ANALISIS PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA PRASARANA DAN PENDIDIK TERHADAP IMPLEMENTASI PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DAN DAMPAKNYA PADA MUTU HASIL PENDIDIKAN : Kasus pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat.

(1)

Penjaminan mutu pendidikan merupakan upaya yang dilakukan secara sistematis, bertahap dan berkelanjutan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam memenuhi atau melawati standar pendidikan nasional. Disparitas kodisi satuan pendidikan menuntut agar setiap satuan pendidikan merumuskan program dan strategi sesuai dengan karakteristik sekolah dan tuntutan stakeholder. Oleh karena itu, penjaminan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab satuan pendidikan sehingga strategi penjaminan mutu pendidikan dimungkinkan memiliki ciri khas antar sekolah.

Penerapan penjaminan mutu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana sekolah dan ketersediaan pendidik serta oleh timbul dan terpeliharanya budaya mutu pada seluruh warga sekolah. Upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam penjaminan mutu pendidikan disebut dengan penjaminan mutu internal (internal quality assurance). Dalam memperoleh pengakuan umum, dapat dilakukan melalui berbagai organisasi sertifikasi nasional maupun internasional yang selanjutnya dikenal dengan penjaminan mutu eksternal (external quality assurance). Pada beberapa tahun terakhir, penjaminan mutu eksternal yang dikenal dalam penyelenggaraan pendidikan adalah Akreditasi Sekolah oleh lembaga sertifikasi nasional Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah dan sertifikasi ISO oleh lembaga sertifikasi internasional.

Kajian tentang keterkaitan sarana dan prasarana daan ketersediaan pendidikpada jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana memberikan pengaruh


(2)

Ketersediaan sarana dan prasarana dan efektitivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap mutu hasil pendidikan.Namun keterkaitan ketersediaan pendidik berdasarkan kualifikasi pendidikan dan kepemilikan sertifikat tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas penjaminan mutu maupun mutu hasil pendidikan.

Hasil penelitian ini merupakan gambaran keterkaitan dimensi ketersediaan sarana dan ketersediaan pendidik terhadap efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan dan dampaknya terhadap mutu hasil pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang.Namun disadari bahwa kajian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan diantaranya kurang melibatkan stakeholder sekolah sebagai subjek penelitian. Sehingga pada masa yang akan datang kajian efektivitas penjaminan mutu pendidikan di sekolah perlu dilakukan dengan melibatkan siswa dan stakeholder sekolah agar hasil yang diperoleh dapat menggambarkan kinerja penjaminan mutu di sekolah secara lebih utuh. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penulisan laporan ini baik konsep teoritis maaupun rencana teknis. Sehingga, berbagai masukan konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnan laporan ini.


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Pengaruh Ketersediaan Sarana dan Prasarana dan Ketersediaan Pendidik terhadap Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan dan Dampaknya pada Mutu Hasil Pendidikan yang dilakukan pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat.Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini dapat dilakukan atas bantuan, dukungan, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu padakesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Ace Suryadi, M.Sc., Ph.D, selaku ketua program studi penjaminan mutu pendidikan sekaligus sebagai pembimbing I yang telah memberikan kemudahan bagi penulisan selama mengikut perkuliahan dan bantuan serta bimbingan selama penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. Agus Rahayu, MP, sebagai pembimbing II atas arahan, bimbingan dan bantuannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. 3. Prof. Dr. Didi Suryadi, M.Ed, selaku direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia yang memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini.

4. Dr. M. Solehuddin, M.Pd, MA, dan Dr. Hj. Ratih Hurriyati, MP, selaku penguji atas kritik dan saran yang diberikan untuk kesempurnaan tesis ini. 5. Bapak/Ibu dosen pada program studi penjaminan mutu pendidikan yang


(4)

6. Seluruh staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana UPI yang telah memberikan bantuan selama penulis mengikuti studi.

7. Kepala Dinas Pendidikan Kota Singkawang, Kepala Sekolah dan Guru-guru Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang yang telah memberikan ijin dan bantuan kepada penulis untuk memperoleh data dalam penulisan tesis ini.

8. Drs. Abdul Hadi, M.Si., mantan Kepala LPMP Provinsi Kalimantan Barat dan Drs. Suhartono Arham, M.Si, selaku Kepala LPMP Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan ijin dan bantuan baik materiil maupun moril sehingga penulis dapat menempuh dan menyelesaikan studi ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan pada program studi penjaminan mutu pendidikan angkatan tahun 2010 yang memberikan dorongan dan inspirasi selama mengikuti perkuliahan.

10. Istri tercinta Dewi Triwahyuni, anak-anakku Manuel Cristian dan Mathan Gibson atas segala pengorbanan, doa dan dukungan sehingga penulis dapat menempuh dan menyelesaikan studi ini.

11. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi selama mengikuti hingga menyelesaikan studi.

12. Rekan-rekan staf di LPMP Provinsi Kaliman Barat yang telah mendukung penulis dalam mengikuti studi ini.

Bandung, Juni 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ……….... iii

Kata Pengantar ……… iv

Ucapan Terima Kasih ……….. vi

Daftar Isi ……… viii

Daftar Tabel ………..………… xi

Daftar Gambar ………. xii

Daftar Lampiran ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Identifikasi dan Rumusan masalah ………. 11

C. Tujuan ………. 13

D. Manfaat ……….. 14

E. Sistematika Penulisan ……… 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustakan 1. Penjaminan Mutu Pendidikan a. Konsep Mutu Pendidikan ………..………….. 17

b. Konsep Penjaminan Mutu Pendidikan ………. 19

c. Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan ……….…… 21

2. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan a. Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan ………. 31

b. Acuan Mutu dalam Penjaminan Mutu Pendidikan ………. 33

3. Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan a. Konsep dan Model-Model Implementasi ……… 38

b. Kriteria Pengukuran Implementasi ……… 41

c. Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidika……. 42

4. Penyelenggaraan Sekolah Menengah Pertama a. Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Menengah Pertama …… 48

b. Penyelenggaraan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan …… 51

c. Standar Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan ……… 55

d. Standar Nasional Lainnya dalam Penyelenggaraan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan ……….……… 59

5. Pembelajaran dan Mutu Hasil Pendidikan a. Konsep Pembelajaran ……….. 74

b. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) ……… 74

c. Kriteria Ketuntasan Minimal Pembelajaran ……….. 81

d. Pembelajaran dalam Standar Proses ……….. 83

e. Prestasi Belajar dan Mutu Pembelajaran ……… 85

B. Kerangka Pemikiran ……… 86


(6)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian ……….……… 91

2. Populasi dan Sampel ……… 91

3. Sumber Data ………. 92

B. Pendekatan Penelitian ……… 93

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel 1. Definisi Konseptual Variabel ………..……….………… 94

2. Definisi Operasional Variabel ………..……….………... 102

D. Desain Penelitian ……….….. 104

E. Teknik Pengumpulan Data ……….……….….. 105

F. Pengembangan Instrumen 1. Validitas Intrumen ………..………... 106

2. Reliabilitas Intrumen ………..…………... 109

G. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data ………..… 109

2. Analisis Data a. Analisi Deskriptif ………..… 112

b. Pengujian Hipotesis ……….….. 115

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Singkawang . 124 B. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Objek Penelitian a. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Sekolah ……… 128

b. Ketersediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan ………… 131

c. Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ………. 134

d. Mutu Hasil Pendidikan ………..…… 142

e. Keterkaitan antara Ketersediaan Sarana dan Prasarana, Ketersediaan Pendidik dengan Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ………..…… 149

2. Pengujian Hipotesis ………..…… 152

C. Pembahasan 1. Ketersediaan Sarana dan Prasarana ……… 169

2. Ketersediaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan……….. 170

3. Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ……… 174

4. Mutu Hasil Pendidikan ………. 176

5. Hubungan antara Ketersediaan Sarana dan Prasarana dan Ketersediaan Pendidik dengan Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ..………...… 179

6. Hubungan Ketersediaan Sarana dan Prasarana, Ketersediaan Pendidik, dan Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan terhadap Mutu Hasil Pendidikan ………. 182


(7)

BAB IV KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ………... 185 B. Implikasi ………... 188


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Peringkat Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan Tingkat

Kelulusan Ujian Nasional SMP ………. 8 Tabel 1.2. Peringkat Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat

berdasarkan Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMP …… 9 Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian …..……… 103 Tabel 3.2. Pedoman Interpretasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana . 112 Tabel 3.3. Pedoman Interpretasi Ketersediaan Pendidik ………. 113 Tabel 3.4. Pedoman Interpretasi Efektivitas Implementasi Penjaminan

Mutu Pendidikan ………. 113 Tabel 3.5. Pedoman Interpretasi Tingkat Ketercapaian Kriteria

Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran ………. 114 Tabel 4.1. Ketersediaan Satuan Pendidikan di Kota Singkawang …… 126 Tabel 4.2. Deskripsi Sekolah berdasarkan Ketersediaan Sarana dan

Prasarana ……….…. 130

Tabel 4.3. Deskripsi Sekolah berdasarkan Ketersediaan Sarana dan

Prasarana ……….…. 132

Tabel 4.4. Deskripsi Sekolah berdasarkan Ketersediaan prosedur dan pedoman Pngelolaan Sekolah ……….…. 135 Tabel 4.5. Deskripsi Sekolah berdasarkan Kesesuaian Program dengan

Kebutuhan Stakeholder ……….…. 137 Tabel 4.6. Deskripsi Sekolah berdasarkan Kesesuaian Pelaksanaan Program dengan Rencana Program ……….…. 139 Tabel 4.7. Deskripsi Sekolah berdasarkan Dampak I mplementasi

Penjaminan Mutu Pendidikan ………. 141 Tabel 4.8. Sekolah Berdasarkan Tingkat Efektivitas Implementasi

Penjaminan Mutu Pendidik ……….. 142 Tabel 4.9. Deskripsi Kriteria Ketuntasan Minimal Mata Pelajaran …. 143 Tabel 4.10. Deskripsi silang Ketersediaan Guru dan KKM Mata

Pelajaran Bahasa Indonesia ……….……….. 144 Tabel 4.11. Deskripsi silang Ketersediaan Guru dan KKM Mata

Pelajaran Bahasa Inggris ……….……….. 145 Tabel 4.12. Deskripsi silang Ketersediaan Guru dan KKM Mata

Pelajaran Matematika ……….……….. 146 Tabel 4.13. Deskripsi silang Ketersediaan Guru dan KKM Mata

