Studi etnoekologi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang di Kabupaten Kutai Barat provinsi Kalimantan Timur.
ABSTRAK
Dayak Tunjung terdiri dari beberapa sub suku, salah satunya yaitu suku Dayak Tunjung Linggang. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang memiliki keunikan tersendiri dalam pemanfaatan tumbuhan khususnya tumbuhan obat. Oleh karena itu inventarisasi dan dokumentasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap Etnoekologi masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang terkait dengan jenis tumbuhan obat, organ tumbuhan yang dimanfaatkan, penyakit yang dapat diobati, cara pemanfaatan dan sumber perolehan tanaman obat tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara observasi dan wawancara dari 20 orang informan, para informan diambil dari tokoh masyarakat seperti kepala adat, budayawan, dan masyarakat yang mengerti mengenai pemanfaatan tanaman obat. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari fenomena yang ada di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang ada di masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang masih sangat kental karena suku ini merupakan suatu suku yang sangat berpegang teguh pada adat istiadat. Jenis tumbuhan obat yang didata sebanyak 80 jenis tanaman dari 37 famili yang berbeda, suku ini menggunakan hampir semua bagian tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan obat, jenis penyakit yang dapat diobati oleh tanaman tersebut adalah luka luar, kram / kejang, penyakit kulit, terkilir, bengkak, penangkal racun, sakit gigi, vitalitas / daya tahan tubuh, luka dalam, kanker, kosmetik dan penyakit dalam; cara pemanfaatan tanaman obat dilakukan dengan 5 cara berbeda yang dapat dikombinasikan yaitu direbus, dioleskan, ditempelkan, dikonsumsi mentah – mentah / segar dan di uapkan atau dijadikan sebagai sauna. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang memperoleh tanaman obat dengan 2 cara yaitu didapatkan tumbuh secara liar atau di budidaya.
Kata kunci : Etnoekologi, Kearifan Lokal, Tumbuhan Obat, Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang
(2)
ABSTRACT
Dayak Tunjung ethnic group consists of several sub-ethnics; one of them is Dayak Tunjung Linggang. The community of Dayak Tunjung Linggang has their own characteristic in utilize plants; especially in utilize the medicinal plants. Therefore, the inventory and documentation of the utilization of medicinal plants by the Dayak Tunjung Linggang ethnic community is necessary. This study aims to find out the ethno-ecology of the Dayak Tunjung Linggang which is related with medicinal plants, part of plants that were used, diseases that can be treated, the way to utilize the medicinal plants, and the source of the medicinal plants. This study is qualitative study which used descriptive method. The data collected from observation and interview with 20 informants. The informants were chosen from the public figures of Dayak Tunung Linggang such as village headman and cultural experts, and also people who understand about medicinal plants utilization. In this study, the data were analyzed inductively; begin from the empirical fact by direct observation to the study location, and then learn the phenomenon exist in the location.
The result of the study shows that the local wisdoms exist in Dayak Tunjung Linggang ethnic community is still very strong. It is because they still holding fast their traditions. There are 80 species of medicinal plants from 37 different families which can be found in this study. Dayak Tunjung Linggang ethnic community uses almost all parts of the plant as drug materials. Furthermore, it found that there are several types of diseases that can be treated by the medicinal plants, such as wounds, cramps/spasms, skin diseases, sprains, swelling, antidote, tooth pain, vitality/endurance, injuries, cancer, cosmetic and medicine. It also found that there are five different ways in utilized the medicinal plants, such as boiling the plants, applying the plants, affixing the plant, consuming the raw plants, or steam the plants, and used it as sauna. These ways can also be combined. The result of the study also found that Dayak Tunjung Linggang ethnic community obtains medicinal plants in 2 ways: grows wild or in cultivation.
Keyword: Ethno-ecology, local wisdom, medicinal plant, Dayak Tunjung Linggang ethnic community.
(3)
STUDI ETNOEKOLOGI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT SUKU DAYAK TUNJUNG LINGGANG
DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh:
Alfret Edward Runtunuwu 091434026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
SKRIPSI
STUDI ETNOEKOLOGI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT SUKU DAYAK TUNJUNG LINGGANG
DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Oleh:
Alfret Edward Runtunuwu 091434026
Telah Disetujui oleh: Dosen Pembimbing
(5)
iii ..
(6)
iv
“Pada Hati Yang Tertambat Sesama Ilmu Takkan Pernah Membisu”
KUPERSEMBAHKAN KARYAKU INI KEPADA AYAH, IBU DAN ADIK SERTA
(7)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 16 Oktober 2013 Penulis,
(8)
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Alfret Edward Runtunuwu
Nomor Mahasiswa : 091434026
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
STUDI ETNOEKOLOGI PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT SUKU DAYAK TUNJUNG LINGGANG
DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Dibuat di : Yogyakarta Pada tanggal : 16 Oktober 2013
Yang menyatakan,
(9)
vii
ABSTRAK
Dayak Tunjung terdiri dari beberapa sub suku, salah satunya yaitu suku Dayak Tunjung Linggang. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang memiliki keunikan tersendiri dalam pemanfaatan tumbuhan khususnya tumbuhan obat. Oleh karena itu inventarisasi dan dokumentasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap Etnoekologi masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang terkait dengan jenis tumbuhan obat, organ tumbuhan yang dimanfaatkan, penyakit yang dapat diobati, cara pemanfaatan dan sumber perolehan tanaman obat tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara observasi dan wawancara dari 20 orang informan, para informan diambil dari tokoh masyarakat seperti kepala adat, budayawan, dan masyarakat yang mengerti mengenai pemanfaatan tanaman obat. Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari fenomena yang ada di lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang ada di masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang masih sangat kental karena suku ini merupakan suatu suku yang sangat berpegang teguh pada adat istiadat. Jenis tumbuhan obat yang didata sebanyak 80 jenis tanaman dari 37 famili yang berbeda, suku ini menggunakan hampir semua bagian tumbuhan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan obat, jenis penyakit yang dapat diobati oleh tanaman tersebut adalah luka luar, kram / kejang, penyakit kulit, terkilir, bengkak, penangkal racun, sakit gigi, vitalitas / daya tahan tubuh, luka dalam, kanker, kosmetik dan penyakit dalam; cara pemanfaatan tanaman obat dilakukan dengan 5 cara berbeda yang dapat dikombinasikan yaitu direbus, dioleskan, ditempelkan, dikonsumsi mentah – mentah / segar dan di uapkan atau dijadikan sebagai sauna. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang memperoleh tanaman obat dengan 2 cara yaitu didapatkan tumbuh secara liar atau di budidaya.
Kata kunci : Etnoekologi, Kearifan Lokal, Tumbuhan Obat, Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang
(10)
viii ABSTRACT
Dayak Tunjung ethnic group consists of several sub-ethnics; one of them is Dayak Tunjung Linggang. The community of Dayak Tunjung Linggang has their own characteristic in utilize plants; especially in utilize the medicinal plants. Therefore, the inventory and documentation of the utilization of medicinal plants by the Dayak Tunjung Linggang ethnic community is necessary. This study aims to find out the ethno-ecology of the Dayak Tunjung Linggang which is related with medicinal plants, part of plants that were used, diseases that can be treated, the way to utilize the medicinal plants, and the source of the medicinal plants. This study is qualitative study which used descriptive method. The data collected from observation and interview with 20 informants. The informants were chosen from the public figures of Dayak Tunung Linggang such as village headman and cultural experts, and also people who understand about medicinal plants utilization. In this study, the data were analyzed inductively; begin from the empirical fact by direct observation to the study location, and then learn the phenomenon exist in the location.
The result of the study shows that the local wisdoms exist in Dayak Tunjung Linggang ethnic community is still very strong. It is because they still holding fast their traditions. There are 80 species of medicinal plants from 37 different families which can be found in this study. Dayak Tunjung Linggang ethnic community uses almost all parts of the plant as drug materials. Furthermore, it found that there are several types of diseases that can be treated by the medicinal plants, such as wounds, cramps/spasms, skin diseases, sprains, swelling, antidote, tooth pain, vitality/endurance, injuries, cancer, cosmetic and medicine. It also found that there are five different ways in utilized the medicinal plants, such as boiling the plants, applying the plants, affixing the plant, consuming the raw plants, or steam the plants, and used it as sauna. These ways can also be combined. The result of the study also found that Dayak Tunjung Linggang ethnic community obtains medicinal plants in 2 ways: grows wild or in cultivation.
Keyword: Ethno-ecology, local wisdom, medicinal plant, Dayak Tunjung Linggang ethnic community.
(11)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Etnoekologi Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang Di Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan akedemik untuk menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang telah membantu, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya, khususnya kepada:
1. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melaksanakan tugas belajar di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Kepala Kampung Tering Seberang, Muara Mujan, Muara Leban, Melapeh Lama dan Linggang Amer.
3. Kepala Adat Kampung Tering Seberang, Muara Mujan, Muara Leban, Melapeh Lama dan Linggang Amer.
4. Drs. A. Tri Priantoro, M. For. Sc selaku Dosen Pembimbing.
5. Pdt. Tommy Runtunuwu, Ny. Elfika Runtunuwu sebagai ayah dan ibu, dan Lidya Suzeth Runtunuwu sebagai adik.
6. Natalia Cintya Arianti sebagai kekasih yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan seluruh Staf pada Program Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Teman-teman seperjuangan (Yulius, Adit bantul, Yerri, Gentili, Wisnu, Fajar, Widi, dll) & Seluruh rekan-rekan Pendidikan Biologi USD angkatan 2009 atas kerjasama dan bantuannya, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
9. Seluruh Masyarakat Dayak Tunjung Linggang yang ada di Kabupaten Kutai Barat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangannya, untuk itu saran, kritik dan masukan sangat diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak.
