MORFOLOGI BAHASA JEPANG dan di yang

MORFOLOGI

形態論 形態論 形態論 形態論

Dosen Pembina:

Dr. Nani Sunarni, M. A.

Tugas UAS

Disusun oleh: Teguh Santoso 180120140008

Universitas Padjajaran Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Konsentrasi Bidang Ilmu Linguistik Jepang

2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara.

Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut. (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur maupun pendengar.

1.2 Tipologi Bahasa Jepang

Bahasa Jepang dapat dikatakan sebagai bahasa yang kaya dengan huruf tetapi miskin dengan bunyi, karena hanya memiliki lima buah vokal dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka. Jumlah suku kata (termasuk bunyi vokal) dalam bahasa Jepang hanya 102 buah, tidak ada suku kata tertutup atau yang diakhiri dengan konsonan kecuali bunyi [N]. Untuk menyampaikan bunyi yang jumlahnya terbatas tadi (102 bunyi) digunakan empat macam huruf, yaitu: 1. Huruf Hiragana; 2. Huruf Katakana.

3. Huruf Kanji dan 4. Huruf Romaji. Huruf Hiragana dan Katakana sering disebut juga huruf Kana. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara utuh atau digabungkan dengan huruf Kanji. Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan 3. Huruf Kanji dan 4. Huruf Romaji. Huruf Hiragana dan Katakana sering disebut juga huruf Kana. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara utuh atau digabungkan dengan huruf Kanji. Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan

46 huruf dan dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu sehingga dapat membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing menjadi 56 bunyi. Huruf-huruf tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi total bahasa Jepang kurang lebih hanya 102 suku kata. Huruf Kanji berasal dari Cina, yang jumlahnya cukup banyak. Huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri,ada juga yang digabung dengan huruf Kanji lainnya atau diikuti dengan huruf Hiragana. Huruf Kanji dalam bahasa Jepang ada dua macam cara membacanya, yaitu: (1) ala Jepang (kun-yomi) dan (2) ala Cina (on-yomi). Sedangkan huruf terakhir adalah Romaji atau huruf Alfabet (latin). (Sutedi, 2003 : 7-9).

1.3 Morfologi

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon. Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi (1993: 89) mengatakan: 形態論は語形の分析が中心となる。Ketairon wa gokei no bunseki ga chusin

to naru. ‘ Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.

Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).

Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.

Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

1.3.1 Morfem

Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil. Morfem, dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).

Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:

mem-perbesar per-besar Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna.

Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti

1.3.2 Klasifikasi Morfem

1. Morfem Bebas dan Morfem Terikat Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat. Dikatakan morfem bebas

karena ia dapat berdiri sendiri, dan dikatakan terikat jika ia tidak dapat berdiri sendiri. Misalnya: Morfem bebas – “saya”, “buku”, dsb. Morfem terikat – “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.

2. Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa

fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.

3. Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:

bapak wartawan bapak//wartawan ibu guru ibu//guru

4. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem

yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.

Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter-}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.

5. Morfem Utuh dan Morfem Terbelah Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.

Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem- morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.

6. Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa

Inggris pada seperti pada kata asystematic. Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.

7. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. kata-kata yang mengalami

afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu.

mengaji 2. childhood mengaji 2. childhood

misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}. Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.

1.3.3 Morf dan Alomorf

Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya atau bisa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk- bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut disebut alomorf.

1.4 Proses Morfologis

Proses morfologis bahasa Jepang adalah apabila dua buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut

terjadi dengan cara 「付加’fuka’」atau penambahan, 「消除’kejo’」atau penghapusan,

「重複 ‘jufuku’」atau penambahan dan 「ゼロ接辞’zero setsuji’」atau imbuhan kosong. Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau

morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada morfem lain.

Koizumi membagi morfem menjadi empat macam, yaitu

a. Morfem Dasar (形態素 ) Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah

morfem atau lebih dalam proses morfologis.

b. Morfem Terikat (結語形態 ) Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar.

Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri

c. Morfem Berubah (異形態 )

Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.

d. Morfem Bebas (自由形態 ) Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses

morfologis. Proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan sebagai berikut:

I. Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya adalah bebas.

Contoh たべ+ない /tabe-/ + /-nai/

II. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat. Contoh

いけ+ば/ik-/ + /-eba/

III. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas.

