LANGKAH KE 3 IDENTIFYING ENTRY BEHAVIORS

LANGKAH KE-3 IDENTIFYING ENTRY BEHAVIORS CHARACTERISTIC

(MENGIDENTIFIKASI PENGETAHUAN SUBORDINASI DAN PENGETAHUAN PONDASI)

https://bahrurrosyididuraisy.wordpress.com/

Latar Belakang

Ini adalah bab kedua tentang proses analisis pembelajaran. Di bab sebelumnya, prosedur mengerjakan analisis tujuan telah dijelaskan. Setelah langkah dalam tujuan telah diidentifikasi, maka perlu untuk mengkaji tiap langkah untuk menentukan apa yang baru saja diketahui para pelajar atau yang mampu mereka lakukan, sebelum mereka mempelajari mengerjakan langkah- langkah tersebut dalam tujuan. Langkah kedua dalam proses analisis pembelajan ini disebut dengan analisis keterampilan subordinasi.

Tujuan analisis ini untuk mengidentifikasi pengaturan keterampilan subordinasi yang tepat untuk setiap langkah. Jika keterampilan yang diperlukan dihilangkan dari pembelajaran, dan banyak siswa yang belum menguasainya, maka pembelajaran akan tidak efektif. Di sisi lain, jika keterampilan dimasukkan terlalu banyak, maka pembelajaran akan memakan waktu lebih lama dari seharusnya; dan keterampilan yang tidak perlu, sebenarnya, dapat mengganggu pembelajaran keterampilan yang diperlukan. Identifikasi, yang baik terlalu banyak atau terlalu sedikit keterampilan akan menjadi masalah.

Beberapa proses digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan subordinasi. Kami akan menjelaskan tiap teknik dan menunjukkan bagaimana pengaplikasiannya terhadap beberapa tipe tujuan. Kami akan memulai dengan tuju an “murni” – tujuan, di mana langkah-langkahnya hanya kemampuan intelektual atau psikomotor saja. Tujuan yang kompleks, sebaliknya, sering melibatkan beberapa domain. Kombinasi pendekatan yang dapat digunakan untuk tujuan kompleks juga akan dibahas dalam bab ini.

Konsep

Pendekatan Hierarki

Pendekatan hierarki digunakan untuk menganalisa langkah-langkah individual di dalam analisis tujuan yang diklasifikasikan sebagai kemampuan intelektual atau psikomotor. Untuk memahami pendekatan hierarki, misalnya, perhatikan tujuan pembelajaran yang mewajibkan siswa untuk menyatakan rekomendasi bahwa sebuah bagian tertentu pada suatu perumahan sebaiknya dibeli dalam waktu tertentu. Contoh tersebut merupakan topik kemampuan intelektual, dan mewajibkan siswa untuk mempelajari sejumlah rumus dan konsep terkait dengan topik bahasan penilaian harga suatu properti, dampak inflasi terhadap harga properti, kondisi keuangan pembeli, dan investasi jangka pendek dan jangka panjang pembeli. Kemampuan dalam setiap bidang ini akan bergantung pada pengetahuan akan konsep dasar yang digunakan dalam ilmu keuangan dan bisnis properti. Dalam contoh ini, sangat penting sekali untuk mengidentifikasi dan mengajarkan tiap rumus penting dan konsepnya, sebelum mengajarkan langkah-langkah untuk menganalisa situasi tertentu dan menyatakan rekomendasi.

Bagaimana cara penyusun mengidentifikasi keterampilan subordinasi untuk dipelajari siswa dalam rangka meraih kemampuan intelektual yang lebih tinggi? Teknik analisa hierarki, yang dicetuskan oleh Gag ne, konsisten akan menanyakan sebuah pertanyaan, “Apa yang harus sudah dipahami siswa, sehingga, dengan sedikit pembelajaran, mereka dapat mengerti materi?” Dengan menanyakan pertanyaan ini, perancang dapat mengidentifikasi satu atau lebih keterampilan Bagaimana cara penyusun mengidentifikasi keterampilan subordinasi untuk dipelajari siswa dalam rangka meraih kemampuan intelektual yang lebih tinggi? Teknik analisa hierarki, yang dicetuskan oleh Gag ne, konsisten akan menanyakan sebuah pertanyaan, “Apa yang harus sudah dipahami siswa, sehingga, dengan sedikit pembelajaran, mereka dapat mengerti materi?” Dengan menanyakan pertanyaan ini, perancang dapat mengidentifikasi satu atau lebih keterampilan

misalnya, “Apakah hal yang siswa harus telah ketahui bagaimana mengerjakannya, ketiadaan salah satu saja akan membuat pembelajaran kemampuan subordinasi ini menjadi tidak mungkin?” Hal ini akan meghasilkan identifikasi akan satu atau lebih tambahan keterampilan subordinasi. Jika proses ini dilanjutkan dengan semakin rendah dan rmakin rendah lagi akan tingkatan kemampuan subordinasi, maka seseorang dengan cepat mampu mencapai tingkatan performa paling dasar, seperti misalnya, mampu mengenali keseluruhan angka atau mampu mengenali huruf.

Untuk mendapatkan pemahaman visual mengenai bagaimana penyusun “membangun” analisis hierarki, perhatikan susunan hierar ki ditunjukkan pada Gambar 4.1. Di sini “aturan” berfungsi sebagai keterampilan subordinasi terpenting yang dibutuhkan untuk mempelajari kemampuan pemecahan masalah tertentu. Penting untuk ememahmi bahwa kotak nomor 2 mewakili satu langkah dalam mengerjakan sebuah tujuan. Setelah aturan telah diidentifikasi (kotak

2.4), lalu penyusun menanyakan, “Apa yang siswa harus tahu untuk dilakukan dalam rangka mempelajari aturan pengkondisian tersebut?” Jawabannya adalah bahwa siswa harus mempelajari dua konsep , di mana ditampilkan pada kotak 2.2 dan 2.3. Ketika ditanya, “Apa yang harus dilakukan siswa untuk memp elajari konsep pada kotak 2.2?” jawabannya adalah tidak ada, sehingga tidak ada tertulis mengenai keterampilan tambahan. Untuk kotak 2.3, pertanyaan menghasilkan identifikasi mengenai sebuah pengecualian relevan, yang ditunjukkan dalam kotak

2.1. Gambar 4.1 menunjukkan bagaimana analisis ditampilkan dalam sebuah diagram. Gambar 4.1 konsisten dengan hierarki kemampuan intelektual Gagne. Gagne mencatat bahwa untuk mempelajari bagaimana menguasai keterampilan problem-solving, para pelajar pertama-tama harus mengetahui bagaimana mengaplikasikan ketentuan-ketentuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalahnya. Oleh karena itu, keterampilan subordinasi yang tepat terhadap tujuan pembelajaran adalah ketentuan yang harus diimplentasikan ke dalam situasi permasalahan.

