Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono T1 132009044 BAB II

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Agresivitas

2.1.1 Pengertian Agresivitas

Buss & Perry (1992) menyatakan agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental. Perilaku agresi yang diukur adalah berupa bentuk agresi fisik dan agresi verbal. Berkowitz (1995) mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Chaplin (1981) menyebutkan bahwa aggression (agresi,penyerangan, serangan) merupakan satu serangan atau serbuan, tindakan permusuhan yang ditujukan pada seseorang atau benda. Menurut Adler (dalam Chaplin 1981) agresi merupakan perwujudan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain.

Baron dan Richardson (Krahe,2005) mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendiskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perilaku itu. Motif utama perilaku agresif bisa jadi adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif, seperti pada agresi permusuhan atau keinginan untuk mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif.


(2)

9 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyenangkan (aversive) yang mencakup ketidaknyamanan, rasa sakit, serangan personal baik fisik maupun verbal. 2.1.2 Aspek-aspek Agresivitas

Buss dan Perry (1992) menyatakan bahwa ada empat aspek perilaku agresif yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan :

a) Agresi fisik adalah perilaku yang bertujuan untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang yang dilakukan secra fisik. b) Agresi verbal adalah perilaku yang bertujuan untuk menyerang,

melukai dan melanggar hak orang lain berupa perkataan atau percakapan.

c) Kemarahan adalah reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman, agresi lahiriah, pengekangan diri, serangan lisan, kekecewaan, atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi kuat pada system syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada bagian simpatik, dan secara implisit disebabkan oleh reaksi serangan lahiriah, baik yang bersifat somatic atau jasmaniah maupun yang verbal atau lisan. d) Permusuhan adalah kecenderungan ingin menimbulkan kerugian,

kejahatan, gangguan atau kekerasan pada orang-orang lain dan kecenderungan melontarkan ras kemarahan pada orang lain.


(3)

10 2.1.3 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif

Byrne (dalam Kisworowati, 1992) membedakan agresi menjadi dua yaitu agresi fisik yang dilakukan dengan cara melukai atau menyakiti badan dan agresi verbal yaitu agresi yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata kotor atau kasar.

Pendapat lain kemukakan oleh Buss & Perry (dalam Ekapeni, 2001) yang menyatakan adanya delapan perilaku agresif yaitu:

a. Agresi fisik aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menusuk, memukul, mencubit.

b. Agresi fisik pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menjebak untuk mencelakakan orang lain.

c. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara langsung misalnya menolak melakukan sesuatu.

d. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara langsung misalny mencaci maki orang lain.

e. Agresi verbal aktif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya menyebarkan gosip tidak baik tentang orang lain.

f. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara langsung misalnya tidak mau bicara dengan orang lain.

g. Agresi verbal pasif yang dilakukan secara tidak langsung misalnya diam saja meskipun tidak setuju.


(4)

11 Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilakau agresif verbal atau fisik terhadap objek yang dilakukan langsung atau tidak langsung dengan intensitas secara pasif atau aktif.

2.1.4Faktor Penyebab Perilaku Agresi

Buss & Perry (dalam Anderson & Bushman, 2002) menyatakan bahwa secara umum perilaku agresif dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor personal dan faktor situasional. Faktor personal meliputi karakter bawaan individu yang menentukan reaksi individu tersebut ketika menghadapi situasi tertentu. Sementara itu, faktor situasional mencakup fitur-fitur atau hal-hal yang terjadi di lingkungan yang juga mempengaruhi reaksi individu terhadap suatu peristiwa. Dengan kata lain, faktor personal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor situasional adalah faktor yang berasal dari luar individu. Kedua faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor Personal a) Sifat

Sifat-sifat tertentu dapat menyebabkan seseorang lebih agresif dari orang lain. Misalnya, individu yang memiliki sifat pencemburu akan lebih agresif.

b) Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan perilaku agresif yang berbeda. Laki-laki terbukti lebih banyak terlibat tindakan agresif


(5)

12 dibanding perempuan, dan pilihan agresi antara laki-laki dan perempuan terbukti berbeda. Perempuan lebih memilih agresi tidak langsung, sementara laki-laki lebih banyak terlibat pada tindak agresi langsung. c) Keyakinan

Individu yang memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu melakukan tindakan agresif lebih mungkin memilih melakukan tindakan agresif ketimbang individu yang tidak yakin bahwa dirinya dapat melakukan tindakan agresif.

d) Sikap

Sikap adalah evaluasi umum seseorang terhadap diri mereka sendiri, orang lain, objek-objek ataupun isu-isu tertentu. Sikap positif terhadap perilaku agresif terbukti mempersiapkan individu untuk melakukan tindakan agresif. Sebaliknya, sikap negatif terhadap perilaku agresif terbukti mencegah seseorang untuk melakukan tindakan agresif.

e) Nilai

Nilai adalah keyakinan mengenai apa yang harus dan sebaiknya dilakukan. Nilai yang dianut seseorang mempengaruhi keputusannya untuk melakukan perilaku agresif. Contohnya, orang yang menganut nilai bahwa kekerasan diperbolehkan untuk mengatasi konflik interpersonal lebih berperilaku agresif untuk menyelesaikan konflik yang dihadapinya.

f) Tujuan Jangka Panjang

Tujuan hidup jangka panjang juga mempengaruhi kesiapan individu untuk terlibat dalam perilaku agresif. Misalnya, tujuan beberapa anggota


(6)

13 geng adalah untuk dihormati dan dihargai. Tujuan ini mewarnai persepsi, nilai-nilai, dan keyakinan anggota geng mengenai pantas tidaknya melakukan suatu tindakan tertentu, dan akhirnya mempengaruhi keputusan anggota geng untuk terlibat dalam perilaku agresif.

1 Faktor Situasional

a) Petunjuk untuk Melakukan Tindakan Agresif (Aggressive Cues) Aggressive Cues adalah objek yang menimbulkan konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi dalam memori. Contohnya, ketika seseorang dihadapkan pada sebuah senjata api, maka akan lebih agresif dibandingkan ketika dihadapkan dengan sebuah raket. Selain senjata api, objek lain yang termasuk dalam kategori ini adalah eksposur pada tayangan bermuatan kekerasan di televisi, film, dan video games.

b) Provokasi

Faktor situasional lain yang sangat penting pengaruhnya terhadap perilaku agresif adalah provokasi. Provokasi mencakup hinaan, ejekan, sindiran kasar serta bentuk agresi verbal lainnya, agresi fisik, gangguan-gangguan yang menghambat pencapaian suatu tujuan dan sejenisnya. Karyawan yang mendapatkan provokasi untuk mempersiapkan bahwa ia dapat perlakuan yang tidak adil terbukti lebih agresif di tempat kerjanya.


(7)

14 c) Frustasi

Frustasi terjadi ketika individu menemui hambatan untuk mencapai tujuan. Seseorang yang mengalami frustasi terbukti lebih agresif terhadap agen yang menyebabkan terhalangnya pencapaian tujuan, ataupun pada pihak-pihak yang sebenarnya tidak bertanggungjawab atas gagalnya pencapaian tujuan. Selain itu, individu yang mengalami frustasi juga terbukti melampiaskan rasa frustasinya dengan menyerang benda-benda yang ada di sekitarnya.

d) Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan

Kondisi-kondisi fisik lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan dapat meningkatkan perilaku agresif. Lingkungan yang bising, terlalu panas, ataupun berbau tidak sedap terbukti meningkatkan perilaku agresif. e) Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan atau zat-zat tertentu seperti kafein ataupun alkohol dapat meningkatkan perilaku agresif secara tidak langsung. Individu yang berada di bawah pengaruh zat-zat seperti alkohol ataupun zat psikotropika lainnya, lebih mudah terprovokasi, merasa frustasi, ataupun menangkap petunjuk untuk melakukan kekerasan dibanding individu yang tidak menggunakan zat-zat tersebut.

f) Intensif

Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk selalu menginginkan lebih banyak hal. Maka dari itu, ada banyak objek yang dapat digunakan sebagai intensif yang diberikan pada seseorang untuk


(8)

15 melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif dapat dimediasi dengan memberikan imbalan berupa hal yang dianggap berharga oleh pelaku. Misal, penggunaan uang dapat memancing individu untuk melakukan tindakan kekerasan.

