Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab terhadap Anak Didik dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012078 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian – Pengertian

1. Pengertian Tanggung Jawab

1.1Pengertian tanggung jawab hukum

Tanggung jawab menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, kalau terjadi apa – apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.1 Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi seseorang untuk melaksanakan dengan selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya.2 Sedangkan menurut Merriam Webster Online Dictionary, Responsbility adalah :3

1) The state of being the person who caused something to happen: 2) A duty or task that you are required or expected to do

3) Something that you should do because it is morally right, legally required, etc.

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua Cet.7, Balai Pustaka, 1996, h. 1006

2

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1986, h. 570

3

R.E.S Fobia, Beberapa Pemikiran Seputar IDI, Diskusi Kerja IDI Jawa Tengah, Semarang. 13 April 2016


(2)

Yang memiliki pengertian bahwa tanggung jawab adalah 1) keadaan membuat seseorang terjadi; 2) kewajiban atau tugas yang harus dilakukan; 3) sesuatu yang harus dilakukan secara hukum benar, secara hukum diperlukan.

1.2Tanggung jawab menurut hukum perdata

Tanggung jawab menurut hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang – undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang – undang lainnya dan bahkan dengan kententuan – ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan perundang – undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.4

Perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) dapat diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan baik, pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian

4

Komariah, SH, Msi, Edisi Revisi Hukum Perdata, Universitas Negeri Malang, Malang, 2001, h12.


(3)

pada orang lain, berkewajiban membayar ganti rugi kerugian.5 Jika dirumuskan secara luas yang termasuk perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan :

1. Bertentangan dengan hak orang lain, atau

2. Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri , atau 3. Bertentangan dengan kesusilaan baik, atau

4. Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda.

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena kelalaian. Seperti yang diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata,

bahwa “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”. Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum ini merupakan tanggung jawab secara langsung. Selain itu juga dikenal perbuatan melawan hukum secara tidak langsung menurut pasal 1367 KUHPerdata yakni :

(1) Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang – orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang – barang yang berada di bawah pengawasannya.

(2) Orang tua dan wali bertanggungjawab tentang kerugian, yang disebabkan oleh anak – anak belum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali, (3) Majikan - majikan dan mereka yang mengangkat orang – orang lain

untuk mewakili urusan – urusan mereka, adalah tanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan – pelayan atau

5

M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cetakan kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h 26.


(4)

bawahan bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang – orang ini dipakainya,

(4) Guru – guru sekolah dan kepala – kepala tukang bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid – murid dan tukang – tukang mereka selama waktu orang – orang ini berada di bawah pengawasan mereka,

(5) Tanggung jawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orangtua – orang tua, wali – wali, guru sekolah dan kepala – kepala tukang itu membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk aman mereka seharusnya bertanggungjawab.

Ada dua istilah yang menunjuk pada teori pertanggung jawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab, yang pasti yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara actual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang – undang dengan segera atau pada masa yang akan datang. Responsbility berarti hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggungjawab atas undang – undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggung jawaban hukum, sedangkan responsibility menunjuk pada pertanggung jawaban politik.6

Secara umum, prinsip – prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:7

a) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault)

6

Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2002, h 249-250

7

Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2014, h 77-83


(5)

Prinsip berdasarkan unsur kesalahan adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok agar orang dapat dimintai pertanggung jawaban, yaitu:

a. Adanya perbuatan melawan hukum b. Adanya unsur kesalahan

c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dan tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang lain.

Perlu diperjelas dalam prinsip ini, yang sebenarnya juga berlaku umum untuk prinsip – prinsip lainnya, adalah definisi tentang perilaku subyek perilaku kesalahan (lihat Pasal 1367 KUHPerdata). Dalam doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious liability (atau disebut juga respondeat superior, let the master answer) mempunyai pengertian majikan bertanggungjawab atas kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang - orang / karyawan yang dibawah pengawasannya


(6)

(captain of the ship doctrine). Jika karyawan dipinjamkan ke pihak lain (browed servant), maka tanggung jawabnya beralih pada si pemakai karyawan tadi (fellow-servant doctrine). Corporate liability pada prinsipnya memiliki pengertian yang sama dengan vicarious liability. Menurut doktrin ini, lembaga yang menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga-tenaga yang dipekerjakannya.

b) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga selalu bertanggungjawab (presumption of liability)

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggungjawab, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat. Dalam prinsip ini tampak beban pembuktian terbalik, dimana dasar pemikiran dari teori pembalikan beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Tergugat dianggap bertanggungjawab sampai ia membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Bersadarkan asas ini, beban pembuktian ada pada tergugat. Berkaitan dengan prinsip ini pelaku usaha dapat membebaskan diri dari tanggung jawab, kalau ia dapat membuktikan diri bahwa:

a. Kerugian ditimbulkan oleh hal-hal diluar kekuasaannya

b. Pelaku usaha sudah mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghindari timbulnya kerugian.

c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya.


