OPINI MAHASISWA AKTIVIS LEMBAGA PERS MAHASISWA (LPM) UIN SUNAN AMPEL TENTANG SURAT KABAR HARIAN DI SURABAYA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)

Oleh:

ACH. WILDAN RACHMANA NIM. B06212040

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Ach. Wildan Rachmana

NIM : B06212040

Fakultas/Jurusan : Fakultas Dakwah dan Komunikasi / Jurusan Komunikasi E-mail address : wildankoral@yahoo.co.id

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Skripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………) yang berjudul :

Opini Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) UIN Sunan Ampel tentang Surat kabar Harian di Surabaya

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 23 Agustus 2016

Penulis

( Ach. Wildan Rachmana )

PERPUSTAKAAN

Jl. Jend. A. Yani 117 Surabaya 60237 Telp. 031-8431972 Fax.031-8413300 E-Mail: perpus@uinsby.ac.id


(6)

vii ABSTRAK

Ach. Wildan Rachmana, B06212040, 2016. Opini Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) UIN Sunan Ampel Tentang Surat Kabar Harian Di Surabaya. Skripsi Program Studi llmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Opini, Mahasiswa, Surat Kabar

Ada dua persoalan yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu: (1) Bagaimana opini mahasiswa aktivis Lembaga Pers Mahasiswa tentang konten berita surat kabar harian di Surabaya, (2) Bagaimana opini mahasiswa aktivis Lembaga Pers Mahasiswa tentang profesi wartawan.

Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, dalam penelitian ini digunakanlah metode deskriptif yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai opini mahasiswa aktivis LPM tentang surat kabar saat ini, kemudian data tersebut dianalisis secara kritis dengan dasar teori perbedaan individual yang dikemukakan oleh Melvin D. Defleur, sehingga diperoleh beragam perbedaan opini yang diutarakan oleh mahasiswa tentang surat kabar.

Dari hasil penelitian ini ditemukan mahasiswa aktivis LPM dalam beropini tentang surat kabar harian saat ini berbeda-beda. Mahasiswa sebagai anggota khalayak sasaran media massa secara selektif mempunyai perhatian yang berbeda-beda dalam memandang isi surat kabar. Dalam konteks pemikiran Defleur, tanggapan mahasiswa terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi, efek media massa pada mahasiswa aktivis itu tidak seragam, melainkan beragam. Hal ini disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaan mereka..

Berkaitan dengan penelitian ini, beberapa saran yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat selaku konsumen surat kabar dan juga perusahaan surat kabar itu sendiri antara lain: (1) untuk pembaca: selektif memilih media, menambah bahan bacaan, dan menerima informasi secara kritis. (2) Sedangkan untuk perusahaan surat kabar diantaranya: menerapkan fungsi-fungsi media massa, kreatif produksi konten, taat pada UU dan kode etik pers, dan menyeimbangkan unsur pemberitaan.


(7)

viii DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...iv

KATA PENGANTAR ...v

ABSTRAK ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR BAGAN ...x

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ...1

B.Rumusan Masalah ...4

C.Tujuan Penelitian ...4

D.Manfaat Penelitian ...4

E. Kajian Penelitian Terdahulu ...5

F. Definisi Konsep ...6

G.Kerangka Pikir Penelitian ...9

H.Metode Penelitian ...11

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...11

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian ...12

3. Jenis dan Sumber Data ...12

4. Tahapan Penelitian ...13

5. Teknik Pengumpulan Data ...15

6. Teknik Analisis Data...17

7. Pemeriksaan Keabsahan Data ...18

I. Sistematika Pembahasan ...20

BAB II : OPINI MAHASISWA AKTIVIS TENTANG SURAT KABAR HARIAN DITINJAU DARI TEORI PERBEDAAN INDIVIDUAL A.Opini Publik ...22

1. Pengertian Opini Publik ...22

2. Hubungan Opini Publik dengan Media Massa dan Propa- ganda ...26

B.Eksistensi Mahasiswa dalam Dunia Akademis ...28

C.Aktivis Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswaan ...30

D.Surat Kabar sebagai Salah Satu Media Massa ...32

1. Konsentrasi Kepemilikan dan Konglomerasi Media ...35

2. Komersialisasi Surat Kabar ...39

3. Ideologi Politik Pers ...40


(8)

ix

E. Teori Perbedaan Individual (Individual Differences Theory) ...47

BAB III : DATA OPINI MAHASISWA TENTANG SURAT KABAR HARIAN DI SURABAYA A.Deskripsi Subyek Penelitian ...50

1. Profil UIN Sunan Ampel ...50

2. Profil Informan...62

B.Deskripsi Data Penelitian ...65

1. Opini mahasiswa aktivis LPM tentang konten berita surat kabar harian ...65

2. Opini mahasiswa aktivis Lembaga Pers Mahasiswa tentang profesi wartawan ...74

BAB IV : ANALISIS DATA OPINI MAHASISWA TENTANG SURAT KABAR HARIAN DI SURABAYA A.Temuan Penelitian ...81

B.Konfirmasi Temuan dengan Teori ...94

BAB V : PENUTUP A.Kesimpulan ...96

B.Rekomendasi ...97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah perkembangan kebudayaan manusia terus menerus meningkat. Hal

itu ditandai dengan letupan-letupan yang menjadi ciri khas sekaligus membedakan

satu masa dengan masa berikutnya. Titik pangkal letupan itu lahir dari desakan

keinginan dan kebutuhan manusia yang makin lama bertambah besar, sampai

pada saat yang ditentukan ia dihadapkan pada pencarian alternatif jawaban dari

pertanyaan klasik yang dilemparkan oleh dirinya sendiri : bagaimana menghidupi

populasi dirinya yang terus menerus membengkak.

Sejak penemuan mesin cetak dan ditambah pula dengan penemuan

berbagai macam alat komunikasi seperti telegram, telepon, teleks, kamera,

faximile, film, radio, dan televisi, dunia telah mengalami perubahan besar yang

cepat. Bermacam-macam pesan terus dikirim kepada penerima yang jumlahnya

sangat besar. Munculnya media massa seperti keadaannya dewasa ini merupakan

ciri umum dunia sekarang.

Segala bentuk teknologi hasil rekayasa manusia bersifat netral belaka.

Kalau digunakan untuk menghancurkan umat manusia sendiri (self destruction), ia

menjadi sesuatu yang terkutuk. Sebaliknya, jika dijadikan medium untuk

menyebarkan pesan-pesan pembangunan, inspiratif, atau pesan yang bersifat

positif lainnya, ia bukan saja boleh, melainkan harus. Alhasil, upaya-upaya

pemanfaatan teknologi pers (persuratkabaran) sebagai medium penyampaian


(10)

2

Di tengah sengitnya persaingan memperebutkan uang pengiklan dan

perhatian publik, media telah mengembangkan dan berbagi sejumlah peran. Hal

ini juga menandakan bahwa peran media sebagai penafsir informasi sama

pentingnya dengan perannya sebagai penyampai informasi.1

Sebagai media penyampai informasi, tentunya ia tidak bisa lepas dari latar

belakang yang berawal dari pertanyaan, “mengapa media menyampaikan

informasi tersebut?” Sebuah perusahaan media mempunyai tujuan dan

kepentingan tertentu dalam memberitakan sebuah informasi. Oleh karenanya,

informasi yang disampaikan tersebut sangat tergantung dari apa tujuan media

tersebut.

Berbagai macam pemberitaan yang dipublikasikan media akhirnya

menimbulkan reaksi yang berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang menerima

pesan dari media secara mentah, ada juga yang secara kritis menyaring

pesan-pesan tersebut. Sehingga regulasi pemerintah kini telah mengatur kebijakan

mengenai pemberitaan yang dimuat oleh pihak media massa. Hal itu bertujuan

untuk mencegah pesan-pesan yang bersifat negatif dan dapat merugikan

masyarakat menyebar dan menciptakan kehidupan yang tidak diinginkan.

Namun kenyataannya, media seringkali membingkai berita yang akan

disampaikan kepada publik berdasarkan kepentingan pihak-pihak tertentu.

Pihak-pihak tersebut berusaha membatasi kebebasan jurnalis atau wartawan untuk

menyampaikan informasi sesuai fakta di lapangan. Sehingga profesionalisme

wartawan kini kembali dipertanyakan. Wartawan sebagai profesi ataukah buruh

kerja?

1

William L. Rivers, et. al, Media & Masyarakat Modern, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 228


(11)

Sejak penggulingan rezim Soeharto di mana kebebasan pers kembali

terbuka selebar-lebarnya, pers saat ini belumlah memiliki kebebasan yang

sebenarnya. Karena kegiatan pers saat ini masih kuat terikat oleh berbagai

kepentingan, baik kepentingan politik, sosial, ideologi, ekonomi, ataupun bisnis.

Inilah yang akhirnya memunculkan berita yang tidak berorientasi pada

kepentingan publik. Tetapi bertujuan untuk mencapai tujuan politik, bisnis

ataupun tujuan lain dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi media massa.

Kenyataan tersebut memunculkan pro kontra di berbagai kalangan

masyarakat. Salah satunya adalah kalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa

aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Saat ini telah banyak diadakan kajian

tentang media oleh mahasiswa aktivis LPM agar mereka aktif, cerdas, peka, dan

kritis dalam mengamati fenomena pemberitaan media saat ini, dimana cenderung

negatif dan tidak diharapkan. Sehingga mahasiswa sebagai sasaran pesan media

massa perlu diberikan suatu kemampuan, pengetahuan, kesadaran dan

keterampilan secara khusus. Terlebih bagi mahasiswa aktivis LPM sebagai salah

satu organisasi yang bergerak di bidang jurnalistik media cetak.

