Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan T1 312011020 BAB II

(1)

15

PENDIDIKAN ANAK

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pengertian Anak

Anak dalam keluarga merupakan pembawa bahagia, karena anak memberikan arti bagi orang tuanya. Arti disini mengandung maksud memberikan isi, nilai, kepuasan, kebanggaan dan rasa penyempurnaan diri yang disebabkan oleh keberhasilan orang tuanya yang telah memiliki keturunan, yang akan melanjutkan semua cita-cita harapan dan eksistensi hidupnya. Berikut ini adalah definisi atau pengertian tentang anak menurut beberapa ilmu hukum yang ada:

a. Pengertian Anak Manurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)

Hukum pidana di Indonesia berdasarkan atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atau dengan kata lain Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Pidana adalah acuan dasar dalam hukum yang diterapkan di Indonesia. Pengertian tentang anak apabila masuk ke dalam lingkup hukum pidana yang harus dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut tidak ditemukan secara jelas definisi tentang

anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur

(miderjarig)”, serta berapa definis yang merupakan bagian atau unsur dari pengertian anak yang terdapat pada beberapa pasalnya. Namun,


(2)

pengertian belum cukup umur belum memberikan arti yang jelas tentang pengertian anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jadi perli dicari lagi pengertian tentang anak tersebut dalam pasal-pasal lain yang terdapat pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga terdapat pasal yang memberikan salah satu unsur pengertian tentang anak, seperti yang terdapat pada Bab IX tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pada pasal 45

berbunyi:1

Dalam menuntut orang yang belum cukup umur

(minderjarig)” karena melakukan perbuatan sebelum umur

enam belas tahum, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepda orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau memrintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Pemerintah, tanpa pidana apapun tyaitu jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut”.

Pasal 45 KUHP sudah dicabut ketentuannya tentang penuntutan anak dikarenakan telah ada Undang-undang yang lebih khusus mengatur tentang maslah anak, yaitu Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

1

Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Wetboek van Strafrecht), Diterjemahkan oleh Moeljatno, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), Pasal 45


(3)

Dalam pasal 283 ayat (1) dimaksudkan bahwa anak dibawah umur adalah seorang yang belum berumur tujuh belas tahun. Hal ini dapat dilihat dalam isi pasal tersebut, yaitu:

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah, barang siapa menertawakan, memberikan untuk terus maupun untuk sesmentara waktu, menyerehkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggurkan hamil, kepda sorang yang belum cukup umur, dan yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umunya belum tujuh belas tahun...”.

Sedangkan dalam pasal 287 ayat (1) dimaksudkan, bahwa anak dibawah umur adalah seseorang yang belum berumur lima belas tahun, seperti tercantum dalam bunyi pasal ini:

Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawninan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun...”.

Dengan demikian, pengertian anak dibawah umur menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdapat tiga kategori anak dibawh umur, yaitu anak dibawah umur enam belas tahun dalam pasl 283 ayat (1) yang berhubungan dengan tulisan-tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan hamil, serta anak dibawh umur lima belas tahun dalam pasal 287 ayat (1), yang berkaitan dengan pesetubuhan. Maka, jelaslah pasal 45 KUHP merupakan


(4)

aturan umum, sedangkan pasal-pasl lain diatas merupakan pengecualian daripada aturan umum tersebut.

b. Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata

Hukum perdata menjamin hak-hak dasar bagi seorang anak sejak lahir bahkan sejak masih dalm kandungan. Dalam hukum perdata, pengertian anak dimaksudkan pada pengertian “kebetulan dewasaan”, karena menurut hukum perdata seorang anak yang belum dewasa sudah bisa mengurus kepentingan-kepentingan keperdataanya. Untuk memnuhi keperluan ini, maka diadakan keperluan ini, maka diadakan peraturan tentang “hendlichting”, yaitu suatu penyataan tentang seorang yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau untuk beberapa hal saja dipersamkan

dengan seorang yang sudah dewasa.2

Menurut pasal 330 KUHPer belum dewasa adalah:

Mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebuh dahulu telah kawin”.

Menurut pasal tersebut, bahwa semua orang yang belum genap 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah dianggap belum dewasa dan tidak cakap dimata hukum, yang artinya belum

2


(5)

bisa besikap tindak atau berperilakuan yang sesuai dimata hukum. Namun bagaimana apabila seorang yang belum genap berusia 21 (dua puluh satu) tahun tetapi sudah menikah, apakah dalam hal ini masih dianggap belum dewasa?

Namun batas usia dewasa menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terdapat didalam pasal 47 ayat (1)

yang berbunyi:3

“Anak yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya”.

Batas usia pada pasal yang tedapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu 21 (dua puluh satu) tahun, dan Undang-Undang Perkawinan yaitu 18 (delapan belas) tahun. Hal inilah yang pada akhirnya digunkan sampai saat ini sebagai pengertian anak atau pengertian dewasa didalam Hukum perdata.

c. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak

Hukum perlindungan anak menggunakan dasar hukum yang terdapat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, pengertian anak adalah4

3

Indonesia (a), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 47 ayat (1)


(6)

Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Menurut pasal tersebut, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan termasuk anak yang masih didalam kandundungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupanyaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada di dalam kandungan sehingga berusia 18 (delapan belas) tahun.

d. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang

Kesejahteraan Anak.

Salah satu hak anak yang harus diupayakan adalah kesejahteraan, karena anak merupakan tunas bangsa dan potensi serta penerus cita-cita perjuangan bangsa yang rentang terhadap perkembangan zaman dan perubahan lingkungan dimasa hal tersebut bisa mempengaruhi kondisi jiwa dan spikologisnya. Pelaksanaan pengadaan kesejahteraan bergantung pada partisipasi yang baik antar objek dan subjek dalam usaha pengadaan kesejahteraan anak tersebut, yang maksudnya adalah bahwa setiap

peserta bertanggung jawab atas pengadaan kesejahteraan anak.5

4

Indonesia (b), Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, (UU No. 23 Tahun 2003), Pasal 1 ayat (1).

5


(7)

Dalam pengupayaan kesejahteraan ini tidak hanya dibebankan kepda orang tua semata, tetapi juga oleh lingkungan tempat si anak tumbuh dan berkembang serta pemerintah sebagai

penanggungjawab kesejahteraan generasi penerus bangsa.

