Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif TIPE NHT (Numbered Heads Together) pada Siswa Kelas IV SD Negeri Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Se

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD

2.1.1.1. Pengertian Matematika

  Istilah matematika berasal dari kata mathema artinya pengetahuan,

  

mathanein artinya berpikir atau belajar dalam Ali Hamzah (2014:48). Sedangkan

  Andi Hakim Nasution dalam Karso dkk (2014:39) bahwa istilah matematika berasal dari bahasa Yunani

  “mathein” yang artinya mempelajari, namun diduga

  kata itu ada hubungannya dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan” atau “intelegensi”. Jadi berdasarkan asal kata diatas dapat disimpulkan bahwa matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dari sebuah pemikiran atau kepandaian.

  Menurut Ismail dalam Ali Hamzah (2014:48) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu yang membahas amgka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenai kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat.

  Menurut Ruseffendi dalam Karso (2004:39) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

  Selanjutnya Karso (2004:1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang logic. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa pada simbol mengenai arti daripada bunyi.

  Sedangkan menurut Reys (1984) dalam Ensiklopedia Matematika (2011:6) menyatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan sebuah alat.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pola hubungan, struktur dan kumpulan sistem yang ada didalamnya. Ini membuktikan bahwa pada hakikatnya adalah belajar tentang pola hubungan suatu konsep serta strukturnya.

2.1.1.2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

  Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) merupakan suatau permasalahan yang menarik. Adanya perbedaan karateristik khususnya antara hakikat matematika dengan hakikat anak. Menurut teori Jean Piaget dalam Gatot Muhsetyo, dkk (2012:1.9) kemampuan intelektual anak berkembang secara bertingkat atau bertahap, yaitu sensori motor (0-2 tahun), pra operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7- 11 tahun), dan operasional (≥11 tahun). Teori ini merekomendasikan perlunya mengamati tingkatan perkembangan intelektual anak sebelum suatu pelajaran matematika diberikan, terutama menyesuaikan “keabstrakan” bahan matematika dengan kemampuan berpikir abstrak anak pada saat itu.

  Siswa di sekolah dasar pada umumnya berumur 6 atau 7 tahun hingga 13 tahun. Kemampuan intelektualnya pada tahap operasional konkret cara berpikir logiknya berdasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Karena itu, dalam proses pembelajaran yang abstrak siswa di Sekolah Dasar membutuhkan alat peraga yang disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan dipelajari.

  Pembelajaran matematika juga harus di sesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Pada teori Bruner dalam Karso, dkk (2014:1.12-1.14) menggambarkan perkembangan anak melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif atau tahap kegiatan (enactive), tahap ikonik atau tahap gambar bayangan (iconic), dan tahap simbolik (symbolic). Pada tahap pertama tahap enaktif anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa didunia peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental. Pada tahap simbolik anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa.

  Pada dasarnya tujuan pembelajaran matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori-teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian matematika diharapkan dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relative abstrak.

  Berdasarkan BNSP (2006:148) tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

  1. Memahami konsep matematika menjelaskan, keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah;

  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika;

  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

  4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan

  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.1.1.3. Karakteristik Matematika di SD

  Obyek pembelajaran matematika abstrak namun siswa di sekolah dasar belum bisa berpikir secara abstrak siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasional kongkrit. Sehingga diperlukan pemahaman memperhatikan sifat dan karakteristik pembelajaran di Sekolah Dasar. Berikut adalah karakteristik

  1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap).

  Matematika dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. Sehingga pembelajaran matematika harus dimulai dari suatu hal yang kongkrit dan berakhir ke yang abstrak.

  2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

  Spiral maksudnya adalah pembelajaran hari ini berkaitan dengan pembelajaran sebelumnya dan sesudahnya begitu seterusnya. Sehingga setiap memperkenalkan konsep atau materi yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Materi yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya sekaligus mengingatkan kembali. Karena materi sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya.

  3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif.

  Matematika merupakan ilmu deduktif namun melihat tahap perkembangan mental siswa maka dalam pembelajaran matematika digunakan pendekatan induktif.