Penelitian ini memfokuskan pada opini mahasiswa aktivis LPM UIN Sunan

Ampel tentang media, khususnya pemberitaan di surat kabar harian. Peneliti ingin

mengetahui opini mahasiswa aktivis LPM yang mengedepankan idealisme

kemahasiswaannya. Berbeda dengan pers surat kabar konvensional, aktivis LPM

sebagai pengelola media itu sendiri tidak terikat pada idealisme maupun

kepentingan pihak manapun. Dengan perbedaan idealisme yang diusung antara


(12)

4

bagaimana opini aktivis LPM UIN Sunan Ampel tentang pemberitaan surat kabar

harian di Surabaya saat ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana opini mahasiswa aktivis Lembaga Pers Mahasiswa tentang

konten berita surat kabar harian di Surabaya?

2. Bagaimana opini mahasiswa aktivis Lembaga Pers Mahasiswa tentang

profesi wartawan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami dan mendeskripsikan opini mahasiswa aktivis Lembaga

Pers Mahasiswa tentang konten berita surat kabar harian di Surabaya?

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan opini mahasiswa aktivis Lembaga

Pers Mahasiswa tentang profesi wartawan?

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah kontribusi positif bagi perkembangan ilmu komunikasi. Sekaligus dapat digunakan sebagai

rujukan/penambah referensi kepustakaan bagi peneliti berikutnya yang

ingin meneliti atau menganalisis lebih lanjut penelitian tentang opini

mahasiswa tentang surat kabar harian di Surabaya.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan bahan


(13)

publik, khususnya mahasiswa tentang konten surat kabar harian di

Surabaya.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelusuran literatur dari

penelitian-penelitian terdahulu guna pemetaan persamaan dan perbedaan. Dalam

penelitian atau pembuatan skripsi, terkadang ada tema yang berkaitan dengan

penelitian yang peneliti teliti, sekalipun arah dan tujuan yang di teliti berbeda. Pertama, peneliti mempelajari skripsi yang ditulis Aprillia Kartika Sari

tahun 2010 yang berjudul “Pandangan Masyarakat Kecamatan Taman Sidoarjo Tentang Pemberitaan Kerusuhan Ahmadiyah”. Skripsi ini menekankan pada bagaimana pandangan masyarakat tentang pemberitaan oleh media tentang suatu

fenomena, yakni kerusuhan kelompok Ahmadiyah.2

Persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama membahas

pandangan masyarakat mengenai isi media. Adapun perbedaan dari kedua

penelitian ini adalah skripsi yang ditulis Aprilia Kartika Sari lebih menekankan

pada pandangan masyarakat tentang satu fenomena yang sudah ditentukan.

Sehingga skripsinya lebih spesifik meneliti tentang fenomena tertentu. Sedangkan

penelitian “Opini Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa UIN Sunan Ampel tentang Surat Kabar Harian di Surabaya” lebih luas cakupannya, yakni meneliti tentang opini mahasiswa tentang konten surat kabar harian secara umum.

Kedua, peneliti mempelajari skripsi yang ditulis Achmad Syaifullah

Mahandika tahun 2013 yang berjudul “Persepsi Anggota Karang Taruna

Kelurahan Menanggal tentang Tayangan Mistik Dua Dunia Trans7 Episode

2

Aprillia Kartika Sari, Pandangan Masyarakat Kecamatan Taman Sidoarjo Tentang Pemberitaan Kerusuhan Ahmadiyah, (Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2011)


(14)

6

Rumah Hantu Darmo”. Skripsi ini menekankan pada bagaimana persepsi anggota karang taruna Kelurahan Menanggal tentang tayangan mistik Dua Dunia episode

Rumah Hantu Darmo dan makna tayangan mistik Dua Dunia episode Rumah

Hantu Darmo bagi mereka.3

Persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama membahas

pandangan masyarakat mengenai konten yang disajikan media. Adapun perbedaan

dari kedua penelitian ini adalah skripsi yang ditulis Lilik Hamidah lebih

menekankan pada persepsi masyarakat tentang suatu tayangan tertentu. Sehingga

skripsinya lebih spesifik meneliti tentang tayangan mistik Dua Dunia. Sedangkan

penelitian “Opini Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa UIN Sunan Ampel tentang Surat Kabar Harian di Surabaya” lebih luas cakupannya, yakni meneliti tentang pandangan mahasiswa tentang konten surat kabar harian secara

umum. Bagaimana opini mahasiswa tentang isi atau konten surat kabar, baik

konten politik, kriminalitas, ataupun hiburan.

F. Definisi Konsep 1. Opini

Opini menurut Webster’s New Collegiate Dictionary adalah suatu pandangan keputusan atau taksiran yang terbentuk di dalam pikiran mengenai

suatu persoalan terntentu. Menurut Frazier Moore (2004) opini merupakan suatu

kesimpulan yang ada dalam pikiran dan belum dikeluarkan untuk diperdebatkan.

Opini dapat dinyatakan secara aktif atau pasif, verbal (lisan) dan baik

secara terbuka dengan melalui ungkapan kata-kata yang dapat ditafsirkan dengan

3

Achmad Syaifullah Mahandika, Persepsi Anggota Karang Taruna Kelurahan Menanggal tentang Tayangan Mistik Dua Dunia Trans7 Episode Rumah Hantu Darmo, (Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2013)


(15)

jelas, maupun melalui pilihan kata yang halus atau ungkapan secara tidak

langsung, dan dapat diartikan secara konotatif atau persepsi (personal)4.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa opini adalah sekumpulan pandangan,

pikiran, perspektif mengenai suatu persoalan tertentu yang dapat diungkapkan

melalui perilaku seseorang, baik verbal maupun non verbal.

2. Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

a. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di

universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid

di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Secara garis

besar, setidaknya ada 3 peran dan fungsi yang sangat penting bagi

mahasiwa, yaitu : Peranan Moral, Peranan Sosial, Peranan Intelektual.

b. Aktivis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang

(terutama anggota organisasi politik, sosial, buruh, petani, pemuda,

mahasiswa, wanita) yg bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu

atau berbagai kegiatan di organisasinya.

Aktivis adalah orang yang giat bekerja untuk kepentingan suatu

organi-sasi politik atau organiorgani-sasi massa lain. Dia mengabdikan tenaga dan

pikirannya, bahkan seringkali mengorbankan harta bendanya untuk

me-wujudkan cita-cita organisasi.

c. Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) adalah lembaga yang bergerak di

bidang jurnalistik yang dikelola oleh mahasiswa dan mengembangkan

idealisme kemahasiswaan.

4

Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 66


(16)

8

LPM menuntut mahasiswanya sendiri sebagai pengelola kegiatan pers

kampus, mulai dari rapat keredaksian, penggalian data, hingga

penulisan berita. Meskipun begitu, LPM tetap di bawah naungan

perguruan tinggi.

Dengan pengertian tersebut, bisa disimpulkan bahwa mahasiswa aktivis

LPM adalah mahasiswa yang aktif terlibat dalam pengelolaan LPM demi

tercapainya cita-cita organisasi, terutama program kerja yang sesuai dengan

bidang garapnya, yakni jurnalistik.

3. Surat Kabar Harian di Surabaya

Koran atau surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah

dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran,

yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even

politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, dan hiburan lainnya.

Pemilik surat kabar adalah pihak penanggung jawab dalam kaitannya

dengan keberlangsungan medianya. Redaktur adalah beberapa jurnalis yang

bertanggung jawab atas rubrik tertentu. Sedang yang bertanggung jawab terhadap

isi surat kabar disebut editor. Di samping kemutlakan adanya peran wartawan,

pewarta atau jurnalis yang memburu berita atas instruksi dari redaktur atau

pemimpin redaksi.

Jadi yang dimaksud surat kabar harian di Surabaya adalah surat kabar

yang terbit setiap hari dan beredar di Kota Surabaya. Diantara surat kabar yang

terbit setiap hari dan beredar di Surabaya adalah Jawa Pos, Kompas, Bisnis


(17)

G. Kerangka Pikir Penelitian

Ilustrasi kerangka pikir penelitian “Opini Mahasiswa Aktivis Lembaga Pers Mahasiswa UIN Sunan Ampel tentang Surat Kabar Harian di Surabaya”.

Gambar 7. 1. Kerangka pikir penelitian Teori

Secara umum teori adalah suatu konseptualisasi yang umum.

Konseptualisasi atau sistem pengertian ini diperoleh melalui jalan yang sistematis.

Suatu teori harus dapat diuji kebenarannya, bila tidak, dia bukan suatu teori.5

Keterangan Bagan :

1. Teori Perbedaan Individual (Individual Differences Theory)

Teori Perbedaan Individual manganggap bahwa setiap individu dalam

menerima pesan yang disampaikan melalui suatu media mempunyai karakteristik

yang berbeda-beda atau bersifat heterogen, walaupun pesan atau rangsangan yang

disampaikan sama, namun tanggapan serta persepsi yang terjadi akan

berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Di mana persepsi mulai dari penerimaan

5


(18)

10

informasi, penafsiran pesan, melihat kejadian menarik dan penarikan kesimpulan

setiap individu akan berbeda.

Teori itu diilustrasikan dengan persamaan pesan (A) yang disampaikan

kepada mahasiswa. Meskipun pesannya sama (A), pesan tersebut akan

memunculkan opini yang berbeda-beda diantara mahasiswa (A, B, C, dan D)

(gambar 7. 1).

