DIRI YANG TERPROVOKASI PENGARUH MINDFULN

DIRI YANG TERPROVOKASI: PENGARUH MINDFULNESS TERHADAP
HUBUNGAN ANTARA EGO DEPLETION DAN PERILAKU AGRESIF
Mohammad Auzan Apta Widagdo
Sumi Lestari
Cleoputri Al Yusainy
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya
auzanapta@gmail.com
ABSTRACT
The ability of self-control is a main factor that can prevent aggressive behavior. However,
most studies indicate that the energy for self-control is limited, so it can bring aggressive
behavior. The condition of energy diminishing is named as ego depletion. Alternative that is
predicted to neutralize ego depletion is mindfulness meditation. This experiment (N = 56)
tested the effect of mindfulness on aggressive behavior on ego depleted participants.
Bootstrap analysis indicated that generally, there was no effect of ego depletion and
mindfulness on aggressive behavior. However, specifically there were effects on female. On
female, mindfulness decreased aggressive behavior, ego depletion decreased aggressive
behavior, but mindfulness increased aggressive behavior in a state of ego depletion. These
findings suggest a new result compared to previous findings.
Keywords: self-control, ego depletion, mindfulness, aggressive behavior
ABSTRAK
Kemampuan kontrol diri merupakan faktor utama yang dapat mencegah perilaku agresif.

Namun, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa energi untuk mengontrol diri bersifat
terbatas, sehingga dapat memunculkan perilaku agresif. Kondisi berkurangnya energi ini
disebut sebagai ego depletion. Alternatif yang diprediksi dapat menetralisir ego depletion
adalah meditasi mindfulness. Eksperimen ini (N = 56) menguji pengaruh mindfulness
terhadap perilaku agresif pada partisipan yang mengalami ego depletion. Analisis bootstrap
menunjukkan bahwa secara umum, tidak ada pengaruh ego depletion maupun mindfulness
terhadap perilaku agresif. Meskipun demikian, secara spesifik ada pengaruh pada jenis
kelamin perempuan. Pada perempuan, mindfulness menurunkan perilaku agresif, ego
depletion menurunkan perilaku agresif, namun mindfulness meningkatkan perilaku agresif

dalam kondisi ego depletion. Temuan-temuan ini menunjukkan hasil baru dibandingkan
temuan-temuan sebelumnya. Diskusi lebih lanjut akan dipaparkan dalam pembahasan.
Kata kunci: kontrol diri, ego depletion, mindfulness, perilaku agresif

2
LATAR BELAKANG
Perilaku agresif memiliki dampak berbahaya dalam interaksi sosial. Perilaku ini dapat
muncul dalam bentuk fisik yang cenderung bersifat langsung (korban mengetahui identitas
pelaku) maupun verbal yang cenderung bersifat tidak langsung (korban tidak mengetahui
identitas pelaku; Parrot & Giancola, 2007). Meskipun berbeda, keduanya direspon sama

menyakitkannya dalam struktur otak seseorang (Eisenberg, Lieberman, & Williams, 2003),
bahkan bentuk verbal bisa lebih menyakitkan daripada fisik (Chen, Williams, Fitness, &
Newton, 2008).
Secara mendasar, perilaku agresif timbul dari kurangnya kemampuan individu dalam
mengendalikan dirinya sesuai standar sosial. Kemampuan tersebut diistilahkan sebagai
kontrol diri (Baumeister, Vohs, & Tice, 2007). Salah satu model yang menjelaskan mengenai
kontrol diri adalah strength model of self-control, yang menjelaskan bahwa aktivitas kontrol
diri memerlukan energi yang bersifat terbatas. Setiap melakukan kontrol diri, maka sebagian
energi tersebut akan terkuras untuk sementara waktu. Terkurasnya energi ini mengakibatkan
besarnya kemungkinan kegagalan kontrol diri yang dilakukan berikutnya. Kondisi
terkurasnya energi ini dinamakan sebagai ego depletion (Baumeister, Vohs, & Tice, 2007).
Salah satu alternatif yang diprediksi dapat mengurangi perilaku agresif dalam kondisi
ego depletion adalah mindfulness. Mindfulness merupakan peningkatan kesadaran dengan

berfokus pada pengalaman masa kini (present-moment awareness) tanpa memberikan
penilaian (nonjudgemental acceptance; Kabat-Zinn, 1994). Metode ini sering diteliti dalam
bentuk meditasi mindfulness. Selain mengurangi ego depletion dan perilaku agresif,
mindfulness meningkatkan kapasitas kontrol diri seiring latihan intensif (Baer dkk, 2006).

