PENERAPAN METODE BERBAGI PENGALAMAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA PENDEK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS X SEMESTER 2 SMAN 2 BANDUNG).
ii
KATA PENGANTAR
Bissmillaahirrahmaanirrahim.
Dengan segenap kesadaran dan keikhlasan hati, puji syukur kepada Allah
Swt. senantiasa teruntai melalui segala tindak dan perbuatan yang pada akhirnya
mampu melaksanakan kewajiban dengan kemampuan yang selalu tersedia walau
terkadang tanpa pernah diduga. Melakukan perbuatan yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi diri sendari dan orang lain sebagai bentuk salawat terhadap Nabi
yang Ummi dan sebagai insan yang menjelma menjadi alburuj baginya.
Dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Metode Berbagi Pengalaman
sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Pendek
(Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas X Semester 2 SMA Negeri 2
Bandung Tahun Ajaran 2008/2009)” ini, peneliti menuangkan hasil pemikiran
yang diperoleh selama menuntut ilmu di UPI, di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Hasil pemikiran ini berupa penerapan teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan salah satu keterampilan berbahasa, yaitu menulis.
Dalam hal ini dikhususkan menulis cerpen. Harapan terbesar peneliti adalah
semoga hasil pemikiran ini dapat bermanfaat bagi kegiatan pembelajaran Bahasa
Indonesia.
Terselesaikannya proses penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang memberikan dukungan kepada peneliti baik berupa materi,
motivasi, doa, dan berbagai dukungan lainnya. Maka, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
(2)
iii
1)
Drs. H. Khaerudin Kurniawan, M. Pd. sebagai pembimbing I yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada peneliti,
2)
Dra. Lilis St. Sulistyaningsih sebagai pembimbing II yang juga sering
merelakan waktu istirahat dan bersama keluarganya di rumah, untuk
memberikan kajian dan koreksi terhadap skripsi peneliti,
3)
Drs. Sumiyadi, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang tidak jarang memberikan kemudahan-kemudahan terhadap apa
yang diperlukan peneliti yang berhubungan dengan skripsi ini,
4)
seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
berdedikasi dengan penuh semangat memberikan ilmunya selama peneliti
kuliah,
5)
kedua orang tua peneliti yang tiada henti-hentinya memberikan segala
dukungan yang tidak dapat ternilai keikhlasannya dan tidak dapat terganti
jumlahnya. ”Terima kasih atas doamu, air matamu, keringatmu, senyummu,
marahmu, dan segala bentuk kasih sayangmu yang luas”,
6)
kakak-kakak dan adik-adik peneliti, Uni, Mas Ega, Mas Utis, Tio’, Adek Ica,
Mas Khoirul, Ayuk Eva, Mbak Isna, terima kasih atas kerinduan yang selalu
ada diantara kita karena jarangnya bertatap. ”Uni, Mas Khoirul, Mas Ega, Mas
Utis, terima kasih atas keikhlasannya dalam memberikan doa dan dukungan
materi selama Ulan kuliah. Semoga Allah Swt. mengganti segalanya dengan
yang lebih baik”,
7)
seluruh keluarga besar peneliti, Alm. Abo, keluarga Bude Watini, Mang Ujang
dan Tante Rita, Bibi Milyar dan Om Mat, Bang Rizal dan Ang Yayat, Rafli,
(3)
iv
Haikal, Dea, Yudha, Rima, Bram, Meli, Rilo, Gala, Ayu, Aris, (dan semua
yang belum tersebut), ”Terima kasih atas keceriaan dan sambutan hangat
yang selalu kalian beri disaat peneliti pulang, hingga nyaman itu tak pernah
tergantikan”,
8)
saudara satu ikatan, Yuli, Teh Hani, Teh Santi, Nani, Teh Nenden, Teh Ratna,
Teh Imas, Teh Neni, Ulan ’Ndo’, Uji, Dewi, Novi, ”Terima kasih untuk doa
dan motivasi yang membuat penulis semakin yakin atas cita-cita ini”,
9)
Bapak Teddy Hidayat, S. Pd, M. M. Pd, selaku Kepala SMA Negeri 2
Bandung dan Dra. Lilis Yuliawati R. selaku DLB peneliti yang telah
memberikan kesempatan mencari ilmu dan membimbing peneliti selama PLP
dan melakukan penelitian di sana, serta kelas X (C, D, E, F) dan XI IPA 6
yang telah banyak membantu terlaksananya penelitian ini,
10)
keluarga besar KSR PMI Unit UPI dan Angkatan 20_Layung Panabaya (Juni,
Dea alias Zulia, Yanuar alias Ari, Akbar, Elfa, Teh Empi, Teh Aji, Fajri, Kang
Rudi Boy, Dita), keluarga pertama yang membuat peneliti merasa nyaman di
Kota Bandung ini. ”Perjalanan kita selama ini bukanlah waktu yang singkat,
namun tidak juga terlalu panjang. Walau sudah saling memahami, tetap saja
terkadang ada emosi yang tak terkendali. Namun, ditengah rasa itu, tetap saja
selalu ingin kembali. Semoga selalu ada tempat untukku kembali”,
11)
keluarga besar Hima Satrasia UPI, terima kasih untuk waktu singgah yang
sejenak namun tetap berbekas hingga kini,
12)
teman-teman Dik A 2005 Bahasa Indonesia, terima kasih untuk berbagai
pengalaman kita dalam beberapa manajemen pertunjukan drama yang lucu,
(4)
v
unik, lugu, dan malu, ”Ayo semangat! Bukankah kita masuk dengan
bersama?” Semoga kita semua menjadi pendidik yang profesional,
13)
teman-teman KKN UPI 2008 di Desa Mekar Maju, Kecamatan Pasir Jambu,
Ciwidey. Ina, Bu Dian, Nty, Mbak, Kang Mail, Syukur, Indra, Ibenk, ”Terima
kasih untuk pengalaman satu purnama kita di sana”,
14)
teman-teman PLP UPI 2009 di SMA Negeri 2 Bandung. ”Terima kasih atas
tukar pikiran dan kerja samanya selama PLP”.
Pada yang terutama, untuk-Mu, terima kasih ya Rabb, atas segalanya. Atas
apa yang Engkau beri tanpa tidak ada arti. Atas apa yang Engkau tanamkan pada
jejak-jejak langkah hamba hingga karya kecil ini berwujud.
Bandung, Juni 2009
Peneliti
Wulan Utami
(5)
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR DIAGRAM ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
1.1
Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1
1.2
Identifikasi Masalah Penelitian ... 6
1.3
Pembatasan Masalah Penelitian ... 7
1.4
Perumusan Masalah Penelitian ... 8
1.5
Tujuan Penelitian ... 8
1.6
Anggapan Dasar Penelitian ... 9
1.7
Manfaat Penelitian ... 9
1.8
Definisi Operasional ... 11
BAB II IHWAL MENULIS, CERITA PENDEK, DAN
METODE BERBAGI PENGALAMAN ... 12
2.1
Menulis ... 12
2.1.1 Pengertian menulis ... 12
2.1.2 Fungsi menulis ... 14
2.1.3 Manfaat menulis ... 15
2.1.4 Tujuan menulis ... 16
2.2 Cerita Pendek ... 20
2.2.1 Pengertian cerita pendek ... 20
2.2.2 Unsur-unsur pendukung cerita pendek ... 22
(6)
vii
2.3.1 Pengertian berbagi pengalaman ... 28
2.3.2 Penerapan metode berbagi pengalaman dalam
pembelajaran menulis cerita pendek ... 28
2.3.3 Penerapan metode berbagi pengalaman melalui
games concentration ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1
Metode Penelitian ... 34
3.2
Fokus Penelitian ... 45
3.2.1 Pengamatan terhadap aktivitas mengajar guru ... 45
3.2.2
Pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa ... 46
3.2.3
Pengamatan terhadap proses belajar mengajar ... 47
3.3
Prosedur Penelitian ... 47
3.3.1 Perencanaan pelaksanaan tindakan kelas ... 48
3.3.2 Pelaksanaan penelitian ... 50
3.4
Lokasi dan Subjek Penelitian ... 50
3.5
Alat Pengumpul Data ... 51
3.6
Pengumpulan Data ... 56
3.7
Pengolahan Data ... 56
3.7.1 Pengelompokan data ... 56
3.7.2 Pendeskripsian data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60
4.1 Deskripsi Awal Kelas Penelitian ... 60
4.1.1 Kondisi guru ... 60
4.1.2 Karakteristik siswa ... 61
4.2 Deskripsi Tahap Pelaksanaan Tindakan ... 62
4.2.1 Siklus I ... 62
4.2.2 Siklus II ... 85
4.2.3 Siklus III ... 101
4.2.4 Analisis secara umum terhadap cerpen karya siswa ... 114
(7)
viii
4.3.1 Penerapan metode berbagi pengalaman untuk
meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek ... 115
4.3.2 Kemampuan menulis cerpen siswa ... 123
4.3.3 Kendala-kendala dalam proses pembelajaran ... 128
4.3.4 Solusi ... 129
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 130
5.1 Simpulan ... 130
5.2 Saran ... 132
(8)
ix
DAFTAR GAMBAR
(9)
x
DAFTAR TABEL
3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Menulis Cerpen Siswa ... 49
4.1 Rata-rata Persentase Aktivitas Siswa pada Siklus I ... 70
4.2 Catatan Lapangan Pembelajaran Siklus I ... 72
4.3 Persentase Kemampuan Menulis Cerpen Siswa pada Siklus I ... 74
4.4 Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa pada Siklus II ... 91
4.5 Catatan Observasi Pembelajaran Siklus II ... 92
4.6 Persentase Kemampuan Siswa pada Siklus II ... 93
4.7 Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa pada Siklus III ... 107
4.8 Catatan Observasi Pembelajaran Siklus III ... 108
4.9 Persentase Kemampuan Siswa pada Siklus III ... 109
4.10 Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Tiga Siklus ... 120
4.11 Persentase Kesan Siswa Terhadap Pembelajaran pada Setiap Siklus ... 122
4.12 Skor Menulis Cerpen Siswa ... 124
(10)
xi
DAFTAR DIAGRAM
4.1 Observasi Aktivitas Siswa Setiap Siklus ... 121
4.2 Kesan Siswa Terhadap Pembelajaran pada Setiap Siklus ... 123
4.3 Persentase Kemampuan Menulis Cerpen Siswa ... 127
(11)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1.