Contoh こ+ない /k-/ + /-onai/

Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat ’gokan’ dan ’gobi’. Koizumi (1993: 95) mengatakan ’gokan’ adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas. Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa ’gokan’ adalah morfem yang menunjukan makna aslinya. Sedangkan ’gobi’ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna

gramatikalnya. Morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan 「助動詞’jodoshi’」arti

kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba. Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak- / yang tidak mengalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki

Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu.

Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.

Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna.

Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini.

1. Mobil

2. Rumah

3. Sepeda Ketiga kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata

mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.

Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.

Kata terbentuk dari morfem atau morfem-morfem. Terbentuknya kata dari morfem- morfem itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfemik. Jadi, proses morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada umumnya dikenal delapan proses morfologik, yaitu:

1. Derivasi Derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna

leksikalnya berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu. Derivasi menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang mengubah kelas kata seperti perubahan noun menjadi verb

2. Afiksasi Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi

adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks. Proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu

a. Prefiks Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95)

mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara pernyataan bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/ mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara pernyataan bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/

mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk sufiks.

c. Infiks Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95)

mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.

d. Kombinasi Afik Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan

pada dasar kata, oleh karena verba bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka proses afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian.

e. Partikel Afiks Partikel afiks ialah satuan terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan kata yang ada di depannya.

3. Reduplikasi Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam

proses pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian, seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan reduplikasi semu, proses pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian, seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan reduplikasi semu,

4. Komposisi Dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem

atau kompositum dalam tingkat morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit. Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.

5. Perubahan vokal Dalam proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa

Inggris foot---feet dan mouse---mice.

1.5 Tipologi Morfologis

Perhatikan Peta Konsep Linguistik berikut ini:

Gengogaku (Linguistik) Makro Linguistik Mikro Linguistik

Onseigaku

Imiron (Makna)

Tougoron (Sintaksis)

Keitairon (Morfologi )

(Fonetik-Fonologi)

On-inron

Goyouron

(Semantik)

(Pragmatik )

Tipologi morfologis yang menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif, bahasa aglutinatif, dan bahasa fleksi.

2. Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikalnya dinyatakan dan bergantung pada urutan kata, sedangkan bentuk katanya tidak

mengalami perubahan bentuk kata secara morfologis melainkan perubahan yang ada hanya karena perbedaan nada. Dan kata-katanya sering terdiri dari satu morfem

3. Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang kata-katanya dapat dibagi dalam morfem- morfem tanpa kesulitan. Juga hubungan gramatikalnya dah struktur katanya dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur bahasa secara bebas. Dalam tipe ini,

pembentukan kata dapat dilakukan dengan afiksasi (pembentukan kata melalui pengimbuhan), komposisi (pembentukan kata melalui pemajemukan), dan reduplikasi (pembentukan kata melalui pengulangan).

4. Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan urutan kata, tetapi dinyatakan dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur

katanya terbentuk oleh perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata dalam bahasa tipe ini, yaitu dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan kala.

1.6 Konjugasi Bahasa Jepang

Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam antara lain :

a) Mizenkei (未然形) yaitu perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SASERU).

b) Renyoukei (連用形) yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).

c) Shuushikei (終止形) yaitu vera bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.

d) Rentaikei (連体形) yaitu verba (bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator.

e) Kateikei (仮定形) yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).

f) Meireikei (命令形) yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah. Berikut ini adalah tabel perubahan verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :

Verba

Arti

Mizenkei Renyoukei Shuushikei Rentaikei Kateikei Meireikei

I Menulis 書かない 書きます 書く 書く 書けば 書け Ka-kanai Ka-kimasu Ka-ku Ka-ku Ka-keba Ka-ke

Ka-kou Ka-ite 書れる 書いた Ka-kereru Ka-ita

書せる Ka-seru

II Makan 食べない 食べます 食べる 食べる 食べれば 食べ Ta-benai Ta-bemasu Ta-beru Ta-beru Ta-bereba Ta-be

Ta-beyou Ta-bete

beru

Ta-

Ta-beta

berareru

食べさせる Ta-besaseru

III Datang こない きます くる くる これば こい Ko-nai Ki-masu Ku-ru Ku-ru Ko-reba Ko-i

Ko-you Ki-te これる きた Ko-reru Ki-ta

こさせる Ko-saseru

Dari tabel di atas, bisa diketahui bahwa adanya perbedaan pembatas morfem dalam setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan hiragana). Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang merupakan suatu silabis atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf Alfabet.

Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.

Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48- 49). Perubahan verba ke dalam bentuk TE dan TA yang mengalami proses `onbin' <euphony>, ‘onbin’ adalah perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)

a. Sokuonbin (促音便) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem keduanya berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari a. Sokuonbin (促音便) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem keduanya berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari

b. I-onbin(イ音便) yajtu terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf KU, GU (く,

ぐ ) berubah menjadi ITE, IDE (いて、いで).

c. Hatsuonbin terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba

bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU ( む、ぬ、 ぶ) berubah menjadi NDE (んで).

1.7 Kedudukan Morfologi Dalam Linguistik

Kedudukan morfologi (keitaron) merupakan salah satu dari cabang ilmu linguistik. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses

pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata ( 語・単語 ‘go/tango’) dan

morfem 「 形 態 素 ‘ketaiso’」 . Sutedi (2003: 41) juga mengatakan morfem merupakan

satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:

1. 自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk bebas : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal (berdiri sendiri).

2. 結 合 形 ’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).

Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan morfologi bahasa Jepang, diantaranya morfem (keitaiso), Sutedi (2003: 44-45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi.

Morfem isi 内容形態素 naiyoukeitaiso adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya. Seperti: nomina, adverbia, dan gokan dari verba atau adjektiva. Sedangkan morfem fungsi 機 能形態素 kinoukeitaiso adalah morfem morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala

(jiseikeitaiso). Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu

1. Akar kata (語幹‘gokan’): morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per satu) dan kongkrit.

2. Afiksasi (接辞‘setsuji’): morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal. Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya.

Hasil dari pembentukan kata dalam bahasa Jepang sekurang-kurangnya ada 4 macam, yaitu

1. Haseigo Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji disebut haseigo

‘kata jadian’. Proses pembentukannya bisa dalam bentuk settouji+morfem isi atau morfem isi+setsubiji. Awalan {お o-, ご go-, す su-, ま ma-, か ka-, すっ suQ-} bias digolongkan ke

dalam settouji. Sedangkan akhiran {さ–sa, み-mi, 的-teki, する-suru} termasuk ke dalam setsubiji. Misalnya: o+nomina = o-kuruma: ‘mobil’ (sopan), go+nomina = go-kazoku:

‘keluarga’ (sopan), su+nomina = su-ashi: ‘kaki telanjang’, ma+nomina = ma-gokoro: ‘setulus hati’, ka+adjektiva= ka-guroi: ‘hitam pekat’. Contoh akhiran termasuk dalam setsubiji, antara lain: gokan dari adjektiva+sa = samusa : dinginnya, gokan dari adjektiva+mi= amami: manisnya, nomina verba+suru= benkyou suru : belajar, nomina+teki = keizaiteki: ekonomis.

2. Fukugougo/goseigo Kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan

fukugougo atau gokeisei ‘kata majemuk’. Misalnya:

a. Dua buah morfem isi nomina+nomina ama-gasa : ‘payung hujan’, hon-dana ‘rak buku’

b. Morfem isi+setsuji: nomina+verba =higaeri ‘pulang hari itu’, verba+nomina = tabemono ‘makanan’; verba+verba =verba: toridasu ‘mengambil’, verba+verba = nomina: ikikaeri ‘pulang-pergi’

3. Karikomi/shouryaku Merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya. Misalnya:

terebishon = terebi : televise

4. Toujigo

Merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf Alfabet. Misalnya: Nippon Housou Kyoukai = NHK : radio TV Jepang.

Kata yang mengalami perubahan bentuk dalam bahasa Jepang disebut yougen, sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.