(7)

c) Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga selalu tidak bertanggungjawab (presumption of nonliability)

Prinsip ini kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduka untuk tidak selalu bertanggungjawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dalam pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan. Misalnya dalam hukum pengangkutan. Apabila kehilangan atau kerusakan kabin/bagasi tangan, yang biasa dibawa dan diawasi penumpang yang bertanggungjawab adalah penumpang.

d) Prinsip tanggung jawab berdasarkan tanggung jawab mutlak (strict liability) Prinsip tanggung jawab mutlak sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut. Kendati demikan ada pula para ahli yang membedakannya. Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai factor yang menentukan. Namun, ada pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya force majure. Sabaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualinya. Selain itu, ada pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas antar subyek yang bertanggungjawab dan kesalahannya. Pada strict liability hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu tidak selalu ada. Maksudnya, pada pertanggung jawaban itu bukan pelaku langsung kesalahan tersebut.


(8)

e) Prinsip tanggung jawab berdasarkan pembatasan tanggung jawab (limitation liability)

Prinsip ini sangat disukai oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standart yang dibuatnya. Dalam prinsip ini dianut system pembuktian terbalik, maka setiap terjadi sengketa perdata antara konsumen dengan pelaku usaha, atau apabila terjadi pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan pelaku usaha, maka pelaku usaha dianggap bertanggungjawab sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.

Pada dasarnya dalam hukum perdata bentuk sanksi hukumnya dapat berupa kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban) serta hilangnya suatu keadaan hukum, yang di ikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru. Pertanggung jawaban hukum dibidang perdata merupakan pertanggung jawaban hukum yang didasari oleh adanya hubungan keperdataan antar subyek hukum.

1.3Subyek Hukum Perdata

Dalam hukum perdata subyek hukum dibedakan menjadi dua yakni manusia (persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Subekti berpendapat dalam hukum, manusia (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Berlakunya seseorang sebagai subyek hukum (pembawa hak), mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Di dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak sendiri dalam melakukan hak-haknya, dalam undang – undang telah dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk melakukan sendiri perbuatan –


(9)

perbuatan hukum. Yang dimaksud kurang cakap adalah orang – orang yang belum dewasa atau masih kurang umur dan orang – orang di bawah pengawasan (curatele), yang harus selalu diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau kuratornya.8

Disamping orang, badan – badan atau perkumpulan – perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia. Badan – badan atau perkumpulan – perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga menggugat di muka hakim.9 Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu rechtspersoon. Di dalam badan hukum terdapat beberapa teori salah satunya adalah teori organ.

Menurut Otto von Gierke badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum, yaitu eine leiblichgeistige Lebensein heit. Badan hukum itu menjadi verbandpersoblich keit, yaitu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya. Selanjutnya, putusan yang dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum.10

Dengan demikian menurut teori organ, badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak

8

Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1995, h 19-20. 19-20

9

Ibid, h 21.

10

Dyah Hapsari Prananingrum, Hukum Yayasan di Indonesia (Filosofi dan Yuridis Badan Hukum Yayasan), Salatiga, Fakultas Hukum Universitas Satya Wacana, 2014, h 96


(10)

sendiri melainkan organnya (bestuur, komisaris dan sebagainya). Tidak sebagai wakil, tetapi bertindak sendiri dengan organnya.11

2. Pengertian Anak Didik

Istilah siswa, murid dan peserta didik merupakan anak didik pada jenjang pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah. Anak didik adalah setiap orang yang menerima ilmu pengetahuan dari orang yang menjalankan pendidikan. Anak didik merupakan seorang yang memiliki potensi dan usaha untuk mengembangkan diri melalui proses pembelajaran. Dimana dalam memperoleh pendidikan dapat dilakukan melalui jalur formal maupun non formal.