Sleman, 16 Oktober 2013
(12)
x
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Batasan Penelitian ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 3
E. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5
A. Etnoekologi………... 5
B. Tanaman Obat ... 7
C. Suku Dayak Tunjung ... 8
BAB III. METODE PENELITIAN... 11
A. Jenis Penelitian ... ... 11
B. Subjek Penelitian ... 11
C. Tempat dan Waktu Penelitian. ... 12
(13)
xi
F. Analisis Data. ... 13
1. Pengumpulan Data... 14
2. Reduksi Data ... 14
3. Penyajian Data... 14
4. Pengambilan Kesimpulan ... 14
G. Instrumen Penelitian . ... 15
H. Alat – alat Penelitian ... 15
I. Diagram Alir Penelitian ... 16
BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
A. Daerah Penelitian ... 17
B. Suku Dayak Tunjung Linggang ... 20
C. Tanaman Obat Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang ... 25
1. Bakukng / Bakung (Crynum asiaticum L.)... 32
2. Bakaaq ... 33
3. Belayatn ... 33
4. Beliming Tunyuk / Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ... 34
5. Brentaleng / Mampat (Cratoxylon arborescens) ... 35
6. Benuang Rarikng / Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) ... 36
7. Uruuq Beheq / Rumput Bulu (Ageratum conyzoides L.) ... 37
8. Baduk / Sukun (Artocarpus communis) ... 39
9. Botooq / Anggrung (Trema orientalis) ... 40
10.Kerurang / Terong Asam (Solanum ferox L.) ... 41
11.Brakat Lutuuq Kuning / Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ... 42
12.Butaq ... 43
13.Cahai / Kunyit (Curcuma domestica) ... 44
14.Cahai Putiiq / Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ... 45
15.Engkuduuq / Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 47
16.Lejaaq Uraakng ... 49
17.Maralampukg ... 50
(14)
xii
20.Engkapaaq / Kadaka (Asplenium nidus) ... 53
21.Gaharaaq ... 54
22.Gaka Bruerai (Abrus precatorius L.) ... 55
23.Gaka Kedoot (Aglaia borneensis Merr.) ... 56
24.Ngelagit ... 57
25.Lemonuq ... 58
26.Mukng Baluuq ... 58
27.Gaka Omang ... 59
28.Geringakng (Cassia alata L.) ... 60
29.Geriq / Kemiri (Aleurites moluccana) ... 61
30.Isak – Isik ... 63
31.Jamuuq / Jambu Biji (Psidium guajava) ... 63
32.Jemewer / Sambiloto (Andrographis paniculata) ... 65
33.Juakng Nayuq / Hanjuang Merah (Cordyline terminalis) ... 66
34.Kajuuq Narakng ... 67
35.Kajuuq Nriokng ... 68
36.Gedakng / Pepaya (Carica papaya) ... 68
37.Pelehet (Psychotria viridiflora Thw.) ... 70
38.Keranyiiq / Asam Keranji (Dialium indum) ... 71
39.Ketikookng / Kayu Kuning (Arcangelisia flava L. Merr.) ... 72
40.Kerehau / Meniran Hutan (Callicarpa longifolia) ... 73
41.Kunceekng / Harendong (Melastoma affine)... 74
42.Labuuq Biasa / Labu Siam (Sechium edule) ... ` 74
43.Lancikng ... 75
44.Luukng ... 77
45.Nyelutuui Putaakng / Jelutung (Dyera costulata) ... 77
46.Limau Bintakng / Jeruk Pepaya (Citrus medica var. proper L) ... 78
47.Lunuuk Dukutn (Ficus sp.) ... 79
48.Marauleq / Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) ... 80
49.Nancakng / Mahang (Macaranga mappa) ... 81
50.Nilapm / Nilam (Pogostemon cablin) ... 82
(15)
xiii
53.Pacar / Pacar Cina (Aglaia odorata) ... 85
54.Paku Ataai / Paku Sayur (Diplazium esculentum) ... 86
55.Paku Parapm / Paku Pedang (Nephrolepis sp) ... 88
56.Pangir Bohokng ... 89
57.Pengesik... 90
58.Pianguuq ... 91
59.Raja Pengalah / Benalu (Loranthus sp.) ... 92
60.Rakap / Sirih (Piper betle) ... 93
61.Rakap Bohokng / Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) ... 94
62.Sabeeq Lemit ... 95
63.Sabeeq Pok / Paprika (Capsicum annuum var. Grossum) ... 96
64.Selangkat ... 97
65.Sempat Iliir ... 98
66.Sengkerapak Badak ... 99
67.Sepaai / Secang (Caesalpinia sappan L.) ... 99
68.Serempolupm / Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata) ... 100
69.Seweet / Pisang Hutan (Musa balbisiana) ... 101
70.Sumiiq Meong / Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)... 102
71.Tabat Barito (Ficus deltoidea) ... 103
72.Tawar Seribu ... 104
73.Telasak / Salam (Syzygium polyanthum) ... 105
74.Terok ... 107
75.Tempera / Nangsi (Villebrunia rubescens Bl.) ... 108
76.Pengooq Peay... 108
77.Tetukng Galekng / Sarang Semut (Myrmecodia sp) ... 109
78.Tuuq Jarukng / Anggrek Macan (Grammatophyllum scriptum) ... 111
79.Tuuq Nayuq (Saccharum sp.) ... 112
80.Pemusiiq Taluutn ... 113
D. Organ Tanaman Obat Yang Dimanfaatkan Sebagai Ramuan Obat... 114
E. Jenis Penyakit Yang Terdapat Di Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang ... 116
(16)
xiv
G. Sumber Perolehan Tanaman Obat ... 121
H. Pemanfaatan Tanaman Obat Sebagai Sumber Belajar Biologi ... 122
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 125
A. Kesimpulan ... 125
B. Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
(17)
xv
Tabel 3.1. Aspek, Data Yang Dibutuhkan dan Sumber Data. ... 12
Tabel 3.2. Alat-alat penelitian ... 15
Tabel 4.1. Jenis Tanaman Obat Yang Terdata ... 26
Tabel 4.2. Proporsi Organ Tanaman Yang Digunakan ... 115
(18)
xvi
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ... 16
Gambar 4.1 Bakukng / Bakung (Crynum asiaticum L.) ... 32
Gambar 4.2 Bakaaq ... 33
Gambar 4.3 Belayatn ... 34
Gambar 4.4 Beliming Tunyuk / Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ... 34
Gambar 4.5 Brentaleng / Mampat (Cratoxylon arborescens) ... 35
Gambar 4.6 Benuang Rarikng / Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) ... 36
Gambar 4.7 Uruuq Beheq / Rumput Bulu (Ageratum conyzoides L.) ... 37
Gambar 4.8 Baduk / Sukun (Artocarpus communis) ... 39
Gambar 4.9 Botooq / Anggrung (Trema orientalis) ... 40
Gambar 4.10 Kerurang / Terong Asam (Solanum ferox L.) ... 41
Gambar 4.11 Lutuuq Kuning / Bambu Kuning (Bambusa vulgaris) ... 42
Gambar 4.12 Butaq... 43
Gambar 4.13 Cahai / Kunyit (Curcuma domestica) ... 45
Gambar 4.14 Cahai Putiiq / Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)... 45
Gambar 4.15 Engkuduuq / Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 47
Gambar 4.16 Lejaaq Uraakng ... 49
Gambar 4.17 Maralampuk ... 50
Gambar 4.18 Topus Tongau ... 51
Gambar 4.19 Petoot ... 52
Gambar 4.20 Engkapaaq / Kadaka (Asplenium nidus) ... 53
Gambar 4.21 Gaharaaq ... 54
Gambar 4.22 Gaka Bruerai (Abrus precatorius L.) ... 55
Gambar 4.23 Gaka Kedoot (Aglaia borneensis Merr.) ... 56
Gambar 4.24 Ngelagit ... 57
Gambar 4.25 Lemonuq ... 58
Gambar 4.26 Mukng Baluuq... 59
Gambar 4.27 Gaka Omang ... 60
Gambar 4.28 Geringakng (Cassia alata L.) ... 61
Gambar 4.29 Geriq / Kemiri (Aleurites moluccana) ... 62
(19)
xvii
Gambar 4.32 Jemewer / Sambiloto (Andrographis paniculata) ... 65
Gambar 4.33 Juakng Nayuq / Hanjuang Merah (Cordyline terminalis) ... 66
Gambar 4.34 Kajuuq Nriokng ... 68
Gambar 4.35 Gedakng / Pepaya (Carica papaya) ... 69
Gambar 4.36 Pelehet (Psychotria viridiflora Thw.) ... 70
Gambar 4.37 Keranyiiq / Asam Keranji (Dialium indum) ... 71
Gambar 4.38 Ketikookng / Kayu Kuning (Arcangelisia flava L. Merr.) ... 72
Gambar 4.39 Kerehau / Meniran Hutan (Callicarpa longifolia) ... 73
Gambar 4.40 Kunceekng / Harendong (Melastoma affine) ... 74
Gambar 4.41 Labuuq Biasa / Labu Siam (Sechium edule) ... ` 75
Gambar 4.42 Lancikng ... 76
Gambar 4.43 Luukng ... 77
Gambar 4.44 Nyelutuui Putaakng / Jelutung (Dyera costulata) ... 78
Gambar 4.45 Limau Bintakng / Jeruk Pepaya (Citrus medica var. proper L) ... 78
Gambar 4.46 Lunuuk Dukutn (Ficus sp.) ... 79
Gambar 4.47 Marauleq / Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) ... 80
Gambar 4.48 Nancakng / Mahang (Macaranga mappa) ... 81
Gambar 4.49 Nilapm / Nilam (Pogostemon cablin) ... 82
Gambar 4.50 Nturuui ... 83
Gambar 4.51 Paatn / Pinang (Areca catechu) ... 84
Gambar 4.52 Pacar / Pacar Cina (Aglaia odorata)... 85
Gambar 4.53 Paku Ataai / Paku Sayur (Diplazium esculentum) ... 87
Gambar 4.54 Paku Parapm / Paku Pedang (Nephrolepis sp) ... 88
Gambar 4.55 Pangir Bohokng ... 89
Gambar 4.56 Pengesik ... 90
Gambar 4.57 Pianguuq ... 91
Gambar 4.58 Raja Pengalah / Benalu (Loranthus sp.) ... 92
Gambar 4.59 Rakap / Sirih (Piper betle) ... 93
Gambar 4.60 Rakap Bohokng / Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) ... 94
Gambar 4.61 Sabeeq Lemit ... 95
Gambar 4.62 Sabeeq Pok / Paprika (Capsicum annuum var. Grossum) ... 96
(20)
xviii
Gambar 4.65 Sengkerapak Badak ... 99
Gambar 4.66 Sepaai / Secang (Caesalpinia sappan L.) ... 100
Gambar 4.67 Serempolupm / Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata) ... 101
Gambar 4.68 Seweet / Pisang Hutan (Musa balbisiana) ... 102
Gambar 4.69 Sumiiq Meong / Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) ... 102
Gambar 4.70 Tabat Barito (Ficus deltoidea) ... 104
Gambar 4.71 Tawar Seribu ... 105
Gambar 4.72 Telasak / Salam (Syzygium polyanthum) ... 106
Gambar 4.73 Terok... 107
Gambar 4.74 Tempera / Nangsi (Villebrunia rubescens Bl.) ... 108
Gambar 4.75 Pengooq Peay ... 109
Gambar 4.76 Tetukng Galekng / Sarang Semut (Myrmecodia sp) ... 110
Gambar 4.77 Tuuq Jarukng / Anggrek Macan (Grammatophyllum scriptum) ... 111
Gambar 4.78 Tuuq Nayuq (Saccharum sp.) ... 112
