Tinjauan yuridis pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG ANTARA PT. AQUA TIRTA INVESTAMA KLATEN DENGAN CV. BINTANG JAYA

Skripsi

Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ILIK SUSENO

NIM: E 1102026

FAKULTAS HUKUM UNIVESITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dosen Pembimbing Skripsi

Munawar Kholil, S.H, M.Hum NIP. 196810171994031003

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari

: Rabu Tanggal : 14 April 2010

TIM PENGUJI

(1) : Hernawan Hadi, SH., M.H. Ketua

NIP. 19600520 198601 1001

(2) : Diana Tantri C., SH., M.H. Sekretaris

NIP. 19721217 200501 2001

(3) : Munawar Kholil, S.H., M.Hum. Anggota

NIP. 19681017 199403 1003

Mengetahui, Dekan

(Moh. Jamin, S.H., M.Hum.) NIP. 19610930 198601 1001

MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”

(Q.S. Al-Insyirah : 6-7)

PERSEMBAHAN

Dengan seluruh rasa cinta dan terima kasih Penulis persembahkan hasil penulisan ini kepada :

Ø Bapak dan Ibu tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Ø Kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan semangat dan motivasi selama ini Ø Adikku tercinta yang telah memberikan semangat, motivasi, kasih sayang dan pengertian dalam menjalani hidup ini sehingga menjadikan hidupku lebih berarti.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.

2. Ibu Sri Wiyarti, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberi nasehat dan masukan selama Penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Bapak Munawar Kholil, S.H., M.Hum selaku Pembimbing penulisan hukum ini yang telah menyediakan waktu dan pikiran beliau untuk membimbing dan mengarahkan Penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.H., selaku Ketua tim penguji yang telah berkenan menyediakan waktu untuk menguji skripsi ini.

5. Ibu Diana Tantri Cahyaningsih, S.H., M.H., selaku Sekretaris tim penguji yang telah berkenan menyediakan waktu untuk menguji skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Hukum UNS yang telah membagi ilmunya kepada Penulis selama studi di Fakultas Hukum UNS.

7. Bapak dan ibu dosen Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah memberikan izin atas judul skripsi ini sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum UNS yang telah membantu Penulis selama studi di Fakultas Hukum UNS.

9. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan balasan yang lebih baik di sisi Allah SWT.

Karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan dalam penelitian ini. Akhirnya, semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dalam ilmu hukum.

Surakarta, 26 April 2010

ILIK SUSENO

E 1102026

DAFTAR ISI

halaman

C. Tanggung Jawab Hukum Masing-Masing Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Barang ........................