Lebih jauh, Gagne juga mencatat bahwa ketentuan-ketentuan didasarkan pada pengenalan komponen atau konsep yang dikombinasikan ke dalam ketentuan tersebut. Dengan kata lain, dalam rangka mempelajari hubungan antara “hal”, Anda harus mampu mengkasifikasinya. Keterampilan subordinasi yang diperlukan oleh setiap ketentuan yang diberikan, ciri-cirinya mengklasifikasikan konsep yang digunakan dalam ketentuan tersebut. Akhirnya, pelajar harus mampu untuk memilah-milah apakah sebuah contoh terkait relevan dengan konsepnya.

Hierarki skill sangat membantu penyusun (perancang) karena dapat digunakan untuk memberi masukan jenis keterampilan subordinasi yang akan diperlukan untuk mendukung langkah spesifik apapun pada tujuan. Jika tahapannya adalah keterampilan proble-solving (atau pilihan dan menggunakan sejumlah ketentuan), maka subskill tersebut harus mengikutsertakan ketentuan relevan, konsep, dan pemisahan. Sebaliknya, jika pengaplikasian sebuah ketentuan tunggal sedang diajarkan, maka hanya konsep subordinasi dan pemisahan yang akan diajarkan.

Untuk menerapkan pendekatan hierarkikal ke dalam tahapan-tahapan pada analisis tujuan, perancang mengaplikasikan hierarki tersebut ke dalam langkah dalam tujuan, termasuk tahapan keputusan apapun. Pertanyaan diberikan, “Apa yang akan pelajar akan ketahui untuk mempelajari pelaksanaan tahap pertama dalam pengerjaan tujuan?” Pertanyaan tersebut diulang dalam setiap subskill untuk langkah pertama lalu untuk setiap tahap tersisa di dalam tujuan. Jika pendekatan ini digunakan dalam tujuan hipotetikal problem-solving seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.1, hasilnya mirip dengan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Lihat pada Gambar 4.2 bahwa subskill yang sama telah diidentifikasi seperti metodologi asli yang ditemukan Gagne. Fakta bahwa di sana tidak ada satupun subskill yang terdaftar untuk tahap 1, 3, dan 4 menunjukkan bahwa perancang telah memutuskan bahwa di sana tidak ada skill Lihat pada Gambar 4.2 bahwa subskill yang sama telah diidentifikasi seperti metodologi asli yang ditemukan Gagne. Fakta bahwa di sana tidak ada satupun subskill yang terdaftar untuk tahap 1, 3, dan 4 menunjukkan bahwa perancang telah memutuskan bahwa di sana tidak ada skill

Contoh hasil penggunaan teknik analisis hierarkikal pembelajaran ditunjukkan dalam Gambar 4.3. Dalam diagaram kita dapat melihat bahwa pada tahap 8 dari analisis tujuan mengharuskan siswa untuk mengestimasi titik tuju skala linear yang ditandai hanya dalam skala kesepuluh sampai dengan unit keseratus yang paling dekat (100 atau -100). Tiga skill subordinasi telah diidentifikasi untuk tahap 8. Skill subordinasi ini berhubungan dengan mengestimasikan sebuah titik sampai dengan keseratus dalam skala ditandai hanya dalam unit kesepuluh, membagi skala tersebut ke dalam subunit, dan mengidentifikasi titik tujuan ke dalam skala tertentu. Setiap dari skill ini memiliki skill subordinasi yang telah teridentifikasi.

Penggunaan analisis hierarkikal juga sepeti ditunjukkan dalam Gambar 4.4. Perhatikan bahwa tugas kognitif yang diselesaikan oleh pelajar ditunjukkan seperti dalam empat langkah sub suksesif ditandai dengan 1, 2, 3, dan 4 dari analisis tujuan. Dalam contoh khusus ini, skill subordinasi sama dengan skill yang terdentifikasi untuk skill pada Gambar 4.3; namun, perlu diingat bahwa skill tersebut teorganisir sedemikian rupa secara berbeda.

Analisis khusus ini tidak dirancang berdasarkan hanya satu percobaan pada proses, atau bahkan dua atau tiga. Analisis ini melalui sejumlah usaha dalam mengidentifikasi skill subordinasi vertikal dan hubungan mereka terlebih dulu sebelum Anda yakin bahwa semua skill terkait telah teridentifikasi dan dinyatakan secara tepat. Sangat hampir mustahil untuk mengetahui kapan analisis hierarkikal yang tepat dan valid dari sebuah tujuan pembelajaran telah diperoleh.

Setelah Anda yakin bahwa Anda telah mengidentifikasi semua subskill yang dibutuhkan oleh siswa untuk menguasai tujuan pembelajaran Anda, Anda akan ingin membuat diagram analisis Anda. Hal-hal berikut ini biasanya digunakan ketika menmbuat diagram analisis hierarkikal:

1. Tujuan pembelajaran ditulis di puncak. Semua langkah dalam tujuan muncul dalam kotak bernomor pada puncak hierarkinya.

2. Semua skill intelektual subordinasi muncul dalam kotak bernomor yang dihubungkan lewat garis-garis dari puncak kotak dan dasar kotak.

3. Informasi verbal dan skill pola pikir, keduanya dihubungkan ke skill intelektual dan motorik skill lewat gasis horizontal, seperti yang akan ditunjukkan dalam sesi terpisah.

4. Anak panah harus menunjukkan bahwa aliran skill mengarah ke atas terhadap tujuan.

5. Agar dua garis sebaiknya tidak bertabrakan, maka gunakan gundukan pada garis tersebut seperti ditunjukkan pada garis antara kotak 2 dan kotak 7 dalam Gambar 4.3. Intepretasinya adalah bahwa skill dalam tahap 2 diperlukan untuk tahap 5 dan 7, tetapi bukan tahap 6.

6. Keterangan dari semua skill subordinasi, termasuk keputusan, sebaiknya memsukkan kata kerja yang menunjukkan apa yang siswa harus mampu lakukan. Hindari kotak yang hanya memasukkan kata benda saja.

7. Hierarki, di kehidupan nyata, memang tidak selalu harus simetrikal, dan hierarki dapat mengambil bentuk apapun. Tidak ada bentuk baku dari sebuah hierarki.

8. Jika satu tahap dalam tahap-tahap pada analisis tujuan adalah sebuah pertanyaan dan ditandai dengan belah ketupat keputusan, maka perlu untuk memustuskan apakah di sana terdapat skill subordinasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan tersebut.

