S TE 1002413 Chapter2
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dikemukakan berbagai teori serta konsep yang berhubungan dengan penelitian ini berdasarkan hasil studi pustaka.
2.1 BLENDED LEARNING
Dalam kenyataannya, setiap metode pembelajaran tidak bisa mencakup semua peserta didik, ini karena setiap peserta didik mempunyai kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat, salah satu yang dapat dipertimbangkan adalah menggabungkan beberapa metode pembelajaran. Blended learning dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran untuk mendapatkan konten yang tepat dalam format yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, syarat
blended learning dirancang untuk saling melengkapi proses pembelajaran dengan
menyertakan penerapan perilaku belajar (Harvey singh, 2003). 2.1.1 Pengertian Blended Learning
Blended learning istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang terdiri dari
dua suku kata, blended dan learning. Blend berarti campuran dan learning berarti belajar. Sehingga dapat diartikan sebagai penggabungan atau pencampuran aspek-aspek metode dalam pembelajaran yang digabungkan untuk mencapai tujuan proses pembelajaran, bisa terdiri dari dua atau lebih strategi atau media yang digunakan. Blended learning adalah pembelajaran yang memadukan pembelajaran berbasis teknologi dan informsi dengan pembelajaran berbasis kelas/tatap muka. Aspek yang digabungkan dapat berbentuk apa saja, misalkan metode, media, sumber, lingkungan ataupun strategi pembelajaran dan tidak hanya mengkombinasikan face-to-face dan onlinelearning saja.
Blended learning merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode e
Learning, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan antara sistem
e-learning dengan metode konvensional atau tata muka (face-to-face). Beberapa
ahli mendefinisikan blended learning sebagai berikut:
a. Blended learning digunakan sebagai solusi menggabungkan beberapa metode
(2)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbasis Web, EPSS (electronic performance support systems) (Valiathan, Purnima, 2002).
b. Blended learning adalah sebuah konsep pembelajaran hybrid yang
mengintegrasikan antara pembelajaran tradisional dikelas dan elemen
e-learning (Rooney, 2003).
Ahli lainnya memberikan definisi lebih luas lagi yang memberikan tiga pengertian untuk blended learning, yaitu (Whitelock & Jelfs, 2003):
a. Kombinasi pembelajaran tradisional dengan pendekatan berbasis web secara online.
b. Kombinasi media dan alat – alat yang digunakan dalam lingkungan e-learning. c. Kombinasi dari sejumlah pendekatan pedagogis, terlepas dari penggunaan
teknologi pembelajaran.
Martin Oliver dan Keith Trigwell dalam jurnal e-learning, Volume 2, Number 1 tahun 2005, mendefinisikan blended learning:
a. Penggabungan atau pencampuran teknologi berbasis web untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Menggabungkan pendekatan pedagogis (konstruktivisme, behaviorisme, kognitivisme) untuk menghasilkan suatu hasil belajar yang optimal dengan atau tanpa teknologi instruksional.
c. Menggabungkan segala bentuk teknologi instruksional dengan tatap muka pelatihan yang dipimpin instruktur.
d. Menggabungkan teknologi instruksional dengan tugas pekerjaan yang sebenarnya.
Blended learning merupakan campuran metode pengajaran menggunakan
conventional learning dengan virtual learning (Menurut Benthall, 2008).
Conventional learning merupakan pembelajaran tatap muka yang lazim dilakukan
di kelas. Sedangkan virtual learning merupakan pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet, dimana dosen tidak bertemu langsung dengan mahasiswa di kelas akan tetapi berinteraksi melalui jaringan maya. Blended
learning bisa dikatakan sebagai metode yang mengkombinasikan beberapa
(3)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dari berbagai definisi diatas, para ahli secara umum setuju bahwa blended
learning lebih menekankan kepada penggabungan/penyatuan metode
pembelajaran secara konvensional (face-to-face) dengan metode e-learning yang didukung dengan kemajuan teknologi. Seperti terlihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Gambaran blended learning 2.1.2 Konsep Model Blended Learning
Model pembelajaran bisa diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang teratur atau sistematis, yang mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran, untuk menciptakan suasana yang dapat memfasilitasi belajar siswa secara optimal, dengan tujuan membantu siswa belajar sesuai dengan perkembangan dan kemampuan (psikomotor) yang dimilikinya serta mengubah perilaku siswa (afektif) berdasarkan tujuan yang ingin dicapainya (Munawar, 2011).
Bisa juga diartikan sebagai suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film komputer, kurikulum dan lain-lain (Trianto, 2012).
Menurut Soekamto (2000), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivatas belajar mengajar.
Dari pengertian-pengertian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah sebah kerangka konseptual yang secara
(4)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sistematis mendeskripsikan langkah-angkah proses pembelajaran agar tercapai tujuan pemelajaran.
Model pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Rusman, 2010): a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori dari para ahli tertentu;
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu;
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas; d. Memiliki bagian-bagian model;
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran;
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman pembelajaran yang dipilihnya.
Pemilihian model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan guru harus mengembangkan model yang sederhana, sistematik dan bermakna serta dapat digunakan guru sebagai dasar untuk malakukan kegiatan pembelajaran sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi dan prestasi hasil belajar.
Blended learning mengandung dua komponen yang umum, dua komponen
yang paling umum dari blended learning disebut forum asinkron dan pembelajaran tatap muka (Macdonals, 2008)”.
Sehingga dapat disimpulkan blended learning adalah penggabungan pembelajaran konvensional (face to face) dengan pembelajaran asinkron (e-learning) sehingga kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dimana saja dan kapan saja tanpa adanya batasan ruang dan waktu.
Dulu kedua pembelajaran tatap muka dan blended learning tetap digunakan secara terpisah oleh karena menggunakan kombinasi media dan metode yang berbeda dan digunakan pada kebutuhan audiens (peserta didik) yang berbeda (Munawar, 2011). Misalnya tipe face to face learning terjadi dalam
teacher-directed environment dengan interaksi person to person dalam live
synchronous (pembelajaran langsung bergantung waktu) dan lingkungan yang
high-fidelity. Sedangkan sistem distance learning menekankan pada self-paced
learning dan pembelajaran dengan interaksi materi-materi yang terjadi dalam
(5)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berbeda dengan zaman sekarang, blended learning sudah pada tahap penggabungan kedua lingkungan diatas, artinya ada saat pembelajaran menggunakan metode, media dan audien yang sama, yakni dengan menggunakan pembelajaran berbasis web.
Ada tiga alasan menggunakan blended learning yakni, (1) pedagogies, (2)
technology, dan (3) theories of learning (Benthall, 2008). Selain itu alasan lain
adalah (1) improved pedagogy; (2) increase acces and fleksibility; and (3) increased cost-effectiveness (Graham, Alled dan Ure dalam Luik, 2006).
