Pengembangan Sistem dik Perencanaan Aparatur
PENGEMBANGAN SISTEM PERENCANAAN APARATUR PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini banyak regulasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun provisnsi dan kabupaten/kota. Berbagai kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah harus memiliki sebuah koherensi. Dengan demikian kebijakan tersebut saling memberikan dukungan satu atas lainnya. Namun demikian tidaklah cukup dengan hanya kebijakan saja yang harus dipenuhi. Akan tetapi masalah kepegawaian sebagai aparatur pendukung juga harus memperoleh perhatian. Untuk itulah kebijakan di bidang kepegawaian juga harus dicermati. Dengan kebijakan kepegawaian yang jelas dan bersifat simultan dapat memberikan jaminan bagi sistem pengelolaan kepegawaian yang lebih komprehensif dan kontinyu.
Perencanaan pegawai merupakan sebuah penentu bagi sistem kepegawaian. Dengan adanya perencanaan pegawai maka manajemen SDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat lebih tertata, serta terkelola dengan komprehensif. Mulai dari ketersediaan perencaan pegawai, maka dapat memberikan informasi yang jelas tentang kuantitas dan kualitas yang dibutuhkan oleh provinsi.
Masalah perencanaan pegawai juga sangat erat dengan kebutuhan otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah dewasa ini dibutuhkan aparatur pemerintah daerah yang kapabel dan kreatif. Apabila kemampuan pejabat memadai, dengan kompetensi yang sesuai maka permasalahan pelaksanaan otonomi daerah akan dapat diatasi dengan baik. Bagaimanapun kemampuan pejabat untuk melakukan pengambilan keputusan juga harus diimbangi oleh kemampuan pegawai secara menyeluruh di semua lini. Selanjutnya kemampuan pegawai ini akan mudah untuk dibentuk serta dikembangkan jika ada perencanaan yang jelas dan komprehensif.
Realitas yang ada, terdapat gap antara tuntutan akan kualitas pegawai di lingkungan pemerintah Provinsi. Dengan demikian provinsi perlu malakukan upaya guna menjembatani gap tersebut sehingga dapat menjawab masalah reformasi, otonomi daerah serta civil society. Menyadari akan hal tersebut maka program sustainable capacity building perlu menindaklanjuti dan menjembatani, dengan menyusun pedoman perencanaan kepegawaian. Dengan demikian maka terjadi proses lam sistem kepegawaian provinsi dapat dilakukan upaya peningkatan kemampuan sehingga dapat segera menjawab tuntutan tersebut.
Permasalahan perencanaan kepegawaian adalah menyangkut kuantitas dan kualitas. Kuantitas berurusan dengan seberapa banyak kebutuhan pegawai yang perlu direncanakan untuk pegisian formasi secara terus menerus. Dengan perhitungan kuantitatif dari semua lini dalam seluruh dinas, kantor dan badan termasuk UPT perlu diproyeksikan secara cermat. Sedangkan masalah kualitas pegawai yang perlu direncanakan menyangkut kompetensi, profesionalitas, kapabilitas serta kapasitas yang sesuai untuk semua jabatan.
Kenyataan yang dihadapi oleh provinsi selama ini adalah secara kuantitas kebutuhan pegawai tidak mudah untuk dipetakan. Di samping juga masalah kualitas aparatur pemerintah provinsi yang diperlukan untuk mendukung tupoksi belum diketahui secara pasti. Apakah kebutuhan akan kuantitas dan kualitas tersebut untuk pengisian jabatan dan fungsi sudah cukup memadai atau belum. Pada setiap badan, kantor serta dinas tentunya perlu didukung oleh kualitas pegawai yang sesuai. Sementara itu selama ini Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta belum memiliki perencanaan pegawai yang mampu menginformasikan kebutuhan tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah adalah sebagai berikut: a). Bagaimanakah bentuk buku pedomanan pengembangan perencanaan pegawai
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ? Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ?
1.3 Tujuan
Tujuan yang dicapai melalui detail tugas organisasi hendaknya untuk mewujudkan: a. Memberikan pedoman bagi BKD untuk merencanakan kebutuhan kuantitas dan kualitas
pegawai Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? b. Mewujudkan efisiensi dalam melakukan pengelolaan MSDM di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
c. Mengintegrasikan dan mensinkronisasikan antara kebutuhan dan rencana dengan formasi yang diproyeksikan secara kontinyu. d. Untuk memberikan pola sistem manajemen SDM secara berkelanjutan.
1.4 Output
Buku pedoman pengembangan perencanaan pegawai Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.5 Outcome
a. Ada kejelasan tentang sistem MSDM secara menyeluruh dan berkesinambungan. b. Ada keseimbangan sistem rekrutmen dengan berpedoman pada perencanaan yang jelas.
c. Kebutuhan kuantitas serta kualitas SDM lebih dapat terproyeksikan, sehingga dimungkinkan terjadi keteraturan dalam manajemen SDM secara untuh menyeluruh serta terpadu.
BAB II KERANGKA TEORI
2.1 Aspek Penting Pengembangan Perencanaan
Pengembangan perencanaan kepegawaian dalam pengertian yang sederhana menurut bussines plan pro adalah the standard Personnel Plan is a simple list with a sum at the bottom . Terdapat banyak manfaat dengan pengembangan perencanaan kepegawaian. Di samping itu perencanaan kepegawaian merupakan aspek manajemen kepegawaian pemerintah yang menjembatani antara lingkungan politik luar dan aktivitas-aktivitas inti seperti analisa pegawai, uraian kerja, evaluasi pegawai dan imbalan/kompensasi (Sulistiyani dan Rosidah, 2009).