Namun demikian, mindfulness juga memiliki peluang untuk meningkatkan ego depletion

dan perilaku agresif. Individu yang minim pengalaman mindfulness (pengalaman formal di
bawah delapan minggu; Williams & Penman, 2011) masih membutuhkan energi untuk
latihan meditasi, sehingga hal ini justru menimbulkan ego depletion (Masicampo &
Baumeister, 2007). Selain itu, tidak seperti individu yang berpengalaman mindfulness,
kemampuan mengamati pikiran dan perasaan pada individu awam masih berkorelasi negatif
dengan kemampuan menerimanya secara netral. Sehingga, individu cenderung lebih reaktif
dan agresif saat mendapatkan stimulus yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, korelasi ini
bisa berubah ke arah positif seiring rutinnya latihan (Baer dkk, 2006). Dari sini, disimpulkan
bahwa mindfulness dapat memengaruhi perilaku agresif, terlepas dari arah korelasinya. Oleh
karenanya, penelitian ini ingin melihat dinamika mindfulness yang terjadi dengan
menggunakan ego depletion sebagai penjelas perilaku agresif.

3
Penelitian mengenai pengaruh mindfulness dan ego depletion terhadap perilaku agresif
masih jarang dilakukan sebelumnya. Yusainy dan Lawrence (2014) menemukan bahwa
individu dengan kemampuan mindfulness dan kontrol diri yang tinggi memiliki
kecenderungan agresif yang rendah. Penelitian Yusainy (2013) di Indonesia juga menemukan
bahwa mindfulness dapat mengurangi perilaku agresif dalam kondisi ego depletion. Hasil ini
terjadi hanya pada perilaku agresif langsung, namun tidak pada perilaku agresif tidak
langsung. Padahal, bentuk tidak langsung (korban tidak mengetahui identitas pelaku) lebih

dominan terjadi di masyarakat kolektif yang menjaga harmoni sosial, seperti Indonesia
(Forbes, Zhang, Doroszewicz, & Haas, 2009). Penelitian yang akan dilakukan ingin menguji
kembali peran mindfulness terhadap hubungan antara ego depletion dan perilaku agresif.
Perilaku agresif dikhususkan dalam bentuk tidak langsung. Bentuk ini sering ditunjukkan
dalam bentuk verbal, misalnya menyebar isu untuk merusak reputasi individu lain.
Pada penelitian ini, ego depletion akan dimunculkan melalui stroop task (tugas
mencocokkan warna; Govorun & Payne, 2006) dan mindfulness dimunculkan melalui
meditasi mindfulness 10 menit (Williams & Penman, 2011). Selanjutnya, semua partisipan
penelitian diprovokasi melalui ejekan atas esai yang mereka buat (Heppner dkk, 2008).
Perilaku agresif tidak langsung diukur melalui penilaian yang diberikan partisipan kepada
individu yang telah memprovokasinya (Stucke & Baumeister, 2006). Hipotesis yang diajukan
yaitu bahwa ego depletion memengaruhi perilaku agresif, mindfulness memengaruhi perilaku
agresif, dan mindfulness memengaruhi hubungan antara ego depletion dan perilaku agresif.

METODE
Partisipan dan Desain Penelitian
Jumlah partisipan sebanyak 56 mahasiswa (28 perempuan) Universitas Brawijaya
Malang angkatan 2012-2013 yang berusia 18-20 tahun dan tidak memiliki pengalaman
formal mindfulness. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu
berdasarkan kesukarelaan untuk berpartisipasi dan stratified sampling berdasarkan proporsi

jenis kelamin. Metode penelitian menggunakan eksperimen dengan desain faktorial 2 (ego
depletion vs tanpa ego depletion) x 2 (mindfulness vs tanpa mindfulness).

Teknik Pengumpulan Data
Essay Evaluation Paradigm (Heppner dkk, 2008). Tugas ini berfungsi sebagai provokasi

agar partisipan memunculkan perilaku agresif (Anderson & Bushman, 2002). Di awal
eksperimen, partisipan ditugaskan untuk membuat esai yang mendeskripsikan diri sendiri.

4
Esai kemudian dikumpulkan dan seolah-olah dinilai partisipan lain dengan jenis kelamin
yang sama. Sebelum akhir eksperimen, partisipan menerima penilaian negatif atas esainya,
misalnya aspek ―ketepatan ejaan‖ dengan skor yang buruk (skor 3 dari rentang skala 9).
Jumlah butir penilaian sebanyak 5 buah dengan rentang skala 1-9. Hasil penilaian ini telah
dipersiapkan sebelumnya oleh eksperimenter.
Job-Relevant Evaluation (Stucke & Baumeister, 2006). Tugas ini bertujuan mengukur

perilaku agresif. Di akhir eksperimen, partisipan menilai kemampuan kerja individu yang
memprovokasinya. Partisipan diinformasikan bahwa penilaian ini digunakan untuk
kepentingan seleksi, karena individu yang memprovokasinya sedang mengikuti seleksi

asisten laboratorium. Partisipan juga diinformasikan bahwa hasil penilaian tidak akan
diberitahukan kepada individu tersebut. Jumlah butir penilaian sebanyak 4 buah, misalnya
―adil‖ dengan rentang skala 1-9, dimana semakin buruk penilaian maka semakin tinggi
perilaku agresif.
Stroop Task (Govorun & Payne, 2006). Tugas ini berfungsi sebagai tugas ego depletion.