61

D. Hambatan dan Penyelesaian dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya ...........................

64 BAB IV. PENUTUP ....................................................................................

69

69

A. Simpulan ...................................................................................

61 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

B. Saran ..........................................................................................

73

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

72

1. Perjanjian Kerjasama Jasa Pengangkutan ............................................

2. Addendum I dari Perjanjian Kerjasama Jasa Pengangkutan................ 106

3. Addendum II dari Perjanjian Kerjasama Jasa Pengangkutan .............. 118

4. Addendum III dari Perjanjian Kerjasama Jasa Pengangkutan ............. 129

5. Addendum I dari Perjanjian Kerjasama Jasa Pengangkutan................ 137

6. Surat Keterangan.................................................................................. 138

7. Collection / Return Order Aqua ........................................................... 139

8. Delivery Note / Surat Jalan .................................................................. 140

9. Bukti Terima Barang dari Suplier........................................................ 141

ABSTRAK ILIK SUSENO, E 1102026, TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG ANTARA PT. AQUA TIRTA

INVESTAMA KLATEN DENGAN CV. BINTANG JAYA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu proses pengikatan perjanjian pengangkutan barang, tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang serta hambatan dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan menggunakan metode pendekatan empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan jenis data primer melalui penelitian lapangan, dan jenis data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengikatan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya diawali dengan adanya penawaran dari pihak pengangkut. Perjanjian disahkan dengan adanya penandatanganan kontrak perjanjian pengangkutan antara kedua pihak. Pelaksanaan perjanjian kerjasama jasa pengangkutan barang berjalan relatif lancar meskipun terdapat beberapa permasalahan namun tidak mengancam pengakhiran perjanjian tersebut oleh pihak pertama. Para pihak mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam perjanjian kerjasaman. CV. Bintang Jaya selaku pihak pengangkut bertanggung jawab membayar ganti kerugian kepada PT. Aqua Tirta Investama apabila terjada kesalahan atau kelalaian selama proses pengangkutan. Segala kemungkinan resiko yang mungkin akan terjadi karena human error selama proses pengangkutan dan proses bongkar muat produk oleh pihak kedua akan menjadi resiko dan tanggungan yang akan dibebankan oleh pihak pertama kepada pihak kedua. PT. Aqua Tirta Investama selaku pihak pengangkut berkewajiban melakukan pembayaran atas jasa pengangkutan secara tepat waktu sesuai dengan harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama jasa angkut antara PT. Tirta Investama dengan CV. Bintang Jaya dapat berasal dari kepentingan para pihak maupun dari faktor alam.

Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah perlunya suatu perjanjian untuk mengikat para pihak yang masing-masing terikat oleh hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh para pihak yang terkait.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakekat dari suatu pembangunan mengandung aspek dinamika, artinya bahwa pembangunan merupakan kegiatan terus-menerus yang tidak terbatas waktu tertentu, namun seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban manusia. Seperti halnya bangsa Indonesia, dengan gejolak yang sedemikian rupa Indonesia akan tetap selalu berusaha dan selalu tumbuh guna mengikuti peradaban dari waktu ke waktu, hal ini tidak lain adalah untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV dengan melalui program pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, harus dicapai kenaikan produksi dan jasa di berbagai sektor pembangunan ekonomi yang meliputi : Pertanian, Pertambangan Energi, Perhubungan, Perdagangan dan lain-lain yang tetap berorientasi pada perluasan kerja, sehingga dapat mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja. Dalam sektor pertambangan misalnya, sumber-sumber alam Indonesia harus dipergunakan secara rasional. Penggalian kekayaan alam harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia dilaksanakan dengan kebijakan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan generasi yang akan datang. Penggunaan sumber alam dan lingkungan hidup harus diarahkan supaya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dan tetap memperhatikan keseimbangan, keselarasan dan kelestariannya.

Pembangunan pertambangan perlu ditingkatkan dan dilanjutkan, inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral dan energi dengan memanfaatkan teknologi yang tepat guna sehingga produksi dan ekspor pertambangan serta penerimaan negara akan semakin meningkat. Untuk itu perlu ditingkatkan usaha-usaha untuk mengolah bahan air mineral tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sektor pertambangan air mineral menunjukkan peranan penting dalam perekonomian negara, yaitu memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan daerah, sumber penerimaan negara serta sebagai pendukung utama pemakaian potensi kekayaan alam berupa air mineral untuk konsumen.

Mengingat semakin pentingnya bahan galian air mineral bagi kesejahteraan rakyat maka sudah saatnya produksi air mineral dikembangkan berdasarkan jiwa dan isi Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi:

Ayat 2: “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.” Ayat 3: “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”

pendistribusiannya, transportasi/angkutan jalan sangatlah diperlukan sebab merupakan salah satu aspek penting dalam bidang ekonomi dan industri, terutama dalam dunia perdagangan adalah aspek transportasi. Angkutan jalan mempunyai peranan untuk memperlancar mobilitas orang maupun barang, hal ini juga nampak dalam kehidupan kita sehari-hari, begitu banyak kebutuhan kita yang berhubungan dengan jasa angkutan jalan. Mengenai arti pentingnya angkutan jalan, dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada bagian umum, alinea II dijelaskan bahwa:

Pemenuhan

air mineral terutama dalam

“Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Dibidang perdagangan dan industri, pengangkutan tidak dianggap secara tidak langsung menambah nilai suatu barang. Karena suatu barang hasil produksi yang ditinggalkan begitu saja tidak akan ada gunanya. Suatu barang berguna bila dapat dinikmati oleh konsumen. Jadi dalam hal ini, pengangkutan memiliki fungsi sebagai sarana agar hasil produksi dapat sampai dipasaran atau ditempat yang dikehendaki dan akhirnya dapat dinikmati oleh konsumen (Frank H Howard, 1991 : 1)

Istilah “distribusi” telah disinggung dalam uraian diatas. Kata ini sangat dikenal dalam bidang industri, yang diterjemahkan sebagai berikut:

1. Membagi diantara beberapa tempat

2. Membagi-bagikan

3. Mengedarkan ke suatu tempat

4. Menyebarkan

Kata-kata tersebut semuanya seolah menunjuk dalam arti: “angkut”. Kata angkut dalam dunia industri diterima sebagai “penyelenggaraan segala kegiatan usaha niaga yang tercakup dalam pengangkutan barang dari tempat pengolahan atau pembikinan sampai ke tempat penjualan kepada pelanggan” (Frank H Howard, 1991 : 1).

Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberikan definisi yang agak berbeda dengan apa yang lazim diterima Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memberikan definisi yang agak berbeda dengan apa yang lazim diterima

Salah satu pihak yang memegang peranan penting dalam pendistribusian produk Air Minum Dalam Kemasan adalah pengusaha transportir / kontraktor angkutan Air Minum Dalam Kemasan. Sedangkan CV. Bintang Jaya adalah salah satu transportir Air Minum Dalam Kemasan dari sekian transportir yang ada.Untuk adanya hubungan kerja antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan para transportir maka dituangkan dalam suatu perjanjian. Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Air Minum Dalam Kemasan antara transportir Air Minum Dalam Kemasan CV. Bintang Jaya dengan PT. Aqua Tirta Investama Klaten ini diadakan di kantor pusat Aqua Jl. Pulo Lentut No. 3 Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta 13920. Perjanjian tersebut berisi antara lain hak dan kewajiban dari para pihak yang harus mereka penuhi, hubungan-hubungan apa yang terjadi diantara mereka dan menentukan sejauh mana hukum yang mengatur antara pihak yang menandatangani perjanjian kerjasama tersebut. Perjanjian tersebut belum diatur dalam KUH Perdata khususnya dalam Hukum Perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut adalah sah, karena Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Sistem terbuka disini artinya adalah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal hukum perjanjian dinamakan pelengkap berarti pasal-pasal yang membuat perjanjian (Subekti, 1985 : 13).

Syarat syahnya perjanjian ada empat :

1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat perjanjian

3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Demikian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (Subekti, 1985 : 17). Mengingat begitu pentingnya peranan Air Mineral dalam mencukupi bangsa Indonesia, disamping hal tersebut melihat peranan PT. Aqua Tirta Investama Klaten dalam memasarkan dan mendistribusikan Air Minum Dalam Kemasan kepada para konsumen didalam negeri, yang dalam hal ini dibantu oleh pihak swasta yaitu yang salah satunya adalah para transportir, selain itu juga bahwa dengan melihat kenyataan yang ada dilapangan ternyata masih banyak perusahaan angkutan/transportir Air Minum Dalam Kemasan yang nakal atau melakukan penyimpangan dari ketentuan perjanjian yang ada, hal ini dapat kita lihat pada kenyataan misalnya dalam pengiriman Air Minum Dalam Kemasan dipandang dari segi kualitas terdapat perusahaan angkutan/transportir Air Minum Dalam Kemasan yang dengan sengaja mencampur air mineral dengan air sumur lain yang kualitasnya lebih rendah ataupun dengan bahan yang lain. Selain hal tersebut dilihat dari segi kuantitas bahwa adanya pencurian air mineral akan mengurangi tonase air mineral yang diangkut, dan masih banyak lagi kejadian- kejadian yang menyimpang dari ketentuan dimana dengan adanya kejadian tersebut akan sangat merugikan konsumen.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana proses pengikatan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang?

3. Hambatan apa sajakah dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya dan bagaimana penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Objektif

a. untuk mengetahui proses pengikatan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya.

b. untuk mengetahui tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang.

c. untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya dan penyelesaiannya

2. Tujuan Subjektif

a. untuk memeperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan hukum sebagai syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis dalam ilmu hukum, khususnya mengenai hukum perjanjian.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum perdata.

b. memberikan gambaran mengenai perjanjian pengangkutan, khususnya mengenai pelaksanaan perjanjian pengangkutan air minum dalam kemasan.

c. menambah informasi dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai perjanjian pengangkutan air minum dalam kemasan.

2. Manfaat Praktis

a. hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai hukum perdata.

b. hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang terkait.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika,dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. (Soerjono Soekanto, 2005 : 43).

Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak bekerja secara acak-acakan. Langkah-langkah yang diambil harus jelas serta ada perbatasan-perbatasan tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak terkendalikan (Johny Ibrahim, 2005 : 294).

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian dengan pendekatan empiris.

2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di

3. Pendekatan Penelitian Pendekatan Empiris adalah sebagai suatu usaha mendekati masalah yang akan diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyatan yang hidup dalam masyarakat (Hilman Hadikusumo, 1995:61-61).

4. Jenis Data dan Sumber Data

a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama data ini berdasarkan “field research” (penelitian lapangan). Dalam hal ini penulis mempelajari berkas-berkas maupun melalui para pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti yang bertindak sebagai responden. Para pihak tersebut adalah Direktur CV. Bintang Jaya maupun petugas-petugas yang telah ditunjuk oleh PT. Aqua Tirta Investama Klaten.

b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung memberikan keterangan tambahan atau keterangan pendukung data primer. Sumber data termasuk dalam data ini adalah data yang diperoleh dalam bahan pustaka, dokumen-dokumen, pendapat para ahli, tulisan-tulisan dalam buku ilmiah dan literatur-literatur pendukung.

5. Teknik Pengumpulan Data Data-data dalam penelitian ini diperoleh denganis mempergunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Teknik pengumpulan data primer

Teknik ini dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung yang akan mendapatkan data yang dipercaya keasliannya. Adapun tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah :

1) Observasi atau pengamatan Observasi diartikan sebagai : “Suatu proses untuk mengadakan penjajagan tentang perilaku manusia atau kelompok manusia sebagaimana terjadi dalam kenyataan, kemudian membuat deskripsi langsung tentang kehidupan sosialnya secara lengkap.” (Soenaryo dan MG. Sriwiyati, 1992 : 25). Penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti yaitu Transportir CV. Bintang Jaya dan PT. Aqua Tirta Investama Klaten.

2) Wawancara atau interview Pengumpulan instrumen ini dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara bebas terpimpin atau komunikasi langsung dengan responden, dalam hal ini dilakukan terhadap para informan terpilih yaitu dengan direktur CV. Bintang Jaya maupun dengan petugas- petugas yang telah ditunjuk oleh PT. Aqua Tirta Investama Klaten.

b. Teknik pengumpulan data sekunder Pengumpulkan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini, dilakukan dengan cara :

1) Studi pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis literatur yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu berupa buku-buku peraturan perundang-undangan, surat kabar, hasil penelitian, dokumen- dokumen serta artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2) Metode dokumentasi Pengumpulan data melalui metode dokumentasi dilakukan dengan cara menyelidiki dengan penguraian dan penjelasan yang telah lalu melalui sumber-sumber dokumen. Uraian tersebut dipilih data yang ada hubungannya dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Data tersebut diperoleh dari transportir CV. Bintang Jaya dan PT. Aqua Tirta Investama Klaten.

6. Analisis Data Setelah data dikumpulkan dengan lengkap, langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah melakukan analisa data. Pada tahap ini data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran- kebenaran yang dapat dipakai menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif sehingga setelah semua data terkumpul, analisa yang dilakukan adalah analisa kualitatif, sedangkan yang dimaksud analisa kualitatif adalah: “Suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dalam perilaku yang nyata, yang diteliti atau dipelajari sebagai sesuatu yang utuh” (Soerjono Soekanto, 1984 : 50).

Adapun analisis data dilakukan dengan jalan mengumpulkan data- data yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti baik yang bersifat primer maupun sekunder. Data yang terkumpul tersebut selanjutnya diteliti dan juga memberikan penafsiran terhadap data-data itu, baru kemudian menarik suatu kesimpulan. Atau disebut sebagai model Analisis Interaktif.

F. Sistematika Skripsi

Berikut sistematika penulisan hukum untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami gambaran tentang garis besar penulisan hukum ini,:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini penulis menguraikan kerangka teori dan kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai proses pengikatan perjanjian pengangkutan barang, tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang, serta hambatan dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten dengan CV. Bintang Jaya.

BAB IV PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Pada hakekatnya perjanjian itu adalah salah satu sumber perikatan. Oleh karena itu sebelum penyusun membahas masalah perjanjian penulis akan meninjau dahulu hubungan antara perjanjian dengan perikatan.