Alasan efektifitas dalam pembelajaran berbasis webnya tergantung dari beberapa faktor, salah satunya adalah mengintegrasikan desain user interface dengan desain instruksional (Munawar, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, pendidik memerlukan sebuah platform (alat pembelajaran) yang efektif untuk menampilkan materi pelajaran secara online dalam pembelajaran berbasis web. Banyak sekali platform yang keefektifannya sudah teruji seperti, WebCT, Blackboard dan lain sebagainya. Selain platform yang sudah jadi ada juga platform yang open source, yaitu Moodle. Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment) merupak Course Management Sistem (CSM), juga dikenal sebagai Learning Management sistem (LMS) atau Virtual Learning Environmental (VLE) (Pusdiklat, UPI, 2010). LMS ini menggunakan teknologi internet untuk mengatur interaksi antara pengguna dan sumber pembelajaran, yakni web.
Konsep blended learning dirumuskan dalam beberapa komponen, yaitu (Jared M. Carman, 2005):
a. Live events, yang dimaksud adalah pendidik dan anak didik melakukan
kegiatan diwaktu yang sama, seperti kelas virtual.
b. Online content, yang dimaksud adalah pengalaman belajar anak didik secara
mandiri, misalnya pembelajaran yang berbasis internet.
c. Collaboration, yang dimaksud adalah adanya kolaborasi lingkungan
pembelajaran, dimana tidak hanya pembelajran tatap muka namun adanya interaksi secara online, seperti e-mail, chatting dan lain-lain.
d. Assesment, penilaian pengetahuan anak didik. Dalam hal ini seharusnya
(6)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk mengetahui pengetahuan anak didik sebelumnya dan pasca penilaian dilakukan untuk mengetahui perkembangan pengetahuan anak didik dan keberhasilan pembelajaran.
e. Reference materials, yang dimaksud adalah bahan referensi yang dapat
meningkatkan belajar anak didik. 2.1.3 Pendekatan Blended Learning
Pendekatan yang dipakai dalam proses pembelajaran blended learning, yaitu (Allison Rosset, Felicia Douglis, and Rebecca V. Frazee, 2003) menguraikan:
Tabel 2.1 Pendekatan blended learning
Live face to face (formal) Live face to face (informal)
Instructor ledclassroom
Workshop
Coaching / monitoring
Collegial connections
Work team
Role modeling
Virtual collaboration / synchronous Virtual collaboration / asynchronous
Live e-learning classes
E-mentoring
Online bulletin boards
Listservs
Online communities
Self paced learning Performance support
Web learning modules
Online resource links
Simulations
Scenarios
Video and audio CD/DVD
Olnine self-assessments
workbooks
help systems
print job aids
knowledge databases
documentation
performance / decision support tools
Dari tabel 2.1 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan blended learning dapat memadukan beberapa metode pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi komunikasi.
(7)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.1.4 Dimensi Blended Learning
Blended learning memiliki beberapa dimensi yang menjadikan
pembelajaran blended learning menjadi pembelajaran yang efektif, yaitu (Harvey Singh, 2003):
a. Blending Offlineand Online Learning,
Blended learning menggabungkan bentuk pembelajaran konvensional dan
pembelajaran dimana pembelajaran online biasanya berarti "melalui Internet" dan belajar secara offline terjadi di ruang kelas yang lebih tradisional.
b. Blending self paced and live, collaborative learning,
Belajar sendiri menyiratkan kesendirian, ini berarti proses belajar dapat dikelola oleh peserta didik. Pembelajaran kolaborasi, menyiratkan komunikasi yang lebih dinamis antar peserta didik yang dapat berbagi pengetahuan. Campuran pembelajaran sendiri dan kolaborasi diharapkan dapat mencakup tinjauan literatur yang lebih luas ditambah adanya diskusi secara online yang di fasilitasi oleh pendidik.
c. Blending structured and unstructured learning,
Tidak semua bentuk pembelajaran menyiratkan program pembelajaran yang terencana, terstruktur, atau formal dengan konten yang terorganisir secara berurutan seperti bab dalam buku teks. Faktanya, sebagian besar peserta didik belajar di tempat yang tidak terstruktur seperti, pertemuan, percakapan, atau e-mail. Sebuah rancangan program dicampur mungkin terlihat aktif menangkap percakapan dan dokumen dari peristiwa belajar terstruktur dalam repositori pengetahuan yang tersedia ondemand, mendukung cara pengetahuan kerja berkolaborasi dan bekerja.
d. Blending custom content with off the shelf content,
Off-the-rak konten adalah dengan definisi generik-menyadari konteks yang unik organisasi dan requirements.Bagaimanapun konten generik jauh lebih murah untuk membeli dan sering memiliki nilai produksi yang lebih tinggi daripada konten kustom. Konten sendiri mondar-mandir generik dapat disesuaikan hari ini dengan perpaduan pengalaman hidup (kelas atau online) atau dengan kustomisasi konten. Standar industri seperti SCORM (shareable
(8)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Isi Object Reference Model) membuka pintu untuk pencampuran semakin fleksibel off-the-rak dan konten kustom, meningkatkan pengalaman pengguna dan meminimalkan biaya.
e. Blending learning, practice and performance support,
Mungkin bentuk terbaik dari blended learning adalah untuk melengkapi pembelajaran dengan praktek (menggunakan model simulasi) dan diwaktu yang sama didukung oleh fasilitas (komputer) untuk mengerjakan tugas. 2.1.5 Karakteristik Blended Learning
Tiga persamaan atau karakteristik dan definisi blended learning : 1. Kombinasi antara model pembelajaran.
2. Kombinasi antara metode pembelajaran
3. Kombinasi antara online learning dengan pembelajaran tatap muka Menurut buku Blending In the Extent and Promise of Blended Education
in the United States yaitu :
“The definition of an online program or blended programs is similar to the
definition used for courses; an online program is one where at least 80 percent of program content is delivered online and a blended program is one where between
30 an 79 percent of program content is delivered online”.
Tabel 2.2 Komposisi waktu blended learning Proportion of
Content Delivered
online
Type of Course
Typical Description
0% Traditional Course with no online technologycal used content is delivered in writing or orally.
1 to 29% Web
Facilitated
Course which uses web-based technology to facilitate what is essentiallly a face-to-face course. Uses a course management system (CMS) or web pages to post the syllabus an assignments, for example.
30 to 79% Blended/
Hybrid
Course that blends online and face-to-face delivery. Substantial proportion of the
(9)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
content is delivered online, typically uses online discussions, and typically has some face-to-face meetings.
80+ % Online A course where most or all of the content
is delivered online. Typically have no face-to-face meetings.
Adapun Karakteristik dari blended learning yaitu :
a. Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam.
b. Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online.
c. Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran.
d. Guru dan orang tua peserta didik memiliki peran yang sama pentingnya, guru sebagai fasilitator, dan orang tua sebagai pendukung. Dalam artikel yang berjudul “ Building Blended Learning Strategy” Prof.