Partisipan akan melihat kata yang dapat muncul dalam empat warna: merah, biru, hijau, atau
kuning. Partisipan ditugaskan untuk mencocokkan warna dari kata yang muncul tanpa
memperhatikan lafal kata. Pada kelompok eksperimen, warna kata tidak sesuai dengan lafal
kata (misalnya, kata ―merah‖ muncul dalam warna biru) sehingga dapat menguras energi
kontrol diri. Pada kelompok kontrol, warna kata sesuai dengan lafal kata (misalnya, kata
―merah‖ muncul dalam warna merah), sehingga tidak menguras energi kontrol diri (Govorun
& Payne, 2006). Jumlah soal sebanyak 300 soal dan dijawab menggunakan keyboard.
Audio mindfulness (Williams & Penman, 2011). Kelompok eksperimen melakukan
meditasi mindfulness melalui audio instruksi selama 10 menit. Sedangkan, kelompok kontrol
menjalani placebo (tugas pengganti) dengan mendengarkan informasi pendidikan dan
dilanjutkan dengan bermain scrabble (menyusun kata-kata) dari informasi yang telah
didengarkan (Erisman & Roemer, 2010). Tugas kedua ini juga berjalan selama 10 menit.
Kedua audio telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia (Yusainy, 2013) dan didengarkan
melalui headset.

Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS; Watson, Clark & Tellegen, 1988).

Skala ini mengukur mood positif dan negatif individu yang dirasakannya tepat pada saat yang
sedang terjadi. PANAS diberikan setelah tugas ego depletion (stroop task) untuk memastikan
tidak adanya pengaruh dari tugas ego depletion terhadap mood negatif, dimana mood negatif
dapat menimbulkan perilaku agresif (Anderson & Bushman, 2002). Skala ini berfungsi untuk
memastikan bahwa perilaku agresif muncul semata dari adanya provokasi (tugas Essay

5
Evaluation Paradigm), dan bukan karena perubahan mood. Jumlah butir skala sebanyak 10

buah untuk mood positif (misalnya, ―tertarik‖) dan 10 buah untuk mood negatif (misalnya,
―tertekan‖) dengan rentang 1-5 (1 = sangat sedikit, 5 = sangat banyak). Konsistensi internal
tergolong cukup untuk mood positif (α = 0,40) dan negatif (α = 0,45), setelah dilakukan
eliminasi butir 4 yaitu mood negatif karena memiliki nilai rendah. Mood positif dan negatif
berkorelasi secara positif (r = 0,84). Penelitian ini menggunakan PANAS yang telah
diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia (Yusainy, 2013).
Toronto Mindfulness Scale (TMS; Lau dkk, 2006). Skala ini sebagai manipulation check

untuk memastikan apakah instruksi meditasi mindfulness benar-benar membangkitkan

kondisi mindfulness. TMS terdiri atas 6 butir yang mengukur curiosity (atau mirip dengan
present-moment awareness; misalnya, ―saya tertarik mengikuti jalan pikiran saya dari waktu

ke waktu‖) dan 7 butir yang mengukur decentering (atau mirip dengan nonjudgemental
acceptance; misalnya, ―saya bisa menyadari pikiran dan perasaan saya dengan mudah‖)

dengan rentang 1-5 (1 = sangat tidak sesuai, 5 = sangat sesuai). Konsistensi internal tergolong
cukup untuk curiosity (α = 0,58) dan decentering (α = 0,29), setelah dilakukan eliminasi butir
8 yaitu decentering karena memiliki nilai rendah. Aspek curiosity dan decentering
berkorelasi secara positif (r = 0,84). Penelitian ini menggunakan TMS yang telah diadaptasi
ke dalam bahasa Indonesia (Yusainy, 2013).
Manipulation Check untuk Stroop Task. Skala ini mengukur efektivitas tugas ego
depletion (stroop task) yang berisi 1 pertanyaan, ―seberapa sulit Anda mencocokkan warna?‖

dengan rentang 1-5 (1 = sangat sedikit, 5 = sangat banyak).
Manipulation Check untuk Provokasi. Skala ini mengukur efektivitas provokasi yang

berisi 2 pertanyaan, yaitu ―seberapa penilaian tersebut merendahkan Anda?‖ dan ―seberapa
penilaian tersebut membuat Anda marah?‖ dengan rentang 1-5 (1 = sangat sedikit, 5 = sangat
banyak). Selain itu terdapat dua pertanyaan palsu agar partisipan tidak menyadari adanya

manipulasi provokasi.