Pengupayaan kesejahteraan anak oleh Pemerintah yang sesuai dengan hukum kesejahteraan anak telah ditungkan dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang isinya tentang pengupayaan kesejahteraan anak yang diselenggarakan oleh Negara.

e. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak.

Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, diatur tentang hukum acara dan ancaman pidana terhadap anak atau proses peradilan anak yang mana harus dibedakan dengan orang dewasa. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak tersebut. Sanksi terhadap anak dibedakan berdasarkan perbedaan umur anak, yang berarti dalam hal ini adalah pengertian tentang anak dimana menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah

“Orang yang dalam perkara abaj bajak telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.


(8)

2.1.2 Pengertian Hak Anak

Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi mutlak, mendasar dan tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak yang lainnya untuk mendapatkan hak lain, sehingga anak tersebut akan mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila menginjak dewasa. Dengan demikian jika anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan mengetahui dan memahami mengenai hak dan kewajiban terhadap keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pertumbuhan dan perkembangan secara wajar bagi anak memiliki makna yang besar karena dalam pengertian itu terpaut masalah pokok anak. Kesejahteraan

anak lazimnya berhubungan dengan:6

a. Pemenuhan Kebutuhan yang bersifat rohaniah bagi anak

sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar melalui asuhan keluarga atau asuhan orang tuanya sendiri. Misalnya: kesempatan mempereoleh pendidikan, rekreasi dan bermain, serta sosialisasi pada umumnya.

b. Pemenuhan kebutuhan yang bersifat jasmaniah (fisik) seperti:

cukup gizi, pemeliharaan kesehatan, dan kebutuhan fisik lainnya

6


(9)

c. Santunan atau peningkatan kemampuan berfungsi sosial bagi anak-anak miskin, terlantar, cacat dan yang mengalami masalah perebedaan perilaku.

Pemenuhan kebutuhan anak membuat komitmen atas hak asasi seorang anak. Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan agar anak yang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. Hak asasi manusia meliputi semua yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan hukum positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk pembangunan seutuhnya tersebut. Pembangunan manusia seutuhnya suatu melalui proses evolusi berkesinambungan yang disebabkan oleh kesadaran diri manusia, yang lebih penting dari proses itu sendiri adalah suatu aktualisasi dari potensimanusia seperti yang terdapat pada individu dan komunitasnya.

Sebuah catatan yang penting untuk diingat, anak-anak baru diakui memiliki hak asasi setelah sekian banyak anak-anak menjadi korban dari ketidak pedulian orang dewasa. Pengakuannya pun tidak terjadi serta merta pada saat korban berjatuhan, tetapi melalui sebuah proses perjuangan panjang dan tanpa henti.

Perhatian serius secara internasional terhadap kehidupan anak-anak baru diberikan pada Tahun 1919, setelah Perang Dunia I berakhir. Dikarenakan perang telah membuat anak-anak menderita kelaparan dan terserang penyakit, seorang


(10)

anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia.7 Mengarahkan mata dunia untuk melihat situasi anak-anak tersebut. Dia menggalang dana dari seluruh dunia untuk membantu anak-anak. Tindakannya inilah yang mengawali gerakan kemanusiaan internasional yang secara khusus memberi perhatian kepada kehidupan anak-anak.

Pada tahun 1923, Mrs.Eglantyne Jebb membuat 10 pernyataan Hak-hak anak

dan mengubah gerakannya menjadi perjuangan Hak-hak anak:8

1. Bermain;

2. Mendapatkan nama sebagai identitas; 3. Mendapatkan makanan;

4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan; 5. Mendapatkan persamaan;

6. Mendapatkan pendidikan; 7. Mendapatkan perlindungan; 8. Mendapatkan sarana rekreasi; 9. Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan serta dalam pembangunan;

Pada tahun 1924, pernyataan ini diadopsi dan disahkan sebagai pernyataan Hak-hak anak oleh Liga Bangsa-Bangsa. Sementara itu, pada tahun 1939-1945,

7

Eglantyne Jebb, Penggagas Hak-hak anak Hak-hak anak adalah hak asasi yang wajib dimiliki setiap anak yang ada di dunia. Diakses pada tanggal 13 April 2016, pukul 17.06

http://yunior.ampl.or.id/?tp=tahukah&menu=on&view=detail&path=123&kode=125&ktg=4&se lect=1

8

M. Jodi Santoso, Rausya dan Agenda Perlindumgam Anak diakses pada tanggal 1 Maret 2016 pukul 09.00 dari laman web: http://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-perlindunganhak-anak.htm


(11)

Perang Dunia II berlangsung dan anak-anak kembali menjadi salah satu korbannya.

Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mencantumkan hak-hak anak. Pada tahun 1959, tepatnya tanggal 1 Juni PBB mengumumkan pernyataan Hak-Hak-hak anak dan ditetapkan sebagai hari anak sedunia.

Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.

Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak asasi yang dimiliki anak-anak.

Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.

2.1.3 Hak Atas Pendidikan

Hak adalah sesuatu yang harus di dapatkan oleh manusia dan semua manusia mempunyai hak-hak pokok yang melekat pada dirinya, hak-hak pokok tersebut di


(12)

namai hak asasi manusia (HAM). Begitu juga dengan hak anak. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Adapun hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan bagian dari HAM Pendidikan adalah suatu hal yang luar biasa pentingnya bagi sumber daya manusia (SDM), demikian pula dengan perkembangan sosial ekonomi dari suatu negara. Hak untuk mendapatkan pendidikan telah dikenal sebagai salah satu Hak Asasi Manusia (HAM), sebab

HAM tidak lain adalah suatu hak dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang.9

Hak memperoleh pendidikan sangat berkaitan erat dengan HAM. Tanpa adanya pendidikan, kehidupan tidak akan mempunyai arti dan nilai martabat dan inilah sebenarnya maksud dari HAM itu sendiri, dimana setiap orang mempunyai hak untuk menjadi seorang manusia seutuhnya.