Melakukan analisis hierarki untuk setiap tahap bukanlah perkara mudah karena kita tidak terbiasa berpikir tentang isi pembelajaran dari sudut pandang ini. Satu cara untuk menjalankannya adalah dengan bertanya, “Apakah kesalahan yang mungkin siswa lakukan jika mereka tengah mempelaj ari skill tertentu ini?” Sering jawaban dari pertanyaan ini menjadi kunci untk mengidentifikasi skill subordinasi yang tepat untuk skill yang ditanyakan. Jenis-jenis salah pengertian, yang mngkin dialami siswa nantinya akan menunjukkan pemahaman, atau disebut dengan skill, yang mereka harus miliki. Sebagai contoh, jika siswa mungkin menggumam, karena Melakukan analisis hierarki untuk setiap tahap bukanlah perkara mudah karena kita tidak terbiasa berpikir tentang isi pembelajaran dari sudut pandang ini. Satu cara untuk menjalankannya adalah dengan bertanya, “Apakah kesalahan yang mungkin siswa lakukan jika mereka tengah mempelaj ari skill tertentu ini?” Sering jawaban dari pertanyaan ini menjadi kunci untk mengidentifikasi skill subordinasi yang tepat untuk skill yang ditanyakan. Jenis-jenis salah pengertian, yang mngkin dialami siswa nantinya akan menunjukkan pemahaman, atau disebut dengan skill, yang mereka harus miliki. Sebagai contoh, jika siswa mungkin menggumam, karena

Merupakan hal yang penting untuk mengkaji analisis Anda beberapa kali, memastikan bahwa Anda telah mengidentifikasi semua subskill yang dibutuhkan untuk siswa dalam menguasai tujuan pembelajaran. Di titik ini Anda sekali lagi sebaiknya menggunakan prosedur backward- stepping, dari yang paling tinggi, skill paling kompleks dalam hierarki Anda, sampai dengan paling rendah, skill paling mudah, yang dibutuhkan oleh siswa Anda. Hal ini akan mendukung Anda dalam menentukan apakah Anda sudah memasukkan semua subskill yang dibutuhkan. Mungkin saja bagi Anda untuk mengecek kelengkapan analisis backward-stepping Anda dengan memulai dari skill paling mudah dalam hierarki, dan mengerjakan bertahap ke atas melalui bermacam- macam skill yang Anda identifikasi sampai dengan skill yang paling kompleks. Anda sebaiknya juga menanyakan pertanyaan berikut ini:

1. Sudahkah Saya memasukkan subskill yang berhubungan dengan identifikasi konsep dasar,

seperti obyek dan kualitas obyek? (Contoh: Dpatkah sebuah tetrahedron diidentifikasikan?)

2. Sudahkah Saya memasukkan subskill yang membisakan siswa mengidentifikasi abstraksi dari makna sebuah definisi? (Dapatkah siswa menjelaskan apakah kota itu, atau, menunjukkan apakah emulsi itu?)

3. Sudahkah Saya memasukkan subskill yang akan membisakan siswa menerapkan pola? (Contoh: Dapatkah siswa menyusun kalimat kerja berhubungan dengan subyek, atau, menyelesaikan soal terpadu?)

4. Sudahkah Saya memasukkan subskill dalam analisis yang akan membisakan siswa belajar bagaimana menyelesaikan problem-solving yang dibutuhkan untuk mendemonstrasikan penguasaan tujuan pembelajaran?

Anda mungkin dapat mengidentifikasi subskill yang telah Anda kurangi dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan di atas untuk mengevaluasi analisis pembelajaran. Anda juga dapat membuat tipe penelitian yang menarik, katakanlah, bahwa tujuan pembelajaran Anda dibatasi pada memiliki siswa belajara bagaimana membuat pemisahan atau mengidentifikasi konsep. Sementara skill-skill tersebut secara jelas pentingnya, Anda mungkin ingin memodifikasi pernyataan tujuan dengan mewajibkan siswa menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal yang membutuhkan kegunaan konsep dan pemisahan yang sebelumnya telah Anda nyatakan dalam tujuan Anda.

Anda mungkin juga menemukan bahwa Anda telah memasukkan skill- skill yang “baik untuk diketahui” namun tidak terlalu dibutuhkan dalam rangka memenuhi tujuan Anda. Banyak penyusun memulai dengan berpikir bahwa skill-skill tersebut penting dan harus diikutsertakan. Pada akhirnya, tugas yang terlalu banyak sering membingungkan pelajar atau secara tidak penting malah memperpanjang waktu pengajaran, di mana dapat menyebabkan sebuah pengajaran cenderung terburu-buru dalam pengerjaan tugas-tugas yang lebih penting atau malah melewatkannya sama sekali dikarenakan keterbatasan waktu. Anda melakukan semua poin penggunaan pendekatan hierarkikal untuk mengidentifikasi hanya pada hal yang pelajar harus ketahui supaya berhasil – tidak lebih dan tidak kurang. Walaupun terkadang Anda cenderung tidak melakukannya, saran kami yang terbaik adalah tidak megabaikan analisanya mengidentifikasi skill untuk Anda. Analisa, jelas sekali, merupakan titik permulaan paling baik.

Setelah Anda memproses analisis pembelajaran, merupakan hal yang penting untuk memiliki gagasan yang jelas mengenai perbedaan antara tahapan dan sub tahapan dalam mengerjakan sebuah tujuan, dan skill subordinasi. Tahapan dan sub tahapan adalah aktivitas yang para ahli atau orang berkompeten akan mendeskripsikannya seperti tahapan di dalam kinerja. Skill subordinasi akan tidak terlalu perlu dijelaskan oleh seseorang yang berkompeten saat menjelaskan sebuah proses. Skill subordinasi adalah skill dan pengetahuan yang pelajar harus pelajari sebelum mereka dapar mengerjakan tahapan di dalam tujuan. Sebagai contoh, jika Anda sedang mengajari seseorang untuk memasak air, satu dari tahapannya adalah “Nyalakan kompor”

Satu dari skill subordinasi untuk tahapan tersebut adalah “Identifikasi contoh-contoh dari kompor” Jika anda memang sedang memasak air, Anda tidak mungkin akan pern

ah berkata, “Inilah kompornya”; Anda hanya akan secara mudah menaruh panic berisi air di atas kompor. Dengan

jelas Anda harus mengenali sebuah kompor, tetapi secara lisan menjelaskan sebuah kompor bukanlah langkah dalam memasak air.

Analisis Klaster

Kami menunjukkan sebelumnya bahwa sedikit masuk akal untuk mencoba melakukan sebuah analisis tujuan dari tujuan informasi lisan karena tidak ada prosedur logika yang inheren dengan tujuannya. Daripada itu, Anda lebih mengarah langsung pada identifikasi dari informasi yang dibutuhkan untuk meraih suatu tujuan.