1.8 Satuan Bahasa/Linguistik

Satuan-satuan bahasa meliputi fonem, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

a. Fonem Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan

makna kata. Contohnya:/ a /,/i/,/b/,/c/

b. Morfem

Morfem adalah suatu bentuk bahasa terkecil yang mengandung arti atau mendukung arti. Morfem terbagi menjadi dua yaitu:

1. Morfem segmental adalah morfem yang tidak mengalami perubahan kelas kata. Morfem segmental terbagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat

a) Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri Contohnya : bom, ban, cat

b) Morfem terikat adalah morfem morfem yang belum dapat berdiri sendiri. Conrohnya : Me – latih = melatih

Me – naik = menaik

2. Morfem supra-segmental adalah morfem yang mengalami perubahan kata. Perubahan kelas kata tersebut disebabkan oleh:

-intonasi - penempatan atau letak Perubahan karena intonasi contohnya:

1. Pukul besi artinya pukul yang terbuat dari besi.

2. Pukul besi itu artinya besi itu disuruh pukul. Perubahan penempatan atau letak contohnya:

1) Sungai itu dalam : menunjukan kata keadaan

2) Dalam sungai itu : menunjukan kata benda

c. Kata

Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau, kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua sepasi dan mempunyai satu arti. Contohnya : spidol, sikat, penghapus.

Dalam bahasa Jepang, pembentukan kata (word-formation ) meliputi dua kajian, yaitu

1. Gokouzo; yaitu: menganalisis kata secara internal

2. Gokeisei atau zougohou; mengkaji kata secara internal juga secara diakronik sampai kajian etimologi kata tersebut.

Kata terdiri dari beberapa bagian, yaitu

1. Dasar Kata (Base- Goki) Dalam bahasa Jepang menurut (Sunarni dan Johana:12-13) dasar kata (goki)

merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang menunjukkan bagian yang tersisa setelah semuanya dipisahkan dari imbuhan. Berikut contoh goki dalam bahasa Jepang:

Dasar Kata (Goki)

Asal Kata hanasa

Kata Turunan

hanasareru

hanasu ‘berbicara’

Kaka

kakareru

Kaku

‘menulis’ Sebagai perbandingan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dasar kata merupakan morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks. Contoh: juang dalam berjuang (satu dasar), bark dalam disembarkation

2. Akar Kata (Root-Gokon) Akar kata disebut pula root atau radical. Beberapa linguis ada pula yang menyebut akar

kata ini sama dengan dasar kata (base). Akar kata merupakan unsur yang menjadi dasar pembentukan kata. Contoh: sawayaka ‘segar’, hanayaka ‘meriah/berbunga-bunga’

3. Pangkal Kata (Stem-Gokan) Kridalaksana (1999:153) menyebutkan bahwa pangkal kata dapat berupa morfem yang bergabung dengan afiks.

Contoh: olah pangkal dari mengolah, tani pangkal dari bertani, unqualifi(y) pangkal dari unqualified, refreshment pangkal dari refresthments, kak- pangkal dari kaku ‘menulis’, tabe- pangkal dari tabemasu ‘makan’

Dalam bahasa Jepang, pangkal kata (gokan) merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang merupakan bagian yang tersisa setelah dipisahkan dari afiks impleksional.

Kata

stem

afiks impleksi

afiks

hanashimasu

masu ‘berbicara’ togimasu

hanas-

-i-

masu ‘Mengasah’ Pangkal kata dalam tabel diatas dapat disebut pula kihon gokan (stem dasar). Selain itu, terdapat pula pangkal kata yang memiliki konjugasi khusus yang disebut dengan onbin gokan (stem asimilasi). Onbin gokan terdiri dari 3 jenis yaitu;

tog-

-i- -i-

b. Soku onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel ru, u menghadapi fonem /t/

c. Hatsu onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel nu, menghadapi fonem /d/

Jenis Onbin

Verba Prakategorial

Contoh

i-onbin

Kaku ‘menulis’

Kai (-ta) kai(-te)

Soku onbin

Tsukuru ’membuat’

Tsukutta tsukutte

noN(-da) noN(-de) noN(-dara) Hatsu onbin

Nomu ‘minum’

Yobu ‘memanggil’

yoN(-da) yoN(-de) yoN(-dara)

Shinu ‘mati’

shiN(-da) shiN(-de) shiN(-dara)

Dengan demikian, kata dalam bahasa Jepang berstruktur:

Gokan+gobi

Contoh:

kak + u = kaku ‘menulis’

kak + e = kake ‘tulis!’

