SINTESIS DAN KARAKTERISASI KIMIA FISIKA MgAl-HYDROTALCITE SEBAGAI BAHAN BAKU ANTASIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KIMIA FISIKA Mg/Al-HYDROTALCITE SEBAGAI BAHAN BAKU ANTASIDA

Disusun Oleh : EKA FITRIANI AHMAD

(M0307038)

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Jurusan Kimia Fakultas Sebelas Maret Surakarta telah

Eka Fitriani Ahmad NIM Kimia Fisika Mg/Al-hydrotalc

Pembimbing II

Dr. Eddy Heraldy, M.Si NIP. 19640305 200003 1002

Dipertahan

Anggota Tim Penguj

1. Dr. Sayekti Wahyuningsih, NIP. 19711211 199702 2001

2. Dr. Triana Kusumaningsih, NIP. 19730124 199903 2001

Fakultas Matematika

HALAMAN PENGESAHAN

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta telah mengesahkan skripsi mahasiswa :

Ahmad NIM M0307038, dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi

ydrotalcite Sebagai Bahan Baku Antasida”.

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

, M.Si.

Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. NIP. 19640305 200003 1002

NIP. 19780319 200501 1003

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari

: Rabu

Tanggal : 25 Juli 2012

Anggota Tim Penguji : Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si

Dr. Triana Kusumaningsih, M.Si 2……………………. 19730124 199903 2001

Disahkan oleh : Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sebelas Maret Surakarta Ketua Jurusan Kimia

Alam Universitas

dan Karakterisasi

Pembimbing I

Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. 19780319 200501 1003

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KIMIA FISIKA Mg/Al-HYDROTALCITE SEBAGAI BAHAN BAKU ANTASIDA” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 25 Juli 2012

Eka Fitriani Ahmad

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KIMIA-FISIKA Mg/Al-HYDROTALCITE SEBAGAI BAHAN BAKU ANTASIDA EKA FITRIANI AHMAD

Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi kimia fisika dari Mg/Al- hydrotalcite. Penelitian ini bertujuan untuk membuat Mg/Al-hydrotalcite sebagai bahan baku antasida. Sintesis Mg/Al-hydrotalcite dengan anion interlayer karbonat dilakukan pada rasio mol Mg/Al 2 : 1 dan pH 10 selama 1 jam. Karakterisasi hasil sintesis Mg/Al-hydrotalcite menggunakan X-Ray Diffraction, X-Ray Fluorescence dan Fourier Transform Infra Red, Thermo Gravimetric- Differential Thermal Analysis dan Surface Area Analyzer, sedangkan karakterisasi kimia fisika Mg/Al-hydrotalcite sebagai bahan baku antasida meliputi penentuan berat jenis (nyata, benar, dan mampat), sifat alir (faktor Hausner, porositas, dan kompresibilitas), kandungan lembab (moisture content), pH, kapasitas penetralan asam, dan kelarutan (pH 1, pH 2, pH 3, dan pH 4).

Karakterisasi material hasil sintesis dari penelitian ini merupakan suatu material padatan yang memiliki basal spacing d 003 7,61 Å, d 006 3,79 Å, dan

d 009 2,57 Å dan merupakan ciri Mg/Al-hydrotalcite dengan anion karbonat pada interlayer. Pada data XRF terdapat senyawa Mg-O dan Al-O dengan perbandingan rasio mol mendekati 2 : 1. Sementara itu, keberadaan gugus fungsi diverifikasi dengan adanya gugus hidroksi pada daerah bilangan gelombang 3444,87 cm -1 dan gugus karbonat pada 1361,74 cm -1 . Data ini juga didukung dengan data TG-DTA bahwa terjadi pelepasan hidroksi, karbonat dan juga terdeteksi adanya degradasi struktur Mg/Al-hydrotalcite. Pada data SAA menunjukkan bahwa pori Mg/Al-hydrotalcite merupakan kelompok mesopori. Sementara itu, karakterisasi kimia fisika dari Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis pada kapasitas penetralan asam dan pH sesuai dengan hydrotalcite komersial pada bahan baku antasida. Namun, memiliki perbedaan pada berat jenisnya. Hal ini dikarenakan berat molekul hydrotalcite yang digunakan berbeda dari segi struktur pembentuk anion penyeimbangnya. Mg/Al-hydrotalcite memiliki sifat alir yang baik, larut pada pH yang sangat rendah (pH=1) dan kelarutan semakin menurun seiring dengan kenaikan pH.

Kata kunci: karakterisasi kimia fisika, Mg/Al-hydrotalcite, antasida

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION CHEMICAL PHYSICS OF Mg/Al-HYDROTALCITE AS BASIC MATERIAL OF ANTACIDA EKA FITRIANI AHMAD

Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences. Sebelas Maret of University

ABSTRACT

Synthesis, characterization and chemical physics characteristic test of Mg/Al-hydrotalcite had been carried out. The purpose of this research is to make Mg/Al-hydrotalcite as basic material of antacida. Mg/Al-hydrotalcite was synthesized with mole ratio of Mg/Al 2:1 and pH 10 for one hours. Characterization of synthesized Mg/Al-hydrotalcite was done by using X-Ray Diffraction, X-Ray Flourosence and Fourier Transform Infra Red, Thermo Gravimetric-Differential Thermal Analysis and Surface Area Analyzer, while the chemical physics characterization of Mg/Al-hydrotalcite as a raw material of antacids include determining specific gravity (lossed, true, and tapped), the flow properties (Housner factor, porosity, and compressibility), moisture content, pH, acid neutralization capacity, and solubility (pH 1, pH 2, pH 3 and pH 4).

Characterization of the result from synthesized material was a solid material with basal spacing of d 003

7.61 Å, d 006

3.79 Å and and d 009

2.57 Å which

was characteristic of Mg/Al-hydrotalcite with carbonate anions in the interlayer. The result by XRF analysis presented that there are compounds Mg-O and Al-O with a mole ratio about 2:1. Meanwhile, the functional groups verified by presence of hydroxy groups on the 3444.87 cm -1 and carbonate groups at 1361.74 cm -1 . The result also were supported by TG-DTA analysis that the release of hydroxide, carbonate, and also detected by degradation of the structure of Mg/Al- hydrotalcite. SAA analysis showed that the Mg/Al-hydrotalcite pore was a group of mesopores. Meanwhile, the chemical physics characterization of acid neutralization capacity and with commercial hydrotalcite of antacids. This case because of the molecular weight structure hydrotalcite whice used were different anion balanced form structure. Mg/Al-hydrotalcite has a good flow properties, soluble at extreme pH (pH = 1) and the solubility decreases with increase in pH.

