Pemetaan Konflik Sosial di Aceh Tengah

C H A IRU L F A H M I DIN AS SOSIAL PROVIN SI ACEH 2014

BAB III PROFIL DAERAH PEM ETAAN

3.1. Data Geografis Daerah Pemetaan

Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di tengah-tengah p rovinsi Aceh. Secara geografis kebupaen Aceh Tengah

0 0 berada pada posisi antara 4 0 10” – 4 58” lintang utara (LU) dan 96 18” -

96 0 22” bujur timur (BT). Wilayahnya yang seluas 431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39

km 2 , berbatasan lang sung dengan kabupaten Bener M eriah dan Bireuen di sebelah utara, kabupaten Gayo Lues di sebelah selatan, kabupaten Nagan

Raya dan Pid ie di sebelah barat, serta kabupaten Aceh Timur disebelah timur. Secara administrative, wilayahnya terb agi menjadi 14 kecamatan yang meliputi 269 desa/ kampong defenitif dan 27 kampung p ersiapan.

Gambar 1: Peta kabupaten Aceh Tengah

Sumber: BPS Aceh Tengah, 2013

Pada triwulan I tahun 2011, jumlah p endudukannya mencapai 202.114 jiwa dengan kepadatan rata- rata 47 jiwa/ km 2 . kead aan penduduk

berd asarkan suku bangsa, kabuapten Aceh Tengah merupakan daerah yang majemuk d engan komposisi penduduk bersuku Gayo ± 60%, suku Jawa 30%, Aceh pesisir 5%, dan sisanya merupakan suku lainnya seperti Batak, Padang, Cina, dsb dengan mayo ritas penduduk berag ama Islam yakni sebanyak 97%.

Sedangkan mata pencaharian penduduknya didominasi oleh kegiatan pertanian dengan tenaga kerja sebesar 80%, disusul bidang perd agangan 8%, sector jasa sebesar 5% dan sector lainnya sebesar 7%. Berikut data kependudukan kabupaten Aceh Tengah berd asarkan kecamatan.

Tabel 1: Jumlah kecamatan d i kabupaten Aceh Tengah

Sumber:BPS Aceh Tengah, 2013

Kabupaten Aceh Tengah memilih to pografi wilayah bergunung dan berb ukit deng an ketinggian rata- rata bervariasi antara 200 – 2.600 meter di atas permukaan laut. Adapun penggunaan lahan di wilayah ini Kabupaten Aceh Tengah memilih to pografi wilayah bergunung dan berb ukit deng an ketinggian rata- rata bervariasi antara 200 – 2.600 meter di atas permukaan laut. Adapun penggunaan lahan di wilayah ini

Pada umumnya jenis tanahnya bervariasi, 68% d iantaranya terdiri dari tanah podso lik co klat dan merah kuning dengan tekstur liat berpasir, struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas sedang. Keadaan tersebut menjadikan Aceh Teng ah sebag ai daerah yang subur dan menjadi pusat p roduksi hasil pertanian dataran tinggi di pro vinsi Aceh. Hal ini juga didukung oleh iklim equatorial, dengan jumlah hari hujan rata- rata 137 hari/ tahun dan curah hujan rata- rata 1.822 m/ tahun. Suhu udara rata- rata berkisar pada 20 derajat celcius deng an kelembab an nisbi antara 80- 84%.

Kabupaten ini memiliki sebuah danau yang d iberi nama Danau Laut Tawar. Danau tersebut dikelilingi oleh perbukitan yang ditumbuhi po hon Pinus M erkusi. Adapun luas danau ini sekitara 5.472 Ha dengan air yang bersumber dari sejumlah mata air d an 21 buah sungai kecil termasuk sebuah sungai besar yaitu “Krueng Peusangan” yang saat ini sedang dibangan pembang kit listrik tenaga air (PLTA).

3.2. Sumber Daya Alam dan Ekonomi

Kabupaten Aceh Tengah memiliki sumber daya alam yang cukup beragam dan potensial bagi kegiatan investasi d an perdagangan. Beberapa sektor ung gulan yang prospektif untuk dikemb ang kan masih diarahkan pad a sektor pertanian seb agai sektor dominan, d isamp ing sekto r lain yang juga cukup po tensial seperti sektor perikanan, perternakan, industri dan pariwisata.

Beragamnya potensi yang dimiliki ini, sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal akib at kurangnya sarana pendukung dan penguasaan tekno logi termasuk tenaga skill, sehingga memb erikan peluang yang cukup besar untuk pengembangan/ pemberdayaan ekonomi berb asis kerakyatan.

3.2.1. Perkebunan

Sektor perkebunan merup akan sektor unggulan di kabupaten Aceh Tengah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Komoditi perkebunan yang menjadi unggulan adalah kopi. Luas perkebunan kop i di kabupaten Aceh Tengah mencapai 47.854 ha atau 11% dari luas wilayah kabupaten, dengan jumlah prod uksi kop i (biji hijau) rata- rata sebesar 21.861,42 ton/ tahun.

Untuk perluasan tanaman kop i, masih terdapat p otensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebut hampir diseluruh kecamatan, sehing ga secara Untuk perluasan tanaman kop i, masih terdapat p otensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebut hampir diseluruh kecamatan, sehing ga secara

Disamp ing tanaman ko pi, ko moditi lain pada sektor p erkebunan yang mempunyai po tensi untuk dikembangkan sesuai dengan potensi lahan dan budidaya serta p rospek pasa baik lokal maupun ekspor adalah tebu. Tanaman tebu di kabupaten Aceh Tengah yang diusahakan oleh penduduk adalah merupakan bahan baku untuk membuat gula merah, yang d iproduksi oleh masyarakat petani tebu di dearah ini.

Pada saat ini luas tanaman tebu mencapai 5.532 ha dengan luas produksi sebanyak 31.118 ton pertahun. Secara keseluruhan, tanaman perkebunan d i kabupaten Aceh Tengah meliputi 16 jenis tanaman, jenis dan besar produksi tahunan seperti tersaji pada tabel berikut:

Tabel 2: Produksi hasil perkebunan

Luas Jumlah Jenis

Tanam Produksi Tanaman

(Ha) (Ton) 1. Kopi Arabika

(Ha)

(Ton)