Gokan+ setsuji Contoh: tabe+ masu = tabemasu ‘makan’ nomi + masu = nomimasu ‘minum’

d. Frase

Frase adalah penggabungan dua buah bentuk atau lebih yang membentuk kelompok kata dan tidak menimbulkan pengertian baru. Contohnya : kaki meja

e. Klausa Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat Klausa diklasifikasikan atas:

1. Klausa bebas contohnya Ayah pergi ke kantor.

2. Klausa terikat contohnya ibu memarahi anak itu.

f. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. Kalimat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.

Contohnya: Saya makan Dia minum

2. Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang kurangnya satu klausa terikat. Contohnya: Saya bangun sebelum ayam berkokok.

Dia pergi sebelum kami bangun.

3. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas. Contohnya : Saya mengambil sebuah buku dari lemari, kemudian saya

membacanya sampai tamat.

g. Wacana

Wacana diartikan sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa dan oleh karna itu dapat juga sebagai satuan linguistik yang lebih besar misalnya percakapan lisan atau naskah tertulis. Contonya :

Jalan adalah urat nadi perekonomian, hampir seluruh aktivitas perekonomian ditentukan oleh keberadaan infrastuktur jalan. Semakin mulus jalan yang ada, semakin lancar pula jalanya perekonomian.

1.9 Komposisi , Gosei, Compounding, Composition

Proses komposisi atau pemajemukan dalam bahasa Jepang ada dua macam, yaitu komposisi sintaksis (tougokouzou) dan komposisi sederajat (heiretsukouzou). Secara struktur komposisi dapat dilihat dari jenis kata unsur pembentuk pemajemukan yang terdiri dari

1. N+V N Contoh:

yama+aruki(u) yamaaruki: jalan-jalan di gunung’ Korelasi kedua unsur pembentuk kata majemuk tersebut memiliki hubungan secara

sintaksis, yaitu dengan partikel kasus seperti contoh berikut:

a. Shukaku (nominatif) yang memiliki struktur

ga Vsuru

Contoh: Higure : matahari terbenam Hi ga kure(ru) Matahari terbenam

b. Taikaku (objektif) yang memiliki struktur

Vssuru (transitif)

Contoh: Sukimi : melihat bulan Suki o mi(ru) ‘bulan melihat’

c. Gukaku (instrumental) yang memiliki struktur

de Vsuru

Contoh: Pengaki: penulisan dengan pulpen Pen

de kaki(u)

d. Kichakukaku (terminatif) yang memiliki struktur

ni

Vsuru

Contoh: Satogaeri: pulang kampung Sato

ni

kaeri(u)

Kampung halaman

ke

pulang

e. Bashokaku (lokasional) yang berstruktur

de/ni

Vsuru

Contoh: Toukyousodachi:...yang dibesarkan di Tokyo Toukyou

ni

sodachi(tsu)

f. Dakkaku (ablatif) yang berstruktur

kara

Vsuru

Contoh: Parigaeri: pulang dari Paris Pari

kara

kaeri(u)

g. Kyokaku (komitatif) yang berstruktur

to

Vsuru

Contoh: Kinjozukiai: bertetangga Kinjo

to

tsukiai(u)

Tetangga

bergaul

h. Inyoukaku (kutip) yang berstruktur

to

Vsuru (reporting verb)

Contoh: Doroboyobawari: mendapat sebutan pencuri Dorobo

i. Kizunkaku (komparatif) yang berstruktur i. Kizunkaku (komparatif) yang berstruktur

Vsuru

Contoh: Otokomasari: perempuan yang tingkah lakunya seperti laki-laki Otoko

lebih dari

j. Genín riyuukaku (sebab) yang berstruktur

no tame ni/de

Vsuru

Contoh: Amayadori : berlindung karena hujan Ame

de yadori(u)

k. Houkoukaku (arah) yang berstruktur

e Vsuru

Contoh: Minamimuki: menghadap ke selatan Minami

e muki

Selatan

ke arah menghadap

l. Touchakukaku (tiba) yang berstruktur

made

Vsuru

Contoh Sokobie: dingin sampai ke kaki Soko

made

bie (hieru)

Dasar

terasa dingin

m. Shikakukaku (kualifikasi) yang berstruktur

toshite

Vsuru

Contoh: Mamakoatsukai : diperlakukan sebagai anak tiri mamako

toshite

atsukai

anak tiri

sebagai

perlakuan

Perubahan fonem vokal dalam komposisi, meliputi:

1. Meishi+meisshi (nomina+nomina)

a. Fonem vokal /a/ +/ a/ Contoh: /ito/ + /ame/ = itosame. Dari penambahan morfem tersebut tidak

mengalami perubahan fonem, melainkan pemunculan fonem /s/, yaitu fonem vokal /a/ menjadi fonem /s/, pada awal kata ito : benang , ame: hujan = itosame : gerimis.

b. Fonem vokal /i/+/o/ dan /i/ + /u/. Contoh: /ki/ +/kuchi/ = koguchi : ujung kayu. Terdiri dari penggabungan dua

morfem yang terdiri dari fonem /i/ dari kata /ki/ berubah menjadi /ko/. Perubahan vokal /i/ mengalami proses morfofonemik, yaitu: fonem /i/+o dan fonem vokal /i/+/u/, contohnya: /tsuki/+/yo/= tsukuyo: malam terang bulan.

Dari penggabungan kedua morfem tersebut, fonem /i/ dari kata tsuki berubah menjadi fonem /u/ sehingga /tsuki/ = /tsuku/. Perubahan fonem vokal /i/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu fonem /i/ menjadi /u/.

c. Fonem vokal /u/ = /u/ Pada pemajemukan fonem vokal /u/ tidak mengalami perubahan, baik diawal maupun diakhir kata.

d. Fonem vokal /e/ =/a/ Contoh: /ame/+/kasa/ = amagasa: payung hujan. Kata /ame/ berubah menjadi fonem /a/, sehingga menjadi /ama/. Perubahan fonem vokal /e/ ini mengalami

proses morfofonemik, yaitu: fonem /e/ menjadi /a/.

e. Fonem vokal /o/ = /a/ Contoh: /shiro + /ito = shiraito: benang putih. Dari penggabungan kedua

morfem tersebut, fonem /o/ dari kata /shiro/ berubah menjadi fonem /a/ sehingga menjadi shira. Perubahan fonem vokal /o/ ini mengalami proses morfofonemik, yaitu: fonem /o/ menjadi /a/.

Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada bahasa Jepang. Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat asli Jepang tidak begitu mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang. Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran mengenai struktur kata di dalam fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran mengenai istilah ini akan memperdalam pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara detail. Perbedaan pendapat dari dua aliran ilmu bahasa di Jepang meliputi:

a. Kokugogaku (Ilmu bahasa Jepang Tradisional) a. Kokugogaku (Ilmu bahasa Jepang Tradisional)

mengenai cara pengucapan sebuah kata dalam bahasa Jepang. Memiliki tradisi khas Jepang dalam penyusunan kata pada bahasa Jepang yang

terlepas dari ilmu bahasa Barat, termasuk gramatika yang sudah ada sejak zaman Edo. Sementara, Gengogaku mengadaptasi konsep bahasa dari Barat yang diterapkan pada bahasa Jepang mulai dari gramatika, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Namun, ada sedikit perbedaan dalam struktur kata bahasa jepang dengan bahasa lain Pada umumnya kata dalam bahasa Inggris maupun Indonesia mengenal adanya Syllable

sebagai satuan ucapan terkecil dalam pengucapan sebuah kata. Akan tetapi, bahasa Jepang menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata. Namun, ada pendapat lain mengenai penggunaan Haku yang dianggap sebagai satuan ucapan terkecil yang dipakai dalam bahasa Jepang. Beberapa hasil penelitian dari peneliti bahasa dan ahli bahasa menyimpulkan buah pemikiran mereka mengenai satuan ucapan terkecil atau suku kata yang ada pada bahasa Jepang dengan konsep yang berbeda-beda

Penelitian mengenai Suku kata yang dipakai dalam bahasa Jepang terus berlanjut hingga kini. Ada yang beranggapan bahasa Jepang yang termasuk ke dalam Pitch-accent. Language menggunakan Mora sebagai satuan ucapan terkecil. Ada yang berpendapat bahasa Jepang menggunakan Haku sebagai satuan ucapan terkecilnya. Pendapat lain dari beberapa ahli bahasa menggunakan istilah Onsetsu, atau yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai Syllable, sebagai satuan ucapan terkecil dalam sebuah kata pada bahasa Jepang.