SK Skripsi
2.
Surat Izin Penelitian
3.
RPP Penelitian (3 siklus)
4.
Instrumen Penelitian
5.
Dokumentasi kegiatan guru dan siswa
6.
Sampel Hasil Menulis Cerpen Siswa
(12)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa setelah menyimak,
membaca, dan berbicara. Artinya, kemampuan menulis juga merupakan
keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap makhluk berbahasa selain ketiga
keterampilan berbahasa tersebut. Kita dapat melakukan komunikasi melalui
sebuah tulisan, tidak hanya dengan berbicara. Ini didukung oleh pendapat
Rusyana yang menyatakan bahwa tulisan merupakan alat komunikasi tidak
langsung (1986: 16). Melalui tulisan kita dapat menyampaikan gagasan, pendapat,
atau sekadar menceritakan sesuatu kepada orang lain. Semua jenis tulisan tersebut
dapat menarik jika dikemas dalam sebuah tulisan kreatif.
Tidak hanya menarik, tetapi juga cerdas. Setidaknya dengan adanya
sebuah kekreatifan dalam menulis, yang diharapkan terjadi adalah masyarakat
tidak akan kekurangan oleh karya-karya kritis yang berperan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal tersebut terjadi karena menulis merupakan keterampilan
berbahasa yang paling tinggi. Hal ini dibuktikan bahwa seseorang baru akan
terampil menulis ketika ia mampu menuliskan apa yang ia peroleh dari
menyimak, membaca, dan berbicara. Dengan kata lain, menulis merupakan salah
satu cara menuangkan ide atau gagasan yang diperoleh seseorang dari pengalaman
yang telah ia dapatkan.
(13)
Generasi muda, dalam hal ini adalah pelajar, merupakan generasi yang
diharapkan agar mampu mewujudkannya. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi saat
ini adalah bahwa pelajar SMA (sekolah menengah atas) kurang berminat pada
pelajaran
menulis
karena
merasa
kesulitan
dalam
menemukan
dan
mengembangkan topik menjadi sebuah tulisan kreatif, salah satunya adalah cerita
pendek (cerpen). Hal ini dibuktikan dengan adanya keluhan dari
mahasiswa-mahasiswa yang sedang melakukan PLP (Program Latihan Profesi) pada tahun
2008 di SMAN 6 dan SMAN 15 Bandung. Setelah dilakukan wawancara
nonformal, mereka menyatakan bahwa siswa pada kelas-kelas yang dijadikan
sebagai tempat PLP, umumnya cenderung pasif dan kurang memiliki motivasi
dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Hasil latihan atau ulangan harian siswa di
kelas tidak memuaskan bahkan dapat dikatakan mengkhawatirkan.
Selain itu, seorang pengajar di sebuah pusat bimbingan belajar di Bandung
menceritakan suatu ketika beberapa orang siswa berbicara kepadanya yang isinya
berupa keluhan tentang tugas menulis dari guru di sekolahnya. Bagi mereka tugas
itu sangatlah berat karena pada dasarnya mereka memang tidak menyukai
pelajaran menulis. Alasan yang terlontar antara lain kesulitan dalam menemukan
dan mengembangkan topik, menentukan tema, memilih kosakata, menuangkan
gagasan dan pendapat dalam karangan, dan menyesuaikan pilihan kata dengan
jenis karangan yang harus dibuat. Tentu saja hal ini cukup mengkhawatirkan
mengingat kemampuan menulis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa ketika hendak lulus dari sekolah menengah atas.
(14)
Salah seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 2
Bandung, Dra. Lilis Yuliawati R. juga menyatakan bahwa rata-rata siswa di sana
tidak menyukai pokok bahasan menulis dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Alasan yang mengemuka adalah sulitnya menemukan dan
mengembangkan topik. Terlebih saat mereka diminta untuk menulis sebuah
cerpen, mereka selalu kesulitan untuk menemukan dan mengembangkan topik
bahkan sekadar mencari tema yang menarik untuk ditulis pada materi
pembelajaran menulis cerpen.
Peneliti juga memiliki penilaian serupa terhadap nilai menulis siswa SMA
ketika menjadi pengajar di salah satu lembaga bimbingan belajar kecil di Kota
Bandung. Setelah dilakukan wawancara nonformal, siswa menjelaskan bahwa
menulis merupakan hal yang sulit untuk mereka lakukan. Mereka mengeluh
bahwa selalu merasa kesulitan pada saat ingin mengawali kegiatan menulis
(menemukan dan mengembangkan topik).
Jika kita amati, ada dua faktor penyebab kurangnya minat menulis pada
siswa sehingga muncul kesulitan dalam menemukan topik, yaitu faktor intern dan
ekstern. Siswa yang kurang minat menulis sehingga sulit menemukan dan
mengembangkan topik ke dalam tulisan karena hanya memiliki sedikit
pengalaman atau bahkan merasa malas, merupakan faktor yang muncul dari dalam
diri siswa (intern). Sedangkan sebab yang ditimbulkan oleh proses pembelajaran
yang cenderung monoton sehingga kurang memotivasi siswa untuk menjadi
produktif dalam menulis, merupakan salah satu faktor yang timbul dari luar diri
siswa (ekstern).
(15)
Berdasarkan kedua faktor tersebut, peneliti ingin menerapkan sebuah
metode pembelajaran menulis yang diharapkan dapat menjadi solusi atas
permasalahan tersebut. Meskipun banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi
ketercapaian tujuan pembelajaran seperti guru, siswa, media pembelajaran, dan
materi atau bahan pelajaran, peneliti juga berasumsi bahwa penggunaan metode
pembelajaran merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, maka guru harus memiliki kreativitas yang
dapat menunjang keberhasilan pengajaran sehingga siswa memiliki kemampuan
dan keterampilan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan demikian, dibuatlah
sebuah proses pembelajaran menulis dengan penerapan metode berbagi
pengalaman yang diharapkan dapat membantu siswa dalam menemukan dan
mengembangkan topik ke dalam sebuah tulisan dan menjadi sebuah metode
pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan sehingga mampu
memotivasi siswa agar lebih produktif dalam pembelajaran menulis cerpen.
Metode berbagi pengalaman merupakan sebuah metode yang diterapkan
dengan tujuan agar siswa mampu menuliskan pengalaman pribadi orang lain
(temannya) ke dalam sebuah cerpen dan dapat membantu siswa dalam
menemukan topik yang menarik agar dikembangkan mejadi sebuah cerpen.
Metode berbagi pengalaman ini akan diterapkan melalui permainan, yaitu games
concentration. Games concentration merupakan jenis sebuah permainan yang
menuntut adanya sebuah pemusatan pikiran atau perhatian pada suatu hal. Ada
beberapa jenis games concentration yang dapat digunakan dalam berbagai
kegiatan baik yang dilakukan di luar (outbound/kegiatan lapangan) maupun di
(16)
dalam ruangan. Semua jenis games tersebut memberikan suasana santai, aktif,
ceria, dan melatih siswa agar berkonsentrasi ketika melakukan sesuatu.
Mengingat siswa adalah seorang remaja yang memiliki keinginan untuk
mengeksplorasi diri dalam lingkungannya dan tertarik dengan hal-hal yang baru,
maka games concentration ini dapat dijadikan sebagai salah satu permainan yang
mampu memfasilitasi keinginannya tersebut. Dengan demikian, penerapan metode
berbagi pengalaman melalui pemanfaatan games concentration dalam
pembelajaran menulis cerpen ini dinilai sangat efektif untuk membantu siswa
dalam menemukan dan mengembangkan topik.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian-penelitian terhadap pembelajaran
menulis cerpen, yaitu oleh Nopita Akhiradewi dengan judul “Pembelajaran
Menulis Cerpen dengan Menggunakan Media Komik pada Siswa Kelas X SMAN
7 Bandung Tahun Ajaran 2005/2006” dan berhasil membuktikan hipotesis bahwa
pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media komik berhasil
meningkatkan kemampuan menulis siswa. Kemudian, penelitian dengan judul
“Peningkatan Kreativitas Siswa dalam Menulis Cerpen Melalui Metode Pemetaan
Pikiran” yang ditulis oleh Sary Sukawati juga berhasil membuktikan hipotesis
bahwa menulis cerpen melalui metode pemetaan pikiran efektif untuk
meningkatkan kreativitas siswa dalam menulis cerpen. Selain itu, Dadi Suryadi
dengan judul penelitian “Keefektifan Media Trailer Film Asing dalam
Pembelajaran Menulis Cerita Pendek” pun berhasil membuktikan hipotesis bahwa
media trailer film asing lebih efektif daripada media sinopsis film dalam
pembelajaran menulis cerita pendek. Penelitian dengan judul “Pembelajaran
(17)
Menulis Cerita Pendek dengan Menggunakan Pendekatan Respons Pembaca”
yang ditulis oleh Devi Safitri Marita juga berhasil meningkatkan kemampuan
menulis cerita pendek pada siswa kelas XI Bahasa SMAN 1 Lembang pada tahun
ajaran 2006/2007. Namun dalam penelitian-penelitian tersebut siswa hanya
dituntut untuk menuangkan ide berdasarkan pengalaman pibadi yang diperoleh
dari menonton film, membaca, dan sebagainya. Sedangkan dalam penelitian ini,
peneliti berusaha agar siswa dapat menulis cerpen dengan ide (tema) berdasarkan
pengalaman orang lain. Ini sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dimiliki
oleh siswa SMA kelas X.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1)
Metode berbagi pengalaman merupakan sebuah metode yang dapat
memunculkan sikap keterbukaan (percaya) antarsiswa dan mengajarkan
kepada siswa bahwa sesungguhnya ada banyak hal di lingkungan mereka yang
dapat mereka tulis menjadi sebuah cerita. Tidak hanya terpaku pada
pengalaman pribadi, tetapi juga pengalaman orang lain. Metode ini dapat
diterapkan dalam pembelajaran menulis cerpen sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan menulis siswa, namun belum pernah diujicobakan.