Oleh karena itu, memberikan pendidikan yang layak sudah seharusnya menjadi suatu kewajiban yang berlipat ganda bagi sang orang tua, baik itu terhadap anak-anaknya maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Pasal yang berkaitan dengan Hak Anak untuk memperoleh pendidikan adalah

Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 berbunyi :“Setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 28 ini dengan jelas menyatakan bahwa setiap anak mendapatkan hak asasinya sebagai generasi muda yang memiliki kesempatan untuk hidup, tumbuh menjadi dewasa, dan berkembang kemampuan fisik dan pemikirannya. Untuk menunjang diperolehnya

9

Paulo freaire, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan dan Penindasan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar:2002) Hal. 28


(13)

semua hak anak tersebut, pendidikamerupakan hak yang paling penting bagi seorang anak untuk mengembangkan semua potensi kemampuan yang dimilikinya. Mengingat bahwa anak-anak secara umur dan fisik lebih muda dan lebih lemah daripada orang dewasa, mereka berhak atas perlindungan dari adanya ancaman, kekerasan dan diskriminasi.

Manusia pada hakekatnya adalah makluk yang dapat dididik. Disamping itu

menurut lengeveld manusia itu adalah animal educandum artinya manusia itu

pada hakekatnya adalah makluk yang harus dididik, dan educandus artinya

manusia adalah makluk yang bukan hanya harus dididik dan dapat di didik tetapi

juga dapat mendidik.10 Dari kedua istilah tersebut di jelaskan bahwa pendidikan

itu merupakan keharusan mutlak pada manusia atau pendidikan itu merupakan gejala yang layak dan sepatutnya ada pada manusia.

Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir. Memiliki makna bahwa pendidikan di lakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas. ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang di siapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat. Selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno yaitu:

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk mewujudkan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak,

10


(14)

menujukearah menuju kedewasaan dalam arti kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang selaras dengan alamnya dan masyarakat”.11

Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak, hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orangtua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan.

Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia. Dengan adanya pendidikan maka Sumber daya manusia di negara ini semakin meningkat.

Berdasarkan kesimpulan yang dapat di tarik dari penjelasan di atas adalah kebahagiaan itu apabila seseorang telah mencapai tujuan hidupnya dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan ilmu sehingga ia menjadi orang yang

bijaksana, beramal mulia dan bermartabat.12

11

Ki Hajar Dewantara dalam Suwarno. Pengantar Ilmu Pendidikan. Aksara Baru, Jakarta: 1982

12


(15)

2.1.4 Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.13

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut.14

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh

pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundangundangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

13

Satjipto Rahardjo. Loc Cit. hlm. 74.

14


(16)

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif

merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah

terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.15

Dalam konsideran Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan bahwa Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (2) Tentang Perlindungan Anak. menyebutkan “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

15


(17)

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan Undang-undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

2.2 Peraturan Hukum Tentang Hak Anak Atas Pendidikan 2.2.1 Deklarasi Umum HAM (HAK ASASI MANUSIA)

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-haknya dapat efektif, apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas atau diganggu

gugat siapapun.16 Melindungi hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu

merupakan bagian dari hukum, yang memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut. Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga hukum itu megandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh HAM yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. Hukum tidak

16


(18)

lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus

memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.17

Deklarasi Universal HAM (DUHAM) adalah dokumen dasar dari Hak Asasi Manusia (HAM). Diadopsi pada tanggal 10 Desember 1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, DUHAM merupakan referensi umum di seluruh dunia dan menentukan standar bersama untuk pencapaian Hak Asasi Manusia (HAM). Meskipun DUHAM tidak memiliki kekuatan resmi secara hukum, prinsip-prinsip dasarnya telah menjadi standar internasional di seluruh dunia dan banyak negara memandangnya sebagai hukum internasional. Hak Asasi Manusia (HAM) telah dikodifikasi dalam berbagai dokumen hukum di tingkat Internasional, Nasional, Provinsi, dan Kota/Kabupaten. Di Kanada, HAM didefinisikan dalam Piagam HAM dan Kebebasan Kanada serta dalam perundangan dan peraturan yang diadopsi di tingkat provinsi. Sementara di Indonesia, HAM didefinisikan dalam piagam HAM yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU 39/1999). Adapun pelaksanannya harus sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), serta Deklarasi Universal HAM (DUHAM).

Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah semua pembelajaran yang membangun pengetahuan, ketrampilan maupun sikap dan perilaku Hak Asasi Manusia (HAM). Pendidikan HAM membuat orang mampu untuk membuat orang lebih baik dalam mengintergrasikan ke dalam hidup sehari-hari nilai-nilai HAM seperti menghargai, menerima dan memasukkan orang lain. Pendidikan HAM

17

Muladi. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 1995, hlm.45


(19)

mendorong digunakannya HAM kerangka referensi dalam hubungan kita dengan orang lain. Pendidikan HAM juga mendorong kita untuk secara kritis mengkaji sikap dan perilaku kita sendiri dan, kemudian, mentrasfomasikannya guna meningkatkan perdamaian, harmoni sosial dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain.

Pada tanggal 10 Desember 1945, pasal 26 ayat (1) dan (2) Deklarasi Umum HAM (DUHAM) mengatur bahwa:

1. Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan

cuma-cuma, setidaktidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan;

2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang

seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi

manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus

menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan BangsaBangsa dalam memelihara perdamaian.

Berdasarkan pengaturan tersebut, maka anak putus sekolah berhak atas pendidikan, karena menjadi bagian dari yang dimaksudkan sebagai “setiap orang”. Bahkan ditentukan juga bahwa pendidikan dasar harus diselenggarakan


(20)

“dengan cuma-cuma”. Karena itu anak-anak SD yang putus sekolah, terutama karena alasan ekonomi, seharusnya tidak terjadi.

2.2.2 Konvensi Hak Anak

Konvensi Hak Anak (Convention of Rights of The Child) telah disahkan oleh

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 20 November

1989, dan mulai mempunyai kekuatan memaksa (entered in force) pada tanggal 2

September 1990. Konvensi hak anak ini merupakan instrumen yang merumuskan prinsip-prinsip yang universal dan norma hukum mengenai kedudukan anak. Oleh karena itu, konvensi hak anak ini merupakan perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memasukkan hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak

budaya.18 Secara garis besar Konvensi Hak Anak (KHA) dapat dikategorikan

sebagai berikut:

a. Penegasan hak-hak anak;

b. Perlindungan anak oleh negara;

c. Peran serta berbagai pihak.

Pengertian lain dari konvensi hak anak merupakan suatu ”pekerajaan yang

berjalan” yang memakan waktu lama. Bagi anak -anak, pengakuan hak asasi

manusia mereka merupakan suatu proses yang terjadi dalam dua bagian, yakni:19

18

Darwan Prinst, 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 103- 119.

