KONTRIBUSI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL TERHADAP KEWIRAUSAHAAN WARGA BELAJAR.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTO ... iv

ABSTRAKSI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 13

C. Identfikasi Masalah ... 16

D. Definisi Istilah dan Operasional ... 17

E. Tujuan Penelitian ... 22

F. Manfaat Penelitian ... 23

G. Kerangka Pemikiran ... 24

H. Hipotesis Penelitian ... 31

I. Metode Penelitian ... 32

J. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 34

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Hakekat Pendidikan Nonformal ... 36

B. Hakekat Pembelajaran Keterampilan Fungsional ... 76

C. Hakekat Kewirausahaan ... 127

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 193


(2)

B. Strategi Penelitian ... 194

C. Desain Penelitian ... 198

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 206

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 208

F. Prosedur Penelitian ... 209

G. Pelaksanaan Ujicoba Instrumen Penelitian. ... 230

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A Pelaksanaan Penelitian ... 235

B. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 238

C. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian ... 247

D. Pengujian Hipotesis Penelitian... 272

E. Temuan Hasil Penelitian ... 277

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 281

G. Kendala dan Keterbatasan Penelitian ... 311

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Implikasi ... 314

B. Kesimpulan ... 316

C. Rekomendasi ... 318

DAFTAR PUSTAKA ... 325

RIWAYAT HIDUP ... 337


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Deskripsi Paul Kennedy (1995:290-292) yang mencemaskan telah mengingatkan kita bahwa pada era globalisasi akan ada sekelompok negara yang muncul sebagai the winner dan sekelompok negara lainnya yang muncul sebagai the loser. Pengelompokan tersebut didasari oleh ketidaksamaan persepsi dan respon tiap negara dan bangsa terhadap perubahan yang revolusioner tersebut. Bagi negara yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perubahan dan sekaligus berani mengadakan reform, maka akan tergolong ke dalam kelompok yang fast adjuster. Sedangkan negara-negara lainnya yang tidak siap menghadapi perubahan tersebut, akan muncul sebagai bangsa yang slow adjusters.

Untuk menjadi pemenang di era kompetisi global, peranan pendidikan menjadi sangat penting karena setiap orang dituntut memiliki kemampuan bergerak cepat, berfikir cepat, “move fast, act fast” dalam mengambil suatu keputusan. (Tilaar, 2000:351). Hal senada diungkapkan oleh Nana Syaodih Sukmadinata (2004:6-7) untuk menjadi pemenang di era kompetisi global, maka pendidikan harus mampu membentuk masyarakat global, yang memiliki sifat unggul, bermoral dan pekerja keras. Pendidikan harus mampu menyiapkan human capital yang bermutu, oleh karenanya pendidikan kita harus melakukan perubahan yang mengarah kepada tuntutan globalisasi. Dan Garry S. Becker (1993:17) mengemukakan bahwa pendidikan adalah investasi penting dalam menciptakan human capital.


(4)

Namun, membangun optimisme tentang masa depan bangsa yang sarat dengan kompetisi nampaknya menjadi hal yang utopis ketika konsep pendidikan tereduksi menjadi pengajaran, dan pengajaran lalu menyempit menjadi kegiatan di kelas. Krisis mikro ini perlu diatasi secara dini, mengingat akan berdampak pada krisis pendidikan yang lebih luas lagi (makro). Dunia pendidikan harus memberi perhatian pada aspek cultural dan ekologi bukannya terfokus pada pengajaran kognitif dan pelatihan keterampilan teknis semata. Salah satu agenda penting pendidikan di masa depan adalah bagaimana mengatasi krisis kemanusiaan, termasuk persoalan krisis makna hidup. Proyek besar negara kita adalah bagaimana menjadikan jumlah penduduk yang demikian besar bukan menjadi beban, melainkan harus diubah menjadi asset negara yang produktif,

kreatif dan inovatif.’ (Suparman, 2003).

Upaya kongkrit untuk mewujudkan human capital yang berkepribadian unggul, berbudaya dan berdaya saing di era global tersebut, pendidikan dituntut untuk berperan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang kondusif. Peserta didik dikermbangkan potensinya secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.

Pendidikan sebagai strategi pembudayaan, harus mampu menciptakan iklim pembelajaran yang berbudaya. Dan, pendidikan sebagai substansi pembudayaan, harus memiliki arah penciptaan insan-insan yang berbudaya. Sehingga pendidikan tidak

diarahkan untuk mencetak “tukang-tukang yang hanya siap pakai”, tetapi membangun individu-individu yang siap kerja dan menciptakan kerja. Seperti yang dikemukakan Bambang Sudibyo dalam pidatonya sebagai menteri pendidikan, mengisyaratkan bahwa


(5)

pembangunan manusia seutuhnya merupakan tujuan akhir yang harus ditempuh sesuai dengan amanat UUD 1945. Proses pendidikan yang mendorong tercapainya manusia yang utuh tersebut, dapat dilakukan melalui empat macam olah yaitu olah pikir, olah rasa, olah hati, dan olah raga. Olah hati membangun kecerdasan spiritual (keunggulan kepribadian), olah rasa membangun kecerdasan emosional (empati, simpatik), olah pikir membangun kecerdasan intelektual (kritis, sistematik, dan inovatif), olah raga membangun kecerdasan kinestis yang kompetitif.

Pembangunan melalui pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab terhadap kemasyarakatan dan kebangsaan. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut hampir dapat dipastikan tidak akan tercapai jika hanya mengandalkan pada program pendidikan formal semata. Ada tiga hal penting yang dapat memperjelas alasan seperti itu.

Pertama, tidak semua warga negara memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengikuti pendidikan formal. Kedua, adanya keterbatasan program pendidikan formal, baik karena hakekatnya maupun peranannya untuk memikul tanggung jawab menunjang pelaksanaan fungsi dan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Ketiga, masyarakat yang terus berubah dan berkembang secara cepat sementara pendidikan formal sangat terbatas, untuk itu pencapaian tujuan dan pelaksanaan fungsi pendidikan nasional perlu didukung oleh program pendidikan nonformal. (Sujito, 1999:3)

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasinonal No.20 Tahun 2003 menegaskan bahwa ada tiga jalur pendidikan yang dapat ditempuh masyarakat untuk meningkatkan kualitas dirinya yaitu: jalur pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan pada system persekolahan dan jalur


(6)

pendidikan informal serta nonformal merupakan pendidikan yang diselenggarakan pada system di luar sekolah. Selanjutnya Pasal 26 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.

Selanjutnya dalam PP 73 tahun 1991, dikemukakan bahwa tujuan pendidikan nonformal untuk: (1) melayani warga belajar supaya tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya, (2) membina warga belajar agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan dan mencari nafkah atau melanjutkan ke tingkat/jenjang yang lebih tinggi, (3) memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Menurut D. Sudjana (2005), pendidikan nonformal dapat dilakukan dalam kelompok belajar, kursus, pelatihan, magang, serta satuan pendidikan lain yang sejenis. Pendidikan nonformal lebih mengutamakan keluarannya pada penguasaan functional skills berupa keterampilan produktif, teknik, sosial, fisikal, artistika, manajerial, atau kecakapan hidup lainnya, sehingga lulusannya mampu memahami dan mendayagunakan lingkungannya dalam kehidupan secara mandiri serta diharapkan dapat membuka lapangan kerja. Pencapaian tujuan tersebut mencerminkan bahwa pentingnya pemilikan kompetensi melalui produksi hasil belajar yang cukup bertahan setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan nonformal memiliki nilai strategis untuk menghasilkan peserta didik yang tidak terbatas


(7)

pada pemilikan keterampilan semata tetapi berorientasi pada sikap hidup kewirausahaan dan kemandirian.

Hal ini selaras dengan kesepakatan keenam dalam Kerangka Aksi Dakkar ( The Framework for action ) yang disusun Forum Pendidikan Dunia (World Education Forum) di Dakkar Senegal tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua (Fasli Jalal, 2004: 11-12), menunjukkan adanya hak bagi setiap warga negara, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam mengikuti pendidikan kecakapan hidup, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyediakan, memperbaiki, meningkatkan dan menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, terutama kecakapan hidup yang bersifat penting, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata. Kecakapan hidup merupakan serangkaian kemampuan yang dibutuhkan oleh seseorang agar dapat mengatasi berbagai persoalan yang ditemui dalam kehidupannya.

Untuk menjawab berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia dewasa ini, Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan berbagai kebijakan dan upaya, antara lain dengan terus-menerus mengusahakan pemerataan/perluasan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta mengembangkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat, sejalan dengan era desentralisasi pendidikan. Khusus berkenaan dengan mutu dan relevansi, di samping mengembangkan kurikulum pendidikan yang berbasis kompetensi, juga mengarahkan sistem pendidikan di berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan pada pendidikan kecakapan hidup (life skills) melalui pendekatan pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan masyarakat luas (Broad Based Education).


(8)

Broad Based Education sebagai pendidikan berbasis luas yang membekali peserta belajar dengan kecakapan untuk dapat memasuki dunia kerja yang luas. Lahirnya kebijakan program BBE ini dilatarbelakangi oleh masalah pengangguran yang jumlahnya semakin bertambah. Masalah pengangguran merupakan ancaman yang menakutkan karena dengan sendirinya akan menimbulkan permasalahan sosial yang amat kompleks. Masalah pengangguran tidak bisa dilihat sebelah mata, tetapi harus ditangani secara ekstra serius, karena angka pengangguran di Indonesia saat ini sudah menghawatirkan.