Pemahaman perencanaan kepegawaian hendaklah meruakan sebuah integrasi, sinkronisasi dan simplifkasi dari analisis pekerjaan, uraian kerja, kebutuhan kompetensi pegawai terkait dengan struktur serta jabatan maupun fungsi-fungsi yang ada. Dengan melihat sejauhmana kemampuan untuk mensinkronisasi serta mengintegrasikan komponen-komponen tersebut, maka akan diperoleh sebuah perencanaan yang mendekati krbutuhan yang sesuai.
Perencanaan yang matang menungkinkan terwujudnya disain pengelolaan kepegawaian secara terus-menerus dan terpadu. Kondisi ini memberikan jaminan stabilitas dan keseimbangan pertumbuhan kepegawaian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adanya pertumbuhan yang jelas maka segala sesuatu yang diperlukan untuk mendukung, misalnya anggaran, kebutuhan pengembangan, kebutuhan pemeliharaan, kebutuhan untuk peningkatan kinerja dll dapat diprediksi dan direncanakan pula.
Perencanaan pegawai dalam jangka panjang memberikan dampak positif berupa kualitas dan kuantitas pegawai yang dapat lebih terjaga. Proporsi kebutuhan untuk pengembangan organisasi juga dapat direncanakan lebih lanjut. Di samping itu apabila diperlukan proses kepegawaian sebagai sebuah sistem yang terus menerus dapat Perencanaan pegawai dalam jangka panjang memberikan dampak positif berupa kualitas dan kuantitas pegawai yang dapat lebih terjaga. Proporsi kebutuhan untuk pengembangan organisasi juga dapat direncanakan lebih lanjut. Di samping itu apabila diperlukan proses kepegawaian sebagai sebuah sistem yang terus menerus dapat
2.2 Pemahaman Pengembangan Perencanaan Pegawai Dalam Konteks MSDM
Kebutuhan akan perencanaan kepegawaian yang matang menjadi signifikan. Tanpa perencanaan yang matang menurut Sutiono dan Sulistiyani dalam Sulistiyani (2003) lemahnya sistem rekrutmen. Sebaliknya jika perencanaan matang dengan berbasis pada job analysis, serta analisis kebutuhan yang nyata maka rekrutmen dapat dilakukan dengan lebih mudah serta dapat dipertanggungjawabkan.
Lebih lanjut Sutiono dan Sulistiyani dalam Sulistiyani (2003) mengungkapkan bahwa jika pola rekrutmen yang buruk memberikan kontribusi alokasi yang buruk pula. Pola pengembangan aparatur dengan tanpa perencanaan juga kurang dapat diprediksi. Sementara itu sebuah sistem MSDM membutuhkan semua pengelolaan SDM dapat berjalan secara terpadu dan terpola. Untuk itu secara konsisten sangat diperlukan pengembangan perencanaan.
Perencanaan pegawai hendaknya merupakan suatu kegiatan yang secara rutin dilakukan peninajauan. Jika perencanaan kepegawaian secara rutin dievaluasi maka akan dapat diketahui bagian-bagian yang memerlukan revisi. Dengan kata lain pemerintah Provinsi selalu mencermati apa yang masih belum dilakukan dan mana yang masih perlu penyempurnaan. Di samping itu suatu Provinsi akan selalu memiliki informasi yang terbaru atas kebutuhan pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kegiatan pengembangan perencanaan pegawai adalah suatu aktivitas untuk merefleksi teori-teori perencanaan pegawai, mengkaji dan menganalisisnya sehingga ditemukan Kegiatan pengembangan perencanaan pegawai adalah suatu aktivitas untuk merefleksi teori-teori perencanaan pegawai, mengkaji dan menganalisisnya sehingga ditemukan
a. jabatan,
b. usia
c. gender
d. jenis kelamin
e. jumlah
f. kualifikasi, kompetensi serta profesioalitas Tepenuhinya komposisi tersebut menunjukkan bahwa pegawaia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kondisi yang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu orientasi buku pedoman pengembangan perencanaan pegawai disusun untuk memberikan acuan yang jelas, proporsional dan terarah dalam menciptakan kondisi seperti tersebut di atas.
2.3 Faktor Pengaruh Perencanaan Pegawai
Dalam rangka melakukan penyusunan pedoman pengembangan perencanaan pegawai diperlukan sebuah analisis yang berbasis pada faktor-faktor pengaruh dari perencanaan. Faktor pengaruh tersebut menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009) meliputi faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal meliputi:
a. rencana strategis
b. anggaran
c. estimasi produksi dan penjualan
d. usaha atau kegiatan baru
e. rancangan organisasi dan tugas pegawai. Dengan mencermati kelima faktor internal tersebut tampaknya kebutuhan akan rencana strategis merupakan hal yang mutlak, karena kebijakan strategis secara menyeluruh ke arah mana Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan dikembangkan e. rancangan organisasi dan tugas pegawai. Dengan mencermati kelima faktor internal tersebut tampaknya kebutuhan akan rencana strategis merupakan hal yang mutlak, karena kebijakan strategis secara menyeluruh ke arah mana Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan dikembangkan
Estimasi produksi dan penjualan merupakan istilah yang diadopsi dari perusahaan tentu saja kurang sesuai untuk konteks analisis organisasi pemerintah. Untuk itu istilah ini dapat dikonversi dengan luasan jangkauan pelayanan yang harus dilakukan oleh pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan mengetahui kebutuhan yang harus dipenuhi atas pelayanan di semua sektor maka dapat diketahui pulan sistem distribusi pegawai, kebutuhan kuantitas serta kualitas pegawai.