. Keywords: characterization of chemical physics, Mg/Al-hydrotalcite, antacids.

MOTTO

Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Q.S. Al An’am: 162-163)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh” (Alam Nasyarh: 6-7)

“Buah keberhasilan berasal dari kerja keras dan kesabaran yang tak pernah lelah” (Suryani Ahmad)

“Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik” (Evelyn Underhill)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah wa syukurillah, akhirnya sebuah karya ini dapat kupersembahkan kepada :  Allah Maha Besar atas rahmatnya, “my inspiration” Muhammad SAW.  Mama, terimakasih atas iringan doa yang tak pernah henti dan memotivasi

yang tak pernah letih, seperti cahaya menerangi kegelapan.  Fakhri Irfan Zakiey, adik yang memberiku inspirasi seperti malaikat kecil yang

mengajari ku banyak hal tentang kehidupan, kesabaran, kerja keras dan kasih sayang. Terus semangat adikku sayang, tetaplah berjuang untuk kehidupan. Terimakasih banyak atas pengorbananmu sehingga kakakmu ini bisa mendapatkan gelar sarjana, terimakasih banyak.

 Papa, terimakasih atas pelajaran hidup yang luar biasa.  Dewi Holymarindah, terimakasih atas doamu, motivasimu dan kesabaranmu

menanti kelulusanku.  Keluarga besar Kurni Ma`jid dan Ahmad Jaelani.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Kimia Fisika Mg/Al-hydotalcite Sebagai Bahan Baku Antasida”.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS dan sebagai pembimbing I, yang telah memberikan banyak motivasi. Pesan moril yang akan selalu penulis ingat yaitu “Hidup harus profesional dan harus bertahan dalam tekanan apapun”.

2. Bapak Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku pembimbing II, yang telah memberikan motivasi dan menginspirasi penulis.

3. Bapak Edy Pramono, M.Si., selaku Pembimbing Akademik.

4. Ibu Dr. Sayekti Wahyuningsih, M.Si, selaku Penguji 1.

5. Ibu Dr. Triana Kusumaningsih, M.Si, selaku Penguji 2

6. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku Ketua Lab Kimia Dasar FMIPA UNS.

7. Bapak/Ibu Dosen pengajar dan semua staf Jurusan Kimia.

8. Keluarga besar penulis atas doa dan dukungannya.

9. Teman serta sahabat seperjuangan Kusworo Aris Prasetiyo S.S, Hidayat Jati S.Si, Muh. Yanwar Prasetyo S.Si, Fajar Indah Puspitasari, Meirina Kusumaningtyas, dan Dwi Wahyuni atas semangat dan dukungannya.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Surakarta, 25 Juli 2012

Eka Fitriani Ahmad

6. Kelarutan .............................................................................. 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 44

A. Kesimpulan .............................................................................. 44

B. Saran ....................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 46 LAMPIRAN....................................................................................................... 54

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Gugus fungsi Mg/Al-hydrotalcite......................................................... 12 Tabel 2. Basal spacing puncak tertinggi Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis....... 32 Tabel 3. Hasil analisis XRF................................................................................ 33 Tabel 4. Perbandingan gugus fungsi Mg/Al-hydrotalcite................................... 34 Tabel 5. Hasil analisis SAA................................................................................ 38 Tabel 6. Karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite sebagai bahan baku antasida........... 39

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur (Cavani et al., 1991)............................................................. 7 Gambar 2. Struktur senyawa brucite (Goh et. al., 2008)..................................... 7 Gambar 3. Skema struktur senyawa hydrotalcite (Murphy et al., 2004)............. 8 Gambar 4. Aplikasi hydrotalcite (Moyo, 2009)................................................... 8 Gambar 5. Difraktogram XRD Mg/Al-hydrotalcite (Sharma et al., 2008)......... 10 Gambar 6. Kurva TG/DTA (Cavani et al., 1991)................................................ 14 Gambar 7. Dekomposisi Mg/Al-hydrotalcite (Moyo, 2009).......................... 15

Gambar 8. TGA Mg/Al-hydrotalcite-CO 3 (Sharma et al., 2008)......................... 15 Gambar 9. Foto senyawa hasil sintesis................................................................ 31 Gambar 10. Profil difraktogram XRD

(a) Mg/Al hydrotalcite standar (Sharma et. al., 2008) (b) Mg/Al hydrotalcite hasil sintesis................................................. 31

Gambar 11. Spektra Inframerah

(a) Mg/Al-hydrotalcite (Sharma et al., 2007) (b) Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis................................................ 34

Gambar 12. Termogram TG-DTA

(a) Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis (b) Mg/Al-hydrotalcite (Kang et al., 2005)....................................... 36

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Senyawa hydrotalcite merupakan suatu hidroksida berlapis ganda yang mempunyai lapisan bermuatan negatif dengan kation pada interlayer (Bejoy, 2001). Lempung anionik seperti hydrotalcite kurang banyak terdapat di alam dibandingkan dengan lempung kationik, namun lempung anionik mudah disintesis (Zhu et al., 2005). Lapisan hidroksida mempunyai struktur mirip brucite dan dikenal sebagai layer double hydroxides (Cavani et al., 1991) dengan formula

umum [M 2+ 1-x M 3+ x (OH) 2 ] x+ [A n- b/n ].mH 2 O, di mana M 2+ dan M 3+ adalah kation

divalen dan trivalen pada posisi oktahedral dalam lapisan hidroksida yang dikelilingi 6 gugus hidroksida dengan kisaran x normal antara 0,17 sampai 0,33. Sementara itu, A n- adalah anion organik atau anorganik pada interlayer yang disebabkan oleh adanya muatan positif pada permukaan hydrotalcite. Parameter m

merupakan jumlah molekul H 2 O (Jinhong et al., 2005). Hydrotalcite biasanya diproduksi dengan penambahan larutan Na 2 CO 3 , atau larutan NaOH yang dicampurkan dengan larutan MgCl 2 dan AlCl 3 (Miyata et al., 1976). Hydrotalcite merupakan salah satu mineral yang menarik, prospektif dan menjanjikan, karena dapat berguna dalam berbagai aplikasi (Tong et al., 2003). Dalam aplikasinya, hydrotalcite memiliki kemampuan sebagai katalis, padatan pendukung katalis, penukar anion, adsorben dan penstabil (Kloprogge et al., 2002). Pada industri farmasi, hydrotalcite dapat digunakan sebagai bahan tambahan, yaitu sebagai penstabil formulasi obat-obatan dan kosmetik (Xu et al., 2001; Ooishi et al., 1993; Ueno et al., 1987; Carreterro et al., 2010), obat terapi anti kanker (Choy et al., 2007), serta sebagai bahan pengontrol keluarnya bahan aktif dalam obat (drug release control) (Ambrogi et al., 2001, 2002, 2003; Nakayama et al., 2003).