Bagaimana Anda mengidentifikasi skill subordinasi mana yang harus diajarkan? Jawabannya kebanyakan selalu jelas dilihat dari pernyataan tujuan itu sendiri. Jika siswa harus mampu mengidentifikasi negara bagian yang berhubungan dengan setiap ibukota, maka di sana terdapat lima puluh subskill, satu subskill berhubungan dengan setiap negara bagian dan ibukotanya. Akan menjadi tidak berguna menulis subskill-subskill tersebut di dalam bagian analisa kita. Karena subskill tersebut mampu diperoleh dari teks. Lain halnya dengan subskill yang kadang-kadang ti dak berkaitan dengan tujuan, “Tuliskan lima penyebab utama inflasi” Jawabannya dakan tergantung pada teori ekonomi tertentu. Jika demikian, maka akan bermanfaat menuliskan lima penyebab utama pertanyaan tersebut sebagai bagian dari apa yang akan kita sebut dengan analisis klaster.

Analisa yang paling berarti dari tujuan informasi verbal adalah untuk mengidentifikasi kategori utama dari informasi yang ada pada tujuannya. Apakah ada cara bagaimana informasi dapat paling baik diklasterkan? Ibukota negara bagian dapat diklasterkan berdasarkan region geografis; tulang dalam tubuh dapat diklasterkan ke dalam bagian-bagian utama tubuh seperti kepala, lengan, kaki dan tungkai. Jika tujuannya adalah mampu menuliskan kota-kota peserta kompetisi utama baseball Amerika, maka data dapat diklaster dengan Liga Baseball Amerika dan Nasional lalu kemudian mengklasterkan divisi kompetisinya.

Bagaimana Anda membuat diagram sebuah analisis klaster? Satu cara adalah dengan menggunakan teknik hierarki dengan tujuan pada puncak dan tiap klaster utama sebagai subskillnya. Jika hal ini dilakukan, dengan jelas diberi label sebagai analisa klaster informasi verbal dan bukan hierarki. Analisa klaster ini sangat mudah hanya menggunakan sebuah format outline dan menuliskan daftar tiap kelompok secara sederhana.

Kadang-kadang memalukan bagi guru-penyusun untuk menemukan bahwa ketika teknik analisis pendidikan digunakan, sebuah tujuan pendidikan yang telah sering mereka ajarkan dan tujuan pembelajaran yangakan mereka kembangkan secara sistematis menyusun sebuah pembelajaran, ternyata dan faktanya, hanya berupa informasi verbal saja. Mereka dapat merasa bersalah bahwa mereka tidak mengajarkan rumus dan problem solving, tetapi rasa bersalah ini terkadang salah tempat.

Ada waktunya ketika pemberian materi secara lisan sangat penting sekali. Contoh, mempelajari kosakata dalam bahasa asing adalah informasi verbal yang mana pondasi pembelajarannya berupa rangkaian skill komunikasi yang sangat rumit. Informasi verbal yang harus kita pelajari sebagai anak-anak dan orang dewasa adalah alat yang kita gunakan untuk mengembangkan konsep dan ketentuan yang lebih kompleks lagi. Tujuan informasi verbal sebaiknya tidak serta merta otomatis dihilangkan di awal penelitian, tetapi dipertimbangkan relvansinya terhadap tujuan edukasional yang lain. Informasi verbal adalah pengetahuan dasar yang kita pergunakan dahulu ketika kita memulai skill bagaimana-melakukan.

Teknik Analisa Skill Subordinasi Untuk Tujuan Pola Pikir

Dalam rangka menentukan skill subordinasi untuk sebuah tujuan pemikiran, si penyusun sebaiknya bertanya, “Apa yang pelajar harus lakukan ketika menunjukkan pemikiran ini?” dan,

“Mengapa sebaiknya menunjukkan pemikiran ini?” Jawaban untuk pertanyaan pertama adalah kebanyakan selalu sebuah skill psikomotor atau skill intelektual. Tujuan sebuah goal adalah untuk mengupayakan pelajar memilih melakukan skill psikomotor atau skill intelektual; maka dari itu, setengah pertama analisis untuk tujuan pola pikir memerlukan teknik analisa hierarkikal. Ini membantu pengidentifikasian subskillnya yang akan diperlukan jika pelajar memilih untuk mempelajarinya. Jika pelajar memilih untuk jogging, maka pengajar perlu mengajari jogging pelajar. Jika pelajar memilih untuk mengamati bagian tertentu sebuah literature, maka siswa harus belajar untuk memahami dan menganalisanya.

Bagian kedua dari analisa adalah, “Mengapa sebaiknya pelajar memutuskan pilihan tertentu?” Jawaban untuk pertanyaan ini biasanya informasi verbal. Informasi verbal dapat dianalisa menggunakan analisis klaster terpisah, atau analisis klaster terintegrasi, dari informasi verbal, menjadi analisis hierarki dasar yang telah dilakukan di bagian setengah-pertama analisa. Informasi verbal mendirikan bagian persuasif dari pembentukan pola pikir, bersama-sama dengan perupaan dan bantuan, dan informasi verbal sebaiknya dimasukkan sebagai bagian integral dari analisis pendidikan.

Dalam rangka menampilkan kembali sebuah pola pikir pada chart analisis pendidikan, dengan mudah tulis tujuan pemikiran dalam sebuah kotak di samping tujuan skill psikomotor atau intelektual yang akan dianlisis. Hubungkan dua kotak utama dengan garis seperti di bawah:

Garis penghubung ini menunjukkan bahwa skill motorik atau intelektual mendukung tujuan attitudinal. Pada titik ini, jelas bahwa kita mulai mengkombinasikan bermacam-macam teknik analisis. Kombinasi-kombinasi ini, di mana kadang-kadang disebut dengan peta informasi, dijelaskan di bagian berikut.

Mengkombinasikan Teknik Analisis Pembelajaran

Kami baru saja menjelaskan bagaimana sebuah tujuan attitudinal dapat dianalisa dengan menggunakan analisis hierarki. Sangatlah umum untuk menemukan bahwa proses analisa pendidikan menghasilkan pengidentifikasian sebuah kombinasi skill subordinasi dari beberapa domain untuk sebuah tujuan yang telah diklasifikasikan sebagai hanya milik satu domain saja.

Pertimbangkan, sebagai contoh, kombinasi skill intelektual dan informasi verbal. Hal yang tidak biasa ketika melakukan sebuah analisis hierarki untuk mengidentifikasi pengetahuan yang

pelajar sebaiknya “tahu.” Hanya “mengetahui sesuatu” bukanlah skill intelektual yang kita definisikan di sini dan tidak akan, secara aturannya, muncul dalam hierarki skill intelektual. Namun sering hal yang penting bahwa pengetahuan ini, yakni informasi verbal, muncul sebagai bagian dari analisis untuk hal apa yang harus dipelajari dalam meraih tujuan pendidikan. Briggs dan Wager (1981) menemukan bahwa informasi verbal ditunjukkan di dalam boks dengan garis penghubung seperti di bawah ini:

Hal ini mengindikasikan bahwa informasi verbal yang berada di tangan sebelah kanan boks digunakan dalam mendukung skill intelektual di tangan sebelah kiri boks. Di dalam sebuah hierarki, akan terlihat seperti ini: Boks 1, 3, dan 4 mewakili skill intelektual, sementara boks 2 adalah informasi verbal.