Nama teori yang diketengahkan oleh Melvin D. Defleur ini

lengkapnya adalah Individual Differences Theory of Mass

Communication Effect . Jadi teori ini menelaah

perbedaan-perbedaan diantara individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu.

Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam

organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis. Tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang membedakannya dari yang lain.


(19)

Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota khalayak itu, maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh variabel-variabel kepribadian (yakni menganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama) teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman tanggapan terehadap pesan tertentu. (jika variabel antara bersifat seragam).6

H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek

yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan. Metode penelitian menunjukkan

prosedur dan proses suatu penelitian yang dikerjakan untuk dapat memperoleh

suatu hasil yang objektif. Dengan adanya metode penelitian maka suatu penelitian

dapat dilakukan secara sistematis dan teratur.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Karena peneliti

berusaha untuk memaparkan suatu fenomena yang sedang terjadi.

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

6

Onong Uchjana Effendy, Ilmu,Teori,dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006) hlm. 275-276


(20)

12

diamati.7 Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian

yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan atau perilaku yang dapat

diamati dari setiap individu, kelompok masyarakat dan organisasi.

Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Deskriptif kualitatif menitikberatkan pada observasi dan

suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti bertindak sebagai

pengamat, ia hanya membuat kategori pelaku, mengamati gejala, dan

mencatatnya dalam buku observasinya.

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian ini adalah mahasiswa aktivis LPM yang gemar

membaca surat kabar harian dan dianggap memiliki pengetahuan yang

luas, peka, dan kritis dalam mengamati fenomena pemberitaan media saat

ini.

Objek peneliti dalam penelitian ini adalah opini mahasiswa aktivis

Lembaga Pers Mahasiswa tentang surat kabar harian di Surabaya.

Sedangkan lokasi penelitian ini dilakukan di kampus UIN Sunan Ampel

jl. A. Yani 117 Surabaya.

3. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data. Sedangkan data sekunder adalah sumber

7


(21)

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain, atau dokumen.8

a. Data primer

Data primer diperoleh secara langsung melalui pengumpulan

data, yakni melalui wawancara dengan informan. Sumber data primer

dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara langsung

kepada mahasiswa UIN Sunan Ampel yang aktif mengikuti LPM

kampus. Mahasiswa aktivis LPM dipilih berdasarkan purposive

sample, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan

tertentu, yakni mahasiswa yang gemar membaca surat kabar harian

dan memiliki pengetahuan yang luas, aktif, cerdas, peka, dan kritis

dalam mengamati fenomena pemberitaan media saat ini.

Peneliti juga menggunakan teknik snow ball sampling. Teknik

ini digunakan karena kemungkinan peneliti akan menemukan

informan tambahan selama penelitian. Snow ball sampling adalah dari

jumlah subyek yang sedikit, semakin lama berkembang menjadi

banyak. Dengan teknik ini, jumlah informan yang akan menjadi

subyeknya akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan

terpenuhinya informasi.9

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua

atau sumber sekunder.10 Data sekunder ini adalah data pendukung

8

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ……… hlm. 42 9

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial,(Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 97 10

Kriyantono Rahmat, Teknik Praktis Riset Komunikas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2009), hlm. 42


(22)

14

untuk memperkuat data primer. Data sekunder ini berbentuk data yang

sudah tersedia seperti profil mahasiswa, atau dokumentasi kegiatan

aktivis LPM UIN Sunan Ampel Surabaya. Data sekunder di sini

diharapkan dapat berperan membantu mengungkapkan data yang

diinginkan.

4. Tahapan Penelitian

Dalam melakukan penelitian kualitatif, perlu mengetahui

tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian ini. Ada-pun tahap-tahap

penelitian secara umum terdiri dari empat tahap, yaitu 11:

a. Tahap Pra Lapangan

1) Menyusun rancangan untuk mempermudah jalannya penelitian

sesuai dengan judul yang telah dibuat.

2) Mengurus perizinan. Peneliti mengurus perizinan di bagian Prodi

Ilmu Komunikasi yang akan diajukan kepada informan.

3) Memilih lapangan penelitian, berguna untuk mempermudah

peneliti dalam proses penelitian untuk mengetahui lebih pasti

gambaran umum tentang kondisi lapangan.

4) Memilih informan dan memanfaatkannya sebagai sumber data

yang dibutuhkan yang sesuai dengan penelitian.

5) Menyiapkan perlengkapan penelitian secara teknis maupun

nonteknis guna memperlancar jalannya penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

11


(23)

Dalam tahap ini, peneliti mulai masuk pada lapangan penelitian

guna mencari data yang akurat.

1) Memahami latar penelitian. Memahami latar penelitian diperlukan

agar peneliti lebih mengetahui seluk beluk suatu tempat yang

menjadi tempat penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara

mengikuti, mengamati, dan menganalisis kegiatan LPM yang ada

di UIN Sunan Ampel, seperti rapat redaksi, proses penulisan berita,

dan kegiatan kajian media, sebelum menulis laporan penelitian.

2) Mengumpulkan data. Setelah memahami latar penelitian, tahap

berikutnya adalah pengumpulan data. Kegiatan ini dilakukan

dengan cara melakukan wawancara kepada informan yang telah

ditentukan sebelumnya.

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data bisa dilakukan

dengan cara wawancara tak berstruktur (Unstructured Interview), metode

observasi, dan metode dokumentasi.

a. Wawancara tak berstruktur (Unstructured Interview)

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas di

mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara ini bertujuan untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang


(24)

16

melakukan wawancara, peneliti mendengarkan secara teliti dan

mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.12

Peneliti melakukan wawancara dengan mahasiswa aktivis

LPM secara terbuka. Peneliti menanyakan pertanyaan-pertanyaan

yang berupa garis besar permasalahan. Dari proses wawancara

tersebut, peneliti menyimak, mendengarkan, dan mencatat hal-hal

penting terkait pendapat dan pernyataan mahasiswa aktivis LPM.

b. Metode Observasi

Observasi merupakan salah satu metode utama dalam

penelitian kualitatif. Secara umum observasi berarti pengamatan atau

penglihatan. Dan dalam penelitian, metode observasi diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian.13

Dalam metode observasi, peneliti mengamati kegiatan kajian

yang diadakan mahasiswa aktivis LPM bersama komunitas/

kelompoknya. Observasi dilakukan dengan cara ikut terlibat dalam

kegiatan kajian LPM. Selanjutnya peneliti mencatat hal-hal yang

dirasa penting untuk dijadikan data penelitian.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada subjek penelitian. Dalam melakukan

12

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ……… hlm. 74 13


(25)

dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti

buku-buku, dokumen, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.

Dokumentasi sangat diperlukan untuk memperkuat fakta yang

ditemukan dari penelitian yang dilakukan.

Peneliti mengambil foto dokumentasi selama kegiatan kajian

aktivis LPM. Selain itu, peneliti juga meneliti produk cetak tabloid,

koran, dan buletin untuk dilakukan pencatatan data yang dianggap

penting.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.14

Analisis data dalam penelitian kualitatif selalu bersifat induktif,

alur kegiatan analisis terjadi secara bersamaan.

a. Reduksi Data

Proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data

yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan

dianalisis. Peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

14


(26)

18

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya.

b. Display Data

Melalui display data, data yang sudah direduksi kemudian

diorganisir, disusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin

mudah dipahami. Dalam teknik display data, peneliti membuat uraian

teks singkat yang bersifat naratif. Setelah data tersaji, maka akan

memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan

kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

c. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Verifikasi dan penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan

dari konfigurasi yang utuh, membuat rumusan proposisi yang terkait

dan mengangkatnya sebagai temuan penelitian. Dari sini, peneliti mulai

mencari arti dari setiap data yang terkumpul, menyimpulkan serta

memverikasi data tersebut.

7. Pemeriksaan Keabsahan Data

Setelah proses analisa data selesai dilakukan, peneliti akan

melakukan keabsahan data yang berguna sebagai koreksi dan sekaligus

melengkapi data yang kurang tepat. Untuk itu peneliti menggunakan

beberapa metode yaitu :

a. Triangulasi

Teknik ini merupakan pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi merupakan cara terbaik


(27)

ada dalam suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai

kejadian dalam berbagai pandangan.

Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam

triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam

triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan

dengan memanfaatkan sumber.15

Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif

(Patton,1987:331). Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka

peneliti menempuh langkah sebagai berikut :

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara

2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan

apa yang dikatakan secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi

penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan.

b. Kecukupan Referensial

15

Andi Prastowo, “Pengertian Teknik Triangulasi” dalam http://dunia-penelitian.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-teknik-triangulasi.html. 2015.


(28)

20

Kecukupan referensial adalah penggunaan bahan-bahan yang

tercatat atau terekam yang digunakan sebagai patokan untuk analisis

dan penafsiran data. Jika alat-alat elektronik tidak tersedia maka cara

lain yang digunakan adalah pembanding kritik. Misal ada informasi yang

tidak direncanakan, kemudian disimpan sewaktu mengadakan pengujian. Informasi demikian dapat dimanfaatkan sebagai penunjangnya.

I. Sistematika Pembahasan

Guna memberi kemudahan pembahasan dalam menganalisa studi

penelitian ini, diperlukan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB 1 : Pendahuluan

Bab pertama dari penelitian ini yang mengantarkan pembaca

untuk dapat menjawab pertanyaan apa yang diteliti, untuk apa dan

mengapa penelitian itu dilakukan. Maka dari itu di dalam bab

pendahuluan terdapat latar belakang fenomena permasalahan,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

hasil penelitian terdahulu, definisi konsep, metode penelitian, dan

sistematika pembahasan penelitian.

