Studi Tentang Penghapusan Merek Terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

PERNYATAAN

Nama

: Ponco Putra

NIM

: E0007178

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI

DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar saya yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 10 Juli 2012 yang membuat pernyataan,

Ponco Putra NIM. E0007178

MOTTO

Adat basandi syara’, syara basandi Kitabullah

(Minangkabau)

Janganlah tertawa melihat orang jatuh, sebab tidak ada suatu yang jatuh disengaja, tetapi bersyukurlah kepada Tuhan karena kita sendiri tidak jatuh. Di dalam hal jatuh janganlah percaya kepada diri sendiri dan kepada datarnya jalan karena menurut laporan dinas lalu lintas lebih banyak mobil jatuh di tempat datar. Jika dibandingkan dengan yang jatuh di tempat pendakian atau penurunan yang berbelok – belok

(Buya Hamka)

Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan; dan saya percaya pada diri saya sendiri.

(Muhammad Ali)

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran

(James Thurber)

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana ini, akan penulis persembahkan kepada:

· Bapak dan Ibu penulis tercinta atas doa dan kasih saying yang tak ternilai

harganya dan pengorbanan yang tak pernah ada habisnya. · Kakak-kakak dan Adik-adik penulis yang telah memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis.

Ponco Putra, E 0007178. 2012. STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR

DI DIREKTORAT

JENDERAL

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penghapusan Merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan akibat hukum penghapusan Merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Data sekunder didukung dengan penelitian terhadap putusan-putusan Pengadilan Niaga mengenai penerapan penghapusan pendaftaran Merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dan gugatan oleh pihak ketiga. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Hasil yang diperoleh dalam penulisan hukum ini, faktor-faktor itu adalah penghapusan Merek terdaftar dapat dilakukan karena Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; atau Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian Merek yang tidak sesuai dengan Merek yang didaftar. Akibat hukum bagi Direktorat Merek adalah taat pada putusan pengadilan dan melaksanakan penghapusan Merek. Sedangkan, bagi pemilik yang mereknya dihapuskan akan kehilangan hak perlindungan atas Merek miliknya maka pihak ketiga yang terdaftar memenangkan gugatan penghapusan dapat menikmati Merek miliknya sebagaimana haknya.

Kata Kunci : Penghapusan, Merek Terdaftar, Direktorat Jenderal

PONCO PUTRA, E 0070178. 2012. A STUDY ON THE REMOVAL OF BRAND ENLISTED IN DIRECTORATE GENERAL OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHT. Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the factors of enlisted brand removal according to the Act Number 15 of 2001 about Brand, and legal consequence of the removal of brand enlisted to the concerned.

This study was a juridical normative research, by studying literature constituting the secondary data. The secondary data was also supported by the studies on Commercial Court’s verdicts about the application bland registration removal on the initiation of Directorate General and the prosecution from the third party. The result of research was analyzed using qualitative method.

The result obtained in this article showed that the factors included: the brand could be removed from the Brand General List on the initiation of Directorate General of Intellectual Property Right because the brand was not used for 3 (three) years consecutively in product and/or service trading since the registration date or final used, unless there was no reason that could be accepted by the Directorate General; or the brand was used for the product and/or service type inconsistent with the product or service filed in the registration, including the use of brand inconsistent with the Brand enlisted. The legal consequences to the Brand Directorate were the compliance with the court’s verdict and the implementation of Brand removal. Meanwhile, the consequence to the holder of removed brand was the loss of protection right for the holder brand, so that the third enlisted party would win the removal prosecution and could enjoy the holder Brand as holder right.

Keywords: Removal, Enlisted Brand, Directorate General

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala Berkah, Rahmat dan Hidiayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “STUDI

TENTANG PENGHAPUSAN MEREK TERDAFTAR DI DIREKTORAT

JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL” ini dengan baik dan lancar. Penulisan hukum disusun dan diajukan penulis untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum (skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik materiil maupun non materiil yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. , selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin kepada penulis untuk penyusunan penulisan hukum ini.