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ……….. 146 Tabel 4.14. Deskripsi sekolah berdasarkan Tingkat Ketercapaian KKM

Mata Pelajaran …….………….……….. 148 Tabel 4.15. Tabulasi Silang antara Ketersediaan sarana dan Prasarana,

dan Ketersediaan Pendidik dengan Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan ……….. 150


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ………. 88 Gambar 2.1. Kerangka Hubungan antar Variabel Penelitian ………. 89 Gambar 3.1. Dsain Penelitian ………. 105 Gambar 4.1. Kepala Sekolah berdasarkan Kualifikasi dan Kompetensi 1333 Gambar 4.2. Deskripsi sekolah berdasarkan Tingkat Ketercapaian KKM


(10)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kisi-Kisi dan Instrumen Penelitian

Lampiran 2. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Lampiran 3. Rekapitulasi Respon responden

Lampiran 4. Sekolah berdasarkan Tingkat Efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan

Lampiran 5. Data Analisis Jalur

Lampiran 6. Uji Asumsi Pengujian Hipotesis Lampiran 7. Pengujian Hipotesis: Analisis Jalur

Lampiran 8. Kaputusan Direktur SPS UPI Tentang Pengangkatan Pembimbing Lampiran 9. Surat Permohonan Ijin Penelitian/Observasi

Lampiran 10. Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Singkawang Tentang Ijin Pelaksanaan Penelitian


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pendidikan dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi peserta didik dalam mewujudkan pembelajaran sepanjang hayat. Keberagaman visi, potensi, cara berpikir, cara berinteraksi, dan cara belajar peserta didik menuntut agar sekolah mengakomodir dan menggunakan pemahaman terhadap keberagaman tersebut dalam merencanakan dan mengelola pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan penyelenggaraan pendidikan telah ditetapkan, termasuk penetapan standar pendidikan nasional sebagai kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan yang dimaksudkan sebagai acuan peningkatan mutu pendidikan. Kriteria tersebut merupakan pondasi dalam perencanaan dan pengelolaan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Pendidikan yang bermutu dapat dimaknai sebagai proses yang menciptakan manusia yang mampu bersaing. Istilah mutu awalnya dikenal dalam dunia industri yang memiliki dua makna umum, yaitu mutu sebagai kesesuaian dengan standar atau spesifikasi yang telah ditetapkan dan mutu sebagai


(12)

kepuasan pelanggan. Konsep mutu diadopsi dunia pendidikan dalam beberapa dekade terakhir sebagai akibat tingginya persaingan dalam penyelenggaraan pendidikan dan globalisasi pendidikan, namun hingga saat ini belum ada suatu kesepahaman terhadap suatu definisi mutu pendidikan. Secara global terdapat dua prinsip yang merupakan ciri dari upaya pencapaian tujuan pendidikan, yaitu: keberhasilan sistem dalam mencapai tingkat perkembangan kognitif peserta didik dan peranan pendidikan dalam membangun nilai-nilai kebersamaan dengan pengembangan kreatifitas dan emosional peserta didik (UNESCO, 2005). Perkembangan kemampuan kognitif peserta didik dapat diukur dengan kriteria yang berlaku global, tetapi nilai-nilai kebersamaan sangat tergantung pada norma yang berlaku antar bangsan. Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh beberapa aspek, yaitu kesiapan peserta didik untuk belajar, lingkungan dan fasilitas belajar, kurikulum dan bahan ajar, proses dengan pendekatan yang berpusat pada anak dan pengelolaan kelas yang baik, serta output yang mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, dan partisipasi yang positif di masyarakat (UNICEF, 2000).

Adaptasi konsepsi mutu ke dalam penyelenggaraan pendidikan pendidikan diikuti dengan adaptasi konsepsi pengendalian mutu dalam berbagai bentuk, diantaranya inspeksi (inspection), pengawasan mutu (quality control), jaminan mutu (quality assurance), dan manajemen mutu terpadu pendidikan (total quality management in education). Manajemen mutu terpadu pendidikan (MMTP) merupakan perluasan dari jaminan mutu, sebagai usaha menciptakan sebuah kultur mutu sehingga setiap komponen dalam organisasi terdorong untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Tujuan akhir penerapan model


(13)

pengendalian mutu tersebut adalah terwujudnya penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan peningkatan mutu secara berkelanjutan (Tampubolon, 2001).

Reformasi penyelenggaraan pendidikan, yang ditandai dengan berbagai perubahan kebijakan penyelenggaraan pendidikan dimaksudkan untuk peningkatan mutu. Hal ini diawali dengan diterbitkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang sisem pendidikan nasional yang memuat visi baru penyelenggaran pendidikan. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang memuat kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan serta sejumlah peraturan operasional yang dimaksudkan untuk mewujudkan visi dan tujuan pendidikan tersebut. Reformasi pendidikan juga sejalan dengan reformasi sistem pemerintahan dengan desentralisasi, yang dikenal dengan otonomi daerah. Salah satu prinsip otonomi daerah adalah pendelegasian sebagian wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah.

Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan dengan penerapan MMTP selaras dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang sebelumnya telah diterapkan di Indonesia. Dalam konsepsi kebijakan pemerintah, penjaminan mutu didefinisakan sebagai proses yang sistematis dan terencana dalam memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu secara terus menerus. Konsepsi ini sekaligus mengandung makna peningkatan mutu yang sesuai dengan konsep manajemen mutu terpadu. Prinsip dasar MMTP adalah manajemen yang partisipatif dan perbaikan secara terus menerus (Salis, 2010).


(14)

Kebijakan otonomi daerah diikuti dengan otonomi satuan pendidikan, pendidikan diselenggarakan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Namun, khusus pada penyelenggaraan pendidikan dasar sebagai program wajib belajar sebagian fungsi komponen MBS masih berada di tangan penyelenggara pendidikan, yaitu pemerintah dan penyelenggara pendidikan oleh masyarakat. Investasi lahan, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, dan biaya opearsi menjadi tanggung jawab penyelenggara pendidikan (PP No. 47 tahun 2008). Oleh karena itu, komponen MBS di sekolah meliputi meliputi penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengelolaan pembelajaran, pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan, pemberdayaan sarana dan prasana pendidikan, pengawasan program, evaluasi hasil belajar siswa, dan evaluasi kinerja sekolah. Perencanaan program merupakan tahap awal penjaminan mutu di sekolah yang ditandai dengan penetapan acuan mutu dan pedoman pengelolaan program sekolah dalam upaya pencapaian standar nasional. Pembelajaran merupakan core bisnis penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang harus direncanakan dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tuntutan dan kebutuhan siswa dalam belajar sebagai upaya menciptakan budaya belajar bagaimana cara belajar dapat diwujudkan. Oleh karena itu, keberagaman karakteristik siswa menuntut strategi yang beragam dan perlakuan atas dasar pemahaman terhadap karakteristik siswa tersebut sangat menentukan kepuasan siswa yang pada akhirnya menjadi penentuan pencapaian acuan mutu.


(15)

Kebijakan pmerintah dalam penyelenggaraan pendidikan menekankan tanggung jawab sekolah dalam melakukan fungsi penjaminan mutu pendidikan yang dimaksudkan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan nasional secara bertahap, sistematis, dan terencana dengan target dan kerangka waktu yang jelas. Secara teknis, penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia hingga saat ini adalah masih rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dan disparitas mutu layanan pendidikan. Hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada kemampuan membaca, matematika, dan sains tahun 2007 memperlihatkan bahwa prestasi siswa Indonesia dalam bidang matematika masih berada di bawah skor rata-rata internasional. Pencapaian ranking anak Indonesia dalam bidang matematika berada pada urutan ke-36, bidang sains berada pada posisi ke 35 dari 49 negara peserta (Sumber: IEA’S TIMSS 2008). Hal yang sama diperoleh berdasarkan hasil The Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009 terhadap kemampuan Bahasa, Matematika, dan Sains. Penilaian terseut memperlihatkan bahwa secara Indonesia secara keseluruhan masih berada pada peringkat sepuluh besar terendah Sekolah bertanggungjawab menjamin tersedianya layanan pendidikan yang bermutu. Dalam konteks mutu sebagai kesesuaian dengan spesifikasi dan kepuasan pelanggan, sekolah di satu sisi memandang standar nasional sebagai patokan pengelolaan sekolah dan disisi lain menjadikan kepuasan siswa dalam belajar.


(16)

dari 65 negara yang berpartisipasi. Kemampuan matematika siswa Indonesia berada pada peringkat ke 61, kemampuan sains berada pada peringkat 60, serta kemampuan membaca (reading) berada pada peringkat 52 (sumber OECD PISA 2009). Hasil penelitian United Nations for Development Programme dalam Human Development Report 2007/2008 (http://en.wikipedia.org/wiki/) menempatkan Indonesia pada posisi ke-107 dari 155 negara dalam hal pencapaian Human Development Index (HDI). Indikator lain yang menunjukkan masih rendahnya mutu pendidikan Indonesia adalah rendahnya kriteria kelulusan dibandingkan dengan negara lain.

Penyelenggaraan ujian nasional yang salah satunya dimaksudkan untuk memetakan mutu pendidikan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan secara nasional. Hasil ujian nasional menunjukkan tingginya disparitas mutu pendidikan antar daerah dan sekolah. Berdasarkan hasil ujian nasional dapat dilihat daya serap materi pelajaran dan tingkat kelulusan peserta didik. Pencapaian siswa dan sekolah dalam ujian nasional sangat dipengaruhi oleh berbagai dimensi input sekolah, baik sumber daya, input siswa, dan pengelolaan sekolah. Standarisasi kelulusan kelulusan peserta didik diterapkan sejak tahun 2003 dengan rata-rata minimal 3.00, hingga pada tahun 2011 dinaikkan menjadi 5.50 dengan nilai minimal mata pelajaran 4.00. Kriteria kelulusan tersebut masih jauh dibawah kriteria ketuntasan minimal ideal yaitu 7.50 (BSNP, 2006), Berbagai pihak dengan menilai kriteria kelulusan siswa tersebut masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Meski demikian, kriteria kelulusan yang ditetapkan selalu menimbulkan polemik dikalangan pendidik dan pemerhati


(17)

pendidikan pada setiap tahunnya. Hal ini didasari oleh kekhawatiran akan ketidakmampuan siswa dan sekolah dalam memenuhinya. Kekhawatiran yang merupakan gambaran mutu perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional termasuk desain dan kerangka waktu pemenuhan dimensi input dan proses pendidikan. Idealnya kriteria kelulusan (output) pada tingkat sekolah, daerah, dan nasional merupakan proyeksi dari input dan proses pendidikan.