19

Muladi, 2007, HAK ASASI MANUSIA (Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat), Bandung, PT Reflika Aditama, hal. 4


(21)

a. Pengkuan bahwa anak berhak atas Hak Asasi Manusia sebagai haknya sendiri yang bukan sebagai hak orang tua atau wali mereka;

b. Pengakuan bahwa anak memerlukan perlindungan tambahan,

perlindungan yang sekarang telah dikembangkan oleh komunitas Internasional.

Konvensi Hak Anak (KHA) adalah hukum Internasional atau instrumen Internasional yang bersifat mengikat secara yuridis dan politis yang menguraikan

secara rinci Hak Dasar Manusia bagi setiap anak, di dalamnya mencakup:20

a. Hak atas kelangsungan hidup : Hak atas tingkat kehidupan yang layak

dan pelayan kesehatan. Artinya anak-anak berhak memperoleh gizi yang baik, tempat tinggal yang layak dan perawatan yang baik bila jatuh sakit. Dalam hal ini, hak anak akan kelangsungan hidup meliputi pula;

1. Pasal 7

Hak anak untuk mendapatkan nama dan

kewarganegaraan semenjak dilahirkan;

2. Pasal 8

Hak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan

kembali aspek dasar jati diri anak (nama,

kewarganegaraan, dan ikatan keluarga);

3. Pasal 9

Hak anak untuk hidup bersama;

20


(22)

4. Pasal 19

Hak anak untuk memperoleh perlindungan dari segala

bentuk perlakuan salah (abuse) yang dilakukan orang

tua atau orang lain yang bertanggungjawab atas pengasuhan;

5. Pasal 20

Hak untuk memperoleh perlindungan khusus bagi anak yang kehilangan lingkungan keluarganya dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai dengan mempertimbangkan latar budaya anak;

6. Pasal 21

Adopsi anak hanya diperbolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak, dengan segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang;

7. Pasal 23

Hak-hak anak penyandang cacat (disabled) untuk

memperoleh pengasuhan, pendidikan, dan pelatihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi;

8. Hak untuk tumbuh kembang : Hak tumbuh berkembang


(23)

formal, serta hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur pada Pasal 28 Undang-Undang Konvensi Hak Anak yang menyebut bahwa :

9. Negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan

menyediakan secara cuma-Cuma;

10.Mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan

dan mudah dijangkau oleh setiap anak tanpa terkecuali;

11.Membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan

keterampilan bagi anak;

12.Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya

secara teratur di sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.

13.Hak untuk memperoleh perlindungan : Termasuk didalamnya

perlindungan dalam bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun dalam hal lain.

14.Hak berpartisipasi : Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk

menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak. Hal ini mengacu kepada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak Anak (KHA), diakui bahwa anak dapat dan mampu

membentuk atau mengemukakan pendapatnya dalam

pandangannya sendiri yang merupakan hak berekspresi secara

bebas (capable of forming his or her own views the rights to


(24)

wajib menjamin bahwa anak diberikan kesempatan untuk menyatakan pendapatnya pada setiap proses peradilan ataupun administrasi yang mempengaruhi hak anak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Hak yang mencakup dengan itu meliputi;

a. Hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan

atas pendapatnya;

b. Hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta

untuk mengekspresikan;

c. Hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk

bergabung;

d. Hak untuk memperoleh informasi yang layak dan

terlindung dari informasi yang tidak sehat.

Konvensi Hak Anak dalam Pasal 28 juga ikut mengatur tentang hak anak atas pendidikan dasar. Dalam Pasal 28 ayat (1) Konvensi Hak Anak, justru dirumuskan hak anak atas pendidikan lebih spesifik, yakni hak atas pendidikan

yang pencapaiannya dilakukan secara progresif (to archieving this right

progressively) dan berbasis kesetaraan kesempatan (on the basis of equal opportunity).

Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak pasal 28, pendidikan dasar merupakan suatu kewajiban dan tersedia secara cuma-cuma. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa Negara Indonesia sebagai negara yang juga telah meratifikasi konvensi tersebut, harus mampu mewujudkan


(25)

dan mengimplementasi dengan berbagi program yang berhubungan dengan pemenuhan hak atas pendidikan dasar.

Sebelum disahkan Konvensi Hak Anak, sejarah mencatat bahwa hak-hak anak jelas melewati perjalanan yang cukup panjang dimulai dari usaha perumusan draf

hak-hak anak yang dilakukan Mrs. Eglantynee Jebb, pendiri Save the Children

Fund.21 Setelah melaksanakan programnya merawat para pengungsi anak-anak,

pada Perang Dunia Pertama, Mrs. Eglantynee Jebb membuat draft “Piagam Anak”

pada tahun 1923. Beliau menulis: “Saya percaya bahwa kita harus menuntut hak

-hak bagi anak-anak dan memperjuangkannya untuk mendapat hak universal”.22

Dalam draf yang dikemukakannya, Mrs. Eglantynee Jebb

mengembangkannya menjadi 7 (tujuh) gagasan mengenai hak-hak anak yaitu :

a. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan

mengenai ras kebangsaan dan kepercayaan.

b. Anak harus dipelihara dan harus tetap menghargai keutuhan

keluarga.

c. Bagi anak harus disediakan sarana yang diperlukan untuk

perkembangan secara normal, baik material, moral dan spiritual.

d. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus

dirawat, anak yang cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus atau diberi perumahan.

21

Ibid

22


(26)

e. Anaklah yang pertama-tama harus mendapat bantuan atau pertolongan pada saat ada kesengsaraan.

f. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari

program kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapatkan pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah serta harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.

g. Anak harus diasuh dan dididik dengan pemahaman bahwa

bakatnya dibutuhkan untuk mengabdi pada sesama.

Di Indonesia, Konvensi Hak Anak baru diratifikasi pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Konvensi Hak Anak ini telah diratifikasi oleh banyak negara anggota PBB. Sampai dengan bulan Februari 1996 konvensi ini telah diratifikasi oleh 187 (seratus delapan puluh tujuh) negara.

2.2.3 Konvensi Hak Anak Atas Pendidikan

Konvensi Hak Anak bersumber pada perjanjian Internasional yang memberikan pengakuan serta menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak, yang telah disetujui dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989.