Apa yang terjadi jika Anda meletakkan semua teknik pendiagraman secara bersamaan? Dapat dibayangkan bahwa sebuah tujuan attitude dengan komponen psikomotor mungkin memerlukan skill intelektual subordinasi dan informasi verbal! Maka tampilannya akan kelihatan seperti ini:

Diagram di atas menunjukkan bahwa tujuan primer adalah agar pelajar mengembangkan sebuah pola pikir yang akan mereka demonstrasikan dengan melaksanakan beberapa tindakan psikomotor. Skill psikomotor dibentuk dalam tiga tahapan, 1, 2, dan 3. Sebuah analisa subskill dari skill 2 menunjukkan bahwa skill 2 mencakup lima tahapan, 2.1 sampai dengan 2.5. Dua skill intelektual, 2.1.1 dan 2.1.2, adalah subordinasi dari langkah 2.1. Skill intelektual 2.4.2 memerlukan informasi verbal, 2.4.1, untuk mendukung langkah 2.4.

Diagram Analisis Pembelajaran

Pada titik ini kami akan mengkaji ulang prosedur pendiagraman untuk melakukan sebuah analisis pendidikan. Langkah pertama, tentu saja, adalah mengklasifikasikan tujuan pembelajran Anda dan melakukan sebuah analisis tujuan. Lalu pilih teknik yang tepat untuk mengidentifikasi skill subordinasi.

Setelah desainer melakukan analisisnya, skill subordinasi divisualisasikan seperti dalam diagram. Diagram di bawah menggambarkan tampilan dasar dari sebuah analisis hierarki. Ketika dibentuk diagram, apapun rangkaian subskill yang diperlukan untuk mencapai sebuah tujuan terminal dapat berupa macam-macam tampilan struktural. Diagram berikut umumnya digunakan untuk menggambarkan sebuah analisis tujuan. Di sana tidak terdapat skill subordinasi apapun, sehingga semua skill dirangkai di dalam satu garis berkelanjutan.

Juga merupakan cara yang tradisional untuk menempatkan skill superordinasi di atas skill- skill yang di mana bersifat dependen. Dalam cara ini, pembaca akan secara otomatis mengenali pengaplikasian hubungan pembelajaran dari subskill-subskill. Hal ini akan ditunjukkan di diagram berikut. Perhatikan bahwa subskill 1.1, 1.2, dan 1.3 tidak dependen terhadap satu sama lain, namun skill belajar 1 memerlukan pembelajaran pendahulu 1.1, 1.2, dan 1.3. Tujuan 2, 3, dan 4 tidak interdependen; 4.1, dan 4.2 harus dipelajari sebelum 4.

Diagram berikut mengilustrasikan dependensi dari skill subsekuen terhadap siapa yang mengerjakannya. Pelajar harus mempelajari subskill 1 supaya mampu belajar mengerjakan subskill 2. Selanjutnya, sebelum subskill 4 dapat dipelajari, subskill 1, 2, 3 harus dikuasai dulu; maka, skill-skill ini membentuk sebuah hierarki. Catat, bahwa ini tidak berarti bahwa 1, 2, 3, dan 4 dikerjakan dalam urutan baku. Jika memang demikian, maka mereka akan menjadi langkah sub dari sebuah skill superordinasi, dan akan membentuk diwujudkan ke dalam diagram seperti berikut ini: Sebagai tambahan, kami mencatat bahwa tujuan attitudinal dapat diindikasikan oleh yang berikut ini: Informasi verbal diindikasikan dengan menghubungkannya ke sebuah skill intelektual via sebuah garis dan sebuah segitiga bertuliskan huruf V.

Keterampilan penggunaan kumpulan-kumpulan diagram ini dapat membantu Anda menggenggam konsekuensi logis hubungan di dalam sebuah diagram analisis pendidikan. Perintah untuk mempelajari setiap skill juga direalisasikan lewat pengurutan skill-skill.

Catat sejumlah nomor yang telah muncul dalam diagram-diagram skill subordinasi sebelumnya. Jangan mengintpretasikan mereka melebihi arti yang sebenarnya. Pada titik ini dalam proses desain pembelajaran, nomor-nomor di dalam boks digunakan hanya sebagai metode ringkas untuk acuan terhadap boks-boks tersebut; mereka tidak mewakili urutan di mana skill akan diajarkan. Menggunakan nomor-nomor ini, kita dapat membahas hubungan antara boks nomor 7 dan boks nomor 5 tanpa menjelaskan skill-skill yang tergabung. Kita sebaiknya tidak berpikir mengenai bagaimana kita akan mengajari skill-skill ini, namun lebih pada memastikan bahwa kita memiliki skill tepat yang dimasukkan ke dalam analisa kita. Pada poin selanjutnya dalam proses desain, kita perlu untuk menentukan urutan pembelajaran untuk skill-skill tersebut, dan Anda boleh saja menomori ulang skill-skill tersebut pada saat itu.

Mengapa proses analisis pendidikan sangat penting dalam desain pendidikan? Proses analisis pembelajaran adalah sebuah proses yang seorang desainer pendidikan dapat gunakan untuk mengidentifikasi macam-macam skill yang benar-benar dibutuhkan oleh siswa untuk menguasai terminal objective, dan untuk membantu menghindari skill-skill yang tidak perlu. Pendapat ini memang tidak terlihat sebagai argumen yang teramat kuat ketika dipertimbangkan secara cepat dalam memilih tujuan pembelajaran Anda. Karena Anda mungkin merasa bahwa Anda sudah sangat begitu mengenali isi dan skill yang dibutuhkan oleh siswa, sehingga jenis analisis ini terasa berlebihan. Anda boleh saja merasa yakin, namun bagaimapun juga, sesaat setelah Anda tergabung ke dalam proyek pengerjaan desain pendidikan, Anda tidak bisa menjadi seorang yang ahli subject-matter di segala bidang. Ke depannya, Anda akan perlu untuk menyelenggarakan proses analitik jenis ini dengan beragam spesialis subject-matter untuk mengidentifikasi skill-skill kritikal yang akan menghasilkan sebuah pendidikan yang efektif dan efisien.