2)
Menulis cerpen merupakan sebuah kemampuan menuangkan ide/gagasan
seseorang berdasarkan pengalaman atau peristiwa yang pernah dialami oleh
diri sendiri atau orang lain ke dalam lambang-lambang tulisan yang bermakna
dan menggambarkan alur dan konflik yang sederhana. Kemampuan menulis
cerpen siswa kelas X-D di SMAN 2 Bandung masih kurang.
(18)
3)
Siswa kelas X-D SMAN2 Bandung sering merasa kesulitan dalam
menemukan dan mengembangkan topik untuk ditulis menjadi sebuah cerita
pendek.
1.3 Pembatasan Masalah Penelitian
Adanya batasan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan agar penelitian
yang dilakukan dapat terarah dan terhindar dari adanya penyimpangan. Adapun
batasan masalah penelitian tersebut antara lain sebagai berikut.
1)
Metode berbagi pengalaman ini dilakukan melalui beberapa permainan yang
diperoleh dari berbagai sumber panduan yang digunakan oleh fasilitator dalam
kegiatan lapangan (outbound),
2)
Penilaian terhadap kemampuan menulis cerita pendek siswa merupakan
penilaian yang telah disesuaikan dengan standar kompetensi yang harus
dimiliki siswa SMA, dan
3)
Penelitian ini menghasilkan metode pembelajaran menulis cerpen dengan
menerapkan metode berbagi pengalaman.
1.4 Perumusan Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian ini dirumuskan ke dalam kalimat-kalimat
pertanyaan berikut.
1)
Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis cerpen dengan penerapan
metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen
pada siswa sekolah menengah atas?
(19)
2)
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen dengan penerapan
metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen
pada siswa sekolah menengah atas?
3)
Bagaimana hasil pembelajaran menulis cerpen dengan penerapan metode
berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen pada
siswa sekolah menengah atas?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beberapa hal
yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, yaitu sebagai berikut.
1)
Untuk mengetahui perencanaan pembelajaran menulis cerpen dengan
penerapan metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan
menulis cerpen pada siswa sekolah menengah atas.
2)
Untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran menulis cerpen dengan
penerapan metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan
menulis cerpen pada siswa sekolah menengah atas.
3)
Untuk mengetahui hasil pembelajaran menulis cerpen dengan penerapan
metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen
pada siswa sekolah menengah atas.
1.6 Anggapan Dasar Penelitian
Berikut adalah anggapan dasar dari penelitian ini.
1)
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang sangat penting untuk
dimiliki oleh siswa,
(20)
2)
Pembelajaran menulis cerpen tercantum dalam kurikulum Berbasis
Kompetensi 2006 pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
3)
Metode berbagi pengalaman dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan menulis cerpen siswa.
1.7 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi
elemen-elemen pendidikan yang terkait secara langsung dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
1)
Bagi guru, penerapan metode berbagi pengalaman diharapkan dapat menjadi
metode pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran menulis cerita pendek
dan memudahkan guru dalam membantu siswa untuk menemukan
mengembangkan topik menjadi sebuah cerita pendek, serta menambah
pengetahuan guru terhadap jenis-jenis permainan yang dapat dimanfaatkan
dalam metode berbagi pengalaman untuk mengembangkan kemampuan dan
keterampilan Bahasa Indonesia pada siswa sekolah menengah atas,
2)
Bagi siswa, penerapan metode berbagi pengalaman diharapkan dapat menjadi
metode pembelajaran yang efektif, menyenangkan, dan dapat membantu
siswa dalam menemukan topik melalui kegiatan berbagi pengalaman dan
mengembangkannya menjadi sebuah cerita pendek,
3)
Bagi kegiatan pembelajaran, penerapan metode berbagi pengalaman untuk
meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek pada siswa sekolah
menengah atas diharapkan dapat menjadi salah satu metode pembelajaran baru
(21)
yang inovatif dalam pengembangan kemampuan dan keterampilan Bahasa
Indonesia, dan
4)
Bagi peneliti, penerapan metode berbagi pengalaman untuk meningkatkan
kemampuan menulis cerita pendek pada siswa sekolah menengah atas ini
menunjukkan bahwa metode pembelajaran juga dapat diperoleh dari
pengembangan berbagai hal yang sederhana dan tidak asing, karena sebagian
besar orang telah sering melakukannya (berbagi pengalaman).
1.8 Definisi Operasional
Agar pokok-pokok masalah dalam penelitian ini lebih jelas, maka berikut
akan dioperasionalkan variabel-variabel dalam penelitian ini.
1)
Berbagi pengalaman merupakan kegiatan menceritakan pengalaman pribadi
yang diperoleh seseorang kepada orang lain agar orang yang mendengarkan
cerita tersebut dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang
bercerita.
2)
Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif
dalam mengemas ide/gagasan yang diperoleh dari pengalaman seseorang
melalui kegiatan membaca ataupun terjadinya peristiwa.
3)
Cerita pendek merupakan sebuah cerita yang ditulis dengan hanya
memunculkan satu konflik yang dialami oleh tokoh utama. Karena hanya ada
satu konflik, maka cerpen memiliki alur yang sederhana dan keterbatasan
jumlah tokoh (biasanya tidak lebih dari 5 orang).
(22)
BAB 2
IHWAL MENULIS, CERITA PENDEK, DAN TEKNIK BERBAGI
PENGALAMAN
2.1
Menulis
2.1.1
Pengertian menulis
Menulis sebagai salah satu cara bagi seseorang untuk menyampaikan
pesannya kepada orang lain. Dengan berbagai sumber referensi, seseorang
tersebut mengemas ide-idenya agar diterima atau diakui oleh orang lain. Sebagai
keterampilan yang bersifat produktif ini, menulis seringkali disebut-sebut sebagai
keterampilan berbahasa yang memiliki tingkat kesulitan paling tinggi.
Rusyana (1984: 191) mendefinisikan menulis adalah kemampuan
menggunakan pola-pola bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk
mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Morsey dalam Tarigan (1992: 20)
menjelaskan definisi menulis sebagai berikut.
“Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil
memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan
menulis
digunakan
untuk
mencatat,
merekam,
meyakinkan,
melaporkan, meginformasikan dan mempengaruhi pembaca. Maksud
dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para
pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan
mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar dan komunikatif.
Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan
pemilihan kata dan struktur kalimat.”
Beberapa pendapat tersebut menunjukkan bahwa tulisan dapat
menciptakan suatu komunikasi antara penulis dan pembaca, dalam hal ini
(23)
komunikasi tidak langsung. Hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca
memahami lambang-lambang grafik atau grafologi yang dipergunakan untuk
menulis tersebut, misalnya, seseorang dapat dikatakan sedang menulis huruf latin
jika dia memahami lambang grafik dari huruf latin. Demikian pula seseorang
dapat menulis bukan hanya dapat melukiskan lambang tertentu, tetapi juga harus
mampu menggunakan pola-pola bahasa dan memahami makna dari semua tulisan
tersebut karena tulisan tersebut akan dibaca oleh orang lain.
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan
(keterampilan) berbahasa yang paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah
kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca. Dibandingkan dengan
ketiga kemampuan berbahasa lain, keterampilan menulis lebih sulit dikuasai
bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal itu disebabkan
kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur di luar bahasa itu
sendiri yang akan menjadi karangan (Nurgiantoro, 1995).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa menulis bukanlah hal yang mudah untuk dikuasai setiap orang karena ada
berbagai unsur yang harus dipenuhi sebelum melakukannya. Akan tetapi, menulis
juga bukanlah hal yang mustahil untuk dikuasai oleh seseorang karena
kemampuan menulis bukanlah bakat yang diturunkan atau bakat bawaan, tetapi
suatu bakat yang dimiliki karena adanya proses belajar atau berlatih.
2.1.2
Fungsi menulis
Layaknya seperti kelahiran seseorang dalam kehidupan, menulis memiliki
fungsi utama, yaitu sebagai upaya berkomunikasi secara tidak langsung. Dalam
(24)
bahasa, tulisan berfungsi sebagai alat komunikasi tidak langsung atau bahasa
kedua setelah bahasa lisan. Rusyana (1986: 16) menyatakan fungsi menulis
sebagai berikut.
a)
Fungsi penataan
Proses penataan gagasan, pendapat, pikiran, dan imajinasi secara
otomatis terjadi pada waktu seseorang menulis. Tulisan yang
dihasilkan akan menghasilkan suatu gambaran tentang proses
penataan gagasan, pendapat, pikiran, dan imajinasi penulis itu sendiri.
b)
Fungsi pengawetan
Menulis dapat berfungsi sebagai fungsi pengawetan karena dapat
menjadi perantara pengutaraan suatu hal penting, misalnya tentang
kehidupan zaman dahulu, dapat disimpan dalam bentuk dokumen
tertulis.
c)
Fungsi penciptaan
Dengan menulis, seseorang telah menciptakan atau mewujudkan suatu
hal yang baru.
d)
Fungsi penyampaian
Dengan menulis, seseorang telah menyampaikan suatu informasi
kepada orang lain. Penyampaian itu tidak hanya terjadi kepada
orang-orang yang berdekatan tempatnya, tetapi kepada orang-orang-orang-orang yang
berjauhan tempat, bahkan yang berbeda masa atau generasi.