Mutu pendidikan di Provinsi Kalimantan Barat yang berdasarkan pencapaian pada pelaksanaan ujian nasional dalam beberapa tahun terakhir masih berada pada peringkat bawah. Disamping peringkat berdasarkan tingkat kelulusan, permasalahan yang dapat dilihat berdasarkan hasil ujian nasional tersebut adalah belum adanyanya peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hasil ujian nasional jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) Provinsi Kalimantan Barat dalam empat tahun terakhir memeperlihatkan bahwa pada tahun 2008 berada pada peringkat 31 dengan tingkat kelulusan 73.61%; tahun 2009 berada pada peringkat 31 dengan tingkat kelulusan 78.38%, selanjutnya tahun 2010 berada pada peringkat 29 dengan tingkat kelulusan 72.88%, serta peringkat 32 pada tahun 2011 dengan tingkat kelulusan 74.60%. Gambaran umum capaian siswa Sekolah Menengah Pertama di Provinsi Kalimantan Barat berdasarkan hasil ujian nasional dalam empat tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut!


(18)

Tabel 1.1 Peringkat Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMP

Nama Provinsi

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Bali 99.21 7.85 99.69 8.11 98.67 8.17 98.52 8.19 Sum – Sel 98.70 7.10 98.52 7.51 98.64 7.55 98.52 7.77 Sul – Ut 98.39 7.06 98.80 7.59 97.59 7.51 97.53 7.62 Lampung 91.06 6.62 96.11 7.30 96.13 7.45 97.51 7.62 Sum – Ut 92.16 6.90 96.68 7.47 96.98 7.76 97.33 7.95

… … … … …

Nasional 92.83 6.87 95.21 7.36 90.08 7.21 89.28 7.31

… … …

DKI Jakarta 99.99 7.36 99.83 7.04 74.32 6.71 78.41 6.94 DI Yogyakarta 91.53 6.73 94.23 7.04 79.20 6.88 76.70 6.79 NTT 46.39 5.01 70.97 6.08 59.86 5.87 75.20 6.33 Kal - Bar 73.61 5.72 78.38 6.07 72.88 6.30 74.60 6.38

(Sumber: Pengolahan Data hasil Ujian Nasional, Depdiknas, tahun 2008-2012)

Mutu pendidikan pada tingkat provinsi merupakan akumulasi mutu pendidikan pada tingkat kabupaten/kota. Di Provinsi Kalimantan Barat terdapat 14 kabupaten/kota dengan jumlah Sekolah menengah Pertama (SMP) sebanyak 906 (peserta Ujian Nasional 2011). Data hasil ujian nasional dalam empat tahun terakhir memperlihatkan sebagian kabupaten/kota memiliki tingkat kelulusan yang cukup konsisten dan sebagian dengan tingkat kelulusan yang naik-turun. Pada tahun 2011, total siswa yang tidak lulus berdasarkan hasil ujian nasional sebanyak 13. 353 orang, terbanyak disumbangkan oleh Kabupaten Sambas dengan jumlah siswa yang tidak lulus sebanyak 3517 orang (59.49%). Disamping tingkat kelulusan, nilai rata-rata capaian siswa memberikan gambaran capaian siswa untuk masing-masing mata pelajaran. Rendahnya persentase kelulusan, nilai rata-rata peserta didik, dan ketidakstabilan nilai rata-rata yang


(19)

diperoleh siswa merupakan gambaran perencanaan dan pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan.

Tabel 1.2 Peringkat Kabupaten Kota di Provinsi Kalimantan Barat Berdasarkan Tingkat Kelulusan Ujian Nasional SMP

Kabupaten/Kota

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tkt Kllsn (%) Nilai rata rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Tkt Kllsn (%) Nilai Rata-rata Kab. Sekadau 81.44 5.72 84.96 6.39 92.16 6.79 96.52 7.00 Kab. Kap.Hulu 98.07 6.28 98.91 6.45 93.54 6.54 95.34 6.60 Kab. Landak 99.15 6.42 95.69 6.58 94.92 6.75 94.43 6.74 Kab. Sintang 91.85 5.93 91.40 6.06 86.17 6.24 88.71 6.26 Kab. Melawi 92.87 5.94 90.91 6.26 93.78 6.63 88.35 6.44 Kab. Sanggau 35.81 4.85 80.75 6.16 84.51 6.46 86.31 6.67 Kab. Kubu Raya 77.51 5.72 72.79 6.25 80.62 6.65 86.25 6.82 Kota Pontianak 81.09 6.10 89.28 6.59 75.02 6.72 82.64 7.08 PROPINSI 73.61 5.72 78.38 6.07 72.88 6.30 74.60 6.38 Kab. Bengkayang 70.66 5.61 71.18 5.68 66.79 5.97 63.23 5.96 Kab. Pontianak 47.83 5.12 63.55 5.54 59.39 6.03 58.05 6.04 Kota Singkawang 63.65 5.52 62.82 5.62 57.13 5.94 54.98 5.96 Kab. Ketapang 53.97 5.26 62.70 5.50 41.32 5.51 51.62 5.73 Kab. Kayong Utr 54.68 5.20 53.40 5.60 38.43 5.41 39.83 5.39 Kab. Sambas 65.55 5.50 56.95 5.37 45.80 5.60 39.51 5.42

(Sumber: Pengolahan Data hasil Ujian Nasional, Depdiknas, tahun 2008-2012)

Disparitas dimensi-dimensi input penyelenggaraan pendidikan antar kabupaten/kota dan sekolah merupakan permasalahan umum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesi. Terlepas dari hal tersebut, setiap sekolah harus melakukan penjaminan mutu dengan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya secara bertahap bertahap dan berkelanjutan sejalan dengan konsep mutu pendidikan sebagai kapasitas sekolah dalam memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya untuk menciptakan tingkat pembelajaran siswa yang optimum (Ace Suryadi, 1992). Penjaminan mutu pendidikan oleh satuan pendidikan diarahkan untuk memenuhi, bahkan melebihi standar nasional


(20)

pendidikan dengan kerangka waktu yang jelas (Permendiknas No. 63 tahun 2009). Sehingga mutu harus direncanakan, dicapai, dan dievaluasi secara terus-menerus sebagai suatu siklus peningkatan mutu. Perencanaan mutu diawali dengan analisis kontekstual sekolah, karakteristik siswa, kebijakan penyelenggaraan pendidikan, sumberdaya yang dimiliki, serta daya dukung sekolah dalam menetapkan acuan mutu yang realistis dan ditingkatkan secara terus-menerus.

Penerapan penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan membutuhkan perubahan perilaku, baik individu maupun organisasi secara keseluruhan. Penerapan manajemen mutu terpadu menuntut perubahan budaya, perubahan sikap yang lebih dari sekedar perubahan perilaku staf tetapi perubahan metode institusional Salis (2010:80). Organisasi harus memegang prinsip bahwa setiap orang dalam institusi merupakan penentu mutu. Pada tingkat satuan pendidikan, guru membutuhkan lingkungan yang cocok untuk bekerja, sarana dan prasarana pendukung, sistem, dan prosedur yang membantu dan meningkatkan motivasi dalam melakukan pekerjaannya. Guru memerlukan lingkungan yang menghargai prestasinya, dorongan dan bimbingan dalam melaksanakan pekerjaannya. Pada akhirnya, kepuasan guru menjadi prasyarat terpenuhinya kepuasan siswa dalam belajar dan perbaikan mutu pembelajaran secara berkelanjutan.

Implementasi penjaminan mutu pendidikan dan manajemen berbasis sekolah pada intinya dapat dilihat dari perencanaan dan penetapan acuan mutu, penetapan pedoman pengelolaan program sekolah, optimalisasi pendayagunaan


(21)

sarana dan prasarana sekolah, efisiensi dan efektivitas pengelolaan biaya operasional sekolah, dan pemberdayaan guru secara terencana, terbuka, dan bekeadilan. Selanjutnya, sekolah menganalisis ketercapaian acuan mutu dan mengevaluasi kinerja sekolah secara periodik untuk perbaikan perencanaan dan pelaksanaan program-programnya pada masa selanjutnya. Sehingga dengan demikian penerapan penjaminan mutu pada setiap satuan pendidikan pada akhirnya mampu mewujudkan mutu pendidikan yang terduga dan meningkat secara terus-menerus.

Kota Singkawang merupakan salah satu daerah otonom yang dianggap dapat dijadikan representasi Provinsi Kalimantan Barat baik dari distribusi populasi maupun tingkat sosial ekonomi masyarakatnya. Selain itu, berdasarkan hasil capaian pada ujian nasional pada jenjang Sekolah Menengah Pertama sebagaimana diuraikan dalam tabel 2 diatas memperlihatkan bahwa capaian Kota Singkawang relatif stabil dari tahun ke tahun serta berada pada peringkat bawah diantara kabupaten/kota. Kajian ini dilakukan untuk memahami keterkaitan ketersediaan sumber daya sekolah dengan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan, serta keterkaitan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan dengan mutu hasil pendidikan di sekolah.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan di Kota Singkawang.


(22)

Keberhasilan implementasi kebijakan penjaminan mutu pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya komunikasi antar pengambil kebijakan dengan implementator, komitmen, dukungan pemerintah kota sebagai penyelenggara pendidikan, dukungan ketersediaan sarana dan prasarana, serta dukungan sumber daya manusia yang dimiliki oleh sekolah. Namun penelitian ini difokuskan pada keterkaitan antara ketersediaan sarana dan prasarana, dan dukungan sumber daya manusia terhadap efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan.

Penjaminan mutu merupakan upaya yang sistematis dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga peningkatan mutu pendidikan merupakan tujuan akhir yang harus dicapaian dengan penerapan penjaminan mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan yang efektif tergambar dari tercapainya acuan mutu yang ditetapkan dan ditingkatkan secara terus-menerus. Oleh karena itu, kajian dilakukan untuk melihat keterkaitan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan dengan mutu hasil pendidikan.

2. Rumusan Masalah

Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah keterkaitan ketersediaan sarana dan prasarana dan ketersediaan pendidik di sekolah dengan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan, serta keterkaitan efektivitas penjaminan mutu pendidikan dengan mutu hasil pendidikan di sekolah. Permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah gambaran ketersediaan sarana dan prasarana pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?