2.2Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Reuven Baron (dalam Goleman, 2000) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil dalam mengatasi hambatan dan tekanan lingkungan. Salovey dan Mayer (Goleman, 1997) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemempuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehinnga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Bar-On (Hooper, 2000;Sumardjono dkk, 2008) mengartikan kecerdasan emosional sebagai pendiskripsian estimatik dari hasil pengukuran perilaku kompetensi emosional dan sosial. Shapiro (dalam Sumardjono dkk, 2008) kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berfikir yang realistik, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri, dan keberhasilan baik secara akademik maupun pekerjaan. Secapramana (1999; dalam Sumardjono dkk, 2008) mengemukakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi


(9)

16 agar seseorang mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut.

Kesimpulannya bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi pada diri sendiri, memahami perasaan orang lain, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, pemecahan masalah, serta berpikir realistis sehingga mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut.

2.2.2 Unsur-unsur dalam Kecerdasan Emosional

Salovey (Uno, 2006; Sumardjono dkk, 2008) mendeskripsikan kemampuan kecerdasan emosioanal menjadi 5 wilayah utama, yaitu:

1. Mengenali emosi diri :

Intinya adalah kesadaran diri, yaitu ,mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan mengenali diri sendiri merupakan kemampuan dasar dari kecerdasan emosional. Kesadaran diri adalah perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam kesadran refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. Ketidak mampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya menandakan orang berada dalam kekuasaan emosi.


(10)

17 2. Mengelola emosi :

Kemampuan mengelola emosi yaitu menanganiperasaan agar terungkap dengan tepat. Kecakapan ini bergantung pada kesadaran diri pula. Mengelola emosi berhubungan dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini terus menerus bertarung melawan rasa murung, orang yang pintar akan dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi : kemampuan penguasaan diri dan kemapuan menenangkan diri kembali.

3. Memotivasi diri sendiri :

Kemampuan menata emosi, yaitu alat untuk mencapai tujuan dalam kaitan memberi perhatian yang sangat penting untuk memotivasi diri, berkreasi dan menguasai diri. Orang yang memiliki kemampuan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam berbagai bidang kegiatan yang dikerjakan. Kemampuan ini didasari kemampuan megendalikan emosi, yaitu dengan menahan diri terhadap kepuasaan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini memungkinkan orang menyesuaikan diri dalam tuntutan berkreasi yang berlangsung di tempat kerja sambil mengendalikan dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan bersikap optimis.

4. Mengenali emosi orang lain :

Kemampuan ini disebut dengan istilah empati, yaitu kemampuan yang juga bertanggung pada kesadran diri emosional, yang merupakan ketrampilan


(11)

18 dasar dalam bergaul. Kemampuan berempati, yaitu mengetahui perasaan orang lain ikut berperan dalam perjuangan hidup. Orang yang empatik mampu menangkap sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain.

5. Membina hubungan dengan orang lain :

Seni membina hubungan sosial merupakan ketrampilan mengelola orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Individu yang termpil dalam kecerdasan sosial lancar menjalin hubungan dengan orang lain, peka membaca reaksi dan perasaan orang lain , mampu memimpin dan mengorganisasi serta pintar menangani perselisihan dalam pekerjaan.

