PEMBERIAN PENANDA RESISTEN ANTIBIOTIK PA

Laporan Praktikum ke- 9
m.k. Mikrobiologi Akuakultur

Hari/Tanggal : Senin, 01 Desember 2014
Kelompok : IV
Asisten
: 1. Rahman, S.Pi., M.Si
2. Asisten Mikro 2013

PEMBERIAN PENANDA RESISTEN ANTIBIOTIK PADA
BAKTERI AKUAKULTUR

Oleh:
Stefanno. M. A. Rijoly
C151140401

ILMU AKUAKULTUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


I. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Sifat resistansi terhadap antibiotik diperlukan oleh suatu mikroorganisme

untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya di alam. Sifat resistensi terhadap
suatu jenis antibiotik dari suatu bakteri perlu diketahui sebelum ditetapkan jenis
antibiotik yang akan digunakan sebagai penanda terhadap bakteri tersebut. Hal ini
akan memudahkan untuk menyeleksi bakteri tersebut dari bakteri yang secara
alami sensitif terhadap antibiotik yang digunakan (Ayuzar, 2008).
Menurut Chythanya et al. (1999) beberapa organisme secara alami resisten
terhadap beberapa antibiotik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
(1) organisme tidak mempunyai dinding sel sehingga akan resisten terhadap jenis
antibiotik yang merusak pada dinding sel seperti kelompok penisilin; (2)
organisme mungkin tidak permeabel terhadap beberapa antibiotik; (3)
rnikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menginaktifkan beberapa
antibiotik; (4) mikroorganisme mempunyai sistem metabolisme yang dapat
memblokir antibiotik tertentu sehingga resisten terhadap antibiotik tersebut; (5)
mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk memompa antibiotik tertentu

keluar dari dinding sel sehingga resisten terhadap antibiotik tersebut.
Uji penanda resisten antibiotik terdiri dari uji sensitifitas untuk mengetahui
apakah bakteri tersebut resisten atau sensitif dengan antibiotik tertentu dan uji
mutasi spontan untuk mengetahui jumlah bakteri yang telah bermutasi menjadi
resisten antibiotik tertentu.
1.2

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui apakah isolat bakteri yang

digunakan resisten atau sensitif terhadap antibiotik dan mengetahui jumlah bakteri
yang berhasil bermutasi.

Page | 92

II. METODOLOGI
2.1

Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 01 Desember 2014 pukul


08.00-10.00 WIB, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
2.2

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, batang

penyebar, inkubator, bunsen, korek api, tabung eppendorf, pinset, mikropipet, dan
tissue. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah

isolat bakteri untuk uji

sensitifitas, uji mutasi spontan dan kontrol, media SWC dalam cawan petri, media
SWC bercampur antibiotik chlorampenicol dalam cawan petri, larutan fisiologis.
2.3

Prosedur Kerja


2.3.1

Uji Sensitifitas Antibiotik
Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum disiapkan dan

diletakkan di atas meja kerja laboratorium. Media SWC tanpa antibiotik sebagai
kontrol dan Media SWC bercampur antibiotik chlorampenicol, keduanya
kemudian digores dengan isolat bakteri Bacillus. Selanjutnya diinkubasi dalam
inkubator selama 24 jam dan diamati apakah ada koloni yang tumbuh atau tidak.
2.3.2 Uji Mutasi Spontan
Alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum disiapkan dan
diletakkan di atas meja kerja laboratorium. Isolat bakteri sebanyak 1 ml
disentrifuge dan supernatannya dibuang, kemudian dipekatkan dengan 10 ml
larutan fisiologis. Selanjutnya, suspensi bakteri disebar pada media SWC
bercampur antibiotik chlorampenicol. Isolat bakteri diencerkan menjadi isolat
bakteri dengan kepadatan 10-5, 10-6 dan 10-7 yang kemudian disebarkan dengan
menggunakan batang penyebar pada media SWC bercampur chlorampenicol
kemudia diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator dan dihitung jumlah koloni.