McGinnis (2005) menyarankan 6 hal yang perlu diperhatikan disaat orang
menyelenggarakan Blended learning:
a. Penyampaian bahan ajar dan penyampaian pesan-pesan yang lain (seperti pengumuman) secara konsisten.
b. Penyelenggaraan pembelajaran melalui blended learning harus diselenggarakan secara serius.
c. Bahan ajar yang diberikan harus selalu mengalami perbaikan (update) baik itu formatnya, isinya maupun ketersediaan bahan ajar yang memenuhi kaidah bahan ajar mandiri.
d. Alokasi waktu bisa dimulai dengan formula 75:25 dalam artian bahwa 75% untuk pembelajaran online dan 25% untuk pembelajaran secara tatap muka (konvensional).
e. Alokasi waktu tutorial 25% khusus bagi mereka yang tertinggal, namun bila tidak memungkinkan maka waktu tersebut dapat
(10)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
digunakan untuk menyelesaikan kesulitan siswa dalam memahami masalah belajar.
f. Dalam blended learning diperlukan kepemimpinan yang mempunyai waktu dan perhatian untuk terus-menerus berupaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Blended learning dibutuhkan pada saat situasi yang ada menuntut
diadakannya kombinasi atau mencapurkan berbagai metode media, dan teknik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya ketika pembelajaran jarak jauh tidak begitu dibutuhkan, maka dibutuhkan pembelajaran tatap muka. Proses pembelajaran blended learning ini dibutuhkan pada peserta didik yang membutuhkan penambahan dan pengkombinasian dalam pembelajaran. Blended
learning dibutuhkan pada saat :
a. Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya. b. Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara
pengajar dan siswa.
c. Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar. d. Membantu proses percepatan pengajaran.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini, khususnya perkembangan teknologi internet turut mendorong berkembangnya konsep pembelajaran jarak jauh ini. Ciri teknologi internet yang selalu dapat diakses kapan saja, dimana saja, multiuser serta menawarkan segala kemudahannya telah menjadikan internet suatu media yang sangat tepat bagi perkembangan pendidikan jarak jauh selanjutnya.
2.1.6 Tujuan Blended Learning
Adapun tujuan diadakannya blended learning adalah sebagai berikut: a. Membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar,
sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam belajar.
b. Menyediakan peluang yang praktis realistis bagi guru dan peserta didik untuk pembelajaran secara mandiri, bermanfaat, dan terus berkembang.
c. Peningkatan penjadwalan fleksibilitas bagi peserta didik, dengan menggabungkan aspek terbaik dari tatap muka dan instruksi online. Kelas
(11)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tatap muka dapat digunakan untuk melibatkan para siswa dalam pengalaman interaktif. Sedangkan porsi online memberikan peserta didik dengan konten
multimedia yang kaya akan pengetahuan pada setiap saat, dan dimana saja
selama peserta didik memiliki akses internet.
d. Mengatasi masalah pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian melalui penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi
2.1.7 Komponen Blended Learning
Berdasarkan kesimpulan dari para ahli mengenai blended learning, maka belended learning mempunyai 3 komponen pembelajaran yang dicampur menjadi satu bentuk pembelajaran blended learning.
a. Online Learning
Menurut Terry Anderon dan Fathi Eloumi dalam buku Practise of Online
Learning second edition (2004) :
“Online learning as educational material that is presented on a computer”.
Diartikan bahwa online learning merupakan materi pendidikan yang ditanyangkan dengan memanfaatkan komputer.
Dalam Asynchronous Online Learning pembelajar dapat mengakses materi pelajaran kapan saja, sedangkan Synchronous Online Learning memungkinkan interaksi nyata (real time) antara pebelajar dengan pengajar (Ally 2007).
Rosenberg (2001) menenkankan bahwa e-learning merujuk pada
penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
E-learning bisa mencakup secara formal maupun informal. E-learning
secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pebelajar sendiri).
Maka dapat disimpulkan bahwa online learning adalah lingkungan pembelajaran yang menggunakan teknologi internet, intranet, dan berbasis web dalam mengakses materi pembelajaran dan memungkinkan terjadinya interkasi pembelajaran antar sesama peserta didik atau dengan mengajar dimana saja dan kapan saja.
(12)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Pembelajaran Tatap muka
Pembelajaran tatap muka merupakan model pembelajaran yang sampai saat ini masih terus dilakukan dan sangat seringdigunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tatap muka merupakan salah satu bentuk model pembelajaran konvensional yang mempertemukan guru dengan murid dalam satu ruangan untuk belajar.
Menurut Sudirman N dalam Tabrani Rusyan, dkk (1990) Dalam pembelajaran tatap muka guru atau pemelajar akan menggunakan berbagai macam metode dalam proses pembelajarannya untuk membuat proses belajar lebih aktif dan menarik. Yang biasanya digunakan adalah :
a. Metode ceramah
Metode yang paling sederhana karena guru hanya menyampaikan materi pembelajaran melalui kegiatn berbicara/ceramah di depan kelas dan terkadang menggunakan media lain untuk menunjang prose pembelajaran b. Metode penugasan
Metode pembelajaran dengan memberikan penugasan untuk dikerjakan didalam kelas, melatih kemandirian dan tanggung jawab siswa.
c. Metode tanya jawab
Metode pembelajaran yang menimbulkan interaksi antara siswa dengan guru, guru memberikan pertanyaan lalu siswa menjawab pertanyaan atau sebaliknya.
d. Metode demonstrasi
Metode pembelajaran dimana guru memeragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik yang sebenarnya maupun yang tiruan disertai dengan penjelasan singkat.
c. Belajar mandiri
Salah satu bentuk aktivitas model pembelajaran pada blended learning adalah
individualized learning, yaitu peserta didik dapat belajar mandiri dengan cara
mengakses informasi, materi atau pelajaran secara online via internet. Bukan berarti belajar sendiri, tetapi belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar.
(13)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Menurut Dodds (1983), menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah sistem yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran ataupun bahan pra-rekam yang telah terlebih dahulu disiapkan.
Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode dapat didefinisikan sebagai suatu pembelajaran yang memposisikan pebelajaran sebagai penanggung jawab, pemegang kendali, pengambil keputusan atau pengambil inisiatif dalam memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya sendiri dengan atau tanpa bantuan orang lain.
2.2 LEADERSHIP
2.2.1 Pengertian Leadership
Kepemimpinan adalah proses di mana oleh seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan seorang pemimpin haruslah menjadi orang yang paling menaruh perhatian kepada orang – orang yang dipimpinnya. Seorang yang berjiwa pemimpin, memiliki kebiasaan untuk mengenal karakter-karakter orang di sekitarnya, pola pikir dan perilakunya, kemudian membantu orang-orang itu untuk mengembangkan dirinya. Pada akhirnya, akan bisa membentuk suatu lingkungan, yang suatu saat bisa digerakkan untuk mencapai tujuan.