Salah satu penggunaan hydrotalcite sebagai controled release yaitu hydrotalcite memiliki sifat antasida sehingga dapat di interkalasi dengan material obat yang dapat merusak mukosa lambung (Nalawade et al., 2009). Bejoy (2001) menyatakan bahwa hydrotalcite menjadi golongan antasida yang dapat diandalkan dibandingkan dengan konvensional karena memiliki kemampuan lebih baik daripada antasida lainnya dalam menetralisasi asam lambung berlebih. Djuwantoro (1992) juga menyatakan efek laksatif (pencahar) yang ditimbulkan dari magnesium hidroksida dan efek konstipasi (sembelit) dari aluminium hidroksida dapat diatasi dengan menggunakan suatu preparat dari kombinasi kedua antasida tersebut. Mekanisme hydrotalcite yang mendasari perlindungan mukosa (selaput lendir) lambung masih tidak jelas dipahami. Namun, hydrotalcite diyakini mempunyai kemampuan membantu pepsin (enzim pencernaan dalam lambung) untuk menetralkan aktivitas anti-tukak (Bejoy, 2001) sehingga banyak industri farmasi yang memanfaatkan hydrotalcite sebagai antasida (Gunawan, 2008). Kandungan umum dari senyawa hydrotalcite pada antasida memiliki

formula Al 2 Mg 6 (OH) 14 (CO 3 ) 2 .4H 2 O (Anonim, 2007).

Untuk memenuhi kebutuhan hydrotalcite pada antasida dalam industri farmasi dan ketersediaan hydrotalcite di alam sedikit, maka perlu dilakukan suatu kajian pendahuluan yang membandingkan Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis dengan hydrotalcite komersial karena suatu material harus melewati beberapa pengujian agar dapat dijadikan sebagai bahan baku. Selain itu, mengidentifikasikan karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite baik sebagai material hasil sintesis maupun sebagai bahan baku antasida. Karakterisasi material hasil sintesis bertujuan untuk mengidentifikasi material yang dihasilkan dari sintesis. Sementara itu, karakterisasi sebagai bahan baku antasida dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang formulasi. Hal ini dimaksudkan juga untuk mempersiapkan rancangan dari suatu bentuk bahan baku yang tepat sesuai dengan standar (Ansel, 1989 dan Lachman et al., 1994) karena antasida yang ideal harus mempunyai Untuk memenuhi kebutuhan hydrotalcite pada antasida dalam industri farmasi dan ketersediaan hydrotalcite di alam sedikit, maka perlu dilakukan suatu kajian pendahuluan yang membandingkan Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis dengan hydrotalcite komersial karena suatu material harus melewati beberapa pengujian agar dapat dijadikan sebagai bahan baku. Selain itu, mengidentifikasikan karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite baik sebagai material hasil sintesis maupun sebagai bahan baku antasida. Karakterisasi material hasil sintesis bertujuan untuk mengidentifikasi material yang dihasilkan dari sintesis. Sementara itu, karakterisasi sebagai bahan baku antasida dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang formulasi. Hal ini dimaksudkan juga untuk mempersiapkan rancangan dari suatu bentuk bahan baku yang tepat sesuai dengan standar (Ansel, 1989 dan Lachman et al., 1994) karena antasida yang ideal harus mempunyai

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Hydrotalcite dapat disintesis dengan berbagai metode seperti elektrokimia, stoikiometri, pertukaran ion maupun secara kopresipitasi (Hickey et al., 2000). Namun penggunaan metode selain kopresipitasi dalam preparasi dengan anion selain karbonat sulit dilakukan, karena dimungkinkan akan terjadi kontaminasi karbon dioksida. Kesulitan pencegahan ini menyebabkan metode kopresipitasi menjadi paling umum yang digunakan dalam sintesis. Adapun perlakuan pada saat sintesis Mg/Al-hydrotalcite dapat dilakukan pada beberapa variasi suhu, pH, dan waktu (Oh et al., 2002). Menurut Hickey et al. (2000), Mg/Al-hydrotalcite terkristalisasi dengan baik pada pH 8 - 10,5. Sementara itu, Kameda et al. (2000) mensintesis Mg/Al-hydrotalcite pada temperatur 60 °C, dan pH 10 selama 1 jam.

Rasio mol Mg/Al secara khas berada pada kisaran antara 2,0 sampai 3,7 (Kameda et al., 2000). Sementara itu, Oza et al. (2006) telah membuat Mg/Al- hydrotalcite dari bahan alam dan memperoleh kondisi optimum pada pH 8,5 - 10,5 dengan temperatur antara 60 - 70 °C. Menurut Heraldy et al. (2006), kemurnian senyawa Mg/Al-hydrotalcite akan semakin tinggi dengan semakin berkurangnya nilai rasio mol Mg/Al. Kemudian berdasarkan penelitian sebelumnya, kondisi optimum untuk sintesis Mg/Al-hydrotalcite dicapai dengan rasio 2 : 1 (Prasasti, 2008).