  4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi.

  Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain. Kebenaran suatu pernyataan didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

  5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.

  Pembelajaran matematika yang berfokus pada pengertian bukan hafalan. Dalam pembelajaran bermakna konsep matematika ditemukan sendiri oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif dan berdasarkan pengalaman siswa secara langsung. Tidak hanya menuntut siswa untuk menghafalkan simbol-simbol dan rumus-rumus yang terdapat dalam pembelajaran matematika.

2.1.1.4. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika SD

  Berdasarkan BNSP (2006:148) yang menjadi ruang lingkup mata yaitu: 1) Bilangan; Cakupan geometri, 2) Geometri dan pengukuran; dan 3) Pengolahan data.

  Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan siswa pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. Sedangkan, Kompetensi Dasar (KD) merupakan suatu penjabaran dari standar kompetensi siswa yang cakupan materinya lebih sempit atau spesifik dibandingkan dengan Standar Kompetensi siswa.

  Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram. Berikut ini tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Sekolah Dasar Semester II.

  Tabel 2

  Standar Kompetensi dan Kometensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas IV Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

6. Menggunakan

  6.1 Menjelaskan arti

  6.1.1 Membandingkan pecahan dalam pecahan pecahan pemecahan masalah menyederhanakan

  6.1.2 Mengurutkan pecahan pecahan dan

  6.2.1 Menyederhanakan urutannya pecahan

  6.2 Menyederhanakan

  6.2.2 Menyatakan pecahan berbagai bentuk sebagai pembagian pecahan Sumber : BNSP, 2006.

4.1.2. Pengertian Model Pembelajaran Dan Model Pembelajaran Tipe NHT

4.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran

  Model dapat dimaknakan sebagai suatu obyek atau konsep yang digunakan

  (dalam Agus Suprijono, 2014:45) bahwa model adalah bentuk repersentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Jadi sebuah model pembelajaran dapat diartikan sebagai sebuah konsep atau rencana yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran, meliputi rancangan bahan belajar, bimbingan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Dalam sebuah proses pembelajaran diperlukan model pembelajaran yang sesuai. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Selain itu siswa juga dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran.

  Menurut Joyce (dalam Trianto, 2013:22) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita kedalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

  Menurut Soekamto (dalam Trianto, 2013:22) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengelaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.

  Menurut Agus Suprijono (2014:45-46) bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijono, 2014:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dengan kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

  Berdasarkan uraian tentang pengertian model pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah konsep, pola, atau kerangka yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran sangat berperan penting dalam kesuksesan sebuah proses pembelajaran.

2.1.2.2. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Hamdani (2011:30) pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.

  Menurut Nur dan Wikandari (dalam Jamil Suprihatiningrum, 2014:191) pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pemebelajaran, yang mana siswa bekerja berasama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Anggota-anggota kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri. Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari empat siswa dengan kemampuan berbeda- beda.

  Menurut Vygotsky (dalam Agus Suprijono, 2014:56) model pembelajaran kooperatif adalah penekanan pembelajaran sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah semua kunci dari semua kehiduppan sosial. Vygotsky menambahkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah arti penting belajar kelompok.

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan atau ditentukan.

  Menurut Slavin (dalam Hamdani, 2011:32) tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi, yaitu keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Sedikit berbeda menurut Johnson dan Johnson (1994) dalam Trianto (2013:57) tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik individu maupun dalam kelompok.

  Menurut Arends (1997) dalam Jamil Suprihatiningrum (2014:197) menyatakan bahwa the cooperative learning model was developed to achieve at

  

least three important instrucsional goals: academic achievement, acceptance of

diversity, and social skill development, yang maksudnya adalah bahwa model

  pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai sekurang-kurangnya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

  Berdasarkan beberapa pendapat mengenai tujuan pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa sebuah situasi dimana keberhasilan individu dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok dalam mencapai tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan invidu, dan pengembangan sosial.