Anak didik dapat dikatakan seseorang yang belum dewasa yang dititipkan orangtua kepada pendidik untuk menjadi tanggung jawabnya selama dalam proses pembelajaran. Istilah anak didik dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sering disebut sebagai peserta didik. Sesuai Pasal 1 angka 4 peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

3. Pengertian Perlindungan Hukum

Prinsip – prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsep perlindungan hukum bagi

11


(11)

rakyat di Barat bersumber pada konsep – konsep rechstaat dan “Rule of The Law”. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep – konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak – hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan – pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.12

Menurut Rahayu, perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik bersifat preventif maupun bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.13

4. Pengertian Perlindungan Anak

Dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

12

Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h 38

13

Kementrian Hukum dan HAM, Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Hukum Bagi Upaya Menjamin Kerukunan Umat Beragama, Badan Pembina Hukum Nasional, Jakarta, 2001, h 15


(12)

hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, ataupun pihak lain mana pun yang bertanggungjawab atas pengasuhan (termasuk lembaga pendidikan), berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi atau seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Menururt Undang – Undang Perlindungan Anak tujuan dari perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Kekerasan terhadap anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun emosional, penyalahgunaan seksual, penelantaran, ekplositasi komersial atau eksploitasi lainnya yang mengakibatkan cedera atau kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak yang dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab, kepercayaan atau kekuasaan.

Menurut WHO, ada beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu: 14

14

Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, Jakarta, 2007, h 6-9.


(13)

a. kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau ptensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik dapat berupa :

- dipukuli / ditempeleng - ditendang

- dijewer / dicubit

- di lempar dengan benda – benda keras - dijemur dibawah terik matahari

b. kekerasan seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya . kekerasan seksual ini dapat juga berupa:

- perlakuan tidak senonoh dari orang lain - kegiatan yang menjurus pada pornografi

- perkataan – perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak - perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak – anak yang dilakukan oleh

orang laindengan tanpa tanggung jawab

- tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggarhukum seperti dilibatkannya anak pada kegiatan prostitusi

c. kekerasan emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa:

- kata – kata yang mengancam - menakuti – nakuti

- berkata – kata kasar - mengolok – olok anak


(14)

- perlakuan diskriminasi dari orang tua, keluarga, pendidik, dan masyarakat - membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak pada teman dan lingkungannya. d. tindakan pengabaian dan penelantaran adalah ketidakpedulian orang tua atau

orang yang bertanggungjawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti : - pengabaian pada kesehatan anak

- pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak - pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang) - penelantaran pada pemenuhan gizi

- penelantaran pada penyediaan perumahan

- pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan

e. kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial) adalah penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang lain, seperti:

- menyuruh anak bekerja secara berlebihan

- menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi

B. Teori Hukum terkait Jaminan Perlindungan Hukum terhadap Anak

Secara filosofi anak merupakan bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita – cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang yang memiliki peran serta ciri – ciri khusus serta


(15)

memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus pula.15 Perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang penghidupan dan kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan berkeluarga berdasarkan hukum demi perlakuan benar, adil, dan kesejahteraan anak.16 Dalam skripsi ini perlindungan anak didik sangat berkaitan sekali dengan keadilan, karena anak harus mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa. Dalam skripsi ini penulis menggunakan dasar teori keadilan menurut John Rawls.

Menurut John Rawls ada dua prinsip keadilan, yang pertama adalah prinsip keadilan kebebasan yang sama sebesar – besarnya (principle of greatest equal liberty). Dan prinsip yang kedua terdiri dari dua bagian, yaitu prinsip perbedaan (the difference principle) dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan (the principle of fair equality of opportunity).17 Berkaitan dengan prinsip pertama menurut John Rawl, menurut penulis principle of greatest equal liberty sama dengan prinsip kesamaan hak. Karena dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud. Begitupun dengan hak anak di lingkungan sekolah apabila anak didik memperoleh hak yang sama dengan anak didik lainnya dan orang dewasa seperti orang tua, guru, atau pegawai sekolah. Maka keadilan anak didik tersebut akan terwujud.

15

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2011, h 76

16

Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia (Teori, Praktik dan Permasalahannya), Cetakan 1, Bandung, Mandar Maju, 2000, h 2

17

Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut John Rawls, Jurnal TAPIs Vol.9 no.2 Juli-Desember 2013, h 35


(16)

Prinsip kedua tentang teori keadilan menurut John Rawls, yakni terbagi menjadi dua bagian, bagian pertama the difference principle dan bagian kedua the principle of fair equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan memberi manfaat untuk orang – orang yang kurang beruntung, memberikan kesejahteraan dan persamaan posisi serta jabatan yang sama bagi semua orang. Ketidaksamaan dapat ditoleransi sejauh hal tersebut menguntungkan semua terutama golongan yang tertinggal. Jika teori di kaitkan dengan perlindungan anak didik di dalam lingkungan sekolah, ini berarti anak didik yang mempunyai latar belakang orang tua yang kaya ataupun miskin, pintar ataupun tidak anak tersebut mempunyai posisi yang sama dalam memperoleh hak dan perlindungan.