Karakterisasi terhadap material hasil sintesis dapat dilakukan dengan berbagai macam analisis identifikasi, di antaranya X-Ray Diffractometer (XRD) dan X-Ray Flourosence (XRF) untuk mengidentifikasi senyawa utama dalam sampel, Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengidentifikasi keberadaan gugus-gugus fungsi dari suatu material, Thermo Gravimetric - Differential Thermal Analysis (TG-DTA) untuk analisis termal material yang akan Karakterisasi terhadap material hasil sintesis dapat dilakukan dengan berbagai macam analisis identifikasi, di antaranya X-Ray Diffractometer (XRD) dan X-Ray Flourosence (XRF) untuk mengidentifikasi senyawa utama dalam sampel, Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengidentifikasi keberadaan gugus-gugus fungsi dari suatu material, Thermo Gravimetric - Differential Thermal Analysis (TG-DTA) untuk analisis termal material yang akan

Karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite sebagai bahan baku antasida memerlukan tahapan–tahapan proses yang meliputi preformulasi, formulasi dan proses pengontrolan. Preformulasi memerlukan pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologi dari semua bahan obat yang digunakan dalam membuat produk tersebut (Ansel, 1989). Sebagai tahapan awal (preformulasi), dapat dilakukan penelitian secara in vitro dan in vivo pada karakterisasi kimia fisika untuk mengetahui karakter bahan tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam merancang formulasi obat untuk mencapai hasil yang diinginkan (Ogungbenle, 2009).

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka perlu dibuat batasan-batasan masalah, yaitu sebagai berikut.

a. Sintesis Mg/Al-hydrotalcite dilakukan pada pH 10, suhu 70 °C, dan waktu

sintesis 1 jam dengan metode kopresipitasi (Kameda et al., 2000) .

b. Rasio mol Mg/Al dibuat 2 : 1 (Heraldy et al., 2009, 2011, dan 2012).

c. Karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite sebagai material hasil sintesis dilakukan dengan XRD, XRF, FTIR, TG-DTA dan SAA.

d. Karakterisasi kimia fisika Mg/Al-hydrotalcite sebagai bahan baku antasida meliputi beberapa pengujian yaitu berat jenis (nyata, benar, dan mampat), sifat alir (faktor Housner, porositas, dan kompresibilitas), kandungan lembab (moisture content), pH, kapasitas penetralan asam, dan kelarutan (pH 1, pH 2, pH 3, dan pH 4).

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis?

b. Apakah karakterisasi kimia fisika dari Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis sesuai dengan hydrotalcite komersial sebagai bahan baku antasida?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakterisasi Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis dengan analisis menggunakan XRD, XRF, FTIR, TG-DTA, dan SAA.

2. Mengetahui kesesuaian karakter Mg/Al-hydrotalcite dengan hydrotalcite komersial sebagai bahan baku antasida.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang karakterisasi dari Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis.

2. Memberikan informasi kesesuaian Mg/Al-hydrotalcite dengan hydrotalcite komersial.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hydrotalcite

a. Struktur hydrotalcite Hydrotalcite merupakan lempung anionik yang terdiri dari tumpukan lapisan bermuatan positif dan mempunyai anion di interlayer kation tersebut (Rajamanthi et al., 2001). Pada umumnya, hydrotalcite mempunyai formula

[M 2+ 1-x M 3+ x (OH) 2 ] x+ [A n- x/n ].mH 2 O, dimana M II adalah kation logam divalen

seperti Mg 2+ , Fe 2+, Ni 2+ , Cu 2+ , Co 2+ , Mn 2+ , Zn 2+ atau Cd 2+ , M III adalah kation

logam trivalen, seperti Al 3+ , Cr 3+ , Ga 3+ , atau Fe 3+ , sedangkan A n- adalah CO 3 2- , SO 4 2- , Cl - , NO 3 - , atau anion organik. Nilai x pada umumnya berkisar antara 0,17 sampai 0,33 dan m merupakan jumlah molekul H 2 O (Vaccari et al., 1998;

Kovanda et al., 2005). Menurut Miyata et al. (1976), hydrotalcite dalam bentuk naturalnya adalah suatu hidroksi karbonat dari magnesium dan aluminium dengan

rumus Mg 6 Al 2 (OH) 16 CO 3 .4H 2 O.

Secara struktural, struktur kimia hydrotalcite mirip dengan brucite Mg(OH) 2 dengan pergantian beberapa ion Mg 2+ oleh ion Al 3+ . Brucite adalah senyawa yang terdiri atas tatanan heksagonal dari ion hidroksida di mana lembaran dari situs oktahedral ditempati oleh ion-ion Mg 2+ . Pergantian ion Mg 2+ oleh Al 3+ pada hydrotalcite menyebabkan lapisan mirip brucite bermuatan positif karena ion Al 3+ merupakan kation dengan muatan lebih besar. Penggantian ion Mg 2+ oleh Al 3+ dapat terjadi karena jari-jari kedua ion ini tidak jauh berbeda (jari- jari Mg 2+ = 0,660 Å; jari-jari Al 3+ = 0,510 Å). Menurut Cavani et al .(1991), salah satu aturan dari sintesis hydrotalcite adalah jari-jari kation logam yang digunakan tidak jauh berbeda dari kation logam Mg 2+ . Struktur brucite dan hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Struktur: a. tipe brucite; b. hydrotalcite; c. komposisi atom

(Cavani et al., 1991)

Lapisan mirip brucite yang dimiliki hydrotalcite membutuhkan anion pada interlayer. Anion ini merupakan gabungan anion dengan empat molekul H 2 O yang

terikat lemah pada sisi muatan positif yang berlebih di mana anion dan molekul

H 2 O terletak pada ruang interlayer lalu membentuk molekul-mulekul baru (Arhenius, 2003).

Gambar 2. Struktur senyawa brucite (Goh et al., 2008) Struktur oktahedral Mg 2+ dan Al 3+ yang sisinya saling berbagi akan

membentuk lembaran-lembaran (sheets) yang tidak terbatas. Lembaran-lembaran ini akan bertumpuk satu sama lain dan terikat dengan ikatan yang lemah melalui ikatan hidrogen (Vaccari et al., 1998; Kovanda et al., 2005). Lapisan-lapisan ini kemudian akan menjadi positif sehingga diperlukan anion-anion penyeimbang di daerah interlayer untuk menghasilkan muatan listrik yang netral seperti gambar skema struktur senyawa hydrotalcite yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema struktur senyawa

b. Sifat hydrotalcite Hydrotalcite memiliki dan surface area yang tinggi. yang rendah atau mendekati kemampuan pertukaran anion 2010), serta memiliki sifat Ruang lingkup dari aplikasi

Gambar 4.