2. Bapak Mohammad Adnan, S.H., M.Hum ., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan nasehat kepada penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Dr. M. Hudi Asrori S, S.H., M.Hum. dan Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

4. Ibu Djuwityastuti, S.H.,M.H ., selaku selaku Ketua Bagian Hukum Perdata yang sangat membantu penulis dalam memberi masukan terhadap judul penulisan hukum yang penulis ajukan. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret.

tercinta yang selalu berdoa agar anaknya selalu diberi kemudahan dalam menyelesaikan penulisan hukum ini untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, semoga penulis dapat mewujudkan apa yang Papa dan Mama harapkan.

7. Uda Fahrizal David, S.Kom, Uda Doni Vingky, A.Md, Uda Sandi Maulana, dan Uda Ahmad Iqbal, S.Sastra yang telah memberikan do’a dan dukungan moril maupun materiil hingga penulis menyelesaikan penulisan hukum ini, dan untuk adik-adikku tercinta Allan Fitrah semoga bisa cepat bisa mendapatkan gelar S1 juga, begitu pula untuk adikku Apriyadi Tanjung dan Sheila Melianda dapat menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara.

8. Kepada keluarga besar yang ada di Panularan ( Ibu, mbak Fajar Wati), serta di Gedongan (Uda Zainul Asri dan Mbak Nina) penulis ucapkan terima kasih atas kebaikan kalian selama penulis tinggal di kota solo.

9. Saudara-saudaraku di Keluarga Besar Gopala Valentara Agung, Sandi, Binar, Dedi, Surya dan para wanita-wanita tangguh, terima kasih penulis ucapkan atas persahabatan kita selama ini dan selamanya.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan baik langsung ataupun tidak langsung dalam penulisan hukum ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta,

April 2012

Ponco Putra

4. Pengalihan Hak Atas Merek……………………………….

a. Macam-macam Pengalihan Hak Atas Merek………….

b. Lisensi Merek………………………………………….

5. Konvensi Internasional Tentang Merek…………………...

a. Konvensi Paris…………………………………………

b. Perjanjian Madrid……………………………………...

c. TRIPs-WTO…………………………………………...

B. Kerangka Pemikiran……………………………………………

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………

A. Faktor-faktor Penyebab Penghapusan Merek Terdaftar Menurut Undang-undang

Nomor

15 Tahun

2001 Tentang Merek…………………………………………………………..

1. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Digunakan 3 (Tiga) Tahun Berturut-Turut……………………………..

2. Kasus Penghapusan Merek yang Tidak Sesuai dengan Jenis Barang

Dimohonkan Pendaftarannya…………………………………………...

B. Akibat Hukum Penghapusan Merek Terdaftar Terhadap Para Pihak Yang Terkait……………………………………………

1. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Prakarsa Direktorat Merek……………………………………………………..

2. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pemilik Merek……………………………………………………..

3. Penghapusan Pendaftaran Merek atas Permintaan Pihak Ketiga Berdasarkan Putusan Pengadilan…………………

BAB IV PENUTUP………………………………………………………...

A. Kesimpulan……………………………………………………..

B. Saran……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… LAMPIRAN………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sejak dasawarsa terakhir ini, Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Intellectual Property Rights, demikian berkembangnya dan menarik perhatian serta menjadi sangat penting terutama di bidang industri dan perdagangan antar bangsa, HaKi juga dapat memberi warna sendiri. Keadaan demikian, membawa pengaruh terhadap penataan HaKI di tingkat nasional (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009:3).

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan yang masih akan berlangsung di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.

Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan yang sangat penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian- perjanjian internasional yang telah di ratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 18) sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek Lama, dengan satu undang-undang tentang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Adrian Sutedi, 2009 : 89 - 90).

Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat dalam era globalisasi ini, ikut pula mendorong globalisasi HaKI. Suatu Kemajuan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat dalam era globalisasi ini, ikut pula mendorong globalisasi HaKI. Suatu

Dalam dunia perdagangan, merek sebagai salah satu bentuk HaKI telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peranan yang penting karena merek digunakan untuk membedakan asal-usul mengenai produk barang dan jasa. Merek juga digunakan dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial, dan seringkali merek lah yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan perusahaan tersebut (Eddy Damian dkk, 2003 : 131).

Merek merupakan gengsi bagi kalangan tertentu, gengsi seseorang terletak pada barang yang dipakai atau jasa yang digunakan. Alasan yang sering kali diajukan adalah demi kualitas, bonafiditas, atau investasi. Terkadang merek menjadi gaya hidup. Merek bisa menjadi seseorang percaya diri atau bahkan menentukan kelas sosialnya (Mulyanto, 1994). Memakai barang-barang yang mereknya terkenal merupakan kebanggaan tersendiri bagi konsumen, apalagi bila barang-barang tersebut merupakan produk asli yang sulit didapat dan dijangkau oleh kebanyakan konsumen (Abdul Rahman, 1997 : 29). Beragamnya merek produk yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen menjadikan konsumen dihadapkan oleh berbagai macam pilihan, bergantung pada daya beli atau kemampuan konsumen. Masyarakat menengah ke bawah yang tidak mau ketinggalan menggunakan barang-barang merek terkenal membeli barang palsu, imitasi dan bermutu rendah, tidak menjadi masalah asalkan dapat terbeli.

Tahapan sebuah merek dari suatu produk menjadi sebuah merek yang dikenal (well known/famous mark) oleh masyarakat konsumen dan menjadikan merek yang dikenal oleh masyarakat sebagai aset perusahaan Tahapan sebuah merek dari suatu produk menjadi sebuah merek yang dikenal (well known/famous mark) oleh masyarakat konsumen dan menjadikan merek yang dikenal oleh masyarakat sebagai aset perusahaan

Terkenalnya suatu merek menjadi suatu well known/famous mark, dapat memicu tindakan-tindakan pelanggaran merek baik yang berskala nasional maupun internasional. Merek terkenal harus diberikan perlindungan baik secara nasional maupun internasional. Pelanggaran merek terkenal tidak saja berskala nasional, tetapi juga internasional. Suatu merek yang sudah terkenal mengalami perluasan perdagangan melintasi batas-batas negara (Julius Rizaldi, 2009 : 3 - 4).

Dengan terjadinya pemalsuan merek, perdagangan tentunya tidak akan berkembang dengan baik dan akan semakin memperburuk citra Indonesia sebagai pelanggar HaKI. Tahun 2004 saja Negara Amerika Serikat (AS) yang selalu memantau penegakan hukum HaKI di Indonesia, menempatkan Indonesia pada peringkat priority watch list karena tingginya tingkat pelanggaran HaKI. Berdasarkan hal inilah sebenarnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah agar bisa meningkatkan kepercayaan para investor asing untuk mau menginvestasikan modalnya, yaitu stabilitas politik, keamanan, dan juga penegakan hukum (law enforcement). Penegakan hukum berfungsi sebagai perlindungan bagi manusia, untuk itu hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga pelanggaran hukum. Untuk itu hukum yang telah dilanggar ini harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi kenyataan (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009 : 4).

Di Indonesia sendiri dengan telah mengubah dan menambah

Tahun 1961 kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, dan kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, dan terakhir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, membuktikan bahwa peranan merek sangat penting. Dibutuhkan adanya pengaturan yang lebih luwes seiring dengan perkembangan dunia usaha yang sangat pesat.

Dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 yang merupakan Undang-Undang Merek terakhir, disebutkan bahwa merek merupakan tanda yang dapat divisualisasikan melalui gambar, nama, kata, huruf, angka, atau kombinasi dari kesemuanya yang mempunyai ciri khas tersendiri sehingga mempunyai daya pembeda dengan produk merek lain dan digunakan dalam dunia perdagangan barang maupun jasa.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (Undang-Undang tentang Merek Dagang), memulai perlindungan hukum terhadap pemilik hak atas merek yang pertama. Undang-Undang ini menganut asas first to use system atau stelsel Deklaratif yang artinya siapa yang memakai “pertama kali” suatu merek, dialah yang berhak mendapatkan perlindungan hukum dari upaya-upaya peniruan suatu merek. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 ini sebenarnya lebih merupakan terjemahan dari Undang-undang Merek Belanda dan fokus Undang-Undang ini lebih mengarah kepada perlindungan konsumen terhadap barang bajakan dari penggunaan merek tanpa izin oleh pihak lain, ataupun mengambil tindakan hukum terhadap pelaku pelanggaran merek (Eddy Damian dkk, 2003 : 69).

Pada tanggal 28 Agustus 1992 terbitlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 mulai dianut stelsel Konstitutif atau asas first to file system. Pemilik merek yang dianggap sah adalah pemilik merek yang telah mendaftar ke Direktorat Merek terlebih dahulu, sampai dibuktikan apakah pendaftaran Pada tanggal 28 Agustus 1992 terbitlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961. Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 mulai dianut stelsel Konstitutif atau asas first to file system. Pemilik merek yang dianggap sah adalah pemilik merek yang telah mendaftar ke Direktorat Merek terlebih dahulu, sampai dibuktikan apakah pendaftaran

Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 kemudian diubah oleh Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Perubahan Undang- undang Merek pada Tahun 1997 dilakukan karena ketentuan Persetujuan Putaran Uruguay mengenai kesepakatan atas desakan Negara maju (khusunya Uni Eropa) yang menginginkan merek dimasukkan ke dalam pengaturan di bidang Perdagangan Internasional. Indonesia berusaha mematuhi aturan-aturan pokok yang terkandung dalam TRIPs, yaitu kewajiban bagi Negara anggota untuk menyesuaikan peraturan perundang- undangan hak milik intelektualnya dengan berbagai konvensi internasional di bidang HaKI (Dwi Rezki Sri Astarini, 2009: 8).

Era perdagangan yang berkembang demikian pesat ini hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Di sini merek memegang peranan penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah di ratifikasi oleh Indonesia, diperlukan penyempurnaan Undang-undang Merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.

Merek dapat disebut sebagai benda immaterial (Abdulkadir Muhammad, 1994: 75). Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 bagian menimbang butir a, menyatakan bahwa:

“Bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi- konvensi internasional yang telah di ratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam persaingan usaha yang sehat”.

Merek dilindungi apabila didaftarkan di Direktorat Merek. Dalam

Undang Nomor 15 Tahun 2001, pemilik merek terdaftar memiliki hak eksklusif untuk melarang pihak ketiga yang tanpa izin dan sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk barang atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu (Sudargo Gautama, 1994: 19). Namun, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar tersebut bukan merupakan jaminan. Ada kalanya apabila terdapat cukup alasan, pendaftaran merek dapat dihapus atau dibatalkan.

Menghapuskan merek berarti menghapuskan hak. Apabila suatu merek dihapus oleh pihak-pihak lain selain pemilik merek, masih ada perlindungan hukum dapat dilakukan oleh pemilik merek yang keberatan mereknya dihapus. Upaya ini dilakukan agar dapat memberikan kepastian hukum, keadilan serta menghargai hak asasi manusia.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik dalam penulisan hukum ini untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul: “STUDI TENTANG PENGHAPUSAN MEREK

TERDAFTAR DI DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dan agar pembahasan lebih jelas serta mendalam sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan adanya suatu rumusan masalah. Dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut ini :

1. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ?

2. Bagaimana akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah antara lain sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

b. Untuk mengetahui akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk melengkapi persyaratan akademis guna mencapai derajat sarjana (strata 1) ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, serta kemampuan analisis penulis di bidang ilmu hukum baik dari segi teori maupun praktek dalam hal ini lingkup Hukum Perdata, khususnya Hukum Hak Kekayaan Intelektual.

c. Untuk meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Perdata pada khususnya.

b. Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat menambah b. Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat menambah

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas masalah yang diteliti, melatih mengembangkan pola pikir yang sistematis sekaligus untuk mengukur kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

b. Untuk memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan pada masyarakat mengenai faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari penulis dalam perkembangan hukum HaKI pada khususnya hukum Merek dan bermanfaat menjadi referensi sebagai bahan acuan dalam penelitian pada masa yang akan datang.

E. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian doktrinal. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan pendapat berdasarkan logika keilmuan hukum berdasarkan ilmu hukum itu sendiri sebagai obyeknya, dalam hal ini yaitu peraturan-peraturan hukum (Jhony Ibrahim, 2006 : 57).

2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat preskriptif dan 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat preskriptif dan

3. Pendekatan Penelitian Penelitian normatif dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Dari pendekatan itu yang akan diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahan hukum yang diajukan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum yaitu :

a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach);

b. Pendekatan kasus (case approach);

c. Pendekatan historis (historical approach);

d. Pendekatan perbandingan (comparative approach);

e. Pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 93).

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Penggunaan pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian ini karena penulis juga ingin menelaah kasus-kasus yang berkaitan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 94). Sedangkan pendekatan komparatif (comparative approach) yang penulis maksud dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan Undang-Undang Merek yang lama dengan Undang-Undang Merek yang Baru.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian

Adapun bahan-bahan hukum yang penulis pergunakan meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat antara lain :

1) Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) .

2) Konvensi Paris untuk Hak atas Kekayaan Industri WIPO 1995.

3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, internet, dan makalah.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan-bahan hukum yang besifat yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

memberi penjelasan terhadap hukum primer, meliputi buku-buku teks dibidang hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan hukum pustaka, baik dari media cetak maupun elektronik serta literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang dalam penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan penelitian normatif teknik analisis yang penulis gunakan adalah dengan metode silogisme dan interpretasi, dengan menggunakan pola berfikir deduktif. Silogisme yang penulis gunakan adalah menggunakan silogisme pendekatan deduktif yaitu proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus kemudian ditarik kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung kebenaran (Jhony Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan interpretasi atau penafsiran yang digunakan penulis adalah berdasarkan interpretasi perundang- undangan yakni merupakan metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gambling terkait teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut : BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Metode Penelitian

F. Sistematika Penulis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Hak Kekayaan Intelektual

2. Tinjauan Umum Tentang Merek

3. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan Merek

4. Tinjauan Umum Tentang Pengalihan Hak Atas Merek

5. Tinjauan Umum Tentang Konvensi Internasional di Bidang Merek

B. Kerangka Pemikiran

BAB III

PEMBAHASAN Pada BAB III penulis menguraikan mengenai pembahasan

dan hasil yang diperoleh dari penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat dengan menggunakan tinjauan pustaka sebagai pisau analisisnya, dua pokok permasalahan yang diangkat adalah :

A. Apakah faktor-faktor penyebab penghapusan merek terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek?

B. Bagaimanakah akibat hukum penghapusan merek terdaftar terhadap para pihak yang terkait?

BAB IV

PENUTUP Pada BAB IV penulis menguraikan dua hal yang berisi

antara lain:

A. Simpulan dan;

B. Saran berdasarkan penulisan hukum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang HaKI

a. Pengertian HaKI

Istilah Intellectual property right sebagai terminologi hukum di Indonesia diterjemahkan menjadi beberapa istilah diantaranya adalah Hak Kekayaan Intelektual, Hak Atas Kepemilikan Intelektual, Hak Milik Intelektual, Hak Atas Kekayaan Intelektual. Perbedaan terjemahan terletak pada kata property . Memang dapat diartikan sebagai kekayaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai milik. Para penulis hukum ada yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual, adapula yang menggunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual (Abdulkadir Muhammad, 2000: 1).