2.2.3 Dimensi-dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional

Pembentuk kecerdasan emosional berdimensi empat yang dikembangkan Davies dan Roberts (1998) dengan deskripsi sbb :

1. Dimensi I : SEA (Self Emotional Apprasial) atau Apprasial and expression of emotion ini oneself (menilai dan mengekspresikan perasaan dalam diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan memahami perasaan diri yang terdalam serta cakap mengekspresikan perasaan secara wajar.

2. Dimensi II : OEA (Others-Emotional Appraisal) atau Apprasial and recognition of emotion in others ( menilai dan menerima perasaan dalam diri orang lain). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengamati dan memahami perasaan-perasaan orand di sekitar. Individu sangant peka dengan perasaan orang lain sekaligus cakap memprediksi respon perasaan orang lain.


(12)

19 3. Dimensi III : UOE (Use of Emotion) atau Use of emotion to facilitate performance ( menggunakan perasaan untuk memperlancar kinerja). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu menggunakan perasaan melalui mengarahkan perasaannya ke kegiatan konstruktif dan untuk mendukung kinerja pribadi. Individu cakap mendorong dan menyemangati diri berbuat semakin baik secara berkesinambungan. Individu juga mengarahkan perasaannya ke kegiatan positif dan produktif.

4. Dimensi IV : ROE (Regulation of Emotion) atau Regulation of emotion in oneself (mengatur perasaan diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengatur perasaan-perasaannya sehingga memampukannya cepat pulih dari ketegangan psikologik. Individu yang sangat tinggi kadar kecakapan dalam dimensi ini dengan cepat pulih ke kondisi psikologik normal usia bergembira-ria atau sakit hati. Individu juga mempunyai kecakapan mengendalikan emosi serta kecil peluang kelepasan kendali perasaan atau mengumbar amarah.

Berdasarkan Dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional tersebut penulis meggunakan skala tersebut yang disusun oleh Wong dan Law, yang mengacu pada definisi berdimensi empat yang dikembangkan Davies & Roberts (1998).


(13)

20 2.3Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Agresivitas Siswa

Kecerdasan emosional adalah kecakapan emosi meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap (Goleman). Kecerdasan emosional memiliki maksud yaitu mampu untuk mengendalikan emosi sehingga perilaku agresif yang merupakan dampak dari adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi maka disinyalir.

Kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku agresif. Kecerdasan emosi dapat digunakan untuk penanggulangan pada anak yang melakukan perilaku agresif. Pengaruh kecerdasan emosi terhadap perilaku agresif yaitu berkaitan dengan penanggulangan perilaku agresif dengan memberikan pemahaman tentang kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosinya agar perilaku agresif dapat dihindarkan. Agresi yang terjadi karena adanya frustasi yang dapat membuat seseorang bertindak tidak sesuai dengan kebiasaannya, tentu karena adanya perasaan dan pikiran yang tidak seimbang tersebut (Lusiana, 2009).

2.4Penelitian yang Relevan

Lusiana (2008) meneliti Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Agresivitas siswa SMA SHALAHUDDIN Malang, dapat ditemukan kecerdasan emosi siswa SMA Shalahuddin adalah sedang dengan prosentase sebesar


(14)

21 72,5%, kecerdasan emosi pada kategori tinggi prosentasenya adalah 11,8% lebih sedikit dari kecerdasan emosi pada kategori rendah dengan prosentase 15,7%. Serta tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin adalah rata-rata sedang dengan prosentase 68,6% sedangkan tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin yang berada pada kategori tinggi adalah 19,6% sedangkan sisanya 11,8% memiliki kategori rendah. Berdasarkan analisis regresi sederhana yang telah dilakukan diperoleh nilai –0.457. Nilai signifikansi 0.000 sehingga sig. lebih kecil dari nilai alpha (α) yaitu 0.000 < 0.05. Sehingga Ho ditolak berarti ada pengaruh yangsignifikan antara kecerdasan emosi terhadap agresi.