  Menurut Hamdani (2011:31) dalam pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri yaitu sebagai berikut:

  1. Setiap anggota memiliki peran;

  2. Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa;

  3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya; membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

  4. Guru interpersonal kelompok; dan

  5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

  Sedangkan menurut Arends (dalam Trianto, 2013:65-66) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri- ciri sebagai berikut:

  1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar;

  2. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah;

  3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

2.1.2.3. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads

  Together) Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah

  merupakan jenis model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) (dalam Trianto, 2013:82) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

  Dalam Hamdani (2011:89) Numbered Heads Together (NHT) adalah model pembelajaran dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa.

  Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok.

  Menurut Slavin (1995) (dalam Miftahul Huda, 2013:203) metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, model pembelajaran kooperatif tipe NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkat kelas.

  Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan adalah pembelajaran kooperatif yang di rancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dalam diskusi kelompok yang setiap siswanya diberi nomor kemudian dipanggil secara acak, dan setiap nomor yang dipanggil guru akan mewakili kelompoknya.

  Numbered Heads Together (NHT) adalah model pembelajaran yang

  merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khusus yaitu dalam proses pembelajarannya setiap siswa menggunakan nomor, guru memanggil nomor secara acak dan siswa yang ditunjuk guru maka akan mewakili kelompoknya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberitahu terlebih dahulu. Cara tersebut menjadikan siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggungjawab setiap individu dalam diskusi kelompok.

2.1.2.4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

  Kelebihan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam Hamdani (2011:90) adalah sebagai berikut:

  a. Setiap siswa menjadi siap semua,

  b. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

  Kelemahan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dalam Hamdani (2011:90) adalah sebagai berikut:

  a. Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, dan b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

  Melihat kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

  

Together (NHT) yaitu adanya nomor yang dipanggil berulang, peneliti memiliki

  solusi untuk menanggulangi atau meminimalisir munculnya kelemahan tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Peneliti merumuskan solusi arisan yang berupa undian angka. Peneliti menyiapkan kertas yang berisi masing-masing nomor ke dalam wadah. Ketika menunjuk siswa, peneliti mengocok undian tersebut, dan nomor yang dipanggil maju ke depan kelas untuk melaporkan hasil diskusi.

2.1.2.5. Sintaks Model Pembelajaran Koopetatif tipe NHT

  Menurut Trianto (2013:82-83) dalam bukunya Mendesain Model

  

Pembelajaran Inovatif-Progresif menjelaskan bahwa sintaks Numbered Heads

Together (NHT) ada beberapa fase, yaitu fase 1: penomoran, fase 2: mengajukan

  pertanyaan, fase 3: berpikir bersama, dan fase 4: menjawab. Fase-fase tersebut dijelaskan pada tabel 3 sebagai berikut.

  

Tabel 3

Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Fase-fase Tingkah Laku Guru dan Siswa

  Dalam fase ini, guru membagi siswa ke

  Fase 1

  dalam kelompok 3-5 orang dan kepada

  Penomoran

  setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Guru mengajukan sebuah pertanyaan

  Fase 2 Mengajukan Pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bisa amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

  Misalnya, “Berapakah gigi orang dewasa?” atau dalam bentuk arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 5 ibu kota provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.”

  Fase 3 Siswa menyatukan pendapatnya terhadap Berpikir Bersama jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan

  tiap anggota dalam timnya mengatahui jawaban tim.

  Fase 4 Guru memanggil satu nomor tertentu, Menjawab kemudian siswa yang nomornya sesuai

  mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

  Sumber: Trianto, 2013:82-83

  Menurut Miftahul Huda (2013:203-204) sintaks atau tahap-tahap pelaksanaan mode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

  (NHT) pada hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok, yang rinciannya adalah sebagai berikut.

  1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok;

  2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor;

  3. Guru memberi tugas/pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya;

  4. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut;

  5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak;

  6. Siswa dengan nomor yang dipanggil mepresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.

  Sedangkan menurut Hamdani (2011:90) langkah-langkah pembelajaran

  Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

  1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor; memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh

  2. Guru mengerjakannya;

  3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya;

  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka;

  5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain;

  6. Kesimpulan. Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah:

  1. Penomoran Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepada

  2. Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan diambil sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari.