641 211 2. Kopi Robusta

2 - 4. Kakao

Sere wangi

65 6 7. Casia Vera

Sumb er : Aceh Tengah Dalam Angka, 2013

2.3.2. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Selain tanaman perkeb unan, Kabupaten Aceh Tengah juga kaya dengan tanaman p ang an dan hortikultura seperti sayur-sayuran dan b uah- buahan. Pro duksi sayur-sayuran saat ini mencapai ± 14.855 ton pertahun, yang didominasi oleh komoditas kol/ kubis sebesar 3.552 to n (23,91%), disusul kentang sebesar 2.399 to n (16,15%), tomat 1.966 ton (13,23%), cabe sebanyak 1.896 ton (12,76%), dan sisanya berupa cabe rawit, bawang, ketimun, wortel dan lain- lain. Sedangkan p roduksi buah- buahan saat ini Selain tanaman perkeb unan, Kabupaten Aceh Tengah juga kaya dengan tanaman p ang an dan hortikultura seperti sayur-sayuran dan b uah- buahan. Pro duksi sayur-sayuran saat ini mencapai ± 14.855 ton pertahun, yang didominasi oleh komoditas kol/ kubis sebesar 3.552 to n (23,91%), disusul kentang sebesar 2.399 to n (16,15%), tomat 1.966 ton (13,23%), cabe sebanyak 1.896 ton (12,76%), dan sisanya berupa cabe rawit, bawang, ketimun, wortel dan lain- lain. Sedangkan p roduksi buah- buahan saat ini

Sebagai sentra tanaman ho rtikultura di Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Tengah memiliki potensi lahan untuk pengembangan seluas 32.520 Ha. Berdasarkan luas tanam dan luas panen yang ada, peluang perluasan lahan masih sangat memungkinkan. Adapun peluang investasi yang dan perd agangan yang d itawarkan adalah pembangunan industri pengo lahan hasil pertanian, penyediaan alat pertanian, pengembangan tekhnologi dan pemasaran hasil.

2.3.3. Peternakan

M eskipun masih dilakukan dalam skala terbatas dan pengg unaan tekhnologi yang sederhana, usaha peternakan baik ternak besar maupun ternak kecil di Kabupaten Aceh Tengah telah banyak diusahakan oleh petani. Dari berbagai jenis ternak yang dikembangkan, jenis ternak yang cukup prospektif untuk dikembangkan adalah kerbau, sapi, kambing / domba, dan kuda. Potensi ini didukung oleh ketersediaan lahan pengembalaan yang cukup luas. Pad ang pengembalaan yang d idaerah ini dikenal dengan ”peruweren” memiliki areal seluas 41.500 Ha. Areal tersebut merupakan aset daerah yang diatur dalam Perda/ Qanun Kabupaten Aceh Tengah. Disamp ing areal tersebut, 11,02% dari luas hutan didaerah ini juga d itumbuhi padang rumput yang sangat cocok untuk pengembangan usaha peternakan. Berdasarkan pada potensi tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah saat ini sedang melaksanakan/ mengembangkan Pro yek Sentra Penghasil Ternak yang berlokasi di Ketapang dengan luas areal lebih kurang 3.000 Ha. M elalui prog ram ini, Peternakan Terpadu Ketapang nantinya akan menjadi pusat penjualan ternak, ind ustri dendeng sapi serta kawasan agrowisata yang indah.

2.3.4. Perikanan

Keg iatan perikanan di Kabupaten Aceh Tengah sebagian besar berupa perikanan air tawar deng an memanfaatkan Danau Laut Tawar dan daerah aliran sung ainya serta budidaya melalui ko lam/ tambak dan minapadi. Sumber daya ikan memiliki peluang tinggi untuk dikembangkan karena adanya dukung an air yang sangat melimpah. Potensi lahan budidaya air tawar mencapai 5.811,20 Ha, yang sebagian besar terdapat di Danau Laut Tawar. Dari luas tersebut, yang telah dibudid ayakan dan dimanfaatkan baru mencapai 504,70 Ha. Sedangkan sisanya belum dimanfaatkan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Jumlah prod uksi ikan air tawar di Kabup aten Aceh Tengah tercatat sebanyak 50% berasal Keg iatan perikanan di Kabupaten Aceh Tengah sebagian besar berupa perikanan air tawar deng an memanfaatkan Danau Laut Tawar dan daerah aliran sung ainya serta budidaya melalui ko lam/ tambak dan minapadi. Sumber daya ikan memiliki peluang tinggi untuk dikembangkan karena adanya dukung an air yang sangat melimpah. Potensi lahan budidaya air tawar mencapai 5.811,20 Ha, yang sebagian besar terdapat di Danau Laut Tawar. Dari luas tersebut, yang telah dibudid ayakan dan dimanfaatkan baru mencapai 504,70 Ha. Sedangkan sisanya belum dimanfaatkan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Jumlah prod uksi ikan air tawar di Kabup aten Aceh Tengah tercatat sebanyak 50% berasal

Peluang bisnis dan investasi yang masih cukup terbuka pada sektor perikanan ini adalah pembudidayaan ikan air tawar yang dapat dikembangkan dikolam- ko lam masyarakat, atau dip ingg iran Danau Laut Tawar dengan cara membuat keramba tancap dan jaring apung .

2.3.5. Kehutanan

Kabupaten Aceh Tengah memiliki kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau 64,98% dari luas kabup aten, yang terdiri dari hutan lindung (142.490 Ha), suaka alam/ taman buru (85.381 Ha), dan hutan produksi/ prod uksi terbatas (52.776 Ha). Sebag ian besar hutan yang ada merupakan hutan alam tro pis heterogen dan hutan pinus homogen, sehingga memiliki potensi yang sangat tinggi.

Hasil utama hutan Aceh Tengah adalah kayu pinus mercusii, kayu rimb a campuran, meranti, gerupel, jeumpa dan lain- lain, serta hasil ikutan (hasil hutan non kayu) berupa ro tan, sarang burung walet dan seb againya.

Potensi hutan digunakan untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan hasil hutan yang ada dengan prinsip tetap memelihara kelestarian dan ekosistemnya, yaitu dengan upaya mencegah berbagai aktifitas seperti penjarahan dan pengrusakan hutan p enataan hutan sebagai sumber daya alam memiliki potensi ekono mi terus ditempuh melalui peningkatan penertiban penebangan hutan, penghijauan, reboisasi, dan rehabilitasi lahan kritis.

2.3.6. Pertambangan dan Energi

Berdasarkan hasil survey, bahan galian/ tambang yang terkandung diwilayah Kab upaten Aceh Tengah sang at b ervariasi, mulai d ari bahan galian Golongan A (uranium, minyak bumi, timah hitam), Golongan B (emas, tembaga, belerang, borax, firit, p erak, pasir besi), dan Go longan C seperti batu gamping, andesit, granit, marmer, batu sabak, serpentit, lempung, dan trass. Seluruh bahan galian tersebut sampai saat ini belum ada yang dieksplo rasi kecuali bahan g alian pasir d an batuan.

2.3.7. Industri

Sektor industri merupakan salah satu lapangan usaha yang cukup besar dalam membentuk PDRB Kabupaten Aceh Tengah. Lap angan usaha ini memberikan ko ntribusi sebesar 6,84% d an secara perlahan terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sesuai dengan potensi alam, maka jenis industri yang berkembang didominasi oleh industri kilang pengupasan/ penggilingan kopi dan industri kilang tebu. Kedua jenis industri ini selalu d ilakukan pembinaan d alam upaya menjag a kualitas hasil produksi.