Prinsip persamaan hak antara anak dan orang dewasa dilatar belakangi oleh unsur internal dan eksternal yang melekat pada diri anak tersebut, yaitu:

1. Unsur Internal pada diri anak, meliputi:

a. Bahwa anak tersebut merupakan subyek hukum sama seperti orang dewasa, artinya sebagai manusia, anak juga digolongkan sebagai human rights yang terkait dengan ketentuan perundang-undangan. b. Persamaan hak dan kewajiban anak. Maksudnya adalah seorang

anak juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang dewasa yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan dalam melakukan perbuatan hukumnya. Hukum meletakkan anak dalam reposisi sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak atau melakukan kewajiban-kewajiban dan atau untuk dapat


(17)

disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa, atau disebut sebagai subyek hukum normal.

2. Unsur Eksternal pada diri anak, meliputi:

a. Prinsip persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law), memberikan legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat peristiwa hukum, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan hukum sendiri. Atau ketentuan hukum yang memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan b. Hak-hak privilege yang diberikan Negara atau pemerintah yang

timbul dari UUD 1945 dan perundang-undangan lainnya.18

Meskipun kedudukan anak dan orang dewasa sama di depan hukum, namun hukum juga meletakkan anak pada posisi yang istimewa (khusus). Kedudukan istimewa tersebut dilandasi dengan pertimbangan bahwa anak adalah manusia dengan keterbatasan biologis dan psikis belum mampu memperjuangkan segala sesuatu yang menjadi hak-haknya. Maka anak sebagai subyek hukum harus dilindungi, dipelihara, dibina demi kesejahteraan anak itu sendiri. Kedudukan istimewa anak di mata hukum tidak terlepas dari:19

a. Prinsip anak tidak dapat berjuang sendiri, anak dengan segala keterbatasan yang melekat pada dirinya belum mampu melindungi hak-haknya sendiri.

18

Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Pt. Gramedia Indonesia, 2000, h 4-5

19

Muhammad Joni, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konversi Hak Anak, Bandung, Citya Aditya Bakti, 1999, h 106


(18)

Oleh karena itu, orangtua, masyarakat, dan Negara harus berperan serta dalam melindungi hak-hak tersebut.

b. Prinsip kepentingan terbaik anak, bahwa kepentingan terbaik anak harus dipandang sebagai prioritas utama

c. Prinsip Ancangan Daur Kehidupan (life circle approach), harus terbentuk pemahaman bahwa perlindungan terhadap anak harus dimulai sejak dini dan berkelanjutan.

d. Lintas Sektora, bahwa nasib anak tergantung pada berbagai factor makro dan mikro, baik langsung maupun tidak langsung.

C. Berbagai pengaturan mengenai perlindungan anak

1. Undang – Undang Dasar 1945

Dalam Undang – Undang 1945 (selanjutnya UUD 1945) Pasal 28B ayat (2) menyebutkan bahwa anak berhak hidup, tumbuh dan berkembang dan berhak dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Ini berarti anak termasuk subyek untuk mendapat perlindungan hak konstitusial dari serangan orang lain. Kewajiban bagi orang dewasa baik orangtua, keluarga, masyarakat maupun bangsa untuk memberi jaminan, memelihara dan mengamankan kepentingan anak tersebut dari gangguan - gangguan baik dari luar maupun dari anak itu sendiri. Asuhan anak, terutama menjadi kewajiban dan tanggung jawab orangtua dilingkungan keluarga, akan tetapi untuk kepentingan tata sosial maupun untuk


(19)

kepentingan anak itu sendiri, perlu ada pihak yang melindunginya. Apabila diketahui orang tua nyata – nyata tidak mampu melakukan hak dan kewajibannya, maka dapatlah pihak lain baik karena kehendak sendiri maupun karena ketentuan hukum diserahi hak dan kewajiban itu.20

Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.21 Mengikuti pendidikan adalah hak setiap warga Negara.

2. Kitab Undang - Undang Hukum Perdata

Dalam KUHPerdata Pasal 330 yang dimaksud anak atau belum dewasa adalah sebelum berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah menikah. Anak sama seperti orang dewasa sebagai warga negara, yang mempunyai hak. Dalam Perdata sangat penting anak mendapat perlindungan, karena anak tidak dapat mengurus sendiri hak - haknya maka diperlukan bantuan dari orang dewasa.