Istilah Hak Kekayaan Intelektual merupakan terjemahan langsung dari Intellectual Property. Selain istilah Intellectual Property juga dikenal dengan istilah intangible property, creative property, dan incorporeal property. Di Perancis orang menyatakannya sebagai propriete intellectuelle dan propriete industrielle . Di Belanda biasa disebut milik intelektual dan milik perindustrian (Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, 1997: 19). WIPO sebagai organisasi internasional yang mengurus bidang hak milik intelektual memakai istilah Intellectual Property yang mempunyai pengertian luas dan mencakup antara lain karya kesusastraan, artistik maupun ilmu pengetahuan (scientific), pertunjukan oleh para artis, kaset atau penyiaran audio visual, penemuan dalam segala bidang usaha, dan penentuan komersial dan perlindungan terhadap persaingan curang.

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM :13).

Hak kekayaan intelektual muncul dari cipta, rasa, karsa, dan karya manusia, atau dapat pula disebut sebagai hak atas kekayaaan yang lahir dari kemampuan intelektualitas manusia. Atas hasil kreasi tersebut, maka individu, kelompok, atau perusahaan yang menciptakan memiliki hak yang dijamin dan dilindungi peraturan yang ada untuk menggunakannya dan mengambil keuntungan atas hasil kreasinya tersebut.

b. Pembagian HaKI

HaKI dapat dibagi dalam:

1) Hak Cipta (copyright)

2) Hak atas Kekayaan Industri (industrial property right)

a) Patent (patent)

b) Merek (trade mark)

c) Rahasia Dagang (trade secret)

d) Desain Industri (industrial design)

e) Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (layout design of integrated sircuit ) (OK. Saidin, 2010 : 13-14)

2. Tinjauan Umum tentang Merek

a. Pengertian Merek

Secara yuridis pengertian merek tercantum dalam Pasal

1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi : “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi : “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna

Pengertian merek yang serupa juga ditemui dalam Black Law Dictionary yang menyebutkan:

“Trademark is a distinctive mark of authenticity through which the product of particular manufacturers or the rendible commondities of particular merchants may be distinguished from those of others”. (Merek adalah suatu tanda autentisitas khusus/spesifik yang membedakan produk dari pabrik-pabrik tertentu atau komoditas dari pedagang-pedagang tertentu dari produk atau komoditas dari pabrik-pabrik ataupun pedagang-pedagang yang lainnya).

Pengertian merek dapat ditemukan dalam beberapa literatur Hak Kekayaan Intelektual, yakni pendapat para sarjana yang coba memberi rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh:

1) R.M. Suryodiningrat, menyatakan bahwa:

“Merek adalah Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus pada bungkusnya dibubuhi tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dari barang sejenis hasil dari perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan” (Yurisprudensi Mahkamah Agung

Republik

Indonesia

Nomor 426 PK/Pdt/1994,Tanggal 03 November 1995).

2) H.M.N. Purwo Sutjipto, yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa:

“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis” (H. OK Saidin, 2010 : 343).

3) R. Soekardono, yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa: “Merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain” (H. OK Saidin, 2010: 344).

4) OK Saidin, menyatakan di dalam bukunya, bahwa: “Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang yangsejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang sejenis yang dihasilkan oranglain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa” (H. OK Saidin, 2010 : 345).

5) Sudargo Gautama, yang dikutip dari buku Sentosa Sembiring bahwa:

“Menurut perumusan pada Paris Convention, maka trademark atau merek pada umumnya di definisikan sebagai usaha tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang dari perusahaan lain” (Sentosa Sembiring, 2002: 32).

6) Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, memberikan rumusan yang dikutip dari buku OK. Saidin bahwa:

“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang sejenis lainnya” (H. OK Saidin, 2010: 344).

7) Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya yang dikutip dari buku OK. Saidin, yaitu:

“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang yang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya” (H. OK Saidin, 2010: 344).

8) Essel R. Dillavou, sebagaimana dikutip oleh Pratisius Daritan, merumuskan seraya memberi komentar yang dikutip pula dari buku OK. Saidin, bahwa:

No complete definition can be given for a trade mark generally its any sign, symbol mark, work or arrangement of words in the form of a label adopted and used by a manufacturer of distributor to designate his particular goods, and which no other person has the legal right to use it. Originally, the sign or trade mark, indicated origin, but to day it is used more as an advertising mechanism (H. OK Saidin, 2010: 344-345).