Menurut perkiraan Pusat Studi Tenaga Kerja dan pembangunan, angka pengangguran tahun 2001 jumlahnya 20,2 juta orang, artinya sekitar 20 % dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut terus meningkat, dimana tahun 2002 jumlah tenaga kerja yang produktif tetapi disia-siakan mencapai 42 juta orang. Dari pengangguran sebanyak itu, 1,91 juta adalah lulusan universitas. Tahun 2004 pengangguran di Indonesia diperkirakan berjumlah 45,2 juta orang, yang mana dari 2,56 juta orang diantaranya adalah pengangguran kerah putih. Pengangguran terpelajar tersebut jumlahnya terus meningkat secara mencolok karena lebih banyak lagi pelajar dan mahasiswa yang mungkin drop out. Diantara jumlah pengangguran tersebut terdapat sejumlah pengangguran yang berpredikat sarjana, yang jumlahnya sangat mengejutkan. Hal ini diungkapkan oleh Menteri tenaga kerja dan transmigrasi, Jacob Nuwa Wea

(Dahlan:2003) sebagai berikut, “sekitar 500 ribu jiwa adalah pengangguran sarjana,

pengangguran sarjana rata-rata setiap tahun bertambah sekitar 50 ribu orang khususnya dari perguruan tinggi negeri, belum termasuk perguruan tinggi swasta”.

Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup bukanlah sesuatu yang baru, meskipun konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup baru digulirkan di Indonesia


(9)

sejak dua tahun terakhir. Menurut Santoso S. Hamijoyo (2002: 2-3) Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup telah dimulai oleh UNESCO pada tahun 1949 melalui konsep functional literacy. Gagasan pokok dari konsep tersebut adalah agar kemampuan baca-tulis-hitung dapat berfungsi memberi manfaat bagi yang bersangkutan untuk keluar dari tiga kesengsaraan, yaitu: kebodohan (ignorance), kepenyakitan (ill-health) dan kemelaratan (poverty). Pentingnya pembekalan kecakapan hidup terhadap peserta didik telah mendapat pengakuan dari para pakar yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Di bidang pendidikan nonformal kebijaksanaan penyelenggaraan pendidikan berorientasi kecakapan hidup ditujukan untuk membantu warga masyarakat agar memiliki bekal kemampuan untuk bekerja yang dapat mendatangkan penghasilan yang layak guna memenuhi kehidupannya. Program pendidikan Berorientasi Keterampilan Hidup menjadikan kecakapan vokasional sebagai entry point dalam menggarap segmen masyarakat miskin dan menganggur untuk dibekali dengan berbagai kecakapan hidup yang dibutuhkan. Pelembagaan pendidikan berorientasi keterampilan hidup melalui jalur Pendidikan Nonformal dilaksanakan melalui berbagai lembaga penyelenggara yang membentuk kelompok belajar keterampilan pilihan/tertentu yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.

Sejak Tahun 2003, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal Informal telah menyelenggarakan Program Pendidikan Berorientasi Keterampilan Hidup melalui berbagai lembaga PNFI yang ada, baik di pusat maupun di daerah. Adapun penyelenggaranya adalah:

1. Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal Informal (BP-PNFI) atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat, yaitu unit kerja pusat yang berada di daerah yang bertugas memberikan pelayanan teknis bidang penembangan model program (program development), pengembangan sarana belajar (learning


(10)

material development), peningkatan mutu ketenagaan (capacity building) di bidang pendidikan lur sekolah dan pemuda dalam wilayah regional masing-masing (5 regional).

2. Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) atau Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Propinsi atau UPTD sejenis, adalah unit kerja di daerah tingkat propinsi yang bertugas memberikan pelayanan teknis bidang pengembangan model program (development program), pengembangan saran belajar (learning material) development), peningkatan mutu ketenagaan (capacity building) di bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda dalam wilayah propinsi masing-masing.

3. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) atau Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Kabupaten/Kota atau UPTD sejenis, adalah unit kerja daerah tingkat kabupaten/kota yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan luar sekolah dan pemuda dalam wilayah kabupaten/kota masing-masing.

4. Lembaga kursus, adalah lembaga pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (kursus Diklusema) yang berada di bawah pembinaan dinas pendidikan.

5. Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Terpadu Masyarakat (LPTM), adalah lembaga milik masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan pelatihan baghi masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan (capacity building) masyarakat di bidang ekonomi, industri, produksi, perdagangan, dan usaha jasa serta bidang lainnya.

6. Organisasi perempuan, adalah suatu organisasi yang dikelola oleh kaum perempuan yang berusaha meningkatkan kemampuan (capacity building) masyarakat atau dalam usaha pemberdayaan kaum perempuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Selanjutnya pada tahun 2007 penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup di lembaga UPTD SKB, dikembangkan oleh lembaga masing-masing sesuai dengan kemampuan daerahnya.

Tujuan pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonfomal untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan atau usaha tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya.


(11)

Dengan demikian diharapkan warga belajar: (a) memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produk/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya; (b) memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global; (c) memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya; (d) mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.

Karakteristik program pendidikan keterampilan hidup dalam pendidikan nonformal adalah: (1) mengutamakan anggota masyarakat yang tidak sekolah, putus sekolah di berbagai jenjang pendidikan, tidak memiliki keterampilan untuk bekal hidup, berasal dari keluarga miskin dan warga masyarakat lainya yang ingin belajar meningkatkan keterampilan guna peningkatan taraf hidupnya. (2) fasilitator atau tutor terdiri atas orang-orang yang mempunyai keterampilan dan mempunyai kepedulian membantu masyarakat yang tergolong miskin. (3) kurikulum pembelajaran bersifat fleksibel tergantung dari kebutuhan belajar warga belajar, dan berlangsung dalam waktu yang singkat. Struktur materi pembelajaran teori maksimal 30 % dan praktek sekurang-kurangnya 70%. Kurikulum disusun dan dikembangkan dengan orientasi kompetensi. (4) Strategi pembelajaran yang digunakan bersifat partisipatif dan andragogis, dengan metode kelompok belajar dalam arti belajar dan bekerja menyatu dalam proses pembelajaran. (5) keberhasilan pembelajaran diukur dari output dan outcome.


(12)

Peningkatan hasil belajar diukur pada aspek peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap berwirausaha, sedangkan outcome diukur pada tingkat kecakapan hidupnya.

Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa peranan pendidikan nonformal menjadi sangat strategis untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi ini. Kecakapan hidup seseorang dapat dimiliki dengan penguasaan keterampilan fungsional. Keterampilan fungsional adalah keterampilan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang dibutuhkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari maupun dalam memenuhi kebutuhan masyarakat lainnya. Bentuk-bentuk keterampilan fungsional yang dilaksanakan adalah keterampilan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan, bidang jasa seperti: perbengkelan, menjahit, produksi barang tertentu, peternakan, pertanian, perkebunan, dan lain-lain.

Melalui penguasaan keterampilan fungsional, peserta didik atau warga belajar diharapkan mampu mengaplikasikan keterampilannya dalam kehidupan sehari-hari untuk kepentingan internal maupun eksternal. Kepentingan internal diantaranya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi dalam rangka mengembangkan potensi dirinya seperti terampil berwirausaha dan kemandirian. Sedangkan kepentingan eksternal bersifat mentransfer kemampuannya pada pihak lain yang membutuhkan dalam kedudukannya sebagai tenaga ahli maupun informan.

Proses penguasaan keterampilan fungsional dapat ditempuh melalui pembelajaran, pelatihan, maupun pembimbingan secara integratif. Melalui proses pembelajaran ditekankan pada penguasaan akademis, proses pelatihan ditekankan pada penguasaan keterampilan, dan pembimbingan ditekankan pada pembentukan sikap.


(13)

Gambar 1.1.

Kerangka Keterampilan Fungsional

Apabila ditelaah secara seksama, pendidikan keterampilan fungsional merupakan program yang sangat relevan dengan tuntutan global saat ini, karena bersifat kritis dan antisipatif terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pendidikan keterampilan fungsional memiliki nilai strategis untuk menghasilkan perilaku peserta didik yang tidak terbatas pada pemilikan keterampilan semata tetapi pendidikan yang berorientasi pada pembinaan sikap hidup yang mandiri pasca pembelajaran. Sisi strategis lainnya bahwa keterampilan fungsional merupakan model penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang mampu menghasilkan tenaga kerja terampil dan mandiri serta mampu bersaing pada era global melalui pola learning dan earning.

Namun secara empiris program keterampilan yang berkembang saat ini, masih terbatas pada pemenuhan kecakapan vokasi. Salah satu factor yang masih sulit dicapai dalam pembelajaran keterampilan adalah penumbuhan karakter wirausaha warga belajar. Dari beberapa program keterampilan yang berkembang di setiap UPTD SKB rata-rata pencapaian kemampuan vokasi mencapai 70%, sedangkan kemampuan

KETERAMPILAN FUNGSIONAL

Eksternal

Transfer Kemampuan- Kebutuhan Orang Lain

Iinternal

Potensi Diri- Kepentingan Pribadi

Wirausaha Mandiri

Informan Ahli

C A K A P H I D U P Pembela

jaran

Pembim bingan

Pe lati han


(14)

kewirausahaannya hanya 30% saja. Hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Hasbi, M.Pd Pamong Belajar BPPLS Regional V Makasar tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup di Bidang PLS di UPTD SKB Makasar menunjukkan bahwa : tingkat kebutuhan masyarakat terhadap program cukup tinggi, dukungan lingkungan terhadap program cukup memadai, pemahaman penyelenggara masih kurang, struktur dan uraian tugas belum jelas, program pembelajaran tidak disusun secara integratif, kualitas dan kuantitas bahan belajar pokok dan pelengkap masih kurang, aktivitas belajar mandiri masih rendah, pendampingan belum terlaksana dengan baik, penilaian pembelajaran belum baik, capaian aspek vokasional dan social warga belajar baik, sedangkan aspek personal dan daily living skills kurang.

Dan hasil penelitian Rahmat Yuliadi tentang: pengembangan model pembelajaran partisipatif pada pelatihan keterampilan fungsional bagi peningkatan kewirausahaan peternak tahun 2006. pada Program Pasca sarjana UPI. Model ini dikembangkan berdasarkan studi eksplorasi dan ditemukannya tingkat kewirausahaan dan kemandirian warga belajar yang mengikuti pelatihan keterampilan fungsional sangat rendah.