(21)
xix
Lampiran 1. Panduan Wawancara ... 130
Lampiran 2. Instrumen Perekaman Data ... 131
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian ... 132
Lampiran 4. SILABUS... 133
Lampiran 5. RPP ... 135
Lampiran 6. Materi Belajar ... 140
Lampiran 7. Lembar Kerja Siswa/Tugas Kelompok ... 142
Lampiran 8. Kisi-kisi Soal Evaluasi ... 143
Lampiran 9. Soal Evaluasi... 144
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian Dari Kampung Tering Seberang ... 147
Lampiran 11. Surat Izin Penelitian Dari Kampung Muara Mujan ... 148
Lampiran 12. Surat Izin Penelitian Dari Kampung Muara Leban ... 149
Lampiran 13. Surat Izin Penelitian Dari Kampung Linggang Melapeh ... 150
Lampiran 14. Surat Izin Penelitian Dari Universitas ... 151
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Budaya pengobatan tradisional merupakan salah satu pengetahuan yang memiliki perbedaan besar antara suatu suku, etnis dengan masyarakat lainnya. Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional (pemanfaatan tumbuhan obat) yang dilestarikan secara turun temurun sejak dulu. Menurut data Survei Ekonomi Nasional 2007 masyarakat yang memilih mengobati diri sendiri dengan obat tradisional mencapai 28,69% meningkat dalam waktu tujuh tahun dari yang semula hanya 15,2% pada tahun 2001. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan IPTEK serta adanya modernisasi budaya, menyebabkan hilangnya pengetahuan maupun kearifan lokal termasuk pengetahuan pengobatan tradisional yang ada di masyarakat. Pengetahuan maupun kearifan lokal ini hilang ebelum dicatat atau diketahui oleh peneliti, dimana hal tersebut merupakan informasi yang sangat berharga untuk pelestarian pemanfaatan keanekaragaman sumberdaya alam.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka dalam strategi ekologi modern perlu dilakukan adanya pemberdayaan kapasitas pengetahuan lokal. Dengan kata lain pengetahuan lokal dan praktik-praktik tradisional seperti budaya pengobatan tradisional perlu dilegitimasi sebagai kapasitas kearifan lokal yang potensial untuk pembangunan sehingga pengetahuan lokal dan praktik-praktik tradisional seperti budaya pengobatan tradisional tidak hilang begitu saja.
Tema dari penelitian ini adalah pemanfaatan tanaman obat yang sangat penting dan memiliki hubungan yang sangat erat dengan cara hidup masyarakat
(23)
suku Dayak Tunjung Linggang. Suku Dayak Tunjung Linggang merupakan salah satu suku yang terdapat di Kecamatan Linggang Bigung, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dan merupakan salah satu sub suku dari suku Dayak Tunjung.
Penelitian mengenai pemanfaatan tanaman obat di suku Dayak Tunjung yang pernah dilakukan hanya masih bersifat umum dan beberapa peneliti hanya mendata tanaman obat yang telah diteliti sehingga mudah untuk diidentifikasi sedangkan tanaman endemik lain yang belum diidentifikasi di biarkan begitu saja. Selain itu penelitian juga hanya dilakukan pada suku Dayak Tunjung secara umum, padahal berdasarkan fakta di lapangan suku Dayak Tunjung memiliki 7 sub suku yang pastinya memiliki perbedaan kultur dan bahasa Kutai Barat, Kalimantan Timur. Pendekatan dengan cara mengidentifikasi dan inventarisasi jenis tanaman obat dan pemanfaatannya merupakan langkah awal dalam mengungkapkan potensi berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Jenis Tumbuhan apa saja yang dimanfaatkan sebagai obat oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur?
2. Organ tumbuhan apa saja yang digunakan oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur? 3. Jenis penyakit apa saja yang dapat disembuhkan?
(24)
4. Bagaimana cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur? 5. Bagaimana cara memperoleh tumbuhan obat oleh Masyarakat Suku Dayak
Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
C.Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada kajian Etnoekologi yang berfokus pada:
1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
2. Pemanfaatan tumbuhan yang diteliti terbatas pada tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
3. Tumbuhan obat diidentifikasi dari tingkat famili hingga pada tingkat spesies.
4. Variabel penelitian terbatas pada jenis tumbuhan obat, manfaat tumbuhan obat, macam organ tumbuhan yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan, dan cara mendapatkan tumbuhan obat.
D.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan mengungkap Etnoekologi masyarakat Dayak Tunjung Linggang terkait dengan:
1. Jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
(25)
2. Organ Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
3. Penyakit yang dapat diobati dengan tumbuhan obat.
4. Cara pemanfaatan tumbuhan obat oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur
5. Cara memperoleh tumbuhan obat oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur
E.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah khazanah keilmuan, khusunya mengenai studi Etnoekologi di Indonesia.
2. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.
3. Hasilnya dapat dikaitkan dengan materi Keanekaragaman Hayati di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Kutai Barat sehingga dapat di aplikasikan bagi siswa dan guru
4. Sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan dan perlindungan Sumber Daya Alam (SDA) secara berkelanjutan.
(26)
5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A.Etnoekologi
Etnoekologi (bahasa Inggris: ethnoecology) merupakan cabang ilmu yang kehadirannya relatif baru, karenanya beberapa ahli dalam menentukan terminologinya belum ada kesepakatan. Bidang ilmu ini muncul akibat dari adanya perspektif paradigma baru ilmu ekologi yaitu sustainability. Oleh karena itu ilmu ekologi berkembang tidak hanya mempelajari interaksi antara suatu bentuk kehidupan dengan bentuk kehidupan lainnya berikut kondisi lingkungannya, tetapi bersifat holistik hingga pada analisis tentang sistim pengetahuan suatu kelompok masyarakat atau etnik dalam pengelolaan sumber daya alam beserta lingkungannya. Bidang ilmu etnoekologi berasal dari 4 sumber utama yaitu bidang ilmu Antropologi (etnosains), Etnobiologi, Agro-Ekologi, dan Geografi lingkungan (Purwanto, 2003).
Menurut Suryadarma (2005), Etnoekologi yaitu ilmu tentang bagaimana pandangan kelompok masyarakat terhadap alam terkait dengan kepercayaan, pengetahuan dan tujuan, dan bagaimana mereka mengimajinasikan penggunaannya, pengelolaan dan peluang pemanfaatan sumber daya. Penekanannya pada keseluruhan Sumber Daya Alam (SDA), melalui keterlibatan berbagai bidang keilmuan.
Toledo (1992) menyatakan Etnoekologi akan tetap terikat oleh tempat tertentu atau lebih luas, terikat pada wilayah atau Negara tertentu. Sehingga memunculkan ciri khas yang ditampilkan pada wilayah tersebut sebagai akibat dari adanya manusia sebagai penghuni dengan segala keinginan nya yang tak terbatas.
Pemahaman ilmu Etnoekologi akan mengalami perkembangan terus-menerus seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuan dan hasil penelitian-penelitian.
(27)
Intisari ilmu Etnoekologi yang diadaptasi dari N. Daldjoeni (1982) mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Ilmu Etnoekologi sebagai ilmu pengetahuan bio‐fisis: hal ini dikarenakan yang mendasari analisis atas seluk beluk tanah, air, iklim dan curah hujan sebagai habitat manusia adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan biotik dan abiotik.
2. Ilmu Etnoekologi sebagai ilmu land-scape study : hal ini dikarenakan yang mendasari analisis dan pembahasan pada daerah pantai, pegunungan, dataran rendah sebagai habitat manusia untuk melakukan aktifitas adaptasi keruangan (spatial adaptation) mereka
3. Ilmu Etnoekologi sebagai Ekologi budaya : hal ini dikarenakan yang mendasari analisis dan pembahasan mengenai semua aspek kebudayaan, saling berhubungan secara fungsional dengan cara yang tidak pasti.
4. Ilmu etnoekologi sebagai ilmu Ekologi dan adaptasi manusia: hal ini mendasari analisis dan pembahasan mengenai adaptasi manusia bersama budaya yang melekat terhadap habitatnya dan mahkluk hidup lainnya. Manusia tidak hanya sebagai mahkluk biotik bagian dari alam di lingkungannya tetapi manusia sebagai kekuatan untuk mengubah alam. Setiap masyarakat akan memiliki teknik-teknik adaptasi yang diwariskan dari generasi sebelumnya secara turun temurun dan teknik-teknik tersebut akan mengalami perkembangan yang dinamis. Pembahasan dan analisis yang dilakukan terkadang kurang memperhatikan adanya saling pengaruh antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan intisari ilmu Etnoekologi sebagai ilmu Ekologi dan adaptasi manusia dengan alasan bahwa penggunaan tumbuhan
(28)
sebagai obat tradisional merupakan salah satu cara manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya kemudian teknik-teknik adaptasi tersebut diwariskan secara turun temurun oleh generasi sebelumnya dari Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang.