Prosedur
Pertama, partisipan mengisi lembar persetujuan dan data demografis. Agar partisipan
tidak terpengaruh dengan tujuan eksperimen, eksperimenter mengatakan bahwa penelitian ini
bertujuan mengetahui kemampuan menilai diri sendiri dan orang lain melalui esai. Partisipan
diinformasikan bahwa akan ada kelompok subjek yang diminta menilai diri sendiri dan ada
pula yang diminta menilai orang lain, namun kebetulan partisipan mendapatkan tugas menilai
diri sendiri setelah mengambil undian (dimana semua undian berisi kalimat ―menilai diri

6
sendiri‖). Partisipan juga diberitahukan bahwa akan dipilih tiga esai terbaik yang
memenangkan uang tunai masing-masing Rp 100.000,-. Setelah pemberitahuan tersebut,
partisipan membuat esai tentang diri sendiri (Essay Evaluation Paradigm).
Kemudian, partisipan bermain stroop task, lalu mengisi manipulation check dari stroop
task dan mengisi skala PANAS. Kemudian, sebagian partisipan melakukan meditasi
mindfulness dan sebagian lainnya melakukan placebo (tugas pengganti). Semua partisipan

lalu mengisi skala TMS. Setelah itu, partisipan menerima hasil penilaian dari esai yang telah
ia buat (Essay Evaluation Paradigm). Selanjutnya, partisipan mengisi manipulation check

dari provokasi dan menilai kemampuan kerja partisipan yang telah menilai esainya (JobRelevant Evaluation).

Di akhir eksperimen, partisipan diberitahukan bahwa meskipun esainya telah dinilai
partisipan lain, namun tetap akan dinilai oleh peneliti untuk menentukan pemenangnya.
Partisipan juga tidak diperkenankan untuk memberitahukan prosedur penelitian kepada calon
partisipan lain. Kemudian, setelah data semua partisipan terkumpul, peneliti mengumumkan
pemenang dan pengumuman akhir melalui e-mail. Prosedur divisualisasikan pada Gambar 1.
Menulis Esai
(28 P, 28 L)

Tugas Ego Depletion
(14 P, 14 L)

Mindfulness
(7 P, 7 L)

Tanpa Tugas Ego Depletion
(14 P, 14 L)

Tanpa Mindfulness

(7 P, 7 L)

Mindfulness
(7 P, 7 L)

Tanpa Mindfulness
(7 P, 7 L)

Menerima Penilaian Esai
(28 P, 28 L)
Job-Relevant Evaluation
(28 P, 28 L)

Gambar 1. Prosedur setelah randomisasi. Catatan: P = Perempuan; L = Laki-laki

HASIL
Manipulation Check

Semua manipulation check dianalisis menggunakan t – test. Hasil analisis menunjukkan
bahwa stroop task efektif dalam memunculkan kondisi ego depletion, dimana kelompok ego

7
depletion merasa lebih sulit dalam mengerjakan stroop task daripada kelompok tanpa ego
depletion (M ego depletion = 3,18, SD = 0,90 vs M tanpa ego depletion = 1,96, SD = 0,99;
t(54) = -4,77; p = 0,001).

Tugas ego depletion tidak memengaruhi mood partisipan, dimana mood positif kelompok
ego depletion tidak berbeda dengan kelompok tanpa ego depletion (M ego depletion = 3,30,
SD = 0,80 vs M tanpa ego depletion = 3,28, SD = 0,72; t(54) = -0,11; p = 0,92), dan mood

negatif kelompok ego depletion tidak berbeda dengan kelompok tanpa ego depletion (M ego
depletion = 2,10, SD = 0,82 vs M tanpa ego depletion = 1,74, SD = 0,59; t(54) = -1,88; p =

0,07).
Meditasi mindfulness tidak dapat membangkitkan kondisi mindfulness, baik dalam aspek
curiosity (M mindfulness = 3,96, SD = 0,59 vs M tanpa mindfulness = 3,90, SD = 0,66; t(54)

= -0,38; p = 0,71) maupun decentering (M mindfulness = 3,47, SD = 0,49 vs M tanpa
mindfulness = 3,33, SD = 0,51; t(54) = -1,07; p = 0,29). Terdapat kemungkinan bahwa hasil

ini terjadi karena faktor budaya, dimana pengetahuan mengenai mindfulness pada masyarakat
Indonesia masih sedikit. Hal ini ditunjukkan dengan masih jarangnya penelitian mengenai
mindfulness di Indonesia (Yusainy, 2013).

Setelah menerima provokasi, partisipan merasa direndahkan (M = 3,88, SD = 1,35) dan
marah (M = 2,82, SD = 1,34). Kedua nilai ini lebih besar dari nilai tengah 2,50 (rentang skala
1-5), sehingga dapat dikatakan bahwa provokasi bersifat efektif.

Pengaruh Mindfulness terhadap Hubungan antara Ego Depletion dan Perilaku Agresif

7

Perilaku agresif

6,5
6
Mindfulness
5,5

Tanpa Mindfulness

5
4,5
Ego Depletion

Tanpa Ego Depletion

Gambar 2. Mean Perilaku Agresif dari Skor Job-Relevant Evaluation (Rentang 1-9)

Peneliti melakukan analisis bootstrap moderasi sederhana (Hayes, 2012) dengan
resampling 5.000 kali dan interval kepercayaan koreksi bias 99%. Hasil analisis