(25)
2.1.3
Manfaat menulis
Hernowo (2004: 50) dalam Kusmiati (2008: 16) menjelaskan bahwa suatu
kegiatan akan menjadi beban yang sangat berat jika kita tidak mengetahui apa
manfaatnya. Oleh karena itu, ketika akan menulis, sebaiknya kita mengetahui apa
manfaat dari kegiatan tersebut.
Secara terperinci, manfaat menulis dijelaskan sebagai berikut.
a)
Penulis dapat mengenali kemampuan dan potensi dirinya. Dengan
menulis, seorang penulis dapat mengukur sampai di mana
pengetahuannya terhadap suatu topik.
b)
Penulis dapat berlatih mengembangkan gagasan.
c)
Penulis dapat menyerap, mencari, dan mengetahui informasi
sehubungan dengan topik yang ditulis. Kegiatan menulis dapat
memperluas wawasan penulisan secara teoretis mengenai fakta-fakta
yang berhubungan.
d)
Penulis lebih terlatih dalam mengorganisasikan secara sistematis serta
mengungkapkannya secara tersirat.
e)
Penulis akan dapat meninjau serta menilai gagasannya sendiri secara
lebih objektif.
f)
Penulis akan mudah memecahkan masalah.
g)
Penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif.
h)
Menulis yang terencana dapat membiasakan penulis berpikir atau
berbahasa secara tertib dan teratur.
(26)
Berbeda dengan Rusyana (1986: 18) yang menyebutkan manfaat menulis
dengan lebih sederhana sebagai berikut.
a)
Mencatat sesuatu agar tidak dilupakan.
b)
Mencatat pikiran-pikiran.
c)
Mencatat renungan.
d)
Mencatat gagasan-gagasan.
2.1.4
Tujuan menulis
Di dalam buku yang ditulis oleh Nurheti (2008), Bud Garder mengatakan
“Ketika kamu berbicara, kata-katamu hanya bergaung ke seberang ruangan atau
koridor. Tapi ketika kamu menulis, kata-katamu bergaung sepanjang zaman”.
Dari ungkapan tersebut sedikitnya akan tergambar tentang tujuan menulis. Tujuan
menulis yang paling utama adalah dapat menyampaikan pesan penulis kepada
pembaca sehingga pembaca memahami maksud penulis yang disampaikan dalam
tulisannya. Dengan demikian, penulis harus dapat mengatur proses yang
mengakibatkan suatu perubahan tertentu dalam bayangan pembaca. Perubahan
yang dimaksud adalah:
(a) Perubahan yang mengakibatkan adanya rekontruksi terhadap bayangan
atau kesan itu, atau paling sedikit beberapa bagian daripadanya; (b) perubahan
yang memperluas atau mengembangkan bayangan/kesan itu, yang memberi
tambahan terhadapnya; atau (c) perubahan yang mengubah kejelasan,
kepastian/ketentuan yang telah mempertahankan beberapa bagian dari bayangan
tersebut. Di samping itu kita pun dapat menambahkan kemungkinan dari hasil
(27)
usaha penulis; atau (d) tidak ada perubahan sama sekali (Young 1993: 217) dalam
Kusmiati (2008: 18).
Uraian di atas menjelaskan bahwa penulis mempunyai tujuan yang hendak
dicapai sebelum menulis. Agar tujuan penulis tercapai, penulis harus dapat
menyajikan tulisan yang baik, supaya pembaca memberikan respon yang
diinginkan oleh penulis terhadap tulisannya.
Hipple (1973: 309-311) dalam Kusmiati (2008: 18) menyebutkan
macam-macam tujuan menulis sebagai berikut.
a)
Tujuan penugasan (assigment purpose)
Penulis tidak mempunyai tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis hanya
menulis tanpa mengetahui tujuannya. Dia menulis karena mendapat tugas,
bukan atas kemauan sendiri. Misalnya siswa ditugaskan merangkum sebuah
buku atau seorang guru disuruh membuat laporan oleh kepala sekolahnya.
b)
Tujuan altruistik (altruistic purpose)
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan
kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca, memahami,
menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca
lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya. Penulis harus
berkeyakinan bahwa pembaca adalah “teman” hidupnya sehingga penulis
benar-benar dapat mengomunikasikan suatu ide atau gagasan bagi
kepentingan pembaca. Hanya dengan cara itulah tujuan altruistik dapat
tercapai.
(28)
Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar para pembaca yakin akan
kebenaran ide atau gagasan yang dituangkan atau diutarakan oleh penulis.
Tulisan semacam ini banyak dipergunakan oleh para penulis untuk
menawarkan sebuah produksi barang dagangan, atau dalam kegiatan politik.
d)
Tujuan informasional atau tujuan penerangan (infomational purpose)
Penulis menuangkan ide atau gagasan dengan tujuan memberikan informasi
atau keterangan kepada pembaca. Disini penulis berusaha menyampaikan
informasi agar pembaca menjadi tahu mengenai apa yang diinformasikan
oleh penulis.
e)
Tujuan pernyataan diri (self-expresive purpose)
Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya sendiri
kepada para pembaca. Dengan melalui tulisannya pembaca dapat memahami
“siapa” sebenarnya sang penulis itu.
f)
Tujuan kreatif (creative purpose)
Penulis bertujuan agar pembaca dapat memiliki nilai artistik atau
nilai-nilai kesenian dengan membaca tulisan penulis. Di sini penulis bukan hanya
memberikan informasi melainkan lebih dari itu. Dalam informasi yang
disajikan oleh penulis, para pembaca bukan hanya sekadar tahu apa yang
disajikan oleh penulis tetapi juga merasa terharu membaca tulisan tersebut.
g)
Tujuan pemecahan masalah (problem solving purpose)
(29)
Penulis berusaha memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Dengan
tulisannya penulis berusaha memberi penjelasan kepada para pembaca
tentang bagaimana cara pemecahan suatu masalah.
Berdasarkan penjelasan di atas, didapati bahwa tujuan-tujuan menulis
tersebut memiliki maksud yang berbeda, yaitu seperti penulisan yang dibuat
berdasarkan tugas yang diterima dari guru atau dari atasan seseorang maka menulis
dalam hal ini berdasarkan keperluan tugas, bukan motivasi atau keinginan sendiri
untuk menulis, tujuan menulis seperti ini disebut assignment purpose. Kemudian
yang disebut dengan altruistic purpose adalah menulis dengan tujuan hanya untuk
menyenangkan pembaca atau sebagai penghibur untuk menghilangkan duka
pembacanya. Sedangkan tujuan menulis persuasi, yang berisi tentang usaha penulis
untuk mempengaruhi pembaca adalah untuk meyakinkan kebenaran yang
dituangkan oleh penulis dalam tulisannya. Dalam tulisan persuasif ini, penulis
dituntut terampil dan selektif dalam pilihan kata yang dituangkan ke dalam
tulisannya untuk meyakinkan idenya kepada pembaca. Selain itu, ada hal yang sama
pentingnya yang harus dilakukan penulis dalam menulis persuasi, yaitu penulis juga
harus mampu menentukan ilustrasi sebagai pelengkap kebenaran yang diutarakan
dalam tulisannya, sebab selain mempengaruhi tulisan persuasi juga bertujuan untuk
mengajak dan membujuk agar pembaca dapat melakukannya sesuai harapan
penulis, misalnya sebuah ajakan untuk menggunakan suatu produk, maka pembaca
merasa tertarik dengan bujukannya sehingga menggunakan produk tersebut.
Dengan demikian, pada dasarnya tujuan menulis adalah untuk memberi
informasi, namun cara yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan tujuan penulis
(30)
yang hendak menyampaikan pesannya kepada pembaca. Maka, dapat disimpulkan
bahwa tujuan utama menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung. Oleh
karena itu, lambang-lambang grafik atau grafologi yang dipergunakan oleh
penulis harus benar-benar dimengerti baik oleh penulis maupun pembaca.
2.2
Cerita Pendek
2.2.1
Pengertian cerita pendek
Cerita pendek yang disingkat cerpen dan novel merupakan dua bentuk
karya sastra yang sekaligus disebut fiksi atau teks naratif (Nurgiantoro, 2005: 9).
Perbedaan utama cerpen dan novel dapat dilihat dari segi formalitas bentuk dan
panjang cerita. Sesuai dengan namanya, cerpen merupakan cerita pendek. Namun,
berapa ukuran pendeknya tidak ada aturan yang menentukan, tidak ada
kesepakatan diantara pengarang dan ahli.
Edgar Allan Poe dalam Jassin (Nurgiantoro, 2005: 10) sastrawan dari
Amerika mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca
dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam. Sedangkan
definisi yang ada dalam KBBI, cerita pendek adalah kisah pendek (kurang dari
10.000 kata) yang memberikan kesan yang dominan dan memusatkan diri pada
satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Definisi-definisi yang telah diuraikan sebelumnya, menjelaskan bahwa
cerpen merupakan cerita yang dibatasi oleh beberapa ketentuan agar sesuai
dengan namanya yaitu cerita pendek. Pemusatan diri pada satu tokoh dalam satu
situasi seperti definisi dalam KBBI menjadi salah satu ciri cerpen. Pemusatan
(31)
pada satu tokoh tersebut menyebabkan konflik dan alur yang ada dalam cerpen
menjadi sederhana. Selain itu, biasanya penulis hanya menampilkan dua atau tiga
tokoh lain saja selain tokoh utama dalam cerpen.
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa cerpen adalah cerita yang
hanya menceritakan satu konflik yang dialami oleh tokoh utamanya dengan alur
yang sederhana sehingga dapat selesai dibaca dalam waktu yang singkat (setengah
sampai dua jam).