Disamp ing industri berbasis pertanian, industri pada sektor non agraris sebagai industri yang paling kecil, keberadaannya juga d inilai cukup memadai dalam penyediaan kebutuhan masyarakat. M elihat pada potensi daerah yang begitu besar serta keadaan sarana dan p rasarana ekonomi yang semakin baik, pengembangan industri di masa depan masih sangat

dapat dimanfaatkan, antara lain peluang pasar untuk p ro duk ind ustri kecil sangat luas, bahan baku termasuk dari sekto r pertanian sangat melimp ah, pasar luar daerah semakin luas d eng an terciptanya perdamaian dan mulai banyaknya para investor untuk menginvestasikan modalnya pada industri kecil dan menengah.

memungkinkan, dengan beberapa peluang yang

2.3.8. Pariwisata

Dalam pembagian Zona Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (sekarang Pro vinsi Aceh), Kabupaten Aceh Tengah ditetapkan sebagai zona pertanian dan pariwisata. Hal ini didasarkan pada potensi alam dan keadaan iklim yang sangat cocok sebag ai daerah peristirahatan. Kabupaten Aceh Tengah memiliki 36 o bjek wisata, diantaranya terdiri dari agro wisata (2 jenis), wisata alam/ ekowisata (20 jenis), dan wisata budaya (14 jenis), yang tersebar hampir diseluruh kecamatan. Danau Laut Tawar adalah salah satu ob jek wisata unggulan yang cukup dikenal baik bagi wisatawan local maupun regional. Selama ini, atraksi wisata yang telah membudaya adalah lomba perahu, atraksi seni d an b udaya serta pag elaran pacuan kuda tradisio nal yang diadakan setiap tahunnya pada bulan agustus.

Dilihat dari ob jek wisata yang ada, potensi Kabup aten Aceh Tengah untuk dikembangkan sebagai daerah wisata masih sangat cukup prospektif. Pengembangan yang diperlukan adalah pembangunan dalam bidang sarana dan p rasarana serta pemugaran dari masing -masing objek wisata.

2.4. Penduduk

2.4.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Penduduk kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2012 mencapai 184.297 orang, dimana kecamatan Bebesan merupakan kab upatan yang paling banyak penduduknya yaitu mencapai 36.060 jiwa. Sedangkan pendudukan yang paling sedikit terdapat d i kecamatan Rusip Antara, dimana penduduk di kecamatan ini berjumlah Rusip Antara.

Banyaknya penduduk yang tinggal di kecamatan Bebesan, karena pusat ibu kota Aceh Tengah terletak di kecamatan ini. sehing ga kep adatan penduduk tidak saja berasal dari masyarakat asal kecamatan tersebut, akan tetapi juga berasal d ari pend uduk pendatang seperti pedagang yang mendiami kawasan ini.

Tabel 3: Jumlah pend uduk kabupaten Aceh Tengah

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Tengah, 2013

2.4.1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Persebaran dan kepadatan penduduk d i kabupaten ini tersebar dalam berb agai kecamatan, d imana ting kat persebaran dan kepadatan yang p aling tinggi terdapat di kecamatan Bebesen, yaitu mencapai 19,57% atau kepadatan penduduk mencap ai 764 dengan total penduduknya

36.060 jiwa, dan luas kampus 47,19 km 2 .

Sebaliknya, kecamatan yang paling rendah kep adatan penduduk berd asarkan luas wilayah terdapat di kecamatan Rusip Antara, d imana persebaran penduduk hanya 3,49% dari luas wilayah yang mencap ai

669,00 km 2 . Salah satu faktor rendahnya persebaran penduduk di kawasan ini karena kawasan ini merupakan daerah pertanian d an umumnya mereka merupakan para petani.

Tabel 4: Kepadatan dan Persebaran Penduduk

Sumber: BPS Aceh Tengah, 2013

2.5. Sosial Budaya

M asyarakat kabupaten Aceh Tengah yang mayo ritas merupakan masyarakat yang beretnis suku Gayo (mencap ai 60%) merupakan masyarakat asli yang mend iami daerah ini. Secara umum, kehidupan sosial budaya masyarakat Gayo mempunyai kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut hampir sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. Namun demikian, masyarakat Gayo mempunyai bahasa send iri, adat- M asyarakat kabupaten Aceh Tengah yang mayo ritas merupakan masyarakat yang beretnis suku Gayo (mencap ai 60%) merupakan masyarakat asli yang mend iami daerah ini. Secara umum, kehidupan sosial budaya masyarakat Gayo mempunyai kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut hampir sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. Namun demikian, masyarakat Gayo mempunyai bahasa send iri, adat-

Disamp ing itu, kehidupan so sial budaya masyarakat disini juga dipengaruhi oleh kebudayaan melayu, terutama d alam hal tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh penyebaran, pengembangan dan pendidikan agama Islam. Buku-buku dan naskah buku/ kitab umumnya d itulis dalam bahasa arab- melayu (jawi), disamping juga dalam bahasa Aceh, dan Gayo sendiri.

Secara kebudayaan, masyarakat di kabupaten ini juga sangat kaya, apalagi terd apat berbagai etnis lainnya, seperti etnis Jawa yang mencap ai 30%, etnis Aceh (5%), Tionghoa, M inangkabau, Sunda, Batak, Karo dan lainnya yang totalnya juga mencapai lebih kurang 5% dari populasi penduduk Aceh Tengah.

Kond isi ini melahirkan keragaman budaya, serta interaksi sosial antara satu sama lainnya. Proses akulturasi dan asimilasi dalam interaksi so sial juga berjalan dengan baik, karena sedikit diantara warga yang berbeda etnis melakukan perkawinan, seperti antara suku Gayo dengan Aceh, Jawa ataupun d eng an Padang. Kehidupan so sial juga berkembang karena adanya kebutuhan yang saling mengikat satu sama lain. Interaksi ekonomi antara petani dengan pedag ang ini melahirkan kohesi sosial yang baik d i kawasan ini.

Sedangkan dalam konteks budaya, masyarakat kabupaten Aceh Tengah sangat mengharg ai perbedaan b udaya (kebudayaan) berbagai etnis yang mendiami kawasan ini, bahkan keberagaman ini menjadi sebuah kekayaan kebudayaan, baik yang berasal dari etnis Gayo, Aceh, Jawa, Batak, Toba, Padang, dan lainnya.

Kebudayaan Gayo sendiri sangat kaya dan beragam, mulai dari tarian, music, teater, d ll. Beberapa jenis tarian masyarakat Gayo yang terkenal antara lain tarian Saman, tari Guel, tari Biner, tari M unalo Didong, tari Sining, tari Turun Ku Aih AUnen, tari Resam Berume, Tuak Kukur, M eleng kan dan Dabus.

Berbagai bentuk kebudayaan masyarakat Gayo juga sangat kental nilai-nilai islami, karena kehidupan masyarakat Gayo sangat taat d an Islam menjadi panutan dan pedoman dalam kehidup an sehari- hari, terutama dalam kehidupan sosial-budaya.