Dengan demikian karakter wirausaha perlu dibangun untuk melahirkan individu-individu yang berdaya saing di era global. Karena karakter inilah yang akan membentuk pribadi-pribadi unggul yaitu pribadi yang berbudi luhur, sifat-sifatnya patut diteladani, adanya kemauan keras meraih tujuan, keyakinan, kepercayaan, pada kemampuan diri sendiri, bermotif prestasi, memiliki tanggung jawab kejujuran dan tanggung jawab kekuatan fisik, mental, sabar, tabah, bekerja keras dan energik (Ahmed, 1975). Menurut Kao (1991), Meredith (1989), dan Inkeles (1974) dalam Saraka (2001) seorang pribadi yang memiliki moral tinggi, optimistic, kerja keras, gigih, ulet, sungguh-sungguh,


(15)

percaya diri, tekad bulat, bertanggung jawab, semangat, periang, humoris, berani memikul resiko. Jujur, adil, motivasi bersaing tinggi, keteladanan adalah ciri-ciri karakter wirausaha. Untuk membangun karakter wirausaha yang permanen memerlukan sebuah proses yang simultan dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh aspek “knowing the good, loving the good, and acting the good”, dan lingkungan yang kondusif atau menyenangkan. (Megawangi:2008).

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran keterampilan fungsional adalah salah satu alternatif pola pembangunan karakter wirausaha yang melibatkan seluruh komponennya untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif dalam mencapai tujuan belajar. Apakah kondisi realita pelaksanaan program pendidikan keterampilan fungsional saat ini sudah menjawab terhadap permasalahan yang ada? Hal inilah yang memberikan inspirasi penulis ingin meneliti dan mengkaji terhadap pembelajaran keterampilan fungsional secara lebih mendalam sehingga ditemukan suatu pola pembentukan karakter wirausaha secara terintegratif. Pertanyaan mendasar yang menjadi arah penelitian ini adalah faktor-faktor determinan apa sajakah yang perlu dikaji dalam pembelajaran keterampilan fungsional yang dapat meningkatkan kewirausahaan warga belajar?

B. Identifikasi Masalah

Pendekatan yang digunakan untuk menemukan dan mencari masalah penelitian ini, mengacu pada konsep sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh D. Sudjana, bahwa` program pendidikan luar sekolah adalah kegiatan yang sistematik, yang terdiri komponen, proses, dan tujuan program yang saling berkaitan.


(16)

Komponen-komponen program pendidikan luar sekolah terdiri atas masukan lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental input), masukan mentah (raw input), dan masukan lain (other input) merupakan penentu dalam proses pendidikanluar sekolah. Proses (process) itu sendiri adalah interaksi edukasi antara masukan sarana, terutama pendidik, dengan masukan mentah, yaitu peserta didik, untuk mencapai tujuan program. Sedangkan tujuan program pendidikan luar sekolah mencakup tujuan antara (intermediate goal) yaitu keluaran (output) dan tujuan akhir (final goal) yaitu pengaruh atau dampak (outcome) program pendidikan.

Berdasarkan hal di atas, maka dalam penelitian ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut.

Pertama, faktor instrumental input. (1) Kurikulum pembelajaran. Pada umumnya kurikulum yang digunakan 90% memuat materi yang hanya berorientasi pada keterampilan teknis semata. Sehingga pemaknaan kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan secara integrative antara kecakapan yang spesifik (academic dan vocasional) dan kecakapan generic (personal dan social) menjadi bias. (2) tenaga pendidik atau instruktur sebagai komponen utama dan sangat menentukan keberhasilan proses belajar dan membelajarkan (Sudjana, 2005). Keberhasilan seorang pendidik dalam menumbuhkan interaksi belajar, ditentukan oleh kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan professionalnya. Pendidik yang profesional akan mampu mengelola pembelajaran secara demokratis dan berpusat pada peserta didik (learn centered). Fenomena yang ada saat ini, masih banyak tenaga pendidik yang belum optimal mengelola pembelajaran secara demokratis. Sebagian besar masih menempatkan dirinya sebagai inisiator yang sangat dominan (teacher centered). Hal ini disebabkan karena


(17)

sistem perekrutan tenaga pendidik masih berdasarkan kolegial, tidak pernah ada seleksi secara formal terhadap kualifikasi atau kompetensi pendidik. (3) sarana dan prasarana belum memadai , seperti: ruang belajar dapat dan ruang praktek masih bergabung, bahan belajar (modul, diktat), bahan praktek, media pembelajaran (alat peraga, alat pelajaran) masih sangat terbatas. Kondisi ini kurang menguntungkan karena mengganggu tingkat kenyamanan, keamanan dan efektivitas belajar.

Kedua, proses. Strategi pembelajaran yang digunakan pada umumnya masih cenderung konvensional dengan target orientasi pencapaian materi bukan perubahan perilaku peserta didik. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaaan pendekatan yang dilakukan umumnya masih bersifat pedagogis, belum memadukan pendekatan secara kontinum antara pedagogi dengan andragogi. Kondisi ini tidak dapat menumbuhkan partisipasi peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran.

Secara ideal strategi pembelajaran yang dapat menumbuhkan partisipasi peserta didik secara optimal dapat dillakukan melalui pengorganisasian isi-pengorganisasian penyampaian- pengorganisasian pengelolaan secara sinergi. Metode pembelajaran yang dilakukan belum bersifat kelompok belajar, masih cenderung klasikal dengan peran pendidik lebih dominan (teacher centered). Kondisi ini menempatkan kedudukan warga belajar sebagai objek belajar, tidak sebagai subjek belajar.

Ketiga, raw input. Pada umumnya mengukur keberhasilan suatu program masih terbatas pada pencapaian target kuantitas (jumlah warga belajar/raw input) yang mengikuti kegiatan. Perubahan perilaku peserta didik yang ditentukan oleh karakteristik internal dan eksternalnya masih belum menjadi hal prioritas untuk dipertimbangkan sebagai hal penting diidentifikasi pada saat pra pembelajaran. Padahal, faktor internal


(18)

(seperti tujuan, motivasi, kebutuhan, minat dan kemampuan atau potensi awal) dan faktor eksternal (seperti dukungan keluarga, status sosial, ekonomi dan budaya) merupakan faktor penting yang dapat menghasilkan interaksi edukasi yang efektif.

Keempat, environmental input. (1) sumber daya atau potensi local pemanfaatannya masih sangat terbatas sebagai bahan pendukung untuk kepentingan sesaat, tidak dijadikan sebagai komoditi unggulan. Selain itu, memaknai istilah bahan bakupun masih diartikan secara sempit, sebatas bahan baku yang bersifat fisik. Padahal, bahan baku yang tersedia pada potensi lokal maksudnya adalah bahan baku materil maupun immateril. Bahan baku materil menyangkut berbagai sumber daya yang dapat dilihat/dijangkau, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam untuk dimanfaatkan. Sedangkan bahan baku immateril adalah potensi sosiokultural yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan kualitas manusia. Dalam kaitan dengan pembelajaran keterampilan fungsional. Potensi lokal adalah berbagai sumber sosiokultural yang dapat mendorong individu manusia untuk dapat berkembang secara optimal.

Kelima, other input. (1) Pendampingan masih diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk pemberian modal usaha. Padahal, pendampingan bertujuan membantu individu dan atau kelompok yang berangkat dari kebutuhan dan kemampuan mereka agar dapat menjadi warga masyarakat yang mampu berperan dalam lingkungannya. Pendampingan dapat berbentuk pendampingan teknis, kemitraan, dan pemberian modal Pendampingan berfungsi memberikan alternative rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, ketika tidak dapat mengambil keputusan.


(19)

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, permasalahan penelitian ini dapat difokuskan pada: ” Sejauhmanakah kontribusi faktor determinan pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan warga belajar ?”. Dan, Bagaimanakah tingkat kewirausahaan warga belajar yang mendapat perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional dengan yang konvensional?

Adapun rumusan masalahnya dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Seberapa besar kontribusi karakteristik warga belajar terhadap kewirausahaan warga belajar?.

2. Seberapa besar kontribusi karakteristik instruktur dalam pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan warga belajar?

3. Seberapa besar kontribusi kurikulum pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan warga belajar ?

4. Seberapa besar kontribusi ketersediaan sarana dan prasarana belajar terhadap keterampilan warga belajar?

5. Seberapa besar kontribusi strategi pembelajaran terhadap kewirausahaan warga belajar?

6. Seberapa besar kontribusi ketersediaan bahan baku terhadap kewirausahaan warga belajar?

7. Seberapa besar kontribusi pendampingan terhadap kewirausahaan warga belajar? 8. Seberapa besar kontribusi karakteristik warga belajar, karakteristik instruktur,

kurikulum pembelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana, strategi pembelajaran, ketersediaan bahan baku, dan pendampingan secara bersama-sama terhadap tingkat kewirausahaan warga belajar?


(20)

9. Bagaimanakah kewirausahaan warga belajar yang mendapat perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional dengan yang konvensional?