B.Tanaman Obat
Pengertian Obat menurut PerMenKes RI. No.949 / MenKes / Per / VI / 2000, adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pengingkatan kesehatan, dan kontrasepsi.
Sulaksana dan Jayusman (2005) berpendapat bahwa tanaman obat adalah suatu jenis tumbuhan atan tanaman yank sebagian atau seluruh bagian tanaman berkhasiat menghilangkan atau menyembuhkan suatu penyakit dan keluhan rasa sakit pada bagian atau organ tubuh manusia. Sedangkan Oswald (1995) menambahkan bahwa obat tradisional merupakan ramuan dari satu tumbuhan atau lebih, yang berkhasiat sebagai obat.
Hampir setiap orang di Indonesia pernah menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati penyakit atau kelainan yang timbul pada tubuh selama hidupnya, baik ketika masih bayi, kanak-kanak maupun setelah dewasa (Zein, 2005). Selain itu Zein juga menambahkan bahwa sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat saat ini disebut dengan Herbal Medicinal atau Fitofarmaka
Menurut Andrianto (2011), Tumbuhan obat mempunyai khasiat yang bekerja sebagai antioksidan, anti radang, analgesik, dan lain-lain, mengarah pada penyembuhan suatu penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari metabolisme sekunder. Setiap tumbuhan
(29)
menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan.
Zudud, dkk (1994) dalam Rahayu 2005 mengatakan, apabila mengacu pada Etnofarmakologi dan Etnobotani, maka tanaman obat dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut :
1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu jenis tumbuhan yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat. Tumbuhan obat ini terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Tumbuhan yang dapat digunakan juga sebagai obat di daerah lain, dengan khasiat yang sama
b. Tumbuhan yang dapat digunakan juga sebagai obat di daerah lain, tapi dengan khasiat yang berbeda.
c. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat hanya di daerah tersebut (tidak digunakan sebagai obat di daerah lain).
2. Tumbuhan obat modern sebagai bahan dasar (precursor) baik bahan asli maupun untuk sintesis. Tumbuhan obat ini telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
3. Tumbuhan obat potensial yang belum dikenal, yaitu berdasarkan informasi diduga sebagai obat tetapi belum jelas penggunaan dan kegunaannya secara medis.
C.Suku Dayak Tunjung
Masyarakat Suku Dayak Tunjung merupakan salah satu suku yang mendiami Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dengan persentase 24,2 % dari total keseluruhan masyarakat yang mendiami Kabupaten Kutai Barat. Seperti halnya
(30)
masyarakat tradisional lain di Indonesia, masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang mempunyai seperangkat pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya tumbuhan untuk berbagai keperluan hidupnya sehari-hari.
Suku Tunjung menggunakan bahasa tunjung namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, beberapa daerah sudah menggunakan bahasa Indonesia, namun ada juga yang menggunakan bahasa tunjung yang bercampur dengan bahasa pergaulan sehari-hari. Sebagian besar suku tunjung beragama Katolik dan Nasrani namun ada juga sebagian kecil yang beragama muslim. Dayak Tunjung merupakan sebuah sub dari Dayak, namun didalam Dayak Tunjung itu sendiri terdapat perbedaan logat bahasa dan wujud kebudayaan, tetapi tidak begitu besar. Akibat penyebaran ini sehingga terjadi berbagai macam jenis yaitu:
1. Tunjung Bubut, mereka mendiami daerah Asa, Juhan Asa, baloq Asa, Pepas Asa, Juaq Asa, Muara Asa, Ongko Asa, Ombau Asa, Ngenyan Asa, Gemuhan Asa, Kelumpang dan sekitarnya.
2. Tunjung Asli, mendiami daerah Geleo (baru dan Lama).
3. Tunjung Bahau, mendiami Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Sekolaq Muliaq, Sekolaq Oday, Sekolaq Joleq dan sekitarnya.
4. Tunjung Hilir, mendiami wilayah Empas, Empakuq, Bunyut, Kuangan dan sekitarnya.
5. Tunjung Lonokng, mendiami daerah seberang Mahakam yaitu Gemuruh, Sekong Rotoq, Sakaq Tada, Gadur dan sekitarnya.
6. Tunjung Linggang, mendiami daerah dataran Linggang seperti Linggang Bigung, Linggang Melapeh, Linggang Amer, Linggang Mapan, Linggang Kebut, Linggang Marimun, Muara Leban, Muara Mujan, Tering, Jelemuq, lakan bilem, into lingau, muara batuq dan wilayah sekitarnya.
(31)
7. Tunjung Berambai, mendiami Wilayah hilir sungai Mahakam seperti Muara Pahu, Abit, Selais, Muara Jawaq, Kota Bangun, Enggelam, Lamin Telihan, Kemabgn janggut, Kelkat, dan Pulau Pinang.
Bagi suku Dayak Tunjung terutama Tunjung Linggang, alam dan lingkungan merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dijaga, karena itu di Suku Dayak Tunjung Linggang terdapat istilah Taluutn sebagai sebutan untuk hutan. Taluutn
biasanya dilindungi secara adat, kemudian dibuat isu-isu mistis untuk melindungi hutan tersebut agar tidak diganggu dan tidak dirusak oeh orang luar.
(32)
11 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penyajian data deskriptif. Metode penyajian data secara deskriptif adalah suatu bentuk metode penelitian untuk membuat deskripsi atau memberi gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 2005).
B. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian merupakan beberapa individu maupun kelompok masyarakat dari Suku Dayak Tunjung Linggang yang memenuhi kriteria dalam menjawab instrumen pertanyaan penelitian seperti :
1. Berasal dari Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang asli
2. Memiliki pengetahuan luas dan cukup mendalam mengenai kehidupan sosial Suku Dayak Tunjung Linggang Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur
3. Memiliki pengaruh yang kuat dikalangan masyarakat.
4. Memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai pengobatan tradisional
Beberapa orang yang dapat dijadikan informan kunci yaitu : Kepala adat, kepala kampung, tokoh masyarakat (sesepuh).
(33)
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data yang representatif, penulis melakukan penelitian di 6 kampung yaitu kampung Linggang Melapeh, Linggang Amer, Tering, Muara Mujan, Muara Leban, dan Jelemuq di Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur selama 3 bulan terhitung dari tanggal awal bulan Maret 2013 sampai dengan akhir bulan Mei 2013
D. Data dan Sumber Data
Data dan sumber data yang dibutuhkan dalam penulisan dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.1. Aspek, Data Yang Dibutuhkan dan Sumber Data
No Aspek Data Yang Dibutuhkan Sumber Data
1
Deskripsi Suku Dayak Tunjung Linggang
Sejarah Suku Dayak Tunjung Linggang Pola Kebiasaan dan
Kehidupan Sehari-hari Mata Pencaharian Kepedulian masyarakat
terhadap lingkungan hidup
Narasumber
wawancara (Kepala Adat atau tokoh masyarakat dari setiap kampung yang menjadi tempat penelitian) Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, Museum Etnografi Kutai Barat
2 Pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan
Jenis tanaman yang dimanfaatkan
Organ tanaman yang dimanfaatkan
Jenis Penyakit Yang dapat diobati
Cara penggunaan dari tanaman obat
Cara memperoleh tanaman obat
Narasumber
wawancara (Kepala Adat atau tokoh masyarakat dari setiap kampung yang menjadi tempat penelitian) Observasi Lapangan
(34)
E. Teknik Pengumpulan Data
Data etnoekologi diperoleh melalui studi literatur, wawancara struktural dan wawancara semi struktural terhadap masyarakat secara kualitatif yang disertai dengan keterlibatan aktif Penulis dalam kegiatan masyarakat setempat. Agar data yang diperoleh tercukupi maka perlu digunakan beberapa model pembuatan pertanyaan dan metode pendekatannya mengenai pemanfaatan tumbuhan di masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang.
Selain menggunakan metode wawancara, penulis juga melakukan penilaian secara ekologis melalui pengamatan langsung di lapangan. Misalnya untuk mengetahui komposisi vegetasinya dilakukan dengan cara membuat transek di setiap satuan lingkungan yang terbentuk dikawasan tersebut. Ukuran dan cara pengamatan disesuaikan dengan bentuk dan kondisi satuan lingkungannya.
F. Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara induktif. Metode induktif adalah jalan berfikir dengan mengambil kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus. Pendapat lain menyatakan bahwa berpikir induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum (Sutrisno Hadi, 1986).
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara bersamaan dengan cara proses pengumpulan data. Menurut Miles dan Humberman (1992), tahapan analisis data adalah sebagai berikut:
(35)
1. Pengumpulan data
Di tahap ini, penulis mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan
2. Reduksi Data
Reduksi data diperlukan untuk memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Dalam tahap ini, penulis melakukan penggolongan, pengarahan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data yang telah direduksi sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah ketika mencarinya sewaktu-waktu kemudian.
3. Penyajian data
Setelah data direduksi, selanjutnya penulis melakukan penyajian data, penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penulis menyajikan data dalam bentuk deskripsi, chart dan grafis sehingga dapat dimengerti.
4. Pengambilan Kesimpulan
Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Dari semua data yang telah diperoleh maka dapat diambil kesimpulan.
(36)
G.Instrumen Penelitian
Pengumpulan data tentang etnoekologi Suku Dayak Tunjung Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur dalam pemanfaatan tumbuhan obat dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa wawancara berdasarkan panduan yang telah disusun dalam bentuk butir-butir pertanyaan.
Penggunaan bahasa pada waktu wawancara menggunakan bahasa lokal untuk memudahkan komunikasi dengan masyarakat setempat. Penggunaan bahasa disesuaikan dengan situasi, kondisi serta kemampuan responden dalam berbahasa Indonesia. Daftar pertanyaan yang dijadikan sebagai panduan oleh Penulis dapat dilihat pada lampiran 1 sedangkan instrumen perekaman data dapat dilihat pada lampiran 2.