2.5.1. Agama

Sebagaimana disampaikan di atas, bahwa kenyakinan beragama masyarakat kabupaten Aceh Teng ah adalah berag ama Islam. Hanya beberap a pendatang seperti etnis Tioghoa dan Batak yang beragama selain agama Islam.

Secara kuantitas, pad a tahun 2013 seperti data yang d ilansir BPS menunjukkan b ahwa jumlah penduduk Aceh Tengah yang agama Islam berjumlah 179.042 orang, protestan 100 o rang, katolik 208 o rang , Hindu 4 orang, Budha 191 orang dan lainnya 0 o rang .

Persebaran pendudukan yang non- Islam juga terseb ar diberbag ai kecamatan antara lain di kecamatan Jag ong Jeget, Bintang , Kebayakan, Silih Nara, dan Keto l (BPS, 2013).

Tabel 5: Persebaran penganut agama di kab upaten Aceh Teng ah

Sumber: BPS Aceh Tengah, 2013

Kehidupan beragama di kabupaten ini berjalan dengan baik, dimana antara satu penganut dengan peng anut agama lainnya saling menghargai satu sama lain. Peran pemerintah melalui FKUB juga menjadi instrument dalam menjadi harmonisasi hubung an diantara penganut agama yang berbeda di kawasan ini.

Sementara dalam konteks Islam sendiri, terdap at majelis ulama atau diseb ut juga dengan lembaga majelis permusyawaratan ulama. Lembaga ini merupakan lembaga yang menjadi patron- klient bagi penganut agama Islam untuk memutuskan berbagai perkara-perkara yang d ihadapi oleh Sementara dalam konteks Islam sendiri, terdap at majelis ulama atau diseb ut juga dengan lembaga majelis permusyawaratan ulama. Lembaga ini merupakan lembaga yang menjadi patron- klient bagi penganut agama Islam untuk memutuskan berbagai perkara-perkara yang d ihadapi oleh

Secara umum, organisasi kemasyarakat Islam yang mempunyai peran dan pengaruh besar di kawasan ini yaitu ormas Islam M uhammad iyah. Sehing ga secara tidak langsung juga mempengaruhi kepad a kenyakinan masyarakat dalam menjalankan perihal ibadah sesuai dengan kenyakinan para alim ulama dari o rmas ini.

2.5.2. Etnis

Etnis mayoritas penduduk kabupaten Aceh Tengah adalah Gayo yang mencapai 60% lebih, dan kemudian etnis jawa yang mencapai 30%, etnis Aceh 5% serta etnis lainnya seperti Batak, Padang, Tio ghoa, dll yang totalnya mencapai lebih kurang 5% dari total populasi penduduk kabupaten Aceh Tengah.

Ada hal menarik terkait d engan pro porsi etnis jawa yang mencapai 30% dari total penduduk, dan ini merupakan jumlah terb esar etnis jawa di provinsi Aceh yang berada di Aceh Tengah. Etnis jawa di kabupaten Aceh Tengah sebenarnya berbeda d eng an etnis Jawa lainnya yang tersebar diseluruh nusantara, karena etnis jawa di Aceh Tengah bukanlah pedatang baru dalam program transmigrasi p ada masa orde baru. Sebaliknya mereka sudah ada di kawasan Aceh Tengah sejak zaman Belanda masuk ke Aceh tahun 1873. Beberapa diantara mereka tergabung dalam pasukan M arsose, dan beberapa lainnya dibawa oleh Hindia Belanda untuk membuka perkebunan kopi.

Kehidupan etnis Jawa di daerah ini tetap mempertahankan budaya dan kehidup an sosial etnis Jawanya, dimana bahasa Jawa tetap menjadi bahasa pertama (bahasa Ibu), dan berbagai tradisi d an budaya jawa juga tetap lestari, seperti kuda lumping, dll. Etnis Jawa umumnya tinggal didaerah pedesaan, dan mata pencaharian mereka adalah petani kopi.

Sedangkan etnis Aceh rata- rata tinggal diperko taan dimana mereka berp rofesi sebagai pedagang , baik pedagang buah, kedai kopi, warung nasi, membuka toko emas, arloji, dll. Beberapa warga etnis Aceh dengan mudah kita temukan dipusat-pusat kota, karena mereka tetap menggunakan bahasa Aceh dalam komunikasi sehari-hari dengan sesama rekan kerjanya yang juga berasal dari etnis Aceh. Beberapa warga dari etnis Aceh yang merupakan para pedagang ini umumnya datang dari daerah Bireuen, Aceh Utara dan Pidie.

2.5.3. Organisasi M asyarakat dan Lembaga Adat

Org anisasi M asyarakat (ormas) dan lembaga adat di kabupaten ini terdapat puluhan ormas, baik yang berbasis penguyuban, ko munitas, profesi, dll.

Data organisasi masyarakat yang tercatat di Badan Kesbangpol dan Linmas kabupaten Aceh Tengah sebanyak 71 ormas. Ormas ini b ergerak dibidang isu- isu so sial, budaya, pendidikan dan juga keagamaan.

Table 6: Nama-nama ORM AS yang tercatat di Kesbangp ol dan Linmas

No Nama ORM AS

No

Nama ORM AS

No

Nama ORM AS

1 Forum Laskar M erah Putih

50 GCT 2 Forum M usara Ate

25 Sanggar Seni Bies

51 KOSGORO 3 Yayasan

26 Group Didong

52 GAK PRO SBY Conservation 4 LSM TOPAN RI

53 LBH STIHM AT 5 Patriot Nasional

28 ORNOP SM AGAT

29 LIPK

54 LIPGA

55 Gayo Global Tapanuli Aceh Tengah

6 Persatuan Keluarga M uslim 30 Kelompo k

Institute 7 LSM Anak Sholeh

CEM ARA

56 TUNAS BANGSA 8 Sanggar Ari M ulomi

31 BUGE ARA

57 PWI 9 LSM PUSPA

32 PEJENGET

58 M AQAM AH 10 KSU Saudagar Gayo

33 PETA.RI

59 Radio Komunitas 11 Yayasan Darul M uta’alimin

34 LKPI

60 FKSPG 12 LSM Damai Aceh

35 PPCI

61 FKBM 13 LSM Al-Ansyar

36 LES M OU

62 CINTA BANGSA 14 SALIM AH

37 LSM PM D

63 SARA TANGKE 15 GN-PK

39 YTM

64 BUGE M UTUAH 16 PWRI

40 IM LING

65 Pejeng et Pegasing 17 IKPP

41 KAM M I

66 Gema M KGR 18 PETA

42 GDC

67 FORKAB 19 Yysn Sabih Goenadjya

43 FK P4S

68 IWAPI 20 The Gayo Institute

44 AP2TPKL

69 Ys.Gajah Putih 21 Yayasan Bur Gutul

45 LPII

70 Ys. Al-Qur’an 22 M PKG

46 M PKG

71 Ys. Qaulan 23 PERTI

47 PEACE M AKER

72 GOPTKI 24 Dharma Wanita ATENG

48 DZURRIYAH

73 PERWARI Sumber: Kesb ang pol dan Linmas Kab .Aceh Tengah 2014

49 SDLT

Disamp ing ormas yang terdaftar di kesb angpol dan linmas kabupaten Aceh Tengah seperti dalam table d i atas, masih juga terdapat berb agai o rmas besar lainnya yang

bekerja di isu- isu so sial kemasyarakatan, seperti ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Sementara secara adat sendiri, khususnya etnis Gayo d ibedakan dalam tiga kelompok adat, yaitu kelo mpok adat Cik dari Linge Isaq, kelompok adat Bukit dari Pesisir d anau Laut Tawar d an kelompok adat Blangkejeren dari Kuta Cane atau sering juga disebut kelompok Gayo Alas.