D. Definisi Istilah dan Operasional

1. Definisi Istilah

a. Kontribusi

Istilah kontribusi sering digunakan dalam perkumpulan yang berarti sumbangan uang atau iuran. Kontribusi dalam penelitian ini adalah sumbangan atau sokongan komponen-komponen pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan warga belajar.

b. Faktor Determinan

Faktor Determinan terdiri atas dua kata yaitu faktor dan determinan. Faktor adalah unsur, hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya sesuatu. Sedangkan determinan adalah factor yang menentukan. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999). Istilah faktor determinan dalam penelitian ini adalah unsur atau hal-hal yang menentukan dalam pembelajaran keterampilan fungsional yang menyebabkan atau mempengaruhi terjadinya peningkatan kewirausahaan warga belajar.

c. Keterampilan Fungsional

Maryland mengemukakan bahwa keterampilan fungsional merupakan perluasan kebutuhan belajar berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya peserta didik dapat menerapkan kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, keterampilan fungsional adalah kemampuan peserta didik dalam menerapkan keterampilan pada lingkungan sehari-hari dan dunia kerja setelah mengikuti pembelajaran. Secara operasional, keterampilan


(21)

fungsional merupakan keterampilan yang memiliki potensi untuk dijadikan bekal dalam berkarya, berusaha dan dapat memberikan penghasilan untuk menjalani kehidupan sehari-hari. (Handayani, 2005:22). Fungsional dalam hal ini memiliki karakteristik: (1) kemanfaatan yang terkait dengan kehidupan, lingkungan, pekerjaan, sosial, dan keluarga. (2) sesuai dengan kebutuhan peserta didik. (3) terdapat proses pemecahan masalah. (4) sifatnya praktis dan sederhana. Bentuk-bentuk keterampilan fungsional yang dilaksanakan adalah keterampilan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan, bidang jasa (perbengkelan, menjahit, produksi barang tertentu, peternakan, pertanian, perkebunan).

d. Pembelajaran Keterampilan Fungsional

Pembelajaran menurut D. Sudjana (2000) adalah setiap upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kaitan ini terjadi interaksi edukasi antara dua pihak, yaitu antara warga belajar yang melakukan kegiatan belajar dengan sumber belajar yang melakukan kegiatan membelajarkan. Sedangkan keteranpilan fungsional adalah keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjan tertentu yang dibutuhkan di masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari maupun dalam memenuhi kebutuhan masyarakat lainnya. Pembelajaran keterampilan fungsional dalam penelitian ini adalah upaya yang sistematik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan saling membelajarkan untuk mencapai keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.


(22)

a. Karakteristik Warga Belajar

(

X1

)

Karakteristik warga belajar dapat dilihat dari karakteristik internal dan eksternal. Karakteristik internal yang ditandai dengan jenis kelamin, usia, kebutuhan, minat, cara belajar, dan pengalaman belajarnya. Dan karakteristik eksternal yang ditandai dengan kehidupan keluarga, kelompok sebaya, fasilitas belajar, lingkungan pekerjaan, lingkungan alam, dan lingkungan buatan.

b. Karakteristik Pendidik/Instruktur

(

X2

)

Karakteristik pendidik meliputi kualifikasi, pengalaman, dan kompetensi yang dimiliki seorang pendidik. Kompetensi pendidik adalah kemampuan seorang nara sumber atau instruktur dalam penguasaan kemampuan pedagogis dan andragogis, kemampuan vocasional, dan kemampuan manajerial serta kemampuan personal dan sosial yang dimiliki dalam mengorganisasi pembelajaran keterampilan fungsional.

c. Kurikulum pembelajaran

(

X3

)

Kurikulum pembelajaran dalam penelitian ini adalah seperangkat tujuan, materi/isi, metoda/strategi pembelajaran, dan evaluasi yang disiapkan untuk menumbuhkan pengalaman belajar dan membekali warga belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan secara sistemik dan utuh.

d. Strategi Pembelajaran

(

X4

)

Secara sempit yang dimaksud dengan strategi pembelajaran adalah pendekatan, metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan secara luas, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai penetapan semua aspek yang berkaitan


(23)

dengan pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap proses, hasil dan pengaruh kegiatan pembelajaran. ( D. Sudjana, 2001:37).

e. Sarana dan Prasarana

(

X5

)

Sarana dan prasarana pembelajaran sebagai komponen yang berfungsi untuk memudahkan pelaksanaan pembelajaran. Prasarana yang dimaksud adalah ketersedian tempat belajar yang sesuai dengan kebutuhan keterampilan dan pembelajaran yang dimiliki di sekitar masyarakat setempat. Sedangkan sarana belajar adalah sumber berupa bahan belajar, media serta alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang diperoleh dari manapun baik media cetak, media elektronik, maupun lingkungan sekitar yang tersedia.

f. Bahan Baku Potensi Lokal

(

X6

)

Istilah bahan baku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahan baku yang berbasis potensi local yang digunakan dalam pembelajaran. Bahan baku yang terdapat atau tersedia pada potensi lokal tersebut mengacu pada kondisi sumber-sumber setempat yang dapat dimanfaatkan/dioptimalkan. Secara umum potensi lokal diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi, yaitu potensi materil dan potensi immateril. Potensi materil menyangkut berbagai sumber daya yang dapat dilihat/dijangkau, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Potensi immateril adalah potensi sosiokultural yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan kualitas manusia.

g. Pendampingan (X7)

Pendampingan memiliki tujuan membantu individu dan atau kelompok yang berangkat dari kebutuhan dan kemampuan mereka dengan agar dapat menjadi warga masyarakat


(24)

yang mampu berperan dalam lingkungannya. BPKB Jayagiri (1995:5) memberikan batasan tentang pendampingan adalah cara kerja seseorang yang menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat, dan bersaudara serta terlibat bersama warga belajar.

Secara etimologis, pendampingan adalah “pihak yang berdekatan, samping menyamping, karena kedudukan antara keduanya sejajar atau sederajat, tidak ada bawahan ataupun atasan. Hal ini mengandung implikasi bahwa pendamping hanya bias memberikan alternative rekomendasi, dalam rangka pengembangan individu atau kelompok, dan ia tidak dapat mengambil keputusan. Pendampingan dapat dilakukan dalam aspek: (1) penataan organisasi dan administrasi program; (2) bimbingan teknis produksi; (3) bantuan modal usaha; dan (4) bantuan pemasaran hasil produksi teknis, (5) jalinan kemitraan.

h. Kewirausahaan (Y)

Kewirausahaan adalah keterampilan dan karakter yang dimiliki warga belajar dalam membaca menciptakan, dan memanfaatkan peluang dengan semangat yang diaplikasikan dalam segala bentuk kehidupan. Suharsono Sagir (1986:1) mengemukakan bahwa sikap dan perilaku wirausaha akan melahirkan individu yang mandiri, artinya siap menciptakan kerja untuk diri sendiri dan mampu menciptakan pekerjaan bagi orang lain, atau juga disebut job creator. Wirausahawan memiliki cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma-norma yang berlaku dilingkungannya.

E. Tujuan Penelitian


(25)

Secara umum studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang kontribusi pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan melalui analisis secara kritis setiap variabel. Dan, untuk melihat tingkat kewirausahaan warga belajar setelah memperoleh perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional dengan yang konvensional.

b. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum yang dikemukakan diatas, secara khusus tujuan penelitian ini terperinci sebagai berikut.

1. Mengetahui kontribusi karakteristik warga belajar terhadap kewirausahaan warga belajar.

2. Mengetahui kontribusi karakteristik instruktur terhadap kewirausahaan warga belajar 3. Mengetahui kontribusi kurikulum pembelajaran terhadap kewirausahaan warga

belajar.

4. Mengetahui kontribusi ketersediaan sarana dan prasarana belajar terhadap kewirausahaan warga belajar.

5. Mengetahui kontribusi penggunaan strategi pembelajaran terhadap kewirausahaan warga belajar.

6. Mengetahui kontribusi ketersediaan bahan baku terhadap kewirausahaan warga belajar.

7. Mengetahui kontribusi pendampingan terhadap kewirausahaan warga belajar.

8. Mengetahui kontribusi karakteristik warga belajar, karakteristik instruktur, kurikulum pembelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana, strategi pembelajaran,


(26)

ketersediaan bahan baku, dan pendampingan secara bersama-sama dengan kewirausahaan warga belajar.

9. Mengetahui kewirausahaan warga belajar yang mendapat perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional dengan yang konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan proposisi-proposisi empirik yang memungkinkan dikembangkan lebih lanjut menjadi teori untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan nonformal. Penelitian tentang faktor determinan dalam pembelajaran fungsional merupakan penggalian terhadap faktor instrumental input, raw input, environmental input, dan other input yang dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat kewirausahaan warga belajar sehingga memiliki kecakapan hidup.

2. Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pengambil keputusan yang berada di lembaga pemerintah, PKBM, dan penyelenggara satuan PNF lainnya dalam upaya peningkatan pembelajaran keterampilan fungsional yang berorientasi pada kewirausahaan sehingga mampu mengatasi permasalahan hidup dan dapat meningkatkan taraf hidupnya.


(27)

3. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat sebagai informasi dan sekaligus motivator dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya pendidikan keterampilan fungsional di masa mendatang.

G. Kerangka Pemikiran

1. Alur Pemikiran

Sebuah pemeo mengatakan bahwa semakin tinggi gedung didirikan, semakin kokoh dan kuat pula pondasi yang diperlukan. Ibarat membuat sebuah gedung membangun bangsapun memerlukan pondasi yang kokoh dan kuat pula. Pendidikan menjadi investasi penting, karena akan menentukan kualitas SDM di masa depan. Banyak studi menunjukkan bahwa investasi pada pendidikan memberikan return atau pengembalian hasil yang paling signifikan walaupun melalui waktu yang tidak instan. Pendidikan pada hakekatnya adalah proses pembangunan karakter (sikap dan mental) yang holistic karena melibatkan berbagai dimensi seperti: spiritual, sosial, personal, emosi, kreativitas, fisik, dan tentunya juga dimensi akademik.

Sudah lama diketahui bahwa kualitas karakter sebuah bangsa sangat menentukan kejayaan sebuah bangsa. (Megawangi:2008). Beberapa filsuf dari zaman sebelum masehi mengatakan bahwa karakter adalah nasib. Heraclitus (500BC) berkata “Charater is destiny. It shapes the destiny of a whole society”. Dengan demikian menandakan bahwa pentingnya pendidikan karakter bagi sebuah bangsa. Karena pendidikan karakter bertujuan membentuk kepribadian yang bijaksana, terhormat, dan bertanggung jawab. Pembentukan pribadi-pribadi berkarakter diperlukan sebuah proses yang terintegratif, seperti yang dikemukakan Kevin Ryan: “Character education is teaching students to know the good, love the good, and do the good.” It is cognitive, emotional, and


(28)

behavioral. It integrates head, heart, and hands. It places equal importance on all three. (Megawangi:2008).