8
menunjukkan bahwa ego depletion tidak memengaruhi perilaku agresif (Hipotesis 1: B = 1,04, SE = 0,69, p = 0,14), mindfulness tidak memengaruhi perilaku agresif (Hipotesis 2: B =
-0,57, SE = 0,69, p = 0,41), dan mindfulness tidak menjadi moderator antara ego depletion
dan perilaku agresif (Hipotesis 3: B = 1,29, SE = 0,98, p = 0,19; lihat Gambar 2). Berdasarkan
hasil-hasil ini, ketiga hipotesis penelitian tidak terbukti.
Peneliti melakukan analisis tambahan terkait jenis kelamin, mengingat pentingnya
pengaruh faktor ini terhadap perilaku agresif (Archer, 2004). Analisis t – test menunjukkan
bahwa perempuan lebih agresif daripada laki-laki (M perempuan = 6,63, SD = 1,69 vs M
laki-laki = 5,26, SD = 1,93; t(54) = 2,84; p = 0,006). Pengaruh ini tidak disebabkan oleh
perbedaan penerimaan provokasi, karena perempuan dan laki-laki merasa direndahkan (M
perempuan = 4,11, SD = 1,29 vs M laki-laki = 3,64, SD = 1,39; t(54) = 1,30; p = 0,20) dan
marah (M perempuan = 2,93, SD = 1,21 vs M laki-laki = 2,71, SD = 1,46; t(54) = 0,60; p =
0,56) pada tingkat yang sama. Dengan adanya pengaruh ini, peneliti melakukan analisis

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

7
6
Mindfulness
Tanpa
Mindfulness

Perilaku agresif

Perilaku agresif

bootstrap kembali namun dengan memisahkan kedua jenis kelamin.

5
Mindfulness

4
3

Tanpa
Mindfulness

2
1
0

Ego Depletion

Tanpa Ego
Depletion

Perempuan

Ego Depletion

Tanpa Ego
Depletion

Laki-laki

Gambar 3. Mean Perilaku Agresif Perempuan dan Laki-laki
dari Skor Job-Relevant Evaluation (Rentang 1-9)

Analisis bootstrap pada perempuan menunjukkan bahwa (1) ego depletion menurunkan
perilaku agresif (Hipotesis 1: B = -2,54, SE = 0,76, p = 0,003), dimana kelompok tanpa ego
depletion (M = 8,21, SD = 1,14) lebih agresif dibandingkan kelompok ego depletion (M =

5,68, SD = 0,83); (2) mindfulness menurunkan perilaku agresif (Hipotesis 2: B = -2,32, SE =
0,76, p = 0,006), dimana kelompok mindfulness (M = 5,89, SD = 2,10) lebih tidak agresif
dibandingkan kelompok tanpa mindfulness (M = 8,21, SD = 1,14); dan (3) mindfulness
menjadi moderator antara ego depletion dan perilaku agresif (Hipotesis 3: B = 3,39, SE =

9
1,08, p = 0,005), dimana kelompok ego depletion yang melakukan meditasi mindfulness (M =
6,75, SD = 1,35) lebih agresif dibandingkan kelompok ego depletion yang tidak melakukan
meditasi mindfulness (M = 5,68, SD = 0,83). Peran mindfulness sebagai moderator
memengaruhi perilaku agresif sebesar 26,18% (lihat Gambar 3). Berdasarkan hasil-hasil ini,
ketiga hipotesis penelitian terbukti pada perempuan.
Analisis bootstrap pada laki-laki menunjukkan bahwa ego depletion tidak memengaruhi
perilaku agresif (Hipotesis 1: B = 0,46, SE = 1,07, p = 0,67), mindfulness tidak memengaruhi
perilaku agresif (Hipotesis 2: B = 1,18, SE = 1,07, p = 0,28), dan mindfulness tidak menjadi
moderator antara ego depletion dan perilaku agresif (Hipotesis 3: B = -0,82, SE = 1,51, p =
0,59). Berdasarkan hasil-hasil ini, ketiga hipotesis penelitian tidak terbukti untuk laki-laki.

DISKUSI
Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa secara umum, ego depletion maupun
mindfulness tidak memengaruhi perilaku agresif. Terdapat kemungkinan bahwa temuan ini

muncul karena pengukuran perilaku agresif yang digunakan adalah dalam bentuk tidak
langsung, dimana dampak dan sanksi sosial dari perilaku ini bersifat kurang menonjol
dibandingkan perilaku agresif langsung (Archer & Coyne, 2005). Akibatnya, tidak adanya
aturan sosial yang baku untuk bentuk perilaku agresif tidak langsung.
Adanya aturan sosial diperlukan sebagai pedoman bagi individu untuk menyesuaikan
atau mengontrol dirinya (Chirkov, Ryan, & Willness, 2005; Trommsdorff, 2009). Dengan
demikian, individu akan mengontrol diri untuk tidak melakukan perilaku agresif tidak
langsung. Hal ini berdampak pada temuan penelitian ini. Dengan tidak adanya aturan sosial
yang baku, maka individu tidak terlalu terpengaruh dengan efek mindfulness dan ego
depletion dalam menahan dirinya untuk tidak melakukan perilaku agresif tidak langsung

(Yusainy & Lawrence, 2014). Di lain pihak, kebanyakan penelitian mindfulness dan perilaku
agresif memang menggunakan pengukuran dalam bentuk perilaku agresif langsung (lihat
review Fix & Fix, 2013; Shonin, Van Gordon, Slade, & Griffiths, 2013).

