BAB 10 Perdagangan Luar Negeri

Nama
Kelas
NPM
Fakultas
Jurusan

: Sri Setyorini
: 1EB17
: 26215673
: Ekonomi
: Akuntansi
Universitas Gunadarma

BAB 10
Perdagangan Luar Negeri
1. Teori Perdagangan Internasional
1.1. Pandangan Kaum Merkantilisme
Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan ideologi
kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran suatu negara yang
ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara melebihi kemakmuran
perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari Kaum Merkantilisme berkembang pesat

sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran mengembangkan ekonomi nasional dan
pembangunan ekonomi, dengan mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor.
Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide
pokok, yaitu:
a. Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan
pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan
kekuatan negara tersebut.
b. Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas impor
(neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang aktif,
maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama
perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.
Dengan demikian dalam perdagangan internasional atau perdagangan luar negeri, titik
berat politik merkantilisme ditujukan untuk memperbesar ekspor di atas impor, serta
kelebihan ekspor dapat dibayar dengan logam mulia. Kebijakan merkantilis lainnya adalah
kebijakan dalam usaha untuk monopoli perdagangan dan yang terkait lainnya, dalam
usahanya untuk memperoleh daerah-daerah jajahan guna memasarkan hasil industri. Pelopor
Teori Merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich
dan Jean Baptiste Colbert.
1.2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage) Oleh Adam Smith
Dalam teori keunggulan mutlak, Adam Smith mengemukakan ide-ide sebagai berikut.

a. Adanya Pembagian Kerja Internasional (Division of Labour)
Dalam menghasilkan sejenis barang dengan adanya pembagian kerja, suatu negara
dapat memproduksi barang dengan biaya yang lebih murah dibanding negara lain,
sehingga dalam mengadakan perdagangan, negara tersebut dapat keunggulan mutlak.
b. Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi
Dengan spesialisasi, suatu negara akan mengkhususkan pada produksi barang
yang memiliki keuntungan. Suatu negara akan mengimpor barang-barang yang bila
diproduksi sendiri (dalam negeri) tidak efisien atau kurang menguntungkan, sehingga
keunggulan mutlak diperoleh bila suatu negara mengadakan spesialisasi dalam
memproduksi barang.
Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya
jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi. Suatu negara akan
mengekspor barang tertentu karena dapat menghasilkan barang tersebut dengan biaya yang
secara mutlak lebih murah daripada negara lain. Dengan kata lain, negara tersebut memiliki
keuntungan mutlak dalam produksi barang.
Jadi, keuntungan mutlak terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap satu macam
produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan
biaya produksi di negara lain.
1.3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Oleh David Ricardo


David Ricardo menyampaikan bahwa teori keunggulan mutlak yang dikemukakan
oleh Adam Smith memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut.
a. Bagaimana bila suatu negara lebih produktif dalam memproduksi dua jenis
barang dibanding dengan negara lain?
Sebagai gambaran awal, di satu pihak suatu negara memiliki faktor produksi
tenaga kerja dan alam yang lebih menguntungkan dibanding dengan negara lain,
sehingga negara tersebut lebih unggul dan lebih produktif dalam menghasilkan barang
daripada negara lain. Sebaliknya, di lain pihak negara lain tertinggal dalam
memproduksi barang. Dari uraian di atas dapat disimpilkan, bahwa jika kondisi suatu
negara lebih produktif atas dua jenis barang, maka negara tersebut tidak dapat
mengadakan hubungan pertukaran atau perdagangan.
b. Apakah negara tersebut juga dapat mengadakan perdagangan internasional?
Pada konsep keunggulan komparatif (perbedaan biaya yang dapat dibandingkan)
yang digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional adalah banyaknya
tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Jadi, motif melakukan
perdagangan bukan sekadar mutlak lebih produktif (lebih menguntungkan) dalam
menghasilkan sejenis barang, tetapi menurut David Ricardo sekalipun suatu negara itu
tertinggal dalam segala rupa, ia tetap dapat ikut serta dalam perdagangan internasional,
asalkan Negara tersebut menghasilkan barang dengan biaya yang lebih murah (tenaga
kerja) dibanding dengan lainnya.