20

Prof. Dr, H, R, Abdussalam, SIK, SH, MH dan Andri Desasfuryanto, opcit. h 23

21


(20)

Dalam KUHPerdata kekuasaan orang tua merupakan kekuasaan bersama dari orang tua atas anak – anaknya yang belum dewasa atau belum kawin, yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah dan untuk mewakilinya didalam maupun diluar pengadilan. Kekuasaan orang tersebut berupa kewajiban mendidik dan memelihara anaknya.

Pendidikan anak selain dapat diperoleh dirumah juga dapat diperoleh disekolah, ketika anak berada disekolah anak tersebut akan berada di bawah pengawasan guru dan sekolah.

Dalam KUHPerdata dijelaskan dalam beberapa pasal yakni:

Pasal 1365 “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Pasal 1366 “setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian, atau kurang hati-hatinya.”

Pasal 1367 ayat (4) “guru sekolah bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh murid selama waktu murid itu berada di bawah pengawasan mereka.”

Ada 2 (dua) pertanggung jawaban terhadap perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata, yakni:

1. Tanggung jawab langsung

Hal ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, pelaku dapat dimintakan pertanggung jawaban untuk membayar ganti rugi.


(21)

2. Tanggung jawab tidak langsung

Dalam Pasal 1367 KUHPerdata, seorang subjek hukum tidak hanya bertanggungjawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya saja, tetapi juga untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain yang menjadi tanggungan dan berang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Tanggung jawab akibat timbulnya perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata, pertanggung jawaban selain terletak pada pelaku sendiri juga dapat dialihkan pada pihak lain atau kepada Negara, tergantung siapa yang melakukannya.

Ada kemungkinan pengalihan tanggung jawab tersebut di sebabkan oleh dua hal :22

1. Perihal pengawasan

Adakalanya seorang pengawas hidup bermasyarakat menurut hukum berada dibawah tanggung jawab dan pengawasan orang lain. Adapun orang-orang yang bertanggungjawab untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain menurut Pasal 1367 KUHPerdata adalah sebagai berikut:

- Orang tua atau wali, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap anak-anaknya yang belum dewasa

22

Wirjono Projodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1992, h 65-73


(22)

- Seorang curator, dalam hal curatele, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap curandus

- Guru, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap murid sekolah yang berada dalam lingkungan pengajarannya.

- Majikan, bertanggungjawab atas pengawasan terhadap buruhnya - Penyuruh (lasveger), bertanggungjawab atas pengawasan terhadap

pesuruhnya.

Pengawasan mempunyai maksud untuk menjaga agar jangan sampai seorang yang diawasi itu melakukan perbuatan melawan hukum. Pengawas itu harus turut berusaha menghindarkan kegoncangan dalam masyarakat, yang mungkin akan di sebabkan oleh tingkah laku orang yang diawasinya.

2. Pemberian kuasa dengan resiko ekonomi

Sering terjadi suatu pertimbangan tentang dirasakannya adil dan patut untuk mempertanggung jawabkan seseorang atas perbuatan orang lain, terletak pada soal perekonomian, yaitu jika pada kenyataannya orang yang melakukan perbuatan melawan hukum itu ekonominya tidak begitu kuat. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa percuma saja jika orang tersebut dipertanggung jawabkan, karena kekayaan harta bendanya tidak cukup untuk menutupi kerugian yang disebabkan olehnya dan yang diderita oleh orang lain. Sehingga dalam hal ini yang mempertanggung jawabkan


(23)

perbuatannya adalah orang lain yang dianggap lebih mampu untuk bertanggungjawab.

Dalam KUHPerdata ketika anak berada dalam lingkungan sekolah tanggung jawab terhadap perlindungan anak berada pada guru dan pihak sekolah. Jadi ketika anak mengalami cedera dan kekerasan sekolah yang harus mengusahakan perlindungan dan pemenuhan hak yang diperlukan anak. Bilamana guru-guru dan tukang-tukang dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan yang sedianya mereka bertanggungjawab, akan dibebaskan dari tanggung gugat. Schut berpendapat bahwa tanggung gugat guru sekolah kepala-kepala tukang mencakup resiko mengenai pertanggungan gugat, sehingga mereka bertanggungjawab bilamana mereka secara tidak layak atau tidak dapat melakukan pengawasan secara baik, asal saja masih berada dalam pertanggungan jawabnya.23

3. Undang – Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Dalam UU ini yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Hak – hak anak untuk memperoleh perlindungan disebutkan dalam Bab II pasal 2 sampai pasal 9, diantaranya hak mendapat pertolongan pertama dalam Pasal 3 yang

berbunyi “Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama

23

M.A Moegni Djojodirdo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h 136


(24)

tama berhak mendapat pertolongan, bantuan, dan perlindungan.” Definisi dari pasal ini berarti pada saat anak mengalami situasi membahayakan anak harus mendapatkan pertolongan terlebih dahulu. Bantuan tersebut tidak harus orang tua dari anak tersebut tetapi orang dewasa yang berada di sekitar anak tersebut pada saat anak mengalami situasi yang membahayakan.