Fungsi pemimpin dalam organisasi merupakan suatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu:
a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai Top Management, yakni mengadakan planning, organising,
staffing, directing, commanding, controling, dan sebagainya.
Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1998) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
(14)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pencapaian tujuan. Rivai dan Mulyadi (2003) mendefinisikan kepemimpinan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang. Kadang juga diartikan sebagai sebuah alat membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita. b. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini, yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain, baik bawahan atau pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakekatnya adalah:
a. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
b. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat untuk mencapai tujuan bersama.
c. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi, dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan. d. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.
e. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. 2.2.2 Leadership di Perguruan Tinggi
Karakteristik Perguruan Tinggi berbeda dengan entitas bisnis manufaktur, maupun perusahaan pemberi jasa lainnya. Perbedaan utama terletak pada penyampai produk/layanan yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Pemimpin Perguruan Tinggi membawahi dekan, ketua program studi dan dosen yang kesemuanya adalah kolega dan juga peer group, karena itu gaya kepemimpinan berorientasi power akan kurang efektif dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada kepakaran ( expertise ) dan behavioral.
(15)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kelompok sub-ordinat dalam Perguruan Tinggi merupakan sumber kekuatan berpikir dan kekuatan pengimplementasian program. Gaya kepemimpinan yang tepat akan melegitimasi kepemimpinan sehingga sub-ordinat dengan suka rela akan mendukung program pemimpin (Kelley,2002).
Menurut Gaffar (2008), leadership perguruan tinggi memiliki tiga aspek penting yang perlu dicermati. Pertama, kepemimpinan harus memiliki karakteristik/ciri tertentu sebagai seorang akademisi, entrepreneur, public
relation, sales person, dan politisi. Selain karakteristik tersebut kepemimpinan
perguruan tinggi juga harus memiliki kepemimpinan individual dan isntitusional terutama pada kepeminpinan global. Kedua, kepemimpinan harus memiliki beberapa kemampuan seperti : managerial capacity, professionalism, managerial
performance, work values & ethics, dan rewards system. Terakhir, berkaitan
dengan kinerja kepemimpinan diantaranya pada team work, work, spirit, and
stamina, participation, empowerment, workperformance, equality end equity, dan
worlaccountability.
Berdasarkan pendapat Fakry Gaffar tersebut, penulis memandang bahwa tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Faktor yang mempengaruhi rasa percaya orang-orang yang dipimpinnya terhadap pemimpinnya adalah karakter, kemampuan, dan kinerja. Kepemimpinan harus memiliki karakteristik/ciri tertentu sebagai seorang akademisi, entrepreneur,
public relation, sales person, dan politisi. Kedua, kepemimpinan harus memiliki
beberapa kemampuan seperti: managerial capacity, professionalism, managerial
performance, work values & ethics, dan rewards system. Terakhir, berkaitan
dengan kinerja kepemimpinan diantaranya pada team work, work, spirit, and stamina, participation, empowerment, work performance, equality end equity, dan
worl accountability.
Menurut Breakwell (2010) kepemimpinan perguruan tinggi setidaknya memiliki lima karakteristik, yaitu (a) visioner, (b) respon capacity, (c) alertness, (d) cerdas, dan (e) leadership capacity.
a. Visioner
Kepemimpinan yang visioner merupakan kepemimpinan yang mampu mengembangkan intuisi, imajinasi dan kreatifitasnya untuk mengembangkan
(16)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
organisasinya. Selain membangun suatu visi bagi organisasinya sorang pemimpin juga memiliki kemampuan untuk menjabarkan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang merupakan upaya untuk mencapai visi itu.
b. Respon capacity
Seorang pemimpin yang efektif haruslah seseorang yang responsif. Artinya pemimpin selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kabutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi. c. Alertness
Pemimpin juga harus waspada terhadap segala bentuk intrik dan perubahan di lingkungan eksternal. Pemimpin harus mengidentifikasi peluang yang muncul dan potensial, mempersiapkan serangkaian strategi dan memadukan seluruh sumber daya yang dibutuhkan, dan melayani serta memproduksi “at
opportune times” guna memaksimalkan kesuksesan atau prestasi.
d. Cerdas
Pemimpin akan menjadi panutan dan acuan bagi anggotanya sehingga harus memiliki pemikiran yang lebih maju dari anggotanya. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk berfikir dan bertindak secara generalis. Kecerdasan intelektual harus ditunjang pula dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sehingga pemimpin selain akan mampu mengorganisasi, juga mampu menghadapi dan memecahkan masalah yang timbul, serta keputusan dan kebijakan yang diambil akan sangat berkualitas.
e. Leadership capacity
Seorang pemimpin itu harus memiliki kapasitas yang lebih baik dari pada orang-orang yang dipimpinnya. Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu di antaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin akan selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan, pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan.
(17)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.2.3 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robert, 1992). James et. al. (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja. Gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya (Tampubolon, 2007).
Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi menurut Siagian (2002), yaitu:
a. Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang pemimpin yang: Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata
Terlalu bergantung pada kekuasaan formalnya
Dalam tindakan penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan puntif (bersifat menghukum)
b. Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang
(18)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pemimpin yang bertipe militeristik adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat:
Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering dipergunakan
Dalam meggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat dan jabatan
Senang kepada formalitas yang berlebih lebihan
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya c. Tipe pemimpin yang Paternalistik
Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa Bersikap terlalu melindungi
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasi
Sering bersikap mau tahu d. Tipe pemimpin yang Kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang dimikian sangat diperlukan. Akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif.
e. Tipe pemimpin yang Demokratik
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
Ia senang menerima saran, pendapat bahkan kritikan dari bawahan.
Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
Selalu berusaha lebih sukses
Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
(19)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan dan kegagalan sebuah organisasi. Sedangkan Robbins (2006) mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan antara lain:
a. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka. Terdapat lima karakteristik pokok pemimpin kharismatik:
Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang berharap masa depan lebih baik daripada status quo, dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami oleh orang lain Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko
personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam pengorbanan diri untuk meraih visi
Peka terhadap lingkungan. Mereka mammpu menilai secara realistis kendala lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan
Kepekaan terhadap kebutuhan pengikut. Pemimpin kharismatik perseptif (sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsif terhadap kebutuhan dan perasaan mereka
Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma
b. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakterisitik pemimpin transaksional:
Imbalan kontingen: kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian Manajemen berdasar pengecualian (aktif): melihat dan mencari
(20)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Manajemen berdasar pengecualian (pasif): mengintervensi hanya jika standar tidak dipenuhi.