2.2.2
Unsur-unsur pendukung cerita pendek
Cerpen dibangun oleh unsur-unsur cerita yaitu unsur ekstrinsik dan
intrinsik. Unsur-unsur tersebut diceritakan dalam penceritaan yang ringkas.
Karena bentuknya yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba ringkas,
tidak sampai pada detil-detil khusus yang “kurang penting” yang lebih bersifat
memperpanjang cerita (Nurgiantoro, 2005: 11).
Berikut adalah unsur pembangun cerpen.
a) Tema
Tema merupakan ide atau gagasan yang mendasari sebuah cerita. Dengan
tema, seorang penulis ingin menyampaikan sesuatu kepada pembacanya, bukan
sekadar bercerita tanpa ada tujuan. Suatu cerita yang tidak mempunyai tema tentu
tidak ada gunanya dan artinya (Tarigan, 1984: 125). Maka tema merupakan suatu
hal yang paling penting dalam seluruh cerita.
(32)
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai tema. Biasanya, hal-hal
tersebut berkaitan dengan kehidupan manusia. Untuk sebuah cerpen, beberapa
penulis sering mengangkat tema dari hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupannya. Selain cenderung dialami pula oleh orang lain, peristiwa yang
pernah dialami penulis akan membantunya untuk lebih menjiwai cerita yang akan
terlihat dari penguasaannya menceritakan peran tokoh, menggambarkan tempat,
waktu, alur, dan sebagainya.
Pemilihan ajaran atau pesan moral sebagai tema cerpen telah sering
dilakukan oleh penulis. Dengan menyimpulkan permasalahan dari konflik yang
dialami oleh tokohnya, penulis memberikan solusi mengenai apa yang harus
dilakukan oleh seseorang atas permasalahan yang dihadapinya. Namun gaya
penceritaan semacam itu sudah mulai ditinggalkan. Saat ini penulis-penulis cerpen
lebih memilih tema-tema berdasarkan pengamatan terhadap masalah-masalah
kehidupan yang tidak ia tuliskan pemecahannya. Penulis justru menyerahkan
kepada masing-masing pembaca untuk memecahkan permasalah tersebut. Cerpen
yang seperti itu cenderung lebih disukai pembaca karena tidak membosankan.
Selain itu, cerpen akan lebih dihargai karena mengajak orang lain untuk berpikir
dan kaya akan penafsiran-penafsiran.
Dengan demikian, penulis bukan menyampaikan ide atau tema cerpen
dengan membuat kesimpulan, melainkan menyamarkan tema tersebut pada
seluruh elemen cerpen. Melalui dialog-dialog, perasaan, dan jalan pikiran
tokoh-tokohnya, kejadian-kejadian, setting cerita, penulis mempertegas isi cerita.
(33)
Dengan cara ini, seluruh unsur cerita akan memiliki satu tujuan saja, dan yang
mempersatukannya adalah tema.
b) Alur
Sebab akibat antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya dalam sebuah
cerita akan digambarkan melalui alur. Dengan demikian, alur juga bagian dari
cerita yang sangat penting. Peristiwa yang tidak menimbulkan sebab akibat tidak
dapat dikatakan sebagai alur, karena dalam cerita suatu peristiwa akan terjadi jika
disebabkan oleh pristiwa sebelumnya.
Susunan peristiwa merupakan salah satu alur secara garis besar (Sumardjo,
1988). Berikut adalah beberapa alur yang sering digunakan dalam karya sastra.
a)
Alur maju, yaitu alur yang biasanya digunakan oleh penulis untuk
menceritakan kisah hidup atau perjalanan tokohnya dimulai dari awal hingga
akhir.
b)
Alur mundur, yaitu alur yang biasanya digunakan oleh penulis untuk
menceritakan kisah hidup atau perjalanan tokohnya dari akhir kembali ke
awal. Biasanya cerita tersebut adalah perenungan dari tokohnya.
c)
Alur campuran, yaitu alur yang biasanya digunakan oleh penulis untuk
menceritakan kisah hidup atau perjalanan tokohnya dari akhir kembali ke awal
dan kembali lagi ke akhir, atau sebaliknya.
c) Latar (setting)
Cerpen tidak memerlukan detil-detil khusus tentang keadaan latar,
misalnya yang menyangkut keadaan tempat dan sosial. Cerpen hanya memerlukan
(34)
pelukisan secara garis besar saja, atau bahkan hanya secara implisit, asal telah
mampu memberikan suasana tertentu yang dimaksudkan.
d) Perwatakan (penokohan)
Perwatakan atau penokohan merupakan salah satu penentu keberhasilan
sebuah cerpen. Ketepatan penulis dalam menggambarkan watak para tokoh dalam
cerpen akan menjadikan cerpen tersebut bernyawa dan menarik. Keberhasilan
penulis dalam menggambarkan watak para tokoh juga akan mewakili sifat-sifat
manusia yang ingin disampaikan berdasarkan tema yang telah dipilih. Akan tetapi,
ada satu hal yang harus diingat bahwa jumlah maupun data-data jati diri tokoh
dalam cerpen sangat terbatas, khususnya yang berkaitan dengan perwatakan
sehingga pembaca harus merekonstruksi sendiri gambaran yang lebih lengkap
tentang tokoh itu.
Ada dua cara yang dilakukan oleh penulis untuk menjelaskan watak tokoh
dalam cerpen, yaitu dengan cara langsung dan tidak langsung.
1)
Dengan cara langsung
Penulis menyebutkan secara langsung bagaimana sifat dan perangai tokoh.
Penulis juga berusaha memberikan analisis yang jelas tentang tampang dan
perangai para tokoh secara langsung. Oleh karena itu, cara ini juga sering
disebut dengan cara analitik.
2)
Dengan cara tidak langsung
Penulis memberikan gambaran tentang sifat, keadaan tubuh, atau melukiskan
lingkungan gerak-geriknya. Biasanya penulis juga menggambarkan perangai
tokohnya melalui percakapan atau dialog. Cara ini disebut dramatik.
(35)
e) Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang merupakan tinjauan cerita oleh penulis melalui
tokoh-tokohnya. Menurut Jacob Sumardjo, ada empat sudut pandang yang biasa
digunakan oleh penulis, yaitu:
1)
Omniscient point of view (sudut penglihatan yang kuasa)
Pada sudut pandang ini, penulis bertindak sebagai orang yang tahu segalanya.
Ia dapat menceritakan apapun untuk meyempurnakan apa yang ingin ia tulis
sampai menimbulkan dampak yang inginkan. Bahkan ia dapat keluar masuk
jalan pikiran para tokohnya ataupun mengomentari kelakuan para pelakunya.
Satu hal lagi yang dapat dilakukan oleh penulis dalam sudut pandang ini
adalah bahwa penulis dapat berbicara langsung kepada pembaca. Sudut
pandang seperti ini biasanya digunakan dalam cerita yang bersifat sejarah.
2)
Objektive point of view
Dalam sudut pandang ini, penulis menceritakan sesuatu berdasarkan
pandangannya. Akan tetapi penulis tidak memberikan komentar terhadap
perilaku para tokohnya seperti pada sudut pandang omniscient. Penulis juga
tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelakunya. Melalui sudut pandang ini
penulis membiarkan pembaca melihat dan menilai sendiri tentang perilaku
tokoh-tokoh yang ia ceritakan.
3)
Point of view orang pertama
Sudut pandang orang pertama menggunakan sudut pandang “Aku”. Dengan
sudut pandang ini, penulis seolah-olah menceritakan pengalamannya sendiri.
Dengan cara ini pula penulis mengajak pembaca agar berada ke pusat kejadian
(36)
sehingga seperti melihat, mendengar, dan merasakan secara langsung apa yang
diceritakan. Namun pembaca harus dapat membedakan pandangan pribadi
penulis dengan pandangan tokoh “Aku” dalam cerita.
4)
Point of view peninjau
Pada sudut pandang ini, penulis menggunakan seorang tokoh sebagai
pembawa cerita yang akan mengalami kejadian-kejadian dalam seluruh cerita.
Tokoh ini akan menceritakan perasaan dan pendapat-pendapat dirinya sendiri.
Akan tetapi, terhadap tokoh lain ia hanya dapat menceritakannya berdasarkan
apa yang ia ketahui saja. Jadi, sudut pandang ini berupa penuturan pengalaman
seseorang.
f)
Amanat
Sebuah cerita, dibuat dengan maksud sebagai penyampai pesan dari
penulis kepada pembaca. Pesan atau yang lebih akrab disebut dengan amanat ini
merupakan pemikiran-pemikiran dari penulis terhadap sebuah permasalahan, yang
ia ungkapkan lewat bahasa-bahasa yang ia gunakan dalam cerita tersebut.
g) Kepaduan
Selain memiliki unsur-unsur intrinsik, cerpen yang baik haruslah
memenuhi kriteria kepaduan. Artinya, segala sesuatu yang diceritakan bersifat dan
berfungsi mendukung tema utama. Penampilan berbagai peristiwa yang saling
menyusul yang membentuk plot, walau tidak bersifat kronologis namun haruslah
tetap saling berkaitan secara logika.
(37)
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra (karangan). Dengan
demikian, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat sebuah cerita
pendek agar memiliki mutu tinggi. Karangan yang bermutu selalu berpangkal
tolak pada pemikiran yang matang dan jelas. Hal ini akan tercermin antara lain
dalam pemilihan kata, dalam tata susunan kalimat, dan dalam kerangka karangan
yang gamblang tentang seluruh karangan itu (Heuken, 2008: 10).
2.3
Metode Berbagi Pengalaman
2.3.1
Pengertian berbagi pengalaman
Berbagi pengalaman merupakan kegiatan menceritakan pengalaman
pribadi yang diperoleh seseorang kepada orang lain dengan maksud tertentu.