Selanjutnya penelitian Rahmat Aziz, & Retno Mangestuti, (2006) mengenai Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EI) Dan Kecerdasan Spiritual (SI) Terhadap Agresivitas Pada Mahasiswa UIN Malang, diketahui bahwa , dari hasil nilai R square diperoleh skor .325 artinya ketiga variabel bebas (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual) secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat (agresivitas) sebesar 32,5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi agresivitas mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Faktor tersebut bisa berupa faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) atau faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu.


(15)

22 2.5Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

Terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresivitas siswa SMP N I Sumowono, Kabupaten Semarang.


(1)

17 2. Mengelola emosi :

Kemampuan mengelola emosi yaitu menanganiperasaan agar terungkap dengan tepat. Kecakapan ini bergantung pada kesadaran diri pula. Mengelola emosi berhubungan dengan kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang yang buruk kemampuannya dalam ketrampilan ini terus menerus bertarung melawan rasa murung, orang yang pintar akan dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi : kemampuan penguasaan diri dan kemapuan menenangkan diri kembali.

3. Memotivasi diri sendiri :

Kemampuan menata emosi, yaitu alat untuk mencapai tujuan dalam kaitan memberi perhatian yang sangat penting untuk memotivasi diri, berkreasi dan menguasai diri. Orang yang memiliki kemampuan ini cenderung lebih produktif dan efektif dalam berbagai bidang kegiatan yang dikerjakan. Kemampuan ini didasari kemampuan megendalikan emosi, yaitu dengan menahan diri terhadap kepuasaan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini memungkinkan orang menyesuaikan diri dalam tuntutan berkreasi yang berlangsung di tempat kerja sambil mengendalikan dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan bersikap optimis.

4. Mengenali emosi orang lain :

Kemampuan ini disebut dengan istilah empati, yaitu kemampuan yang juga bertanggung pada kesadran diri emosional, yang merupakan ketrampilan


(2)

18 dasar dalam bergaul. Kemampuan berempati, yaitu mengetahui perasaan orang lain ikut berperan dalam perjuangan hidup. Orang yang empatik mampu menangkap sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain.

5. Membina hubungan dengan orang lain :

Seni membina hubungan sosial merupakan ketrampilan mengelola orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Individu yang termpil dalam kecerdasan sosial lancar menjalin hubungan dengan orang lain, peka membaca reaksi dan perasaan orang lain , mampu memimpin dan mengorganisasi serta pintar menangani perselisihan dalam pekerjaan.

2.2.3 Dimensi-dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional

Pembentuk kecerdasan emosional berdimensi empat yang dikembangkan Davies dan Roberts (1998) dengan deskripsi sbb :

1. Dimensi I : SEA (Self Emotional Apprasial) atau Apprasial and expression of emotion ini oneself (menilai dan mengekspresikan perasaan dalam diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan memahami perasaan diri yang terdalam serta cakap mengekspresikan perasaan secara wajar.

2. Dimensi II : OEA (Others-Emotional Appraisal) atau Apprasial and recognition of emotion in others ( menilai dan menerima perasaan dalam diri orang lain). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengamati dan memahami perasaan-perasaan orand di sekitar. Individu sangant peka dengan perasaan orang lain sekaligus cakap memprediksi respon perasaan orang lain.


(3)

19 3. Dimensi III : UOE (Use of Emotion) atau Use of emotion to facilitate performance ( menggunakan perasaan untuk memperlancar kinerja). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu menggunakan perasaan melalui mengarahkan perasaannya ke kegiatan konstruktif dan untuk mendukung kinerja pribadi. Individu cakap mendorong dan menyemangati diri berbuat semakin baik secara berkesinambungan. Individu juga mengarahkan perasaannya ke kegiatan positif dan produktif.