Laissez Fair: melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan c. Gaya kepemimpinan transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut, Pemimpin transformasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional:
Kharisma: memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan, meraih penghormatan dan kepercayaan
Inspirasi: mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara sederhana
Stimulasi intelektual: mendorong intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara hati-hati
Pertimbangan individual: memberikan perhatian pribadi, melayani karyawan secara pribadi, melatih dan menasehati
d. Gaya kepemimpinan visioner
Kemempuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
(21)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.3 IKLIM ORGANISASI 2.3.1 Pengertian Iklim Organisasi
Iklim kerja dalam organisasi merupakan suasana dalam suatu organisasi yang diciptakan oleh pola hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) yang berlaku. Pola hubungan ini bersumber dari hubungan antar dosen dengan dosen lainnya atau hubungan antar dosen dengan dekan/direktur atau sebaliknya antara dekan/direktur dengan dosen. Pola hubungan antara dosen dengan dekan/direktur membentuk suatu jenis kepemimpinan (leadership style) yang diterapkan oleh dekan/direktur dalam melaksanakan fungsi – fungsi kepemimpinannya. Subsistem yang paling penting dalam suatu organisasi adalah subsistem insani. Hal ini disebabkan berhasil atau tidaknya organisasi itu mencapai tujuan dan mempertahankan eksistensinya lebih banyak ditentukan oleh faktor manusianya. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan aktivitasnya, manusia yang bekerja pada organisasi tersebut perlu disubsitusi dengan berbagai stimulus dan fasilitas yang dapat meningkatkan kebutuhan dan gairah kerjanya.
Hoy dan Miskel (2001) mengemukakan bahwa terdapat tingkah laku di dalam setiap organisasi mempunyai fungsi yang tidak sederhana karena didalamnya terdapat sejumlah kebutuhan individu – individu dan tujuan – tujuan organisasi yang ingin dicapai bersama. Hubungan – hubungan antar unsur di dalamnya sangatlah dinamis, mereka membawa kebiasaan – kebiasaan unik dari rumah masing – masing dengan segala simbol, nilai – nilai dan motivasi.
Indrawijaya (1999) mengatakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antar dua orang atau lebih yang bekerja sama secara optimal dan terkait dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan ikatan sebagai atasan atau bawahan di antara sekelompok orang. Sependapat dengan pendapat itu, Indrawijaya (1999) mendefinisikan organisasi sebagai struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja sama antara sekelompok orang pemegang posisi tertentu untuk bersama – sama mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian organisasi dapat disimpulkan sebagai suatu proses kerja sama antara sekelompok orang yang satu sama lain saling mempengaruhi dan tersusun dalam unit – unit tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian iklim organisasi adalah lingkungan manusia di
(22)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mana para dosen organisasi melakkan pekerjaan mereka (Davis & Newstrom, 1996) atau serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh dosen yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku dosen (Gibson, Ivancevih & Donneily, 1997). Yang dimaksud dengan lingkungan manusia adalah kepemimpinan, motivasi, komunikasi, interaksi pengaruh, pengambilan keputusan, penyusunan tujuan dan pengendalian (Rensis Likert, dalam Davis & Newstrom, 1996). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi adalah kualitas serangkaian sifat lingkungan kerja, yang dinilai langsung atau tidak langsung oleh pimpinan.
Iklim organisasi yang kondusif sangat dibutuhkan bagi dosen untuk menumbuhkan dorongan dalam diri dosen tersebut untuk bekerja lebih bersemangat. Ini berarti bahwa iklim kerja berpengaruh terhadap tinggi rendahnya motivasi para dosen. Hal ini sesuai dengan ungkapan Dirjen Dikti (Buku IIC; 1983), yang menyebutkan bahwa, “Iklim organisasi sangat mempengaruhi motivasi para anggotanya. Ada iklim yang menggairahkan para anggotanya untuk berprestasi, ada pula iklim yang justru memadamkan motivasi untuk berprestasi”.
Kutipan tersebut memberikan pengertian kepada kita terutama kepada para pemimpin organisasi termasuk organisasi pendidikan, untuk selalu memperhatikan iklim kerja dosen dalam organisasinya. Pemimpin harus berusaha mengelola iklim kerja organisasinya, agar dapat menciptakan suasana yang dapat menumbuhkan semangat dan gairah kerja para dosennya. Melalui suasana yang demikian dosen akan merasa tenang, nyaman, tidak ada yang ditakuti dalam bekerja. Iklim kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tingkat keterbukaan komunikasi di antara orang – orang yang terlibat dalam pekerjaan. Tingkat keterbukaan merupakan salah satu kategori iklim organisasi yang dikembangkan oleh Hoy dan Miskel (2001) yang disebutnya sebagai Open
Climate.
Dimensi iklim organisasi terbuka tersebut diwujudkan dalam konteks kumunikasi di antara orang – orang yang sedang bekerja atau melakukan kegiatan proses belajar mengajar, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Dengan demikian pertanyaan yang perlu diajukan adalah: (1) bagaimana tingkat
(23)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tingkat collegial orang – orang yang sedang bekerja; (3) bagaimana tingkat
intimate (4) directive (5) restrictive dan (6) disangaged dosen – dosen yang
sedang bekerja. Keenam dimensi tersebut merupakan indikator yang dikaji dalam penelitian ini. Karena perilaku dapat diamati, bisa diukur, dan mempunyai nilai keterbukaan yang tinggi (Hoy dan Miskel, 2001).
Iklim organisasi merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan kualitas kehidupan organisasi. Kualitas kehidupan organisasi tersebut banyak ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim organisasi ditinjau dari pelaku pimpinan dan bawahan Hoy dan Miskel (2001) telah meneliti perilaku dosen terdapat enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga dimensi merupakan perilaku pimpinan yaitu supportive, directive dan restrictive. Tiga buah lagi merupakan perilaku dosen – dosen yaitu collegial, intimate dan
disengaged. Kombinasi dimensi tersebut menghasilkan empat iklim organisasi
yang open, engaged, disengaged dan closed. 2.3.2 Tipe – Tipe Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada kombinasi dimensi menurut Hoy dan Miskel (2001) yang menghasilkan empat iklim organisasi yaitu: a. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yag tidak efektif oleh pimpinan untuk mengontrol dan adanya kinerja profesional dari para dosen. Pimpinan keras dan autokratik, dengan memberikan petunjuk, instruksi, perintah yang tinggi dan tidak respek pada kemampuan profesional serta kebutuhan para dosen. Selain itu pimpinan menghalangi para dosen dengan aktivitas yang berat. Para dosen tidak memperdulikan perilaku pimpinan dan memperlakukan meraka sendiri seperti para profesional. Mereka satu sama lain saling menghormati dan saling mendukung, mereka bangga akan rekan kerja mereka dan menikmati pekerjaan, mereka benar – benar berteman. Selain itu, dosen tidak hanya respek atas kemampuan mereka masing – masing, tetapi mereka juga menyukai satu sama lain (benar – benar intim). Dosen yang profesional dan produktif walaupun memiliki pimpinan yang lemah, para dosen bersatu, komitmen, mendukung dan terbuka.