H.Alat-alat Penelitian
Alat – alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 3.2. Alat-alat Penelitian
Alat Keterangan
Kamera Digital & Camcorder Canon EOS 550D
Alat Tulis Ballpoint, Log Book, dll
Recorder -
Peralatan untuk transek
Instrumen Penelitian - Daftar pertanyaan wawancara
(37)
I. Diagram Alir Penelitian
Mulai Identifikasi & Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian Penyusunan Proposal Penelitian
Studi Literatur
Penyusunan Panduan wawancara & Instrumen Penelitian
Penentuan Jumlah Responden atau Informan Kunci
Penentuan Lokasi & Waktu Penelitian
Penelitian Lapangan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Reduksi Data Penyajian Data Data Yang Diinginkan
Lengkap ? TIDAK
YA
Kesimpulan & Saran SELESAI
(38)
17 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A.Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Barat tempat domisili masyarakat suku Dayak tunjung yang akan menjadi subjek penelitian. Secara geografis Kabupaten Kutai Barat memiliki luas 31.628,70 km2 atau sekitar 15% dari total luas Kalimantan timur, terletak antara 1130 48’49’’ - 116032’43’’ Bujur Timur serta diantara 1031’05’’ Lintang Utara dan 1009’33’’ Lintang Selatan, Kutai Barat didominasi topografi bergelombang, dari kemiringan landai sampai curam dengan kemiringan antara 0-60% dan ketingian berkisar antara 0-1500 m dpl (Badan Pusat Statistik Kubar, 2007).
Daerah dataran rendah pada umumnya dijumpai di kawasan danau dan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah perbukitan dan pegunungan memiliki ketinggian lebih dari 1000 m dpl dengan kemiringan 30% terdapat di bagian barat laut yang berbatasan dengan wilayah Malaysia.
Wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Malinau dan Negara Sarawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, dan Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan. Sedangkan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah serta Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Barat tahun 2011, Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 238 Kampung. Kedua Puluh Satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang, Kecamatan
(39)
Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa, Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak, Kecamatan Long Iram, Kecamatan Long Hubung, Kecamatan Long Bagun, Kecamatan Long Pahangai, Kecamatan Long Apari, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Linggang Bigung, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Manor Bulatn, Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Tering dan Kecamatan Laham.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Barat 2011 juga menyebutkan jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kutai Barat. Menurut Soil Taxonomi VSDA tergolong ke dalam jenis tanah: ultisol, entisol, histosol, inseptisol, dan mollisol, atau menurut lembaga Penelitian Tanah Bogor terdiri dari jenis tanah: podsolik. alluvial, andosol, dan renzina. Diperkirakan luas dan sebaran jenis tanah di Kabupaten Kutai Barat didominasi oleh 4 (empat) jenis tanah yaitu organosol gley humus ; alluvial ; komplek podsolid merah kuning, latosol dan litosol serta podsolik merah kuning.
Karakteristik iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim hutan tropika humida di mana tidak ada perbedaan yang tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan tahunan berkisar antara 2000-4000 mm dan umumnya hujan lebih banyak turun pada bulan Oktober sampai dengan bulan April dan biasanya disebut dengan bulan- bulan basah. Temperatur rata-rata berkisar antara 260 C dengan perbedaan antara siang dan malam antara 5-7 0C.
Wilayah Kabupaten Kutai Barat sebagian besar terdiri dari kawasan hutan yang merupakan sumber penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti kayu ulin, kapur, bengkirai, meranti, tengkaeng, rotan, bambu, serta beraneka ragam buah-buahan. Selain itu terdapat pula berbagai jenis pakis, rotan, bambu serta
(40)
beraneka ragam buah-buahan seperti cempedak, durian, rambutan, langsat, lay dan lain-lain.
Di daerah Kecamatan Sekolaq Darat, dan Damai terdapat lokasi cagar alam yang ditumbuhi berbagai macam jenis anggrek (Anggrek Hitam) yang disebut sebagai cagar alam Kersik Luway. Selain anggrek hitam, di cagar alam seluas 5.000 hektar ini juga hidup tumbuhan dan hewan yang beraneka ragam.
Jenis satwa yang ada di daerah ini terdiri dari berbagai macam jenis ular, burung, rusa, kijang, kancil, beruang, kucing hutan, landak, orang hutan dan lain sebagainya di mana beberapa diantaranya merupakan satwa yang dilindungi di daerah ini, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus), Owa-Owa (Hylobatidae), Bekantan (Nasalis larvatus), Trenggiling (Manis javanica), burung Enggang (Rucerotidae) dan ikan Pesut (Orcaella brevirostris).
Penelitian ini dilakukan pada 6 kampung yang termasuk dalam dataran linggang (tempat masyarakat Dayak Tunjung Linggang berdomisili). Enam kampung tersebut adalah Muara Mujan, Muara Leban, Tering Seberang, Melapeh Lama, Linggang Amer dan Jelemuq. Kampung Jelemuq tidak dapat dijadikan sebagai lokasi penelitian karena terhalang oleh banjir tahunan, sehingga hampir semua warga mengungsi karena kampung jelemuq merupakan kampung yang berada tepat di tepi Sungai Mahakam.
Dataran linggang sendiri terdiri dari 2 kecamatan yaitu kecamatan Tering dan kecamatan Linggang Bigung. Kampung Tering, Muara Mujan dan Muara Leban termasuk dalam kecamatan Tering sedangkan Melapeh Lama dan Linggang Amer termasuk dalam kecamatan Linggang Bigung. Kedua kecamatan ini memiliki perbedaan dan persamaan yaitu sebagian besar kampung di kecamatan Linggang
(41)
Bigung terletak di daerah dataran dengan ketinggian 25-100 m dpl dan terletak di luar kawasan hutan sedangkan kecamatan Tering, sebagian besar kampung terletak di daerah lembah / DAS, dengan ketinggian 25-100 m dpl dan terletak di luar kawasan hutan.
Selain melakukan wawancara, observasi lapangan secara langsung juga dilaksanakan di hutan adat Eno yang terletak di kampung Linggang Melapeh dengan jarak tempuh ± 15-20 menit dari kampung tersebut. Di hutan ini dilakukan analisa vegetasi dengan mendata tanaman obat apa saja yang terdapat di hutan adat tersebut. Akhirnya dari hasil penelitian dan pengumpulan data yang dilakukan selama ± 1,5 bulan, berhasil mendapatkan 80 jenis tanaman yang dimanfaatkan oleh suku Dayak Tunjung Linggang sebagai obat-obatan tradisional. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 3.
Penelitian yang dijadwalkan dimulai pada awal Bulan Maret 2013 dan berakhir pada awal Bulan Mei 2013, kondisi lapangan yang terkadang tidak bersahabat benar-benar membuat proses penelitian terganggu, misalnya proses penelitian yang terhambat selama 2 minggu akibat banjir tahunan yang melanda Kabupaten Kutai Barat. Akan tetapi penelitian masih dapat dilanjutkan setelah banjir surut.
B.Suku Dayak Tunjung Linggang
Sejarah dari Suku Dayak Tunjung Linggang atau dalam bahasa Tunjung disebut sebagai Tonyooi Rentenuukng, Tonyooi Rentenuukng adalah sebutan dari suku Tunjung di luar suku Dayak Tunjung Linggang terhadap suku dayak Tunjung Linggang. Sebutan ini juga digunakan oleh suku Dayak Tunjung Linggang untuk suku mereka sendiri.
(42)
Data-data maupun dokumen tertulis mengenai Masyarakat Dayak Tunjung Linggang dapat dikatakan masih kurang sehingga membuat kita merasa kesulitan untuk mencari informasi mengenai suku ini, oleh karena sangat diperlukan adanya tindakan untuk memfasilitasi Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang dengan membuat suatu dokumentasi mengenai suku ini, Dokumentasi ini akan sangat membantu dalam menjembatani celah antara praktek tradisional dengan pengetahuan ilmiah sehingga dapat menjadi bentuk sinergi yang memiliki dampak positif bagi pembangunan daerah.
Ada tiga pernyataan yang berbeda berkaitan dengan asal-usul suku Dayak Tunjung Linggang. Pernyataan pertama mengatakan bahwa suku Dayak Tunjung Linggang berasal dari daerah perhuluan sungai mahakam, sebagai bagian dari perpecahan suku dayak Penihing atau Oaheng.
Menurut Lahajir (2001) adanya kesamaan dari beberapa pandangan para antropolog yang pernah melakukan penelitian terhadap masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang seperti Nieuwenhuis (1994), Mallinkrodt (1928), Sellato (1989), Coomans (1987), Boyce (1986), dan Rosseau (1990). Para antropolog ini berpandangan bahwa suku Dayak Tunjung Linggang adalah suku yang berpindah dari daerah perhuluan sungai mahakam. Diperkirakan bahwa mereka berasal dari suku Penihing yang didesak oleh suku Dayak Bahau yang bermigrasi dari dataran Apau Kayan di bagian utara Kalimantan Timur (sekarang Kalimantan Utara) sekitar tahun 1700-1750. Oleh karena itu, orang Tunjung Linggang adalah suku pendatang dari dataran tinggi tunjung.
Pernyataan kedua mengatakan bahwa orang Tunjung Linggang adalah penduduk asli dataran tinggi Tunjung Linggang (pernyataan ini merupakan pernyataan dari orang Tunjung Linggang sendiri). Pernyataan ketiga mengatakan
(43)
bahwa orang Tunjung Linggang adalah suku yang berasal dari Kalimantan Tengah yang meninggalkan daerah tersebut melalui hulu sungai mahakam dan akhirnya terdesak oleh suku Dayak Bahau yang pindah dari dataran tinggi Apau Kayan ke perhuluan sungai mahakam.
Dalam sistem mata pencaharian, sebagian besar masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang masih memanfaatkan perladangan tradisional. Seiring dengan perkembangan zaman dan daerah, kegiatan membuat ladang seperti ini mungkin sudah jarang dijumpai karena masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang cenderung memilih untuk berkebun karet, walaupun berdasarkan fakta dilapangan, kegiatan memanfaatkan lahan untuk menjadi ladang ini tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Hal ini disebabkan orang Dayak Tunjung Linggang merasa aman dan nyaman apabila dapat menyediakan cadangan bahan makanan untuk keluarga selama 1 tahun. Kegiatan membuat ladang ini biasanya dilakukan oleh kalangan orang tua.