Tidak berbeda jauh dari KUHPerdata, kewajiban orang tua adalah memelihara dan mendidik anak – anak mereka dengan sebaik – baiknya. Kewajiban orangtua berakhir saat anak itu menikah atau dapat berdiri sendiri, kewajiban tersebut terdapat pada Pasal 45.

Orang tua yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, maupun jasmani. Selain orang tua dalam UU ini pemerintah dan atau masyarakat turut serta mengusahakan kesejahteraan anak. Bilamana memang tidak ada pihak – pihak yang dapat melaksanakannya, maka pelaksanaan hak dan kewajiban itu menjadi tanggung jawab Negara.

4. Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Menurut UU ini anak adalah yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, Pasal 52 ayat (1) menyebutkan Hak anak atas perlindungan dilakukan oleh orangtua, keluarga, masyarakat, dan Negara. Anak dilahirkan merdeka, tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan, tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan


(25)

hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat.

Dalam UU HAM ini telah mencakup banyak pasal-pasal mengenai perlindungan anak mulai dari dalam kandungan sampai memperoleh pendidikan. Dalam UU ini yang bertanggungjawab terhadap perlindungan hak anak adalah orang tua, keluarga, masyarakat, Negara, dan pemerintah.

Menurut sejarahnya HAM anak dimulai dari tahun 1923 ketika seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jebb mendeklarasikan 10 pernyataan hak-hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.

5. Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional pendidikan dilakukan secara adil dan tidak diskriminasi sesuai yang disebutkan Pasal 4 ayat (1):

“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta

tidak diskriminasi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”. Bahwa pendidikan harus diberikan kepada setiap warga Negara tanpa terkecuali berdasarkan nilai – nilai tumbuh kembang di Negara Indonesia serta adanya keterlibatan masyarakat dan otoritas pengelolaan serta institusi – institusi


(26)

pendukungnya akan lebih besar daripada pemerintah pusat.24 Ini berarti setiap anak didik dalam memperoleh pendidikan dan selama berada disekolah anak didik harus diberlakukan secara adil tanpa ada diskriminasi sama sekali. Ketika kekerasan terjadi dilingkungan sekolah, secara otomatis anak didik akan mengalami gangguan terhadap nilai tumbuh kembangnya disekolah. Masyarakat dan pengelola sekolah juga harus terlibat dalam masalah kekerasan dan cedera yang dialami anak didik ketika pendidikan itu berlangsung.

Pasal 5 ayat (1) setiap warga Negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Bahwa setiap warga negara

tanpa melihat kekurangan dan kelebihan yang ada padanya berhak memperoleh pendidikan yang baik.25 Pendidikan yang baik yang harus diterima setiap peserta didik termasuk juga dalam memperoleh rasa aman dan nyaman. Keamanan anak didik dalam lingkungan sekolah perlu diusahakan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

6. Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Dalam UU ini pengertian guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 7

24

Jurnal Konstitusi, volume 7, nomor 1, Februari 2010, hlm. 188

25


(27)

menyebutkan bahwa salah satu prinsip yang harus dilakukan oleh guru adalah memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. Dan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan, bangsa, dan kode etik profesi.

Didalam UU ini diatur dalam Pasal 20 mengenai kewajiban guru, yang meliputi:

a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;

b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;

d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan


(28)

7. Undang – Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang – Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam Undang – Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, menyebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan UUD 1945 serta prinsip – prinsip dasar konvensi hak – hak meliputi:

a. Non diskriminasi semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konverensi Hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun.

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak adalah dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatife dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

d. Pengharapan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak – hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan


(29)

pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal – hal yang menyangkut kehidupannya.

Dalam Pasal 3 perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak – hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Ketika seorang anak mendapat kekerasan baik di sengaja ataupun tidak, baik di dalam lingkungan sekolah atau di luar lingkungan sekolah anak akan mengalami gangguaan fisik maupun psikis yang akan mempengaruhi tumbuh dan berkembanganya anak.