Menurut Bennett (1994) job enlargment means increasing the scope of a job through extending the range of duties and responsibilities it involves. This contradicts the principles of specialisation and the division of labour whereby work is divided into small units, .............. Menurut pendapat ini maka sebuah pekerjaan itu perlu dilihat lingkupnya. Jika lingkupnya luas maka diperlukan untuk memecah pekerjaan ke dalam unit-unit yang kecil. Jika mengikuti logika ini maka perencaan pegawai juga perlu dilakukan dengan mengadaptasi kondisi yang kondisi tertentu yang harus disediakan SDM pendukung.
Usaha atau kegiatan baru dalam konteks organisasi publik dapat dipahami sebagai pengembangan organisasi yang akan atau sedang dilakukan. Pengembangan organisasi yang dimaksud dapat menyangkut pengembangan struktur yang berimplikasi pada munculnya jabatan-jabatan baru. Tentu saja jabatan baru tersebut berkaitan erat dengan kebutuhan rekrutmen pegawai/pejabat yang tidak lepas dari jumlah maupun kualitas. Sementara itu pengembangan organisasi juga terkait dengan tumbuhnya tupoksi baru sehingga memunculkan suatu konsekuensi kebutuhan pegawai.
Rancanagn organisasi dan tugas pegawai dapat mempengaruhi kebutuhan akan kualifikasi minimal pegawai yang sesuai untuk organisasi dan tugas tersebut. Di samping itu pula memberikan informasi tentang kebutuhan pegawai dalam jumlah tertentu melalui akumulasi tugas yang akan didistribusikan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi perencanaan kepegawaian menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009) adalah meliputi variabel sebagai berikut:
a. teknologi
b. sosial dan budaya
c. politik
d. ekonomi Semua variabel di atas sangat menentukan kebutuhan SDM seperti apa yang dapat memenuhi tuntutan perkembangan. Dengan teknologi yang selalu mengalami kemajuan memerlukan tipologi SDM yang memiliki spesifikasi teknologi. Dengan kualitas SDM yang memeuhi maka dapat merespons perkembangan teknologi secara berkelanjutan. Oleh karena itu perencanaan SDM juga perlu mengakomodasi kebutuhan tersebut.
Variabel sosial dan budaya mengindikasikan sebuah kebutuhan SDM yang selalu berkembang karena adanya perubahan-perubahan sosial budaya. Perubahan tersebut akan berlangsung secara simultan. Untuk itu sebuah perencanaan kepegawaian hendaknya juga memperhitungkan perubahan-perubahan lingkungan sosial budaya sehingga dapat diidentifikasi kebutuhan pegawai baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Perkembangan politik khususnya menyangkut kebijakan-kebijakan kepegawaian tentu saja sangat mempengaruhi pengembangan perencanaan kepegawaian dalam suatu Provinsi. Batasan-batasan pemerintah yang mengatur seluk-beluk manajemen sumber daya manusia harus diperhitungkan sebagai variabel yang mempengaruhi. Aturan-aturan umum maupun teknis memberikan landasan bagi perencanaan kepegawaian.
Bagaimanapun kebijakan pemerintah di bidang kepegawaian mengikat secara tetap selama masih dalam masa berlaku.
Variabel ekonomi juga mempegaruhi kebutuhan SDM ke depan. Jika perekonomian mengalami perkembangan yang pesat tentu saja kebutuhan SDM akan meningkat tajam. Namun kebutuhan SDM tersebut tidak pada semua sektor atau lini, melainkan hanya isntansi yang terkait langsung untuk manajemen perekonomian negara. Dengan demikian kebutuhan pegawai yang harus direncanakan tentu saja mengikuti porsi perkembangan yang ada.
2.4. Teknik Penyusunan Pedoman Perencanaan
Terdapat aturan yang sebaiknya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan pegawai. Dalam perencanaan tentu saja perlu lebih dulu membatasi kebutuhan perencanaan itu untuk dimanfaatkan sebagai upaya menjawab kebutuhan insidental atau rutin atau periodik. Masing-masing kebutuhan dilihat jangka waktunya tentu saja berbeda-beda. Kebutuhan yang bersifat insidental tidak terlalu membutuhkan analisis yang rumit dan kompleks. Sementara itu kebutuhan yang bersifat rutin maupun periodik memerlukan analisis yang lebih serius.
Ada beberapa langkah yang harus dilalui dalam perencanaan SDM. Menurut Burack dan Maryam empat langkah pokok yang dilakukan dalam perencanaan SDM adalah:
a. Perencanaan untuk kebutuhan masa depan.
b. Perencanaan untuk keseimbangan masa depan.
c. Perencanaan untuk perekrutan dan seleksi atau untuk pemberhentian sementara.