Yang terjemahannya adalah: (Tidak ada definisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambing, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakai desain atau trade mark menunjukan keaslian tetapi itu sekarang dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan).

9) Harsono Adisumatro, merumuskan pengertian merek yang dikutip dari buku OK. Saidin bahwa:

Merek adalah tanda pengenal yang membedakan Merek adalah tanda pengenal yang membedakan

10) Phillip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan pengertian merek yang dikutip dari buku OK. Saidin, bahwa:

A trade mark is a mark used in conection with goods which a trader uses in order to tignity that a certain type of good are his trade need not be the actual manufacture of goods, in order to give him the right to use a trade mark, it will suffice if they merely pass through his hand is the course of trade (H. OK Saidin, 2010: 345).

Yang terjemahannya adalah: (Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seseorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan).

Dari penjelasan tersebut, secara sederhana dapat dikemukakan bahwa merek adalah tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dengan demikian secara teoritis konsumen dapat menentukan pilihan mana yang terbaik baginya. Apabila ada beberapa jenis merek untuk satu

kualitas barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen, untuk itulah dirasa perlu adanya perlindungan terhadap merek agar produk yang ada dapat dilindungi. Seperti pada umumnya setiap konsumen yang menginginkan suatu merek misalnya peminat merek “Giordano” dengan alasan prestige (prestise) dan berkualitas, tentu akan mencari barang dengan merek tersebut, dan jika ada pemalsuan atau peniruan terhadap merek ini sehingga konsumen terkecoh, tentu akan sangat merugikan pihak produsen dan konsumen. Di Indonesia acuan yang dipakai dalam membahas perlindungan merek terkenal adalah Pasal 6 bis Konvensi Paris, yang menafsirkan secara implisit yaitu, apabila merek-merek itu telah didaftarkan di berbagai negara dan telah dipergunakan dalam kurun waktu leih dari 20 (dua puluh) tahun maka dapat dianggap sebagai merek terkenal.

Menurut Susy Frankel, menjelaskan di dalam jurnal WIPO

The purposes of trade marks are not such lofty claims as innovation and creativity; rather they are to ensure the origin of and sometimes the quality of goods or services to which the trade mark relates. Within the field of trade mark law the boundaries of protection are contested. Broadly, the contest is over whether the value of trade marks is in the marks themselves as a commodity and not just their value as a badge of origin (Susy Frankel, 2009 : 1).

Selain dari itu, untuk menentukan dan mendefenisikan suatu merek adalah merek terkenal atau merek biasa maka diserahkan kepada hakim atau pengadilan untuk memberikan penilaian dalam penyelesaian sengketa merek.

b. Pengertian Hak Atas Merek

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar

Hak atas merek diberikan kepada pemilik merek yang beritikad baik dan hanya berlaku untuk barang atau jasa tertentu.

Sesuai dengan ketentuan bahwa hak merek itu diberikan pengakuannya oleh negara, maka pendaftaran atas mereknya merupakan suatu keharusan apabila ia menghendaki agar menurut hukum dipandang sah sebagai orang yang berhak atas merek. Bagi orang yang mendaftarkan mereknya terdapat suatu kepastian hukum bahwa dialah yang berhak atas merek tersebut. Sebaliknya bagi pihak lain yangmencoba akan mempergunakan merek yang sama atas barang atau jasa lainnya yang sejenis oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak Kekayaan Intelektual tentunya akan ditolak pendaftarannya.

c. Jenis Merek

Undang-Undang Merek Tahun 2001 ada mengatur tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Merek Tahun 2001 yaitu merek dagang dan merek jasa.