Dalam satuan pendidikan setiap anak mendapat perlindungan dari kejahatan seksual dan kekerasan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain sebagaimana dijelaskan dalam pasal 9 ayat (2). Dalam lingkungan sekolah anak wajib mendapat perlindungan sesuai pada Pasal 54 ayat (1) : “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya didalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.” Kemudian dilanjutkan

ayat (2) : “Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat”.


(30)

8. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak)

Konvensi PBB mengenai Hak Anak pada tahun 1989 mengemukakan hak – hak yang harus diperhatikan pada anak. Hak - hak yang dimaksud mencakup: hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak untuk hidup dan memperoleh perlakuan dan perawatan kesehatan yang mandiri, hak perlindungan yang meliputi perlindungan atas diskriminasi, perlakuan kasar, aniaya, dan penyalahgunaan lainnya, hak pengembangan yaitu mencakup segala jenis pendidikan formal, non formal, dan hak untuk hidup layak sesuai dengan kebutuhan pengembangan fisik, mental dan spiritual, moral dan sosial, hak berperan serta yang mencakup hak anak untuk menyampaikan pandangan pada semua hal –hal yang berkaitan dengan diskriminasi hukum, hak untuk didengar secara adil dalam kasus kejahatan dan sistem yang tersendiri dan terpisah untuk keadilan yang diakibatkan kenakalan, hak kebangsaan, hak untuk berkumpul kembali dengan keluarga, dan hak perlindungan lainnya.

Dalam pasal 29 huruf a berbunyi “ negara peserta setuju bahwa

pendidikan anak akan diarahkan kepada pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan fisik anak hingga mencapai potensi mereka sepenuhnya ”. Poin penting dalam pasal ini yaitu fisik yang ada pada anak


(31)

didik juga menjadi bagian dari hak atas pendidikan. Dalam konvensi ini Negara yang bertanggungjawab terhadap penjaminan perlindungan hak anak.

9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Peraturan Menteri ini dimaksudkan agar proses pembelajaran yang berada di satuan pendidikan (sekolah) berjalan dengan aman, nyaman, dan menyenangkan, jauh dari tindakan kekerasan, serta menumbuhkan harmonisasi dan kebersamaan antara anak didik atau antara anak didik dengan guru, tenaga kependidikan, orangtua serta masyarakat. Adapun tujuannya yakni untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan dan mencegah anak melakukan tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan.

Di dalam Pasal 7 dijelaskan bahwa “Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/ wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah

provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya”. Dilanjutkan

pada pasal 8, secara rinci dijelaskan upaya pencegahan yang dilakukan sekolah dari tindakan kekerasan meliputi:


(32)

a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;

b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;

c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;

d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;

e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan Kementerian;

f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;

g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi, organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan


(33)

h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:

1) kepala sekolah; 2) perwakilan guru; 3) perwakilan siswa; dan 4) perwakilan orang tua/wali.

i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat:

1) laman pengaduan

http://sekolahaman.kemdikbud.go.id; 2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929; 3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303; 4) faksimile ke 021-5733125;

5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id 6) nomor telepon kantor polisi terdekat;

7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan 8) nomor telepon sekolah.

Penanggulangan tindakan kekerasan yang berada dalam lingkungan sekolah, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak didik; pertumbuhan dan perkembangan anak didik; persamaan hak;


(34)

pendapat anak; tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; serta perlindungan terhadap hak-hak anak dan HAM. Hal tersebut sesuai yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri ini. Kewajiban satuan pendidikan dalam penanggulangan tindakan kekerasan meliputi:

a. memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan b. melaporkan kepada orangtua/wali peserta didik yang terlibat baik

sebagai korban atau pelaku

c. melakukan identifikasi fakta kejadian

d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan

e. berkoordinasi dengan pihakdalam penyelesaian masalah

f. menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan g. memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun pelaku,

untuk mendapatkan hak perlindungan hukum

h. memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik yang mengalami tindakan kekerasan

i. melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah


(35)

j. melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.

10.Kode Etik Guru Indonesia

Fungsi dari Kode Etik Guru ini sendiri adalah sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang dilandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidik, sosial, etika, dan kemanusiaan.