(23)

b. Bagaimanakah gambaran ketersediaan pendidik pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?

c. Bagaimanakah gambaran efektivitas penjaminan mutu pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?

d. Bagaimanakah gambaran mutu hasil pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?

e. Sejauh mana pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana, dan ketersediaan pendidik terhadap implementasi penjaminan mutu pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?

f. Sejauh mana pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan pendidik, dan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan terhadap mutu hasil pendidikan di sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikn dan pengaruhnya terhadap mutu hasil pendidikan. Secara khusus penelitian ini bertujun untuk:

1. Memperoleh gambaran tentang ketersediaan sarana dan prasarana, dan pendidik, efektivitas implementasi penjaminan mutu, dan mutu hasil pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang.


(24)

2. Mengkaji pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana, dan ketersediaan pendidik terhadap efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang.

3. Mengkaji pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan pendidik, dan efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan terhadap mutu hasil pendidikan di sekolah pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Singkawang.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya temuan empirik berkaitan dengan penjaminan mutu di sekolah dan upaya peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan efektivitas penjaminan mutu pendidikan pendidikan, serta isu-isu menyangkut keterkaitan aspek-aspek input sekolah terhadap mutu hasil pendidikan. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam memfasilitasi dan mengembangkan penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan. Serta sebagai bahan pertimbangan bagi satuan pendidikan agar dapat mengimplementasikan penjaminan mutu sebagai suatu upaya sadar dalam meningkatkan mutu hasil belajar siswa.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terbagi atas lima bab, Bab I adalah pendahuluan yang memuat latar belakang masalah. Latar belakang masalah diawali dengan


(25)

gambaran umum kualitas penyelenggaraan pendidikan, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Singkawang. Kualitas penyelenggaraan pendidikan dilihat berdasarkan indikator pencapaian SMP di Kota Singkawang berdasarkan hasil ujian nasional dan indikator-indikator lainnya. Rendahnya tingkat kelulusan siswa pada jenjang SMP di Kota Singkawang dalam konteks nasional patut dikaji faktor penyebab dan upaya perbaikannya berdasarkan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Hal ini menjadi dasar dalam mengindentifikasi rumusan masalah, sebagai bagian selanjutnya dari bagian pendahuluan penelitian ini. Bagian lain dari pendahuluan memuat tentang tujuan dan manfaat pelaksanaan penelitian, baik secara teoritis maupun manfaat praktis bagi satuan pendidikan dan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.

Bab II adalah kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Kajian pustaka merupakan landasan dalam menganalisis temuan yang memuat teori-teori utama yaitu penjaminan mutu pendidikan dan teori tentang konsep pembelajaran, serta kebijakan pemerintah tentang penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai kebijakan pemerintah. Didasarkan pada teori dan kebijakan pemerintah, selanjutnya diuraikan kerangka pemikiran yang mengarahkan pada perumusan hipotesis sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian.

Bab III adalah metode penelitian. Dalam bab ini diungkapkan bahwa penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian pada satuan pendidikan jenjang Sekolah Menengah


(26)

Pertama (SMP) di Kota Singkawang. Data penelitian diperoleh melalui seluruh kepala sekolah dan guru pada masing-masing sekolah yang diambil secara acak. Selanjutnya dikemukakan definisi konseptual dan operasional variabel penelitian sebagai landasan dalam pengembangan alat pengumpul data. Pengumpulan data dilakukan dengan angket, sebelum instrumen digunakan maka dijelaskan tentang validitas dan reliabilitas instrumen. Bagian akhir dari bab ini memuat prosedur pengolahan data, baik secara deskriptif maupun pengujian hipotesis penelitian.

Bab IV adalah hasil dan pembahasan yang memuat pengolahan dan analisis data. Hasil penelitian diawali dengan menampilkan deskripsi variabel-variabel penelitian tentang penyelenggaraan pendidikan tingkat satuan pendidikan di Kota Singkawang serta pengujian hipotesis berdasarkan data empirik yang diperoleh. Bab ini diakhiri dengan pembahasan hasil penelitian, dengan menjelaskan temuan empirik yang diperoleh berdasarkan teori dan kebijakan pemerintah yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan penelitian.

Bab V adalah kesimpulan dan rekomendasi. Pada bab ini disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terkait dengan temuan penelitian. Kesimpulan yang dirumuskan menjadi dasar dalam perumusan rekomendasi yang ditujukan bagi satuan pendidikan dan pihak-pihak terkait dengan penyelenggaraan pendidikan tingkat satuan pendidikan di Kota Singkawang.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang dilakukan pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kota Singkawang, Provinsi Kalimantan Barat. Pemilihan Kota Singkawang sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pencapaian ujian nasional yang rendah, namun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, serta dapat dianggap sebagai gambaran penyelenggaraan sekolah di Provinsi Kalimantan Barat.

2. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 1992:6). Penelitian dapat dilakukan dengan mempelajari keseluruhan unsur dari populasi atau hanya mempelajari sebagian unsur yang diambil dari populasi. Penelitian populasi dilakukan pada populasi yang terbatas sehingga hasil penelitian hanya berlaku pada populasi yang diteliti, tidak dilakukan untuk menggeneralisasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada sebagian populasi dan dimaksudkan untuk menggeneralisasi hasil penelitian terhadap keadaan populasi disebut penelitian sampel. Penelitian sampel umumnya


(28)

dilakukan dengan berbagai pertimbangan, misalnya besarnya ukuran populasi, biaya, waktu, dan keleluasaan dan kemudahan memperoleh unsur.

Dalam hal penentuan penelitian populasi atau sampel, Arikunto (1996) menyatakan bahwa bila subyek yang akan diteliti kurang dari 100, sebaiknya diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Singkawang yang berjumlah 34 sekolah. Oleh karena subjek yang diteliti kurang dari 100, maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil keseluruhan subjek penelitian atau penelitian populasi. Sehingga teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling, dengan mengambil semua populasi menjadi sampel atau disebut juga sampling jenuh.

3. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang menunjukkan asal perolehan data, yang dapat terdiri atas: (1) orang (person) melalui pengungkapan data yang dilakukan dengan menggunakan wawancara atau angket; (2) kertas (paper) melalui pengungkapan data yang dilakukan dengan studi dokumentasi; dan (3) tempat (place) melalui pengungkapan data yang dilakukan dengan pengamatan atau observasi (Arikunto, 2009:88). Sejalan dengan hal tersebut maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini sesuai dengan teknik pengumpulan data diatas adalah:

1) Sumber data dengan teknik studi dokumentasi adalah dokumen-dokumen terkait dengan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan.


(29)

2) Sumber data dengan teknik angket adalah kepala sekolah sebanyak 34 orang dan guru masing-masing satu orang untuk setiap sekolah.

Dengan demikian, jumlah responden dalam penelitian ini adalah 68 orang yang terdiri dari 34 orang kepala sekolah dan 34 orang guru.

B. Pendekatan Penelitian

Dengan mencermati masalah yang akan diteliti yaitu efektivitas penjaminan mutu dan mutu hasil pembelajaran (pendidikan) di sekolah, maka penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang digunakan untuk memecahkan atau menjawab masalah yang sedang dihadapi saat ini. Lebih lanjut Surakhmad (1985:140) mengemukakan beberapa ciri dari metode deskriptif, yaitu memuaskan diri pada pemecahan masalah yang sedang dihadapi, pada masalah-masalah aktual. Data yang dikumpulkan disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis sehinggan metode ini sering juga disebut dengan metode analitik.

Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan kepada paradigma positivisme berdasarkan pada asumsi mengenai objek empiris, yaitu (a) objek/fenomena dapat diklasifikasikan menurut sifat, jenis, struktur, bentuk, warna, dan sebagainya. dan (b) determinisme (hubungan sebab-akibat), asumsi ini menyatakan bahwa setiap gejala ada penyebabnya (Sugiyono, 2011). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode survey. Penelitian survey merupakan penelitian yang bersifat menjelaskan variabel dan hubungan kausal antar variabel. Penelitian survey dimaksudkan untuk penjajagan, deskriptif,


(30)

penjelasan, evaluasi, prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang, penelitian operasional, dan pengembangan indikator-indikator sosial (Masri S, dalam Riduwan, 2011: 208).

Penelitian ini difokuskan untuk mengungkapkan tingkat efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan pada satuan pendidikan dikaitkan dengan dukungan sumber daya sebagai input sekolah, serta pengaruhnya terhadap mutu hasil pembelajaran. Data hasil penelitian diolah secara statistik, sehingga variabel-variabel yang dijadikan objek penelitian harus jelas korelasinya agar dapat ditentukan pendekatan yang akan digunakan dalam pengolahan data yang pada gilirannya hasil yang diperoleh dapat dipercaya, dapat menghasilkan rekomendasi yang dapat dijadikan rujukan.

C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel Penelitian 1. Definisi Konseptual Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya, Sugiyono (2011:4). Dalam penelitian terdapat variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab berubahnya atau timbulnya variabel terikat dan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Sejalan dengan perumusan masalah diatas, efektivitas penjaminan mutu pada tingkat satuan pendidikan dan dan mutu hasil pendidikan merupakan variabel terikat yang


(31)

dipengaruhi oleh ketersediaan sarana, prasarana, dan pendidik sebagai variabel bebas.

Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti dan merupakan gambaran tentang cara mengukur suatu variabel, Singarimbun (2003: 46). Dengan kata lain definisi operasional merupakan petunjuk pelaksana cara pengukuran suatu variabel sehingga definisi operasional harus bisa diukur dan spesifik serta bisa dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini definisi operasional variabel adalah sebagai berikut:

a. Ketersediaan sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan media terselenggaranya kegiatan pembelajaran dan aktivitas sekolah. Pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional memerlukan dukungan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga ketersediaan sarana dan prasarana merupakan salah satu dimensi dalam standar nasional pendidikan. Standar sarana dan prasarana sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 27 tahun 2007 berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Pada penyelenggaraan Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) standar sarana dan prasarana, mencakup: (1) kriteria minimum sarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan


(32)

berkesinambungan yang dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan per peserta didik dan rasio untuk setiap mata pelajaran; (2) kriteria minimum prasarana yang meliputi: lahan, bangunan, ruangan yang dibutuhkan dalam pembelajaran dan operasional sekolah lainnya; (3) ketersediaan akses terhadap sarana dan prasarana bagi peserta didik dan pendidik yang memiliki kebutuhan khusus; serta (4) pemeliharaan dan pemberdayaan sarana dan prasarana secara optimal dalam menunjang penyelenggaraan pendidikan.