BAB II : Kerangka Teoritis

Bab ini memuat serangkaian sub-sub bahasan tentang kajian

teoritis obyek kajian yang dikaji. Adapun bagian-bagiannya berisi

: kajian pustaka dan kajian teori.


(29)

Bab ini berisi tentang data-data yang berhasil dikumpulkan oleh

peneliti ketika berada di lapangan. Adapun bagian-bagiannya

berisi : deskripsi subyek dan lokasi penelitian dan deskripsi data

penelitian.

BAB IV : Analisis Data

Bab ini mengulas atau menganalisis data-data yang telah

dikumpulkan oleh peneliti. Adapun bagian-bagiannya berisi :

Temuan Penelitian dan Konfirmasi Temuan Dengan Teori.

BAB V : Penutup


(30)

22 BAB II

OPINI MAHASISWA AKTIVIS TENTANG SURAT KABAR HARIAN DITINJAU DARI TEORI PERBEDAAN INDIVIDUAL

A. Opini Publik

1. Pengertian Opini Publik

Istilah opini publik dapat dipergunakan untuk menandakan setiap

pengumpulan pendapat yang dikemukakan individu-individu. Menurut

Santoso Sastropoetro istilah opini publik sering digunakan untuk

menunjuk kepada pendapat-pendapat kolektif dari sejumlah besar orang.16

Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok

yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung

melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan-pembicaraan pribadi

berantai, melalui desas-desus, melalui surat kabar, radio, televisi dan film.

Alat-alat penghubung ini memungkinkan “publik” mempunyai pengikut yang lebih luas dan lebih besar jumlahnya. Publik dapat didefinisikan

sebagai sejumlah orang yang mempunyai minat, kepentingan, atau

kegemaran yang sama.

Opini publik perlu dimengerti dalam konteks di mana publik

terbentuk karena ada orang atau kelompok yang memiliki kepedulian

terhadap suatu masalah. Publik bukan sekedar sekumpulan orang yang

didorong sikap atau kepentingan. Mereka tercipta berkat wacana yang

menyatukan dengan menyesuaikan opininya. Lalu terbentuk publik yang

mengenali diri sebagai anggota kelompok yang lebih kurang sama.

16

Santoso Sastropoetro, Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 49


(31)

Publik dimengerti sebagai bentuk koordinasi kolektif yang

memiliki tiga hal, yaitu: pertama, identitas lebih kurang sama. Kedua,

setuju atas diagnostik masalah (sebab, tanggung jawab, dan pemecahan).

Ketiga, ikut terlibat untuk suatu upaya kolektif. Jadi, opini selalu

kontekstual terkait dengan budaya dan dinamika perdebatan17 .

Opini publik bisa diartikan sebagai kelompok yang tidak

terorganisasi serta menyebar di berbagai tempat dengan disatukan oleh

suatu isu tertentu dengan saling mengadakan kontak satu sama lain dan

biasanya melalui media massa.18

Opini publik juga mempunyai ciri-ciri tertentu. Pertama, terdapat

juga isi, arah, dan intensitas mengenai opini publik. Ciri-ciri ini

menyangkut opini publik tentang tokoh politik (biasanya pejabat

pemerintah dan kandidat pejabat, tetapi juga jenis lain pemimpin politik,

terutama pemimpin simbolik yang menjadi subjek opini publik) partai,

peristiwa, dan segala jenis isu. Kedua, kontroversi menandai opini publik;

artinya sesuatu yang tidak disepakati seluruh rakyat. Ketiga, opini publik

mempunyai volume berdasarkan kenyataan bahwa kontroversi itu

menyentuh semua orang yang merasakan konsekuensi langsung dan tak

langsung daripadanya meskipun mereka bukan pihak pada pertikaian yang

semula. Keempat, opini publik itu relatif tetap. Kita tidak dapat

mengatakannya berapa lama, tetapi opini publik yang menghasilkan

kontroversi sering bertahan lama.19

17

Haryatmoko, “Mengarahkan Opini Publik”,kliping harianKompas, 2 Februari 2009 18

Nurudin, Komunikasi Propaganda, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 55 19

Dan Nimo, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 25


(32)

24

Menurut Dra. Djoenaesih S. Sunarjo, ciri-ciri opini itu adalah20:

a. Selalu diketahui dari pernyataan pernyataannya;

b. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat;

c. Mempunyai pendukung dalam jumlah besar

Untuk memahami opini seseorang dan publik tersebut, menurut R.

P. Abelson bukanlah perkara mudah, karena mempunyai kaitan yang erat

dengan21:

a. Kepercayaan dengan sesuatu (belief)

b. Apa yang sebenarnya dirasakan atau menjadi sikapnya (attitude)

c. Persepsi (perception), yaitu suatu proses memberikan makna, yang

berakar dari berbagai faktor, yakni:

1) Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat-istiadat yang dianut

seseorang atau masyarakat.

2) Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi

landasan atas pendapat atau pandangannya.

3) Nilai-nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut

atau nilai-nilai yang berlaku di masyarakat).

4) Berita-berita, dan pendapat-pendapat yang berkembang yang

kemudian mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang.

Bisa diartikan berita-berita yang dipublikasikan itu dapat sebagai

pembentuk opini masyarakat.

Bernard Hennesy dalam bukunya Pendapat Umum,

mengemukakan 5 faktor pendapat umum (opini publik) 22:

20

Djonaesih S. Sunarjo, Opini Publik, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hlm, 24 21

Dalam Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, ……….., hlm. 66


(33)

a. Adanya isu (Presence of an Issue). Harus terdapat konsensus yang

sesungguhnya, opini publik berkumpul di sekitar isu. Isu dapat

didefinisikan sebagai situasi kontemporer yang mungkin tidak terdapat

kesepakatan, paling tidak unsur kontroversi terkandung di dalamnya

dan juga isu mengandung konflik kontemporer.

b. Nature of publics. Harus ada kelompok yang dikenal dan

berkepentingan dengan persoalan itu.

c. Pilihan yang sulit (complex of preferences), mengacu pada totalitas

opini para anggota masyarakat tentang suatu isu.

d. Suatu pernyataan/opini (Expression of opinion). Berbagai pernyataan

bertumpuk sekitar isu. Pernyataan biasanya melalui kata-kata yang

diucapkan atau dicetak, tetapi sewaktu-waktu gerak-gerik, kepalan

tinju, lambaian tangan, dan tarikan napas panjang, merupakan suatu

pernyataan/opini.

e. Jumlah orang terlibat (Number of persons involved). Opini publik

adalah besarnya (size) masyarakat yang menaruh perhatian terhadap

isu. Definisi itu mengemukakan pernyataan mengenai jumlah secara

baik sekali dan dirangkum dalam ungkapan “sejumlah orang penting”, dengan maksud mengesampingkan isu-isu kecil dengan

pernyataan-pernyataan yang tidak begitu penting dari individu yang sifatnya

sangat pribadi.

Beberapa pengertian mengenai opini publik yaitu sifat umum yang

diselidiki ilmu komunikasi merupakan bentuk kelompok (sosial) yang

22


(34)

26

kolektif dan tidak permanen. Perkataan “publik” melukiskan kelompok manusia yang berkumpul secara spontan dengan syarat-syarat23:

a. Mengadapi suatu persoalan (issue),

b. Berbeda opini mengenai suatu persoalan dan berusaha mengatasinya,

c. Untuk mencapai jalan keluar melalui keinginan berdiskusi. Di sini

publik belum terbentuk dan tidak terorganisir. Setiap publik terikat

persoalan, dengan sendirinya terbentuk banyak publik, karena

masing-masing mempunyai persoalan yang minta perhatian. Perkataan

public” membawa persoalan komunikasi mengenai “What the public

wants”. Peranan komunikator harus mengetahui keinginan

komunikan, misal dalam penyebaran informasi yang sesuai

keinginannya.

Baik opini maupun sikap terdapat pengertian yang berbeda,

walaupun kedua istilah itu terdapat suatu interaksi yang bekesinambungan.

Sikap ada dalam diri seseorang, sedangkan pernyataan (ekspresi)

merupakan keluar dari diri seseorang. Dengan demikian, antara opini dan

sikap atau sebaliknya terdapat suatu kerja sama yang berkesinambungan di

dalam diri manusia dalam menghadapi suatu masalah atau suatu situasi

tertentu.24

2. Hubungan Opini Publik dengan Media Massa dan Propaganda

Menurut Bernard Henessy, mengapa media massa mempunyai

pengaruh yang sangat kuat dalam dialog politik dan dalam pemecahan

konflik sosial secara politik? Salah satu yang diperbuat media massa

23

Astrid S Susanto, Pendapat Umum, (Bandung: Binacipta, 2007), hlm. 47 24


(35)

sebenarnya adalah memengaruhi keputusan politik dengan memberikan

atau tidak memberikan publikasi kepada para calon dan penyelenggara

kebijakan. Namun, media terutama surat kabar mempublikasikannya

melalui “editorial” dan dapat membentu sejumlah kecil orang untuk mengambil kesimpulan mengenai “isu” yang dikemukakan. Alasan lain para pengambil keputusan sering menganggap dirinya penting.25

Bila terdapat sejumlah orang berpengaruh besar berpendapat

bahwa editorial dari surat kabar di ibukota berpengaruh besar dan juga

dianggap penting, atau siaran-siaran khusus soal masyarakat dari stasiun

radio dan stasiun-stasiun televisi pernyataan-pernyataan siaran mereka

dinilai yang berpengaruh dan populer, maka penyajian media tersebut

menjadi berpengaruh.