(24)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
b. Iklim Lepas (disengaged climate)
Iklim ini ditandai dengan adanya perilaku pimpinan bersifat terbuka, peduli dan mendukung. Pimpinan mendengarkan dan terbuka terhadap dosen (sangat mendukung), memberikan kebebasan terhadap dosen untuk berbuat sesuai dengan pengetahuan profesional mereka. Namun demikian, dosen tidak mau menerim pimpinan, dosen secara aktif bekerja untuk melakukan sabotase terhadap pimpinan, dosen tidak memperdulikan pimpinan. Dosen tidak hanya tidak menyukai piminan, tetapi mereka tidak respek dan tidak menyukai satu sama lain (intimasi rendah atau hubungan kolega yang rendah). Dosen benar – benar terlepas dari tugas – tugas.
c. Iklim Tertutup (closed cilmate)
Pada iklim tertutup, pimpinan dan bawahan benar – benar terlihat melakukan usaha, pimpinan menekankan pekerjaan yang kurang penting dan pekerjaannya sendiri, sedangkan dosen merespon secara minimal dan menunjukkan komitmen yang rendah. Kepemimpinan atasan terlihat sebagai pengawasan, kaku, tidak peduli, tidak simpatik dan memberikan dukungan yang rendah. Bahkan pimpinan menunjukkan kecurigaan, kurangnya perhatian terhadap dosen, tertutup, kurang fleksibel, apatis dan tidak komitmen.
d. Iklim Terbuka (open climate)
Iklim terbuka ditandai dengan adanya kerja sama dan respek di antara dosen dan pimpinan. Kerja sama tersebut menciptakan iklim dimana pimpinan mendengarkan dan terbuka terhadap dosen, pimpinan memberikan hadian yang benar – benar ikhlas, terus – menerus, dan respek terhadap kemampuan profesionalisme dari dosen (dukungan yang tinggi) serta memberikan kebebasan kepada dosen untuk berbuat. Perilaku dosen mendukung, terbuka dan hubungan dengan teman sejawat tinggi. Dosen menunjukkan pertemanan yang terbuka (intimasi tinggi), dan komit terhadap pekerjaan. Singkatnya antara pimpinan dan dosen saling terbuka.
2.3.3 Dimensi dan Indikator – Indikator Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada dimensi iklim organisasi yang mempunyai tingkat keterbukaan yang tinggi dan dianggap cukup esensial menurut Hoy dan Miskel (2001) yaitu:
(25)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a. Supportive
Iklim kerja dalam oganisasi ini menggambarkan bahwa orang – orang dalam bekerja saling mendengarkan dan terbuka terhadap saran – saran. Penghargaan dicerminkan dalam sikap respek dan kritik ditangani secara konstruktif. Orang – orang saling menghargai kompetensi profesional, sedangkan perilaku dosen tercermin sebagai berikut:
Dosen menggunakan kritik secara konstruktif Dosen mau mendengarkan saran orang lain Dosen luwes dalam berkomunikasi
b. Collegial
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan keakraban, pertemanan, antusias bekerja dalam kepentingan peningkatan kompetensi profesional. Sedangkan perilaku dosennya terlihat sebagai berikut:
Dosen berteman baik dengan yang lain Dosen bersemangat untuk bekerja sama Dosen akrab dalam berdiskusi
c. Intimate
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
Dosen saling mendukung satu sama lain Dosen merasakan pekerjaan milik bersama
Dosen mempunyai kesamaan tujuan dalam bekerja d. Directive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of
belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut:
Pimpinan memonitor apapun yang dikerjakan dosen Peraturan pimpinan sangat ketat
(26)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
e. Restrictive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan bahwa pimpinan menghalangi dan membebani pekerjaan dosen, dengan pekerjaan – pekerjaan lain yang mengganggu tanggung jawab tergambar sebagi berikut:
Dosen disibukkan dengan pekerjaan Kewajiban rutin dosen terganggu
Dosen memiliki banyak kepentingan komite f. Disengaged
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana bahwa dosen ditempatkan secara sederhana dan kuran profesional, mereka tidak memiliki orientasi tujuan umum. Perilaku mereka kadang negatif dan kritis terhadap teman kerja dan organisasi tercermin sebagai berikut:
Temuan kelompok tidak bermanfaat
Ada kelompok minoritas, berlawanan dengan kelompok mayoritas Dosen bertele – tele ketika berbicara dalam pertemuan
Keenam dimensi iklim organisasi terbuka tersebut akan dijadikan dimensi dan indikator dalam variabel iklim organisasi pada penelitian ini. Karena keenamnya merupakan dimensi esensial iklim organisasi yang sangat urgen. Selanjutnya keenam dimensi itu akan dijadikan landasan dalam mengkontruksi intrumen penelitian tentang variabel iklim organisasi.
2.4 HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut :
1. Paul Ginns dan Robert Ellis, 2006. Penelitian ini mendesripsikan bahwa hubungan persepsi mahasiswa tentang e-learning, pendekatan pembelajaran dan nilai mahasiswa dengan menggunakan blended learning berkaitan erat dengan kualitas pembelajaran.
2. Mehmet Akif Ocak, 2010. Penelitian ini menjelaskan hambatan yang ditemui oleh dosen dalam persiapan pembelajaran dengan blended learning yang diidentifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu proses pembeajaran, komunikasi dan teknis. Dari ketiga aspek tersebut didapat delapan hambatan, yaitu (1)
(27)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
intruksi yang kompleks, (2) kurangnya perencanaan, (3) kurangnya komunikasi yang eektif, (4) memelukan banyak waktu, (5) kuangnya dukungan kelembagaan, (6) mengubah peran, (7) kesulitan dalam adaptasi teknologi baru dan (8) kurangnya sarana elektronik. Penelitian ini menunjukkan persiapan pembelajaran blended learning dapat kompleks dan memiliki pola pengajaran yang berbeda, namun pada pelakasanaannya pembelajaran blended learning mempunyai dampak keberhasilan dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
3. Mehmet Akif Ocak, 2010. Studi ini menguji persepsi dosen tentang pembelajaan blended learning yang dikatagorikan menjadi enam, yaitu (1) kepuasan dengan blended learning, (2) dampak yang dirasakan oleh fakultas, (3) dampak pada siswa, (4) dampak pada motivasi siswa, (5) kelebihan pemelajaran blended learning dan (6) kelemahan pembelajaran blended
learning. Temuan yang didapat pada studi ini adalah (1) sebagian besar dosen
setuju bahwa blended learning dapat memberikan tingkat kepuasan belajar yang tinggi dan (2) dosen mengakui bahwa pembelajaran dengan blended
learning dapat meningkatkan pretasi dan motivasi mahasiswa.
4. Annisa Ratna Sari, 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan adanya peningkatan belajar mahasiswa secara mandiri dengan menggunakan pembelajaran blended learning, selain itu studi ini juga menunjukkan peningkatam terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa seta peningkatan prestasi mahasiswa dalam hal ini nilai UAS mahasiswa.