Pengertian perikatan, undang-undang tidak memberikan definisinya, sehingga hal ini diserahkan sepenuhnya pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Mengenai istilah tersebut yaitu perjanjian maupun perikatan, dalam menterjemahkan masih belum adanya keseragaman antara penulis yang satu dengan penulis yang lain, sehingga masih ada kekacauan dalam penterjemahan tersebut. Hal ini dapat kita lihat seperti apa yang telah diungkapkan dalam bukunya R. Setiawan, S.H., yang mengutip pendapat dari beberapa penulis antara lain:

1) Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjitro Sudibyo menggunakan istilah perikatan untuk “verbintenis” dan perutangan untuk “overenkoms”.

2) Utrecht dalam bukunya: Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah perutangan untuk “verbintenis” dan perjanjian untuk “overenkoms” (R. Setiawan, 1987 : 1).

Adanya pendapat-pendapat tersebut diatas, selanjutnya R. Setiawan mengemukakan pendapat sebagai berikut: “Dari beberapa istilah yang disebutkan dimuka, kami mengikuti istilah

“Perikatan”, sebab kami menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa istilah perikatan tersebut adalah mendekati pengertian “Verbintenis”, dimana para pihak dalam suatu perikatan masing-masing terikat oleh hak dan kewajiban atas suatu prestasi.”

Sedangkan mengenai perjanjian menurut Subekti mendefinisikan: “Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana

dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti, 1985 : 1).

Peristiwa diatas menyebabkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji- janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Sehingga dapat kita lihat bahwa perikatan itu bentuknya abstrak sedang perjanjian bentuknya konkret. Abstrak disini maksudnya bahwa kita tidak dapat melihat dengan mata kepala kita apa itu perikatan, tetapi kita dapat melihat atau membaca suatu perjanjian ataupun mendengarkan perkataan-perkataannya.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan paling banyak diterbitkan oleh perjanjian, meski ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan yaitu undang-undang. Perjanjian pada umumnya diatur dalam Bab II Buku III KUH Perdata, sedangkan ketentuan khususnya diatur dalam Bab V sampai Bab XVIII ditambah Bab VIIA yang merupakan perjanjian khusus.

Pengertian perjanjian diatur dalam Bab II Buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Pasal 1313 KUH Perdata: “Suatu perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Ketentuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata menurut Abdulkadir Muhammad, mempunyai kelemahan:

1) Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, kata kerja ‘mengikat’ sifatnya hanya datang dari satu pihak, tidak dari kedua pihak, seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”. Jadi ada konsensus diantara pihak-pihak.

2) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (onrechmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus, seharusnya dipakai kata “persetujuan”.

3) Pengertian perjanjian luas, karena mencakup juga masalah pelangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja.

4) Tanpa menyebut tujuan Perumusan Pasal ini tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu juga tidak jelas untuk apa.

(Abdulkadir Muhammad, 1990 : 77).

Abdulkadir Muhammad memberikan definisi mengenai perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan” (Abdulkadir Muhammad, 1990 : 78).

Beberapa definisi tersebut maka mengenai perjanjian yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan atau tindakan hukum dimana satu orang atau lebih saling mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih lainnya.

b. Syarat Syahnya Perjanjian Suatu perjanjian menjadi sah apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang, sehingga perjanjian itu diakui oleh hukum. Suatu perjanjian sah, bila memenuhi empat syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1) Sepakat mengikatkan diri. Syarat kesepakatan ini penting karena bagi sebagian besar perjanjian syarat ini menentukan lahirnya atau ada tidaknya perjanjian suatu perjanjian.

Sepakat berarti kedua pihak yang mengadakan perjanjian harus setuju, seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan tersebut. Apa yang mereka kehendaki sama secara timbal balik (R. Subekti, 1985 : 17).

Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa persetujuan disini sifatnya sudah mantap tidak lagi dalam perundingan. Memang Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa persetujuan disini sifatnya sudah mantap tidak lagi dalam perundingan. Memang

“....perundingan (negotiation), yaitu pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain tentang obyek perjanjian dan syarat- syaratnya. Sebaliknya pihak yang lain itu menyatakan pula kehendaknya itu, sehingga tercapailah persetujuan yang mantap. Kadang-kadang itu dapat dinyatakan secara tegas dan kadang diam-diam, tetapi maksudnya menyetujui apa yang dikehendaki pihak lain itu” (Abdulkadir Muhammad, 1990 : 89 - 90).