Kebanyakan media massa tidak terlalu bersifat politik, mereka

hanya pada tingkat tertentu menyiarkan hal-hal bermuatan politik. Media

tersebut beredar massal dan menyesuaikan dengan keinginan khalayak

yang lebih banyak menguntungkan bagi kehidupan medianya.

Sedangkan opini publik dan propaganda juga mempunyai

hubungan yang sangat erat, dan tidak dapat dipisahkan. Menurut Laswell,

dalam buku Nuruddin Komunikasi Propaganda, propaganda semata-mata

alat pengontrol bagi opini publik. Propaganda dilakukan untuk

memengaruhi atau mengontrol opini publik yang menjadi sasaran dari

propaganda. 26

25

Bernard Hennesy, Pendapat Umum, Edisi.4, ..., hlm. 207 26


(36)

28

Opini publik menjadi perantara dari perubahan sikap dan perilaku

menjadi sasaran para propagandis. Opini publik dipersiapkan dulu,

kemudian dilontarkan (dipropagandakan) untuk memengaruhi opini

publik. Jika opini publik sudah terbentuk secara baik baru ditegakkan

demokrasi, hal ini akan terpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat.

Jadi, opini publik menjadi alat yang baik untuk mewujudkan propaganda.

Dalam perkembangannya pula, opini publik yang dibentuk lewat

propaganda digunakan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung

jawab. Di Indonesia banyak contoh dimana propaganda digunakan secara

tidak bertanggung jawab dalam mempengaruhi opini publik

masyarakatnya. Seperti kasus yang terjadi pada masa Orde Baru

membenarkan asumsi tersebut. Mulai dari Dwi Fungsi ABRI, mayoritas

tunggal, asas tunggal, sakralisasi Pancasila dan UUD 45 yang dijadikan

mantra melebih kitab suci, kekuasaan pemimpin yang dianggap titisan

dewa karena menjadi symbol ratu adil, juga termasuk penggunaan agama

dalam mendukung dan mengabsahkan kekuasaan politik.

B. Eksistensi Mahasiswa dalam Dunia Akademis

Mahasiswa merupakan anak-anak bangsa yang biasa disebut sebagai Iron

Stock dan Agent of Change, sehingga mahasiswa sangat diharapkan mampu

mengemban amanah dan tanggung jawab untuk menjadikan bangsa ini menjadi

lebih baik. Dunia mahasiswa adalah masa transisi yang paling vital dan urgen

dalam pencarian eksistensi jati diri mereka.

Sehingga sering di dalam dunia kemahasiswaan, mereka dituntut untuk


(37)

cakrawala dan pengetahuan, menajamkan pola pikir, serta dituntut lebih kritis

mengamati fenomena sosial di sekitar mereka. Semua itu bertujuan untuk

menjadikan mereka sebagai makhluk sosial yang matang, utuh dan pada tujuan

akhirnya menjadi manusia yang menemukan eksistensi mereka.

Sehingga dengan proses tersebut diharapkan mahasiswa mampu menjadi

manusia yang tidak penakut, kuat dan mampu menghadapi berbagai macam

problematika dan tantangan hidup yang akan mereka jalani dan hadapi sekarang

dan yang akan datang. Baik itu dalam lingkup keluarga, sosial masyarakat

maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam proses pencapaian eksistensi tersebut berbagai macam cara mereka

lakukan. Salah satu yang paling dominan yaitu dengan cara melakukan berbagai

macam aktivitas di luar perkuliahan dan berkumpul dalam lingkungan atau

komunitas yang mereka suka dan mereka minati. Willy Ramadan, dalam bukunya

Kado untuk Mahasiswa Aktivis menyebut kumpulan atau komunitas dengan

sebutan organisasi, baik itu yang berada di luar kampus (eksternal) maupun di

dalam kampus (internal).27

Genre dan bentuk organisasi itupun bermacam-macam. Ada yang meliputi

pengembangan dalam bidang pergerakan, pelatihan, seni, olahraga, keterampilan

dan lain sebagainya. Mahasiswa yang mengaktifkan dirinya pada organisasi ini

lebih dikenal dengan sebutan aktivis mahasiswa. Sehubungan dengan hal tersebut

maka idealnya dengan mengikuti organisasi, mahasiswa bersangkutan diharapkan

menjadi sosok yang punya keberanian dan kemampuan dalam menghadapi

masalah dengan baik. Media organisasi menjadi wadah pembelajaran yang

27

Willy Ramadan, Kado untuk Mahasiswa Aktivis: Relasi Kepemimipinan, Budaya, Organisasi dan Psikologi Mahasiswa, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), hlm. 3


(38)

30

meliputi pengetahuan dan pengalaman yang mengajarkan sebuah kemampuan

kepemimpinan (leadership) dan menemukan nilai-nilai budaya organisasi yang

baik bagi mahasiswa.

Seperti hal-hal yang meliputi bagaimana cara untuk memecahkan masalah

(problem solving), manajemen konflik (conflict management), berkomunikasi

secara baik (good communication), bertanggung jawab terhadap tugas

(responsibility). Sehingga seyogyanya dengan begitu organisasi akan sangat

membantu dalam pembentukan karakter dan kepribadian mahasiswa serta mampu

mencetak pemimpin-pemimpin yang berkualitas, mapan dan berani terhadap

tantangan serta kesulitan yang mereka hadapi.

C. Aktivis Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswaan

Organisasi kemahasiswaan merupakan sebuah bentuk sarana atau wahana

kegiatan di perguruan tinggi yang bertujuan untuk memberikan keterampilan dan

kemampuan yang bermanfaat dan berguna bagi mahasiswa itu sendiri.

Hal ini juga dijelaskan oleh Kepmendikbud RI No 155/U/1998 pada bab I

pasal 1 ayat 1 dan 3 tentang pedoman umum organisasi kemahasiswaan di

perguruan tinggi, yaitu:

Organisasi kemahasiswaan intra-perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. (Ayat 1)

Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan. (Ayat 3)

Sedangkan istilah aktivis secara sederhana dan secara umum menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang (terutama anggota organisasi politik,


(39)

pelaksanaan sesuatu atau berbagai kegiatan dalam organisasi. Di dalam organisasi

mereka melakukan sebuah gerakan-gerakan dengan tujuan mencapai visi dan misi

organisasi mereka secara aktif. Baik itu mereka menempati posisi structural

ataupun tidak, pengurus inti ataupun anggota biasa. Selama mereka aktif atau

terlibat dalam gerakan-gerakan yang merujuk pada pencapaian misi dan visi,

maka dia disebut sebagai aktivis.

Jadi, aktivis tidak hanya melekat pada mahasiswa saja, orang yang aktif

dalam memperjuangkan lingkungan hidup bisa disebut sebagai aktivis lingkungan

hidup dan begitu juga yang lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

mahasiswa yang aktif berjuang pada skala dan lingkup kampus dalam mencapai

visi dan misi sebuah organisasi bisa dikatakan sebagai aktivis mahasiswa.

Di setiap organisasi pasti memiliki budaya organisasi yang

bermacam-macam. Veithzal Rivai menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah apa yang

anggota (karyawan) rasakan dan bagaimana persepsi ini menciptakan suatu pola

teladan kepercayaan, nilai-nilai, dan harapan.28

Dalam konteks organisasi kemahasiswaan, tentu organisasi ini pun

merupakan sebuah organisasi yang mempunyai identitas atau jati diri

sebagaimana orang yang ada di dalamnya. Organisasi kemahasiswaan, baik itu

organisasi internal maupun eksternal kampus, berdasarkan proses pembetukannya

bisa dikatakan sebagai organisasi formal, karena organisasi ini dibentuk secara

sadar dan dengan tujuan-tujuan tertentu yang disadari pula yang diatur dengan

ketentuan-ketentuan formal, dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

(AD/ART).

28

Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012), hlm. 256


(40)

32

Maka berdasarkan penjelasana teori-teori dan definisi-definisi di atas

mengenai budaya organisasi dapat diambil kesimpulan bahwa budaya organisasi

kemahasiswaan merupakan asumsi dasar atau nilai-nilai yang dikaji, dimaknai dan

dipraktikkan oleh semua anggota organisasi kemahasiswaan sebagai pedoman

dalam pola perilaku berorganisasi.

Budaya organisasi ini bisa juga disebut sebagai identitas sebuah organisasi

sebagai karakteristik yang identik dengan nilai-nilai yang tidak saja hanya

dipahami oleh semua elemen organisasi namun juga terlihat dari tingkah laku

mereka dalam berorganisasi. Jadi budaya organisasi itu tidak bisa dilihat hanya

dari hal-hal yang abstrak (asumsi dasar atau nilai-nilai) namun juga pada elemen

yang bisa dilihat dan diamati oleh orang lain di luar organisasinya.

D. Surat Kabar sebagai Salah Satu Media Massa

Seperti yang disiratkan namanya, fungsi utama surat kabar adalah

melaporkan berita. Meskipun demikian, surat kabar zaman modern memberikan

lebih banyak daripada sekedar melaporkan berita –surat kabar mengomentari berita, mengungkapkan pendapat dalam bagian editorialnya, memberikan

informasi khusus dan pelbagai saran kepada para pembacanya, dan sering

memasukkan aspek-aspek tertentu seperti cerita komik dan novel bersambung.29

Setiap harinya sekitar 60 juta eksemplar surat kabar sampai kepada

pembaca Amerika Serikat. Setiap minggu lebih dari 10 ribu surat kabar mingguan

memuat berita dan iklan untuk komunitas lokal.