  3. Berpikir bersama Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban dari pertanyaan yang diberikan guru dan meyakinkan anggota dalam kelompok mengetahui jawabannya.

  4. Menjawab pertanyaan Guru memanggil salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengacungkan tangan dan menyiapkan jawaban yang akan disampaikan untuk seluruh kelas. Dan siswa yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas, kemudian kelompok lain menanggapi jawaban tersebut.

  

2.1.2.6. Sintaks Pembelajaran Matematika melalui Model Pembalajaran

Kooperatif tipe NHT

  Pada dasarnya Numbered Heads Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok. Dalam pembelajaran ini siswa diberikan kesempatan untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Menurut Trianto (2013:82) Numbered Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siawa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

  

Tabel 4

  Pemetaan Pembelajaran Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe

  

Numbered Hedas Together (NHT) adalah sebagai berikut:

Kegiatan Pembelajaran Sintaks NHT Eksplorasi elaborasi Konfirmasi

  Fase 1: Penomoran

  

  Fase 2: Mengajukan

  

  Pertanyaan Fase 3: Berpikir

  

  Bersama Fase 4: Menjawab

  √ √

  Tabel 5

  Implementasi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dalam Pembelajaran Matematika Sintaks NHT Langkah dalam Proses Kegiatan Guru

  Pembelajaran Penomoran Eksplorasi Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepala setiap kelompok sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Mengajukan Eksplorasi Guru mengajukan

  Pertanyaan pertanyaan berupa lembar kerja siswa Berpikir bersama Elaborasi Memfasilitasi siswa dan membimbing siswa dalam diskusi kelompok agar semua siswa tahu jawaban kelompok

  Menjawab Elaborasi, Konfirmasi Guru mengarahkan saat mempresentasikan di depan kelas dan kelompok lain mengutarakan pendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

2.1.3. Hakekat Hasil Belajar

  Hasil belajar dapat dikatakan sebagai tolok ukur keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Maka, sebuah keberhasilan atau kegagalan dalam proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar yaitu berupa lembar evaluasi.

  Menurut Slameto (2003) (dalam Hamdani, 2011:20) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Menurut Ahmad Susanto (2013:4) belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.

  Menurut Oemar Hamalik (2008:27) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi lingkungan. Sedangkan menurut Gagne (1977) (dalam Catharina Tri Anni, 2005:2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

  Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan pola tingkah laku individu yang dilakukan dengan sengaja melalui interaksi lingkungan yang berlangsung dalam periode waktu tertentu untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru.

  Hasil belajar menurut Catharina Tri Anni (2005:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung dari apa yang dipelajari oleh pembelajar. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.

  Menurut Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013:5) hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Reigeluth (1983) (dalam Jamil Suprihatiningrum, 2014:37) bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh.

  Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dari aktivitas belajar yang diindikasikan sebagai kemampuan yang diperoleh atau tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi yang dinyatakan dalam bentuk skor yang dipeoleh dari hasil tes evaluasi.

  

2.1.4. Hubungan Pembelajaran melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe

NHT

  Pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe

  

Numbered Heads Together (NHT), dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk

  aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Semua siswa dituntut aktif dan bekerjasama dalam kelompok, dalam diskusi kelompok semua siswa juga dituntut harus tahu jawaban dari hasil diskusi dan semua siswa harus siap ketika guru menunjuk untuk menyampaikan hasil diskusi di depan kelas. Sedangkan peran guru dalam proses pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini adalah sebagai fasilitator, pembimbing dan motivator, dalam proses pembelajaran siswa dituntut aktif karena inti pembelajaran ini siswa harus berpikir bersama untuk menyelesaikan masalah yang ada pada lembar kerja siswa yang diajukan oleh guru, seluruh siswa diharapkan siap karena pada tahap berikutnya guru memanggil nomor kepala secara acak dan nomor kepala yang dipanggil guru harus maju kedepan untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok. Dengan melalui pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) diharapkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika siswa juga akan meningkat.