Pengetahuan tentang pelestarian lingkungan hidup telah dipelajari oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang secara turun-temurun dari generasi ke generasi sejak zaman nenek moyang khususnya dalam pengetahuan mengenai flora dan fauna. Pengetahuan ini merupakan salah satu pengetahuan dasar orang Tunjung Linggang mengingat bahwa mata pencaharian utama pada mulanya adalah berladang.
Peran flora dan fauna sangat penting bagi masyarakat suku dayak Tunjung Linggang, misalnya orang Tunjung Linggang mengenal beberapa jenis tumbuhan yang edible (bisa dimakan) dan yang tidak bisa dimakan akan tetapi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti obat-obatan, racun untuk membunuh hewan dan zat pewarna. Jenis tumbuhan yang bisa dijadikan obat-obatan tradisional biasanya berupa akar-akaran, daun, tanaman herba.
(44)
Sebagian besar dari tanaman tersebut memang belum dikaji secara ilmiah akan tetapi masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang meyakini bahwa tanaman-tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan penyakit tertentu, akan tetapi tidak semua tanaman langsung dapat digunakan sebagai obat tradisional, beberapa jenis tanaman harus digunakan dalam ritual adat sebelum dimanfaatkan sebagai obat. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang juga memiliki pengetahuan untuk membedakan jenis pohon / kayu yang memiliki kualitas baik untuk digunakan sebagai bahan bangunan, misalnya kayu ulin (Ensidroxylon zwageri) dan meranti merah ( Shorea leprosula).
Fauna juga memiliki peran penting dalam kehidupan orang Tunjung Linggang dimana sebagian besar dari hewan-hewan ini dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi misalnya, babi, kijang, rusa, dll. Masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang mampu mengenali karakteristik hewan yang akan dikonsumsinya sehingga dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut ketika akan berburu. Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu, orang Tunjung Linggang mempertahankan hidupnya dengan bergantung sepenuhnya kepada alam, sehingga pengetahuan seperti ini sangatlah penting.
Benda-benda di lingkungan sekitar juga memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat suku dayak Tunjung Linggang. Sebagian besar fungsi dari elemen-elemen tersebut adalah untuk dikonsumsi (flora, fauna & air), sedangkan fungsi lainnya berupa pemanfaatan sebagai media pengobatan, bahan sandang papan, dll. Karena menyadari pentingnya elemen-elemen tersebut akhirnya orang Tunjung Linggang membuat aturan-aturan atau norma adat yang mengatur perlakuan warganya terhadap sungai, danau, dan tanah.
(45)
Salah satu contoh mengenai keterkaitan budaya Masyarakat Tunjung Linggang dengan lingkungan adalah hutan lindung di Gunung Eno. Hutan Lindung Gunung Eno merupakan hutan yang dikonversikan menjadi hutan komunal adat oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang, sebagai hutan adat, hutan ini dilindungi oleh hukum adat setempat secara ketat. Tujuannya adalah agar hutan ini dapat berfungsi sebagai hutan lindung, hutan penelitian ilmiah, dan sebagai warisan bagi anak cucu di masa depan.
Orang Tunjung Linggang telah mempelajari bagaimana cara membedakan kualitas tanah yang subur atau pun tidak subur dalam memanfaatkannya sebagai lahan untuk berladang. Selain air dan tanah, orang Tunjung Linggang juga memanfaatkan jenis batu-batuan dan berbagai jenis logam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat peralatan kerja sehari seperti parang, lingga, pisau toreh, dll. Hanya saja seiring dengan kemajuan teknologi kegiatan untuk memanfaatkan batuan dan logam dari alam sekitar sudah tidak dijumpai lagi karena orang Tunjung Linggang dapat memperoleh bahan-bahan tersebut dengan cara di beli atau memanfaatkan besi dan logam dari sisa benda lain.
Segala bentuk praktek pengobatan tradisional, hutan adat, dan upacara adat istiadat lainnya dari suku ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan objek pariwisata. Karena hal-hal tersebut sangat menarik bagi turis-turis lokal maupun asing sehingga perlu dilakukan adanya upaya nyata oleh pemerintah Kutai Barat untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kutai Barat.
(46)
C.Tanaman Obat Yang di Manfaatkan Oleh Masyarakat Suku Dayak Tunjung Linggang
Selama penelitian, telah berhasil didata sebanyak 80 jenis tanaman obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang. Data dari 80 jenis tanaman itu dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tidak semua tanaman yang didata dapat diidentifikasi hingga tingkat spesies, hal ini disebabkan kurangnya informasi mengenai tanaman tersebut. Tanaman obat yang terdata merupakan anggota dari 38 famili yang berbeda. 38 famili ini merupakan anggota dari 26 ordo yang sengaja tidak dicantumkan mengingat tujuan awal dari penelitian ini adalah menginventarisir dan mengidentifikasi tanaman obat hingga tingkat spesies dan minimal hingga tingkat famili.
Dari 26 ordo tersebut terbagi kedalam 3 jenis kelas yaitu, 9 ordo termasuk kedalam kelas liliopsida, 14 ordo pada kelas magnoliopsida dan sisanya yaitu 3 ordo yang termasuk dalam kelas pteridopsida. Dari 38 kelas yang terdata, 35 termasuk dalam divisi magnoliophyta sedangkan 3 kelas sisanya merupakan bagian dari divisi pterydophyta.
(47)
26
Tabel 4.1. Jenis Tumbuhan Obat Yang Terdata
No
Nama Tumbuhan
Sumber Perolehan
Metode
Pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
1 Bakaaq Cyperus sp. Cyperaceae Liar Direbus Akar,
batang
Keram / kejang - kejang
2 Bakukng Bakung Crynum asiaticum Amaryllidaceae Budidaya Ditempelkan Daun,
bunga Bengkak / terkilir
3 Belayatn - Liar Ditempelkan Daun
Luka bakar / tersayat benda tajam
4 Beliming tunyuk
Belimbing
sayur Averrhoa bilimbi Oxalidaceae Budidaya Ditempelkan
Buah,
bunga Cacar air 5 Brentaleng Cratoxylon arborescens Hypericaceae Liar Ditempelkan Daun Terkilir 6 Benuang
rarikng Benuang Octomeles sumatrana Miq. Datiscaceae Liar Direbus Akar Sakit kuning 7 Uruq
Beheq
Rumput
bulu Ageratum conyzoides L Asteraceae Liar Direbus
Semua bagian
Sakit perut, keputihan 8 Baduk Sukun Artocarpus communis Moraceae Budidaya Direbus Buah Memperlancar
ASI
9 Botooq Anggrung Trema orientalis Ulmaceae Liar Direbus Akar Penawar racun 10 Brakat
kerurang
Terong
pungo Solanum sp Solanaceae Budidaya Direubus Akar Penyakit liver 11 Lutuuq
Kuning
Bambu
Kuning Bambusa vulgaris Poaceae Budidaya Direbus Akar Penyakit kuning
12 Butaq - Liar Direbus Akar Penangkal racun
13 Cahai Jahe
(48)
27
No Nama Tumbuhan Sumber
perolehan
Metode
pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
14 Cahai
putiiq Temulawak
Curcuma
xanthorrhiza Roxb. Zingiberaceae Budidaya
Direbus /
makan Rimpang
- Penambah daya tahan tubuh - Penambah
nafsu makan - Penawar racun 15 Lejaaq
Uraakng - Zingiberaceae Liar Direbus
Rimpang,
bunga Kencing darah 16 Maralampu
k - Liar Ditempelkan
Semua Bagian
Luka bakar / tersayat benda tajam
17 Topus
Tongau Hedychium sp. Zingiberaceae Liar Direbus Rimpang
Tipes, Kencing batu, raja singa
18 Petoot - Liar Direbus Daun Luka dalam
19 Mukng
Baluq - Liar Direbus Daun bengkak
20 Engkapaaq Kadaka Asplenium nidus Aspleniaceae Budidaya Direbus Akar Sakit perut 21 Engkuduuq Mengkudu Morinda citrifolia Rubiaceae Budidaya Di konsumsi Buah Tekanan darah
tinggi
22 Gaharaaq - Liar Dioleskan Daun herpes
23 Gaka
brewerai - Liar Direbus
Semua
Bagian keputihan 24 Gaka
kedoot Aglaia borneensis Hk.f. Meliaceae Liar
Direbus, dioleskan
Semua
Bagian Sariawan, diare
25 Ngelagit - Verbenaceae Liar Direbus Daun Disentri
26 lemonuq - Liar Dikonsumsi Akar Sakit perut /
keracunan 27 Gaka
omang - Liar Dioleskan
Semua Bagian
Luka luar + Bengkak 28 Geringakng Cassia alata L. Caesalpiniaceae Liar Dioleskan Daun Kurap / kudis 29 Geriq Kemiri Aleurites moluccana Euphorbiaceae Budidaya Dikonsumsi Daun,
Buah Malaria / Tipes
30 Isak – isik - Liar Dioleskan Semua
(49)
28
No Nama Tumbuhan Sumber
Perolehan
Metode
Pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
31 Jamuuq Jambu Psidium guajava Myrtaceae Budidaya Dikonsumsi
mentah Daun Diare 32 Jemewer Sambiloto Andrographis
paniculata Acanthaceae Budidaya Direbus Akar
- BAB darah - Malaria - Sakit perut 33 Juakng
nayuq
Hanjuang
merah Cordyline terminalis L Agavaceae Budidaya Direbus Daun Batu ginjal 34 Kajuuq
narakng Kayu arang - Liar
Dioleskan /
ditempelkan Batang
Penawar bisa gigitan hewan 35 Kajuuq
riokng - Liar
Dioleskan /
ditempelkan Akar
Ambeien, luka luar / tersayat benda tajam 36 Gedakng Kates /
pepaya Carica papaya L Caricaceae Budidaya Direbus Daun Malaria 37 Pelehet Psychotria viridiflora
Thw. Liar
Dikonsumsi
mentah Batang Sakit gigi 38 Keranyiiq Asam
Keranji Dialium indum Fabaceae Liar Ditempelkan Daun
Luka Luar akibat benda tajam 39 Ketikookng Akar kuning Arcangelisia flava
Merr. Menispermaceae Liar Direbus Akar
Sakit Pinggang, vitalitas pria 40 Krehau Callicarpa longifolia
Lamk. Lamiaceae Liar dioleskan Daun Gatal – gatal 41 Kunceekng Harendong Melastoma affine Melastomataceae Liar Ditempelkan Daun
Luka luar / menghentikan pendarahan 42 Labuuq
biasa Labu siam Sechium edule Cucurbitaceae Budidaya Dikonsumsi Buah Tekanan
43 Lancikng - Liar Direbus Akar,
batang keputihan
44 Luukng - Araceae Liar Direbus Akar Keracunan
45 Nyelutuui
(50)
29
No Nama Tumbuhan Sumber
Perolehan
Metode
Pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
46 Limau Bintakng
Jeruk pepaya
Citrus medica var.