Ada beberapa peraturan perundang-undangan di dalam Konvensi Hak Anak mengatur tentang hak anak atas pendidikan, yang disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, pasal 3 ayat (1) menyebutkan: “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak-anak, baik yang dilakukan oleh


(27)

lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari

anak-anak harus menjadi pertimbangan utama”. Berdasarkan pengaturan tersebut,

maka istilah “kepentingan terbaik dari anak-anak” dapat ditafsirkan secara hukum sebagai kepentingan untuk mendapatkan pendidikan semaksimal mungkin. Dengan demikian maka situasi putus sekolah yang dialami oleh anak-anak, bukanlah suatu situasi yang ideal dalam konteks kepentingan terbaik dari anak-anak.

Bahkan Pasal 28 ayat (1) huruf (e) dari Konvensi Internasional Hak-hak Anak mengatur dengan sangat jelas bahwa:

“Negara-negara peserta mengakui hak anak atas pendidikan dan untuk mewujudkan hak ini secara bertahap dan berdasarkan kesempatan yang sama mereka akan khusunya: ...

(e) Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadiran teratur di

sekolah dan pengurangan angka putus sekolah.”

Mencermati ketentuan hukum tersebut, maka telah dengan sangat jelas menampakkan bahwa keadaan dimana anak-anak mengalami putus sekolah, bukanlah suatu keadaan yang dikehendaki.

2.2.4 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Alinea ke-4 jelas dikatakan bahwa salah satu cita-cita kemerdekaan bangsa


(28)

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian dalam 31 UUD NRI tahun 1945 ayat (1) dinyatakan bahwa “Pendidikan merupakan hak setiap warga Negara”. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hak atas pendidikan merupakan hak dasar dan hak konstitusional setiap warga Negara dimana Negara bertanggung jawab menyediakan hak dasar tersebut

Secara konstitusional, UUD 1945 telah menetapkan tujuan negara Republik Indonesia. Di dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan tentang Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Khusus tentang tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dapat dirasionalisasi bahwa tujuan tersebut berhubungan langsung atau sangat erat dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, tak terkecuali hak anak putus sekolah. Selain itu, tujuan dari diselenggarakannya pendidikan juga menjadi jelas, yaitu dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

1. Pasal 28 huruf (C)

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi umat manusia;


(29)

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam

memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun

masyarakat, bangsa, dan negaranya;

2. Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya;

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya

20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan Nasional;

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta umat manusia.

Di dalam batang tubuh UUD 1945 sendiri ada beberapa hal yang perlu kita garis bawahi. Yang pertama adalah hak atas pendidikan itu sendiri. Hak atas pendidikan dimiliki oleh:

a. Setiap Orang : Hak atas pendidikan bagi setiap orang dapat

kita lihat di dalam pasal 28. Hak yang tercantum di sana antara lain adalah hak untuk mengembangkan diri dan


(30)

memajukan dirinya. Artinya, proses semua orang untuk mengembangkan dan memajukan dirinya itu harus dijamin dan dilindungi, serta dihormati oleh negara. Dengan kata lain, hak-hak tersebut sifatnya dipenuhi oleh yang memiliki hak, karena kata-kata mengembangkan dan memajukan di sini ditujukan pada warga Negara yang melakukannya.

Namun Negara tetap harus melindunginya (to protect) dan

menghormati (to respect) terhadap hak tersebut.

b. Setiap Warga Negara : Sementara hak atas pendidikan bagi

seluruh warga negara tercantum di dalam pasal 31. Dalam pasal ini, secara tegas dinyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan (pasal 31 ayat 1). Berbeda dengan sifat yang dimiliki pada hak atas pendidikan bagi setiap orang. Karena hak atas pendidikan bagi seluruh warga Negara adalah untuk mendapatkan. Artinya, ada kewajiban pemerintah untuk membuat warga negaranya mendapatkan pendidikan. Di sini kita melihat

bahwa hak atas pendidikan itu akhirnya dalam

penyelenggaraannya menjadi kewajiban pemerintah. Masih didalam pasal yang sama, namun diayat yang berbeda (Pasal 31 Ayat (2)), kita dapat melihat bahwa pendidikan bukan saja hak bagi seluruh warga negara, tetapi juga merupakan kewajiban bagi warga Negara, khususnya pendidikan dasar Sembilan tahun. Dan dengan tegas


(31)

dinyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar

menjadi tanggung jawab pemerintah dalam hal

pembiayaannya;

Hal ini dipertegas dengan pengaturan pada ayat-ayat selanjutnya secara terangterangan menyebutkan kewajiban Negara, bahkan mencantumkan nominal persen yang harus dialokasikan untuk pendidikan dari APBN nya yaitu dua puluh persen. Hal ini memperlihatkan bahwa Negara memiliki kewajiban untuk

memenuhi (to fulfill) hak atas pendidikan bagi warga negaranya. Selain itu, di

dalam batang tubuh UndangUndang Dasar ini, juga ditegaskan mengenai fungsi pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang menjadi tujuan dari Negara. Hal lain yang menarik adalah bahwa pendidikan tidak semata-mata ditujukan untuk transfer ilmu pengetahuan saja, melainkan juga harus mengandung muatan peningkatan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia.

2.2.5 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini merupakan payung hukum yang mengatur mengenai keseluruhan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Visi misi pendidikan, kurikulum, hingga tata kelola pendidikan kita bersumber dari Undang-Undang ini. Karena itulah, untuk melihat perspektif pendidikan di Inodnesia, maka Undang-Undang ini menjadi penting untuk dibahas. Namun demikian, peneliti tidak akan membahas keseluruhan pasal yang ada di dalam Undang-Undang ini. Pembahasan akan


(32)

mengarah pada bentuk hak atas pendidikan bagi warga Negara, serta tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan itu sendiri.

1. Pasal 5

(1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu;

(2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus;

(3) Warga negara di daerah terpencil atau terkebelakang serta

masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus;

(4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus

(5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan

pendidikan sepanjang hayat.

Pasal ini menguraikan mengenai hak warga negara untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan yang diberikan bukan hanya sekedar memberikan ketersediaan sekolah, melainkan juga penjaminan mutu dari institusi pendidikan itu sendiri. Prinsip awalnya adalah kesamaan hak bagi seluruh warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Namun selanjutnya terdapat berbagai kekhususan yang menjadi hak khusus bagi kelompok-kelompok masyarakat yang memang membutuhkan perlakuan khusus, seperti kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial, tinggal di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil, serta warga negara yang


(33)

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Termasuk juga menjamin hak atas pendidikan bagi warga Negara sepanjang hayat.