Sehubungan dengan adanya syarat kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam membuat suatu perjanjian, maka didalam KUH Perdata ditentukan pula tentang beberapa hal yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan, maka harus berpedoman pada ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu dibikin karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Ketentuan hal tersebut dimaksudkan bahwa perkataan apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu adalah juga dikehendaki oleh pihak yang lain tanpa adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan, sebab jika demikian perjanjian tersebut dianggap tidak sah sehingga dapat dimintakan pembatalan, dan pihak yang dapat membatalkan adalah pihak yang merasa dipaksa atau merasa tertipu dengan timbulnya suatu perjanjian. Atau dengan kata lain bahwa kedua belah pihak atau yang mengadakan perjanjian harus mempunyai kebebasan berkehendak tanpa tekanan yang dapat menimbulkan cacat.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Hakekatnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah sehat menurut hukum. Hal tersebut merupakan syarat yang penting karena orang yang membuat suatu perjanjian akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya dan ia harus mampu mengetahui 2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Hakekatnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah sehat menurut hukum. Hal tersebut merupakan syarat yang penting karena orang yang membuat suatu perjanjian akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya dan ia harus mampu mengetahui

a) Orang-orang yang belum dewasa Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, ditentukan bahwa “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu dan sebelumnya belum menikah”. Jadi dewasa menurut Pasal 1330 KUHP Perdata adalah mereka yang telah berusia 21 tahun atau sebelumnya sudah kawin.

Sedangkan menurut Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat disimpulkan bahwa orang dewasa adalah mereka yang telah berusia 18 tahun atau sebelumnya sudah kawin.

b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan Pasal 433 KUH Perdata, ditentukan bahwa orang-orang yang diletakkan dibawah pengampunan adalah setiap orang dewasa yang selalu dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap dan boros. Oleh pembuat undang-undang, mereka dipandang tidak mampu menyadari tanggung jawabnya dan karena itu dianggap tidak cakap bertindak untuk mengadakan perjanjian.

c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa c) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa

Pasal 108 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa seorang perempuan yang telah bersuami tidak cakap untuk mengadakan perjanjian. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 yang mencabut Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan dengan izin atau bantuan suaminya, maka kedudukan wanita yang telah bersuami berada dalam derajat yang sama dengan pria. Jadi seorang wanita yang telah bersuami dapat mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di pengadilan tanpa bantuan suaminya. Bahkan dalam Pasal 31 Undang-undang No. 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa hak kewajiban suami istri adalah seimbang. Jadi istri berhak melakukan suatu perbuatan hukum termasuk mengadakan perjanjian.

Pembuatan perjanjian, pihak yang membuat bisa berupa badan hukum. Kemudian badan yang sah adalah badan, baik badan usaha maupun sosial karena memenuhi unsur pokok suatu subyek hukum yaitu dapat melakukan perbuatan hukum atau dapat menjadi pribadi / subyek dari suatu hubungan hukum. Suatu badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus atau direksi dan pengurus ini harus ditentukan dalam peraturan atau akta pendiriannya.

3) Suatu hal tertentu. Syarat ini berarti mengenai apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika nantinya timbul suatu perselisihan. Suatu perjanjian harus mempunyai pokok atau obyek suatu barang, barang minimal dapat ditentukan jumlahnya. Pokok atau obyek 3) Suatu hal tertentu. Syarat ini berarti mengenai apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika nantinya timbul suatu perselisihan. Suatu perjanjian harus mempunyai pokok atau obyek suatu barang, barang minimal dapat ditentukan jumlahnya. Pokok atau obyek

4) Suatu sebab yang halal. Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri dan bukan sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian. Suatu perjanjian tanpa sebab atau telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan dengan kata lain perjanjian itu tidak sah/batal (Pasal 1320 dan Pasal 1335 KUH Perdata). Menurut Hardijan Rusli, suatu sebab dikatakan ada bila terdapat kontra prestasi yang disetujui dari suatu prestasi. Prestasi dan kontra prestasi yang salah satunya adalah kewajiban dan yang lainnya adalah syarat yang terdapat dalam perjanjian unilateral.

Menurut Pasal 1337 KUH Perdata, suatu sebab halal bila tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal ini tidak diperbolehkan.