proper L. Rutaceae Budidaya Dikonsumsi Buah
- Batuk - Asma - Asam urat 47 Lunuuk
Dukutn - - Moraceae Budidaya Direbus Akar keracunan
48 Marauleq Pasak Bumi Eurycoma longifolia Simaroubaceae Liar Direbus Akar - Malaria 49 Nancakng Mahang Macaranga mappa Euphorbiaceae Liar Direbus,
dioleskan
Akar, batang
- Sakit perut - Sariawan
(getah) 50 Nilapm Nilam Pogostemon cablin Lamiaceae Budidaya Dioleskan Daun Alergi
51 Nturui Moreceae Liar Dioleskan Daun herpes
52 Paatn Pinang Areca catechu Arecaceae Budidaya Dikonsumsi Buah, biji Obat batuk 53 Pacar Pacar Cina Aglaia odorata Meliaceae Budidaya Dioleskan /
ditempelkan Daun Luka luar 54 Paku ataai Paku Sayur Diplazium
esculentum Polypodiaceae Liar Dikonsumsi
Daun,
batang Penambah darah 55 Paku
Parapm Paku pedang Nephrolepis sp Dryopteridaceae Liar Dikonsumsi
Daun,
batang Awet muda 56 Pangir
Bohokng Morinda sp. Rubiaceae Liar Direbus Akar Keputihan
57 Pengesik Albizia sp. Fabaceae Liar Direbus Daun
muda Vitalitas pria
58 Pianguuq - - Liar Direbus,
dioleskan
Akar, daun
- Kudis - Kurap
- Penawar racun - Sakit perut 59 Raja
Pengalah benalu Loranthus sp. Loranthaceae Liar Direbus Daun - Obat kanker 60 Rakap sirih Piper betle Piperaceae Budidaya Dikonsumsi Daun
Menghilangkan bau badan, sakit gigi
61 Rakap
Bohokng Sirih Merah
Piper crocatum Ruiz &
(51)
30
No Nama Tumbuhan Sumber
Perolehan
Metode
Pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
62 Sabeeq
lemit - Budidaya Direbus Akar keracunan
63 Sabeeq pok Paprika Capsicum annuum var. Grossum Solanaceae Budidaya Direbus Akar obat tekanan
64 Selangkat - Liar Direbus Akar,
batang Pembersih ginjal 65 Sempaat
iliir - Zingiberaceae Liar
Dikonsumsi mentah
Rimpang,
Buah Penawar racun 66 Sengkerapa
k badak
Ginseng
kalimantan - Liar Direbus
Akar, batang
Penambah daya tahan tubuh dan vitalitas pria 67 Sepaai Caesalpinia sappan
L. Caesalpiniaceae Budidaya Direbus Batang
- Penawar racun - Sakit perut - Awet muda 68 Serempolu
pm
Cocor
Bebek Kalanchoe pinnata Crassulaceae Budidaya
Dioleskan,
direbus Daun, akar Lemah syahwat 69 Seweet Pisang
Hutan Musa balbisiana Musaceae Liar Dioleskan Batang - Borok, luka 70 Sumiiq
meong
Kumis
kucing Orthosiphon aristatus Lamiaceae Budidaya Direbus Daun
Peluruh batu ginjal 71 Tabat
barito Tabat Barito Ficus deltoidea Moraceae Budidaya Direbus
Akar, batang
Penyakit / luka dalam
72 Tawar
seribu - Euphorbiaceae Budidaya Dioleskan
Daun, batang
Obat gigitan serangga 73 telasak salam Syzygium polyanthum Myrtaceae Liar Ditempelkan Daun Sariawan
74 Terok Liar Direbus Batang TBC
75 Tempera Villebrunia rubescens
Bl. Urtiaceae Budidaya Dikonsumsi Batang Diare 76 Pengooq
Peay - Budidaya Direbus Umbi kencing darah
77 Tetukng galekng
Sarang
(52)
31
No Nama Tumbuhan Sumber
Perolehan
Metode
Pemanfaatan Organ Jenis Penyakit
Lokal Umum Ilmiah Famili
78 Tuuq jarukng
Anggrek macan
Gramatophyllum
scriptum BL Orchidaceae Liar Direbus Akar Sakit pinggang 79 Tuuq
nayuq Tebu Merah Saccharum sp. Poaceae Budidaya dikonsumsi batang
Penawar racun, peluruh batu ginjal 80 Pemusiiq
(53)
Deskripsi dari 80 tanaman tersebut adalah :
1. Bakukng / Bakung (Crynum asiaticum L.)
Gambar 4.1 Bakukng / Bakung (Crynum asiaticum L.)
Bakung merupakan tumbuhan tahunan dengan tinggi ± 1m. Memiliki batang semu, tegak, lunak dan berwarna putih kehijauan. Daun tunggal berbentuk lanset dan runcing di bagian ujungnya sedangkan pada bagian pangkalnya berbentuk tumpul. Bakung memiliki bunga berbentuk payung, pangkal mahkota berdekatan membentuk corong berwarna putih dengan putik yang panjang berwarna ungu serta benang sari berwarna jingga. Bakung memiliki buah berbentuk kotak atau bulat telur.
Di Indonesia bakung memiliki beberapa nama yaitu bakong, semur (Bangka), dausa (Ambon) sedangkan dalam bahasa inggris bakung dikenal dengan sebutan Crinum lily atau Spider lily.
Bakung biasanya tumbuh liar namun tidak jarang dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Habitat bakung pada umumnya terletak di tepi sungai yang rindang dengan ketinggian daratan ± 700m dpl. Selain sebagai tanaman
(54)
hias, bakung juga memiliki manfaat sebagai bahan obat herbal. Pada bagian akar dan batangnya dapat digunakan sebagai obat untuk rematik, radang kulit, bisul dan borok serta dimanfaatkan sebagai analgesik, antibiotik, dan ekspektoran.
2. Bakaaq
Gambar 4.2 Bakaaq
Bakaaq merupakan sejenis tanaman herba berupa rumput-rumputan, sekilas bakaaq terlihat mirip seperti rumput teki. Bakaaq memiliki bentuk batang lurus, dengan tinggi batang mencapai 35 cm, pertulangan daun sejajar dan tumbuh di seluruh bagian tubuh utama. Bakaaq memiliki akar berupa akar serabut dan hidup di daerah tropis yang memiliki tekstur tanah gambut dan lembab. Bagi masyarakat Dayak Tunjung Linggang, Bakaaq memiliki khasiat sebagai obat anti kram dan kejang – kejang.
3. Belayatn
Belayatn merupakan tanaman sejenis sulur. Belayatn tumbuh dengan cara menjalar diatas tanah atau pada tanaman lainnya. Bentuk batang belayatn berwarna hijau seperti sulur dengan diameter 1 cm, warna daun hijau dengan
(55)
pangkal daun berbentuk busur sedangkan bagian ujung daun runcing; pertulangan daun menyirip dan bagian tepi daun halus tidak bergerigi.
Gambar 4.3 Belayatn
Di permukaan daun bagian atas terdapat bulu pendek dan lembut sedangkan pada permukaan bagian bawah tidak memiliki bulu dan halus. Belayatn memiliki buah berbentuk kecil berwarna hijau. Selain itu belayatn mengeluarkan getah berwarna putih apabila ada bagian tubuhnya yang terluka. Getah inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang di Kalimantan Timur sebagai obat untuk luka bakar atau luka akibat tersayat benda tajam.
4. Beliming Tunyuk / Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
(56)
Belimbing wuluh merupakan jenis tanaman yang tumbuh liar atau dibudidayakan dipekarangan rumah yang cukup memperoleh sinar matahari. Nama lain dari belimbing wuluh di Indonesia memiliki perbedaan di setiap daerah misalnya, di Aceh belimbing wuluh dikenal dengan nama limeng, di daerah Sunda dikenal dengan sebutan calingcing, dan bainang di Makasar. Di luar Indonesia cucumber tree merupakan sebutan untuk tanaman yang memiliki rasa yang khas ini.
Belimbing wuluh memiliki batang berkayu yang keras dengan tinggi mencapai ± 11m. Daun belimbing wuluh bersirip genap, bunga berbentuk bintang dengan warna merah muda atau ungu. Tekstur buah belimbing sangat berair dan asam serta memiliki warna hijau dengan bentuk lonjong yang bergelantungan secara berkelompok pada batang atau dahan (Dalimartha, 2007). Belimbing wuluh dikenal memiliki khasiat sebagai obat tradisional yaitu sebagai antipiretik, ekspektoran, kencing manis, radang tenggorokan dan sariawan.
5. Brentaleng / Mampat (Cratoxylon arborescens)
(57)
Menurut DEPKESRI dalam inventaris tanaman obat indonesia (2007), mampat atau yang dikenal juga dengan sebutan Garunggang merupakan sejenis pohon yang mampu tumbuh hingga mencapai 60 m dan memiliki diameter batang mencapai 120 cm. kulit mampat biasanya berwarna abu-abu hingga coklat bahkan ada juga yang berwarna coklat kemerahan, teksture kulit halus dan tipis.
Habitat dari mampat sangat luas, distribusinya meliputi Burma selatan, Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Mampat merupakan jenis tanaman yang hidup di dataran rendah akan tetapi mampat juga diketahui dapat hidup didataran dengan ketinggian hingga 1400m dpl. Secara ekologis mampat tumbuh di daerah rawa, hutan gambut. Bagi masyarakat suku dayak tunjung linggang, mampat dikenal sebagai tanaman yang berkhasiat untuk menyembuhkan / pengurang rasa sakit pada bagian tubuh yang terkilir (keseleo).