Karakter yang perlu dibangun pada bangsa ini adalah karakter yang akan membentuk pribadi-pribadi unggul yaitu pribadi yang berbudi luhur, sifat-sifatnya patut diteladani, adanya kemauan keras meraih tujuan, keyakinan, kepercayaan, pada kemampuan diri sendiri, bermotif prestasi, memiliki tanggung jawab kejujuran dan tanggung jawab kekuatan fisik, mental, sabar, tabah, bekerja keras dan energik (Ahmed, 1975). Menurut Kao (1991), Meredith (1989), dan Inkeles (1974) dalam Saraka (2001) seorang pribadi yang memiliki moral tinggi, optimistic, kerja keras, gigih, ulet, sungguh-sungguh, percaya diri, tekad bulat, bertanggung jawab, semangat, periang, humoris, berani memikul resiko. Jujur, adil, motivasi bersaing tinggi, keteladanan adalah cirri-ciri karakter wirausaha. Untuk membangun karakter wirausaha yang permanen memerlukan

sebuah proses yang simultan dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh aspek “knowing the good, loving the good, and acting the good”, dan lingkungan yang kondusif atau menyenangkan. (Megawangi:2008).

Berdasarkan hal di atas, fokus penelitian ini diupayakan untuk menemukan solusi yang komprehensif terhadap permasalahan yang bersifat mikro dan makro. Permasalahan makro yang ditandai dengan tingginya angka pengangguran sebagai akibat dari tidak dimilikinya keterampilan hidup atau rendahnya tingkat kewirausahaan. Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan tersebut, melalui program pendidikan kecakapan hidup yang entry pointnya adalah keterampilan fungsional menjadi pilihan yang strategis.

Upaya proses pemilikan keterampilan hidup memerlukan pembelajaran yang kondusif yang mampu menciptakan interaksi edukasi berbagai komponen pembelajaran


(29)

yaitu instrumental input, raw input, environmental input, other input, maupun proses. sehingga tercapai tujuan. Karakter pembelajaran keterampilan fungsional yang menekankan pada learning dan earning, menjadi selaras dengan proses pembentukan karakter wirausaha bagi peserta dididk yang dapat memenuhi kebutuhan internal dan eksternal dalam hidupnya. Kebutuhan internal peserta didik dipenuhi melalui pemilikan perilaku wirausaha pada aspek: pengetahuan; keterampilan dan sikap. Sedangkan kebutuhan eksternal dipenuhi melalui pemilikian keterampilannya sebagai informan dan tenaga ahli. Berdasarkan pemikiran tersebut, penyelenggaraan pendidikan keterampilan hidup di bidang pendidikan nonformal lebih diorientasikan pada upaya untuk penumbuhan mental atau jiwa wirausaha peserta didik agar mampu memecahkan persoalan hidupnya.

Alur pemikiran penelitian ini digambarkan berdasarkan permasalahan-permasalahan faktual serta konsep-konsep teoritis yang ada dan dikembangkan menjadi kerangka pemikiran sebagai berikut.

Gambar I.1. Alur Pemikiran Permasalah an: 1. Makro: daya saing rendah-nganggur 2. Mikro: Tingkat kewirausahaa n WB rendah: tdk mandiri 3. Kendala pemb: blm optimal kom.rendah Tujuan Pemenuhan internal & Eksternal Kebutuhan Pembelajarn Ket.Fung: Asumsi: P KF tumbuhkan KW WB :InEks Faktor Determinan Pembelajaran 1.Komponen: input, Raw Input, Environmental input, Other input. 2.Tujuan 3.Proses 4.Output 5.Outcome Warga Belajar Pendekatan Pembelajaran Ket-F Learning & Earning ANALISIS Kontribusi Pemb.Ket. Fungsional


(30)

Analisis komponen pembelajaran mengacu pada pendekatan sistem D. Sudjana meliputi : komponen intrumental input, tujuan, proses, output dan outcome.

Gambar I.2.

Sistem Pembelajaran Keterampilan Fungsional

2. Strategi Penelitian

Untuk menemukan alternatif pemecahan permasalahan yang ada, penelitian ini menggunakan strategi seperti yang terdapat pada Gambar 1.3.

Gambar I.3. Strategi Penelitian M I K R o M A K R o EKSPERIMEN KORELASIONAL P E N E L I T I A N REKOMENDASI TEMUAN Alterna- tif Solusi Permasalahan PROSES PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL CAKAP HIDUP PENINGKATAN KEWIRAUSAHA AN PENDAMPINGAN Kompetensi Pendidik Kurikulum Sarpras Bahan baku Pendamping an

Karaktersistik WB BAHAN BAKU


(31)

1 1X YX  7 7X YX  4 4X YX  5 5X YX  2 2X YX  3 3X YX  6 6X YX   Y 3. Disain Penelitian

a. Penelitian Korelasional

Kedudukan dan keterkaitan variabel-variabel pembelajaran keterampilan fungsional dengan kewirausahaan warga belajar dapat dilihat pada Bagan 1.1.

Sumber Data: M. Bambang diadaptasi

Bagan I.1.

Variabel Penelitian Korelasional

b. Penelitian Eksperimen

Penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui hasil perlakuan dengan variabel predictor eksperimen yang dianggap paling dominan dalam pembelajaran keterampilan fungsional hasil studi korelasional. Penelitian eksperimen dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Keterampilan Berwirausaha (Y)

Kesiapan Warga Belajar (X1)

Karakteristik Instruktur (X2)

Kurikulum Pembelajaran (X3)

Sarana dan Prasarana (X4) Strategi Pembelajaran

(X5) Bahan Baku

(X6) Pendampingan


(32)

Gambar I.4.

Variabel Penelitian Eksperimen

4. Asumsi

1) Pendidikan keterampilan hidup pada jalur pendidikan nonformal lebih banyak menekankan pada penguasaan kewirausahaan yaitu keterampilan yang tidak hanya berorientasi pada pemilikan vokasi tetapi memiliki sikap dan perilaku yang berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan secara wajar tanpa terasa, tanpa merasa tertekan, kemudian secara pro aktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi, dan mampu mengatasinya. Pendidikan keterampilan hidup adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang sehingga mereka hidup mandiri. (Broling: 1989). Kent Davis (2000:1) mengemukakan bahwa

Raw Input

Komponen Pembelajaran

Environmental Input

Outcome Input

Other Input

Ca kap Hi dup

Proses

KAP Wira usaha Proses pemilikan

kecakapanPerrsonal Proses pemilikan kecakapan Sosial

Output EKSPERIMEN SEMU

Proses pemilikan kecakapan akdemis Instrumental Input

P R E D I K T O R

Proses pemilikan kecakapan vokasionalemis


(33)

keterampilan hidup adalah ”manual pribadi” bagi tubuh seseorang. Kecakapan ini membantu peserta didik belajar bagaimana memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya, bekerjasama secara baik dengan orang lain, membuat keputusan yang logis, melindungi dirinya sendiri dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya.

2) Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lainnya saling mempengaruhi. Komponen-komponen pembelajaran terdiri atas masukan lingkungan (environmental input), masukan sarana (instrumental input), masukan mentah (raw input), dan masukan lain (other input) merupakan penentu dalam proses pembelajaran. Proses (process) itu sendiri adalah interaksi edukasi antara masukan sarana, terutama pendidik, dengan masukan mentah, yaitu peserta didik, untuk mencapai tujuan program. Sedangkan tujuan pembelajaran mencakup tujuan antara (intermediate goal) yaitu keluaran (output) dan tujuan akhir (final goal) yaitu pengaruh atau dampak (outcome). (D. Sudjana:2008)

3) Pembelajaran keterampilan fungsional diarahkan untuk membangun sikap mental wirausaha para peserta didik. Unsur wirausaha menurut Soesarsono (Yusanto, 2002: 33) mencakup beberapa hal penting yang satu sama lainnya saling terkait, bersinergi, dan tidak terlepas satu sama lain, yaitu unsur daya pikir, unsur keterampilan, unsur sikap mental maju, dan unsur intuisi. Proses pembelajaran keterampilan hidup diarahkan kepada pemanfaatan pengetahuan (learning) dan kemampuan untuk bekal hidup sasaran didik (earning), melalui belajar sambil bekerja dengan memperhatikan keseimbangan faktor bawaan dan faktor lingkungan.

4) Kewirausahaan sebagai bentuk karakter, sikap dan mental setiap diri warga belajar yang bercirikan: sigap, cekatan, langsung dikerjakan, tanggap dan aktif, rajin, telaten,


(34)

dan tekun, kerja lebih, jujur dan bertanggung jawab, disiplin, teliti, kerja terbaik, zero mistake, berjiwa besar, bersikap wira. Proses pemilikannya memerlukan sebuah

proses yang simultan dan berkelanjutan yang melibatkan seluruh aspek “knowing the good, loving the good, and acting the good”, dan lingkungan yang kondusif atau menyenangkan. (Megawangi:2008). Karakter wirausaha dapat ditumbuhkan dengan pembelajaran keterampilan fungsional, karena didalamnya terjadi interaksi edukasi antara pendidik dan peserta didik. Menurut Joseph Schumpeter (Interpreneurship), pewirausaha memiliki karakter, jiwa, semangat yang diaplikasikan dalam segala bentuk kehidupan. Pewirausaha memiliki akhlak, watak, budi pekerti, dan mental yang tidak tergantung kepada pihak lain karena memiliki keberanian untuk menafkahi diri sendiri dengan cara bekerja untuk diri sendiri, bekerja pada orang lain, dan bekerja dengan orang lain. Kewirausahaan setiap diri warga belajar dapat ditumbuhkan dengan pembelajaran keterampilan fungsional, karena didalamnya terjadi interaksi edukasi antara pendidik dan peserta didik.