Dengan pengukuran perilaku agresif yang bersifat tidak langsung, penelitian ini juga
menemukan perempuan lebih agresif daripada laki-laki. Temuan ini juga sesuai dengan metaanalisis Archer (2004). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya ketidakberdayaan peran sosial
perempuan yang menuntutnya untuk menahan perilaku agresif langsung (Toner dkk, 2012),
sehingga melakukan kompensasi pada perilaku agresif tidak langsung (Björkqvist, 1994).
Adanya temuan ini tidak disebabkan oleh perbedaan penerimaan provokasi, dimana
perempuan dan laki-laki merasakan provokasi pada tingkat yang sama. Hal ini berarti bahwa

10
ketika sama-sama terprovokasi, perempuan dan laki-laki menunjukkan perilaku agresif yang
berbeda. Archer (2004) menemukan bahwa perempuan lebih agresif secara tidak langsung
dan laki-laki lebih agresif secara langsung. Ada kemungkinan bahwa jika pengukuran yang
digunakan dalam penelitian ini berbentuk perilaku agresif langsung, perilaku agresif laki-laki
lebih menonjol. Penelitian lebih lanjut dapat membantu menjelaskan temuan ini.
Temuan lain menunjukkan bahwa mindfulness menurunkan perilaku agresif perempuan.
Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Fix & Fix 2013; Heppner dkk, 2008;
Keng, Smoski, & Robins, 2011; Yusainy, 2013). Mindfulness mengurangi agresivitas melalui
latihan mengamati pikiran dan perasaan yang sedang terjadi (present-moment awareness)
tanpa memberikan penilaian (nonjudgemental acceptance; Kabat-Zinn, 1994; Teper, Segal, &
Inzlicht, 2013).
Pengaruh mindfulness dalam penelitian ini hanya ditemukan pada perempuan. Sejalan
dengan penjelasan Toner dan koleganya (2012) serta Björkqvist (1994) diatas, adanya
ketidakberdayaan peran sosial perempuan juga membuatnya lebih terbiasa dengan stres
sosial, yang akhirnya membuatnya lebih pandai mengelola emosi (Laurent dkk, 2013; Ptacek,
Smith, & Dodge, 1994; Tamres, Janicki, & Helgeson, 2002). Kemampuan mengelola emosi
tanpa penilaian dilakukan saat bermeditasi, sehingga membuat perempuan merasakan
manfaat yang lebih besar dari meditasi mindfulness. Di luar itu, penelitian yang menguji
perbedaan jenis kelamin terhadap mindfulness masih sedikit. Usaha lebih lanjut perlu
dilakukan untuk menyelidiki hal ini.
Ego depletion, dalam penelitian ini, menurunkan perilaku agresif perempuan. Meskipun

sejumlah penelitian menunjukkan bahwa ego depletion meningkatkan perilaku agresif
(Stucke & Baumeister, 2006; DeWall, Baumeister, Stillman, & Gailliot, 2007), penelitian lain
memaparkan perkecualian, yaitu dengan mempertimbangkan tingkat provokasi. Stanton dan
Finkel (2012; lihat juga Righetti, Finkenauer, & Finkel, 2013) menjelaskan bahwa saat
mendapat provokasi berat, individu dengan ego depletion cenderung tidak toleran sehingga
lebih agresif. Namun, saat mendapat provokasi ringan, individu justru toleran untuk
menghindari konflik lebih lanjut. Dari sini, peneliti menyimpulkan bahwa kuat kemungkinan
jika provokasi dalam penelitian ini tergolong ringan, karena partisipan cenderung toleran.
Temuan akhir penelitian ini menunjukkan temuan yang berkebalikan dengan temuan
sebelumnya, yaitu bahwa dalam kondisi ego depletion, mindfulness justru meningkatkan
perilaku agresif perempuan. Penjelasan yang rasional atas temuan ini adalah bahwa meditasi
di saat lelah (ego depletion) justru membuat individu semakin tidak nyaman dengan kondisi
lelahnya, sehingga merespon provokasi secara lebih reaktif (Baer dkk, 2006). Provokasi