Berbicara tentang surat kabar, orang akan tertuju kepada Sunday Time

yang terbit di New York, dengan oplah nasional setiap minggunya. Koran-koran

29

Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), hlm.83


(41)

dengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan, yang selain

yang terbit di New York, terdapat pula di Washington, Chicago, Los Angeles.

Uniknya, di Amerika 85% lebih surat kabar yang dibaca orang Amerika

diterbitkan di kota-kota kecil dan menengah, dengan tiras sekitar 50.000

eksemplar per harinya, atau yang lebih kecil lagi dengan tiras sekitar 25.000

eksemplar. Sedangkan sejumlah harian yang terbit di desa-desa hanya memiliki

sirkulasi per harinya 5000 eksemplar saja.

Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2007 saja, menurut data statistik

Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), jumlah oplah Koran yang beredar sebanyak

6.026 juta eksemplar dari total oplah seluruh media cetak (termasuk majalah dan

tabloid) mencapai 17.374 juta eksemplar. Jika oplah surat kabar harian

diperbandingkan dengan jumlah populasi, maka rasionya menjadi 1:38 orang

penduduk Indonesia. Artinya, setiap eksemplar surat kabar hanya dibaca oleh 38

orang penduduk Indonesia. Rasio tingkat kepembacaan surat kabar harian di

Indonesia ini jauh dari standar yang telah ditetapkan UNESCO yang sebesar 1:10.

Rendahnya rasio orang Indonesia membaca Koran menjadi salah satu

masalah perkembangan surat kabar itu sendiri. Boleh jadi, masalah ini disebabkan

oleh benyaknya sumber informasi selain surat kabar yang dapat diperoleh

pembaca. Keberadaan radio dan televisi dengan varian berita yang lebih atraktif

dan menarik menyebabkan banyak orang yang menonton televisi untuk

mendapatkan berita aktual. Pelanggan yang ingin mendapatkan surat harus

menunggu sehari untuk mendapatkan berita, berbeda dengan radio dan televisi

yang laporan dan peristiwa dapat dilaporkan secara update (terbaru) seitap saat


(42)

34

memudahkan setiap orang untuk mendapatkan informasi setiap saat melalui

laptop atau handphone.

Masalah lainnya, juga adalah persoalan aktivitas khalayak di luar rumah

yang disibukkan dengan pekerjaan sehingga kurang memiliki waktu untuk

membaca surat kabar di pagi hari atau sore hari. Praktis mereka yang dapat

membaca surat kabar adalah yang memiliki waktu luang saja.30

Sedangkan surat kabar sendiri memiliki tiga fungsi utama dan fungsi

sekunder. Fungsi utama media adalah : (1) to inform (menginformasikan kepada

pembaca secara objektif tentang apa yang terjadi dalam suatu komunitas, negara

dan dunia); to comment (mengomentari berita yang disampaikan dan

mengembangkannya ke dalam fokus berita); to provide (menyediakan keperluan

informasi bagi pembaca yang membutuhkan barang dan jasa melalui pemasangan

iklan di media. Sedangkan fungsi sekunder media adalah : (1) untuk kampanye

proyek-proyek yang bersifat kemasyarakatan, yang sangat diperlukan untuk

membantu kondisi-kondisi tertentu; (2) memberikan hiburan kepada pembaca

dengan sajian cerita komik, kartun dan cerita-cerita khusus; (3) melayani pembaca

sebagai konselor yang ramah, menjadi agen informasi dan memperjuangkan hak.

Kehadiran media massa membuat dunia dirasakan semakin kecil. Hal ini

diperkuat oleh pendapat Marshall McLuhan mengenai keadaan dunia yang

seolah-olah semakin kecil karena dunia saat ini bagaikan desa global (global village).

Media komunikasi modern memungkinkan berjuta-juta orang di seluruh dunia

untuk saling berhubungan hampir ke setiap pelosok dunia.

30

Apriadi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia halayak Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 46-47


(43)

Dalam waktu yang relatif singkat, masyarakat dunia mengetahui peristiwa

11 September 2001 di mana gedung kembar WTC di New York ditabrak oleh dua

pesawat terbang AS yang dibajak oleh sekelompok teroris dan sebuah pesawat

bajakan lainnya menabrak gedung Pentagon di Washington. Sekalipun peristiwa

dahsyat yang menelan korban tewas sebanyak 3200 orang itu terjadi di Amerika

Serikat, tidak menjadi halangan bagi media massa untuk menyebarluaskannya,

menjangkau masyarakat dunia yang jumlahnya hanpir 3 miliar orang. Inilah salah

satu bukti keampuhan media massa dalam menyebarkan informasinya, yang

mengakibatkan bahwa dunia memang bagai desa global.

1. Konsentrasi Kepemilikan dan Konglomerasi Media

Kepemilikan perusahaan media semakin lama semakin

terkonsentrasi hanya kepada beberapa pihak saja. Melalui merger, akuisisi,

buyout, dan pengambilan paksa, sejumlah kecil konglomerat besar hadir

untuk memiliki semakin banyak gerai media.31 Sedangkan konglomerasi

media pertama di Indonesia sendiri ada di media cetak, tetapi

konglomerasi media elektronika adalah yang paling signifikan dari segi

kapitalisasi modal dan uang yang berputar dalam kelompok usaha tersebut.

Masalah yang timbul kemudian, bilamana rantai kepemilikan

media dalam bentuk rantai konglomerasi yang memiliki sejumlah media

dan perusahaan bukan media. Mampukah jurnalisme menyuarakan banyak

hal secara beragam atau justru sebaliknya, seragam. Robert McChesney

mengemukakan, “Ketika kepemilikan secara nasional terkonsentrasi pada

31

Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa : Melek Media dan Budaya. Edisi 5, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008), hal. 54


(44)

36

bentuk rantai, jurnalisme menjadi refleksi kepentingan para pemilik dan

pengiklan daripada ragam kepentingan dari sebuah masyarakat.

Akuisisi yang dilakukan dari sudut pandang perusahaan

memperbesar penjualan, efisiensi dalam produksi namun tidak menjamin

terlayaninya kepentingan publik (public interest). Berita yang menjadi hak

ekslusif halaman depan diganti dengan iklan, inilah bentuk dari

komersialisasi media yang menghilangkan pelayanan publik. Media tidak

lagi menjadi pelayan kebutuhan informasi bagi khalayak, tetapi lebih

mementingkan keuntungan semata dan mengabaikan profesionalisme

jurnalisme. Berita bagi masyarakat merupakan hak dan media

berkewajiban memberikan hak itu kepada masyarakat. Jika berita

disingkirkan oleh iklan, apa jadinya fungsi pers itu sebagai pemberi

informasi kepada masyarakat yang terabaikan.32

Maurice Hinchey, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari New

York, memberikan gambaran ancaman bagi proses demokrasi di AS :

Perubahan kepemilikan media berlangsung dengan sangat cepat dan mengejutkan. Dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini, jumlah perusahaan media besar di AS turun sampai satu setengah kali lipat dari jumlah sebelumnya; kebanyakan perusahaan yang bertahan dikendalikan oleh kurang dari sepuluh konglomerat media besar. Ketika gerai media secara terus-menerus ditelan oleh raksasa-raksasa besar ini, pasar ide-ide pun semakin menyusut. Suara-suara baru dan independen pun tercekik. Dan perusahaan yang masih ada hanya memiliki kewajiban yang sangat kecil untuk menampilkan jurnalisme yang berkualitas dan dapat diandalkan. Berita yang memiliki makna yang mendalam bagi kesejahteraan bangsa telah digantikan oleh sajian-sajian pembunuhan yang digembar-gemborkan dan gosip-gosip selebriti.33

32

Lihat Apriadi Tamburaka, Literasi Media: Cerdas Bermedia halayak Media Massa, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 46-47

33

Lihat Stanley J. Baran, Pengantar Komunikasi Massa : Melek Media dan Budaya,…...., hal. 54


(45)

Selanjutnya kritikus media, Steven Brill menegaskan,

“Ancamannya terlihat jelas!” Mengenai konglomerasi media, dia beranggapan:

Semakin besar ukuran konglomerasi ini, akan semakin kecil arti jurnalisme dan semakin rapuh jurnalisme ini terhadap kepentingan lain dari konglomerasi. Oleh karena itu, perusahaan besar ini menampakkan ancaman baru dan tidak pernah ada sebelumnya terhadap kebebasan berekspresi, jurnalisme independen, dan pasar ide-ide yang bebas dan bergairah.

Konflik kepentingan hanya merupakan salah satu persoalan yang

terkait dengan konglomerasi. Persoalan lain adalah dominasi terhadap

mentalitas yang mendasar dan degradasi isi media yang tidak dapat

dihindari. Sementara itu, untuk bidang jurnalisme, mantan pembaca berita

CBS, Dan Rather, menambahkan, “Semakin besar entitas yang memiliki dan menguasai operasionalisasi berita, semakin jauh jarak antara mereka

dengan berita.”

Pada 1988, Ignatius haryanto menulis mengenai Media Mogul

(1998) yang menceritakan betapa kepemilikan tunggal media massa di

Indonesia suatu waktu dapat mengancam kebebasan pers, “Tak banyak yang melihat bahwa faktor pemilik modal menjadi salah satu ancaman

yang potensial untuk terjadinya pelanggaran atas hak menyiarkan

informasi dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang

sesungguhnya.”