Dalam kode etik guru diatur mengenai hubungan antara guru dengan peserta didik yang meliputi:26

a. Guru berperilaku secara professional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

b. Guru membimbing perserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat

c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran

d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus

menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik

26

Hernawan, Asep Herry dan Laksi Dewi, Kode Etik Guru Indonesia, file.upi.edu, diakses pada tanggal 11 maret 2016 pukul 07:46


(36)

f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan

g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negative bagi peserta didik

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya

i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya

j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil

k. Gruru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya

l. Guru terpanggil hati nuraninya dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya

m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan

n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alas an-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan

o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma social, kebudayaan, moral, dan agama p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan

professional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi

Terdapat juga ketentuan yang mengatur hubungan guru dengan orangtua/wali, yang meliputi:27

a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melkasanakan proses pendidikan

27


(37)

b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada

orang lain yang bukan orangtua/wali

d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan

e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya

f. Guru menjunjung tinggi hak oratua/wali siswa untuk berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan

professional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan pribadi


(1)

a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;

b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman,

dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;

c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi

peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;

d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari

informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;

e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS)

pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan Kementerian;

f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak

kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;

g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi,

organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan


(2)

h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:

1) kepala sekolah;

2) perwakilan guru;

3) perwakilan siswa; dan

4) perwakilan orang tua/wali.

i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada

serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat:

1) laman pengaduan

http://sekolahaman.kemdikbud.go.id;

2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929;

3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303;

4) faksimile ke 021-5733125;

5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id

6) nomor telepon kantor polisi terdekat;

7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan

8) nomor telepon sekolah.

Penanggulangan tindakan kekerasan yang berada dalam

lingkungan sekolah, harus mempertimbangkan kepentingan terbaik anak didik; pertumbuhan dan perkembangan anak didik; persamaan hak;


(3)

pendapat anak; tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; serta perlindungan terhadap hak-hak anak dan HAM. Hal tersebut sesuai yang diatur dalam Pasal 9 Peraturan Menteri ini. Kewajiban satuan pendidikan dalam penanggulangan tindakan kekerasan meliputi:

a. memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan

b. melaporkan kepada orangtua/wali peserta didik yang terlibat baik

sebagai korban atau pelaku

c. melakukan identifikasi fakta kejadian

d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai

dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan

e. berkoordinasi dengan pihakdalam penyelesaian masalah

f. menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan

g. memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun pelaku,

untuk mendapatkan hak perlindungan hukum

h. memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik

yang mengalami tindakan kekerasan

i. melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera

apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah


(4)

j. melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.

10.Kode Etik Guru Indonesia

Fungsi dari Kode Etik Guru ini sendiri adalah sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang dilandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidik, sosial, etika, dan kemanusiaan.

Dalam kode etik guru diatur mengenai hubungan antara guru

dengan peserta didik yang meliputi:26

a. Guru berperilaku secara professional dalam melaksanakan

tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

b. Guru membimbing perserta didik untuk memahami,

menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat

c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki

karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran

d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan

menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan

e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus

menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik

26

Hernawan, Asep Herry dan Laksi Dewi, Kode Etik Guru Indonesia, file.upi.edu, diakses pada tanggal 11 maret 2016 pukul 07:46


(5)

f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan

g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap

gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negative bagi peserta didik

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha

profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya

i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak

sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya

j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta

didiknya secara adil

k. Gruru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung

tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya

l. Guru terpanggil hati nuraninya dan moralnya untuk secara

tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya

m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi

peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan

n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya

untuk alas an-alasan yang tidak ada kaitannya dengan

kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan

kemanusiaan

o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan

profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma social, kebudayaan, moral, dan agama

p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan

professional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi

Terdapat juga ketentuan yang mengatur hubungan guru dengan

orangtua/wali, yang meliputi:27

a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif

dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melkasanakan proses pendidikan

27 ibid


(6)

b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik

c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada

orang lain yang bukan orangtua/wali

d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan

berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan

e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa

mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya

f. Guru menjunjung tinggi hak oratua/wali siswa untuk

berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan

g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan

professional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan pribadi


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab terhadap Anak Didik dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012078 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab terhadap Anak Didik dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012078 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab terhadap Anak Didik dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akta Kelahiran sebagai Hak Konstitusional Anak: Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012080 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akta Kelahiran sebagai Hak Konstitusional Anak: Perspektif Hukum Perlindungan Anak T1 312012080 BAB II

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Akta Kelahiran sebagai Hak Konstitusional Anak: Perspektif Hukum Perlindungan Anak

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan T1 312011020 BAB I

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Anak Putus Sekolah Atas Pendidikan T1 312011020 BAB II

0 0 46

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Berpotensi Menjadi Korban Perdagangan Manusia (Human Trafficking) T1 BAB II

0 3 65

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Perempuan (Istri) Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga T1 BAB II

0 0 47