Skema struktur senyawa hydrotalcite (Murphy et al

ydrotalcite

memiliki kemampuan adsorpsi, kapasitas pertukaran yang tinggi. Selain itu, hydrotalcite juga memiliki mendekati nol (Choy et al., 2007). Hydrotalcite mempunyai

pertukaran anion yang signifikan (Barriga et al., 2002; Hussein memiliki sifat memory effect (dapat diregenerasi) (Roto et al

aplikasi hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Aplikasi hydrotalcite (Moyo, 2009)

et al., 2004)

pertukaran anion, memiliki toksisitas mempunyai ; Hussein et al., et al., 2008).

Selain itu, hydrotalcite dengan anion interlayer berupa CO 3 2- mempunyai kestabilan struktur yang baik pada kondisi pH ≤ 3,0. Anion interlayer CO 3 2- akan mengikat ion H + membentuk ion HCO 2 3- , sedangkan OH - pada permukaan hydrotalcite bereaksi dengan H + menghasilkan molekul H 2 O pada kondisi pH ≤3

sehingga sebagian hydrotalcite larut dalam air. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan massa hydrotalcite yang direndam dalam larutan dengan pH ≤ 3,0 (Shiddiq, 2005).

c. Sintesis Mg/Al-hydrotalcite. Hickey et al. (2000) menyebutkan bahwa hydrotalcite dapat disintesis dengan beberapa metode, yaitu sintesis hidrotermal, rekonstruksi struktural, elektrokimia, dan kopresipitasi atau pengendapan. Oh et al. (2002) telah membuat Mg/Al-hydrotalcite dengan metode kopresipitasi, yaitu larutan yang mengandung

sumber kation magnesium dari [Mg(NO 3 ) 2 ] dan aluminium dari [Al(NO 3 ) 3 ]

dicampurkan dengan larutan yang mengandung sumber karbonat sebagai anionnya, kemudian disintesis pada pH 10–13 sampai terbentuk padatan (gel). Sementara itu, Heraldy et al. (2006) juga mensintesis Mg/Al-hydrotalcite dengan rasio mol Mg/Al 2,0 ; 2,5 dan 3,0 dari campuran magnesium klorida dan aluminium klorida melalui metode kopresipitasi secara langsung. Sintesis yang paling sering dilakukan adalah sintesis hydrotalcite dengan anion interlayer

berupa CO 3 2- secara pengendapan larutan magnesium dan aluminium

menghasilkan suatu Mg/Al-hydrotalcite. Cara ini dipilih dan disukai karena tidak perlu mencegah adanya kontaminasi dari karbon dioksida sebab hanya karbonat yang siap bergabung dan terikat dengan kuat di dalam daerah interlayer (Newman et al., 1998).

Semua kation pada cara sintesis ini mengendap secara simultan dalam rasio mol sesuai dengan rasio mol larutan awalnya. Kemurnian senyawa Mg/Al- hydrotalcite akan semakin tinggi dengan semakin berkurangnya nilai rasio mol Mg/Al-hydrotalcite (Heraldy et al., 2009).

d. Karakterisasi Mg/Al Analisis yang sering di alam maupun yang merupakan Diffractometer (XRD), (FTIR), Thermo Gravimetric Surface Area Analyzer (SAA).

1) Identifikasi dan kandungan mineral Metode yang digunaka kualitatif dan kuantitatif analisis secara kualitatif sampel, sedangkan analisis kandungan senyawa utama pola XRD timbul dari struktur k difraksi luar dan menurunkan intensitas (Cavani et al sinar-X adalah unik hydrotalcite, yaitu pada senyawa hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. (a) JCPDS 14

Mg/Al-hydrotalcite yang sering dilakukan untuk mengkarakterisasi mineral yang merupakan hasil sintesis dengan menggunakan alat (XRD), X-Ray Flourosence (XRF), Fourier Transform Infra Gravimetric - Differential Thermal Analysis (TG-DTA),

(SAA).

Identifikasi dan kandungan mineral yang digunakan untuk menganalisis zat padat berupa kristal kuantitatif dengan sinar X adalah XRD dan XRF. Pada

kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa utama sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui persentase senyawa utama tersebut dalam sampel. Kesulitan dalam menganilisis XRD timbul dari struktur kristal yang tidak homogen, sehingga terdapat

menurunkan simetri yang menimbulkan perbedaan al., 1991). Meskipun terdapat ketidakpastian, pola untuk setiap struktur kristal. Basal spacing

d 003 ,d 006 , dan d 009 (Moyo, 2009). Profil difraktogram ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Difraktogram XRD Mg/Al-hydrotalcite JCPDS 14-191 (b) Mg/Al-hydrotalcite (Sharma et al., 2008)

mineral yang ada menggunakan alat X-Ray Transform Infra Red DTA), dan

padat berupa kristal secara XRF. Pada XRD senyawa utama dalam mengetahui persentase dalam menganilisis sehingga terdapat garis perbedaan dalam ola difraksi spacing Mg/Al- difraktogram dari

Setiap kristal mempunyai harga d yang khas sehingga dengan mengetahui harga d maka jenis kristalnya dapat diketahui. Referensi harga d dan intensitas suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre for Difraction Data

(West, 1992). Hydrotalcite dengan anion interlayer berupa CO 3 2- dicirikan oleh

harga d sekitar 7,80 Å. Pencirian ini disebutkan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kloprogge et al. (2002) dan Hickey et al. (2000).

Penelitian Kang et al. (2005) mendapatkan Mg/Al-hydrotalcite dengan rasio 3; 2,5; dan 2 dengan nilai d 7,90; 7,82; dan 7,65 Å. Penelitian Alnavis (2010) yang telah mensintesis Mg/Al-hydrotalcite dari brine water dengan rasio Mg/Al = 2,0 pada difraktogram XRD memiliki tiga puncak dengan intensitas tertinggi, yaitu pada harga 2θ sebesar 11,66; 23,45 dan 34,57 yang merupakan karakter pada senyawa hydrotalcite.

Sementara XRF, analisis unsur secara kuantitatif hanya memberikan informasi kandungan unsur suatu bahan, sedangkan analisis kualitatif dinyatakan dalam intensitas dengan satuan cps (count per second ). Semakin besar intensitas yang muncul, maka semakin banyak kandungan unsur tersebut dalam suatu bahan (Hendayana, 1994). Ahmad et al. (2011) menggunakan analisis XRF untuk mengetahui kandungan logam yang terkandung pada Mg/Al-hydrotalcite dan diperoleh hasil Mg/Al-hydrotalcite tidak mengandung logam berbahaya.