Penulis tersebut secara cermat mengemukakan sejumlah contoh di

era Orde baru yang menunjukkan bagaimana sejumlah pemberitaan di

media massa (cetak dan elektronik) dikendalikan oleh kepentingan si


(46)

38

tekanan penguasa. Sebuah peristiwa dapat ditulis atau disiarkan bila

kepentingan penguasa (pemerintah) atau pengusaha (pemilik media) tidak

terganggu oleh pemberitaan itu. Sebab peristiwa dapar di-framing sesuai

kepentingan, bila ada peristiwa yang mengganggu eksistensi dan bisnis

mereka.34

Dalam praktiknya kita dapat melihat banyak contoh di mana

kebijakan pemberitaan ditetapkan karena ada arahan dari pemilik. Dalam

dua kali pemilihan umum di Indonesia, usaha “pengarahan” dirasakan oleh para pemilik media besar itu. Secara natural, konglomerat media akan

mendengar apa yang dipesankan oleh penguasa incumbent (yang sedang

berkuasa) atau (bila terjadi) dari calon yang kemungkinanakan menang

dan jadi penguasa baru. Konglomerat media umumnya adalah pengusaha,

bukan politikus atau wartawan yang punya sikap yang tegas dalam soal

itu.35

Konglomerasi telah membawa peningkatan tekanan pada surat

kabar untuk beralih pada keuntungan. Konglomerasi mewujudkan dirinya

dalam tiga cara yang berbeda, tetapi saling berkaitan : hiperkomersialisasi,

penghapusan perbedaan antara iklan dan berita, dan yang paling utama,

hilangnya misi jurnalisme itu sendiri.

Sebagian kritikus menyoroti kepemilikan luar sebagai suatu

masalah dan cerminan tidak adanya komitmen kepada komunitas lokal.

Namun kritikus lainnya lebih menyoroti masalah keseimbangan berita dan

objektivitas (sangat penting terutama dalam kota yang hanya memiliki satu

34

Farid Hamid dan Heri Budianto, Ilmu Komunikasi: Sekarang dan Tantangan Masa Depan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 42


(47)

surat kabar). Sebagian perusahaan mengoperasikan kepemilikannya

dengan tidak terlalu memfokuskan pada pencapaian keuntungan,

sedangkan lainnya memfokuskan pada profit dan mengesampingkan

pelayanan jurnalistik yang ideal. Beberapa kelompok perusahaan

mensyaratkan bahwa semua surat kabarnya tunduk kepada otoritas

korporat, namun sebagian juga memberikan otonomi.

2. Komersialisasi Surat Kabar

Kita perlu juga menyinggung munculnya surat kabar massa, yang

seringkali disebut pula surat kabar “komersial” karena dua alasan : sistem kerjanya sebagai badan usaha pencari keuntungan diwarnai oleh sikap

monopolistis dan ketergantungannya yang sangat besar pada pemasukan

yang bersumber dari adpertensi.36 Alasan terakhirlah yang paling banyak

membuka kemungkinan dan memberi harapan terbentuknya masyarakat

pembaca yang begitu luas. Disadari bahwa dasar dan tujuan komersiallah

yang secara tidak langsung memberikan pengaruh besar terhadap isi surat

kabar dan membuat aspek-aspeknya lebih bersifat populis dan lebih

menunjang dunia usaha, konsumerisme, serta persaingan bebas.

Menurut wartawan senior Rosihan Anwar ketika ia berorasi saat

pemberian Anugerah Kesetiaan Berkarya di dunia pers dalam rangka

ulang tahun ke-40 harian Kompas atas pengabdiannya selama 62 tahun

kepada dunia pers. Menurut penilaiannya, idealisme wartawan di tahun

1943 yang lalu berbeda dengan idealisme wartawan di zaman sekarang.

Zaman dulu orang menjadi wartawan demi memperjuangkan

36

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Cet.2, terjemahan Agus Dharma dan Aminuddin Ram, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1987), hlm. 12


(48)

40

kemerdekaan, sedangkan zaman sekarang orang menjadi wartawan demi

kepentingan bisnis.37

Untuk kepentingan itu kiranya lebih cocok jika kita memperhatikan

munculnya ragam surat kabar baru yang merupakan akibat dari

kecenderungan komersialisasi, yakni surat kabar yang berciri : lebih ringan

dan menghibur, serta menekankan human interest; di samping itu,

penyajiannya menyangkut kejahatan, tindak kekerasan skandal dan tokoh

penting lebih bersifat sensasional, serta masyarakat pembacanya sangat

luas dan sebagian besar terdiri atas kelompok orang berpenghasilan rendah

dan kelompok orang berpendidikan. Walaupun ragam surat kabar seperti

itu tampaknya merupakan ragam surat kabar yang paling dominan (dalam

pengertian paling banyak dibaca orang) di banyak negara.38

Di negara-negara kapitalis, para eksekutif korporasi amat

mempengaruhi isi media massa dengan mensponsori program-program

dan mengiklankan produk-produk.39 Demikian derasnya arus peredaran

uang dalam industri persuratkabaran di dunia modern membuat sebagian

orang menyebutkan bahwa sesungguhnya kehidupan jurnalisme adalah

dunia jual beli berita.40

3. Ideologi Politik Pers

Dengan memahami awal perkembangan penerbitan pers, kita tidak

akan merasa heran melihat perkembangan pers selanjutnya, yang

37

Lihat juga Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 23

38

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, …………, hlm. 13 39

James Lull, Media Komunikasi Kebudayaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hlm. 12

40


(49)

kemudian menjadi alat yang dimanfaatkan demi kepentingan partai dan

propaganda politik. Kadar dan ragam yang didayagunakan untuk

kepentingan tersebut bervariasi. Titik perhatian kita di sini berkenaan

dengan surat kabar yang menyajikan dan memberikan pandangan politik

atau surat kabar yang bersekutu dengan partai.

Surat kabar partai sebagai salah satu ragam surat kabar

institusional telah sangat berbeda dengan ragam pers komersial lainnya,

baik sebagai suatu ide maupun sebagai badan usaha yang aktif. Surat kabar

komersial mengembangkan dirinya sebagai surat kabar yang lebih objektif

dan menyenangkan, dan kurang bersifat manipulatif. Semua itu semakin

menarik minat pembaca dari waktu ke waktu. Walaupun demikian, konsep

pers partai masih memperoleh kedudukan sebagai suatu komponen dalam

demokrasi politik. Surat kabar partai tidak terlalu jauh berbeda dengan

surat kabar liberal, meskipun keunikannya terletak pada kedekatan

khususnya dengan para pembacanya yang diikat oleh kesetiaan terhadap

partai, seksionalismenya, dan fungsi mobilisasinya dalam pencapaian

tujuan partai.41

Ideologi-idelogi yang paling berkuasa mencerminkan nilai-nilai

dari lembaga-lembaga dan orang-orang yang kuat secara politik dan

ekonomi dalam suatu masyarakat, tak peduli jenis sistem yang berlaku.

Negara-negara sosialis menggunakan media massa untuk mempromosikan

program-program politik, ekonomi, dan budaya yang pada beberapa kasus

ditetapkan secara demokratis, dan pada kasus-kasus lain dipaksakan. Pada

41


(50)

42

sedikit negara komunis yang tersisa, para pejabat partai mengembangkan

sasaran dan pelajaran ideologis yang eksplisit yang kemudian disampaikan

kepada rakyat melalui program media. Di Cina misalnya, televisi dan

media yang lain dipenuhi dengan laporan berita yang disesatkan secara

menyolok program yang memberi salut kepada “pekerja teladan” dan “warga teladan”, drama-drama, film-film dokumenter yang secara politik memuji-muji sosialisme dan Partai Komunis, serta editorial-editorial yang

secara terang-terangan berpihak.

Dalam iklim politik liberal, seperti berlaku di Indonesia saat

pemilu 1999, media massa mempunyai kebebasan sangat luas dalam

mengkonstruksi realitas. Satu-satunya patokan yang dipakai adalah

kebijaksanaan redaksi (redactional concept) media masing-masing yang

sangat boleh jadi hal itu dipengaruhi oleh kepentingan idealis, ideologis,

politis dan ekonomis.42 Sebuah media yang ideologis umumnya muncul

dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan terhadap kelompok

yang sealiran; dan penyerangan terhadap kelompok yang berbeda haluan.

Dalam konteks ini terbuka peluang sebuah media untuk bersikap

partisan terhadap sebuah kekuatan politik, sehingga ia mempunyai

khalayak yang setia. Sementara media massa yang berusaha berdiri di

tengah semua kekuatan politik (non-partisan) cenderung memiliki

khalayak yang lebih luas walaupun tidak selalu stabil. Jadi dalam

mengkonstruksi realitas politik, faktor idelogi yang dimiliki media dan

yang dianut khalayak mempengaruhi bidikan pasar media itu.

42

Ibnu Hamad, Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), hal. 26


(51)

Dalam proses pengkonstruksian realitas politik ini, media massa

memiliki dua kemungkinan: menjadi saluran komunikasi politik yang

merefleksikan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi atau menjadi agen

politik dimana terutama para jurnalisnya bertindak selaku komunikator

politik dalam kategori profesional. Perbedaan peran ini selanjutnya

berpengaruh pada citra realitas politik yang dihasilkannya; dimana kalau

seorang wartawan bertindak selaku komunikator politik profesional, ia

akan lebih partisan dalam pengemasan realitas politiknya dibanding

dengan mereka melakonkan diri sebagai pelapor peristiwa.

4. Mencari Kejelasan Integritas Pers

Mencermati perkembangan pers selama tahun 1996 lalu, ada dua

hal yang perlu mendapat kejelasan. Pertama, kemandirian pers untuk

mengungkap kebenaran lewat informasi jurnalistiknya. Kedua, kejelasan

sosok pers sebagai lembaga sosial di tengah tarik-menarik antara lembaga

ekonomi dan politik.

Integritas pers sekarang memang agak tercemar oleh

pemain-pemain baru yang bermunculan tanpa merasa terikat oleh rambu-rambu

etika dan tanggung jawab yang sebelumnya ditetapkan oleh PWI

(Persatuan Wartawan Indonesia) sebagai organisasi profesi yang dulu

memiliki otoritas terhadap semua wartawan maupun pemilik media massa.

Kita tahu bahwa sistem pers kita setelah memasuki era reformasi ini


(52)

44

struktur masyarakatnya yang telah berubah menjadi lebih “demokratis” sejak kekuasaan Soeharto tumbang.43

Kebenaran sebagai esensi sebuah informasi pers ternyata bukan

barang mudah untuk diperoleh. Secara ideal dan konsepsional kebenaran

yang ingin ditampilkan pers adalah kebenaran yang berlaku di masyarakat

(social truth). Kebenaran seperti ini sering disebut dengan realitas

sosiologis atau realitas empirik.44 Para pekerja pers sudah paham betul

tentang itu.

Jauh sebelumnya, tokoh pers nasional, M. Wonohito juga telah

memperingatkan bahwa teoritisi pers Amerika kadang membuat bingung.

Istilah fakta (fact) sebagai pijakan informasi pers kadang lebih ditekankan

pada arti event, happening, occurance belaka. Makna sesungguhnya dari

social truth seolah terabaikan.

Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen pers kerap dibuat

bingung dengan beragam kebenaran yang ditampilkan pers. Realitas

empirik yang diperoleh wartawan acapkali berseberangan dengan

informasi yang disampaikan pejabat. Sebagai konsumen pers yang telah

rela membayar, masyarakat lebih percaya pers. Meskipun pekerja pers

telah berhasil mengungkap realitas empirik, tidak jarang mereka “terpaksa dan dipaksa” untuk menyampaikan kebenaran versi pejabat. Keadaan seperti ini justru dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada pers.

43

Hikmat Kusumaningrat, Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori & Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 38

44

Chusmeru, Komunikasi di Tengah Agenda Reformasi Sosial Politik, (Bandung: PT. Alumni, 2001). hlm. 23


(1)

98

c. Surat kabar yang baik dan benar menurut mahasiswa

Mahasiswa juga mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai surat kabar yang baik dan benar, diantaranya surat kabar yang baik adalah mendidik, menghibur, dan informatif; menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti; edukatif; valid dan berimbang

2. Opini mahasiswa aktivis LPM tentang tentang profesi wartawan

a. Opini mahasiswa tentang profesi wartawan

Sebagai aktivis pers, mahasiswa mempunyai opini yang berbeda-beda terkait profesi wartawan saat ini. Diantaranya pers saat ini masih berperan penting sebagai penyuplai informasi akademis; wartawan sebagai buruh; wartawan telah kehilangan idealism; dan sering terlibat berbagai kepentingan

b.Profesi wartawan yang baik dan benar menurut mahasiswa

Mahasiswa aktivis pers mempunyai nilai dan kode etik sendiri-sendiri yang dipegang teguh dalam menanggapi pers saat ini. Menurut mahasiswa aktivis pers profesi wartawan yang baik adalah wartawan yang menerapkan fungsi dan prinsip jurnalisme; selalu update; cerdas dan kreatif; mematuhi kode etik pers; dan mampu menyuarakan suara rakyat dan pengontrol pemerintah.

B.Rekomendasi

Dari berbagai data temuan di lapangan, peneliti telah merumuskan beberapa rekomendasi terkait opini mahasiswa aktivis LPM tentang surat kabar harian saat ini. Rekomendasi tersebut ditujukan untuk instansi/perusahaan


(2)

99

media itu sendiri ataupun mahasiswa aktivis LPM selaku bagian dari konsumen informasi dari media massa.

1. Perusahaan media

a) Menerapkan fungsi-fungsi media massa

Media massa hendaknya lebih menekankan kembali fungsi-fungsinya, seperti fungsi informasi, edukasi, ataupun hiburan. Dari penerapan fungsi-fungsi tersebut, media massa seperti surat kabar akan mempunyai nilai lebih di benak khalayak karena mampu memberikan manfaat kepada masyarakat.

b) Kreatif produksi konten

Tidak hanya menekankan pada penerapan fungsi media massa, namun juga menonjolkan unsur kreatifitas dalam memproduksi konten informasi. Sehingga masyarakat tidak akan sampai pada titik jenuh ketika mengkonsumsi informasi yang terkesan monoton.

c) Taat pada UU dan kode etik pers

Yang terpenting dalam pelaksanaan proses jurnalistik adalah pers selalu taat menjalankan profesinya sesuai UU dan kode etik pers yang berlaku. Jika pers sudah berjalan sesuai koridor yang sudah ditentukan, pasti berita yang dihasilkan juga akan berkualitas.

d) Unsur keseimbangan berita

Maksud dari keberimbangan adalah setiap media pasti mempunyai kepentingan masing-masing, entah kepentingan politik, ekonomi, ataupun sosial-budaya. Dari situ media massa setidaknya bisa menyeimbangkan isi konten berita antara kepentingan perusahaan


(3)

100

dengan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga masyarakat juga tetap dipenuhi haknya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya.

2. Mahasiswa Aktivis LPM

a) Giat mengirim artikel di surat kabar

Mahasiswa tidak boleh hanya beropini saja, tetapi juga harus bisa menuangkan gagasannya di surat kabar harian. Dengan mengirim tulisan di kolom surat kabar harian, mahasiswa secara otomatis terlatih untuk berpikir kritis dan juga menjadi tolak ukur intelektual mahasiswa tersebut.

b) Menambah bahan bacaan

Menambah bahan bacaan juga bagus untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa. Hal itu bertujuan untuk menangkis segala pemberitaan yang terindikasi kurang memenuhi unsur-unsur berita, seperti validitas berita, keberimbangan, dan akurasi data.

c) Menerima informasi secara kritis

Yang tidak kalah penting juga adalah menambah daya kritis mahasiswa dalam menerima informasi. Upaya ini bisa dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan atau kuliah literasi media yang berguna untuk membaca dan menganalisis isi pemberitaan di media massa. Sehingga mahasiswa tidak akan mudah terpengaruh oleh propaganda media.


(4)

Daftar Pustaka

Andi Prastowo. 2011. Pengertian Teknik Triangulasi. http://dunia-penelitian.blogspot.co.id/2011/10/pengertian-teknik-triangulasi.html, 5 Oktober 2015.

Baran, Stanley J. 2008 Pengantar Komunikasi Massa : Melek Media dan Budaya. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Chusmeru. 2001. Komunikasi di Tengah Agenda Reformasi Sosial Politik. Bandung: Penerbit Alumni

Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra.

Darmansyah, dkk. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Surabaya : Usana Offset Printing. Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung :

PT. Citra Aditya Bakti.

Hamad, Ibnu. 1998. Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa, Sebuah Study

Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta : Granit Hamid, Farid dan Budianto, Heri. 2011. Ilmu Komunikasi: Sekarang dan

Tantangan Masa Depan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Haryatmoko. 2009. Mengarahkan Opini Publik. Kompas. Senin 2 Februari. Hennesy, Bernard. 1990. Pendapat Umum, Edisi.4, Jakarta: Penerbit Erlangga. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kusumaningrat, Hikmat, Kusumaningrat, Purnama. 2012. Jurnalistik: Teori & Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kuswarno, Engkus, dkk. 2011. Komunikasi Kontekstual : Teori dan Praktik

Komunikasi Kontemporer. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Lexy, Moleong J. 1999. Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Roskadarya.

Lull, James. 1998. Media Komunikasi Kebudayaan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


(5)

McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa (Suatu Pengantar). Edisi 2.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

Mudjiono, Yoyon. 2014. Ilmu Komunikasi, Cet. 3. Surabaya : Jaudar Press.

Mulyana, Deddy. 2013. Ilmu Komunikasi (Suatu Terapan). Cet. 17 Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nimo, Dan. 2001. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Cet.3. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2002. Komunikasi Propaganda, Cet.2. Bandung: Remaja Rosdakarya. Olii, Helena. 2007. Opini Publik. Jakarta: PT. Indeks.

Rakhmat, Djalaluddin. 2008. Psikologi Komunikasi. Cet.26. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Ramadan, Willy. 2014. Kado untuk Mahasiswa Aktivis (Relasi Kepemimipinan, Budaya, Organisasi dan Psikologi Mahasiswa). Banjarmasin : IAIN Antasari Press.

Rivers, William L., et. al. Media & Masyarakat Modern. Edisi 2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Rodman, George R. 2006. Mass Media in a Changing World : History, Industry, Controversy.

Ruslan, Rosady. 2014. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi. Cet. 12. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Safei, Agus A., Muhyidin, Asep. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung : Pustaka Setia .

Santoso. 1997. Ilusi Sebuah Kekuasaan. Surabaya: PT. Midas Surya Grafindo. Sastropoetro, Santoso. 1990. Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat

Khalayak dalam Komunikasi Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Secerin, Werner J., Tankard, Jr, James W. 2009. Teori Komunikasi (Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam media massa. Cet.4. Jakarta : PT. Dian Rakyat.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Cet. 4. Bandung : CV. Alfabeta.


(6)

Tamburaka, Apriadi. 2013. Literasi Media: Cerdas Bermedia halayak Media Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Willing Barus, Sedia. 2010. Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta: Penerbit Erlangga.