Berbagai lembaga adat yang ad a di kawasan ini dip ayung i oleh M ajelis Adat Gayo , dimana badan ini merupakan institusi pemerintah yang mempunyai tugas untuk menjaga kelestarian berbagai jenis kehidupan adat yang ada di kabupaten Aceh Tengah.

Lembaga adat ini juga mempunyai peran d alam menguatkan mejelis-majelis ad at yang ada di setiap kampong, terutama dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial-kemasyarakatan yang berbasis adat yaitu musyarakat untuk mencapai mufakat.

Sementara Tata Pemerintahan dalam masyarakat adat Gayo dikenal dengan nama sarak opat yang terd iri dari: Reje, Imem, Petue d an rakyat. Struktur ini kemudian berfungsi sebagai kepala d esa, imam kampong, serta o rang yang dituakan (LKM D).

BAB IV REVIEW KEJADIAN KONFLIK DI ACEH TENGAH

4.1. Konflik Lahan / Sumber Daya Alam

Secara umum, konflik lahan dan sumber daya alam yang terjadi di kabupaten Aceh Tengah yaitu terkait dengan pembangunan p ro yek PLTA (Perusahaan Listrik Tenaga Air) Krueng Peusangan d i kecamatan Silih Nara. Konflik ini terjadi antara masyarakat yang tinggal di dekat pembangunan bendungan air dengan perusahaan PLTA yang sedang membangun proyek tersebut.

Konflik ini pun sebenarnya tidak terkait dengan pembebasan lahan yang tidak diselesaikan ataupun pencaplokan lahan masyarakat oleh perusahaan, melainkan dampak dari pembangunan PLTA yang menyebabkan lahan masyarakat menjadi banjir, serta mematikan sejumlah binatang peliharaan. Sehing ga lahan p ertanian masyarakat sekitar pembangunan p royek PLTA tidak d apat digunakan untuk bercocok tanam, serta mengalami kerugian lainnya.

M asyarakat kemud ian menuntut perusahaan dengan melakukan sejumlah demontrasi agar memb ayar ganti rugi terhadap kerugian yang mereka alami. Demontrasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan mendatang i gedung DPRK dan kanto r Bupati, serta dengan memblokir jalan masuk- - keluar kendaraan operasional perusahaan PLTA.

Aksi massa ini menyebabkan proyek pembangunan PLTA ini sempat berhenti, karena umumnya pekerja merupakan pendatang, khususnya p ara ahli dari Ko rea Selatan yang khawatir terhadap keselamatannya. Kondisi ini direspon oleh pihak M uspida dengan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat Silih Nara dengan p ihak p erusahaan, dimana pihak perusahaan menyatakan akan melakukan ganti rugi terhadap kerugian yang dialami oleh masyarakat. Namun demikian proses ganti rugi ini tid ak dilakukan dengan pembayaran lang sung, melainkan dengan pelaksanaan prog ram CSR (Corpo rate Social Responsib ility). Sayangnya sampai sekarang pelaksanaan CSR belum berjalan, sehingga masyarakat merasa kecewa dengan kondisi tersebut.

Hal ini sebagaimana disampaikan juga oleh Kapolres Aceh Tengah AKBP Artanto “Hasil kesep akatan antara perusahaan dengan warga Silih Nara telah menyelesaikan berbag ai aksi massa, namun sayangnya samp ai sekarang perusahaan belum juga menjalankan pro gram CSR yang Hal ini sebagaimana disampaikan juga oleh Kapolres Aceh Tengah AKBP Artanto “Hasil kesep akatan antara perusahaan dengan warga Silih Nara telah menyelesaikan berbag ai aksi massa, namun sayangnya samp ai sekarang perusahaan belum juga menjalankan pro gram CSR yang

Hasil o bservasi penulis di kawasan Silih Nara menunjukkan ko ndisi masyarakat sudah normal kembali, begitu jug a dengan perusahaan PLTA sudah melanjutkan pembangunan pro yek- nya tanpa ad a gangguan lagi, namun menurut Kapolres, jika pelaksanaan CSR ini tidak segera dilaksanakan akan melahirkan ko nflik kembali, karena potensi tersebut masih ada.

Disamp ing kasus terkait dengan PLTA, juga terdapat beberapa kasus lainnya yang berkaitan dengan lahan yaitu penebangan hutan pinus oleh PT.KKA yang menyebabkan kondisi kabupaten Aceh Tengah sebagian menjadi “gundul”, karena tidak seimbang dengan penanaman kembali oleh PT.Hutan Lestari. Hal ini telah menyebabkan kawasan Aceh Tengah menjadi lebih panas dari sebelumnya cukup dingin.

Selain itu menurut salah satu tokoh masyarakat Aceh Tengah Drs. Ibnu Basyir, bahwa selama HPH d iberikan kepada PT.KKA, banyak pohon dammar/ pinus yang tumbuh diladang/ kebun milik masyarakat diklaim secara sepihak o leh perusahaan tersebut, padahal pohon itu tumbuh sejak zaman Belanda. Namun saat itu, masyarakat tidak berani melawan, karena perusahaan disokong o leh pemerintah dan TNI/ Polri.

Pasca perusahaan PT.KKA ditutup b aik karena tidak ada suplai gas dari Exxon M ob il maupun suplai pohon pinus lagi oleh PT.Tusam Inhutani Lestari karena kebijakan go green dan moratorium logging pada masa pemerintahan Irwand i Yusuf; hutan pinus dieksploitasi oleh perusahaan Hanceng yang berasal dari Cina dengan mengambil getah dari po hon tersebut. Namun demikian, akibat dari tehnik p eng amb ilan getah secara amburadul menyebab kan sejumlah pohon pinus mati.