Adapun maksud-maksud tersebut antara lain adalah:
a)
agar orang yang mendengarkan cerita dapat ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang yang bercerita,
b)
sekadar ingin memberikan informasi kepada orang lain,
c)
ingin memberikan motivasi kepada orang lain yang berkaitan dengan
pengalaman pribadinya,
d)
membuka diri agar diterima oleh orang lain atau lingkungan barunya,
e)
sekadar untuk memulai pembicaraan kepada lawan bicaranya.
2.3.2
Penerapan metode berbagi pengalaman dalam pembelajaran
menulis cerita pendek
Metode berbagi pengalaman dalam pembelajaran menulis cerita pendek,
diterapkan melalui permainan. Permainan yang digunakan adalah games
(38)
concentration. Games concentration merupakan jenis sebuah permainan. Kata
games berasal dari bahasa inggris yang berarti permainan, sedangkan
concentration berarti pemusatan pikiran atau perhatian pada suatu hal. Dengan
demikian games concentration dapat diartikan sebagai permainan yang menuntut
adanya sebuah pemusatan pikiran atau perhatian pada suatu hal.
Games concentration ini sering digunakan dalam berbagai kegiatan yang
dilakukan di luar ruangan yaitu pada saat kegiatan lapangan (outbound). Namun
dengan adanya sedikit perubahan dalam konsep yang disesuaikan, games ini juga
dapat dilakukan di dalam ruangan. Ada beberapa nama games yang termasuk
games concentration yang sering digunakan dalam outbound, diantaranya adalah
angin bertiup, tupai dan pemburu, pensil gila, mencari warna impian, mencari
keluarga, birthday line up, tukar dong, dan keluarga burung. Semua games
tersebut selain melatih konsentrasi juga melatih kerja sama kelompok, kesabaran,
ketepatan dan kecepatan dalam memilih keputusan, sehingga semua peserta harus
terlibat aktif dalam permainan. Dengan demikian, adanya rasa jenuh yang sering
timbul pada diri siswa pada saat belajar di kelas terutama saat pelajaran Bahasa
Indonesia, dapat teratasi.
2.3.3
Penerapan teknik berbagi pengalaman melalui games konsentrasi
Berikut adalah beberapa jenis games concentration yang digunakan untuk
menerapkan metode berbagi pengalaman.
(39)
a)
Games yang dilakukan di luar ruangan
Salah satu games concentration yang digunakan untuk menerapkan
metode berbagi pengalaman adalah “Angin Bertiup” dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
1) Setelah menjelaskan metode pembelajaran yang akan dilakukan, guru
menyuruh seluruh siswa untuk berdiri dan membentuk sebuah lingkaran besar,
2) Kemudian, barulah games concentration dimulai. Salah satu games yang
dipakai bernama ‘Angin Bertiup’. Guru menyuruh siswa agar menyimak cerita
dan melakukan apa yang di aba-abakan pada saat kata kunci diucapkan oleh
guru. Jika guru mengucapkan kata kunci “Angin dari kiri!” maka siswa harus
mengangkat kedua tangannya dan menggerak-gerakkannya ke arah kanan
mereka sambil berkata “Huuu…!” (mengikuti suara angin). Begitu selanjutnya
jika ada aba-aba “Angin dari kanan!”, “Angin dari depan!”, “Angin dari
belakang”, mereka harus menggerakkan tanggannya ke arah yang berlawanan
sambil berkata “Huuu…!”. Sampai akhirnya ada aba-aba “Angin ribut!” maka
seluruh siswa harus berlarian mencari posisi baru dan orang di sampingnya
harus berbeda pula (tidak boleh sama dengan posisi yang sebelumnya),
3) Siswa yang tidak konsentrasi sehingga salah arah pada saat menggerakkan
tangannya (tidak sesuai dengan instruksi), maka akan diberi sanksi yaitu
menceritakan pengalaman pribadi di depan teman-temannya,
4) Setelah ada beberapa siswa yang terkena sanksi dan menceritakan pengalaman
pribadinya, maka guru menyuruh siswa agar memilih salah satu pengalaman
pribadi teman mereka yang telah mereka dengar dan mereka ingat, kemudian
(40)
dikembangkan menjadi sebuah cerita pendek dengan menggunakan bahasa
mereka sendiri.
Selain “Angin Bertiup”, games yang dilakukan di luar ruangan adalah
“Mencari Warna Impian”. Selain melatih konsentrasi, games ini bertujuan untuk
melatih kesabaran dan kerja sama kelompok. Berikut adalah langkah-langkah
pelaksanaannya.
1) Setelah menjelaskan metode pembelajaran yang akan dilakukan, guru
menyuruh seluruh siswa untuk berdiri dan dibagi menjadi beberapa kelompok.
Masing-masing kelompok terdiri atas enam orang.
2) Setelah itu guru membuat batas pada daerah yang akan menjadi tempat
bermain. Batas ini dapat berupa garis lingkaran atau persegi panjang, atau
bentuk yang lain yang cukup luas.
3) Guru menyuruh kelompok pertama untuk berdiri berpasangan di depan garis
batas. Tiga orang diantaranya ditanya warna apa yang mereka sukai. Setelah
mereka menjawab, maka mata mereka ditutup oleh pasangannya
masing-masing dengan syal atau penutup mata lainnya.
4) Kemudian guru meletakkan warna kesukaan yang telah mereka sebutkan tadi
ke dalam daerah yang dipisahkan oleh garis batas. Mereka bertugas untuk
mencari warna kesukaan mereka dengan syarat dalam keadaan mata tertutup
dan tidak boleh melewati garis batas. Sedangkan pasangannya bertugas
memberikan instruksi ke arah mana mereka harus bergerak untuk mendapatkan
warna kesukaannya dengan syarat tidak boleh masuk ke daerah yang dimasuki
ketiga temannya.
(41)
5) Ketiga siswa pencari warna kesukaannya tersebut harus berkonsentrasi untuk
mendengarkan instruksi hanya dari pasangannya saja. Jika warna kesukaan
telah berhasil didapatkan, maka mereka harus kembali ke tempat semula
dengan instruksi dari pasangan mereka. Bagi pasangan yang gagal, maka harus
berbagi cerita tentang pengalaman yang paling berkesan kepada
teman-temannya.
6) Setelah ada beberapa siswa yang menceritakan pengalamannya, maka guru
menyuruh siswa agar memilih salah satu pengalaman teman mereka yang telah
mereka dengar dan mereka ingat, kemudian dikembangkan menjadi sebuah
cerita pendek dengan menggunakan bahasa mereka sendiri.
b)
Games yang dilakukan di dalam ruangan
Selain dilakukan di luar ruangan, games concentration juga dapat
dilakukan di dalam ruangan. Salah satu permainan yang dapat dilakukan di dalam
ruangan ini bernama “Tukar Dong”. Berikut adalah langkah-langkah
pelaksanaannya.
1) Setelah menjelaskan metode pembelajaran ini, guru menyuruh siswa
menyiapkan selembar kertas dan sebuah ballpoint atau pensil di atas meja.
Setelah itu, guru memerintahkan semua siswa untuk menulis sebuah peristiwa
yang paling berkesan baginya.
2) Setelah seluruh siswa selesai menuliskan apa yang diperintahkan, guru
menyuruh agar sisiwa siap menukarkan kertasnya dengan temannya. Setiap
guru mengatakan “beri ke kanan” maka siswa harus memberikan kertasnya ke
teman sebelah kiri mereka, dan jika guru mengatakan “beri ke depan” maka
(42)
siswa memberikan kertasnya ke teman yang ada di belakang mereka, begitu
sebaliknya. Sedangkan siswa yang berada paling pinggir sebelah kanan dan kiri
serta depan dan belakang, harus menumpuk kertas yang mereka pegang jika
tidak ada teman di sebelah/posisi yang diinstruksikan.
3) Setelah beberapa kali mereka bertukar kertas, guru mengambil kertas yang
tertumpuk dan membagikannya kepada siswa yang belum mendapatkannya.
4) Setelah semua siswa mendapatkan kertas, guru menyuruh siswa membuat
sebuah cerpen dari tema/cerita yang ada pada kertas tersebut. Cerpen yang
dibuat harus menggunakan pengembangan bahasa dan imajinasi sendiri.
(43)
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab III ini peneliti akan memaparkan bagaimana metode penelitian yang
digunakan oleh peneliti untuk mengaplikasikan penerapan teknik berbagi pengalaman
untuk meningkatkan mutu menulis cerpen.
Pemaparan pada bab III ini meliputi a) metode penelitian, yaitu menjelaskan
metode penelitian tindakan kelas sebagai metode yang tepat untuk mengkaji secara
saksama dan memperbaiki permasalahan dalam pembelajaran, khususnya
pembelajaran menulis cerpen serta untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam
proses pembelajaran di kelas; b) fokus penelitian yang berupa pengamatan terhadap
aktivitas belajar siswa dan proses belajar mengajar di kelas; c) prosedur penelitian
yang meliputi tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi; d) lokasi dan
subjek penelitian; e) alat pengumpul data yang digunakan; serta f) pengumpulan dan
analisis data.
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research). Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dipilih
karena peneliti memiliki pandangan bahwa secara umum PTK telah menjadi bagian
penting dari profesi seorang guru yang telah terbiasa menghadapi masalah-masalah
(44)
dalam pembelajaran yang dilaksanakan di kelas. Selain itu, PTK ini nantinya dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai metode untuk mengembangkan kurikulum,
pengembangan keahlian mengajar atau meningkatkan profesionalisme guru, dan
lain-lain.