d. Perencanaan untuk pengembangan. Dalam upaya perumusan pedoman pengembangan perencanaan pegawai Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini mencakup perencanaan untuk kebutuhan masa d. Perencanaan untuk pengembangan. Dalam upaya perumusan pedoman pengembangan perencanaan pegawai Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini mencakup perencanaan untuk kebutuhan masa
Perencanaan untuk kebutuhan masa depan merupakan sebuah analisis perencanaan pegawai yang sangat vital. Adanya rencana pegawai yang digunakan sebagai acuan dalam memenuhi kebutuhan ke depan ini memberikan arah yang terfokus sehingga kebutuhan dari tahun ke tahun sudah ada peta yang jelas. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kepegawaian untuk kebutuhan masa depan ini menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009) memperhatikan komponen sebagai berikut:
a. jumlah pegawai yang diperlukan
b. kualifikasi yang diperlukan
c. jangka waktu kebutuhan pegawai tersebut
Sedikit berbeda antara perencanaan untuk kebutuhan ke depan dengan perencanaan untuk keseimbangan ke depan. Mengingat makna keseimbangan adalah harus memenuhi persyaratan distribusi, jumlah, kualitas, masa kerja, umur pegawai lama perlu menjadi komponen penting. Untuk menciptakan keseimbangan tentu saja harus ada suatu upaya memberikan jawaban atas hal-hal ke depan yang menimbulkan masalah sehingga perlu dilakukan upaya untuk menyeimbangkan. Untuk itu hal yang perlu diperhitungkan sebagai bahan analisis adalah:
a. jumlah pegawai yang ada saat ini
b. usia pegawai dan kemungkinan pensiun
c. jumlah lowongan yang ada
d. pegawai yang diperlukan Dalam penyusunan pedoman pengembangan perencanaan pegawai didisain berdasarkan pemikiran tersebut di atas. Adapun buku pedoman tersebut memuat bagian-bagian :
a. Pedoman pengembangan perencanaan untuk kebutuhan pegawai.
b. Pedoman pengembangan perencanaan untuk keseimbangan.
Arah dari pedoman pengembangan perencanaan pegawai Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selanjutnya harus dibangun berdasarkan indikator-indikator yang sebaiknya dipenuhi. Indikator-indikator tersebut dapat diasumsikan sangat menentukan tingkat kesahihan dalam menyusun pola yang akan digunakan dalam buku pedoman. Indikator ini akan dibangun melalui refleksi teoretis sebagaimana telah dilakukan di atas, serta dikombinasikan dengan fenomena lapangan dengan cara melakukan pengembangan analisis. Data sekunder serta hasil FGD maupun wawancara mendalam digunakan sebagai bahan untuk mengintegrasikan kebutuhan nyata akan SDM/pegawai di masa mendatang.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekaatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam hal ini menggali informasi terkait dengan pengembangan perencanaan kepegawaian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperdalam informasi khususnya dari stakeholder khususnya BKD, Biro Organisasi yang memiliki posisi penting dalam perencanaan kepegawaian terkait dengan pengembangan organisasi pemerintah Provinsi.
3.2 Sumber Data
Studi penyusunan pedoman pengembangan sistem perencanaan pegawai provinsi DIY ini memerlukan sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data yang bersifat langsung. Data diperoleh di lapangan, peneliti mengambil data langsung kepada pihak-pihak yang bersentuhan dengan topik pengembangan pedoman sistem perencanaan pegawai. Pengambilan data dengan melakukan kontak secara langsung kepada sumber data, baik dengan cara melakukan wawancara, wawancara mendalam maupun dengan melalui focus group discussiin (FGD).
Sumber data sekunder merupakan data yang telah terekam dan telah terdokumentasi secara tertulis. Sifat data sekunder secara umum telah tersaji dengan rapi, teroleh dan terstruktur. Untuk itulah data sekunder biasanya telah terbukukan dengan baik. Di sisi lain data sekunder juga dapat berupa dokumen-dokumen gambar/foto yang merupakan pengabadian dari peristiwa yang sudah berlangsung.
2.3 Metodologi Penelitian
Penelitian untuk penyusunan pedoman pengembangan perencanaan pegawai ini ditempuh dengan :
a. Desk Study
Metode ini terutama menganalisis berbagai dokumen yang terkait dengan pengembangan perencanaan kepegawaian . Segenap regulasi dan informasi yang terkait perencanaan kepegawaian dilacak dan dianalisis. Cakupan regulasi meliputi regulasi yang diproduksi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari analisis ini adalah menemukan pijakan, peluang sekaligus rambu-rambu bagi desain pengembangan perencanaan kepegawaian .
Metode ini juga melacak berbagai riset yang pernah dilakukan oleh berbagai pihak terkait dengan pengembangan perencanaan kepegawaian . Tujuannya adalah mengidentifikasi persoalan dan tawaran alternatif kebijakan desain pengembangan perencanaan kepegawaian yang ideal.
b. Field Study
1) Focus Group Discussion (FGD)
Metode ini merupakan aktivitas turun lapangan terutama untuk mendapatkan data primer, sekaligus sekunder, yang terkait dengan fokus studi. Teknik yang digunakan meliputi Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam dengan stakeholders yang relevan. Arah dari kegiatan ini adalah mencapai target utama yaitu agar dapat mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada kaitannya dengan isu hubungan pengembangan perencanaan kepegawaian serta kemungkinan-kemungkinan (alternatif) untuk melakukan perbaikan.
2) Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan dalam studi ini merupakan sebuah pengumpulan data yang berlangsung dengan cara menemui informan secara langsung, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara terstruktur. Dengan demikian diperoleh respon jawaban secara langsung secara jelas dan terklarifikasi. Ada interaksi dinamis antara pihak peneliti dengan informan.
3) Wawancara mendalam
Teknik wawancara mendalam adalah pengumpulan data dengan cara melakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan secara detail dan disampaikan secara langsung kepada key person. Pihak yang diwawancara sengaja dipilih tokoh-tokoh kunci yang memiliki informasi secara detail dan mendalam tentang pedoman pengembangan sistem perencanaan pegawai. Teknik ini digunakan untuk menggali informasi khususnya menyangkut kebijakan-kebijakan terkait dengan perencanaan pegawai yang telah dilakukan, sedang dilakukan maupun yang akan dilakukan. Dengan informasi ini maka dapat memberikan kejelasan tentang kebutuhan pedoman pengembangan sistem perencanaan pegawai yang diperlukan.