Keempat syarat tersebut merupakan syarat pokok adanya perjanjian. Keempat syarat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, dua syarat pertama adalah sebagai syarat subyektif, karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedang syarat yang lainnya dinamakan syarat obyektif, atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.

Pembedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam dua kelompok tersebut oleh banyak ahli hukum digunakan untuk mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum (void ab initio) ataukah perjanjian yang Pembedaan syarat-syarat sahnya perjanjian dalam dua kelompok tersebut oleh banyak ahli hukum digunakan untuk mengetahui apakah perjanjian itu batal demi hukum (void ab initio) ataukah perjanjian yang

Dalam hal syarat obyektif, kalau syarat tersebut tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya: dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan, dan mengenai syarat subyektif, jika syarat tersebut tidak dipenuhi, perjanjiannya tidak batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dapat dibatalkan.

c. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian Terdapat beberapa asas penting dalam Hukum Perjanjian yang perlu diketahui. Asas ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Asas Konsensualisme Konsensualisme berasal dari kata “konsensus” yang artinya kesepakatan. Dengan kata lain, bahwa perjanjian sudah sah bila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan hal ini tidak memerlukan formalitas. Meski ada kalanya perjanjian itu dilaksanakan secara tertulis, sehingga dengan demikian perjanjian itu dirasa lebih mempunyai kekuatan hukum, dan hal ini pula dapat dijadikan suatu bukti bilamana salah satu pihak wanprestasi. Keberadaan asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

2) Asas Kebebasan Berkontrak

Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membuat perjanjian apa saja dan dapat menentukan isi diluar yang telah ditentukan oleh undang-undang, asal tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan, dan ketertiban umum. Mereka berhak menentukan kepentingan mereka sendiri dan dengan siapa mereka akan mengadakan perjanjian.

Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 (1) KUH Perdata. Ketentuan ini berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

3) Asas Kepercayaan Seorang yang mengadakan perjanjian kepada orang lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau memenuhi prestasi yang disanggupinya dikemudian hari. Tanpa kepercayaan itu maka perjanjian tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak akan mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

4) Asas Pacta Sunct Servanda (asas kekuatan mengikat) Asas Pacta Sunct Servanda merupakan asas mengikatnya perjanjian. Asas ini dalam KUH Perdata dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari kata-kata “berlaku sebagai undang-undang” mempunyai arti bahwa mengikatnya suatu perjanjian adalah dari segi isinya, bagi para pihak adalah mengikatnya seperti mengikatnya undang-undang. Sehingga tidak ada seorang lagi yang dapat mencampuri atau menghalangi 4) Asas Pacta Sunct Servanda (asas kekuatan mengikat) Asas Pacta Sunct Servanda merupakan asas mengikatnya perjanjian. Asas ini dalam KUH Perdata dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari kata-kata “berlaku sebagai undang-undang” mempunyai arti bahwa mengikatnya suatu perjanjian adalah dari segi isinya, bagi para pihak adalah mengikatnya seperti mengikatnya undang-undang. Sehingga tidak ada seorang lagi yang dapat mencampuri atau menghalangi

5) Asas Itikad Baik (goede trouw) Asas ini berhubungan dengan dilaksanakannya suatu perjanjian, yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Berdasarkan ketentuan dalam pasal ini maka dalam melaksanakan suatu perjanjian, bila dalam masalah yang dihadapi belum ada aturannya maupun sudah tidak memenuhi rasa keadilan dan berdasarkan perkembangan zaman, maka para pihak diharuskan menyelesaikan dengan itikad baik”.

d. Para Pihak dalam Perjanjian Pihak dalam perjanjian menurut Subekti adalah tentang siapa-siapa yang tersangkut dalam perjanjian. Pihak dalam perjanjian ini disebut subyek perjanjian. Subyek perjanjian ini harus mampu dan berwenang melakukan perbuatan hukum.

Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tiada seorangpun dapat mengakibatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Asas tersebut dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian. Arti mengikatkan diri ditujukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkan suatu janji, ditujukan untuk memperoleh hak- hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Sehingga perikatan hukum yang dilakukan oleh suatu perjanjian hanya mengikat orang-orang yang mengadakan suatu perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang-orang lain. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban antara Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tiada seorangpun dapat mengakibatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri. Asas tersebut dinamakan asas kepribadian suatu perjanjian. Arti mengikatkan diri ditujukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkan suatu janji, ditujukan untuk memperoleh hak- hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Sehingga perikatan hukum yang dilakukan oleh suatu perjanjian hanya mengikat orang-orang yang mengadakan suatu perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang-orang lain. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban antara

Suatu perikatan hukum yang dilahirkan oleh suatu perjanjian, mempunyai dua sudut yaitu sudut kewajiban-kewajiban (obligation) yang dipikul oleh suatu pihak dan sudut hak-hak atau manfaat, yang diperoleh oleh lain pihak yaitu hak-hak untuk menuntut dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian itu. Perkataan mengikatkan diri ditujukan pada sudut kewajiban (hal-hal yang tidak enak). Lazimnya suatu perjanjian adalah timbal balik atau bilateral, suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikannya dari hak-hak yang diperolehnya dan sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban-kewajiban juga memperoleh hak-hak yang dianggap sebagai kebalikan kewajiban-kewajiban yang dibebankannya itu.

e. Risiko Subekti memberikan definisi sebagai berikut: “Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.” Jadi risiko berpangkal pada terjadinya suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, dalam hukum perjanjian dinamakan sebagai keadaan memaksa.

Sedangkan dalam KUH Perdata pada bagian umum buku III terdapat salah satu Pasal yang sebenarnya menyatakan tentang risiko, yaitu Pasal 1237 yang berbunyi sebagai berikut: “Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan adalah tanggungan si berpiutang”.

Perkataan tanggungan dalam pasal ini sama dengan “risiko”. Tetapi dalam Pasal ini risiko yang dimaksud hanya pada perjanjian sepihak, seperti halnya perjanjian penghibahan dan perjanjian pinjam pakai.

Pasal lain pada KUH Perdata yang mengatur mengenai risiko untuk perjanjian timbal balik terdapat dalam bagian khusus jaul beli, tukar menukar dan sebagainya.

Pasal yang mengatur soal risiko jual beli yaitu Pasal 1460 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: “Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah tanggungan si pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya”.

Pasal 1460 KUH Perdata meletakkan risiko pada pembeli yang merupakan kreditur terhadap barang yang dibelinya, karena berhak menuntut penyerahannya. Seorang pembeli yang baru menyetujui Pasal 1460 KUH Perdata, ia sudah dibebani risiko barang itu, sedangkan menurut sistem KUH Perdata dalam segala macam jual beli hak milik baru berpindah kalau barangnya diserahkan.

Untuk mengurangi keganjilan tersebut maka Pasal 1460 KUH Perdata perlu ditafsirkan secara sempit yaitu ditujukan pada perkataan barang tertentu, dalam pasal tersebut adalah suatu barang yang dipilih dan ditunjuk oleh si pembeli dan tidak lagi dapat diganti dengan barang lain, dan hanya dipakai jika terjadi suatu keadaan memaksa yang mutlak dalam arti barang yang telah dibeli itu musnah sebelum dilever.

f. Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa belanda “Wanprestatie” yang berarti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelakanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur yang dianggap lalai dengan lewatnya waktu ditentukan.

Cara memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasinya apabila tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan dalam perjanjian, maka debitur hendaknya diperingatkan secara tertulis yaitu dengan surat peringatan (akta), biasanya surat yang disampaikan oleh kreditur kepada debitur tersebut dianggap ingebreke stelling. Peringatan terhadap debitur baik dengan sommatie maupun dengan ingebreke stelling tidak akan menimbulkan problem jika debitur menyadari kewajibannya dan memenuhi kewajibannya tersebut. Tetapi problema akan timbul apabila debitur tetap tidak memenuhi prestasinya, dan berakibat timbulnya gugatan dimuka pengadilan. Dalam gugatan ini sommatie atau ingebreke stelling menjadi alat bukti bahwa debitur betul-betul telah melakukan wanprestasi.

Untuk menentukan apakah debitur itu bersalah melakukan wanprestasi, maka perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, menurut Subekti ada empat macam, yaitu:

1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

2) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

3) Melaksanakan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak seperti bagaimana yang telah diperjanjikan.

4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut:

1) Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).

2) Perjanjian timbal balik (bilateral) wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUH Perdata).

3) Risiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 KUH Perdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.