2) Penentuan gugus fungsi. Metode yang sering digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungsi dalam suatu molekul adalah dengan analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR). Apabila radiasi FTIR dilewatkan melalui suatu sampel, maka molekul- molekulnya yang bervibrasi dapat mengabsorpsi energi dan akan memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul (Hendayana, 1994). Senyawa-senyawa anorganik yang membentuk ikatan-ikatan kovalen di dalam ion molekul, kation, atau anion akan menghasilkan sebuah spektra absorpsi yang berkaitan dengan frekuensi gugus (Cavani et al., 1991). Daerah sinar FTIR

yang paling penting dalam penentuan struktur suatu senyawa organik berkisar antara 4000 cm -1 – 625 cm -1 (Silverstein et al., 1981).

Johnson et al. (2003) telah melaporkan adanya puncak-puncak yang khas dari vibrasi gugus-gugus fungsi pada senyawa hydrotalcite. Puncak pada bilangan gelombang 3400 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur OH, 1400 cm -1 menunjukkan

vibrasi ulur asimetris CO 3 , 800 cm -1 menunjukkan deformasi luar bidang CO 3 ,

sementara pada bilangan gelombang 600 - 400 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur M-Al-O dan vibrasi ulur serta tekuk dari M-O dengan M adalah logam. Spektra FTIR dari hydrotalcite mempunyai puncak-puncak khas seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Gugus fungsi Mg/Al-hydrotalcite Gugus fungsi

Bilangan gelombang (cm -1 ) Uluran OH dan M-O

3400 - 3500 a,b

Tekukan OH

1650 d

Uluran simetris C-O

1385 a,c

Uluran asimetris C-O

1500,5 c

Tekukan O=C-O

650 a

Uluran Mg-O dan Al-O 400 - 600 a (2 puncak) Sumber : a Kannan (1995) dalam Johnson et al. (2003), b Bhaumik, et al. (2004),

c Cosimo, et al. (1998), d Yang et al. (2007).

Lakraimi et al. (2000) juga melaporkan adanya gugus-gugus fungsi pada hydrotalcite. Bilangan gelombang 3450 cm -1 menunjukkan vibrasi gugus OH,

1650 cm -1 menunjukkan vibrasi tekuk H 2 O dari interlayer, 647 cm -1 untuk vibrasi M-O, 435 cm -1 untuk O-M-O, sedangkan 1360 cm -1 menunjukkan vibrasi CO 3 .

3) Analisis termal Thermo Gravimetric Analyzer (TGA) secara otomatis mencatat perubahan berat suatu sistem bila temperaturnya berubah dengan laju tertentu. Perubahan temperatur dan berat direkam secara kontinyu.

Differential Thermal Analyzer (DTA) akan mendeteksi setiap perubahan termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan secara eksotermik maupun endotermik. Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram diferensial sebagai puncak maksimum dan minimum. Puncak maksimum menunjukkan peristiwa eksotermis di mana panas akan dilepaskan oleh sampel. Puncak minimum menunjukkan peristiwa endotermis di mana terjadi penyerapan panas oleh sampel.

Menurut Yang et al. (2002) analisis termal Mg/Al-hydrotalcite layered double hydroxide dapat diidentifikasi dari:

a. Pelepasan interlayer air pada temperatur 70 - 190 °C, terdapat dua fase kristal yang berbeda secara bersamaan, fase I dengan suatu basal spacing antara 7,5 - 7,3 Å dan fase II dengan basal spacing ~ 6,6 Å, struktur layered double hydroxide masih tetap utuh.

b. Pada temperatur antara 190 - 280 °C, OH - berikatan dengan Al 3+ yang mulai lepas pada temperatur 190 °C dan terlepas seluruhnya pada temperatur 280 °C. Pada temperatur ini fase I diubah ke dalam fase II.

c. Pada temperatur antara 280 - 405 °C, OH - berikatan dengan Mg 2+ yang mulai lepas pada temperatur 280 °C dan terlepas seluruhnya pada temperatur 405 °C, degradasi dari struktur layered double hydroxide juga diamati pada daerah yang sama.

d. Pada temperatur 405 - 508 °C, CO 3 2- mulai lepas dan terlepas seluruhnya pada temperatur 508 °C. Pada temperatur ini, material menjadi suatu campuran larutan padatan oksida amorf metastabil.

Hibino et al. (1995) mengemukakan terjadinya tiga penurunan berat untuk hydrotalcite (sampel 1) dan hydrotalcite dengan perlakuan hidrotermal pada Hibino et al. (1995) mengemukakan terjadinya tiga penurunan berat untuk hydrotalcite (sampel 1) dan hydrotalcite dengan perlakuan hidrotermal pada

Gambar 6. hydrotalcite dengan perlakuan te Selain itu, Moyo hydrotalcite biasanya meli dan decarbonation. Dehidra pada 350 - 500 °C bersa temperatur di atas 700 ° (II) dan M (III).

C dan 500 kPa selama 12 jam (sampel 2). Puncak endotermik

disebabkan karena dehidrasi molekul air pada interlayer untuk

temperatur 210 C dan sampel 2 terjadi pada temperatur muncul pada temperatur 320 C untuk sampel 1 dan sampel 2. Puncak ketiga muncul pada temperatur 375

temperatur 400 C untuk sampel 2. Puncak kedua dikaitkan ikatan OH dengan Al, sedangkan puncak ketiga ikatan OH dengan Mg. Ketiga penurunan berat ditunjukkan

Kurva TG-DTA (1) Mg/Al-hydrotalcite, (2) Mg dengan perlakuan termal pada 150 C (Cavani et al., 1991) , Moyo (2009) juga menyatakan dekomposisi biasanya melibatkan proses endotermik dehidrasi, dehydroxylation ehidrasi terjadi antara 100 - 300 °C dan dehydroxy bersamaan dengan decarbonation dari anion karbonat. 700 °C, produk dekomposisi adalah oksida campuran

14

Puncak endotermik untuk sampel 1 temperatur 220 C. dan temperatur 375 C untuk dikaitkan dengan ketiga sebagai ditunjukkan pada

Mg/Al- 1991) ekomposisi Mg/Al- dehydroxylation dehydroxylation

karbonat. Pada campuran dari M

Gambar 7. Dekompo Salah satu contoh anion interlayer karbonat (

Gambar 8. Xie et al. ( mempunyai puncak endo pelepasan gugus OH endotermis pada tempe hydrotalcite terjadi pada 498

Dekomposisi Mg/Al-hydrotalcite (Moyo, 2009) ntoh bentuk termogram TG-DTA Mg/Al-hydrotalcite karbonat (Mg/Al-hydrotalcite-CO 3 ) ditunjukkan oleh Gambar 8.