2.4 Narasumber
Narasumber dalam studi ini adalah terdiri atas informan dan key person. Informan merupakan para aktor yang memiliki informasi di bidang pengembangan sistem perencanaan pegawai. Adapun informan dalam hal ini meliputi Staf di bidang perencanaan pegawai di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Key person merupakan tokoh kunci yang menguasai informasi, pengambil kebijakan, perumus kebijakan serta eksekutor dalam pengembangan sistem perencanaan perencanaan pegawai. Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Kepala Biro Organisasi serta Kepala Biro Perencanaan pegawai merupakan key person yang diwawancara secara mendalam.
2.5 Tahap Kegiatan
1. Perencanaan Tahap perencanaan adalah tahap untuk mempersiapkan dan memperlancar keperluan riset. Aktivitas yang dilakukan meliputi :
a) Penyusunan rencana data,
b) Koordinasi dengan pihak terkait dan stakeholder, dan
c) Penyiapan administrasi studi. Tujuan dari tahap ini adalah mempersiapkan pelaksanaan studi dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Studi Lapangan Merupakan aktivitas untuk mencari data primer dan sekunder. Tim peneliti akan menggali data primer dari para stakeholders dengan menggunakan Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam. Stakeholder yang dituju adalah yang terkait dengan kebijakan di bidang kepegawaian. Institusi sebagai obyek penelitian khususnya adalah BKD. Sementara stakeholder berupa Kepala Biro Organisasi, Kepala Biro pengembangan pegawai, Kepala Badan Diklat.
3. Penyusunan Laporan Pada tahap ini data yang diperoleh dari studi lapangan diklasifikasikan dan dianalisis untuk kemudian dibuat draft laporan penelitian. Draft ini kemudian dipaparkan dalam penyampaian laporan sehingga memperoleh pandangan dan penyempurnaan seperlunya. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan 3. Penyusunan Laporan Pada tahap ini data yang diperoleh dari studi lapangan diklasifikasikan dan dianalisis untuk kemudian dibuat draft laporan penelitian. Draft ini kemudian dipaparkan dalam penyampaian laporan sehingga memperoleh pandangan dan penyempurnaan seperlunya. Dalam hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
pengembangan perencanaan kepegawaian. Setelah itu draft disempurnakan sehingga menjadi sebuah laporan final serta output yang memenuhi kebutuhan dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pengembangan perencanaan kepegawaian . Tahap ini adalah akhir dari aktivitas riset.
2.6 Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan meliputi :
a. Data primer
1. Hasil FGD
a) Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan untuk penyusunan buku pedoman pengembangan perencanaan kepegawaian.
b) Pola formasi pegawai pemerintah Provinsi.
c) Pola atau trend kebutuhan pegawai dalam satu periode.
d) Arahan pedoman perencanaan pegawai
- isi/substansi yang harus ada - indikator/parameter
2. Hasil Wawancara mendalam
a) Kebijakan yang pernah dilaksanakan terkait dengan
perencanaan kepegawaian.
b) Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam sistem
perencanaan kepegawaian.
b. Data sekunder
1. Statistik pegawai menurut distribusi umur, kepangkatan dan golongan, dinas/badan/kantor.
2. Statistik pegawai berdasarkan distribusi jabatan struktural dan fungsional.
c. Data dokumenter
1) Perda yang mengatur tentang kepegawaian.
2) Perda tentang tata kerja dan organisasi pemerintah
provinsi.
3) Rencana Strategis/RPJM/RPJP.
4) Kebijakan/perda di bidang kepegawaian.
5) Dokumen rencana pegawai
6) Statistik pegawai lengkap trend 5 tahun terakhir
7) Pola kebutuhan pegawai 5 tahun terakhir
8) Struktur organisasi SKPD
9) Tupoksi satuan kerja di semua SKPD
d. Disain analisis
1. Data hasil wawancara dikodifikasikan ke dalam kelompok- kelompok analisis yaitu:
Pembahasan dan perencaan pegawai Pedoman yang digunakan Variabel yang dipertimbangkan dalam pedoman Sebaran/distribusi pegawai
2. Analisis melalui proses triangulasi data FGD dan analisis data dokumenter dengan kronologi sebagai berikut:
1. Pembahasan perencanaan pegawai
a) Pembahasan tentang perencanaan pegawai
b) Waktu pelaksanaan pembahasan
i. Periodik
ii. Tahunan
iii. Insidentil
c) Hasil pembahasan berupa sebuah rencana pegawai hingga terbentuk dokumen perencanan pegawai
2. Pedoman pengembangan sistem perencanaan
a) Penggunaan dokumen sebagai pedoman dalam
proses sistem perencanaan
b) Peta aktor yang terlibat dalam pembahasan hingga penyusunan dokumen rencana pegawai.
c) Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam
perencanaan pegawai
d) Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemprov DIY dalam bidang manajemen pegawai
e) Kebijakan yang spesifik mengatur tentang pengembangan perencanaan pegawai
f) Ketersediaan pedoman untuk perencanaan pegawai
g) Antisipasi jika belum tersedia pedoman pengembangan sistem perencanaan dengan metode tertentu dalam perencanaan pegawai
i. Need assessment
ii. Trial and error ii. Trial and error
kebutuhan
pegawai tahun-tahun
sebelumnya
iv. Perhitungan secara valid akan kebutuhan
pegawai
v. Pertimbangan yang dipakai dalam
penggunaan metode
vi. Ketersediaan peta kebutuhan pegawai per
SKPD
vii. Antisipasi metode tertentu jika pedoman pemetaan kebutuhan pegawai tidak tersedia viii. Aktor yang memiliki kewenangan dalam penyunan peta kebutuhan pegawai ix. Kebijakan pusat yang diacu dalam
perencanaan pegawai
3. Variabel yang dianalisis dalam perencanaan pegawai
a. varibel yang berpengaruh terhadap perencanaan
pegawai
i. Tupoksi
ii. Struktur dan jabatan
iii. Jenis jabatan fungsional dan struktural
iv. Tupoksi jabatan
v. Gender vi. Usia vii. Lama masa kerja viii. Kepangkatan ix. Promosi jabatan x. Pensiun v. Gender vi. Usia vii. Lama masa kerja viii. Kepangkatan ix. Promosi jabatan x. Pensiun
dilayani xiii. Luas wilayah
4. Sebaran pegawai yang diharapkan dari sebuah rencana pegawai
a. sebaran pegawai sudah memenuhi :
i. Tupoksi semua dinas
ii. Tupoksi semua badan
iii. Tupoksi kantor
b. sebaran pegawai sudah memenuhi
i. gender
ii. pangkat/golongan/jabatan
iii. usia iv. lama kerja
c. sebaran pegawai sudah memenuhi :
i. Kebutuhan pelayanan
ii. Kebutuhan pengembangan organisasi
d. sebaran pegawai memiliki pola manajemen karier
pegawai
e. sebaran pegawai memiliki kesesuian dengan kebutuhan pengembangan pegawai/diklat
Dari hasil analisis tersebut dirancang sebuah kerangka pikir tentang pedoman sistem perencanaan pegawai.
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI DIY
4.1. Sejarah Singkat Yogyakarta
Provinsi DIY merupakan sebuah provinsi yang memiliki nilai sejarah yang penting di mata Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan, karena Yogyakarta merupakan Kesultanan, termasuk di dalamnya Kadipaten Pakualaman. Pada zaman penjajahan Belanda, daerah yang mempunyai asal- usul dengan pemerintahannya sendiri, disebut Zelfbersturende Landschappen , atau di masa kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755, didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sedangkan Kadipaten Pakualaman berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang kemudian bergelar Adipati Paku Alam I. Baik Kasultanan maupun Pakualaman diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri. Semua itu dinyatakan dalam kontrak politik, yang terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1941 No. 47, dan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 No. 577.
Pada saat proklamasi kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian dari wilayah Negara RI, dan bergabung menjadi satu menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
2. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat terpisah)
3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal
30 Oktober 1945 (dalam satu naskah). Sebagai daerah otonom setingkat Provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk secara tersendiri dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1950 jo. No. 19 Tahun 1950 yang sampai saat ini masih berlaku. Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Puro Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya memainkan peran yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta. Kemudian Negara RI mengeluarkan Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden RI No. 6 Tahun 1959 (disempurnakan), kemudian Undang-undang No. 18 Tahun 1964. Kesemuanya itu mengatur perihal pembentukan Pemerintahan Daerah Otonom. Yang terakhir Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia baik pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi dari masa kerajaan-kerajaan tersebut yang hingga kini tetap terpelihara. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya.
Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paduka Paku Alam
IX yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.
Melihat deskripsi di atas, maka Yogyakarta memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia. mengingat peran penting tersebut maka Yogyakarta memperoleh tempat yang terhormat di dalam sistem pemerintahan Indonesia. atas pertimbangan tersebut maka penataan sistem pemerintahan menjadi bagian utama. Terkait dengan hal tersebut, maka manajemen sumberdaya manusia sebagai motor penggerak pemerintahan tersebut menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi. Muara dari manajemen SDM sebagaimana dimaksud adalah membutuhkan sistem perencanaan SDM. Untuk itulah guna menjaga kelangsungan hidup DIY sebagai pemegang peran dalam sejarah Indonesia, maka harus didukung oleh sebuah sistem perencanaan SDM yang baik.
4.2. Kondisi Geografis
Wilayah DIY berada di bagian tengah Pulau Jawa, termasuk zone tengah bagian selatan dari formasi geologi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara astronomi Provinsi
0 DIY terletak di antara 7 0 33’LS – 8 12’LS, yang mencakup wilayah bekas Swapraja Kesultanan Yogyakarta, wilayah bekas Swapraja Kadipaten Pakualaman dan tiga daerah
yang semula termasuk wilayah Jawa Tengah, yakni bekas daerah enclave Kapanewon di Gunung Kidul, daerah enclave Kawedanan Imogiri dan daerah enclave Kapanewon di Bantul.
Secara administratif keseluruhan wilayah tersebut berbatasan dengan Kabupaten Magelang (di sebelah barat laut), Kabupaten Klaten (di sebelah timur), Kabupaten Wonogiri (di sebelah tenggara), Samudera Indonesia (di sebelah selatan) dan Kabupaten Purworejo (di sebelah barat). Luas wilayah DIY sekitar 3.185,80 km2, yang terbagi dalam lima wilayah administratif , yaitu :
Kota Yogyakarta dengan luas 32,5 km2, terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan
Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km2, terdiri dari 17 kecamatan dan
86 desa. Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2, terdiri dari 17 kecamatan dan 75
desa.
Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 km2, terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa.
Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,36 km2, terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa
Secara geografis wilayah DIY tersusun atas empat satuan, yaitu Pegunungan Selatan, Gunung api Merapi, dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulonprogo, dan Pegunungan Kulonprogo dan dataran rendah selatan.
4.3. Kependudukan
Sebutan Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata menggambarkan potensi Provinsi ini dalam bidang pariwisata. Kekuatan Yogyakarta menjadi daerah tujuan wisata kedua setelah Bali perlu menjadi komitmen seluruh elemen. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di daerah ini, mulai dari wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata minat khusus, wisata pendidikan, bahkan yang terbaru wisata malam. Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Disamping tersedianya berbagai jenjang pendidikan di provinsi ini, juga terdapat banyak mahasiswa dari berbagai Provinsi di Indonesia yang menimba ilmu di kota Yogyakarta, sehingga tidak berlebihan jika Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.