2. Pasal 6

(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas

tahun wajib mengikuti pendidikan dasar;

(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan

penyelenggaraan pendidikan.

Pasal ini menjabarkan mengenai kewajiban warga negara dalam pendidikan itu sendiri.

3. Pasal 7

(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan

dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya;

(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan

pendidikan dasar kepada anaknya.

Pasal ini memberikan kewajiban yang lebih spesifik yaitu kepada orang tua.

4. Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

5. Pasal 9

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.


(34)

Pasal 8 dan 9 memberikan peran kepada masyarakat dalam penyelenggaraan hak atas pendidikan.

Di sini dapat dilihat bahwa peran masyarakat tidak saja dalam proses kebijakan dan pelaksanaan dari hak atas pendidikan, namun juga sumber daya yang bahkan diwajibkan untuk turut serta dalam penyelenggaraan pendidikan. Artinya ada pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dipertegas oleh pasal-pasal berikutnya mengeni pembagian tanggungjawab penyelenggara pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat, termasuk dalam hal pendanaan. Jadi, ketika kita berbicara mengenai sebenarnya siapa yang memegang kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan, berdasarkan Undang-Undang ini kewajiban menyelenggarakan pendidikan ada pada Pemerintah (termasuk Pemerintah daerah) dan masyarakat.

6. Pasal 10

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Pasal 11

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan

dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi;

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin


(35)

warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.

Pasal 10 dan pasal 11 menunjukkan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peran yang diberikan merupakan peran yang wajib, dan dilakukan melalui pengarahan, dan jaminan penyelenggaraan, termasuk dalam bentuk pendanaan.

8. Pasal 12

Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

1. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama

yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;

2. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan

bakat, minat, dan kemampuannya;

3. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang

orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

4. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang

tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;

5. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan

pendidikan lain yang setara;

6. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan

kecepatan belajar masing-masing dan tidak

menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.


(36)

Setiap peserta didik berkewajiban:

1. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin

keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;

2. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan,

kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari

kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan

perundangundangan yang berlaku. Pasal 12 memuat tentang hak dan kewajiban peserta didik. Dalam hal pendanaan, peserta didik mendapatkan hak untuk memperoleh beasiswa dan biaya pendidikan lainnya. Namun pada kewajiban, peserta didik juga diwajibkan untuk menanggung biaya pendidikan tersebut. Di sini kita bisa melihat bahwa porsi dari masyarakat, dalam hal ini peserta didik sudah menjadi kewajiban, bukannya sekedar bantuan atau sumbangan. Dengan demikian dapat kita simpukan bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan sudah dibagi kepada masyarakat oleh Negara.

9. Pasal 46

(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab


(37)

Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(3) Ketentuan mengenai tanggung jawab pendanaan pendidikan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal ini mempertegas aturan sebelumnya. Artinya, secara normatif memang sudah ditetapkan bahwa tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan ada di Negara (Pemerintah pusat dan pemerintah daerah) dan masyarakat.

Dalam hal melindungi hak pendidikan bagi anak, maka Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 diatur mengenai hak anak untuk mendapakan pendidikan dalam Undang-Undang ini di pertegas bahwa anak harus mendapatkan hak pendidikannya.

10.Pasal 9

(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;

(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus

bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus. Hak yang tercantum di sana antara lain adalah hak untuk mengembangkan diri dan memajukan dirinya, Artinya, proses semua anak untuk mengembangkan dan memajukan dirinya itu harus dijamin dan dilindungi, serta dihormati oleh negara.


(38)

11.Pasal 48

Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.

12.Pasal 49

Negara, Pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

13.Pasal 50

Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada:

(1) Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian

anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;

(2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia

dan kebebasan asasi;

(3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua,

identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbedabeda dari peradaban sendiri;

(4) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung

jawab; dan pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.


(39)

Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

15.Pasal 52

Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

16.Pasal 53

(1) Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya

pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.

Pertanggungjawaban Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

2.2.6 Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan

Proses penyelenggaraan pendidikan nasional masih sangat jauh dari yang

diharapkan, sering terbentur dengan berbagai kendala, baik dari segi kebijakan (politik), sistem sosial dan kesadaran kita sendiri. Oleh karena itu, sebagai bangsa Indonesia yang konsisten dengan Pendidikan Nasional seyogyanya pemerintah lebih peka dalam menanggapi permasalahan pendidikan, apalagi jaminan pendidikan bagi fakir miskin dan anak terlantar.

Landasan utama penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah pada Pasal 31 UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


(40)

Pendidikan Nasional (Sisdiknas), dan Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. UUD 45 menjamin hak pendidikan rakyat Indonesia sebagaimana disebutkan pada Pasal 31 ayat (1): “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan ayat 2: “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Kedua ayat ini memberikan tugas kepada pemerintah untuk menyediakan pendidikan beserta sarananya bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban membiayai segala pengeluaran yang diperlukan untuk memfasilitasi tertunaikannya pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Anggaran yang disediakan cukup besar, yaitu minimal 20% dari APBN dan APBD sebagaimana ditegaskan dalam ayat (4): “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta berakhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Ada 3 (tiga) petunjuk yang diperoleh oleh keempat ayat di atas, yaitu:

a. Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara;

b. Pemerintah wajib menyediakan anggaran yang cukup untuk

membiayai pendidikan dasar;

c. Tujuan pendidikan dasar adalah untuk meningkatkan


(41)

Berdasarkan ketiga petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap individu yang menjadi warga negara Indonesia harus mendapatkan pendidikan untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaq mulia dengan biaya sepenuhnya ditanggung negara. Untuk melaksanakan amanah UUD 45 tersebut, pemerintah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian disahkan menjadi UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1

Ayat 1 menjelaskan tentang makna pendidikan, yaitu:23

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Definisi pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional ini mengandung unsur operasional pendidikan, yaitu “sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” dan unsur filosofis

pendidikan terkait tujuan pendidikan, yaitu untuk “memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Tujuan pendidikan ini kemudian disebutkan kembali secara khusus pada

Pasal 3, menjadi:24

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

23

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

24


(42)

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Apabila dicermati secara mendalam, tujuan pendidikan yang termaktub dalam UUD 45 sudah mencukupi. Keimanan adalah kewajiban mendasar bagi manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan mengandung tuntutan untuk menjalankan perintah agama, sebagai manifestasi iman. Akhlak mulia merupakan tuntunan atau perangkat dalam berperilaku sehari-hari, sebagai manifestasi dari iman dan takwa.