Penelitian ini, kajian terhadap variabel ketersediaan sarana dan prasarana tidak dimasudkan untuk menginventarisir ketersediaan sarana dan prasana sekolah. Data ketersediaan sarana dan prasarana merupakan persepsi kepala sekolh terhadap ketersediaan gedung sekolah, ruang kelas, perpustakan, laboratorium/KIT IPA, sarana olah raga, dan sarana teknologi informsi dan komunikasi.

b. Ketersediaan Pendidik

Pendidik merupakan penentu mutu sekolah, dalam konteks sekolah sebagai pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Pendidik berperan sentral dalam merencanakan, mengelola, dan mengevaluasi keberhasilan pembelajaran. Dalam perannya sebagai pengelola pembelajaran, pendidik berinteraksi secara langsung dengan peserta didik sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Oleh karena itu, ketersediaan pendidik merupakan faktor utama dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga ketersediaan pendidik yang bermutu sekaligus menentukan mutu pembelajaran dan hasil pembelajaran. Ketersediaan dan mutu pendidik diatur dalam salah satu dimensi standar nasional pendidikan, bahkan


(33)

secara khusus diatur dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dn Dosen.

Undang-undang nomor 14 tahun 2005 dan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 memuat standar kompetensi, kualifikasi pendidikan pendidik, serta aturan lain menyangkut keberadaan guru sebagai profesi. Kualifikasi pendidikan menyangkut tingkatan pendidikan minimal yang harus dicapai oleh guru, yaitu minimal S1/D4 untuk setiap jenjang pendidikan. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Standar kompetensi terintegrasi dalam kinerja guru meliputi kompetensi akademik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Saat ini, keprofesionalan guru ditunjukkan melalui sertifikat pendidik sebagai bukti formal pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat pendidik ini diperoleh melalui proses sertifikasi dalam jabatan bagi guru yang telah mengajar.

Pada jenjang SMP, secara umum standar pendidik memuat ketersediaan guru dengan rasio tertentu pada setiap mata pelajaran, kesesuaian antara latar belakang pendidikan pendidik dengan mata pelajaran yang diampunya, ketersediaan pendidik dengan kualifikasi pendidikan S1/D4, dan ketersediaan pendidik yang telah memiliki sertifikat pendidik. Lebih lanjut, standar pelayanan minimal sebagai tujuan antara dalam upaya pemenuhan standar nasional pendidikan memuat kriteria ketersediaan pendidik pada setiap sekolah. Kriteria minimal ketersediaan pendidik pada masing-masing sekolah menyangkut


(34)

ketersediaan minimal satu orang pendidik untuk setiap mata pelajaran, ketersediaan minimal 70% pendidik dengan kualifikasi pendidikan S1/D4 minimal, dan ketersediaan minimal 35% pendidik yang memiliki sertifikat pendidik.

c. Efektivitas Implementasi penjaminan Mutu Pendidikan

Efektivitas penjaminan mutu adalah fleksibilitas dan kemampuan penjaminan mutu diterima dan diterapkan dengan baik sehingga menciptakan interaksi yang harmonis dan saling mendukung dalam sebuah organisasi. Avedis

Donabedian (dikutip dari

penjaminan mutu dapat dalam sebuah organisasi dapat dilihat sari dua aspek, yaitu: aspek kontektual (contextual) dan aspek operasional (operational), aspek kontekstual organisasi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi operasional organisasi. Aspek kontekstual terdiri atas dukungan pihak lain di luar organisasi baik masyarakat sekitar maupun struktur yang berada diatas organisasi tersebut, budaya mutu, dan kepemimpinan. Budaya organisasi yang berorientasi pada mutu menjadi faktor utama dalam internal organisasi dalam penerpan penjaminan mutu yang efektif. Selanjutnya, kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan tumbuh-kembangnya budaya organisasi dan sekaligus unsur yang dominan dalam menentukan arah operasional organisasi dalam mencapai visi, misi, dan tujuannya.

Operasionalisasi penjaminan mutu dalam seluruh program kegiatan organisasi yang mempengaruhi efektivitas penjaminan mutu dapat dilihat melalui (1) ketersediaan prosedur dan pedoman organisasi (a demonstrable,


(35)

consequential, legitimate need); (2) perencaaan program/kegiatan dalam memenuhi kebutuhan stakeholder (something can be done to meet the need); (3) pelaksanaan program kegiatan sesuai dengan yang direncanakan (the right thing, done in the right way); dan hasil yang diperoleh bermanfaat dan berdampak positif bagi organisasi (useful results, free of unforeseen, harmful consequences.)

Dalam konteks implementasi penjaminan mutu pendidikan di sekolah, budaya mutu, kepemimpinan, dan operasionalisasi penjaminan mutu pendidikan secara keseluruhan diruangkan dalam standar pengelolaan oleh satuan pendidikan (Permendiknas No. 7 tahun 2007). Budaya mutu dan kepemimpinan dan keterkaitan keduanya termuat dalam prosedur operasional satuan pendidikan. Faktor kontekstual lainnya menyangkut dukungan masyarakat sekitar, dan penyelenggara satuan pendidikan. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk melihat pengaruh dukungan pihak eksternal terhadap penjaminan mutu pendidikan, namun difokuskan pada kondisi internal satuan pendidikan. Sehingga efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sesuai dengan standar pengelolaan oleh satuan pendidikan akan dilihat berdasarkan: (1) tersedianya prosedur dan pedoman penyelenggaraan program/kegiatan sekolah; (2) kesesuaian program/kegiatan sekolah dengan kebutuhan warga dan stakeholder sekolah; (3) kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan dengan rencana yang disusun dan (4) tercapainya hasil yang prediktif dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan.


(36)

d. Mutu Hasil Pendidikan

Mutu adalah kesesuaian produk atau layanan dengan spesifikasi yang telah ditentukan (Sallis, 2010:53). Pengertian tersebut harus dimaknai dengan adanya kesesuaian spesifikasi dengan kebutuhan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan terpenuhi. Oleh karena itu, spesifikasi produk/layanan harus direncanakan dengan didahului oleh suatu kajian terhadap kebutuhan pelanggan. Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan di sekolah, pelanggan terdiri atas pelanggan internal yaitu siswa dan guru, dan pelanggan eksternal yang terdiri atas orang tua siswa, pemerintah, serta masyarakat secara umum. sehingga mutu sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pelanggan dalam penyelenggaraan sekolah menyangkut kesesuaian program/kegiatan dengan kebutuhan guru, siswa, dan orang tua siswa sebagai pelanggan utama, serta kesesuaian penyelenggaraan sekolah secara keselutuhan dengan kebijakan pemerintah.

Menurut Danim (2008:53), mutu dalam kontek penyelenggaraan sekolah dapat didefinisikan dari beberapa aspek, yaitu masukan (input), (2) proses (process), keluaran (output), dan mutu ditinjau dari aspek (4) dampak (outcome). Definisi UNESCO tentang mutu pendidikan meliputi mutu fisik dan psikis siswa, pendidik, dan lingkungan. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pada penyelenggaraan pendidikan mengandung makna yang sangat luas. Penelitian ini dibatasi pada peleksanaan pembelajaran sebagai bisnis utama satuan pendidikan dan definisi mutu dibatasi pada lingkup hasil pembelajaran.

Konsepsi mutu sebagai kesesuaian dengan spesifikasi dilihat dari tingkat ketercapaian acuan mutu yang ditetapkan oleh pendidik. Salah satu acuan mutu


(37)

keberhasilan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) mata pelajaran. KKM merupakan kriteria yang direncanakan dan ditetapkan guru dengan memptimbangkan kemampuan siswa, tingkat kesulitan indikator pembelajaran, dan daya dukung sekolah (termasuk kemampuan guru). Idealnya KKM mata pelajaran adalah sebesar 75, sekolah dapat menentukan KKM sesuai dengan kondisi kontektual sekolah dan ditingkatkan secara berkelanjutan (BSNP, 2006). Tingkat ketercapaian KKM mata pelajaran oleh siswa merupakan gambaran mutu sekolah, bila seluruh siswa mampu mencapai KKM mata pelajaran yang ditetapkan, maka sekolah tersebut dapat dinyatakan sebagai sekolah yang bermutu. Hal tersebut mengandung makna bahwa perencanaan acuan mutu, pelaksanaan kegiatan dalam pemenuhan acuan mutu, dan hasil yang diperoleh berada dalam suatu rangkaian kegiatan yang bermutu. Tingkat ketercapaian KKM menyatakan persentase siswa yang memenuhi KKM, yaitu dengan membandingkan jumlah siswa yang mencapai KKM dengan jumlah siswa keseluruhan, dengan rumusan:

Tkt ketercapaian KKM =Jumlah siswa yang memenuhi KKM

Jumlah siswa keseluruhan x 100% Tingkat ketercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal mata pelajaran yang dikaji dalam penelitian ini didasarkan pada pencapaian siswa kelas IX pada ujian sumatif terakhir. Pemilihan siswa kelas IX didasarkan pada keyakinan bahwa guru dan sekolah telah cukup lama mengenal dan memahami kemampuan awal siswa dalam merencanakan acuan mutu, serta pelaksanaan kegiatan secara umum. Selanjutnya, mengingat lingkup mata pelajaran pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang cukup luas, maka kajian difokuskan pada empat mata


(38)

pelajaran yang disertakan dalam ujian nasional sebagai bahan pemetaan mutu pendidik, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dimaksudkan untuk memudahkan atau mengarahkan dalam menyusun alat pengumpulan data yang diperlukan berdasarkan definisi konseptual variabel. Variabel penelitian merupakan fokus yang dikaji dalam suatu penelitian. Sesuai dengan penjelasan diatas, variabel penelitian ini terdiri atas ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, ketersediaan pendidik, efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan, dan mutu hasil pendidikan. Kempat variabel tersebut dapat dijabarkan komponen dan indikator sebagai berikut:

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian No Variabel/

Komponen

Indikator 1 Ketersediaan

sarana dan prasarana

Memiliki gedung sekolah yang memadai Memiliki ruang kelas yang memadai Memiliki perpustakaan yang memadai Memiliki laboratorium yang memadai Memiliki sarana olahraga yang memadai

Memiliki sarana teknologi informasi dan komuniki yang memadai

2 Ketersediaan Pendidik dan tenaga kependidikan

Tingkat kepemilikan guru dengan kualifikasi pendidikan S1

Tingkat kepemilikan guru yang memiliki sertifikat profesi pendidik


(39)

No Variabel/ Komponen

Indikator 3 Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan 3.1 Ketersediaan prosedur dan pedoman pengelolaan sekolah

1.1 Tersedianya rumusan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja sekolah

1.3 Tersedianya program layanan kesiswaan

1.4 Tersedianya kurikulum tingkat satuan pendidikan 1.5 Tersedianya program penilaian hasil pembelajaran 1.6 Tersedianya program pemberdayaan pendidik dan

tenaga kependidikan

1.7 Tersedianya program pemberdayaan sarana dan prasarana

1.8 Tersedianya pedoman pengelolaan pembiayaan 1.9 Memiliki kebijakan sebagai perwujudan budaya

sekolah

1.10 Tersedianya program evaluasi diri sekolah 1.11 Tersedianya sistem informasi manajemen 3.2 Program

direncanakan sesuai

dengan kebutuhan

2.1 Program pengembangan sumberdaya sekolah 2.2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2.3 Program layanan non akademik siswa

2.2 Program pembelajaran

2.3 Program pengembangan profesi pendidik 3.3 Kegiatan/pro

gram yang dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan

3.1 Kegiatan non akademik 3.2 Kurikulum dan pembelajaran

3.3

Pengawasan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan kegiatan.