5. Adi Santoso (2009). Penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan signifikan antara pembelajaran dengan menggunakan media online dengan pembelajaran yang menggunakan LKS terhadap prestasi belajar siswa, kelompok yang menggunakan media online memiliki nilai lebih tinggi disbanding dengan kelompok siswa yang menggunakan media LKS. Pada penelitian ini dikemukakan pula bahwa siswa yang mempunyai nilai kemampuan awal (pre-test) yang tinggi memiliki nilai akhir (post-test) yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki hasil pre-test yang lebih rendah, hal ini pula tidak terpengaruh oleh jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran.
(28)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2.5 KERANGKA BERFIKIR
Hasil penelitian Mehmet Aktif Ocak (2010) menunjukkan bahwa 88,7% dosen setuju dengan pembelajaran blended learning. selain itu 87% dosen merasa puas dengan pembelajaran blended learning. Kira-kira 92,1% dari sampel penelitian menyatakan setuju untuk melanjutkan pembelajaran dengan menggunakan blended learning tapi 3,2% tidak setuju, yang kemudian di dukung oleh penelitian Paul Ginns dan Robert Ellis (2006), Annisa Ratna Sari (2010) dan Adi Santoso (2009) adalah pada dasarnya terdapat perubahan kearah positif dengan menggunakan pembelajaran blended learning.
Berdasarkan hal itu penulis mempunyai pemikiran mengenai bagaimana mahasiswa di Perguruan Tinggi belajar dengan menggunakan format blended
learning. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi
blended learning di STEI ITB, serta peran leadership dan iklim organisasi yang di
bangun untuk mendukung terlaksananya model pembelajaran blended learning di STEI ITB. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana implementasi blended learning di STEI ITB, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana penggunaan blended learning di STEI ITB jika dilihat dari sudut pandang leadership dan iklim organisasi.
(1)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tingkat collegial orang – orang yang sedang bekerja; (3) bagaimana tingkat intimate (4) directive (5) restrictive dan (6) disangaged dosen – dosen yang sedang bekerja. Keenam dimensi tersebut merupakan indikator yang dikaji dalam penelitian ini. Karena perilaku dapat diamati, bisa diukur, dan mempunyai nilai keterbukaan yang tinggi (Hoy dan Miskel, 2001).
Iklim organisasi merupakan sebuah konsep umum yang mencerminkan kualitas kehidupan organisasi. Kualitas kehidupan organisasi tersebut banyak ditinjau dari berbagai sudut pandang. Salah satu konsep dan pengukuran iklim organisasi ditinjau dari pelaku pimpinan dan bawahan Hoy dan Miskel (2001) telah meneliti perilaku dosen terdapat enam dimensi iklim yang dipelajarinya, tiga dimensi merupakan perilaku pimpinan yaitu supportive, directive dan restrictive. Tiga buah lagi merupakan perilaku dosen – dosen yaitu collegial, intimate dan disengaged. Kombinasi dimensi tersebut menghasilkan empat iklim organisasi yang open, engaged, disengaged dan closed.
2.3.2 Tipe – Tipe Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada kombinasi dimensi menurut Hoy dan Miskel (2001) yang menghasilkan empat iklim organisasi yaitu: a. Iklim Terkendali (engaged climate)
Iklim terkendali ditandai dengan usaha yag tidak efektif oleh pimpinan untuk mengontrol dan adanya kinerja profesional dari para dosen. Pimpinan keras dan autokratik, dengan memberikan petunjuk, instruksi, perintah yang tinggi dan tidak respek pada kemampuan profesional serta kebutuhan para dosen. Selain itu pimpinan menghalangi para dosen dengan aktivitas yang berat. Para dosen tidak memperdulikan perilaku pimpinan dan memperlakukan meraka sendiri seperti para profesional. Mereka satu sama lain saling menghormati dan saling mendukung, mereka bangga akan rekan kerja mereka dan menikmati pekerjaan, mereka benar – benar berteman. Selain itu, dosen tidak hanya respek atas kemampuan mereka masing – masing, tetapi mereka juga menyukai satu sama lain (benar – benar intim). Dosen yang profesional dan produktif walaupun memiliki pimpinan yang lemah, para dosen bersatu, komitmen, mendukung dan terbuka.
(2)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu b. Iklim Lepas (disengaged climate)
Iklim ini ditandai dengan adanya perilaku pimpinan bersifat terbuka, peduli dan mendukung. Pimpinan mendengarkan dan terbuka terhadap dosen (sangat mendukung), memberikan kebebasan terhadap dosen untuk berbuat sesuai dengan pengetahuan profesional mereka. Namun demikian, dosen tidak mau menerim pimpinan, dosen secara aktif bekerja untuk melakukan sabotase terhadap pimpinan, dosen tidak memperdulikan pimpinan. Dosen tidak hanya tidak menyukai piminan, tetapi mereka tidak respek dan tidak menyukai satu sama lain (intimasi rendah atau hubungan kolega yang rendah). Dosen benar – benar terlepas dari tugas – tugas.
c. Iklim Tertutup (closed cilmate)
Pada iklim tertutup, pimpinan dan bawahan benar – benar terlihat melakukan usaha, pimpinan menekankan pekerjaan yang kurang penting dan pekerjaannya sendiri, sedangkan dosen merespon secara minimal dan menunjukkan komitmen yang rendah. Kepemimpinan atasan terlihat sebagai pengawasan, kaku, tidak peduli, tidak simpatik dan memberikan dukungan yang rendah. Bahkan pimpinan menunjukkan kecurigaan, kurangnya perhatian terhadap dosen, tertutup, kurang fleksibel, apatis dan tidak komitmen.
d. Iklim Terbuka (open climate)
Iklim terbuka ditandai dengan adanya kerja sama dan respek di antara dosen dan pimpinan. Kerja sama tersebut menciptakan iklim dimana pimpinan mendengarkan dan terbuka terhadap dosen, pimpinan memberikan hadian yang benar – benar ikhlas, terus – menerus, dan respek terhadap kemampuan profesionalisme dari dosen (dukungan yang tinggi) serta memberikan kebebasan kepada dosen untuk berbuat. Perilaku dosen mendukung, terbuka dan hubungan dengan teman sejawat tinggi. Dosen menunjukkan pertemanan yang terbuka (intimasi tinggi), dan komit terhadap pekerjaan. Singkatnya antara pimpinan dan dosen saling terbuka.