Tujuan pendidikan yang tersurat pada UU Sisdiknas Pasal 1 lebih bermasalah. Keimanan dan ketakwaan yang dikendaki UUD 1945 bergeser menjadi “kekuatan spiritual.” Kekuatan spiritual tidak menuntut seseorang untuk mengimani Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Komunisme di China merasa cukup dengan kekuatan spiritual dari roh-roh nenek moyang. Kekuatan spiritual juga tidak menuntut seseorang untuk menjalankan perintah agama.

Paradigma yang digunakan UUD 45 seharusnya diadopsi oleh seluruh produk hukum turunannya. Rumusan tujuan pendidikan nasional harus menyesuaikan dengan UUD. Apabila diperlukan perangkat tambahan, maka perangkat tersebut digunakan untuk menuju tujuan, yakni “meningkatkan

keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.” Contohnya adalah perangkat kurikulum

yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan


(43)

nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”.

Pasal 36 UU Sisdiknas ini tidak menggunakan paradigma UUD NRI 1945 sehingga menempatkan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak mulia sejajar dengan peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, dst. Dalam paradigma UUD 45, peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan. Peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Sarana dapat berkembang luas tanpa batas, mengikuti kemajuan jaman serta kebutuhan masyarakat di lapangan, namun tujuan harus konsisten dan pasti. Menjadikan sarana sebagai tujuan berpotensi menggoyang tatanan masyarakat. Masyarakat menjadi bingung dan mempertanyakan ke mana sebenarnya orientasi hidup bangsa ini dan apakah tujuan itu akan tercapai apabila selalu berubah dari masa ke masa. Kesimpangsiuran tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas terpancar pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2007. UU ini merupakan dasar hukum yang mengatur operasional pembangunan selama 20 tahun, termasuk

pembangunan dalam bidang pendidikan. Bab III UU ini menyebutkan:25

Pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal

25


(44)

dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan

spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.26 Apabila tujuan dari arah

pembangunan (Bab IV) disertakan, maka akan diperoleh rumusan tambahan untuk tujuan pendidikan sebagai berikut:

Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.

Rumusan tujuan pendidikan seakan tidak pernah berhenti bermetaforsis, mengikuti apa yang terbersit di benak tim penyusun undang-undang. Tujuan yang fluktuatif seperti ini mengakibatkan bangsa Indonesia tidak pernah sampai pada tujuannya, karena tujuannya sendiri berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus dikembalikan pada tujuan asasi yaitu meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945.

3.3Teori - Teori Hak Pendidikan Atas Anak

Anggapan dan keyakinan terhadap pendidikan sebagai suatu proses untuk menjadi terkemuka, semakin memantapkan dan memperkokoh arti pendidikan dalam menciptakan peningkatan kualitas peserta didik atau yang lebih dikenal

26

Umberto Sihombing. Menuju Pendidikan Bermakna melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat,


(45)

dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam memasuki era globalisasi. Tidaklah berlebihan apabila negara sebagai pihak yang betanggungjawab dalam menyediakan pendidikan, menggantungkan harapan pada sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan potensi setiap individu sehingga dapat berkembang secara maksimal.

Pendidikan dalam arti umum merupakan suatu bentuk pembelajaran dimana pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, penelitian atau hanya melalui otodidak. Umumnya itu terjadi melalui pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara orang berpikir, merasa atau bertindak. Hal ini berarti, pendidikan menjadi sarana bagi setiap orang dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaan. Proses tersebut tidaklah berlangsung dengan sendirinya, tapi melalui suatu bentuk pengajaran ataupun pelatihan. Proses tersebut yang dinamakan dengan sekolah, baik itu jalur formal maupun nonformal.

Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara

membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.27

Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi kebutuhan yang tidak hanya dibutuhkan oleh satu individu ataupun kelompok saja, tetapi menjadi kebutuhan

27

Azyumardi Azra, Paradigma Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan, Jakarta, Kompas, 2010, hal.12


(46)

setiap orang dalam hal membangun dan mengembangkan moral dan kehidupan setiap individu dalam suatu bangsa atau negara.

Pendidikan dapat dikatakan sebagai latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu dalam menciptakan suatu bangsa yang berbudaya. Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari dari orang dewasa atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti sekolah, buku,

putaran hidup sehari-hari, dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.28

Pendapat Langeveld ini, memberikan pemahaman bahwa pendidikan

benar-benar menjadi hak dasar yang tidak dapat dikesampingkan terutama bagi anak, tanpa terkecuali. Pendidikan menjadi media bagi setiap anak dalam mengembangkan kedewasaannya. Kedewasaan disini tidak hanya dilihat dari segi umur anak tersebut, tapi dari kemampuan anak mengemban dan memangku hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam hal ini, tentang implementasi dari terpenuhinya hak yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak, tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang tujuannya untuk melengkapi kegiatan belajar mengajar yang menjadi salah satu dari aktivitas pendidikan itu sendiri.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Beliau menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun

28


(1)

Berdasarkan ketiga petunjuk ini dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap individu yang menjadi warga negara Indonesia harus mendapatkan pendidikan untuk meningkatkan keimanan, ketaqwaan, serta akhlaq mulia dengan biaya sepenuhnya ditanggung negara. Untuk melaksanakan amanah UUD 45 tersebut, pemerintah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian disahkan menjadi UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan tentang makna pendidikan, yaitu:23

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Definisi pendidikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional ini

mengandung unsur operasional pendidikan, yaitu “sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran” dan unsur filosofis

pendidikan terkait tujuan pendidikan, yaitu untuk “memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Tujuan pendidikan ini kemudian disebutkan kembali secara khusus pada Pasal 3, menjadi:24

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

23

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

24


(2)

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Apabila dicermati secara mendalam, tujuan pendidikan yang termaktub dalam UUD 45 sudah mencukupi. Keimanan adalah kewajiban mendasar bagi manusia yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa. Ketakwaan mengandung tuntutan untuk menjalankan perintah agama, sebagai manifestasi iman. Akhlak mulia merupakan tuntunan atau perangkat dalam berperilaku sehari-hari, sebagai manifestasi dari iman dan takwa.