Jadi, keuntungan komparatif terjadi bila suatu negara lebih unggul terhadap kedua
macam produk yang dihasilkan, dengan biaya tenaga kerja yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya tenaga kerja di negara lain.
1.4. Teori Permintaan Timbal Balik (Reciprocal Demand) Oleh John Stuart Mill
Teori yang dikemukakan oleh J.S. Mill sebenarnya melanjutkan Teori Keunggulan
Komparatif dari David Ricardo, yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara dua
barang oleh dua negara dengan perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar
Tukar Dalam Negeri (DTD). Maksud Teori Timbal Balik adalah menyeimbangkan antara
permintaan dengan penawarannya, karena baik permintaan dan penawaran menentukan
besarnya barang yang diekspor dan barang yang diimpor.
Jadi, menurut J.S. Mill selama terdapat perbedaan dalam rasio produksi konsumsi
antara kedua negara, maka manfaat dari perdagangan selalu dapat dilaksanakan di kedua
negara tersebut. Dan suatu negara akan memperoleh manfaat apabila jumlah jam kerja yang
dibutuhkan untuk membuat seluruh barangbarang ekspornya lebih kecil daripada jumlah jam
kerja yang dibutuhkan seandainya seluruh barang impor diproduksi sendiri.

2. Perkembangan Ekspor di Indonesia
Setiap negara tak pernah terlepas dari kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor
impor didasari oleh kondisi bahwa setiap negara memiliki karakteristik sumber daya masingmasing dan tentunya karakteristik tersebut berbeda antara satu negara dengan negara lainnya.
Untuk melengkapi dan mengisi perbedaan karakteristik tersebutlah, kegiatan ekspor impor
dilakukan. Penting pula untuk diketahui, secara tidak langsung, kegiatan ekspor dan impor

mempunyai andil yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara.
Berdasarkan data yang diambil dari Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, ekspor
impor juga termasuk dalam indikator ekonomi Indonesia. Indonesia adalah negara yang kaya
akan sumber daya. Akan tetapi, apakah hal tersebut mampu menutup kemungkinan nilai
impor Indonesia lebih mendominasi dibandingkan nilai ekspornya?
Menurut KBBI, pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagangan ke luar negeri.
Barang dagangan yang dimaksud bisa berupa barang secara fisik ataupun jasa. Ekspor
merupakan salah satu tolak ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan
ekonomi di suatu negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di

sektor riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan
tetapi juga berputar di perdagangan Internasional. Oleh sebab itulah, dalam jangka panjang
kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi pertumbuhan ekonomi negara.
Namun, menurut data yang didapat, perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 20112015 tidak mengalami peningkatan malah sebaliknya. Berdasarkan grafik di bawah ini, dalam
kurun waktu 2011-2015, nilai ekspor Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya
dari 203.496,60 juta US$ menjadi 150.252,50 juta US$ pada tahun 2015 yang lalu. Dapat
disimpulkan, mulai dari tahun 2011-2015, penurunan nilai ekspor adalah sebesar 26,16%.

3. Tingkat Daya Saing
Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010

daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada
2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa
Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian
kompetitif ini.
Sebagai masyarakat Indonesia, pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan
Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global
Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF)
sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September
2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara
dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing Indonesia di arena global
tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI
yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri
Perdagangan Mari Elka Pangestu yang merupakan Doktor ekonomi jebolan University of
California AS ini memang cukup diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja
perdagangan nasional maupun internasional.
Menurut Mendag ada beberapa faktor yang membuat Indonesia mengalami kenaikan
peringkat. Kenaikan peringkat ini terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia
yang sehat dan perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia
semakin membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010.
“Kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah

menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari stabilitas makro, politik, dan pertumbuhan ekonomi
sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka Pangestu.
Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan
meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya
mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI ). Keberhasilan kenaikan posisi daya
saing Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa
pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment,
Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency,
Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market
Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para
pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa
bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58,
tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35
menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan,
yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga
meningkat, yaitu local supplier quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35
menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi 33, dan production process
sophistication dari 60 menjadi 52.
Dalam penilaian WEF, peringkat kondisi infrastruktur di Indonesia mengalami
penurunan, kendati tidak signifikan. Tahun sebelumnya peringkat infrastruktur Indonesia

berada di poisisi 53, namun tahun ini menjadi peringkat 55. Seiring menurunnya peringkat