2.3.3 Dimensi dan Indikator – Indikator Iklim Organisasi
Pembahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada dimensi iklim organisasi yang mempunyai tingkat keterbukaan yang tinggi dan dianggap cukup esensial menurut Hoy dan Miskel (2001) yaitu:
(3)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu a. Supportive
Iklim kerja dalam oganisasi ini menggambarkan bahwa orang – orang dalam bekerja saling mendengarkan dan terbuka terhadap saran – saran. Penghargaan dicerminkan dalam sikap respek dan kritik ditangani secara konstruktif. Orang – orang saling menghargai kompetensi profesional, sedangkan perilaku dosen tercermin sebagai berikut:
Dosen menggunakan kritik secara konstruktif Dosen mau mendengarkan saran orang lain Dosen luwes dalam berkomunikasi
b. Collegial
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan keakraban, pertemanan, antusias bekerja dalam kepentingan peningkatan kompetensi profesional. Sedangkan perilaku dosennya terlihat sebagai berikut:
Dosen berteman baik dengan yang lain Dosen bersemangat untuk bekerja sama Dosen akrab dalam berdiskusi
c. Intimate
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut: Dosen saling mendukung satu sama lain
Dosen merasakan pekerjaan milik bersama
Dosen mempunyai kesamaan tujuan dalam bekerja d. Directive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana yang kuat dalam solidaritas, saling menghargai, saling menghormati, terdapat sense of belongingness. Sedangkan perilaku dosennya tercermin sebagai berikut: Pimpinan memonitor apapun yang dikerjakan dosen
Peraturan pimpinan sangat ketat Pimpinan mengecek pekerjaan
(4)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu e. Restrictive
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan bahwa pimpinan menghalangi dan membebani pekerjaan dosen, dengan pekerjaan – pekerjaan lain yang mengganggu tanggung jawab tergambar sebagi berikut:
Dosen disibukkan dengan pekerjaan Kewajiban rutin dosen terganggu
Dosen memiliki banyak kepentingan komite f. Disengaged
Iklim kerja dalam organisasi ini menggambarkan suasana bahwa dosen ditempatkan secara sederhana dan kuran profesional, mereka tidak memiliki orientasi tujuan umum. Perilaku mereka kadang negatif dan kritis terhadap teman kerja dan organisasi tercermin sebagai berikut:
Temuan kelompok tidak bermanfaat
Ada kelompok minoritas, berlawanan dengan kelompok mayoritas Dosen bertele – tele ketika berbicara dalam pertemuan
Keenam dimensi iklim organisasi terbuka tersebut akan dijadikan dimensi dan indikator dalam variabel iklim organisasi pada penelitian ini. Karena keenamnya merupakan dimensi esensial iklim organisasi yang sangat urgen. Selanjutnya keenam dimensi itu akan dijadikan landasan dalam mengkontruksi intrumen penelitian tentang variabel iklim organisasi.
2.4 HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut :
1. Paul Ginns dan Robert Ellis, 2006. Penelitian ini mendesripsikan bahwa hubungan persepsi mahasiswa tentang e-learning, pendekatan pembelajaran dan nilai mahasiswa dengan menggunakan blended learning berkaitan erat dengan kualitas pembelajaran.
2. Mehmet Akif Ocak, 2010. Penelitian ini menjelaskan hambatan yang ditemui oleh dosen dalam persiapan pembelajaran dengan blended learning yang diidentifikasikan menjadi tiga aspek, yaitu proses pembeajaran, komunikasi dan teknis. Dari ketiga aspek tersebut didapat delapan hambatan, yaitu (1)
(5)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
intruksi yang kompleks, (2) kurangnya perencanaan, (3) kurangnya komunikasi yang eektif, (4) memelukan banyak waktu, (5) kuangnya dukungan kelembagaan, (6) mengubah peran, (7) kesulitan dalam adaptasi teknologi baru dan (8) kurangnya sarana elektronik. Penelitian ini menunjukkan persiapan pembelajaran blended learning dapat kompleks dan memiliki pola pengajaran yang berbeda, namun pada pelakasanaannya pembelajaran blended learning mempunyai dampak keberhasilan dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
3. Mehmet Akif Ocak, 2010. Studi ini menguji persepsi dosen tentang pembelajaan blended learning yang dikatagorikan menjadi enam, yaitu (1) kepuasan dengan blended learning, (2) dampak yang dirasakan oleh fakultas, (3) dampak pada siswa, (4) dampak pada motivasi siswa, (5) kelebihan pemelajaran blended learning dan (6) kelemahan pembelajaran blended learning. Temuan yang didapat pada studi ini adalah (1) sebagian besar dosen setuju bahwa blended learning dapat memberikan tingkat kepuasan belajar yang tinggi dan (2) dosen mengakui bahwa pembelajaran dengan blended learning dapat meningkatkan pretasi dan motivasi mahasiswa.
4. Annisa Ratna Sari, 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan adanya peningkatan belajar mahasiswa secara mandiri dengan menggunakan pembelajaran blended learning, selain itu studi ini juga menunjukkan peningkatam terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa seta peningkatan prestasi mahasiswa dalam hal ini nilai UAS mahasiswa.
5. Adi Santoso (2009). Penelitian ini memperlihatkan adanya perbedaan signifikan antara pembelajaran dengan menggunakan media online dengan pembelajaran yang menggunakan LKS terhadap prestasi belajar siswa, kelompok yang menggunakan media online memiliki nilai lebih tinggi disbanding dengan kelompok siswa yang menggunakan media LKS. Pada penelitian ini dikemukakan pula bahwa siswa yang mempunyai nilai kemampuan awal (pre-test) yang tinggi memiliki nilai akhir (post-test) yang lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan siswa yang memiliki hasil pre-test yang lebih rendah, hal ini pula tidak terpengaruh oleh jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran.
(6)
Teguh Budiarto , 2016
BLENDED LEARNING DI PERGURUAN TINGGI DI TINJAU DARI PERSPEKTIF LEADERSHIP DAN IKLIM ORGANISASI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2.5 KERANGKA BERFIKIR
Hasil penelitian Mehmet Aktif Ocak (2010) menunjukkan bahwa 88,7% dosen setuju dengan pembelajaran blended learning. selain itu 87% dosen merasa puas dengan pembelajaran blended learning. Kira-kira 92,1% dari sampel penelitian menyatakan setuju untuk melanjutkan pembelajaran dengan menggunakan blended learning tapi 3,2% tidak setuju, yang kemudian di dukung oleh penelitian Paul Ginns dan Robert Ellis (2006), Annisa Ratna Sari (2010) dan Adi Santoso (2009) adalah pada dasarnya terdapat perubahan kearah positif dengan menggunakan pembelajaran blended learning.
Berdasarkan hal itu penulis mempunyai pemikiran mengenai bagaimana mahasiswa di Perguruan Tinggi belajar dengan menggunakan format blended learning. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana implementasi blended learning di STEI ITB, serta peran leadership dan iklim organisasi yang di bangun untuk mendukung terlaksananya model pembelajaran blended learning di STEI ITB. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana implementasi blended learning di STEI ITB, sehingga hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui sejauh mana penggunaan blended learning di STEI ITB jika dilihat dari sudut pandang leadership dan iklim organisasi.