Keterampilan Pondasi (Entry Behaviors)

Proses analisis pendidikan memiliki fungsi penting lain yang belum kita diskusikan. Proses analisis pendidikan membantu desainer mengidentifikasi dengan tepat apa yang pelajar harus telah ketahui atau harus telah kuasai sebelum mereka memulai pembelajaran. Skill-skill ini mengacu sebagai keterampilan pondasi karena pelajar harus telah menguasainya dalam rangka mempelajari skill-skill baru di dalam pendidikan. Kami akan menjelaskan bagaimana desainer mengidentifikasi keterampilan pondasi dan menunjukkan mengapa hal ini begitu penting. Kami akan menggunakan beberapa analisa yang ditampilkan di bagian sebelumnya dalam bab ini untuk menunjukkan bagaimana analisis-analisis tersebut dapat diperluas fungsinya untuk mengikutsertakan keterampilan pondasi (entry behaviors).

Prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi materi pondasi secara langsung berhubungan dengan proses analisis skill subordinasi. Anda tahu bahwa dengan analisis hierarki,

Anda bertanya, “Apa yang pelajar perlu ketahui dalam rangka mempelajari keterampilan ini?” Jawaban untuk pertanyaan ini adalah satu atau lebih skill subordinasi. Jika Anda melanjutkan proses ini dengan satu rangkaian suksesif suatu skill subordinasi, maka dasar hierarkinya akan berisikan skill-skill yang sangat mendasar.

Asumsikan bahwa Anda memiliki sebuah hierarki yang teramat dikembangkan. Hierarki tersebut menampilkan susunan skill yang dibutuhkan untuk mengantar pelajar dari level pemahaman yang paling dasar sampai dengan ke tujuan pembelajaran Anda. Hal itu sangat menjanjikan, namun jika siswa Anda telah menguasai skill-skill dasar ini, dan dengan demikian Anda tidak perlu mengajari semua skill di dalam hierarki yang telah diperluas. Dalam rangka mengidentifikasi materi pondasi untuk pengajaran Anda, kajilah hierarki atau analisis klaster dan identifikasi skill-skill yang sebagian besar telah dikuasai pelajar sebelum memulai pengajaran Anda. Gambarlah garis bertitik di atas skill-skill ini di dalam chart analisa. Skill-skill yang terlihat di atas garis bertitik akan menjadi skill-skill yang harus Anda ajarkan di dalam pembelajaran. Sedangkan skill-skill yang berada di bawah garis inilah yang disebut dengan pengetahuan pondasi (entry behaviors).

Mengapa pengetahuan pondasi begitu penting? Pengetahuan pondasi didefinisikan sebagai pengetahuan-pengetahuan (skill) yang berada langsung di bawah pengetahuan yang Anda rencanakan untuk diajarkan; oleh karena itu, pengetahuan pondasi adalah hal permulaan untuk pengajaran Anda. Berangkat dari pengetahuan-pengetahuan ini, pelajar dapat mulai menyerap materi skill yang diberikan dalam pengajaran Anda. Tanpa pengetahuan ini, seorang pelajar akan mengalami masa-masa sulit ketika mencoba belajar dari pengajaran Anda. Pengetahuan pondasi adalah komponen kunci di dalam proses desain. Contoh bagaimana entry behavior dapat diidentifikasikan dengan penggunaan hierarki ditunjukkan dalam Gambar 4.5. Ini Mengapa pengetahuan pondasi begitu penting? Pengetahuan pondasi didefinisikan sebagai pengetahuan-pengetahuan (skill) yang berada langsung di bawah pengetahuan yang Anda rencanakan untuk diajarkan; oleh karena itu, pengetahuan pondasi adalah hal permulaan untuk pengajaran Anda. Berangkat dari pengetahuan-pengetahuan ini, pelajar dapat mulai menyerap materi skill yang diberikan dalam pengajaran Anda. Tanpa pengetahuan ini, seorang pelajar akan mengalami masa-masa sulit ketika mencoba belajar dari pengajaran Anda. Pengetahuan pondasi adalah komponen kunci di dalam proses desain. Contoh bagaimana entry behavior dapat diidentifikasikan dengan penggunaan hierarki ditunjukkan dalam Gambar 4.5. Ini

Setiap skill di bawah garis diperoleh secara langsung dari skill superordinasi yang telah muncul dalam chart analisa pendidikan. Setiap skill diperoleh dari memberikan pertanyaan,

“Apakah yang pelajar harus mampu lakukan dalam rangka mempelajari skill ini?” Ingat, bahwa entry behavior yang ditunjukkan di Gambar 4.5 bahkan memiliki sebuah hubungan hierarki satu sama lain. Skill-skill yang telah diperoleh sudah termasuk kemampuan mengintepretasikan keseluruhan dan angka desimal. Ini adalah skill yang harus dikuasai untuk mempelajari skill 1 dan

7, namun skill-skill tersebut tidak akan diajrkan di dalam pengajaran. Siswa akan harus menguasai pengetahuan ini sebelum mereka memulai pendidikan membaca sebuah skala. Desainer pendidikan sebaiknya mengidentifikasi entry behavior pelajar yang diinginkan dengan melanjutkan analisis pendidikan s/d titik di mana skill yang teridentifikasi menjadi keterampilan dasar untuk pelajar mereka. Desainer harus memperkirakan bahwa kebanyakan, jika tidak, semua, dari pelajarakan memiliki pengetahuan ini. Jika sudah, maka selanjutnya tinggal hal yang mudah menggambar garis bertitik melewati chart analisa pendidikan untuk memisahkan pengetahuan-pengetahuan yang akan dimasukkan ke dalam materi pengajaran dan pengetahuan- pengetahuan yang di dalam sebuah populasi pelajar diasumsikan sudah menguasainya.

Deskripsi sampai dengan sejauh ini telah menghubungkan entry behavior ke dalam sebuah analisis hierarki pendidikan. Pendekatan yang sama ini dapat dipadukan dengan analisis klaster dan analisis kombinasi. Jika sebuah pendekatan klaster atau pendekatan kombinasi digunakan di mana skill dan pengetahuan subordinasi telah teridentifikasi, maka proses identifikasi dapat dilanjutkan sampai skill-skill dasar teridentifikasi, dan seterusnya, sampai dengan ditunjukkan oleh garis bertitik.

Anda sebaiknya peka bahwa contoh-contoh yang kami gunakan telah sedikit meringkas dalam hal menjelaskan skill-skill spesifik terkait dengan tujuan pembelajaran spesifik pula. Terdapat beberapa indeks dari pelajar yang dapat dipertimbangkan baik sebagai pengetahuan pondasi untuk beberapa unit tertentu pembelajaran atau sebagai target deskriptif umum dari populasi. Perhatikan pertanyaan mengenai tinkat kemampuan membaca dari pelajar.