11
ringan yang dihadapinya dianggap sebagai provokasi berat, sehingga membuatnya merespon
secara lebih agresif. Namun demikian, Baer dan koleganya (2006; lihat juga Baer, Smith, &
Allen, 2004) menyatakan bahwa hal ini seringkali ditemukan pada individu awam
mindfulness (dimana seluruh partisipan penelitian ini adalah individu awam), dan tidak pada

individu berpengalaman mindfulness.
Penelitian ini memiliki tujuan yang sama dengan penelitian Yusainy (2013), yaitu
mengetahui pengaruh mindfulness terhadap hubungan antara ego depletion dan perilaku
agresif. Namun, penelitian Yusainy tidak mendapatkan temuan pada perilaku agresif tidak
langsung, sementara penelitian ini mendapatkan temuan pada perilaku agresif tidak langsung
perempuan. Perbedaan ini diprediksi terjadi karena perbedaan metode. Pertama, selain
menguji agresi tidak langsung, penelitian Yusainy secara bersamaan juga menguji agresi
langsung dan kemampuan kontrol diri. Perlakuan eksperimen yang diterima partisipan lebih
banyak sehingga dapat memengaruhi agresi tidak langsung. Kedua, provokasi pada penelitian
Yusainy dibagi menjadi provokasi berat, provokasi ringan, dan tanpa provokasi. Sementara,
provokasi pada penelitian ini sama untuk semua partisipan. Kedua perbedaan ini diprediksi
memengaruhi munculnya agresi tidak langsung pada partisipan.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada tiga hal. Pertama, penggunaan sampel dengan
large effect (N = 56; G*Power 3, 2013) dalam penelitian ini dikhawatirkan tidak dapat

mendeteksi pengaruh detail pada perilaku agresif. Selain itu, large effect juga rentan dengan
bias publikasi (Francis, 2012). Kedua, pengukuran berbentuk lapor diri dalam penelitian ini
rentan dengan bias respon (McDonald, 2008). Misalnya, manipulation check dari mindfulness
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mindfulness tidak efektif, namun faktanya
mindfulness efektif pada perilaku agresif perempuan. Dari kesenjangan ini, sebaiknya

penelitian ke depan menggunakan pengukuran berbasis perilaku atau fisiologis. Keterbatasan
ketiga yaitu experimenter effect, dimana penelitian ini melibatkan 15 eksperimenter dengan
atribut fisik maupun non fisik yang berbeda-beda yang dikhawatirkan dapat memengaruhi
respon partisipan.
Di samping keterbatasan yang ada, penelitian ini telah menjadi eksperimen awal setelah
Yusainy (2013) yang menguji ego depletion, mindfulness, dan perilaku agresif. Selain itu,
penelitian ini juga telah menemukan pengaruh jenis kelamin terhadap ketiga variabel yang
dapat menjadi pertimbangan pentingnya mempertimbangkan faktor jenis kelamin untuk
penelitian ke depan.

12
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, C. A., & Bushman, B. J. (2002). Human aggression. Annual Review of Psychology, 53(1),
27–51.
Archer, J. (2004). Sex differences in aggression in real-world settings: A meta-analytic review.
Review of General Psychology, 8(4), 291-322.
Archer, J., & Coyne, S. M. (2005). An integrated review of indirect, relational, and social aggression.
Personality and Social Psychology Review, 9(3), 212–230.
Baer, R. A., Smith, G. T., & Allen, K. B. (2004). Assessment of mindfulness by self-report: The
Kentucky Inventory of Mindfulness Skills. Assessment, 11, 191-206.
Baer, R. A., Smith, G. T., Hopkins, J., Krietemeyer, J., & Toney, L. (2006). Using self-report
assessment methods to explore facets of mindfulness. Assessment, 13(1), 27-45.
Baumeister, R. F., Vohs, K. D., & Tice, D. M. (2007). The strength model of self-control. Current
Directions in Psychological Science, 16(6), 351-355.
Björkqvist, K. (1994). Sex differences in physical, verbal and indirect aggression: A review of recent
research. Sex Roles, 30(3-4), 177-188.
Chen, Z., Williams, K. D., Fitness, J., & Newton, N. C. (2008). When hurt won’t heal: Exploring the
capacity to relive social and physical pain. Psychological Science, 19(8), 789-795.
Chirkov, V. I., Ryan, R. M., & Willness, C. (2005). Cultural context and psychological needs in
Canada and Brazil: Testing a self-determination approach to the internalization of cultural
practices, identity, and well-being. Journal of Cross-Cultural Psychology, 36, 423 443.
DeWall, C. N., Baumeister, R. F., Stillman, T., & Gailliot, M. T. (2007). Violence restrained: Effects
of self-regulation and its depletion on aggression. Journal of Experimental Social Psychology,
43(1), 62-76.
Eisenberger, N. I., Lieberman, M. D. & Williams, K. D. (2003). Does rejection hurt? An fMRI study
of social exclusion. Science, 302, 290-292.
Erisman, S. M., & Roemer, L. (2010). A preliminary investigation of the effects of experimentally
induced mindfulness on emotional responding to film clips. Emotion, 10(1), 72– 82.
Fix, R. L., & Fix, S. T. (2013). The effects of mindfulness-based treatments for aggression: A critical
review. Aggression and Violent Behavior, 18(2), 219–227.
Forbes, G., Zhang, X., Doroszewicz, K., & Haas, K. (2009). Relationships between
individualismcollectivism, gender, and direct or indirect aggression: A study in China, Poland,
and the US. Aggressive Behavior, 35(1), 24-30.
Francis, G. (2012). The psychology of replication and replication in psychology. Perspectives on
Psychological Science, 7, 585-594.
G*Power 3 (Version 3.1.7) (Software). (2013) Department of Experimental Psychology HeinrichHeine-University,
Düsseldorf:
Germany.
Retrieved
from
http://www.psycho.uniduesseldorf.de/abteilungen/aap/gpower3/download-and-register.
Govorun, O., & Payne, B. K. (2006). Ego-depletion and prejudice: Separating automatic and
controlled components. Social Cognition, 24, 111-136.
Hayes, A. F. (2012). PROCESS: A versatile computational tool for observed variable mediation,
moderation, and conditional process modeling [White paper]. Retrieved from
http://www.afhayes.com/public/process2012.pdf.
Heppner, W. L., Kernis, M. H., Lakey C. E., Campbell, W. K., Goldman, B. M., Davis P. J, & Cascio,
E. V. (2008). Mindfulness as a means of reducing aggressive behavior: Dispositional and
situational evidence. Aggressive Behavior, 34(5), 486–496.
Kabat-Zinn, J. (1994). Where you go there you are: Mindfulness meditation in everyday life. New
York: Hyperion.