H. Hipotesis Penelitian

1. Karakteristik warga belajar berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

2. Karakteristik instruktur berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

3. Kurikulum pembelajaran berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.


(35)

4. Ketersediaan sarana dan prasarana berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

5. Strategi pembelajaran berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

6. Ketersediaan bahan baku berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar .

7. Pendampingan berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

8. Karakteristik warga belajar, karakteristik instruktur, kurikulum pembelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana, strategi pembelajaran, ketersediaan bahan baku dan pendampingan secara bersama-sama berkontribusi secara signifikan terhadap kewirausahaan warga belajar.

9. Kewirausahaan warga belajar yang mendapat perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional lebih baik dibandingkan dengan yang konvensional.

I. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan prosedur penelitian yang digunakan melalui penelitian non eksperimen dan eksperimen.

Penelitian noneksperimen digunakan sebagai studi pendahuluan untuk menggali data secara alamiah tentang kontribusi faktor determinan pembelajaran keterampilan fungsional terhadap kewirausahaan warga belajar.

Penelitian pendahuluan ini tergolong sebagai penelitian : (1) deskriptif karena menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka untuk mengelompokkan


(36)

individu atau kelompok. Penelitian ini, mendeskripsikan pencapaian, sikap, perilaku, atau karakteristik lain dari sekelompok subjek. Studi ini mempertanyakan tentang apa dan melaporkan apa adanya, dan tidak memanipulasi variabel independent. (2) survei, karena memiliki: multi fungsi, efisiensi, dan generabilitas. (3) ex post facto, karena tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kondisi yang sudah ada bisa bisa jadi menyebabkan perbedaan lanjutan dalam kelompok subjek. Dengan kata lain, peneliti mengidentifikasi kondisi-kondisi yang sudah terjadi dan mengumpulkan data untuk meyelidiki hubungan dari kondisi-kondisi yang beragam tadi dengan perilaku lanjutan. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk menentukan apakah perbedaan-perbedaan di antar kelompok (variabel terpisah) telah menyebabkan perbedaan teramati pada variabel terikat.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) metode survey deskriptif atau survey normative. (2) Metode survey analitik karena bertujuan tidak

sekedar menekankan pada upaya menggambarkan tentang apa yang “dikatakan” oleh

data, akan tetapi mengambil data yang pada dasarnya bersifat kuantitatif dan menganalisis data tersebut dengan bantuan ukuran-ukuran statistic yang relevan, sehingga dari padanya disimpulkan makna yang ada dibalik data itu. Dengan metode survey analitik dapat dilakukan estimasi tentang situasi yang didasarkan atas pengujian hipotesis dari ukuran-ukuran statistic tersebut di atas. (3) Metode korelasi, karena bertujuan untuk menelaah sejauhmana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau beberapa faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. (Sutaryat, 2000:313).


(37)

Teknik pengumpulan data primer dari responden menggunakan teknik komunikasi tidak langsung dengan instrumen pengumpul data berupa kuesioner. Sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan teknik komunikasi langsung yaitu dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

Penelitian eksperimen digunakan untuk melihat perbedaan hasil perlakuan pembelajaran keterampilan fungsional melalui strategi pengorganisasian isi, penyampaian, dan pengelolaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Desain yang digunakan adalah dengan model kuasi eksperimen atau eksperimen semu.

Penggunaan metode eksperimen tersebut dicirikan dengan memisahkan kelompok perlakuan (treatment) dan control untuk kemudian diuji melalui pre-test maupun post-test. Peneliti selanjutnya membandingkan skor perbedaan rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan (Gall, Gall, & Borg, 2003: 402-403, Cresswell, 1994: 132-133 ).

Prosedur atau Langkah-langkah penelitian: (1) studi kepustakaan (theoritik). Studi ini dilakukan melalui perpustakaan dan internet, mengkaji buku-buku, laporan penelitian, jurnal, undang-undang, dan peraturan pemerintah. (2) studi deskripsi. Studi ini dilakukan untuk memperoleh data di lapangan tentang pelaksanaan program life skills melalui obeservasi, wawancara dan angket. (3) studi analisis jalur (path analysis) yang bertujuan untuk mengukur besarnya kontribusi variabel-variabel penelitian yang ditunjukkan oleh koefisien jalur antara variabel X dan Y. (4) Eksperimen dengan model eksperimen semu (Quasi Eksperimen) dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasil yang lebih baik antara dari pemberian perlakuan melalui strategi pembelajaran fungsional yang terorganisasi dengan pembelajaran keterampilan yang konvensional.


(38)

J. Lokasi dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di UPTD SKB propinsi Jawa Barat, sebanyak 23 lembaga. Kelompok kerja UPTD SKB dibagi menjadi 4 wilayah, yaitu: (1) wilayah I: Kodya Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Cimahi. (2) wilayah kerja II: Kabupaten Majalengka, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Indramayu. (3) wilayah kerja III: Kabupaten Subang, Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi. (4) wilayah kerja IV: Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kota Sukabumi. Sedangkan lokasi penelitian eksperimen di UPTD SKB Bandung Barat.

Populasi adalah sekelompok elemen atau kasus, baik itu individual, objek, atau peristiwa, yang berhubungan dengan kriteria spesifik dan merupakan sesuatu yang menjadi target generalisasi dari hasil penelitian. (Schumacher, 2001:246). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga belajar yang mengikuti program pendidikan keterampilan hidup melalui kelompok belajar keterampilan fungsional binaan UPTD SKB sebanyak 1790 orang.

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini dilakukan secara acak. Artinya, setiap unit dari populasi tersebut mempunyai peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sample. Sampel minimal yang akan diteliti dalam penelitian korelasional iniakan diambil dan dihitung dengan rumus Slovin. Jumlah sampel yang diambil dengan rumus Slovin, sebanyak 327 orang. Sedangkan pada penelitian eksperimen menggunakan purposive sampling sebanyak 40 orang.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena menampilkan hasil statistik yang disajikan dengan angka. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini memiliki asumsi bahwa dunia sebagai kenyataan tunggal yang diukur dengan sebuah instrumen. Tujuan penelitiannya mengembangkan hubungan antara variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi dimulai. (Schumacher & Millan, 2001:22). Sedangkan menurut Furqon (2005: 12), pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci yaitu adanya peubah dan digunakannya statistika. Statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis, dan penafsiran data. Tahapan dan tujuan analisisnya, dimulai dari statistika deskriptif, statistika inferensial atau statistika induktif. Analisis populasi data menggunakan statistik parametrik model distribusi normal. Dilihat dari jumlah peubah, variabel terikat penelitian ini lebih dari dua maka digolongkan pada statistika multivariat.

Selain menggunakan pendekatan di atas, penelitian inipun termasuk dalam penelitian yang menggunakan prosedur R & D (Research and Development). Karakteristik dari penelitian dan pengembangan seperti yang diungkapkan oleh Borg dan

Gall (1979:624) adalah ”Educational Research and Development (R&D) is a process

used to develop and validated educational products”. Hal ini berarti penelitian ini bertumpu pada upaya memproduksi dan memvalidasi suatu model pendidikan.


(40)

Selanjutnya Borg dan Gall menjelaskan bahwa yang dimaksud produk pendidikan tidak hanya objek-objek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, dan sebagainya; tetapi juga termasuk bangunan prosedur dan proses, seperti metode mengajar, atau metode pengorganisasian pengajaran. Wujudnya dapat berupa tujuan belajar, metode, kurikulum, evaluasi, baik perangkat keras, lunak, maupun cara atau prosedurnya. Dengan demikian tujuan akhir dari research and development pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan terhadap produk lama untuk meningkatkan kemampuan kerja pendidikan. Dengan model baru itu proses dan hasil pendidikan menjadi lebih efektif dan efeisien, sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan.

B. Strategi Penelitian

1. Penelitian Noneksperimen

Model penelitian noneksperimen bertujuan untuk mengetahui kontribusi variabel eksogen terhadap variabel endogen dengan menggunakan data alamiah (expostfacto). Model noneksperimental, menguraikan sesuatu yang terjadi atau menguji hubungan antara sesuatu tanpa manipulasi langsung terhadap kondisi yang dialami. (Schumacher & Millan, 2001:396).

Penelitian ini menurut Leedy (Dalam Sutaryat: 312) tergolong penelitian : deskriptif yang menggunakan metode survey deskriptif atau disebut juga survey normative. James H MC Millan dan Sally Schumacher dalam Research in Education (2001:282), mengemukakan bahwa: penelitian ini deskriptif, karena menjelaskan fenomena yang ada dengan menggunakan angka untuk mengelompokkan individu atau kelompok. Penelitian ini juga mengkaji tentang status keadaan sesuatu sesuai dengan


(41)

kondisi terkini atau kondisi silam. Penelitian ini, mendeskripsikan pencapaian, sikap, perilaku, atau karakteristik lain dari sekelompok subjek. Studi ini mempertanyakan tentang apa dan melaporkan apa adanya, dan tidak memanipulasi variabel independen.

Penelitian ini tergolong penelitian survei, karena dilihat dari tiga alasan, yaitu: multi fungsi, efisiensi, dan generabilitas. (a) multi fungsi, maksudnya bisa digunakan untuk menyelidiki hampir seluruh permasalahan dengan pertanyaan, dan digunakan untuk tujuan praktis dan terapan. (b) efisiensi, karena informasi yang bermutu bisa dikumpulkan dengan biaya yang relatif kecil, dan data dari beragam variabel bisa diperoleh tanpa penambahan waktu. (c) generabilitas, maksudnya bahwa sampel kecil dapat dipilih dari populasi yang besar dengan cara-cara yang memperbolehkan generalisasi terhadap populasi. Dari tiga hal di atas, memberikan gambaran bahwa dalam survei dapat dilakukan pengambilan sampel responden, membuat kuesioner, melakukan interviu untuk mengumpulkan informasi mengenai variabel yang diteliti. Selain itu pula, dalam survei ini dapat digunakan untuk mempelajari sikap, keyakinan, nilai, demografik, perilaku, pendapat, kebiasaan, keinginan, gagasan, dan informasi lainnya yang berkenaan dengan manusia.