Tujuan pendidikan yang tersurat pada UU Sisdiknas Pasal 1 lebih bermasalah. Keimanan dan ketakwaan yang dikendaki UUD 1945 bergeser

menjadi “kekuatan spiritual.” Kekuatan spiritual tidak menuntut seseorang untuk mengimani Tuhan Yang Maha Esa. Penganut Komunisme di China merasa cukup dengan kekuatan spiritual dari roh-roh nenek moyang. Kekuatan spiritual juga tidak menuntut seseorang untuk menjalankan perintah agama.

Paradigma yang digunakan UUD 45 seharusnya diadopsi oleh seluruh produk hukum turunannya. Rumusan tujuan pendidikan nasional harus menyesuaikan dengan UUD. Apabila diperlukan perangkat tambahan, maka

perangkat tersebut digunakan untuk menuju tujuan, yakni “meningkatkan

keimanan, ketaqwaan dan akhlaq mulia.” Contohnya adalah perangkat kurikulum yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan


(3)

nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”.

Pasal 36 UU Sisdiknas ini tidak menggunakan paradigma UUD NRI 1945 sehingga menempatkan peningkatan iman dan takwa serta peningkatan akhlak mulia sejajar dengan peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, dst. Dalam paradigma UUD 45, peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia merupakan tujuan pendidikan. Peningkatan potensi, kecerdasan, minat peserta didik dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Sarana dapat berkembang luas tanpa batas, mengikuti kemajuan jaman serta kebutuhan masyarakat di lapangan, namun tujuan harus konsisten dan pasti. Menjadikan sarana sebagai tujuan berpotensi menggoyang tatanan masyarakat. Masyarakat menjadi bingung dan mempertanyakan ke mana sebenarnya orientasi hidup bangsa ini dan apakah tujuan itu akan tercapai apabila selalu berubah dari masa ke masa. Kesimpangsiuran tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas terpancar pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2007. UU ini merupakan dasar hukum yang mengatur operasional pembangunan selama 20 tahun, termasuk pembangunan dalam bidang pendidikan. Bab III UU ini menyebutkan:25

Pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal

25


(4)

dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.26 Apabila tujuan dari arah pembangunan (Bab IV) disertakan, maka akan diperoleh rumusan tambahan untuk tujuan pendidikan sebagai berikut:

Terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan falsafah Pancasila yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.

Rumusan tujuan pendidikan seakan tidak pernah berhenti bermetaforsis, mengikuti apa yang terbersit di benak tim penyusun undang-undang. Tujuan yang fluktuatif seperti ini mengakibatkan bangsa Indonesia tidak pernah sampai pada tujuannya, karena tujuannya sendiri berubah-ubah. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus dikembalikan pada tujuan asasi yaitu meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945.

3.3Teori - Teori Hak Pendidikan Atas Anak

Anggapan dan keyakinan terhadap pendidikan sebagai suatu proses untuk menjadi terkemuka, semakin memantapkan dan memperkokoh arti pendidikan dalam menciptakan peningkatan kualitas peserta didik atau yang lebih dikenal

26

Umberto Sihombing. Menuju Pendidikan Bermakna melalui Pendidikan Berbasis Masyarakat,


(5)

dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM), terutama dalam memasuki era globalisasi. Tidaklah berlebihan apabila negara sebagai pihak yang betanggungjawab dalam menyediakan pendidikan, menggantungkan harapan pada sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan potensi setiap individu sehingga dapat berkembang secara maksimal.

Pendidikan dalam arti umum merupakan suatu bentuk pembelajaran dimana pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan dari sekelompok orang yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, penelitian atau hanya melalui otodidak. Umumnya itu terjadi melalui pengalaman yang memiliki efek normatif pada cara orang berpikir, merasa atau bertindak. Hal ini berarti, pendidikan menjadi sarana bagi setiap orang dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kebiasaan. Proses tersebut tidaklah berlangsung dengan sendirinya, tapi melalui suatu bentuk pengajaran ataupun pelatihan. Proses tersebut yang dinamakan dengan sekolah, baik itu jalur formal maupun nonformal.

Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan lebih dari sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses dimana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri diantara individu-individu.27 Dengan demikian, pendidikan benar-benar menjadi kebutuhan yang tidak hanya dibutuhkan oleh satu individu ataupun kelompok saja, tetapi menjadi kebutuhan

27

Azyumardi Azra, Paradigma Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan, Jakarta, Kompas, 2010, hal.12


(6)

setiap orang dalam hal membangun dan mengembangkan moral dan kehidupan setiap individu dalam suatu bangsa atau negara.

Pendidikan dapat dikatakan sebagai latihan fisik, mental dan moral bagi individu-individu dalam menciptakan suatu bangsa yang berbudaya. Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari dari orang dewasa atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.28

Pendapat Langeveld ini, memberikan pemahaman bahwa pendidikan benar-benar menjadi hak dasar yang tidak dapat dikesampingkan terutama bagi anak, tanpa terkecuali. Pendidikan menjadi media bagi setiap anak dalam mengembangkan kedewasaannya. Kedewasaan disini tidak hanya dilihat dari segi umur anak tersebut, tapi dari kemampuan anak mengemban dan memangku hak dan kewajiban mereka dalam kehidupan sehari-hari. Adapun dalam hal ini, tentang implementasi dari terpenuhinya hak yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak, tidak terlepas dari sarana dan prasarana yang tujuannya untuk melengkapi kegiatan belajar mengajar yang menjadi salah satu dari aktivitas pendidikan itu sendiri.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, Beliau menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun

28


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab terhadap Anak Didik dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012078 BAB II

0 0 37

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akta Kelahiran sebagai Hak Konstitusional Anak: Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012080 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akta Kelahiran sebagai Hak Konstitusional Anak: Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012080 BAB II

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan T1 312011020 BAB I

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan T1 312011020 BAB VI

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum Terhadap Folklore dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual Indonesia dan Hukum Internasional T1 312006046 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengakuan Negara Terhadap Hak Atas Tanah Adat Bagi Masyarakat Adat dalam Sistem Hukum di Indonesia T1 312007008 BAB II

0 1 31

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Berpotensi Menjadi Korban Perdagangan Manusia (Human Trafficking) T1 BAB II

0 3 65

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Atas Air Bersih dan Aman sebagai Hak Asasi Manusia T1 BAB II

0 0 15