13
Keng, S-L., Smoski, M. J., & Robins, C. J. (2011). Effects of mindfulness on psychological health: A
review of empirical studies. Clinical Psychology Review, 31(6), 1041-1056.
Lau, M. A., Bishop, S. R., Segal, Z. V., Buis, T., Anderson, N. D., Carlson, L., Shapiro, S., Carmody,
J., Abbey, S., & Devins, G. (2006). The Toronto Mindfulness Scale: Development and
validation. Journal of Clinical Psychology, 62(12), 1445-1467.
Laurent, H.K., Laurent, S., Hertz, R., Egan-Wright, D., & Granger, D.A. (2013). Sex-specific effects
of mindfulness on romantic partners' cortisol responses to conflict and relations with
psychological adjustment. Psychoneuroendocrinology, 38, 2905-2913.
Masicampo, E. J., & Baumeister, R. F. (2007). Relating mindfulness and self-regulatory processes.
Psychological Inquiry, 18(4), 255-258.
McDonald, J. M. (2008). Measuring Personality Constructs: The Advantages and Disadvantages of
Self-Reports, Informant Reports and Behavioral Assessments. Enquire, 1(1), 1-19.
Parrott, D. J., & Giancola, P. R. (2007). Addressing ―The criterion problem‖ in the assessment of
aggressive behavior: Development of a new taxonomic system. Aggression and Violent
Behavior, 12(3), 280-299.
Ptacek, J.T., Smith, R.E., Dodge, K.L., 1994. Gender differences in coping with stress: when stressor
and appraisals do not differ. Personality and Social Psychology Bulletin. 20, 421—430.
Righetti, F., Finkenauer, C., & Finkel, E. J. (2013). Low self-control promotes the willingness to
sacrifice in close relationships. Psychological Science, 24, 1533-1540.
Shonin, E., Gordon W. V., Slade, K., & Griffiths M. D. (in press). Mindfulness and other Buddhist
derived interventions in correctional settings: A systematic review. Aggression and Violent
Behavior .
Stanton, S. E., & Finkel, E. J. (2012). Too tired to take offense: When depletion promotes forgiveness.
Journal of Experimental Social Psychology, 48, 587-590.
Stucke, T. S. & Baumeister, R. F. (2006). Ego depletion and aggressive behavior: Is the inhibitipo of
aggression a limited resource?. European Journal of Social Psychology, 36, 1-13.
Tamres, L.K., Janicki, D., Helgeson, V.S., 2002. Sex differences in coping behavior: a meta-analytic
review and an examination of relative coping. Personality and Social Psychology Bulletin
Review, 6, 2—30.
Teper, R., Segal, Z., & Inzlicht, M. (2013). Inside the mindful mind: How mindfulness enhances
emotion regulation through improvements in executive control. Current Directions in
Psychological Science, 22(6), 449–454.
Toner, B., Tang, T., Ali, A., Akman, D., Stuckless, N., Esplen, M. J., Rolin-Gilman, C., & Ross, L.
(2012). Developing a gender role socialization scale. In J. L. Oliffe & L. Greaves (Eds.),
Designing and conducting gender, sex, & health research. Los Angeles: Sage. 189–200.
Trommsdorff, G. (2009). Culture and Development of Self-Regulation. Social and Personality
Compass 3(5), 687-701.
Watson, D., Clark, L.A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief measures of
positive and negative affect: the PANAS scales. Journal of Personality and Social Psychology,
54(6), 1063-1070.
Williams, J. M. & Penman, D. (2011). Mindfulness: A practical guide to finding peace in a frantic
world. London, England: Piatkus
Yusainy, C. A. (2013). ―Overcoming Aggression: Musing on Mindfulness and Self-Control‖.
Dissertation. Nottingham: School of Psychology, University of Nottingham.
Yusainy, C. A., & Lawrence, C. (2014). Relating mindfulness and self-control to harm to the self and
to others. Personality and Individual Differences, 64, 78-83.