Penelitian expost facto, tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kondisi yang sudah ada bisa bisa jadi menyebabkan perbedaan lanjutan dalam kelompok subjek. Dengan kata lain, peneliti mengidentifikasi kondisi-kondisi yang sudah terjadi dan mengumpulkan data untuk meyelidiki hubungan dari kondisi-kondisi yang beragam tadi dengan perilaku lanjutan. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk menentukan apakah perbedaan-perbedaan di antar kelompok (variabel terpisah) telah menyebabkan perbedaan teramati pada variabel terikat.


(42)

Selanjutnya menurut Arikunto (1993: 73) penelitian ini termasuk penelitian terhadap sampel, karena pendekatannya ditinjau dari teknik samplingnya. Dan penelitian ini termasuk penelitian korelasi, karena bertujuan untuk menelaah sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi-variasi-variasi pada satu atau beberapa faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. (Sutaryat, 2000:313).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian pada tahap ini adalah :pertama, metode survey deskriptif atau survey normative. Menurut Stephen Issac (Dalam Sutaryat: 312) metode survey deskriptif bertujuan untuk: (a) mencari informasi faktual secara terperinci yang menggambarkan fenomena yang ada; (b) mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek yang sedang berlangsung; (c) membuat perbandingan dan evaluasi; (d) mengetahui apa yang telah dikerjakan oleh orang-orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana.

Kedua, metode survey analitik karena bertujuan tidak sekedar menekankan pada

upaya menggambarkan tentang apa yang “dikatakan” oleh data, akan tetapi mengambil

data yang pada dasarnya bersifat kuantitatif dan menganalisis data tersebut dengan bantuan ukuran-ukuran statistik yang relevan, sehingga dari padanya disimpulkan makna yang ada dibalik data itu. Dengan metode survey analitik dapat dilakukan estimasi tentang situasi yang didasarkan atas pengujian hipotesis dari ukuran-ukuran statistic tersebut di atas.

Ketiga, metode korelasi karena bertujuan untuk menelaah sejauhmana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi-variasi-variasi pada satu atau beberapa faktor lain berdasarkan koefisien korelasi. (Sutaryat, 2000:313).


(43)

Langkah-langkah pada penelitian tahap satu ini: (1) studi kepustakaan (theoritik). Studi ini dilakukan melalui perpustakaan dan internet, mengkaji buku-buku, laporan penelitian, jurnal, undang-undang, dan peraturan pemerintah. (2) studi deskripsi. Studi ini dilakukan untuk memperoleh data di lapangan tentang pelaksanaan program life skills melalui obeservasi, wawancara dan angket. (3) studi korelasional. Studi ini dilakukan untuk mengkaji sejauhmana kontribusi dari variabel-variabel penelitian dengan menggunakan analisis korelasi untuk mengemukakan keterkaitan dan analisis regresi untuk mengemukakan kebermaknaan. (4) studi analisis jalur (path analysis) yang bertujuan untuk mengukur besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur pada setiap diagram jalur dan hubungan kausal antara variabel X dan Y.

Teknik pengumpulan data primer dari responden menggunakan teknik komunikasi tidak langsung dengan instrumen pengumpul data berupa kuesioner. Sedangkan pengumpulan data sekunder menggunakan teknik komunikasi langsung yaitu dengan observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

2. Penelitian Eksperimen

Model penelitian eksperimen, yang dicirikan dengan memisahkan kelompok perlakuan (treatment) dan kontrol untuk kemudian diuji melalui pre-test maupun post-test. Selanjutnya dibandingkan skor perbedaan rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan (Gall, Gall, & Borg, 2003: 402-403; Craswell, 1994:132-133). Model eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen atau eksperimen semu. Gall, Gall, dan Borg (2003: 402, 634) menegaskan bahwa penelitian kuasi eksperimen merupakan: A type of experiment in which research participants are not randomly assigned to the experimental and control groups. Individu


(44)

tidak secara sembarang atau acak mempunyai peluang yang sama baik dalam kelompok uji-cobanya maupun dalam kelompok kontrolnya. Jenis desain kuasi eksperimen yang peneliti gunakan dalam kajian ini, adalah Nonequivalent (Pre-test-Post-test) Control-Group Design. Craswell (1994:132) selanjutnya mengatakan : In this design, a popular approach to quasi-experiments, the experimental group A and the control B are selected without random assigment. Both groups take a pre-test and post-test, and only the experimental group received the treatment. Gall, Gall, & Borg (2003: 634) yang menyatakan:

The most commonly used quasi-experimental design in educational research is the non-equivalent control-group design. In this design, research participants are not randomly assigned to the experimental and control groups, and both groups take a pre-test and post-test. Except for random assignment, the steps involved in this design are the same as for the pre-test-post-test experimental control group design…

Penggunaan metode tersebut eksperimen tersebut dicirikan dengan memisahkan kelompok perlakuan (treatment) dan control untuk kemudian diuji melalui pre-test maupun post-test. Peneliti selanjutnya membandingkan skor perbedaan rata-rata antara kelompok control dan kelompok yang diberi perlakuan (Gall, Gall, & Borg, 2003: 402-403, Cresswell, 1994: 132-133 ).

C. Desain Penelitian

1. Penelitian Korelasional

Penelitian korelasional memfokuskan pada komponen-komponen pembelajaran keterampilan fungsional yang terdiri atas : (1) komponen instrumental input yang terdiri dari: sumber daya manusia ( tenaga pendidik dan kependidikan), hardware ( sarana dan prasarana, biaya), dan software (seperti: kurikulum di dalamnya ada tujuan, materi,


(45)

media, metoda ), (2) raw input adalah warga belajar atau peserta didik, (3) environmental input seperti : kemitraan, kebijakan, lingkungan atau dukungan masyarakat, (4) komponen proses (throughtput) seperti: strategi yang menumbuhkan interaksi belajar dan komunikasi, (5) output adalah perilaku hasil belajar pada ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap berwirausaha, (6) outcome adalah dampak positif dari perilaku belajar adalah cakap hidup, (7) other input merupakan faktor pengaruh lain terhadap output yang dapat merubah perilaku belajar diluar proses pembelajaran seperti opportunity (peluang) dan program pendampingan.

Sistem pembelajaran keterampilan fungsional dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.1.

Sistem Pembelajaran Keterampilan Fungsional

Sumber Data: Diadaptasi dari D. Sudjana

Proses Pembelajaran Keterampilan Fungsional

VARIABEL DEPENDEN

VARIAEL INDEPENDEN Strategi Pembelajaran (X5)

Kurikulum Pembelajaran (X3)

Raw Input Karakteristik Warga Belajar (X1)

Output Peningkatan Kewirausahaan Other Input

Pendampingan (X7)

Environmental Input Bahan Baku (X6)

Out Come Cakap Hidup

FAKTOR DETERMINAN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN FUNGSIONAL

Sarana dan Prasarana (X4)

VARIABEL EKSOGEN VARIABEL ENDOGEN

Instrumental Input


(1)

McClelland, David, C. (1992) “Is Personality Consitent”? dalam R.A. Zucker, A.I. Rabin, J.Aronof dan S.J. (eds) Personality Structure in the Life Course: Essay of Personology in theMurray Traditions, New York: The Free Press.

McMillan, J.dan Schumacher, S. (2001) Research in Education A Conceptual Introduction, New York: Longman

Megawangi Ratna. (2008). Pendidikan Karakter Investasi Strategi SDM dan Pembangunan Nasional Pada Masa Mendatang, Bogor: Depdiknas-IPB.

Merriam, Caffarella, dan Baumgartner (2007) Learning in Adulthood A comprehensive Guide, Third Edition, San Francisco: Jossey-Bass Book.

Merryfield, Jarchow, dan Pickert (1997). Preparing Teachers to Teach Global Perspectives: A Handbook for Teacher Educators. California: Corwin Press, Inc. Muhammad Chirzin, (2003). Glosari Al-Qur’an. Jogjakarta: Penerbit Lazuardi Anggota

Aliansi Penerbit Independen.

Mulyana Enceng, (2003). Pengembangan Model Tukar Belajar (Learning Exchange) Dalam Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKU). Disertasi Untuk Meraih Gelar Doktor di Universitas Pendidikan Indonesia (Tidak Dipublikasikan).

Murtiningsih S, (2004). Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Pauol Freire. Yogyakarta: Resist Book.

Musa, Safuri (2005). Seni dan Teknik fasilitasi Pendidikan Orang Dewasa. Bandung: Y-PIN Indonesia.

---(2005). Evaluasi Program Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Y-PIN Indonesia.

Nadler, L. dan Nadler. Z. (1984) Andragogy in Action: Applying Modern Principles of Adult Learning, San Francisco: Jossey-Bass.

Nanang Fatah (2004). Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Napitupulu (2002). Advokasi Pendidikan Luar Sekolah. Yogyakarta: Handout Seminar .

Ndraha, Taliziduhu (1999). Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.


(2)

O’neil, Wiliam, F. (2001) Educational Ideologies: Contemporary Expressions of Educational Philosophies, Santa Monica, California: Goodyear Publishing Company, Inc.

Pidarta Made (2000). Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Priatna, Avip M Bambang,(2005) Teknik-Teknik Analisis Multivariat Terkini, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (2005). Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas RI.

Ritzer, Gerorge dan Goodman, (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Riyanti, BPD, (2003). Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian,

Jakarta, Grasindo.

Rogers (1987). The Past as Frame of Refrence:. The History Curriculum for Teachers. London: Palmer- Portal (Eds).

Rose, C. dan Nicholl, M.S. (2002). Accelerated Learning for the 21 Century (Cara Belajar Cepat Abad XXI). Bandung: Nuansa.

Russell, Bertrand. (2002) Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga Sekarang, Terjemahan : Sigit Jatmiko, Yogyakarta: Pusta Pelajar.

Sadiman, A.S. et al. (1986). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan P.T. RajaGrafindo Persada. Satori Djam’an (2005) Pendidikan Kewirausahaan Bagi Praktisi Pendidikan di

Kabupaten Garut. Hand out Seminar Pendidikan.