Pengertian merek dagang Pasal 1 butir 2 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 merumuskan sebagai berikut: merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Sedangkan, merek jasa menurut Pasal 1 butir 3 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 diartikan sebagai merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau Sedangkan, merek jasa menurut Pasal 1 butir 3 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 diartikan sebagai merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau

Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif. Pengklasifikasian merek semacam ini diambil alih dari Konvensi Paris yang dimuat dalam Pasal 6 sexies.

Di samping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas ada juga pengklasifikasian lain yang didasarkan kepada bentuk atau wujudnya. Soeryatin membedakan dari barang sejenis milik orang lain dengan beberapa jenis merek:

1) Merek lukisan (beel mark)

2) Merek kata (word mark)

3) Merek bentuk (form mark)

4) Merek bunyi-bunyian (klank mark)

5) Merek judul (title mark)

Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga menyesatkan masyarakat banyak umpamanya: “Sphinx” dapat ditulis secara fonetis (menurut pendengaran), menjadi “Sfinks” atau “Svinks” (H. OK Saidin, 2010: 346).

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yang dikutip dari buku OK. Saidin yaitu :

1) Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja. Misalnya: Good Year, Dunlop, sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda.

2) Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.

3) Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan. Misalnya: Teh wangi merek “Pendawa” yang terdiri dari lukisan wayang kulit pendawa dengan perkataan dibawahnya “Pendawa Lima” (H. OK Saidin, 2010: 347).

d. Syarat Pendaftaran Merek

Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu harus dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup (H. OK Saidin, 2010: 348).

Sudargo Gautama, mengemukakan bahwa: Merek ini harus merupakan suatu tanda.Tanda ini dapat

dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube, dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek (H. OK Saidin, 2010: 348-349).

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Merek Tahun 2001, merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur dibawah ini:

1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) Tidak memilik daya pembeda;

3) Telah menjadi milik umum; atau

4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaranya.

Sedangkan menurut Pasal 6 Undang-Undang Merek Tahun 2001, Direktorat Jenderal harus menolak merek tersebut, apabila:

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis lainnya;

pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal;

4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

5) Merupaka tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol atau emblem Negara 5) Merupaka tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, atau simbol atau emblem Negara

6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Meskipun Undang-Undang sudah mengatur ketentuan pendaftara merek sedemikian rupa, namun pada prakteknya seringkali timbul beberapa masalah dalam pemeriksaan merek. Salah satu yang menonjol adalah berkaitan dengan “persamaan. Bagaimana menentukan ada tidaknya suatu persamaan merek baik persamaan pada pokoknya maupun persamaan pada keseluruhannya seperti diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a hal tidak mudah (Agus Mardiyanto, 2010: 44).

e. Sistem Pendaftaran Merek

Dalam menentukan siapa yang berhak atas merek tergantung sistem pendaftaran merek yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Sistem pendaftaran merek yang biasanya dikenal adalah sistem konstitutif dan sistem deklaratif. Sistem konstitutif adalah hak atas merek tercipta atau terlahir karena pendaftaran. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem deklaratif adalah hak atas merek tercipta atau lahir karena pemakaian pertama, walaupun tidak didaftarkan.

Sistem pendaftaran merek di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif, yaitu hak atas merek diberikan kepada pemilik merek terdaftar, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, yang

Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Dengan demikian seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yangmemiliki merek, agar merek tersebut mendapat pengakuan dan perlindungan hukum, maka harus mengajukan pendaftaran ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pendaftaran adalah satu-satunya yang mudah diketahui dan yang dapat dipakai sebagai dasar yang kokoh dan pasti untuk dijadikan dasar pemberian hak atas merek. Jadi, siapa yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, maka dialah yang berhak atas merek tersebut. Sistem ini akan lebih menjamin adanya kepastian hukum. Bentuk jaminan kepastian hukum ini yaitu adanya tanda bukti pendaftaran dalam bentuk sertifikat sebagai bukti hak atas merek sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama merek yang bersangkutan. Karena itu sistem konstitutif ini sangat menguntungkan pemilik merek untuk mendapatkan kepastian hukum apabila terjadi sengketa merek dikemudian hari.

f. Prosedur Pendaftaran Merek