6. Benuang Rarikng / Binuang (Octomeles sumatrana Miq.)
Gambar 4.6 Benuang Rarikng / Binuang (Octomeles sumatrana Miq.)
(58)
Tanaman binuang merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh. Binuang memiliki batang berkayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas, triplex, korek api, dll. Binuang yang tergolong tanaman pionir ini tumbuh tersebar diseluruh Indonesia terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Di Indonesia binuang dikenal dengan sebutan binuang, benuang, kapu, palaka dan erima. Binuang tumbuh di hutan hujan dataran rendah dengan ketinggian dataran 0-1000m dpl dan rata-rata curah hujan ± 1500 mm/tahun. Tanah yang cocok untuk dijadikan tempat tumbuh bagi benuang adalah tanah aluvial atau tanah lembab dipinggir sungai yang bertekstur liat / liat berpasir. Binuang dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit kuning yaitu dengan cara merebus bagian akarnya kemudian dikonsumsi dengan cara meminum air rebusan tersebut (Heyne, 1987).
7. Uruuq Beheq / Rumput Bulu (Ageratum conyzoides L.)
Gambar 4.7 Uruuq Beheq / Rumput Bulu (Ageratum conyzoides L.)
Rumput Bulu atau yang biasa disebut dengan bandotan merupakan sejenis terna namun tidak jarang dianggap sebagai gulma pertanian. Di Indonesia bandotan memiliki beberapa nama yaitu babandotan (sunda) dan
(59)
wedusan (jawa) sedangkan dalam bahasa Inggris bandotan dikenal dengan sebutan chick weed, goat weed, atau white weed. Tanaman ini disebut babandotan karena tanaman ini mengeluarkan aroma khas yang menyerupai bau kambing.
Selain memiliki aroma yang menyerupai bau kambing, bandotan memiliki batang tegak atau “berbaring” di tanah kemudian bagian batang yang menyentuh tanah akan memiliki akar dengan sendirinya. Batang berbentuk gilig, bercabang dan terdapat bulu-bulu halus dipermukaan batang hingga daun. Tinggi batang mencapai 120 cm dan terdapat banyak kuntum bunga majemuk pada bagian ujung batang.
Daun-daun bertangkai dengan panjang 0,5-5 cm, terletak berseling atau berhadapan, terutama yang letaknya di bagian bawah. Helaian daun berbentuk bulat telur hingga menyerupai belah ketupat. Pangkal daun berbentuk seperti jantung, membulat atau meruncing; dan bagian ujungnya berbentuk tumpul atau meruncing; tepi bergerigi; permukaan bagian atas dan bawah terdapat bulu – bulu halus.
Bandotan sering ditemukan hidup di sawah-sawah yang mengering, ladang. Pekarangan, tepi jalan, tanggul, tepi air dan wilayah semak belukar. Ditemukan hidup hingga ketinggian 3000m dpl. Bandotan dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai obat luka luar sedangkan rebusan dari daun juga dapat digunakan sebagai obat sakit dada, disentri dan demam (Dalimartha, 2007).
(60)
8. Baduk / Sukun (Artocarpus communis)
Sukun atau dalam bahasa inggris disebut breadfruit merupakan jenis tanaman hidup di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia. Sukun dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 20m. Di beberapa daerah seperti pulau jawa, tanaman ini merupakan tanaman yang dibudidaya oleh masyarakat. Buah sukun terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau lonjong dan dimanfaatkan sebagai bahan makanan alternatif.
Gambar 4.8 Baduk / Sukun (Artocarpus communis)
Pertumbuhan sukun tidak tergantung pada musim hanya saja proses penyerbukan hanya terjadi dua kali dalam setahun. Kulit buah sukun berwarna hijau dan akan berubah menjadi hijau kekuningan ketika mencapai tingkat kematangannya, di permukaan kulitnya terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal, dari segmen poligonal inilah kita dapat menentukan tahap kematangan buah sukun selain dari warnanya. Di kalangan masyarakat Suku Dayak Tunjung, Baduk / Sukun dimanfaatkan sebagai suplemen untuk memperlancar ASI. Cara pemanfaatannya yaitu dengan merebus buahnya yang
(61)
masih muda kemudian dikonsumsi dengan cara memakan buah yang telah direbus (Heyne, 1987).
9. Botooq / Anggrung (Trema orientalis)
Di Indonesia, anggrung memiliki berbagai sebutan yaitu dehong, mumusuat, bongkoreyon (batak), mangkirai (minang), bengkire (aceh). Anggrung sendiri merupakan tumbuhan perenial berbentuk pohon dengan tinggi sekitar 10 m. Akar berbentuk tunggang, batang berkayu, silindris, tegak, berwarna hitam kecokelatan, permukaan batang halus dan percabangan simpodial. Daun majemuk, bertangkai, tersusun secara berselang-seling, berwarna hijau dengan panjang 5-9 cm dan lebar 2,5-3,5 cm; bentuk daun lonjong dengan ujung runcing dan pangkalnya tumpul serta memiliki tepi daun yang rata dan pertulangan daun menyirip.
Gambar 4.9 Botooq / Anggrung (Trema orientalis)
Bunga anggrung merupakan bunga majemuk yang muncul dari
axillaris (ketiak daun), panjang mahkota 0,5 cm. Buah berwarna muda hijau dan akan merubah menjadi cokelat ketika tua dan berisi 4-10 biji untuk perbanyak secara generatif. Anggrung dipercaya dapat dimanfaatkan sebagai
(62)
obat penawar racun, cara pemanfaatannya dengan cara merebus bagian akar anggrung kemudian dikonsumsi dengan meminum air rebusan tersebut.
10. Kerurang / Terong asam (Solanum ferox L)
Gambar 4.10 Kerurang / Terong asam (Solanum ferox L)
Terung asam atau yang biasa disebut juga sebagai terong dayak merupakan tanaman terna, perenial dan tinggi batang mencapai 1-2 m. Bentuk batang bulat, berwarna hijau, permukaan batang berbulu ungu dan berduri tajam. Daun terung asam berbentuk tunggal dan tersebar; panjang tangkai daun 13-20 cm, berambut ungu dan berduri; helaian bulat telur sampai elips, tepi berlekuk, ujung runcing, pangkal berbelah, permukaan berbulu, panjang daun 20-33 cm, lebar 19-30 cm, berwarna hijau, pertulangan daun menyirip, tulang daun diselimuti rambut berwarna ungu dan duri kuning kehijauan.
Bunga terung asam adalah bunga majemuk dengan 4-10 bunga disetiap tandan; dan berkelopak 5, berduri, hijau, bagian ujung ditutupi rambut ungu; mahkota bunga berjumlah 5, berlekatan, betuk bintang dengan panjang 2-2,5 cm, berwarna putih, bagian bawah berambut ungu; memiliki 1 kepala putik berwarna ungu dan 5 benang sari berwarna kuning. Buang terung asam berbentuk bulat dengan diamater 2,5-3 cm, permukaan buah halus berwarna
(63)
hijau dan akan menjadi kuning ketika matang, di sekitar buah terdapat kelopak yang menyusun dan menutupi buah.
Biji terung asam berbentuk pipih seperti ginjal dan berwarna kuning. Terung asam juga memiliki akar tunggang berwarna putih. Akar terung asam dipercaya memiliki khasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti raja singa, demam, iritasi kulit dan luka luar. Selain akar, biji terung asam juga berkhasiat untuk mengurangi sakit gigi. Kandungan kimi yang terdapat pada tanamab terung asam antara lain alkaloid, saponin, flavanoid dan polifenol (Nurmalina, 2012).
11. Brakat Lutuuq Kuning / Bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Gambar 4.11 Brakat Lutuuq Kuning / Bambu kuning (Bambusa vulgaris)
Bambu kuning atau yang dikenal juga dengan sebutan bambu ampel merupakan tanaman dari famili poaceae yang berbentuk rumpun, tegak, tinggi mencapai 10-20 m, diameter batang 4-10 cm, permukaan batang hijau mengkilap, kuning, atau kuning bergaris-garis hijau; internodus berjarak 20-45 cm, permukaan batang berambut hitam dan dilapisi lilin putih ketika muda dan berangsur-angsur menjadi halus tak berambut dan mengkilap; nodus
(64)
tenggelam. Cabang-cabang muncul dari nodus tengah dan atas dari rumpun. Selubung rumpun berbentuk segitiga lebar; daun lurus, berbentuk segitiga lebar (broadly triangular), panjang 4-5 cm dan lebar 5-6 cm, ujung daun meruncing, berambut pada kedua permukaan daun dan di tepi-tepi daun; panjang ligula 3 mm, bergerigi (Kebler PJA & Sidiyasa K, 1999).
Bambu kuning merupakan tumbuhan yang berasal dari kawasan Asia Tropis. Bambu kuning dapat dijumpai tumbuh di seluruh kawasan pantropikal, pada ketinggian 1200 m dpl. Bambu ini dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah dengan kondisi kelembapan udara dan tipe tanah yang luas. Bambu kuning dipercaya dapat menyembuhkan sakit kuning dengan cara merebus bagian akarnya untuk diminum air rebusannya.
12. Butaq
Gambar 4.12 Butaq
Butaq merupakan sejenis tanaman yang apabila dilihat secara sekilas memiliki kemiripan dengan tanaman waru terutama dari bentuk daunnya. Butaq tumbuh didaerah dengan ketinggin 1200 m dpl, dengan lingkungan yang lembab dan tanah gambut. Butaq memiliki batang berwarna hijau dengan tinggi mencapai 2 m, diameter batang 3-5 cm dan terdapat noktah-noktah kecil
(1)
148
LAMPIRAN 11 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
(3)
150
LAMPIRAN 13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
(5)
152
LAMPIRAN 15 DOKUMENTASI
Wawancara dengan narasumber
Observasi lapangan
(6)
Beberapa aktivitas masyarakat suku Dayak Tunjung Linggang