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

  Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan Juwito (2012) dengan judul

  “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together (NHT) Pada Siswa Kelas IV SD Madugowongjati 02 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012

  ”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV. Hal ini terbukti adanya peningkatan tiap siklusnya, dari kondisi awal sebelumnya dilaksanakan nilai rata- rata siswa 55, siklus I nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 70, dengan prosentase ketuntasan 67%, kemudian meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 83 dan prosentase ketuntasan 98%.

  Hasil penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan Suhatmi (2013) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas 1 SD Negeri Terteg Kabupaten Pati”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengen model pembelajaran Numbered

  

Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika di kelas I

  SD. Hal ini terbukti adanya peningkatan pada setiap siklusnya, dari pra siklus atau sebelum dilakukan tindakan nilai rata-rata siswa adalah 50, ada mengalami peningkatan pada siklus I nilai rata-rata siswa menjadi 73,3 atau dengan prosentase ketuntasan sebesar 66,7%, kemudian meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata siswa menjadi 84,2 atau dengan prosentase ketuntasan yaitu 91,7%.

2.3. Kerangka Berpikir

  Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang di peroleh mencapai standar yang diinginkan. Agar memperoleh hasil belajar yang maksimal diperlukan beberapa faktor pendukung pembelajaran. Faktor-faktor pendukung tersebut bisa berupa alat peraga, model pembelajaran, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

  Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah model pembelajaran yang mampu membuat siswa bekerjasama dalam kelompok kecil dengan tingkat, dan membuat semua siswa siap dalam proses pembelajaran.

  Dalam model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads together (NHT) memiliki tahap-tahap pembelajaran atau langkah-langkah pembelajaran diantaranya: tahap 1 penomoran, tahap 2 mengajukan pertanyaan, tahap 3 berpikir

  Dalam proses pembelajaran sebelum diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) kurang memuaskan. Siswa kurang memperhatikan saat pembelajaran berlangsung, guru masih banyak berperan dalam pembelajaran, dan siswa sering merasa bosan ketika pembelajaran berlangsung. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika rendah bahkan masih banyak siswa yang nilainya dibawah KKM. Selanjutnya akan dilakukan tindakan berupa perlakuan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

  Numbered Heads Together (NHT).

  Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered

  

Heads Together (NHT), dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif secara

  individu maupun bekerjasama dalam kelompok, sedangkan peran guru dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah hanya sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses pembelajaran siswa dituntut aktif karena dalam proses pembelajaran pada kegiatan inti siswa harus berdiskusi dengan kelompok dan semua anggota kelompok harus mengetahui hasil dari diskusi. Setelah itu semua siswa harus siap jika nomor kepalanya dipanggil dan siswa yang ditunjuk oleh guru harus mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Dalam pembelajaran ini siswa menjadi siap dan berdiskusi dengan baik karena guru memanggil siswa secara acak dan tanpa memberitahu kepada siswa sebelumnya. Dengan melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

2.4. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

  Numbered Heads Together (NHT) diduga dapat meningkatkan hasil

  belajar Matematika materi pecahan pada siswa kelas IV SD Negeri

  Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2014/2015.

2. Melalui model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together

  (NHT) untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester II tahun ajaran 2014/2015 dapat dilakukan dengan empat fase yaitu dengan melalui tahapan penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama dan manjawab.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 07 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 104

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pembelajaran IPA 2.1.1 Pengertian IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dalam Pembelajaran IPA dengan Model Problem Based Learing (PBL) Siswa Kelas 5 SDN Wonorejo 04 Kec

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dalam Pembelajaran IPA dengan Model Problem Based Learing (PBL) Siswa Kelas 5 SDN Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupate

0 0 13

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dalam Pembelajaran IPA dengan Model Problem Based Learing (PBL) Siswa Kelas 5 SDN Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semara

0 0 27

PENINGKATAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN IPA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARING (PBL) SISWA KELAS 5 SDN WONOREJO 04 KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Keaktifan dalam Pembelajaran IPA dengan Model Problem Based Learing (PBL) Siswa Kelas 5 SDN Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang

0 0 70

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif TIPE NHT (Numbered Heads Together) pada Siswa Kelas IV SD Negeri Wonorejo 04 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Se

0 0 6