Saraka, (2001). Disertasi dengan judul: Model Belajar Swaarah dalam Pengembangan Sikap-Mental Wiraswasta. Bandung, PPS UPI.

Schwab, Joseph J. (1969) “Structure of the Desciplines Meanings and Significance” dalam kumpulan tulisan G.W. Ford, et.al, The Structure of Knowledge and the Curriculum, Rand Mc Nally Curriculum Series.

Schumacher Sally & Millan, Mc. James (2001). Research In Education A Conceptual Introduction. New York and London: Longman. (Terjemahan Program Pasca Sarjana UPI).

Siman, (1997 Disertasi dengan judul Pembelajaran Nilai Kewirausahaan Dalam Pengembangan Industri Kecil, Bandung, PPS, IKIP.


(3)

Sinamo, J.H. (2006). Etos Interpersonal. Jakarta: Darma Mahardika Institut.

Slameto, (1991). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Soekanto Soerjono (1986). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali. Staples, W.D. (1994). Think Like a Winner (Berpikir Sebagai Pemenang). Jakaarta:

Pustaka Tangga.

Subagio Atmodiwiro (2002). Manajemen Pelatihan. Jakarta: PT Ardadizya Jaya.

Sudjiarto, (1996), Peranan Tenaga Kependidikan Luar Sekolah dalam Peningkatan Mutu Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Bagi Semua, Jakarta, Ditjen Diklusepora. Soedomo, M. (1989). Pendidikan Luar Sekolah ke arah Pengembangan Sistem Belajar

Masyarakat. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud.

Sumadi Suryabrata (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Surya,M. (2000). Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan

Guru. Jurnal Dikbud No. 021, Januari 2000 halaman 1-12.

Suryabrata, S. (1987). Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali. Solomon, R.C. dan Higgins, K.M. (2002) Sejarah Filsafat, Penerjemah Saut Pasaribu,

Yogyakarta: Bentang Budaya.

Suryana, (1999) Pengaruh Latar Belakang Profesional dan Sistem Nilai Serta Kemodernan Kewirausahaan Terhadap Daya Hidup Perusahaan, Bandung, Disertasi, UNpad (tidak diterbitkan).

Sudarwan Danim (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia- Analisis Ekonomi Isu-isu Ketenagakerjaann-Pembiayaan Investasi-Ekuitas Pendidikan-Industri Pengetahuan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Sudjana (1993). Metode Statistika. Bandung: Tarsito. ---( 2003). Analisis Jalur. Bandung: Tarsito

Sudjana, Djudju (1993). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah dan Teori Pendukung, Azas. Bandung: Nusantara Press.


(4)

---(2000). Manajemen Program Pendidikan, Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan pengembanga Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production. ---(2001). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah

Production.

---(2004). Pendidikan Nonformal, Wawasan-Sejarah Perkembangan-Filsafat-Teori Pendukung-Azas. Bandung: Falah Production.

---(2005). Strategi Pembelajaran, Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production.

---(2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah: Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suhamijaya, S. dkk. (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan: Suatu Upaya Bagi Keberhasilan Program Pendidikan Berbasis Luas/Broad Based Education dan Life Skills. Bandung. Angkasa.

---(1992, Membina sikap mental Wiraswasta, Jakarta, Gunungjati.

Supriadi Dedi (1998). Anatomi Revolusi Keilmuan Menurut Thomas S. Kuhn. Bandung: PPS IKIP Bandung.

Soekanto Soerjono (1986). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali. Soemanto,W. (1984). Pendidikan Wiraswasta, Jakarta, Bumi Aksara.

Sumarno, (1984). Konstribusi Sikap Mental Berwiraswasta Untuk Berprestasi, Jakarta, Eraswasta.

Supardan, Dadang (2004) Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikulturan dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Glabal, dalam Integrasi Bangsa, Disertasi Untuk Meraih Gelar Doktor di Universitas Pendidikan Indonesia.

--- (2008) ”Turbulensi dan Bahaya Kekerasan dalam Pendidikan”, dalam Helius Sjamsuddin dan Andi Suwirta Historia Magistra Vitae: Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, M.A. Bandung: Hitoria Press.

Suparman Atwi (1997). Desain Instruksional Untuk Dosen Muda. Jakarta: PAU-UT DIKTI.

Suppes, P.(1974) “The Place of Theory in Educational Research”: Educational Reaseacher. 3 (6) hlm: 3-10.


(5)

Syamsuddin (2007). Pedoman Penyelenggaraan pelatihan Kewirausahaan Pemuda. Jakarta: Deputi Bidang Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga.

Tarigan, H.G. (1994). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Rajawali.

The Liang Gie, (1999) Pengantar Filsafat Ilmu, Edisi Kedua (Diperbaharui) Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tilaar (1992). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

---(2000). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Tim BBE, Depdiknas (2003). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Jakarta: Depdiknas.

Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2005). Pengembangan Analisis Multivariat Dengan SPSS 12 . Jakarta: Penerbit Salemba Infotek.

Toffler, Alvin (1981) Future Schock, London: Hazell Watson & Viney Ltd.

Toha Miftah (1993). Perilaku Organisasi: Konsep dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT raja Grafindo Persada.

Tondl, Ladisley (1973) Scientific Prosedures: A Contribution Concerning the Methodological Problems of Scientific Concepts and Scientific Explanation, Dordrecht: D Reidell.

Toulmin, Stephen, E. (1960) The Philosophy of Science: An Introduction, New York: Harper & Row.

Toulmin, Stephen E. (1961) Foresight and Understanding: An Inquiry into the Aims of Science, Bloomington, Indiana University Press.

Trisnamansyah, S. (1984). Pendidikan Kemasyarakatan. Bandung: Jurusan PLS- Fakultas Ilmu Pendidikan -IKIP.

--- (1992). Pendidikan kemasyarakatan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan -IKIP.

---(1984). Pengaruh Motif Berafiliasi-Keterbukaan Berkomunikasi – Persepsi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Modern Petani. Bandung:PPS IKIP.

Travers, Raberm. (1973). Second Handbook of Research and Teaching. Chicago: Rand McNally.


(6)

Tumpal JR Sitinjak dan Sugiarto, (2006). Lisrel. Jogjakarta: Graha Ilmu

Udin Syaefudin, (2008). Pembelajaran Terpadu , Bahan Belajar Mandiri. Bandung : UPI Press-FIP Universitas Pendidikan

UNESCO (2000). Belajar Untuk Hidup Bersama dalam damai dan Harmoni. Kantor Prinsipal UNESCO untuk Kawasan Asia Pasifik, Bangkok & Universitas Pendidikan Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 (2003) Tentang: Sistem Pendidikan. Jakarta: BP Cipta Karya.

Universitas Pendidikan Indonesia (2006). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Von Glasserfield, E. (1995). A constructivist approach to teaching. In L. Steffe & J. Gale (Eds.), Constructivism in education (pp. 3-16). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Walklin L. (1990). Teaching and Learning in Futher and Adult Education.

London: Departement for Education and Skills (DfES).

Wasty Soemanto (1992). Wiraswasta (Sekuncup Ide Operasional) Pendidikan Kewiraswastaan. Jakarta: Bumi Aksara.

Watson, J.B. (1963). The great psychologists (edisi keempat), New York: J.B. Lippincott.

Wingkel, (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Penerbit PT Grasindo Wongso, A. (2006). Wisdom Success. Jakarta: Elex Media Computindo.

Yulaelawati, Ella (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Pakar Raya.

Yuliadi, Rahmat (2006). Model Pembelajaran Partisipatif Pada Pelatihan Keterampilan Fungsional Bagi Peningkatan Kewirausahaan Peternak. Disertasi Untuk Meraih Gelar Doktor di Universitas Pendidikan Indonesia (Tidak Dipublikasikan).

Zimmerer, T, (1986, Enterpreuneurship and The New Venture Formation, New Jersey, Prentice Hall International, INC.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DENGAN KEMAMPUAN CALISTUNG WARGA BELAJAR KEAKSARAAN FUNGSIONAL

2 5 97

Kontribusi pembelajaran kewirausahaan terhadap minat berwirausaha siswa di SMKN 18 Jakarta

0 10 117

PENGARUH KEDISIPLINAN TERHADAP PENCAPAIAN HASIL BELAJAR WARGA BELAJAR LEMBAGA PENDIDIKAN KETERAMPILAN MENJAHIT ZETA

0 11 20

KONTRIBUSI KUALITAS MEDIA PEMBELAJARAN DAN PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU TERHADAP Kontribusi Kualitas Media Pembelajaran Dan Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Terhadap Kreativitas Belajar Akuntansi Pada Siswa Kompetens

0 3 17

STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KEMANDIRIAN TERHADAP HASIL BELAJAR KEWIRAUSAHAAN.

0 1 16

KONTRIBUSI KETERAMPILAN GURU DALAM PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP TANGGUNG JAWAB SISWA SERTA Kontribusi Keterampilan Guru Dalam Pembelajaran Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Tanggung Jawab Siswa Serta Dampaknya Pada Kemandirian Belajar

0 1 18

KONTRIBUSI KETERAMPILAN GURU DALAM PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP TANGGUNG JAWAB SISWA DAN Kontribusi Keterampilan Guru Dalam Pembelajaran Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Tanggung Jawab Siswa Serta Dampaknya Pada Kemandirian Belajar Pk

0 1 16

KONTRIBUSI LINGKUNGAN KELUARGA DAN PRESTASI BELAJAR KEWIRAUSAHAAN TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA PADA SISWA Kontribusi Lingkungan Keluarga dan Prestasi Belajar Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha Pada Siswa Kelas XI Program Keahlian Akuntansi SMK Panc

0 2 16

PENDIDIKAN KETERAMPILAN MENJAHIT WARGA BELAJAR PAKET C SEBAGAI SISTEM PEMBELAJARAN PLS DALAM PERSPEKTIF KEWIRAUSAHAAN DI KOTA GORONTALO.

0 1 54

PEMBELAJARAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL (KF) DAN KECAKAPAN HIDUP WARGA BELAJAR

0 0 10