TGA Mg/Al-hydrotalcite-CO 3 (Sharma et al., 2008) (2003) menyatakan termogram Mg/Al-hydrotalcite puncak endotermis pada temperatur 238 °C yang menunj us OH - . Pelepasan karbonat ditunjukkan oleh temperatur 414 °C, sedangkan degradasi struktur

i pada 498 °C (Frost et al., 2005).

2009) hydrotalcite dengan ) ditunjukkan oleh Gambar 8.

., 2008) hydrotalcite yang menunjukkan oleh puncak struktur Mg/Al-

4) Analisis permukaan Permukaan sebagian besar zat padat, khususnya lempung, dapat dipastikan mengandung pori-pori. Menurut Alejandre et al. (1999) permukaan pori Mg/Al-hydrotalcite dipengaruhi oleh komposisi sampel dan temperatur sehingga mempengaruhi sifat dan kegunaan.

Wright (2002) menyebutkan bahwa Mg/Al-hydrotalcite dengan anion interlayer karbonat mempunyai surface area sekitar 100 m 2 /g. Hasil penelitian

Johnson et al. (2003) menunjukkan bahwa Mg/Al-hydrotalcite dengan anion

interlayer karbonat mempunyai surface area 53,9 m 2 /g. Referensi tersebut

menunjukkan bahwa Mg/Al-hydrotalcite termasuk dalam klasifikasi surface area sedang.

Luas surface area zat padat dapat dihitung dengan mengukur jumlah molekul N 2 yang diadsorpsi, pada penutupan monolayer dan ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis data adsorpsi gas N 2 di antaranya

adalah metode Brunauer-Emmett-Teller (BET) (Rives et al., 1992). Metode BET merupakan metode analisis adsorpsi gas yang paling sering digunakan karena mudah. Persamaan BET menggambarkan hubungan antara jumlah gas nitrogen isoterm yang diadsorpsi pada 150 °C dengan tekanan parsial dan jumlah yang diadsorpsi pada penutupan monolayer (Jaqueline et al., 1999).

2. Antasida

a. Pengertian antasida Antasida adalah senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan asam

lambung. Antasida bermanfaat untuk mengobati penyakit saluran cerna karena mengembalikan derajat keasaman lambung pada daerah pH 3 – 5 (Anonim, 2000).

Antasida yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya mampu menetralkan asam, tidak diadsorbsi oleh saluran cerna, sedikit atau tidak mengandung natrium, dan tidak menimbulkan efek samping. Bahan baku antasida dapat digolongkan menjadi 3, yaitu: dengan kandungan alumunium atau magnesium, kandungan natrium bikarbonat, dan kandungan kalsium. Kalsium

karbonat dapat menyebabkan acid rebound (asam berlebih pada lambung), konstipasi (sembelit), mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal. Karena efek samping yang sangat merugikan ini, kalsium karbonat tidak dianjurkan untuk pengobatan ulkus peptikum (luka pada lambung atau usus dua belas jari). Pada natrium karbonat cenderung menimbulkan alkalosis sistemik, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai antasida dalam pengobatan ulkus peptikum. Di sisi lain, penggunaan aluminium hidroksida menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Efek samping yang utama adalah konstipasi (sembelit). Hal ini dapat diatasi dengan memberikan antasida garam Mg (Djuwantoro, 1992).

Secara umum, hydrotalcite memiliki sejumlah sifat yang membuatnya sesuai sebagai bahan baku farmasi seperti memiliki surface area yang besar dan memiliki efek sinergis interlayer (Orthman et al., 2003). Oleh karena itu, saat ini hydrotalcite merupakan salah satu formula yang telah dikembangkan sebagai golongan antasida. Hydrotalcite merupakan salah satu contoh antasida yang memiliki kemampuan lebih baik dibanding antasida lainnya dalam menetralisasi asam lambung yang berlebihan. Nalawade et al. (2009) menyatakan bahwa hydrotalcite memiliki sifat antasida sehingga dapat di interkalasi dengan material obat yang dapat merusak mukosa lambung sehingga hydrotalcite dapat diaplikasikan

Hydrotalcite merupakan

hydroxymagnesium aluminate complex, di mana dengan cepat asam lambung akan

berubah menjadi Mg(OH) 2 dan Al(OH) 3 yang sangat sulit diabsorpsi sehingga

efeknya bisa bertahan lebih lama, dan dapat mempertahankan pH lambung normal (pH = 3,5) dalam waktu lama. Selain itu, hydrotalcite juga dapat membantu melindungi mukosa lambung (selaput lendir pada lambung) sehingga tidak mudah rusak oleh asam lambung (Troy, 2005). Mekanisme hydrotalcite dalam menetralkan asam lambung/tukak peptik (HCl):

Mg 6 Al 2 (OH) 16 CO 3. 4H 2 O + 18 HCl → 6MgCl 2 + 2AlCl 3 + 21H 2 O + CO 2

b. Karakterisasi bahan baku antasida Mg/Al-hydrotalcite hasil sintesis berupa serbuk memiliki peran utama

sebagai zat aktif dan sebagai bahan awal untuk pembuatan bahan baku obat, seperti granulat, tablet bersalut, dan suspensi. Sementara itu, untuk membuat suatu bahan baku obat diperlukan tahapan–tahapan proses yang meliputi preformulasi, formulasi dan proses pengontrolan. Preformulasi memerlukan pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologi dari semua bahan obat dan bahan–bahan tambahan yang digunakan dalam membuat produk tersebut (Ansel, 1989).

Karakterisasi sebagai bahan baku antasida bertujuan untuk mengetahui data-data karakter bahan obat yang dapat dijadikan pertimbangan formulator dalam merancang formulasi obat untuk mencapai hasil yang diinginkan (Ogungbenle, 2009). Oleh karena itu, sebagai tahapan preformulasi dilakukan karakterisasi sebagai bahan baku antasida terhadap Mg/Al-hydrotalcite yang meliputi beberapa pengujian.