Penelitian ini dimulai pada saat peneliti menemukan sebuah permasalahan
ketika menjadi pengajar di salah satu lembaga bibimbingan belajar kecil di Kota
Bandung (tahun 2007-2008), yaitu sebagian besar pelajar SMP dan SMA cenderung
tidak termotivasi pada saat pelajaran menulis. Hal ini diketahui pada saat peneliti
melontarkan pertanyaan tentang ketertarikan mereka terhadap pelajaran menulis di
setiap kelas yang peneliti masuki. Sebagian besar dari mereka menjawab merasa tidak
tertarik dengan pelajaran menulis karena selalu merasa kesulitan mencari ide untuk
dituangkan ke dalam tulisan.
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan
wawancara tidak terstruktur kepada beberapa Mahasiswa yang melakukan PLP di
beberapa SMA Negeri di Kota Bandung (tahun 2008), mengenai minat siswa pada
pelajaran menulis. Jawaban yang sama terlontar, yaitu bahwa siswa kurang memiliki
motivasi dalam pelajaran menulis karena sulitnya menemukan ide. Bahkan beberapa
diantara mereka secara terus terang menyatakan malas mengerjakan tugas menulis
terutama menulis cerpen dan pidato dengan alasan bahwa mereka tidak bercita-cita
menjadi penulis.
(45)
Selanjutnya, peneliti melakukan pengamatan di SMA Negeri 2 Bandung sejak
awal bulan Februari - Juni 2009, selama melaksanakan Program Latihan Profesi
(PLP) di sana. Permasalahan serupa ditemukan oleh peneliti. Dalam setiap kelas yang
peneliti masuki, hanya beberapa orang saja yang mengatakan biasa-biasa saja ketika
mengerjakan tugas menulis. Tidak antusias tetapi juga tidak mengalami kesulitan.
Sedangkan sebagian besarnya menyatakan enggan ketika ada tugas menulis. Tidak
hanya bertanya kepada siswa, peneliti juga bertanya kepada salah satu guru bidang
studi Bahasa Indonesia di SMA Negeri 2 Bandung, Dra. Lilis Yuliawati R. tentang
minat siswa ini. Beliau menyatakan bahwa rata-rata siswa tidak menyukai pokok
bahasan menulis dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Alasan yang
mengemuka adalah sulitnya mencari ide, dan memilih kosakata untuk dituangkan ke
dalam sebuah tulisan. Terlebih saat mereka diminta untuk menulis sebuah cerpen,
hampir tidak memiliki ide bahkan sekadar mencari tema yang menarik untuk ditulis
pada materi pembelajaran menulis cerpen.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan di lapangan, khususnya di kelas
X-D SMA Negeri 2 Bandung, maka peneliti memilih PTK sebagai metode yang tepat
untuk digunakan dalam penelitian ini. Dalam pemilihan metode PTK ini, peneliti
merujuk kepada beberapa pendapat ahli. Menurut Sukidin, dkk. (2002: 13) PTK dapat
dipilih sebagai metode penelitian karena mampu menawarkan berbagai cara dan
prosedur baru yang lebih mengena dan bermanfaat untuk memperbaiki serta
meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran di kelas. Sependapat
(46)
dengan Sukidin, Wardani, dkk. (2000: 14) mengemukakan bahwa PTK merupakan
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas sendiri melalui refleksi diri
dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar
siswa meningkat.
Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam penelitian ini adalah memperbaiki
serta meningkatkan kualitas proses pembelajaran menulis, khususnya menulis cerpen
di kelas X-D SMA Negeri 2 Bandung, meliputi aspek yang berhubungan dengan
proses pembelajaran menulis cerpen yang diarahkan pada penerapan teknik berbagi
pengalaman, untuk memotivasi dan membangun ketertarikan siswa terhadap
pembelajaran menulis cerpen dengan cara membantu siswa menemukan ide untuk
dituangkan ke dalam tulisan, memberikan suasana santai dan ceria serta terjalinnya
kerjasama dan hubungan yang akrab baik antarsiswa maupun antara siswa dan guru.
Dengan demikian penerapan teknik berbagi pengalaman dapat menjadikan
pembelajaran menulis cerpen lebih bermakna bagi siswa serta pada akhirnya siswa
memiliki pandangan positif dan sikap optimistis terhadap pembelajaran ini.
Rujukan lain yang digunakan peneliti dalam pemilihan metode PTK ini adalah
pendapat Kardiawarman (2000: 14) yang menyatakan bahwa dalam konteks
pendidikan PTK adalah sebuah bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh para
pelaku pendidikan dalam situasi kependidikan untuk memperbaiki rasionalitas
tentang praktik-praktik kependidikan.
(47)
Penelitian tindakan kelas dilakukan secara kolaboratif antara guru dengan
pihak-pihak yang berkepentingan. Kemmis dan Mc Taggart dalam Sukardi (2003:
210) secara umum mengemukakan bahwa “Action research is the way groups of
people can organized the conditions under wich they can learn from their own
experiences and make their experience accessible to others”.
PTK dapat dilakukan baik itu secara kelompok maupun individual dengan
harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas
kerja orang lain, dalam hal ini difokuskan pada perbaikan praktik-praktik
pembelajaran yang dilakukan di kelas. Kolaborasi yang dilakukan dalam PTK ini
pada
dasarnya
bertujuan
agar
dapat
meringankan
sekaligus
membantu
mengartikulasikan permasalahan yang dirasakan guru, sehingga dapat dijajaki dan
dicarikan jalan keluarnya. Menurut Nana Supriatna (2001: 28), PTK merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sekaligus memecahkan
persoalan pengajaran yang dihadapi oleh guru. Penelitian ini dapat dilakukan melalui
kolaborasi antara guru dan mitra guru, baik dari kalangan sekolah maupun peneliti
dari perguruan tinggi yang menjadi mitranya.
Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Hopkins dalam Rochiati
Wiriatmadja (2002: 124), yaitu PTK merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru
atau pendidik dengan mitra peneliti, bertujuan untuk meningkatkan kualitas
mengajarnya atau kualitas mengajar sejawatnya, atau untuk menguji asumsi-asumsi
serta teori-teori pendidikan dalam kenyataan atau praktiknya, atau untuk
(48)
mengimplementasikan atau mengevaluasi kebijakan-kebijakan sekolah. Dengan
melakukan PTK, guru melengkapi lagi perannya sebagai pendidik dengan melakukan
refleksi kritis terhadap tugas mengajarnya dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitasnya.
Menurut Sukidin, dkk. (2002: 13) PTK merupakan penelitian yang
mempunyai karakteristik berbeda dengan penelitian formal, sebab penelitian tindakan
kelas merupakan “(a) an inquiry on practice from within, (b) a collaborative effort
between school teachers and teacher educators, dan (c) a reflective practive made
public”.
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan PTK dipicu
oleh permasalahan praktis yang secara langsung dihayati dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran di kelas. Guru sebagai
jajaran staf pengajar di suatu sekolah secara praktis mengetahui berbagai
permasalahan yang dihadapi di kelasnya, terutama berkaitan dengan permasalahan
pengajaran. Adapun Sukardi (2003: 211) mengemukakan ciri-ciri penelitian tindakan
sebagai berikut.
1)
Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti
dalam kehidupan profesi sehari-hari.
2)
Peneliti memberikan perlakuan atau treatment yang berupa tindakan terencana
untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus meningkatkan kualitas yang
dapat dirasakan implikasinya oleh subjek yang diteliti.
(49)
3)
Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus,
tingkatan atau daur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok maupun
kerja mandiri secara intensif.
4)
Adanya langkah reflektif atau reflective thinking dari peneliti, baik sesudah
maupun sebelum tindakan. Reflective thinking ini penting untuk melakukan
retrospeksi (kaji ulang) terhadap tindakan yang telah diberikan dan
implikasinya yang muncul pada subjek yang diteliti sebagai akibat adanya
penelitian tindakan.
Sementara itu, Wardani, dkk. (2002: 14) mengemukakan ciri-ciri PTK sebagai
berikut.
1)
Adanya masalah dalam PTK yang dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri
guru bahwa praktik pembelajaran yang dilakukannya selama ini di kelas
mempunyai masalah yang perlu diselesaikan.
2)
Self-Reflective inquiry, yaitu penelitian melalui refleksi diri. PTK
mempersyaratkan guru mengumpulkan data dari praktiknya sendiri melalui
refleksi diri. Ini berarti, guru mencoba mengingat kembali apa yang
dikerjakannya di kelas, apa dampak tindakan tersebut bagi siswa, dan
kemudian memikirkan mengapa dampaknya seperti itu. Guru mencoba
menemukan kelemahan dan kekuatan dari tindakan yang dilakukannya dan
kemudian mencoba memperbaiki kelemahan serta mengulangi bahkan
menyempurnakan tindakan yang sudah dianggap baik.
(50)
3)
PTK dilakukan di kelas sehingga fokus penelitian ini adalah kegiatan
pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.
4)
PTK bertujuan memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara
bertahap dan terus-menerus selama kegiatan penelitian dilakukan.
PTK ini akan dilaksanakan oleh peneliti dalam proses pengkajian berdaur
secara bertahap, yaitu mulai dari siklus pertama sampai pada suatu siklus yang
dianggap telah mencapai titik jenuh dan memperoleh hasil data yang memuaskan.
Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini sejalan dengan
pendapat Hopkins dalam Rochiati Wiriaatmadja (2002: 127), bahwa PTK merupakan
penelitian yang dalam prosesnya memiliki siklus dengan empat langkah utama, yaitu
perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observe), dan
refleksi (reflect). Adapun prosedur pengembangan model tindakan yang dilaksanakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
(51)
(Adaptasi PTK dari Suharsimi Arikunto, 2006: 74)
Tahap Pendahuluan
(Observasi Lapangan)
Permasalahan
Pelaksanaan Tindakan
Pengamatan atau
Pengumpulan Data II
Perencanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan
Pengamatan atau
Pengumpulan Data I
Refleksi I
Permasalahan Baru
Hasil Refleksi
Perencanaan Tindakan
Evaluasi
Apabila
permasalahan belum
terselesaikan
dilanjutkan ke siklus
berikutnya dengan
tahap yang sama.
(52)
Prosedur penelitian di atas dapat diterjemahkan sebagai berikut.
1)
Observasi awal
Observasi awal merupakan studi pendahuluan sebelum tindakan dan
penelitian dilakukan. Pada tahap ini peneliti mencari informasi awal yang
dibutuhkan dari lokasi penelitian. Observasi awal dilaksanakan pada awal
bulan Februari 2009. Observasi awal tersebut sangat bermanfaat bagi peneliti,
terutama untuk mengetahui dan memahami latar belakang dan kondisi lokasi
penelitian, krakteristik dan latar belakang siswa, kondisi guru dan proses
pembelajaran yang dilaksanakan di kelas, serta pandangan atau pendapat
siswa terhadap pembelajaran menulis khususnya menulis cerpen.
2)
Perencanaan
Perencanaan dalam penelitian ini mengandung arti bahwa peneliti melakukan
berbagai persiapan sehingga semua komponen yang direncanakan dapat
dikelola dengan baik atau peneliti melakukan analisa masalah dan membuat
rencana berdasarkan analisis masalah yang didapatkan. Pada tahap ini peneliti
menyusun rencana tindakan dan penelitian tindakan, termasuk revisi dan
perubahan rencana yang akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran
menulis cerpen.
Kegiatan menyusun perencanaan dimulai dari penentuan kelas penelitian dan
kesepakatan waktu dimulainya penelitian, pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran, menentukan metode pembelajaran, membuat/mempersiapkan
(53)
media pembelajaran, menyusun format observasi dan lain-lain yang
dibutuhkan selama penelitian dilakukan.
3)
Pelaksanaan tindakan
Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelaksanaan serangkaian
kegiatan yang telah direncanakan atau dirumuskan oleh peneliti. Implementasi
tindakan dalam penelitian ini adalah dengan mengembangkan pembelajaran
menulis cerpen dengan penerapan teknik berbagi pengalaman.
4)
Pengamatan atau observasi
Observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi
selama tindakan berlangsung dengan atau tanpa alat bantu. Selama tindakan
berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru, siswa
dan proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas, sekaligus melakukan
penilaian mengenai kesesuaian atau kecocokan tindakan-tindakan yang
dilakukan dengan permasalahan yang ada.
5)
Rekomendasi
Rekomendasi adalah menjelaskan setiap kegagalan pelaksanaan dan
efek-efeknya (refleksi). Hasil dari refleksi dapat digunakan sebagai acuan untuk
merencanakan siklus berikutnya jika siklus yang telah dilaksanakan
sebelumnya dipandang belum berhasil memecahkan masalah yang ada.
Peneliti menilai kelebihan dan kekurangan serta pengaruhnya dalam kegiatan
belajar mengajar setiap tindakan selama penelitian dilaksanakan.
(1)
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dalam bab 4, peneliti menyimpulkan penelitian ini sebagai berikut.
1) Perencanaan penerapan metode ini, didasarkan pada penemuan-penemuan di lapangan yang menujukkan ketidaktertarikan siswa terhadap pembelajaran menulis, khususnya menulis cerpen. Perencanaan penerapan metode berbagi pengalaman yang memanfaatkan games concentration ini, disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa terhadap unsur-unsur pembangun cerpen dalam setiap siklusnya.
2) Pembelajaran siklus I berfokus pada pengertian, ciri-ciri, unsur-unsur pendukung, dan langkah-langkah cerpen. Pada siklus ini, siswa masih belum memahami penjelasan peneliti. Sehingga pada siklus I ini banyak siswa yang menulis cerpen tanpa memunculkan konflik yang mengakibatkan cerpen mereka terasa hambar (tidak ada permainan emosi pembaca di dalamnya) dan tidak ada amanat pula yang dapat diambil oleh pembaca. Rata-rata, mereka hanya menuliskan kembali apa yang diceritakan temannya tanpa mengembangkannya menjadi sebuah cerpen. Selain itu, masih banyak pula siswa yang tidak menuliskan latar waktu dan tempat secara jelas. Pada siklus I ini hanya 3 orang siswa yang memperoleh kategori baik bagi cerpennya dan
(2)
sisanya paling banyak berada pada kategori kurang. Pada siklus II pembelajaran memiliki fokus pada pengemasan penulisan judul agar menarik minat pembaca dan tetap sesuai (tidak melenceng) dengan isi/tema cerpen. Peneliti juga mengarahkan siswa agar mampu mengembangkan topik dengan imajinasi sendiri (mencantumkan tokoh dan latar yang fungsional dan tepat), memunculkan atau memperjelas alur dan konflik, dan mengidentifikasi amanat yang akan disampaikan. Pada siklus II ini sudah ada siswa yang berhasil mendapatkan kategori sangat baik untuk karyanya dan jumlah siswa yang karyanya berkategori kurang mulai berkurang. Sebagian besar siswa sudah mampu menulis cerpen dengan memunculkan konflik dan penggambaran latar tempat dan waktu secara jelas. Tetapi dalam hal ejaan dan kekomunikatifan bahasa, sebagian siswa tampak belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Pada siklus III, pembelajaran difokuskan pada penggunaan pilihan kata (diksi) dan bahasa yang sistematis, komunikatif, dan variatif, serta ejaan yang disempurnakan dengan penekanan pada tanda baca, penggunaan huruf kapital, penggunaan kata baku, dan penggunaan kata penghubung. Pada siklus ini seluruh siswa sudah mengalami peningkatan kemampuan menulis cerpen. Hal ini dibuktikan dengan tidak ada laginya karya siswa yang mendapatkan kategori kurang.
3) Proses pembelajaran yang dilaksanakan telah memunculkan perilaku yang baik pada siswa. Perilaku tersebut antara lain ditandai dengan munculnya beberapa siswa yang sebelumnya tidak pernah bertanya, menjawab, atau berpendapat, kini mulai berani untuk bertanya, menjawab, atau berpendapat.
(3)
Ini disebabkan adanya pendekatan personal peneliti terhadap siswa-siswa tersebut. Selain itu, sebagian besar siswa menjadi termotivasi untuk membiasakan diri menulis cerpen atau peristiwa apapun yang dialaminya sehari-hari, karena peneliti selalu mengingatkan bahwa hal apapun dapat dijadikan sebagai cerita yang menarik jika kita dapat mengemasnya dengan bahasa yang menarik pula. Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap karangan siswa pada setiap siklus, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan metode berbagi pengalaman dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa. Siklus I ke siklus II naik sebanyak 97,3%, pada siklus II ke siklus III sebanyak 91,9%. Sampai pada siklus III, tidak ada lagi siswa yang tidak mampu menulis cerpen.
5.2 Saran
Setelah menganalisis hasil penelitian, peneliti ingin menyampaikan saran berikut kepada pembaca atau yang akan melakukan penelitian dengan bahasan yang sama di masa yang akan datang.
1) Pemilihan games concentration yang mendukung penerapan metode berbagi pengalaman ini hendaknya disesuaikan dengan kondisi siswa dan sekolah.
2) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat kompleks karena tidak hanya menggunakan teori saja. Oleh sebab itu, sebaiknya pendidik harus memberikan praktik-praktik dalam pembelajaran menulis sebagai latihan serta sabar dalam membimbing siswa.
(4)
3) Sebaiknya pendidik lebih mampu mengintegrasikan pembelajaran yang mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu membaca, menyimak, berbicara, dan menulis.
4) Pendekatan personal disarankan untuk digunakan dalam upaya mengetahui permasalahan-permasalahan siswa.
5) Sebaiknya pendidik selalu terbuka untuk menerima keluhan-keluhan siswa dan menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa meskipun di luar jam pelajaran.
6) Sebaiknya pendidik menciptakan suasana belajar yang santai, aktif, dan ceria, sehingga tidak membuat tegang atau membuat siswa terbebani, serta memuat pembelajaran moral yang sering terlupakan ketika sedang membahas pokok pelajaran, namun semua itu tetap mengacu pada tujuan pembelajaran.
Demikian saran dari peneliti, diharapkan dapat bermanfaat bagi yang ingin menerapkan teknik ini dan menjadi bahan perbaikan untuk penelitian berikutnya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
DEPDIKNAS. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kardiawarman, dkk. 2000. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo.
Keraf, Gorys. 1997. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kusmiati, Imas. 2008. Pemanfaatan Isu-isu Kontemporer dari Media Massa sebagai Bahan Ajar dalam Menulis Karangan Argumentasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Yuliarti, Nurheti. 2008. Menjadi Penulis Profesional. Yogyakarta: Media Pressindo. Mulyani, Rusi. 2007. Keefektifan Pembelajaran Menulis Wacana Politik dengan
Menggunakan Media Karikatur. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Mulyono dan Badiatul. 2008. Smart Games for Outbound Training. Yogyakarta: Diva Press.
Ruswandi, Muhammad. 2004. Games for Islamic Mentoring. Bandung: Syaamil Cipta Media.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: Diponegoro.
Rusyana, Yus. 1986. Buku Materi Pokok Keterampilan Menulis. Jakarta: Karunika. Silberman, Melvin L. 2006. Active Learning. Bandung: Nusamedia.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
(6)
Sumardjo, J. 1989. Antologi Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Supriatna, Nana. 2001. Pengajaran yang Konstruktivistik: Sebuah Gagasan dan Pengalaman. Historia: Jurnal Pendidikan Sejarah 2, 3 28.
Suryadi, Dadi. 2007. Keefektifan Media Trailer Film Asing dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Syamsuddin dan Vismaia. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Rosda.
Tarigan, Henry Guntur. 1994. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.