Hal yang jelas bahwa materi pembelajaran secara karakteristiknya sangat bergantung pada kemampuan membaca siswa; siswa harus memiliki beberapa tingkatan minimum tentang kemampuan membaca untuk menyerap materi pendidikan. Apakah spesifikasi tentang tingkatan membaca adalah deskripsi dari karakteristik umum para pelajar atau apakah sebuah pengetahuan pondasi yang harus dimiliki oleh pelajar sebelum memulai KBM? Argumen yang jelas dapat ditentukan berdasarkan kedua hal di atas. Selanjutnya, Anda dapat mengidentifikasi macam skill dan pengetahuan lain yang akan mendatangkan masalah serupa.

Sebuah teknik yang dapat Anda lakukan untuk mengidentifikasi klasifikasi tepat untuk macam-macam kemampuan adalah penentuan apakah Anda rasa adanya tindakan yang berarti atau berguna bagi seorang pengajar dalam menguji seorang pelajar untuk skill tertentu sebelum mengizinkan pelajar mulai mengikuti KBM. Jika jawaban untuk pertanyaan tadi adalah “ya”, maka berguna untuk menyediakan waktu untuk menguji si pelajar, “lalu Anda mungkin saja telah menentukan sebuah pengetahuan pondasi yang spesifik. Jika jawabannya sebaliknya, maka kelihatannya tidak perlu untuk menguji skill si pelajar (misalnya seperti memberi tes membaca) sebelum KBM, sehingga faktor yang telah Anda identifikasi kemungkinan lebih baik diklasifikasikan sebagai karakteristik umum dari pelajar terkait dengan tujuan KBM.

Bagaimana Anda melakukan pengidentifikasian pengetahuan pondasi spesifik untuk materi pendidikan Anda akan bergantung pada di mana Anda berhenti di saat Anda mengerjakan analisis pendidikan Anda. Jika Anda mengidentifikasi hanya pada tugas-tugas dan skill-skill yang Anda Bagaimana Anda melakukan pengidentifikasian pengetahuan pondasi spesifik untuk materi pendidikan Anda akan bergantung pada di mana Anda berhenti di saat Anda mengerjakan analisis pendidikan Anda. Jika Anda mengidentifikasi hanya pada tugas-tugas dan skill-skill yang Anda

Jika analisis skill subordinasi Anda telah dimasukkan ke titik dasar pengidentifikasian, skill tingkat-rendah, maka memungkinkan bagi Anda dengan mudah menggambar sebuah garis bertitik sepanjang chart di atas skill-skill yang Anda asumsikan kebanyakan pelajar telah menguasainya.

Ingat juga bahwa di saat mengembangkan materi pengajaran mengenai topik minat umum yang memperluas tujuan informasi, di sana terkadang secara jelas tidak membutuhkan pengetahuan pondasi selain kemampan membaca materi pendidikan dan menggunakan skill rasionalitas yang tepat untuk melaksanakan tujuan pendidikan. Jika Anda menemukan bahwa Anda telah mengidentifikasi kondisi seperti itu, maka benar-benar sangat diperbolehkan untuk mengindikasikan bahwa, di saat material telah mulai diarahkan untuk sekelompok tertentu pelajar, di sana tidak terdapat pengetahuan pondasi spesifik apapun yang diperlukan sebelum memulai KBM.

Ketidakpastian Pengetahuan Pondasi

Sejak salah satu kolega kita telah menunjukkan kepada kita, pengidentifikasian pengetahuan pondasi adalah satu titik nyata berbahaya di dalam proses desain pendidikan. Poin yang dia maksud adalah bahwa seorang desainer membuat asumsi mengenai kedua hal, baik apakah yang harus pelajar ketahui dan sebaiknya telah ketahui. Dengan jelas, desainer tersebut bisa salah di satu dari dua arah, dan setiap arah mengakibatkan konsekuensi sendiri-sendiri. Sebagai contoh, beberapa materi kurikulum disusun hanya untuk siswa-siswa paling cerdas. Kondisi ini akan tampak di dalam sebuah analisis skill subordinasi, yang mana garis bertitik yang memisahkan antara skill yang akan diajarkan dengan skill yang diasumsikan telah dikuasai pelajar, akan tergambar relatif tinggi pada chart, di mana hal tersebut menandakan bahwa para pelajar telah menguasai kebanyakan pengetahuan yang dideskripsikan pada chart tersebut. Ketika pengetahuan pondasi yang diasumsikan ternyata belum dikuasai oleh sebagian besar populasi targetan, maka material pendidikan akan kehilangan efektifitasnya terhadap sejumlah besar pelajar. Tanpa persiapan matang dalam pengetahuan pondasi, usaha pelajar menjadi inefisien dan materi pendidikan akan inefektif.

Kesalahan kedua terjadi di saat garis bertitik digambarkan terlalu rendah pada analisis pendidikan. Dalam kondisi ini, diperkirakan bahwa pelajar memiliki sedikit atau tidak sama sekali pengetahuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kesalahan seperti ini berdampak baik pada hal pengembangan materi pendidikan yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pelajar, dan pada hal pengalokasian waktu yang dibutuhkan bagi pelajar untuk mempelajari pengetahuan yang telah mereka kuasai.

Perlu diingat bahwa si desainer sedang membuat serangkaian asumsi di titik yang sangat awal mengenai pelajar yang akan menerima pengajaran. Jika waktu tersedia, sampel percobaan untuk sekelompok individu sebaiknya dilakukan dan diadakan wawancara untuk menentukan apakah kebanyakan dari mereka telah menguasai oengetahuan pondasi yang berasal dari analisis subskill. Prosedur mengenai ini akan dibahas di bab selanjutnya. Jika waktunya tidak tersedia, maka asumsi tersebut akan perlu diuji di lain waktu dalam proses pengembangan. Menunda verifikasi pengetahuan pondasi, bagaimanapun juga, dapat mengarah ke situasi di mana banyak langkah pengembangan telah dilakukan secara tidak tepat karena adanya ketidaksinambungan antara pelajar dengan pendidikannya.

Jika ditemukan kondisi bahwa di sana tidak terdapat hubungan garis lurus antara pengetahuan-pengetahuan pondasi pada para pelajar, sementara skill-skill yang direncanakan Jika ditemukan kondisi bahwa di sana tidak terdapat hubungan garis lurus antara pengetahuan-pengetahuan pondasi pada para pelajar, sementara skill-skill yang direncanakan

Dalam situasi serupa, sering juga ditemukan bahwa hanya sebagian dari pelajar yang dituju telah menguasai pengetahuan pondasi. Lalu langkah penyesuaian apa yang dapat diambil

dalam situasi ini? Anda mungkin dapat memiliki beberapa “titik awalan” di dalam pengajaran, dan nilai tes pengetahuan pondasi pelajar dapat digunakan sebagai dasar penempatan yang tepat untuk titik awal tersebut. Atau solusi lain, sekali lagi, adalah bahwa pengajaran didesain untuk pelajar dengan pengetahuan awalan tertentu. Bagi para pelajar yang tidak memiliki pengetahuan pondasi ini harus menguasinya bagaimanapun caranya sebelum mulai mengikuti KBM. Karena selalu tidak terdapat jawaban yang mudah bagi mereka yang berada pada situasi semuanya- terlalu-awam.