Tahun 2005 Yogyakarta mencatat keberhasilan di bidang kependudukan dalam hal pencapaian angka harapan hidup tertinggi di Indonesia yaitu 73 tahun. Angka harapan hidup DIY lebih tinggi disbanding rerata Indonesia yang nilainya 70,7 tahun. Diantara Kabupaten dan Kota, Kabupaten Sleman merupakan konsentrasi Lansia di DIY. Usia harapan hidup di Sleman adalah 74 tahun. Usia harapan hidup yangpanjang merupakan representasi banyak factor antara lain kondisi ekonomi yang menjamin kesejahtraan rumah tangga dan keterkecukupan kebutuhan dasarnya, pelayanan kesehatan yang efektif dalam mengatasi penyakit dan gangguan kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan yang baik dan sosio cultural masyarakat yang menjamin hidup lebih tenteram.
Dibidang kependudukan, perwujudan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan IPM, yang merupakan indeks komposit dari indeks angka harapan hidup, indeks angka melek huruf, indeks rerata lama sekolah dan indeks pengeluaran riil perkapita dari seluruh provinsi di Indonesia, DIY menempati urutan IPM yang baik yaitu kelompok empat besar. Sedangkan untuk jumlah penduduk, jika diasumsikan pertumbuhan dalam jangka panjang rata-rata sebesar kurang lebih 1% per tahun, maka jumlah penduduk Provinsi DIY pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai sekitar 3.776.500 jiwa (BPS).
Masalah kependudukan tentunya memiliki konsekuensi yang bersifat langsung dengan pelayanan. Keberadaan pemerintah sebaliknya sebagai penyelenggara pelayanan publik, menghadapi masalah upaya untuk meningkatkan efektivitas pelayanan. Kendati Pemerintah Provinsi tidak secara langsung berhadapan dengan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, namun Pemerintah Provinsi setidaknya memberikan pelayanan kepada Pemerintah Kabupaten/kota. Untuk itulah secara koordinatif Pemerintah Provinsi DIY berhubungan dengan 4 Kabupaten dan 1 Kota sebagai upaya peningkatan pelayanan publik. Tentu saja dengan wilayah yang relatif luas mencakup 5 Kabuapetn Kota ini maka perlu ditingkatkatkan kapasitas SDM pada Provinsi DIY.
Guna menopang sistem pelayanan publik yang secara koordinatif diselenggarakan bersama Kabupaten dan Kota ini maka perlu dilakukan pengembangan sistem perencanaan pegawai di Provinsi DIY. Untuk itulah keberadaan pedoman pernecanaan pegawai menjadi sangat diperlukan.
4.4. Ekonomi dan Sumberdaya Alam
Kegiatan investasi baik yang dilakukan oleh domestic (PMDN) maupun asing (PMA) di DIY dari waktu ke waktu mengalami pasang surut, sesuai dengan perkembangan keadaan politik nasional, kebijakan pemerintah, dan kondisi maksro nasional. Perkembangan dalam bidang perdagangan dari sisi perkembangan usaha perdagangan Kegiatan investasi baik yang dilakukan oleh domestic (PMDN) maupun asing (PMA) di DIY dari waktu ke waktu mengalami pasang surut, sesuai dengan perkembangan keadaan politik nasional, kebijakan pemerintah, dan kondisi maksro nasional. Perkembangan dalam bidang perdagangan dari sisi perkembangan usaha perdagangan
Kontribusi sektor pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) terhadap PDRB selama sepuluh tahun terakhir rerata sebesar 16, 33 % (terbesar ketiga setelah sektor jasa dan perdagangan). Apabila diukur dari kesejahteraan, nilai tukar (terms of trade) petani di DIY dalam sepuluh tahun terakhir meningkat dari 96,9% menjadi 133,3% (tertinggi di P. Jawa). Sedangkan untuk produksi benih ikan dan udang selama sepuluh tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 37,54% per tahun.
4.5. Kondisi SDM
Permasalahan MSDM yang tampak secara umum dapat diinformasikan melalui data statistik pegawai. Baik kondisi pegawai terkait dengan kuantitas maupun kulitas tentu dapat menggambarkan daya dukung yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DIY. Terkait dengan wilayah administrasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Wilayah Administrasi
Sumber : Biro Tata Pemerintahan Setda Prov. DIY, 2008 dalam
Terkait dengan wilayah administrastif di atas menunjukkan tentang keluasan jangkauan pelayananan. Jangkauan pelayanan yang luas tentunya memerlukan pegawai yang lebih banyak, sekaligus dengan penngkatan kualiatas secara memadai. Sekalipun Provisni tidak berhadapan langsung dengan pelayanan kepada masyarakat, namun memberikan koordinasi dengan Kabupaten dan kota tetap saja memerlukan sebuah pelayanan yang memadai.
Guna melihat secara jelas tentang jumlah pegawai yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DIY maka grafik berikut menyajikan jumlah pegawai DIY:
Grafik 4.1 Pegawai pemprov DIY
Sumber: BKD DIY 2010, diolah 2010
Dukungan pegawai pada setiap SKPD juga mengindikasikan kekuatan Pemerintah Provinsi DIY. Adanya distribusi yang seimbang antar SKPD memberikan kekuatan yang stabil bagi setiap SKPD. Distribusi pegawai tentunya perlu dipertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan dan tupoksi dengan staffing yang dilakukan di setiap SKPD. Sementara itu tentunya BKD memiliki peran yang strategis dalam masalah distribusi pegawai tersebut. Untuk dapat mengetahui tentang distribusi pegawai per unit organisasi yang ada dalam 33 SKPD. Berikut adalah komposisi pegawai dalam masing-masing unit organisasi:
Tabel 4.2 Komposisi pegawai Pemprov DIY Per September 2010
PEREMPUAN / NO.