Page | 93


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Hasil pengamatan praktikum pembuatan penanda resisten antibiotik dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji sensivitas dan jumlah kepadatan bakteri setelah uji mutasi
spontan pada pengenceran yang berbeda
Uji Sensivitas
TPC Uji Mutasi Spontan (cfu/ml)
Isolat
K
+ Ab
100 + Ab
10-5 K
10-6 K
10-7 K
8
1
+
TBUD

11,3 x 10
0
2
+
TBUD
29,8 x 108
0
3
+
28,9 x 105
98,0 x 106
0
4
+
15,6 x 105
42,0 x 106
98,0 x 108
5
+
44,7 x 105

10,0 x 106
0
Keterangan : K = kontrol, Ab = antibiotik, TPC = Total Plate Count atau kepadatan bakteri
(cfu/ml), (+) = resisten, (-) = sensitif, 0 = jumlah koloni  30, TBUD = Terlalu Banyak Untuk
Dihitung ( 300 koloni bakteri).
Kelompok

Berdasarkan data pada tabel 1 diatas dapat kita lihat bahwa pada uji sensitivitas
isolat bakteri Bacillus sp tumbuh pada kontrol sedangkan tidak tumbuh pada
media yang diberikan antibiotik chlorampenicol. Pada uji mutasi spontan bakteri
Bacillus sp yang tumbuh pada media dengan pengenceran 10-5 sebesar 15,6 x 105
CFU/ml, pengenceran 10-6 jumlah bakteri Bacillus sp yang tumbuh sebesar 42,0 x
106 CFU/ml, sedangkan pertumbuhan bakteri Bacillus sp tertinggi terdapat pada
pengenceran 10-7 yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.

3.2 Pembahasan
Bacillus spp. digolongkan ke dalam kelas bakteri heterotrofik, yaitu
protista bersifat uniseluler, termasuk dalam golongan mikroorganisme redusen
atau yang lazim disebut sebagai dekomposer. Sebagian besar bakteri laut
termasuk


dalam

kelompok

bakteri

bersifat

heterotrofik

dan

saprofitik

(Rheinheimer 1980).
Marga Bacillus merupakan bakteri yang berbentuk batang dapat dijumpai
di tanah dan air termasuk pada air laut. Beberapa jenis menghasil enzim
ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein dan polisakarida kompleks.
Bacillus spp membentuk endospora, merupakan gram positif, bergerak dengan


Page | 94

adanya flagel peritrikus, dapat bersifat aerobik atau fakultatif anaerobik serta
bersifat katalase positif (Pelczar dan Chan 2010).
Jenis Bacillus spp. menunjukkan bentuk koloni yasng berbeda-beda pada
medium agar cawan Nutrien Agar. Warna koloni pada umumnya putih sampai
kekuningan atau putih suram, tepi koloni bermacam-macam namun pada
umumnya tidak rata, permukaannya kasar dan tidak berlendir, bahkan ada yang
cenderung kering berbubuk, koloni besar dan tidak mengkilat. Bentuk koloni dan
ukurannya sangat bervariasi tergantung dari jenisnya. Selain itu setiap jenis juga
menunjukkan kemampuan dan ketahanan yang berbeda-beda dalam menghadapi
kondisi lingkungannya, misalnya ketahanan terhadap panas, asam, kadar garam,
dan sebagainya (Hatmanti 2000).

A

B

Gambar 1. (A) Isolat Bakteri tumbuh pada media kontrol (hanya SWC), (B) Isolat bakteri

tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik chloramphenicol

Chloramphenicol adalah salah satu jenis antibiotika turunan amfenikol
yang secara alami diproduksi oleh Streptomyces venezuelae (Hartman et al, 1994).
Melalui pengembangan teknologi fermentasi, chloramphenicol dapat diisolasi,
disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara lain tiamfenikol dan turunan
lain melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatis (Susanti et al 2009).
Mekanisme