Perdebatan para ahli dan peneliti bahasa mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang terjadi karena adanya dua aliran ilmu bahasa pada bahasa Jepang. Sebagian besar dari pengguna bahasa Jepang, khususnya masyarakat asli Jepang tidak begitu mempedulikan pendapat mengenai penggunaan istilah suku kata dalam bahasa Jepang.

Umumnya, istilah tersebut muncul pada pembelajaran mengenai struktur kata di dalam fonologi bahasa Jepang. Akan tetapi, pembelajaran mengenai istilah ini akan memperdalam pengetahuan mengenai bahasa Jepang secara detail.

BAB II KATEGORI GRAMATIKA NOMINA

2.1 Fenomena Perubahan Pembentukan Kata

Pembentukan kata dapat dikatakan juga suatu proses morfermis atau proses pengimbuhan. Morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Dalam bahasa jepang pembentukan kata disebut dengan istilah gokeisei. Dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. Pembentukan kata bahasa Jepang memiliki 3 pokok bahasan utama yaitu pada afiksasi (setsuji), reduplikasi (jufuku), dan komposisi (fukugo).

Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata (go/tango) dan morfem (keitaiso). Batasan dan ruang lingkup morfologi dalam bahasa Jepang yaitu kata (tango), morfem (keitaiso) dan jenisnya, alomorf (ikeitai), pembentukan kata (gokeisei), imbuhan (setsuji), perubahan bentuk kata (katsuyou), dan sebagainya.

Hasil pembentukan kata (gokeisei) dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya ada empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku dan 4. toujigo. Kata yang terbentuk dari penggabungan morfem isi (naiyou-keitaiso) dengan imbuhan (setsuji) disebut kata kajian (haseigo). Proses pembentukkannya: awalan (settouji) + morfem atau morfem + akhiran (setsubiji). Awalan O-, GO-, SU-,MA-, KA- bisa digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran -SA, -MI, -TEKI, - SURU termasuk ke dalam setsubiji.

Pembahasan mengenai pembentukan kata dalam bahasa Jepang khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi) memiliki suatu fenomena kebahasaan dalam proses pembentukan katanya. Hal ini dapat dilihat dari contoh pembentukan kelas kata adjektiva melalui proses morfologis atau proses pengimbuhan (setsuji). Misalnya kelas kata nomina (meishi) yang jika ditambahkan sufiks/akhiran –PPOI yang memiliki makna ’menjadi seperti’ yang berfungsisebagai sufiks pembentuk kata sifat akan mengubah kelas kata nomina (meishi) menjadi pembentukan kelas kelas kata adjektiva (keiyoushi). Contohnya: onna = 女= perempuan (kelas kata nomina) jika ditambahkan sufiks –PPOI (っぽい)

(sufiks pembentuk adjektiva) onnappoi= 女 っ ぽ い = keperempuanan, feminim (kelaskata adjektiva) Berikut penguraian pembentukan katanya akibat proses morfologi atau

pengimbuhan :(onna = perempuan ) (onna + ppoi) (onnappoi = keperempuan) Uraian diatas sebagai salah satu contoh dari suatu masalah fenomena kebahasan pada proses pembentukan kata bahasa Jepang (gokeisei) khususnya pada kelas kata adjektiva (keiyoushi). Bagaimanapun dalam suatu proses pembentukan kata dalam bahasa Jepang memiliki suatu aturan tertentu.

2.2 Tenses

Kala atau tenses dalam bahasa jepang disebut dengan 時制 (jisei) atau テンス (tensu) adalah kategori gramatikal yang menyatakan waktu terjadinya suatu oeristiwa atau

berlangsungnya suatu aktifitas dengan bertitik tolak dari waktu saat kalimat tersebut diucapkan.Kala merupakan salah satu kategori semantik fungsional verba terkait waktu. Kala dalam bahasa Jepang disebut dengan Jisei atau tensu. Dalam bahasa Ingris disebut dengan tenses.

Kala dalam kategori gramatika verba yang dinyatakan dengan perbedaan gramatika dengan melihat waktu pengerjaan kegiatan dan saat pengucapan kalimat (ujaran). Dengan kata lain, kala adalah bentuk verba untk menyatakan hubungan waktu. Kala menunjukkan apakah suatu kegiatan itu dilakukan di masa lalu, sekarang atau akan datang. Kala pun menunjukkan apakah kegiatan itu sudah, sedang, atau akan, atau akan selesai dikerjakan, atau masih dikerjakan dalam waktu tertentu (Sunarni 2010:119).