Selain itu kasus konflik lahan di sekitar danau Lut Tawar, seperti dikatakan oleh to koh Adat Aceh Tengah Ir, Yusni Saleh, M BA, bahwa kasus konflik lahan disekitar Lut Tawar karena pejabat kecamatan dan desa yang sewenang- wenang mengeluarkan surat kepemilikan tanah, karena ada pengkaburan antara tanah pribadi (privat), tanah ulayat, dan tanah Neg ara.

Terakhir, konflik lahan yang terjadi di kabupaten Aceh Tengah yaitu terkait dengan tapal batas, baik antara kabupaten Aceh Tengah dengan kabupaten Bener M eriah, kabupaten Aceh Tengah dengan kabupaten Gayo Lues, maupun antara kabupaten Aceh Tengah dengan kabupaten Aceh Barat.

Sengketa tapal batas/ lahan ini menjadi isu strategis, karena mempengaruhi berbagai hal, terutama terkait dengan administrasi kependudukan warga yang tingg al diperbatasan tersebut, pembangunan dan akses jalan/ jembatan yang menjad i kewenangan pembangunan oleh kabupaten, serta terkait dengan kekayaan alam yang ada termasuk hal ihwal penerb itan surat izin bagi pengelo la kawasan perbatasan tersebut.

4.2. Konflik Agama

M asyarakat kabupaten Aceh Tengah mayo ritas beragama Islam, khususnya masyarakat inlander (p ribumi), hanya 0,5% saja yang beragama selain Islam yaitu agama Kristen dan Budha. Penganut kedua agama tersebut merupakan warga pendatang, seperti pemeluk agama Kristen umumnya merupakan warga yang berasal dari etnis batak dan cina, dan beg itu juga warga beragama budha juga berasal dari etnis cina.

Secara umum, masyarakat Aceh Tengah merupakan warga yang fanatic terhadap agama (Islam), dengan tetap mengho rmati agama – agama lainnya. Hanya saja, mereka sangat sensitive jika terjadi “pelecehan” dan atau penyimpangan terhadap agama Islam.

Hal ini terbukti dengan aksi massa yang sering terjadi di Takengon jika ada peng hinaan terhadap Islam, meskipun kasus itu terjadi di luar negeri, seperti saat adanya penghinaan terhadap nabi Muhammad saw oleh Koran di Denmark. M assa yang tergabung dalam organisasi Islam sangat aktif dari berb agai aksi solidaritas untuk isu- isu keislaman.

Jadi, secara umun tidak terjadi konflik agama d i kabupaten Aceh Tengah ini, khususnya dalam hubungannya dengan agama minoritas lainnya. Salah satu bukti, di Aceh Tengah terdapat 1 gereja Khatolik, 1 gereja HKPB (huria Kristen protestan batak), dan 1 vihara (tempat ibadah umat budha).

Satu- satunya kasus yang terkait isu agama adalah kasus penolakan warga di kecamatan Lut Tawar terhadap aliran tariqah nahsyabandiah. Penolakan ini disebabkan karena warga di Takeng on, khususnya di Lut Tawar adalah muhammadiyah, dimana ajaran- ajaran Islam harus sesuai dengan sunnah Muhammad saw. Disamping itu, ajaran yang dikembangkan oleh pengikut tariqat tersebut terkesan eksklutif dan tertutup. Sehingga sebagian warga meng anggu keg iatan dan aktivitas dari pengikut tariqat tersebut, termasuk deng an melempar batu ke rumah tempat d ilaksanakan kegiatan tariqat.

Aksi massa yang menolak ajaran tariqat tersebut menyebab kan satu orang terluka dan merusak (ringan) rumah tempat dilaksanakan zikir tariq at itu. Namun respon cepat dari p ihak musp ika telah menyelesaikan kasus ini secara musyawarah dan kekeluargaan, dimana kedua belah pihak Aksi massa yang menolak ajaran tariqat tersebut menyebab kan satu orang terluka dan merusak (ringan) rumah tempat dilaksanakan zikir tariq at itu. Namun respon cepat dari p ihak musp ika telah menyelesaikan kasus ini secara musyawarah dan kekeluargaan, dimana kedua belah pihak

M enurut ketua M PU Aceh Tengah Tgk. H. Ali Jaduun bahwa kejad ian penyerang an terhad ap peng ikut tarikat kerena bertentangan dengan kenyakinan secara umum masyarakat di kawasan Lut Tawar. Ia bahkan menyatakan kalau

bisa tidak ada ajaran-ajaran yang mengkultuskan guru untuk mencap ai keridhaan Allah seperti yang diajarkan dalam tariqat itu. Ia mengatakan:

“…menurut saya tidak perlu ada ajaran- ajaran tariqat yang menjadikan guru sebagai wasilah untuk mencapai keridhaan Allah, karena wasilah yang sebenarnya adalah al- Quran dan hadis, seperti sabda rasul pegang lah pada kedua hal itu maka kamu akan selamat di dunia dan akhirat. Jadi janganlah ada ajaran- ajaran yang berbeda dengan kenyakinan umum masyarakat di sini, apalag i diajari secara tertutup dan eksklutif. Tapi kasus ini sud ah ditangani oleh pihak kecamatan dan kepolisianlah, sudah didamaikan…”

4.3. Konflik Etnis

Ada beberapa etnis yang mendiami dataran tinggi Aceh Tengah, diantaranya etnis Gayo yang juga merup akan etnis pribumi dan mayo ritas, kemud ian etnis Aceh—umumnya sebagai pedagang dan juga petani, etnis jawa yang juga dominan karena mereka sudah mendiami kabupaten ini sejak masa penjajahan Belanda, baik sebagai serdadu (marsose) maupun sebagai pekerja keb un kopi yang dibawa Belanda, dan etnis kecil lainnya seperti etnis cina, padang, b atak, toba, dan lainnya.

Secara umum, tidak ada konflik yang berbau etnis d i daerah ini khususnya dalam kontek sosial. M asyarakat yang berasal dari berbag ai etnis ini hidup secara berdampingan, khususnya etnis Gayo, Aceh dan Jawa karena diikat oleh adanya kesamaan agama (islam). Selain itu juga terbentuk suatu kohesi sosial karena adanya akulturasi secara sosial- kebudayaan yang dipengaruhi oleh adanya interaksi, baik dalam ko nteks interaksi ekonomi maupun adanya interaksi berupa perkawinan diantara etnis yang berbeda tersebut.