MENGIDENTIFIKASI KETRAMPILAN BAWAHAN DAN TINGKAH LAKU MASUKAN

Latar belakang

Dalam pelajaran terakhir kita membahas langkah pertama dalam proses analisis instruksional, yang melibatkan mengklasifikasikan pernyataan tujuan sesuai dengan jenis belajar yang akan terjadi dan kemudian mengidentifikasi dan mengurutkan langkah-langkah utama yang dibutuhkan untuk melakukan tujuan. Dalam pelajaran ini kita melihat langkah berikutnya dalam proses analisis instruksional, yang melibatkan mengidentifikasi Keterampilan Bawahan dan Perilaku Entri yang memberikan analisis yang lebih lengkap dari tujuan instruksional. Melakukan hal ini memungkinkan Anda untuk memutuskan mana keterampilan Anda akan mengajar dan mana yang peserta didik harus sudah memiliki sebelum mereka terkena instruksi. Kami juga akan memeriksa metode yang berbeda untuk digunakan saat membuat diagram alur atau diagram yang menggambarkan proses ini.

Rancangan Hirarki

Rancangan hirarki ini sangat membantu perancang pembelajaran, rancangan ini digunakan untuk keterampilan bawahan khusus yang akan dibutuhkan untuk mendukung setiap langkah tertentu. Rancangan hirarki ini digunakan untuk menganalisis keterampilan bawahan dari tujuan pembelajaran intelektual atau psikomotor. Ini adalah tujuan keterampilan intelektual, dan memerlukan siswa untuk belajar sejumlah aturan dan konsep yang berkaitan dengan penilaian nilai properti, pengaruh inflasi terhadap nilai properti, status keuangan pembeli, dan jangka pendek dan jangka panjang pembeli investasi gol.

Dengan mengajukan bebrapa pertayaan antara lain:apa yang dapat dilakukan siswa? perancang dapat mengidentifikaasi kemampuan subordinat yang yang diketahui siswa. Stelah perancang mengetahui kemampuan ketrampilan subordinat siswa perancang dapat memberikan tugas akhir , setelah siswa menghasilkan suatu ketrampilan si perancang dapat menanyakan ke

siswa” apa yang dia buat dan pa tujuan pembuatan hal itu? Hal tersebut akan menghasilakan identiikasi subordinat tambahan terhadap siswa. Jika proses ini diteruskan maka orang akan mengetahui tingkat performansi yang paling dasar.

Langkah tersebut digambarkan pada diagram A berikut ini.

Pada diagram A tersebut sesuai dengan paham Gagne tentang hierarki ketrampilan intelek. Menurutnya agar dapat belajar pertama harus mengerti tentang kaidah-kaidah yang berlaku dalam suatu masalah sehingga masalah dapat kita pahami. Menurut pendapat Gagne suatu kaidah itu didasarkan atas pemahaman mengenai komponen-komponen dan konsep-konsep yang tergabung dalam suatu kaidah. Siswa harus mampu mendiskriminasikan apakah suatu contoh tertentu cocok dengan suatu konsep yang dibahas.

Jika tujuannya berupa ketrampilan memecahkan masalah maka ketrampilan-ketrampilan bawahannya meliputi kaidah,konsep dan deskriminasi yang relevan. Menurut Gagne, Dalam mengerjakan analisa hirarki dimulai dengan menempatkan analisa rumusan tujuan akhir di dalam kotak tunggal yang diletakkan bagian atas halaman kertas. Pada waktu procedure analisa dijalankan, ketrampilan subordinatnya disusun dalam kotak yang bersambungan secara bersesuaian di bawah kotak tujuan akhir pengajaran tersebut.

Pelaksanaan semua langkah ini menggambarkan tujuan, sebagai mana halnya kotak-kotak tersebut menggambarkan pencapaian tujuan. Dalam melakukan analisa hirarki untuk mempermudah melakukan pekerjaan jika ditaruhkan da;lam kotak sehingga pernacang pasti mengenali semua ketrampilan harus dipelajari sebelum pengajaran dimulai untuk mencapai tujuan Pelaksanaan semua langkah ini menggambarkan tujuan, sebagai mana halnya kotak-kotak tersebut menggambarkan pencapaian tujuan. Dalam melakukan analisa hirarki untuk mempermudah melakukan pekerjaan jika ditaruhkan da;lam kotak sehingga pernacang pasti mengenali semua ketrampilan harus dipelajari sebelum pengajaran dimulai untuk mencapai tujuan

Gambar 4.3

Dalam diagram analisa hirarki digunakan cara-cara sebagai berikut:

1. tujuan instruksional dinyatakan di atas. semua langkah di mana saja muncul di kotak bernomor di topik hirarki

2. semua keterampilan ordinat sub intelektual muncul di kotak yang terpasang melalui garis yang berasal dari bagian atas dan bagian bawah kotak

3. keterampilan informasi verbal sikap yang melekat pada keterampilan intelektual dan motorik melalui garis horizontal, seperti akan ditunjukkan di bagian urutan sub

4. panah harus menunjukkan bahwa aliran keterampilan adalah ke atas ke arah gawang

5. jika dua garis tidak boleh berpotongan kemudian gunakan lengkungan yang ada pada batas antara kotak 2 dan 7 kotak pada gambar 4.3. penafsiran adalah keterampilan dalam

2 Setp ini rquired untuk langkah 5 dan 7 tapi tidak langkah 6

6. laporan semua keterampilan ordinat sub termasuk keputusan harus mencakup kata kerja yang menunjukkan apa yang siswa harus dapat sebuah kotak kosong yang termasuk kata benda saja.

7. hirarki, di daerah, dunia nyata tidak selalu simetris dan mereka dapat mengambil segala macam bentuk. tidak ada yang benar muncul untuk hirarki

8. jika salah satu langkah dalam tujuan analisis balik adalah pertanyaan dan diwakili oleh berlian keputusan itu perlu untuk menentukan apakah ada keterampilan ordinat sub diperlukan untuk membuat keputusan yang baik dan benar.

Memeriksa kembali analisa tersebut sangatlah penting hak itu bertujuan untuk memastikan bahwa pengajar/designer, pada tahap ini anda harus kembali menempuh prosedur langkah mundur dari ketrampilan yang tertinggi,paling kompleks dalam hierarki anda ke ketrampilan yang di perlukan oleh siswa. Pemeriksaan kembali itu dapat dilakukan mengajukan pertayaan sebagai berikut: