaan ma-

TRADISI PACU JALUR

syarakat setempat, setiap tempat atau benda se- nantiasa dikuasai oleh kekuatan gaib. Hasbullah

Upacara dalam Proses Mencari dan

(2015: 157) menjelaskan bahwa ke-percayaan

Menebang Kayu Jalur

seperti ini juga ditemukan di tempat lain di Jalur tidak dapat dibuat begitu saja tanpa melalui

Kabupaten Kunatan Singingi. Masyarakat per-- berbagai proses. Proses tersebut cukup panjang

caya bahwa di berbagai tempat ada "penunggunya", dan juga memakan waktu yang agak lama sampai

seperti jin, setan, dan makhluk-makhluk lainnya. menjadi sebuah jalur yang bisa dipacukan di

Mereka percaya bahwa makhluk tersebut ada gelanggang. Proses tersebut berkaitan dengan

yang baik dan ada pula yang jahat. Makhluk masalah tenaga, biaya ataupun yang menyangkut

tersebut menempati pohon, sungai, kuburan, hal-hal lainnya. Semuanya harus diperhitungkan

dan tempat-tempat lainnya. Oleh karena itu, seawal mungkin agar semua yang akan dilalui

peran pawang atau dukun sangatlah dibutuhkan dalam proses pembuatan jalur tersebut berjalan

karena ia dianggap mengetahui keadaan tersebut sebagaimana mestinya.

(UU. Hamidy, 2005: 41; Wawancara, Sebelum jalur dibuat, terlebih dahulu diben-

Muhammad Judin [Dukun Jalur], 6 Oktober tuk pengurus (dahulunya disebut partuo) jalur

yang akan bertugas mengurus segala sesuatu Setelah didapat kesepakatan bersama dalam yang diperlukan dalam pembuatan jalur. Peng-

rapat banjar tersebut, maka dicarilah kayu jalur urus jalur tidak ditunjuk setiap tahun, namun

ke dalam hutan. Biasanya kayu yang dijadikan apabila ada tuntutan dari masyarakat agar peng-

jalur itu adalah kayu yang tahan air dan tidak urus diganti barulah diadakan rapat atau musya-

mudah pecah kalau dibuat menjadi jalur. Di warah untuk menggantinya. Jumlah atau ramai-

samping itu yang paling penting adalah kayu nya pengurus tidak ditentukan, semuanya ditun-

tersebut berdiameter besar dan panjang. Di juk ketika diadakan rapat oleh suatu banjar atau

antara jenis kayu yang dipilih dan dianggap baik kampung. Rapat tersebut langsung dipimpin

dan memenuhi persyarakatan tersebut adalah: oleh kepala kampung, banjar atau desa yang

 Kayu Kure (Kuras)

bersangkutan (Wawancara dengan Ajasmi

 Kayu Kuyuang

[Tokoh Masyarakat], 5 Oktober 2015).

 Kayu Banio

Setelah yang hadir dalam rapat setuju dengan hasil rapat tersebut, barulah semua hal yang

 Kayu Tonam

berkaitan dengan jalur akan diserahkan kepada  Kayu Meranti Sogar

pengurus jalur. Biasanya rapatpun langsung  Kayu Tonam, dan lain-lain (Wawancara,

diambil alih oleh pengurus yang baru ditunjuk Ahmadi [tukang jalur], 4 Oktober 2015). tadi, atau mungkin diadakan rapat pada waktu

yang lain sesuai dengan kesepakatan anggota Di antara kayu tersebut kayu yang paling rapat untuk rapat kembali dan khusus membica-

bagus dan tahan lama adalah kayu Kuyuang rakan masalah jalur (Wawancara, Ajasmi [Tokoh

(Wawancara, Ahmadi [tukang jalur], 4 Oktober Masyarakat], 5 Oktober 2015).

2015). Pada masa lalu, jenis kayu-kayu disebut- Dalam rapat inilah banyak hal yang diputus-

kan di ataslah yang dipilih untuk membuat kan oleh pengurus jalur dan seluruh anggota dan

sebuah jalur. Namun, pada zaman sekarang ini pemuka masyarakat yang hadir dalam rapat

jalur dibuat dari berbagai jenis kayu, yang tersebut. Biasanya yang diputuskan itu antara

penting ukurannya cukup. Hal ini disebabkan lain, waktu yang tepat untuk mencari kayu,

rusaknya hutan sehingga semakin sulit untuk daerah atau hutan mana yang cocok untuk

mendapatkan kayu yang berkualitas, di samping dijadikan tempat mencari kayu, dan waktu yang

kayu-kayu tersebut sudah mulai punah dan jarang sekali ditemukan orang. Apalagi hutan-

Hasbullah, et. al. : Unsur-Unsur Magis ....

hutan di kawasan Kabupaten Kuantan Singingi sudah dikuasai oleh perusahaan, seperti RAPP. Masyarakat mencari kayu untuk dibuat jalur di hutan-hutan milik perusahaan dan tentu saja harus meminta izin dengan perusahaan. Masyarakat tidak dapat lagi mencari kayu yang menurut kepercayaan mereka memiliki tuah. Dalam pandangan dukun jalur dan juga masyarakat setempat, kayu tersebut memiliki tuah tersendiri, jika kayu seperti ini yang digunakan, maka sangat besar peluangnya untuk memenangkan pacu jalur (Wawancara, 3 – 5 Oktober 2015).

Hal di atas berdampak kepada tidak adanya peluang untuk melakukan pemilihan kayu dalam proses mencari kayu jalur. Sehingga proses pencarian kayu jalur sudah tidak terlalu lagi mempertimbangkan apa jenis kayunya yang penting kayu tersebut cukup ukuran (besar dan panjang) dan ringan (Wawancara, Nurman [Dukun Jalur], 6 Oktober 2015). Ringan menandakan agar jalur tersebut tidak sulit untuk didayung. Oleh sebab itulah jalur-jalur sekarang ini tidak tahan terlalu lama, empat atau lima tahun bahkan tidak sampai empat lima tahun sudah rusak dan akibatnya pengurus jalur harus membuat jalur yang baru lagi. Pada masa laluu kayu jalur itu bisa tahan dalam waktu yang sangat lama bahkan sampai dua puluh tahun (Wawancara, 3 – 5 Oktober 2015).

Selain syarat tersebut, kayu yang digunakan juga bukanlah kayu sembarangan dalam penger- tian bukan pada fisik kayu, melainkan pada ruh (mambang) kayu tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa masyarakat memper- cayai setiap benda memiliki penunggu atau peng- huninya, demikian juga dengan kayu. Kayu yang dianggap mempunyai tuah adalah kayu yang mempunyai mambang (sejenis makhlauk halus) yang dapat dikendalikan oleh pawang atau du- kun jalur dengan baik. Karena menurut keyakin- an dukun, mambang tersebut akan terus meng- ikuti kayu itu kemanapun kayu tersebut dibawa. Oleh karena itulah dukun jalur jarang diganti oleh pengurus jalur, karena dukun yang meman- trai kayu jalur mulai dari menebang juga diang- gap mampu "berkomunikasi" dan "memelihara” hubungan dengan penunggu atau mambang yang terdapat pada kayu tersebut (Wawancara, Susi Yanti [Dukun Jalur], 8 Oktober 2015).

Dukun yang mendampingi dalam usaha men- cari kayu jalur jumlah bisa lebih dari satu orang (UU. Hamidy, 2005: 23). Sebab mereka akan mencari kayu di hutan belantara, yang dipercayai banyaknya makhlus halus yang menetap di pohon-pohon (Tim Peneliti, 2005: 159). Sebe- lum kayu ditebang, dukun menentukan apakah kayu tersebut baik atau tidak. Jika dibuatkan jalur apakah kayu tersebut dapat menghasilkan jalur yang laju atau tidak, di samping itu juga apakah kayu tersebut dapat bertahan lama. Kayu yang dianggap berkualitas dan mempunyai tuah ditentukan oleh dukun sesuai dengan tanda- tanda yang dimiliki pada kayu tersebut. Salah satu cara sang dukun untuk mengetahui kualitas kayu adalah dengan cara dikoresi (dilihat semua aspek-aspek magisnya) dan dukunlah yang tahu akan hal tersebut (Wawancara, Susi Yanti [Dukun Jalur], 8 Oktober 2015). Ada beberapa tanda yang dipercayai oleh dukun (Wawancara, 3 – 8 Oktober 2015), baik dilihat secara fisik kayu maupun setelah kayu itu ditebang, yaitu:

a. Selendang akar. Di saat mencari kayu di hu- tan, seorang dukun harus melihat kondisi kayu lain di sekelilingnya. Kayu yang dika- takan selendang akar adalah terdapat kayu kecil yang tumbuh di dekat kayu besar yang akan ditebang dan dahannya melilit kayu besar tersebut. Di samping itu, kualitas kayu kecil tersebut juga dilihat apakah termasuk jenis kayu yang keras atau yang lunak. Jika jenis kayu yang tumbuh di dekatnya termasuk kayu yang keras, maka kualitas kayu yang akan ditebang tersebut tidak diragukan.

b. Melanggar tunggul. Tanda ini baru dapat dilihat setelah proses penebangan selesai. Setelah kayu tersebut ditebang dan tumbang, maka jatuhnya kayu tersebut agak jauh dari tunggulnya, itulah yang dimaksud dengan melanggar tunggul.

c. Melompati sungai. Tanda ini juga baru dapat dilihat setelah kayu ditebang. Melompati sungai maksudnya kayu yang telah tersebut bagiannya adanya menyeberangi sungai.

Menurut kepercayaan dukun, kayu-kayu yang memiliki kualitas baik secara ruhnya ialah kayu yang banyak dihinggapi oleh binatang-binatang berbisa/beracun, seperti kalajengking, ular, dan sebagainya. Sebab kayu yang semacam itu adalah ka yu yang “berbahaya” dan biasanya akan laju

Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 25 - 44

bila dijadikan jalur dibandingkan dengan kayu rombongan masyarakat. Namun, bukan berarti yang yang tidak banyak dihinggapi oleh binatang

dukun tidak melakukan ritual-ritual. Sang dukun terutama binatang yang berbisa/beracun yang

sebelum berangkat ke hutan biasanya memakan ditakuti oleh manusia. Kayu seperti itu

sebutir beras yang dibacakan shalawat ketika dipandang mempunyai tuah atau atau bertuah

hendak melangkah dari rumah menuju hutan, (Wawancara, Muhammad Judin [Dukun Jalur], 6

tujuannya agar dalam proses mencari kayu jalur Oktober 2015). Dikatakan bertuah karena kayu

tersebut semuanya bisa selamat mengingat me- yang dihinggapi binatang berbisa/beracun ada-

dan yang dilalui adalah hutan belantara. Menga- lah yang yang ditunggu oleh mambang yang

pa sebutir beras, karena sebutir menandakan mudah dijinakkan oleh sang dukun. Menurut

satu dan beras yang putih menandakan baik. sang dukun binatang-binatang berbisa/beracun

Maksudnya, semoga mendapatkan sebatang kayu biasanya menjadi penunggu pohon yang juga

yang bagus (Wawancara, Nurlis [Dukun Jalur], 7 akan menjaga binatang tersebut (Wawancara,

Oktober 2015).

Muhammad Judin [Dukun Jalur], 6 Oktober Dukun menetapkan waktu yang tepat untuk 2015). Tanda-tanda lain yang dilihat dukun dari

berangkat mencari kayu jalur dengan cara men- kayu yang akan dijadikan jalur adalah adanya

cari pelangkahan (langkah). Banyak cara dukun binatang kecil yang hinggap di sekitar batang

mencari pelangkahan, salah satunya adalah kayu yang sangat besar. Misalnya, ada kalimposan

datang dalam mimpi sang dukun. Dalam mimpi yang hinggap di sekitar kayu, berarti kayu itu

tersebut ada bisikan atau sesosok orang yang punya manyo, 2 punya kecerahan atau kehidupan datang yang memberitahukan bahwa seperti ini-

yang baik. Dukun mempercayai bahwa kayu lah langkah-langkah yang baik. Secara otomatis jalur tersebut mempunyai mambang-mambang

dukun langsung mengikutinya dan memberi- yang harus dijinakkan. Kayu yang bermanyo itu

tahukannya kepada pengurus jalur, agar peng- lebih mudah menjinakkan mambang-mam-

urus jalur memberitahukan kepada masyarakat bangnya (Wawancara, Nurman [Dukun Jalur], 4

yang akan ikut dalam proses pencarian kayu jalur Oktober 2015).

tersebut (Wawancara, dukun jalur, 3 – 8 Sebelum mencari kayu ke hutan, sang dukun

Oktober 2015).

terlebih dahulu melakukan upacara khusus di Apabila dukun telah menetapkan pelangkahan- rumahnya atau di rumah kepala desa. Ada dua

nya , maka semua anggota yang ikut dalam pilihan yang bisa dilakukan dukun, yaitu upacara

mencari kayu harus mengikuti semua perintah babalian atau upacara batonuang (diramal). Pertama,

dukun, tidak boleh ada yang mengingkarinya. upacara babalian, yaitu suatu upacara tari-tarian

Misalnya, “dukun menetapkan akan pergi ke yang dilakukan oleh sang dukun dengan iringan

hutan tepat pukul 08.00 WIB, semuanya sudah musik rebab (sejenis alat gesek). 3 Kedua, upacara harus be rangkat dari desa”, maka tepat pukul

batonuang , yaitu suatu upacara khusus yang

08.00 WIB semuanya harus berangkat, tidak dilakukan oleh dukun untuk mencari kayu

boleh ada yang mendahului atau ketinggalan dari dengan cara menggunakan kekuatan magis dan

waktu yang telah ditetapkan. Karena pada waktu mantra-mantra. Dengan cara tersebut dukun

tersebutlah menurut sang dukun waktu dapat menemukan tempat atau lokasi hutan yang

pelangkahan yang telah ia dapatkan, agar tidak cocok untuk mencari kayu (Syaiful Bakri, 2012:

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika 21).

memasuki hutan tempat kayu tersebut akan Namun, zaman sekarang upacara semacam

dicari (Wawancara, dukun jalur, 3 – 8 Oktober itu sudah jarang dilakukan dukun. Dukun biasa-

nya langsung saja mencari kayu ke hutan dengan Setelah semua anggota masyarakat yang ikut tiba di hutan, sebelum mereka memasuki hutan

terlalu jauh, sang dukun terlebih terlebih dahulu

Manyo semacam bibit yang baik untuk dijadikan jalur.

akan membaca mantra-mantra, tujuannya adalah

Dalam masyarakat tradisional, musik (salah satunya

untuk meminta izin kepada sang penunggu

rebab) sering digunakan untuk mengiringi berbagai ritual, termasuk ritual pengobatan. Musik ini berfungsi

hutan, bahwa mereka akan mencari kayu di

untuk mengiringi dukun dalam menari dan juga

dalam hutan tersebut. Sambil mengangkat

berkomunikasi dengan makhluk halus (lihat, Hasbullah, 2014).

Hasbullah, et. al. : Unsur-Unsur Magis ....

tangan layaknya orang yang berdoa sang dukun san g dukun akan mengatakan, “jangan kayu kogo membaca mantranya:

le, borek ma (Tidak usah kayu yang ini, susah)”, "Oi urang nan di rimbo sialang rantau nan batuah,

pindah kepada yang lain. Jadi, kayu tersebut fisik batuah jak lamo, batuah jak kenek, batuah sojak

dan mambangnya harus sama-sama baik dalam dulunyo, kami sarombongan, nan datang dari

pandangan dukun, barulah disetujui dukun dan baruah, nan datang dari kampuang nan jauh dari

ditetapkan sebagai kayu yang akan dibuatkan rimbo maminta izin, kami kan malangkah ka

sebagai jalur (Wawancara, Nurman [Dukun dalam, kami kan manggapai rantiang, mamogang

Jalur], 4 Oktober 2015).

kayu dan manyimbe daun. Borilah kami lalu, Untuk mencari satu kayu jalur yang sesuai borilah kami jalan, borilah kami izin. Masuak ka

dengan ukuran, terkadang masyarakat harus dalam kami baik elok kaluarpun kami manitu.

berulang kali ke hutan. Karena diyakini, ada juga saalam kami untuk panunggu hutan nan lalamo

kayu yang hilang timbul di tengah hutan, karena mandiami somak nan rapek kayu nan tinggi.

ada penunggunya secara gaib (Wawancara, Bismillahhirramanirrahim (Wawancara, Nurlis

Nurlis [Dukun Jalur], 7 Oktober 2015). [Dukun Jalur], 7 Oktober 2015).

Misalnya, pada hari ini telah ditemui kayunya dan ditandai, dan mereka pulang ke kampung.

(Hai orang yang ada di rimba sialang rantau Setelah beberapa hari pergi lagi, namun kayu yang bertuah, bertuah sejak dulu, bertuah

tersebut tidak ditemui lagi. Setelah kayu didapat sejak kecil, kami bersama-sama yang datang

dan disepakati, maka kayu itu harus ditandai. dari desa, yang datang dari kampung yang

Biasanya, tanda itu menggunakan cat berwarna jauh dari hutan datang meminta izin, kami

merah supaya mudah dilihat. Sebelum ditandai akan berjalan ke dalam, kami akan menggapai

dukun akan membakar kemenyan tepat pada ranting, memegang kayu dan berilah kami

pungko (pangkal) pohon tersebut. Asap dari lewat, berilah kami jalan, berilah kami izin.

kemenyan yang dibakar diyakini dapat mengusir Kami masuk dengan baik-baik kami berharap

hantu, jin, dan makhlus halus yang berada di keluar dari sini pun seperti itu. Kami

sekitar pohon, dan yang paling penting gunanya mengirim salam untuk penunggu hutan yang

adalah untuk manyojuakan (menyejukkan) pohon sudah lama mendiami semak yang rapat dan

tersebut (Wawancara, dukun jalur, 3 – 8 kayu yang tinggi. Bismillahirramanirrahim).

Oktober 2015).

Mengapa ditandai, karena mereka hari itu Merekapun masuk ke dalam hutan, dan yang

hanya mencari kayu saja, tidak langsung mene- memimpin di dalam hutan adalah sang dukun

bangnya. Mereka akan kembali lagi ke kampung, tersebut. Sampai perjalanan kira-kira 25 langkah

dan baru beberapa hari kemudian mereka ke hu- tidak boleh seorangpun yang mendahului sang

tan lagi untuk melakukan penebangan kayu ter- dukun, dukun harus berjalan di depan, barulah

sebut. Kayu sudah didapat, masyarakat yang diu- setelah perjalanan 25 langkah anggota yang lain

tus mencari kayu harus kembali ke desa untuk boleh mendahului dukun. Maksudnya, dalam

memusyawarahkan rencana penumbangan. perjalanan yang 25 langkah semua anggota sudah

Untuk memastikan masyarakat di desa, biasa- di bawah mantra sang dukun tadi (Wawancara,

nya perwakilan masyarakat yang pergi mencari Nurlis [Dukun Jalur], 7 Oktober 2015).

kayu jalur membawa ukuran kayu yang diambil, Setelah mencari dan memandangi pohon-

mulai dari jenis kayu, panjang kayu, hingga pohon yang besar di dalam hutan, maka

diameter kayu. Jika sepakat, maka masyarakat disepakatilah satu pohon yang akan dijadikan

kembali rapat di desa untuk merencanakan kayu jalur. Sang dukun jalur harus menyetujui

penumbangan. Rapatpun dilakukan, masyarakat terlebih dahulu, apabila sang dukun tidak setuju,

kembali ke tengah hutan. Kali ini, selain maka dicari lagi kayu yang lain (Wawancara, Susi

perwakilan masyarakat desa, pengurus jalur, sang Yanti [Dukun Jalur], 8 Oktober 2015).

dukun, juga ikut tukang jalur yang akan menger- Walaupun secara fisik, kayu tersebut baik dan

jakan jalur tersebut.

memenuhi persyaratan untuk dibuat sebuah Setelah disepakati hari keberangkatan dengan jalur, tapi kalau ruh (mambang) yang ada dalam

perhitungan langkah-langkah dari sang dukun kayu tersebut sangat susah dijinakkan, maka