3.3 Pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan 3.4 Pendayagunaan sarana dan prasarana

3.5 Pengelolaan Pembiayaan sekolah 3.6 Penciptaan budaya mutu

3.7 Evaluasi dan pelaporan kinerja sekolah 3.4 Tercapainya

acuan mutu dan upaya peningkatan mutu

berkelanjutan

4.1 Tercapainya acuan mutu

4.2 Adanya kepuasan warga dan stakeholder sekolah 4.3 Pemanfaatan hasil evaluasi


(40)

4 Mutu Hasil Pendidikan

No Mata Pelajaran KKM

Jumlah Siswa Kelas IX Memenuhi KKM Total % 1 Bahasa Indonesia

2 Bahasa Inggris 3 Matematika

4 Ilmu Pengetahuan Alam

D. Desain Hubungan Variabel Penelitian

Desain penelitian ini berdasar pada variabel penelitian, yaitu ketersediaan sarana dan prasarana (X1), ketersediaan pendidik (X2), efektivitas implementasi penjaminn mutu pendidikan (Y), dan mutu hasil pendidikan (Z). Mutu hasil pendidikan dilihat berdasarkan tingkat ketercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada empat mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia (Z1), Bahasa Inggris (Z2), Matematika (Z4) dan Ilmu Pengetahuan alam. Untuk lebih jelasnya, desain penelitian ini disajikan dalam bentuk gambar sebagi berikut:

X

1

X

2

Y

Z1 Z2 Z3 Z4 ����2�1

����1

���1

���2�1 �����

2 ����


(41)

E. Teknik Pengumpulan Data

Singarimbun, M. (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian. Sehubungan dengan pengertian dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka dalam penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu studi dokumentasi dan angket.

1. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang dianggap penting yang terdapat di lokasi penelitian yang berhubungan dengan penelitan. Dalam penelitian ini, studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh kriteria ketuntasan minimal siswa dan prestasi siswa berdasarkan hasil ulangan sumatif terakhir siswa kelas IX sebagai data untuk menentukan mutu hasil belajar serta dokumen lain tentang kondisi sekolah.

2. Teknik Angket

Pemilihan teknik angket didasarkan pada alasan bahwa (1) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan; (2) setiap responden menghadapi susuna dan cara pengisian yang sama atas pernyataan yang diajukan; (3) responden mempunyai kebebasan dalam memberikan jawaban; (4) dapat digunakan untuk mengumpulkan data/keterangan dari banyak responden dengan waktu yang tepat. Melalui angket ini akan dikumpulkan data yang berupa jawaban tertulis dari responden terhadap sejumlah


(42)

pertanyaan yang diajukan. Teknik angket akan digunakan untuk menjaring data tentang variabel-variabel penelitian.

F. Pengembangan Instrumen Penelitian

Seperti telah dijelaskan diatas, pengumpulan data terkait variabel implementasi penjaminan mutu pendidikan dilakukan dengan angket yang terdiri atas sejumlah penyataan tertutup, yaitu pernyataan dengan sejumlah alternatif pilihan yang telah ditentukan sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang tersedia. Pernyataan/item instrumen dikembangkan dari definisi operasional masing-masing variabel. Kelayakan instrumen ditentukan dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instruumen.

1.

Pengujian validitas instrumen dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan alat ukur (Sugiyono, 2011:352). Validitas alat ukur diuji dibedakan menjadi dua, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. Pengujian validitas eksternal dilakukan dengan mengkorelasikan jawaban masing-masing butir dengan skor total yang merupakan jumlah skor total item. Nilai korelasi tersebut ditentukan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment, yaitu:

r = n(∑XiYi)−(∑Xi)(∑Yi)

��n∑Xi2 −(∑Xi)2��n ∑Yi2−(∑Yi)2� Validitas Instrumen


(43)

dimana:

r : koefisien korelasi ∑ �� : jumlah skor item

∑ �� : jumlah skor total

n : jumlah responden (Sugiyono, 2011:228)

Harga koefisien korelasi r dikonsultasikan dengan tabel, bila r hitung lebih besar

dari r tabel dengan taraf kesalahan 5 % (α = 0.05), maka instrumen tersebut valid dan dapat digunakan untuk penelitian.

Validitas internal dimaksudkan untuk melihat kesamaan, kesinambungan, atau tumpang tindih antar item-item instrumen. Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan skor-skor antar item instrumen. Apabila korelasi antar skor rendah, maka dapat dinyatakan bahwa butir tersebut mengukur hal yang khusus, tidak mengukur hal yang sama (Arikunto, 2010: 176). salah satu cara menguji validitas internal adalah dengan analisis faktor, yaitu analisis yang bertujuan menguji validitas konstruk dengan mengelompokkan data menjadi beberapa kelompok sesuai berdasarkan korelasi antar variabel dan untuk memperoleh gambaran hubungan (inter relationship) antar sejumlah variabel-variabel sehingga diperoleh jumlah variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal. Sebuah butir/item dinyatakan merupakan pembentuk faktor jika nilai korelasinya lebih besar sama dengan 0,50. Pengujian validitas internal dilakukan dengan analisis faktor (factor analysis) dengan bantuan program SPSS 15.

Instrumen penelitian terkait dengan implementasi penjaminan mutu pendidikan terdiri atas instrumen untuk responden kepala sekolah dan instrumen


(44)

untuk responden guru. Pengujian validitas didahului dengan pemeriksaan jawaban responden untuk memastikan kesesuaian jawaban responden. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat beberapa item instrumen yang tidak menunjukkan variasi jawaban responden (dengan standar deviasi nol) atau tidak diberikan jawaban sehingga item-item tersebut dikeluarkan dari instrumen. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh 9 item instrumen untuk responden kepala sekolah yang tidak disertakan dalam pengujian validitas, yaitu item no 2, 3, 6, 13, 16, 17, 40, 46 dan item no 47, sehingga dari 48 item yang dirancang untuk kepala sekolah hanya 39 item yang diuji. Hasil pengujian validitas eksternal dengan rumusan diatas diperoleh bahwa terdapat 4 item instrumen untuk responden kepala sekolah yang tidak valid, yaitu item no 19, 22, 29 dan 43, serta terdapat 10 item instrumen untuk responden guru yang tidak valid, yaitu nomor 10, 17, 18, 19, 20, 21,27, 28, 29, dan 41.

Selanjutnya, berdasarkan hasil analisi faktor diperoleh bahwa terdapat 1 item instrumen kepala sekolah yang tidak valid, yaitu nomor 28 dan terdapat 2 item instrumen untuk responden guru yang tidak valid dengan koefisien matriks kurang dari 0.50, yaitu item nomor 31 dan 38. Sehingga total item instrumen yang valid untuk responden kepala sekolah sebanyak 32 dan instrumen untuk guru sebanyak 31. Hasil output SPSS untuk uji validitas instrumen dapat dilihat pada lampiran 2.


(45)

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjukkan tingkat ketepatan atau keterandalan instrumen yang akan digunakan (Arikunto, 2006: 178). Instrumen yang reliabel mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang dapat dipercaya. Pengujian reliabilitas didahului oleh pengujian validitas, item instrumen yang diuji reliabilitasnya adalah item-item yang valid. Reliabilitas instrumen dapat dilakukan berdasarkan hasil dari satu kali pengukuran dengan menggunakan rumus Cronbach Alpha, yaitu:

r

11

=

k

k

1

� �

1

∑ σ

b2

σ

t2

dimana

r11 = nilai reliabilitas ∑ ��= jumlah varians butir

σt = varians total k = jumlah item

Varians total dan varian item ditentukan dengan rumus:

σ

b2

=

∑Xi2− (∑X i )2

N

N

, dan

∑ σ

t 2

=

∑Y

2(∑Y )2 n

n

dimana:

Instrumen dinyatakan reliabel jika nilai reliabilitas (�11) lebih besar dari 0.60 (Arikunto, 2006:196).

Berdasarkan data hasil uji validitas, butir instrumen yang dinyatakan valid selanjutnya diuji reliabilitasnya. Perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS 15 diperoleh bahwa koefisien Alpha Cronbach (�11)

� ∑ ��= jumlah jawaban butir

Y = Skor total


(46)

sebesar 0.950. Koefisien reliabilitas tersebut lebih besar dari 0.60, sehingga dapat dinyatakan bahwa kedua instrumen tersebut adalah reliabel.

G. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data

Pengolahan data diawali dengan tabulasi data untuk mempermudah mengolah dan menganalisis data. Tabulasi data dapat diartikan sebagai pengolahan atau pemrosesan data hingga menjadi tabel, sehingga tabulasi data berisikan variabel objek penelitian dan angka-angka sebagai simbolisasi dan kategori berdasarkan variabel yang di teliti (Arikunto, 2009: 130). Kegiatan tabulasi data dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

a) Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor. Dalam penelitian ini, item-item yang tidak diberikan skor menyangkut identitas responden yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan kepemilikan sertifikat profesi.

b) Memberikan skor terhadap item-item yang diberikan skor. Dalam penelitian ini terdapat skala pengukuran yang berbeda anta variabel, yaitu skala ordinal dan rasio. Ketersediaan sarana dan prasarana sekolah terdiri atas 6 item yang diukur dengan skala ordinal dengan tiga alternatif jawaban. Alternatif jawaban “a” diberikan skor “1”, alternatif jawaban “b” diberikan skor “2”, dan alternatif jawaban “c” diberikan skor “3”. Variabel Ketersediaan pendidik dan mutu hasil pendidikan diukur dengan skala rasio. Variabel implementasi penjaminan mutu pendidikan diukur dengan skala ordinal dengan dua alternatif jawaban dan empat alternatif jawaban. Untuk item dengan dua alternatif jawaban, alternatif jawaban tidak diberikan skor 0, dan alternatif


(47)

jawaban ya diberi skor 1. Selanjutnya item dengan empat alternatif jawaban diberikan skor masing-masing 1 untuk alternatif jawaban “a”, 2 untuk alternatif jawaban “b”, 3 untuk alternatif jawaban “c”, dan 4 untuk alternatif jawaban “d”.

2. Analisis Data

Analisis data merupakan tahapan yang cukup penting dalam keseluruhan proses penelitian. Pengolahan data dilakukan agar data yang terkumpul dapat dimaknai sehingga hasil penelitian diketahui dan dapat digunakan untuk perumusan rekomendasi. Data penelitian ini diperoleh melalui responden kepala sekolah dan guru, tetapi unit analisis penelitian adalah sekolah. Sehingga pengolahan data dilakukan pada tingkat sekolah. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.

a. Analisis Deskriptif.

Analisis diskriptif dilakukan dengan memberikan gambaran respon sekolah untuk masing-masing butir, komponen, maupun variabel penelitian. Untuk memudahkan pemahaman terhadap data-data yang diperoleh, maka data-data tersebut dikategorikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selanjutnya, komponen maupun variabel penelitian ditampilkan melalui tabel frekuensi maupun grafik-grafik sederhana sehingga memudahkan memaknai hasil penelitian. Kategorisasi masing-masing variabel penelitian dilakukan dengan sesuai dengan pedoman berikut:


(48)

Ketersediaan sarana dan prasarana sekolah terdiri atas 6 item yang diukur tiga alternatif jawaban. Berdasarkan pedoman penskoran diatas, maka skor maksimum ketersediaan sarana dan prasarana adalah 18 dan skor minimal adalah 6. Oleh karena itu, kategori ketersediaan sarana dan prasarana dikonsultasikan dengan sesuai dengan tabel berikut:

Tabel. 3.2. Pedoman Interpretasi Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Skor Kategori

6 - 8.99 Memadai

9 - 14.99 Kurang memadai 15 – 18 Tidak memadai

(2) Ketersediaan pendidik

Ketersediaan pendidik diukur dengan skala rasio, yaitu persentase ketersediaan guru untuk setiap indikator. Pemaknaan skala pengukuran dilakukan dengan kategorisasi ketersediaan guru yang didasarkan pada standar pelayanan minimal (SPM) tingkat satuan pendidikan. Kategorisasi ketersediaan pendidik dilakukan dengan berpedoman pada tabel berikut!

Tabel. 3.3. Pedoman Interpretasi Ketersediaan Pendidik Kategori ketersediaan

pendidik Interval

Interpretasi

Ket. 1. Kualifikasi

Pendidikan S1

- lebih dari 80% - 60-79.99% - kurang dari 30%

memadai cukup kurang Interval dikembangkan dari SPM 2. Kepemilikan

sertifikat Pendidik

- lebih dari 45% - 25 – 44.99% - kurang dari 25%

memadai cukup kurang Interval dikembangkan dari SPM 3. Status Kepegawaian

PNS/GTY

- lebih dari 75% - 50-74.99% - kurang dari 50%

memadai cukup kurang Interval dikembangkan sendiri


(49)

(3) Variabel implementasi penjaminan mutu pendidikan

Variabel implementasi penjaminan mutu pendidikan diukur dengan 74 item instrumen yang selanjutnya masing-masing item diberikan skor sesuai dengan pedoman diatas. Tingkat efektivitas penjaminan mutu pendidikan untuk masing-masing sekolah diperoleh dengan membandingkan skor sekolah dengan skor maksimum dikali 100. Selanjutnya, tingkat efektivitas hasil perhitungan tersebut dikonsultasikan dengan tabel efektifitas berikut:

Tabel 3.4. Interpretasi Tingkat efektivitas Implementasi Penjaminan Mutu Pendidikan

Rasio Efektivitas Interpretasi dibawah 40

40 – 59,99 60 – 79,99 di atas 80

sangat tidak efektif tidak efektif cukup efektif sangat efektif

(4) Variabel mutu hasil pendidikan

Mutu hasil pendidikan diukur dengan skala rasio yaitu persentasi siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran, selanjutnya diubah menjadi skala ordinal dengan ketentuan penskoran sebagai berikut:

Tabel. 3.5. Pedoman Interpretasi Tingkat Ketercapaian KKM Tingkat Ketercapaian KKM Interpretasi

lebih dari 75% sangat baik

60-74.99% baik

45-59.99% cukup


(50)

b. Pengujian Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap hasil penelitian yang diturunkan dari teori dan asumsi-asumsi yang dibangun. Secara umum dikenal dua alat (statistik) dalam pengujian hipotesis yaitu statistik parametrik dan non parametrik. Analisis jalur (path analysis) merupakan salah satu tehnik analisis parametrik yang menyaratkan skala pengukuran minimal adalah skala interval. Skala pengukuran sebagian variabel penelitian adalah skala ordinal, sehingga sehingga indeks pengukuran variabel dinaikkan menjadi skala interval dengan metode method of succesive interval (Ridwan, 2011:30), dengan langkah-langka sebagai berikut:

(1) Menentukan frekuensi jawaban pada setiap alternatid jawaban.

(2) Menghitung proporsi untuk setiap frekuensi skor dengan membagi frekuensi masing-masing alternatif jawaban dengan jumlah responden (3) Menentukan proporsi kumulatif dengan menjumlahkan proporsi secara

berurutan untuk setiap respon.

(4) Menentukan nilai Z untuk setiap kategori, dengan asumsi bahwa proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku.

(5) Menghitung nilai densitas dari nilai Z yang sehingga diperoleh : (6) Menghitung SV (Scale Value) dengan rumus :

(7) Menentukan nilai transformasi dengan �=��+ [1 + |�����|]

Analisis jalur diawali dengan pengujian normalitas, linearitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi yang merupakan persyaratan dalam analisis jalur.

limit lower under -limit offer under area limit upper at density -limit lower at density SV=


(51)

a) Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Data dikatakan berdistribusi normal bila jumlah data diatas dan di bawah rata-rata adalah sama serta memiliki simpangan baku yang sama. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Kolmogorov Smirnov, yaitu dengan membandingkan distribusi data yang diperoleh dengan distribusi normal baku. Tes dinamakan masuk dalam kategori Goodness Of Fit Tes, menguji apakah data empirik yang diperoleh sesuai dengan distribusi teoritik tertentu. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan asymp.sig koefisien

Kolmogorov-Smirnov (Z) dengan α (α = 0.05) dengan ketentuan: bila asymp sig lebih besar dari α maka dapat dinyatakan bahwa variabel bersidtribusi normal. Hasil perhitungan diperoleh bahwa asymp sig variabel ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan pendidik, efektivitas implementasi penjaminan mutu pendidikan, daan tingkat ketercapaian KKM mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA) masing-masing sebesar 0.478, 0.103, 0.546, 0.851, 0.423, 0.374, dan 0.09. keseluruhan lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dinyatakan variabel berdistribusi normal. Disamping penilaian berdasarkan nilai asymp sig tersebut, normalitas distribusi data juga dapat dilihat dari histogram sabaran data yang menyerupai kurva normal. Hasil pengujian normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.


(52)

b) Uji Linearitas

Uji lineritas dimaksudkan untuk memastikan variabel bebas dan variabel terikat berhubungan secara liner. Linearitas antara variabel diuji dengan membandingkan F hitung dengan F tabel pada taraf signifikansi 0.05, atau dengan

dengan membandingkan probabilitas sign dengan α (α=0.05), kriteria

pengambilan keputusan adalah: bila α < sig, maka regresi linear atau bila α > sig., maka regresi tidak linier membandingkan nilai deviation from linearity dengan α. Hasil perhitungan memperilhatkan bahwa nilai deviation from linearity hubungan antar variabel lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dinyatakan hubungan antar variabel adalah linear. Hasil pengujian linieritas hubungan antar variabel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

c) Multikolinieritas

Multikolinieritas terjadi apabila terjadi korelasi sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam suatu model, sehingga sulit dideteksi variabel bebas yang memberikan pengaruh dominan dalam model. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan menghitung koefisien korelasi ganda dan membandingkannya dengan koefisien korelasi antar variabel bebas. Uji multikolonieritas dilakukan dengan uji regresi, dengan patokan nilai VIF (variance inflation factor) dan koefisien korelasi antar variabel bebas. Kriteria yang digunakan adalah:

1) Jika tolerance value < 0.1 atau VIF > dari 10, maka terjadi kolinieritas 2) Jika tolerance value > 0.1 atau VIF < dari 10, maka tidak terjadi


(53)

Hasil perhitungan diperoleh bahwa secara keseluruhan model hubungan antar variabel memiliki tolerance value lebih besar dari 0.1 dan VIF lebih kecil dari 10 sehingga dapat dinyatakan tidak terjadi multikolinieritas dalam model hubungan antar variabel. Hasil Pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada lampiran 6.

d) Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas terjadi dalam regresi bila varian error (Ɛ) atau residu pada seriap variabel tidak konstan. Gejala heterokedastisitas ditunjukkan oleh masing-masing variabel independen terhadap nilai absolut residu. Salah satu cara untuk mendeteksi terjadi atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat sebaran redisidual masing-masing variabel, jika sebaran residual membentuk pola-pola tertentu maka dapat dinyatakan terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan grafik hasil pengolahan data dapat dinyatakan tidak terjadi heterokedastisitas pada hubungan antar variabel. Hasil pengujian heterokedastisitas hubungan antar variabel dapat dilihat pada lampiran 6.

e) Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi antar residu (error) dari serangkaian pengamatan terhadap variabel yang berbeda waktu (Gurajati, 2003:467). Pengujian autokorelasi pada variabel yang dilakukan dengan sekali pengamatan umumnya dilakukan dengan uji Durbin-Watson. Kofisien uji ditentukan dengan rumusan:

d = ∑ (et −et−1) 2 T

t=2


(54)

dengan T adalah jumlah observasi

Hasil perhitungan d untuk masing-masing model hubungan antar variabel diperoleh koefisien Durbin-Watson (d) berada pada sekitar angka 2 sehingga dapat dinyatakan tidak terjadi autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi dapat dilihat pada lampiran 6.

dan e adalah residu. Nilai d berkisar antara 0 sampai 4. Bila d mendekati nilai nol maka dinyatakan autokorelasi positif dan bila nilai d mendekati 4 dinyatakan autokorelasi negatif, sehingga bila nilai d di sekitar angka 2 maka dapat dinyatakan tidak terjadi autokorelasi.