1) Berat jenis Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara massa bahan (m) terhadap volumenya (v). Berat jenis merupakan suatu karakterisasi bahan yang penting, yang digunakan dalam pengujian identitas dan kemurnian (bahan obat dan bahan pembantu), khususnya sifat cairan dan zat yang berjenis. Di samping itu, penentuan berat jenis akan mempermudah dalam memformulasi obat untuk menentukan apakah suatu zat dapat bercampur atau tidak dengan zat lainnya. Penentuan berat jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer, aerometer, timbangan hidrostatik, dan cara manometrik. Untuk zat padat tidak homogen dan serbuk yang memiliki pori dan ruang rongga, berat jenis tidak lagi terdefinisi secara jelas sehingga harus dibedakan antara berat jenis benar dengan berat jenis nyata. Berat jenis benar adalah perbandingan massa dengan volume dari zat padat tanpa pori dan tanpa ruang rongga, sedangkan berat jenis nyata adalah volumenya yang membesar akibat adanya pori-pori yang ikut diperhitungkan, dengan

demikian secara numerik berat jenis nyata tetap lebih kecil daripada berat jenis benar (Voigt, 1994).

2) Sifat alir Serbuk dikarakterisasikan melalui sifat-sifat spesifiknya. Dalam teknologi serbuk, pertimbangan-pertimbangan mengikuti sifat dimensi, sifat permukaan, sifat aliran dan sifat-sifat teknologi farmasi. Sifat aliran serbuk dipengaruhi bentuk partikel dan ukuran partikel, gaya kohesi di antara partikel melalui pembentukan lapisan tipis permukaan (misalnya air) dan faktor-faktor lainnya. Kekompakan atau gaya ikat dari serbuk berdasarkan pada gaya Van der Waals antara permukaan bahan zat padat, dan hubungan muatan elektrostatik atau gaya di interlayer teradsorpsi. Sifat alir serbuk dan granulat diperbaiki melalui penambahan bahan pelincir, yang menurunkan gesekan partikel (Voigt, 1994).

Sifat alir atau fluiditas serbuk tidak dapat dinilai atas karakter individu partikel. Secara umum, untuk partikel yang ekidimensional (teratur = bulat, kubus) semakin besar diameter maka sifat alir semakin baik, sedangkan untuk partikel yang anisometrik maka hasilnya bisa lain. Sifat alir terbaik terjadi pada diameter optimum partikel. Pada umumnya, semakin bulat (massif = peluru) maka sifat alir semakin baik. Semakin tidak beraturan maka sifat alir semakin jelek. Jika tekstur semakin halus maka semakin kecil gaya gesek (friksi) antarpartikel sehingga semakin mudah mengalir. Sebaliknya, semakin kasar permukaan partikel, maka semakin besar fraksi antarpartikel sehingga semakin sulit mengalir. Semakin besar porositas maka semakin kecil kontak antarpartikel, sehingga kecepatan alir akan semakin baik. Pada kondisi kandungan lembab yang tinggi, ikatan antarpartikel akan lebih kuat, karena luas kontak antarpermukaan serbuk naik. Apabila gaya tarik antarpartikel serbuk semakin kuat, maka serbuk akan semakin sukar mengalir (Martin et al., 1993). Sifat alir dari suatu serbuk dan granulat dapat diperbaiki dengan penambahan bahan pelincir yang dapat menurunkan gesekan partikel (Voigt, 1994).

3) Kandungan lembab Material yang akan dikempa harus memiliki kandungan lembab/kadar air dalam batas-batas tertentu. Hal ini penting karena berhubungan dengan sifat alir, proses pengempaan, kompatibilitas, dan stabilitas. Salah satu cara untuk mengetahui kelembaban suatu bahan padat adalah dengan perhitungan menggunakan data berdasarkan berat keringnya (Sulaiman, 2007).

Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan baku obat dapat dilakukan dengan beberapa cara yang tepat tergantung pada sifat bahannya. Kadar air dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain: metode titrasi, destilasi dan gravimetri. Pengukuran kandungan air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan, di mana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi. Pada umumnya, penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada temperatur 105 – 110 °C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Anonim, 2000).

4) Tingkat keasaman (pH) pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Kestabilan suatu obat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain panas, cahaya, oksigen, kelembaban, pengaruh pH, dan mikroorganisme. Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi oleh pH, di mana reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H + ) atau basa (OH - ) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi (Ansel, 1989).

5) Kapasitas penetralan asam Kapasitas penetralan merupakan salah satu tahap terpenting dalam preformulasi bahan baku antasida, karena pada umumnya di dalam lambung didominasi oleh suatu reaksi asam kuat dari cairan lambung yang mempunyai

nilai pH 1,2 - 1,8 (Voigt, 1994). Ada beberapa kriteria dalam penentuan kapasitas penetralan asam (Ansel, 1989), yaitu sebagai berikut.

1. Mempunyai daya netralisasi asam lambung yang besar.

2. Netralisasi tersebut harus terjadi dengan cepat sebelum melewati lambung dan bertahan selama dua jam.

3. Netralisasi asam lambung bertujuan menjadikan derajat keasaman lambung mencapai pH 3 - 5. Menurut Gunawan (2008), kecenderungan peningkatan nilai kapasitas penetralan asam dipengaruhi oleh ukuran partikel. Apabila ukuran dari suatu partikel antasida semakin kecil maka akan memberikan nilai kapasitas penetralan asam yang semakin besar.

6) Kelarutan Untuk membuat suatu bahan baku obat tentunya diperlukan desain yang paling sesuai untuk setiap jenis zat aktif. Hal ini dipengaruhi sifat fisikokimia dari zat aktif tersebut, diantaranya: kelarutan, pH, bentuk kristal, inkompatibilitas (interaksi zat aktif dengan zat lain yang menimbulkan efek tidak diinginkan terhadap zat aktif), dan stabilitas. Data-data fisikokimia ini diperhitungkan dalam pemilihan bahan tambahan pada pembuatan bahan baku obat. Data-data tersebut juga mempengaruhi pemilihan bentuk obat, baik tablet, sirup, suspensi, emulsi, kapsul, dan yang lainnya. Pengetahuan mengenai kecepatan disolusi atau kelarutan sangat diperlukan untuk membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan- kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian (Ansel, 1989).