1. Pembagian Kala Waktu terjadinya peristiwa atau aktifitas tersebut ada tiga :

a. Waktu sebelumnya yang telah berlalu (過去’kako)

b. Waktu saat berbicara (発話時“hatsuwaji”)

c. Waktu yang akan datang (未来’mirai’)

2. Fungsi Kala Kala berfungsi untuk menegaskan kegiatan verba yang dilakukan, menunjukkan waktu

keadaan/tindakan yang diungkapkan oleh verba pada saat penuturan. Dalam bahasa Jepang,untuk menyatakan kala lampau-sekarang-mendatang

(過去, 現在, 未来 ‘kako-genzai-mirai’) hanya digunakan dua bentuk verba saja :

a. Bentuk akan

b. Bentuk lampau Verba bentuk lampau di dalamnya mencakup bentuk halus, yakni bentuk MASHITA dan

MASENDESHITA. Verba bentuk biasa, yakni bentuk TA dan NAKATTA. Verba bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk kamus (RU), NAI, dan bentuk halusnya seperti bentuk MASU dan MASEN, bahkan bentuk TE IRU pun termasuk ke dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada bentuk verbanya, kala dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yakni kala lampau (過去’kako’) dan kala bukan lampau (非過去‘hikako’)

Kala dalam Kalimat Tunggal Contoh penggunaan ketiga bentuk verba tersebut dalam menyatakan kala dalam kalimat tunggal :

1. 私は今夜テレビを見ます。 Watashi wa kon-ya terebi o mimasu. (kala akan)

(Saya nanti malam akan nonton TV)

2. 私は今テレビを見ています。 Watashi wa ima terebi o mite imasu. (kala kini)

(Saya sekarang sedang nonton TV) Untuk menyatakan kala sedang tidak harus menggunakan verba bentuk TE + IRU

melainkan bisa juga dinyatakan dengan verba bentuk akan yang lain, seperti bentuk kamus atau bentuk MASU. Verba TE + IRU juga digunakan untuk menyatakan suatu keadaan.

3. 私は今朝テレビを見ました。 Watashi wa kesa terebi o mimashita. (kala lampau)

(Saya tadi pagi nonton TV) Contoh kala dalam kalimat :

1. 昨日、映画を見に行きました。 Kinou, eiga o mi ni ikimashita. (Kemarin pergi nonton film) Verba bentuk MASHITA digunakan untuk menyatakan kala lampau (kako)

2. 今日映画を見に行きます。 Kyou eiga o mi ni ikimasu.

(Hari ini (akan) pergi nonton film) Verba bentuk MASU (=RU) digunakan untuk menyatakan kala akan (mirai)

Kono hon, dou omoimasu ka. (Buku ini, menurut Anda bagaimana?)

4. 日本語ができますか。 Nihongo ga dekimasu ka.

(Apakah bisa berbahasa Jepang)

5. あそこに何がありますか。 Asoko ni nani ga arimasu ka.

(Di sana ada apa?) Bentuk MASU pada contoh 3, 4, dan 5 digunakan untuk menyatakan kala sekarang (現

在 genzai). Kala lampau dinyatakan dengan verba bentuk MASHITA (TA), digunakan untuk menyatakan kejadian atau perbuatan yang telah berlalu. Bentuk MASU (RU), digunakan

untuk menyatakan kala mendatang dan kala sekarang. Kala dalam Kalimat Majemuk

Tensis (kala) dalam kalimat inti (induk kalimat):

1. Kala lampau

2. Kala mendatang

3. Kala kini (sekarang) (i) verba bentuk RU (MASU) Verba bentuk RU (MASU) adalah verba yang mengatakan arti keberadaan sesuatu benda,

kemampuan, pemikiran, keadaan dan sejenisnya, seperti verba : ある (aru) 、いる (iru) 、で きる (dekiru) 、思う(omou) 、要る (iru) 、気がする(ki ga suru) dan lain-lain.

(ii) verba bentuk TE + IRU

Verba bentuk TE + IRU adalah verba yang menyatakan suatu aktivitas yang ada batas akhirnya, seperti: 食 べ る (taberu) 、 飲 む (nomu) 、 読 む (yomu) 、 書 く (kaku), dan sebagainya.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24