Analisis jalur (path analysis) digunakan untuk menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh koefisien jalur dari hubungan kausal antar variabel penelitian sebagaimana dirumuskan dalam desain penelitian. Pengujian dengan analisis jalur dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Menggambarkan dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan hubungan hipotetik yang diajukan dengan persamaan strukturalnya. Persamaan struktural dalam analisis jalur dirumuskan sebagai berikut:

� =���1�1+���2�+⋯+���� +�

dengan Y adalah variabel endogen, ���� adalah koefisien jalur variabel eksogen (Xi) terhadap Y, dan �� adalah variabel lain yang mempengaruhi jalur. Variabel residu (��) ditentukan dengan rumusan ��� = 1− ����2, ����2 merupakan koefisien korelasi total antara variabel X terhadap variabel Y.


(1)

26. Sekolah Bapak/Ibu mengakomodir keluhan siswa dan orangtua siswa terhadap pelaksanaan kegiatan akademik

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

27. Sekolah Bapak/Ibu mengakomodir aduan/keluhan siswa dan orang tua siswa terhadap pelaksanaan kegiatan non akademik

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

28. Sekolah Bapak/Ibu melakukan survey kepuasan orang tua siswa secara periodik tentang penyelenggaraan sekolah

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

29. Sekolah Bapak/Ibu melakukan survey kepuasan siswa secara periodik tentang penyelenggaraan pembelajaan

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

30. Sekolah Bapak/Ibu melakukan evaluasi pelaksanaan pembelajaran pada setiap akhir semester

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

31. Sekolah Bapak/Ibu melakukan evaluasi pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan setiap akhir semester

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

32. Sekolah Bapak/Ibu melakukan evaluasi diri sekolah berdasarkan indikator kinerja yang telah ditetapkan pada setiap semester

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

d. Dampak Penjaminan Mutu

33. Sekolah Bapak/Ibu mencapai acuan mutu yang telah ditetapkan

a. tidak ada b. sebagian kecil c. sebagian besar d. semua

34. Pencapaian acuan mutu dijadikan sekolah sebagai dasar perencanaan acuan mutu selanjutnya


(2)

IDENTITAS RESPONDEN

Nama Sekolah : ……….

Umur : ……… tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan*)

Pendidikan Terakhir : ……… Jurusan ……..……….

Mata Pelajaran : ………..……….

Masa Kerja : ……… tahun

Status Kepegawaian : PNS/GTY/GTT*)

Status Profesi : sudah tersertifikasi/belum tersertifikasi*)

Singkawang, ………. 2012

………. RESPONDEN


(3)

A. Kesesuaian Program/Kegiatan dengan Kebutuhan Stakeholder

1. Sekolah Bapak/Ibu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan melibatkan warga sekolah

a. tidak b. sebagian kecil c. sebagian besar d. seluruhnya 2. Sekolah Bapak/Ibu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan melibatkan

stakeholder sekolah

a. tidak b. sebagian kecil c. sebagian besar d. seluruhnya 3. Sekolah Bapak/Ibu mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan

melibatkan stakeholder sekolah

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

4. Sekolah Bapak/Ibu menetapkan uraian tugas pendidik dan tenaga kependidikan melalui rapat dewan pendidik

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

5. Sekolah Bapak/Ibu mengembangkan KTSP sesuai dengan kondisi dan potensi sekolah a. tidak sesuai b. kurang sesuai c. cukup sesuai d. sesuai

6. Bapak/Ibu mengembangkan silabus mata pelajaran sesuai dengan pedoman pengembangan silabus

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

7. Bapak/Ibu menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan pedoman pengembangan RPP

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu 8. Sekolah Bapak/Ibu mensosialisasikan program penilaian hasil belajar kepada guru

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

9. Bapak/Ibu menetapkan prosedur dan kriteria penilaian pada awal semester a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

10. Bapak/Ibu menentukan KKM dengan mempertimbangkan kemampuan awal yang dimiliki siswa

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

11. Bapak/Ibu menentukan KKM dengan mempertimbangkan daya dukung sekolah dan kemampuan guru


(4)

12. Bapak/Ibu menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan indikator pembelajaran

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu 13. Bapak/Ibu mensosialisasikan prosedur dan kriteria penilaian kepada siswa

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

14. Sekolah Bapak/Ibu mensosialisasikan pedoman pengelolaan pembiayaan kepada seluruh warga sekolah

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

15. Bapak/Ibu merencanakan metode pembelajaran sesuai dengan kondisi dan karakter peserta didik

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

B. Kesesuaian Pelaksanaan Program/Kegiatan dengan Program/Kegiatan yang

direncanakan

16. Bapak/Ibu menyampaikan tujuan dan indikator pembelajaran pada setiap memulai pembelajaran kepada siswa

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

17. Bapak/Ibu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan metode yang direncanakan dalam RPP

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

18. Bapak/Ibu melaksanakan pembelajaran sesuai dengan waktu yang direncanakan dalam RPP

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

19. Bapak/Ibu menyesuaikan pembelajaran dengan kecepatan dan kemampuan belajar peserta didik

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

20. Bapak/Ibu melaksanakan evaluasi pembelajaran sesuai dengan rencana yang dimuat dalam RPP

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

21. Kepala sekolah melakukan supervisi pelaksanaan pembelajaran Bapak/Ibu secara periodik dan berkelanjutan


(5)

22. Sekolah Bapak/Ibu mendayagunakan tenaga kependidikan secara adil dalam mendukung program sekolah

a. tidak adil b. kurang adil c.cukup adil d. sangat adil 23. Sekolah Bapak/Ibu mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan secara

terencana dan terbuka

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

24. Sekolah Bapak/Ibu memelihara sarana dan prasarana dengan baik

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

25. Sekolah Bapak/Ibu memanfaatkan sarana dan prasarana secara optimal untuk mendukung proses pembelajaran

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

26. Sekolah Bapak/Ibu mengelola pembiayaan sekolah secara transparan dan akuntabel

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

27. Sekolah Bapak/Ibu menetapkan rencana kerja sekolah melalui rapat pendidik dan tenaga kependidikan

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

28. Sekolah Bapak/Ibu menerapkan pedoman pemberian penghargaan kepada guru yang berprestasi

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

29. Sekolah Bapak/Ibu memberikan sanksi atas pelanggaran secara adil tata tertib pendidik dan tenaga kependidikan

b. tidak b. jarang c. sering d. selalu

30. Kepala sekolah melakukan evaluasi program pembelajaran secara periodic pada setiap akhir semester

a. tidak pernah b. jarang c. sering d. selalu

31. Sekolah Bapak/Ibu melakukan evaluasi proses pembelajaran setiap semester sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

32. Sekolah Bapak/Ibu mengevaluasi kesesuaian penugasan dan pengembangan guru berdasarkan pencapaian prestasi

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

33. Sekolah Bapak/Ibu melakukan evaluasi program tahunan setiap akhir tahun pelajaran


(6)

34. Sekolah Bapak/Ibu menggunakan indikator prioritas untuk mengukur dan menilai kinerja sekolah

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

35. Kepala sekolah melaporkan pelaksanaan kegiatan akademik melalui rapat pendidik

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

36. Sekolah Bapak/Ibu melaporkan pelaksanaan kegiatan non akademik kepada komite sekolah

a. tidak b. jarang c. sering d. selalu

C. Dampak Penjaminan Mutu Pendidikan

37. Siswa Bapak/Ibu selalu mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan

a. tidak ada b.sebagian kecil c. sebagian besar d. semua 38. Apakah Bapak/Ibu puas terhadap penyelenggaraan pembelajaran?

a. tidak puas b. kurang puas c. cukup puas d. sangat puas 39. Apakah Bapak/Ibu puas terhadap pengelolaan sekolah

tidak puas b. kurang puas c. cukup puas d. sangat puas 40. Bapak/Ibu memanfaatkan hasil capaian siswa dalam merencanakan KKM selanjutnya


Dokumen yang terkait

Pengaruh Persepsi tentang Sampah dan Ketersediaan Sarana Prasarana terhadap Perilaku Ibu Membuang Sampah yang Berpotensi Bencana Banjir di Daerah Aliran Sungai Deli Kota Medan

3 43 132

Pengaruh Biaya Pendidikan Terhadap Mutu Hasil Belajar Melalui Mutu Proses Belajar Mengajar Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Asahan

1 48 92

ANALISIS KETERSEDIAAN SARANA PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KABUPATEN PATI Analisis Ketersediaan Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Pati Tahun 2007 Dan 2012.

0 1 16

ANALISIS KETERSEDIAAN SARANA PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) KABUPATEN PATI Analisis Ketersediaan Sarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Pati Tahun 2007 Dan 2012.

0 2 17

PENGARUH REGULASI, PEMBIAYAAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP EFEKTIVITAS MANAJEMEN SARANA PRASARANA SEKOLAH, DAN DAMPAKNYA TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE KOTA SUKABUMI.

1 5 76

ANALISIS PERENCANAAN STRATEGIK MUTU SEKOLAH PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI DI KOTA BANDUNG.

6 55 65

PERSEPSI KOMUNITAS SEKOLAH TERHADAP KOMITMEN DAN PARTISIPASI DALAM PELAKSANAAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN: Studi Korelasi pada Sekolah Menengah Pertama Di Kota Gorontalo.

0 0 73

PENGARUH STANDAR SARANA PRASARANA DAN PROSES TERHADAP MUTU HASIL BELAJAR DI SD KOTA BENGKULU.

0 0 45

RESPONS KEPALA SEKOLAH TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM IMPLEMENTASI PENJAMINAN MUTU PADA TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN :Survei Terhadap Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Binjai, Sumatera Utara.

0 0 54

Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

0 1 7