kerja

chloramphenicol

sebagai

anti

bakteri

bersifat


stereospesifik, karena hanya satu stereoisomer yang memiliki aktivitas anti
bakteri, yaitu D(-) treo-isomer. Chloramphenicol bekerja pada spektrum luas,
efektif baik terhadap Gram positif maupun Gram negatif. Mekanisme kerja
chloramphenicol melalui penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus
pemanjangan rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan
peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target
secara terpulihkan, akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan
Page | 95

biosintesis protein. Chloramphenicol umumnya bersifat bakteriostatik, namun
pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu
(Ganiswarna, 1995).
Spektrum antibakteri chloramphenicol meliputi D. pneumoniae, Str.
pyogenes, Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria,
Bartonella, Brucella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma,
Rickettsia, Treponema dan kebanyakan mikroba anaerob. Senyawa ini juga efektif
terhadap kebanyakan galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr. Mirabilis (Ganiswara,
1995). Berdasarkan pernyataan tersebut maka hasil pengujian kelompok kami
baik karena pada media SWC yang diberikan antibiotik chloramphenicol isolat
bakteri Bacillus spp tidak tumbuhkarena sensitif terhadap chloramphenicol.

Page | 96

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan

Bakteri Bacillus sp merupakan bakteri yang sensitif terhadap antbiotik
chloramphenicol karena tidak tumbuh pada media SWC yang diberi antibiotik
chloramphenicol. Jumlah bakteri Bacillus sp yang mengalami mutasi tertinggi
terdapat pada pengenceran 10-7 yaitu sebesar 98,0 x 108 CFU/ml.

4.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya perlu dilakukan uji toksisitas penggunaan
chloramphenicol terhadap ikan atau udang yang akan diuji, dan apakah bakteri
hasil mutasi uji pula pertumbuhan dan patogenisitasnya.

Page | 97

DAFTAR PUSTAKA

Ayuzar, Eva.2014. Mekanisme Penghambatan Bakteri Probiotik Terhadap
Pertumbuhan Vibrio harveyi Pada Larva Udang Windu (Penaeus
Monodon). [Tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Chytanya R, Nayak D.K, Venugopal M.N. 1999. Antibiotic resistence in
aquaculture. News from around the world. Infofish International, 6:3032.
Ganiswarna, V.H.S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4, Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 571, 657660.
Hartman, C., Massart, D.L., McDowell, R.D. 1994. An analysis of the Washington
Conference report on bioanalytical method validation. Journal of
Pharmaceutical and Biomedical Analysis, Vol. 12, p. 1337-1343.
Hatmanti, Arianti. 2000. Pengenalan Bacillus spp. Jurnal Oseana, Volume XXV,
Nomor 1, 2000 : 31-41
Pelczar, Michael J dan E.C.S. Chan. 2010. Dasar-dasar Mikrobiologi. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Rheinheimer .1980. Aquatic Microbiology, A. Willey Inter Science Publication
Chichester: 225 pp.
Susanti, Meliana., Isnaeni., Sri Poedjiarti. 2009. Validasi Metode Bioautografi
untuk Determinasi Kloramfenikol. Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol.
1/No. 1/Januari/2009

Page | 98

Dokumen yang terkait

KARAKTERISTIK PAVING BLOCK FINE COARSE AGREGAT (FCA) DENGAN PEMBERIAN VARIASI PRESSING PADA PROSES PEMBUATANNYA (Studi Penelitian)

0 67 2

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA PADA PASIEN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

4 81 27

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

“PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS JUS JERUK MANIS (Citrus sinensis) TERHADAP KADAR GSH (Glutation sulfhidril) HATI TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK”

1 35 1

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENGARUH PEMBERIAN KUNYIT DAN TEMULAWAK MELALUI AIR MINUM TERHADAP GAMBARAN DARAH PADA BROILER

12 105 39

EFEK KEMOPREVENTIF PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) PADA EPITEL DUKTUS JARINGAN PAYUDARA TIKUS BETINA GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI SENYAWA 7,12-DIMETHYLBENZ[A]ANTHRACENE (DMBA)

1 60 56