Satu- satunya potensi konflik etnis ini dimunculkan oleh kepentingan po litik yang terjadi, khususnya saat konflik muncul kepermukaan tahun 1990 sampai 2005. Konflik etnis yang dipicu oleh isu politik ini khususnya terjadi antara etnis Aceh dengan etnis Jawa. Awalnya isu anti-jawa ini berkembang di daerah pesisir Aceh yang d imunculkan oleh gerilyawan GAM , karena dipengaruhi oleh rasa trauma perlakukan tentara Republik Indonesia yang melakukan operasi militer di Aceh sejak Satu- satunya potensi konflik etnis ini dimunculkan oleh kepentingan po litik yang terjadi, khususnya saat konflik muncul kepermukaan tahun 1990 sampai 2005. Konflik etnis yang dipicu oleh isu politik ini khususnya terjadi antara etnis Aceh dengan etnis Jawa. Awalnya isu anti-jawa ini berkembang di daerah pesisir Aceh yang d imunculkan oleh gerilyawan GAM , karena dipengaruhi oleh rasa trauma perlakukan tentara Republik Indonesia yang melakukan operasi militer di Aceh sejak

Sehingga pada masa kebang kitan gerakan GAM pasca reformasi, terjadilah berbagai aksi penyerangan terhadap komunitas- komunitas etnis Jawa, khususnya jawa- tran (jawa transmigrasi). Sehingga ko munitas etnis – jawa yang terd apat di Aceh Tengah merap atkan barisan dengan membentuk organisasi-organisasi massa agar lebih terkoo rdinir, seperti organisasi PETA. Organisasi ini juga tidak murni diinisiasii oleh masyarakat sipil yang beretnis jawa, melainkan juga didesign oleh TNI/ Po lri, bahkan beberap a d iantaranya dilatih dan dipersenjatai deng an senjata api.

Disisi lain, b eberapa warga etnis Gayo dan Aceh bergabung dalam Gerakan Aceh M erdeka (GAM ). M ereka juga mempengaruhi masyarakat yang beretnis Aceh atau Gayo untuk mendukung gerakannya. Kondisi ini menyebabkan lahirnya polarisasi – p olarisasi kesukuaan, dimana Aceh menjadi satu komunitas, Gayo seb agai ko munitas yang memp unyai karaktek d an budaya sendiri, dan b egitu juga dengan etnis Jawa dengan komunitasnya sendiri; terpisah oleh konflik politik. Polarisasi kesukuan ini juga terbentuk karena perkampungan etnis Jawa juga terpusat disatu zona yang didiami o leh mayoritas Jawa saja, tidak adanya percampuran tempat tingg al dengan etnis lainnya. Proses pemusatan ini juga tidak terlepas dari historis, d imana penempatan etnis jawa dilakukan secara by design (terencana) melalui program transmigrasi, sehingga pendudukan suatu wilayah secara khusus diperuntukkan untuk etnis jawa.

Saat konflik terjadi, terutama pasca reformasi dimana pemerintah M eg awati memberlakukan darurat militer tahun akhir tahun 2002 sampai darurat sipil menjelang bencana Tsunami 2004, polarisasi ini semakin terlihat, dimana etnis jawa dilindungi oleh TNI/ Polri, sementara komunitas Aceh menjad i tempat perlindungan kelompok GAM . Sehingga permusuhan antara TNI/ Polri dengan GAM telah menyeret warga sipil yang berbeda etnis ini menjadi dilematis, pun begitu dengan etnis Gayo menjadi etnis yang berada dipersimpangan ketika seb agian etnis Jawa dibentuk menjadi milisi oleh TNI/ Polri, dan sebag ian etnis Aceh d idoktrin menjadi bagian dari GAM oleh gerilyawan GAM saat itu yang umumnya berasal d ari etnis Aceh.

Pasca d itanda tangani perjanjian damai 15 Ag ustus 2005 atau dikenal dengan MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM , po larisasi etnis ini masih tercermin dari masih eksis- nya kelompok-kelompo k yang pernah berseberang saat ko nflik dulu, yaitu Pasca d itanda tangani perjanjian damai 15 Ag ustus 2005 atau dikenal dengan MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM , po larisasi etnis ini masih tercermin dari masih eksis- nya kelompok-kelompo k yang pernah berseberang saat ko nflik dulu, yaitu

Namun demikian, masyarakat dilevel bawah (g rass- roo t), tidak ada pertentangan karena adanya perbedaan etnis ini, mereka hidup damai dalam aktivitasnya sebagai petani kopi, mereka tetap berhubungan baik dalam konteks relasi sosial, bud aya maupun b isnis. Hanya mereka yang terpo lasasi karena kepentingan po litik saja yang tetap menyimpan potensi konflik, dan isu etnisitas tetap menjadi isu yang sensitive untuk dibangkitkan, apalagi tingkat pend idikan yang rendah, maka sangat rentan jika “sumb u” konflik dinyalakan karena alasan kehormatan yang bernama etnis/ suku.

4.4. Konflik Antar Aparat Negara

Secara umum tidak ada konflik antara aparat Negara di kabupaten Aceh Tengah, hal ini sebagaimana dikatakan o leh kepad a Kesbangpol dan Linmas Drs. M unaward i Ridha (2014) bahwa relasi diantar aparatur pemerintahan di Aceh Tengah baik- baik saja, tidak ada persoalan yang besar. Namun jika terkait dengan adanya perdebatan, maka itu adalah suatu hal yang lumrah dimanapun.

Satu- satunya terjadi konflik yang melibatkan ap aratur Negara ketika pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada) tahun 2012 lalu. Konflik ini sebenarnya terjad i antara calon pasangan dengan penyelenggara, dalam hal ini Ko misi Independen Pemilihan (KIP). Adapun pemicu konflik ini karena fakto r kekalahan salah satu kandidat dari kand idat lainnya, dan kekalahan itu tidak terlalu tajam. Sementara yang menjadi objek dari aksi protes ini adalah KIP, karena KIP dianggap tidak netral dan tidak independen.

Konflik ini leb ih tepat d isebut dengan perselisihan hasil pemilukad a, dan kasus ini kemudian didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (M K), sebagai lembaga yang berwenang untuk memutuskan dan menetapkan pemenang yang sah. Ketetapan M K kemudian memperkuat ketetapan KIP yang menyatakan calon Nasaruddin sebagai pemenang pilkda tahun 2012.

M unculnya konflik ini menjad i salah satu hal penting karena menimbulkan berbagai efek lainnya, salah satu efeknya yaitu ad anya ancaman pembunuhan terhadap kepala sekretariatan KIP M unawardi Ridha yang sekarang menjabat kep ala Kesb ang pol dan Linmas setda Aceh Tengah. Ia menyatakan:

“saya pernah d iikuti dengan mobil kaca gelap d an bahkan ditelpon dengan ancaman d ibunuh, jika macam-macam dengan hasil “saya pernah d iikuti dengan mobil kaca gelap d an bahkan ditelpon dengan ancaman d ibunuh, jika macam-macam dengan hasil

M unculnya konflik hasil pemilukada ini juga diikuti o leh berbagai aksi demontrasi yang “destruktif”, karena menyebakan p erkanto ran KIP kabupaten Aceh Tengah terbakar dan hacur dirusak massa.

Disamp ing itu, Bupati terp ilih juga tidak dilantik sampai beberapa waktu setelah ditetapkan final dan meng ikat sebagai pemenang o leh M K. Namun karena proses pelantikannya oleh Gubernur yang berasal dari partai berbeda dengan bupati menyebab kan pelantikan ini dilakukan samp ai adanya intervensi dari kementerian d alam negeri.