(pelangkah), maka mereka akan berangkat me-

Sosial Budaya, Vol. 13, No. 1, Juni 2016, pp. 25 - 44

nuju hutan dengan alat dan perlengkapan yang yang harus dilengkapi saat penebangan kayu sudah disiapkan. Sebelum masuk ke dalam hutan

jalur (Wawancara, dukun jalur, 3 – 8 Oktober dengan maksud ingin menebang kayu jalur,

2015). Sambil mengelilingi pohon tersebut sang maka sang dukunpun membaca mantra-mantra

dukun mulai membaca mantra-mantra, seperti untuk menjaga dari segala marabaya. Dukun

berikut:

membaca: "Kun payakun daru darullah sagalo nan "Oo... penguaso rimbo.. nen tinggal di sakek bagak akan tertegun aku di dalam la ilaha illallah ...

antuang, nen iduik di solo-solo tanah, nen iduik di (Jadilah maka jadilah semua yang hebat tunduk

tanah-tanah maninggi, kami nak mambuek jaluar, kepada saya dengan kalimat tiada Tuhan selain

bori izin kami untuak menobang kayu iko, jangan Allah) (Wawancara, Susi Yanti [Dukun Jalur], 8

bori kami penyakik poniang, paliharo la kami go, Oktober 2015).

Laillah haillallah.. " Mantra itu dibaca supaya binatang buas dan

barokat

kulimah

(Wawancara, Nurlis [Dukun Jalur], 7 Oktober binatang berbisa yang berbahaya yang ada di

dalam hutan tidak menganggu, seperti harimau, kalajengking, ular, babi, kalinposan, dan lain-lain.

(Oo Penguasa rimba, ynag tinggal di sekitar Karena kalau sudah dibaca semuanya akan

sini, yang hidup di dalam tanah, yang hidup di tertegun, artinya semua akan tunduk dan patuh

tanah tinggi, kami ingin membuat jalur, terhadap dukun dan orang yang hadir dalam

berilah kami izin untuk menebang kayu yang upacara menebang kayu tersebut.

ini, hindarilah kami dari penyakit pusing Sebelum acara penebangan kayu dimulai,

kepala, peliharalah kami, berkat kalimat tiada terlebih dahulu dilakukan sebuah ritual khusus

Tuhan selain Allah.

yang biasa disebut upacara menyemah, yaitu menyerahkan semah (sesajen) kepada mambang

Setelah membaca mantra, lalu disembelih yang diyakini sebagai penunggu kayu tersebut.

seekor ayam. Sebelum disembelih, dukun kem- Upacara ini dimaksudkan untuk menghindari

bali mengelilingi pohon tersebut sebanyak tiga hal-hal yang tidak diinginkan seperti

kali barulah disembelih dengan mengucapkan menimbulkan bencana, baik bagi tukang tebang

bismillahirrahmanirrahim dan darahnya disemah, maupun orang-orang yang menyaksikan acara

disebarkan atau ditaburkan pada pungko pohon penebangan kayu (Wawancara, dukun jalur, 3 –

tersebut. Tujuannya adalah untuk mengikat per-

8 Oktober 2015). talian antara kayu dengan ayam. Ayam sudah Sebelum kayu jalur ditebang, mambangnya

kita serahkan pada penunggu hutan, kemudian dibangunkan dahulu dengan berbagai ritual.

kayu sudah diambil dan tanda bukti hubungan Upacara ini dipimpin oleh seorang dukun atau

timbal balik.

pawang dengan beberapa rangkaian kegiatan Setelah mantra dibacakan, tepung tawar seperti penyembelihan ayam, pembakaran

sudah ditaburkan, dan seekor ayam telah disem- kemenyan, tepung tawar, dan sebagainya. Ayam

belih barulah kayu ditumbangkan. Kayupun yang disembelih biasanya berwarna hitam jamui

ditebang dengan menggunakan gergaji mesin. (putih suci), biriang kuniang, jalak, yang langsung

Pada masa lalu sebelum mengenal gergaji mesin, disembelih oleh dukun. Kemenyan dibakar pada

menebang kayu jalur biasanya menggunakan sekeliling pohon tersebut dan disirami tepung

kapak dan beliung. Ketika sang penebang kayu tawar. Tepung tawar ini sendiri diambil dari

mulai menebang maka sang dukun akan berkata: salah satu bahan yang ikut dalam ramuan tepung