4. Dimensi IV : ROE (Regulation of Emotion) atau Regulation of emotion in oneself (mengatur perasaan diri sendiri). Dimensi ini berkenaan dengan kecakapan individu mengatur perasaan-perasaannya sehingga memampukannya cepat pulih dari ketegangan psikologik. Individu yang sangat tinggi kadar kecakapan dalam dimensi ini dengan cepat pulih ke kondisi psikologik normal usia bergembira-ria atau sakit hati. Individu juga mempunyai kecakapan mengendalikan emosi serta kecil peluang kelepasan kendali perasaan atau mengumbar amarah.

Berdasarkan Dimensi Pembentuk Kecerdasan Emosional tersebut penulis meggunakan skala tersebut yang disusun oleh Wong dan Law, yang mengacu pada definisi berdimensi empat yang dikembangkan Davies & Roberts (1998).


(4)

20 2.3Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Agresivitas Siswa

Kecerdasan emosional adalah kecakapan emosi meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu mengelola kecemasan agar tidak mengganggu kemampuan berpikir, mampu berempati serta berharap (Goleman). Kecerdasan emosional memiliki maksud yaitu mampu untuk mengendalikan emosi sehingga perilaku agresif yang merupakan dampak dari adanya ketidakmampuan mengendalikan emosi maka disinyalir.

Kecerdasan emosional mempengaruhi perilaku agresif. Kecerdasan emosi dapat digunakan untuk penanggulangan pada anak yang melakukan perilaku agresif. Pengaruh kecerdasan emosi terhadap perilaku agresif yaitu berkaitan dengan penanggulangan perilaku agresif dengan memberikan pemahaman tentang kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosinya agar perilaku agresif dapat dihindarkan. Agresi yang terjadi karena adanya frustasi yang dapat membuat seseorang bertindak tidak sesuai dengan kebiasaannya, tentu karena adanya perasaan dan pikiran yang tidak seimbang tersebut (Lusiana, 2009).

2.4Penelitian yang Relevan

Lusiana (2008) meneliti Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Agresivitas siswa SMA SHALAHUDDIN Malang, dapat ditemukan kecerdasan emosi siswa SMA Shalahuddin adalah sedang dengan prosentase sebesar


(5)

21 72,5%, kecerdasan emosi pada kategori tinggi prosentasenya adalah 11,8% lebih sedikit dari kecerdasan emosi pada kategori rendah dengan prosentase 15,7%. Serta tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin adalah rata-rata sedang dengan prosentase 68,6% sedangkan tingkat agresi siswa-siswi SMA Shalahuddin yang berada pada kategori tinggi adalah 19,6% sedangkan sisanya 11,8% memiliki kategori rendah. Berdasarkan analisis regresi sederhana yang telah dilakukan diperoleh nilai –0.457. Nilai signifikansi 0.000 sehingga sig. lebih kecil dari nilai alpha (α) yaitu 0.000 < 0.05. Sehingga Ho ditolak berarti ada pengaruh yangsignifikan antara kecerdasan emosi terhadap agresi.

Selanjutnya penelitian Rahmat Aziz, & Retno Mangestuti, (2006) mengenai Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EI) Dan Kecerdasan Spiritual (SI) Terhadap Agresivitas Pada Mahasiswa UIN Malang , diketahui bahwa , dari hasil nilai R square diperoleh skor .325 artinya ketiga variabel bebas (kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual) secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel terikat (agresivitas) sebesar 32,5% artinya masih ada sekitar 67,5% faktor lain yang mempengaruhi agresivitas mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang. Faktor tersebut bisa berupa faktor internal (yang berasal dari dalam diri individu) atau faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar individu.


(6)

22 2.5Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

Terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi terhadap perilaku agresivitas siswa SMP N I Sumowono, Kabupaten Semarang.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono T1 132009044 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono T1 132009044 BAB IV

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono T1 132009044 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Perilaku Agresivitas Siswa Kelas VIII SMP N I Sumowono

0 2 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Getasan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Getasan T1 132009032 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Getasan T1 132009032 BAB II

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Getasan T1 132009032 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP N 3 Getasan T1 132009032 BAB V

0 0 1