Namun demikian, konflik ini cenderung dipengaruhi oleh konflik politik, bukan konflik diantara aparatur pemerintahan, karena aparatur pemerintaha, baik aparatur sipil maupun militer berjalan dengan baik tanpa ada sengket apapun. Salah satu faktor yang mendorong adanya hubungan baik diantara aparatur pemerintah arena fung si muspid a yang berjalan dengan baik, dan secara regular melakukan pertemuan koo rdinasi, b aik sesama d inas, maupun antara pemerintah kabupaten dengan kepolisian dan militer, khususnya dalam rapat regular kominda.

Satu hal yang sering menimbulkan “perselisihan” dalam konteks aparatur

usulan rencana kegiatan/ pro gram dinas yang dicoret o leh DPRD. Disamping itu juga ada usulan dinas tertentu dipindahkan ke dinas lainnya ketika pembahasan ang garan di dewan. Hal ini yang kemudian menimbulkan “perdebatan”, disaat terjadinya rasionalisasi dan sinkronisasi program dalam pembahasan RAPBD. M eskip un demikian, perselisihan ini tidak menimbulkan konflik dikalangan ap aratur pemerintahan karena memang menjadi bagian dari dinamika pengelolaan pemerintahan d i kabupaten Aceh Tengah.

4.5. Konflik Politik

Sebagaimana d isebutkan d i atas, salah satu potensi konflik yang sering muncul di Aceh Tengah terkait deng an isu politik. Konflik politik ini muncul karena etnisitas dan entitas warga Aceh Tengah yang mayoritas beretnis Gayo , dan hal ini berbeda dengan p enguasa di provinsi yang umumnya beretnis Aceh.

M unculknya konflik politik d i Aceh Tengah yang paling menonjol yaitu tuntutan terhadap pembentukan provinsi Aceh Leuser Antara atau dikenal dengan provinsi ALA. Tuntutan ini muncul p asca reformasi, khususnya saat ko nflik antara pemerintah Indonesia, dalam hal ini TNI/ Polri dengan GAM .

Konflik p olitik yang menuntut pembentukan p rovinsi ALA setidaknya dipengaruhi oleh beberap a faktor, antara lain upaya pemerintah pusat untuk meminimalisir p ergerakan GAM diwilayah Aceh Tengah dan beberap a kabupaten beretnis selain Aceh, seperti Aceh Tenggara yang beretnis ALAS. Disamping itu, ditingkat tokoh lokal, tuntuan terhadap pembentukan ALA jug a dipengaruhi oleh perasaan ketidakadilan pembangunan provinsi terhadap wilayah Aceh Tengah, pun beg itu terkait dengan penempatan pejabat di birokrasi pemerintahan provinsi juga mendorong tokoh- tokoh po litik di Aceh Tengah untuk menggagas pembentukan pro vinsi ALA.

Tuntutan pembentukan provinsi ALA semakin berkembang di dalam masyarakat Aceh Tengah, ketika provinsi di bawah kepemimpinan Zaini Abdullah dan M uzakir M anaf serta anggota legislatif yang mayoritas dari Partai Aceh (PA) mengesahkan qanun Wali Nang groe. Qanun ini dianggap tidak mewakili dari budaya etnis Gayo atau etnis lainnya karena salah satu pasal dalam qanun tersebut, mewajibkan calon wali nanggroe mampu/ wajib berbicara bahasa Aceh. Sementara di Aceh sendiri terdapat puluhan bahasa etnis yang berbeda satu sama lain.

Beberapa tokoh p olitik dari etnis Gayo dan juga mantan bupati Bener M eriah Ir. Tagore Abu Bakar menjadi toko h yang paling popular mengangkat isu pemekaran provinsi Aceh. Ia bersama dengan beberapa toko h lainnya termasuk mantan bupati Aceh Tenggara yaittu Drs. Armen Desky. Tuntutan ini semakin memunjak saat kedua to koh tersebut tidak terpilih lagi pada p ilkada tahun 2012, sehingga isu ALA menjadi isu strategis yang d iperjuangkan pasca kekalahan tersebut.

Kepala Bappeda kabupaten Aceh Teng ah, M awar, SE, M M menyatakan bahwa usulan dari beberapa tokoh dan rakyat gayo untuk pembentukan pro vinsi ALA merupakan bentuk dari kekecewaan kebijakan dan pemb ang unan diskriminatif dari pemerintah pro vinsi, selain itu dengan adanya provinsi ALA akan memudahkan perencanaan serta akses administrasi bagi pemerintah kabupaten serta warga secara umumnya.

Pada saat pemilu kepada daerah (Pemilukada) tahun 2012, terjadi konflik khususnya saat rekap itulasi suara, dimana KIP Aceh Tengah ditunding tidak netral. Massa yang melakukan demontrasi juga sehingga menyebabkan terjadinya peng rusakan kantor KIP serta pembakaran satu unit mob il o perasional KIP Aceh Tengah.

Konflik yang terkait politik yang terakhir yaitu saat pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2014 lalu. Kasus ini bermula dari adanya penghinaan terhadap tokoh ALA oleh juru kampanye dari partai Aceh, dimana jurkam dari PA mengatakan bahwa tokoh- tokoh yang Konflik yang terkait politik yang terakhir yaitu saat pelaksanaan pemilu legislatif 9 April 2014 lalu. Kasus ini bermula dari adanya penghinaan terhadap tokoh ALA oleh juru kampanye dari partai Aceh, dimana jurkam dari PA mengatakan bahwa tokoh- tokoh yang

Pernyataan tersebut di respon oleh kelompok PETA. M ereka merusak kantor PA, mencabut bendera PA serta membakar sejumlah kendaraan motor milik pengurus PA di kota Takengon. Pada besoknya, seko mpok aktivis PA yang berasal dari Bener M eriah dan Bireuen menyerang kota Takengon, dan mencari sejumlah anggota PETA yang terlibat dalam pengurusakan dan pembakaran motor milik anggota PA. aksi aktivis PA ini membuat kota Takengon mencekam, to ko- toko ditutup dan aktivitas b erhenti. Rombongan lainnya ditahan tidak memasuki kota Takengon, dan mereka akhirnya menyerang kantor koperasi milik Ir.Tagore Abu Bakar yang juga merup akan ketua PETA Aceh Teng ah dan Bener M eriah. Kop erasi ini musnah d i bakar massa, namun tidak ad a korban jiwa.

Kasus ini diselesaikan deng an musyawarah, dimana perangkat pemerintahan kabupaten Aceh Teng ah yang difasilitasi oleh kapolres dan dandim mengundang para pihak untuk mendinginkan suasana, serta membuat kesep akatan perdamaian. Pertamuan ini d ihadiri oleh to koh- toko h dari kelo mpok PETA, namun dari kelompok PA tidak ada yang hadir, meskipun sudah diundang secara resmi.