infrastruktur Indonesia, maka Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait, termasuk
Kementerian Perdagangan RI berkomitmen untuk terus mengupayakan peningkatan daya
saing bangsa melalui konten teknologi dan pembenahan sarana infrastruktur. Untuk itu,
pemerintah akan terus mengundang investor agar berperan serta dalam Kerjasama Pemerintah
Swasta (KPS/PPP) dan membangun sarana teknologi serta infrastruktur. “Iklim investasi di
Indonesia saat ini sangat kondusif, nilai tukar rupiah sudah cukup stabil, dan didukung oleh
mudahnya akses permodalan,” ujar Mendag. Selain itu, dalam kebijakan fiskal, pemerintah
juga terus memberikan insentif guna merangsang para investor untuk menanamkan modalnya
di Indonesia. Pemerintah telah memberikan insentif aktif dalam bentuk pajak ditanggung
pemerintah, `tax allowance` dan `tax holiday`. Dan terus menata usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi untuk menghasilkan edukasi baik. “Dengan kebijakan tersebut, diharapkan
pemerintah dapat membenahi infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan laut, serta pelabuhan
udara menjadi lebih kompetitif,. Dengan semakin membaiknya infrastruktur, maka daya saing
Indonesia nantinya dapat lebih baik lagi” ujar Mendag. Pernyataan Mendag juga dibenarkan
Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Menko Perekonomian mengatakan bahwa peringkat daya
saing Indonesia pada tataran global dapat lebih ditingkatkan lagi apabila sarana dan prasarana
infrastruktur dapat cepat dibenahi. “Peringkat 44 itu, sebetulnya masih bisa lebih baik lagi
kalau memang infrastruktur kita cepat dibenahi dan dibutuhkan kerja keras,” ujar Menko

Perekonomian, Hatta Rajasa. Selain konsen pada pembenahan infrastruktur, pihak
Kementerian Perdagangan RI pun terus mendorong produk dalam negeri agar bisa bersaing di
pasar lokal maupun ekspor. “Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang
di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri.
Misalnya mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI),” papar Mendag Mari Elka
Pangestu. Karena itu, Mendag berharap kalangan pelaku usaha agar memanfaatkan fasilitas
yang ada dalam kerja sama perdagangan yang telah disepakati Indonesia dengan mitra
dagang. Kini, daya saing Indonesia di tingkat global membaik, dan harus terus ditingkatkan.
Kemendag akan terus melanjutkan reformasi kelembagaan, termasuk mempercepat
pembangunan infrastruktur. Dengan demikian daya saing perekonomian Indonesia yang
membaik, akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan,”ujar
Mendag Mari Elka Pangestu.
Meningkatnya daya saing Indonesia di tataran dunia memang sangat membanggakan.
Namun, penilaian positif daya saing Indonesia dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut
jangan sampai membuat pemerintah Indonesia menjadi lengah. Boleh jadi, peringkat daya
saing Indonesia ditataran dunia saat ini lebih unggul dari sejumlah negara, seperti Portugal
yang berada di peringkat 46, Italia peringkat 48, India (51), Afrika Selatan (54), Brazil (58),
Turki (61), Rusia (63), Mexico (66), Mesir (81), Yunani (83), dan Argentina (87). Demikian
pula di tingkat ASEAN, daya saing Indonesia lebih baik dibanding peringkat Vietnam (59),
Filipina (85), dan Kamboja (109). Namun, jadi catatan penting bahwa peringkat daya saing

Indonesia masih berada di bawah Singapura yang berada di peringkat 3, Malaysia peringkat
26, Brunei peringkat 28, dan Thailand di peringkat 38. “Kita tetap tidak boleh lengah meski
daya saing kita meningkat. Kenaikan indeks daya saing ini hanyalah sebagai salah satu
Parameter angka yang bisa berubah-ubah. Kita harus lebih giat lagi dan bekerja keras,
agar hasilnya juga lebih baik lagi,” harap Mendag. Dengan peningkatan daya saing ini
semestinya dijadikan tantangan bagi Bangsa Indonesia umumnya, dan bagi Kemendag
khususnya, dalam melanjutkan reformasi birokrasi guna mendukung iklim investasi yang
kondusif, menghilangkan faktor penyebab ekonomi biaya tinggi, dan mendorong investor
menanamkan modalnya di dalam negeri.

~ Sekian ~
Sumber :

http://www.ssbelajar.net/2012/03/teori-perdagangan-internasional.html
http://bem.feb.ugm.ac.id/perkembangan-ekspor-impor-di-indonesia/
http://himawaniryanto.blogspot.co.id/2015/05/133-tingkat-daya-saing.html

Catatan Author :
Terima kasih banyak atas semua sumber yang telah memberikan berbagai macam informasi,
sehingga saya bisa membuat artikel ini. Sekali lagi, terima kasih banyak. :”D