UNIT ORGANISASI/INSTANSI
LAKI-LAKI / ESELON
JML
JML
ESELON JML TOTAL
I II III
IV I II III IV 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 Sekretariat Daerah
2 Biro Tata Pemerintahan
3 Biro Hukum
Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat
Dan Kemasyarakatan Biro Administrasi Perekonomian Dan
Sumber Daya Alam 6 Biro Administrasi Pembangunan
7 Biro Organisasi
Biro Umum, Hubungan Masyarakat Dan
Protokol 9 Sekretariat DPRD
10 Inspektorat
Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah 12 Badan Kepegawaian Daerah
13 Balai Pengukuran Kompetensi Pegawai
14 Badan Pendidikan Dan Pelatihan
15 Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah
16 Badan Lingkungan Hidup
Badan Kesatuan Bangsa Dan
Perlindungan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan Dan
Penyuluhan Badan Kerjasama Dan Penanaman
Modal
20 Kantor Perwakilan Daerah
21 Gerai Investasi
Badan Pemberdayaan Perempuan Dan
Masyarakat 23 Rumah Sakit Grhasia
24 Satuan Polisi Pamong Praja
25 Dinas Pertanian
Balai Pengawasan Dan Sertifikasi Benih
Pertanian Balai Pengembangan Perbenihan
Tanaman Pangan Dan Hortikultura Balai Pengembangan Sumberdaya
Manusia Pertanian Balai Pengembangan Bibit, Pakan
Ternak Dan Diagnostik Kehewanan 30 Balai Proteksi Tanaman Pertanian
31 Dinas Kelautan Dan Perikanan
Balai Pengembangan Teknologi
Kelautan Dan Perikanan 33 Pelabuhan Perikanan Pantai
34 Dinas Kehutanan Dan Perkebunan
Balai Sertifikasi, Pengawasan Mutu 35 Benih Dan Proteksi Tanaman
Kehutanan Dan Perkebunan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) Balai Pengembangan Perbenihan Dan 37 Percontohan Kehutanan Dan
Perkebunan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah
Raga
39 Balai Latihan Pendidikan Teknik
40 Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
41 Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan
42 Balai Pemuda Dan Olah Raga
43 Dinas Kebudayaan
44 Museum Negeri Sonobudoyo
45 Taman Budaya
46 Dinas Pariwisata
47 Dinas Sosial
48 Panti Sosial Bina Netra
49 Panti Sosial Karya Wanita
50 Panti Sosial Bina Karya
51 Panti Sosial Bina Remaja
52 Panti Sosial Asuhan Anak
53 Panti Sosial Tresna Wreda
54 Panti Sosial Pamardi Putra
55 Dinas Kesehatan
56 Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru
57 Balai Laboratorium Kesehatan
58 Balai Pelatihan Kesehatan
Balai Penyelenggara Jaminan
Kesehatan Sosial 60 Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
Balai Latihan Kerja Dan Pengembangan
Produktivitas 62 Balai Hiperkes Dan Keselamatan Kerja
Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan
Dan Energi Sumber Daya Mineral
Balai Pengelolaan Sumber Daya Air
Provinsi Balai Pengujian, Informasi Permukiman 65 Dan Bangunan, Dan Pengembangan
Jasa Konstruksi Balai Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan
Informatika 68 Trans Jogja
Kantor Pengendalian Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan 70 Plaza Informasi
Dinas Perindustrian, Perdagangan
Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah Balai Pengembangan Teknologi Tepat
Guna 73 Balai Metrologi
74 Balai Pelayanan Bisnis
Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan Dan Aset Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di Kota
Yogyakarta Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di
Kabupaten Bantul Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di
Kabupaten Kulonprogo Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di
Kabupaten Gunungkidul Kantor Pelayanan Pajak Daerah Di
Kabupaten Sleman Sekretariat Komisi Pemilihan Umum
Provinsi
Sumber: BKD DIY, 2010 Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pegawai dari aspek gender sudah dipertimbangkan, secara akumulasi jumlah pegawai pria dengan perempuan 496:253. Untuk eselon IV laki-laki 314 dan perempuan 203. Namun untuk posisi eselon II dan III nampaknya cenderung didominasi laki-laki.
Di samping dari sisi distribusi yang seimbang dalam setiap SKPD, masih diperlukan dukungan kualitas pegawai. Kualitas pegawai secara umum diinformasikan melalui latar belakang pendidikan dan kecakapan. Pendidikan secara umum menginformasikan tentang kapasitas pegawai. walaupun pendidikan bukan merupakan satu-satunya pendukung dalam pembentukan kemampuan pegawai, namun secara umum pendidikan masih menjadi tolok ukur kemampuan pegawai. Deskripsi dari latar belakang pendidikan pegawai adalah sebagai berikut:
Grafik 4.2
Sumber: BKP DIY 2010, diolah 2010
Pendidikan SLTA masih menduduki peringkat atas dalam prosentasenya yakni 891 untuk perempuan dan lak-laki 1942. Hal ini perlu mendapat perhatian untuk pengembangannya. Perlu membut peta pengembangan pegawai yang terencana baik untuk peningkatan melalui kuliah maupun keikutsertan diklat. Diklat sebagai salah satu pembentuk kompetensi pegawai Provinsi DIY merupakan komplementer yang harus ada dalam sistem pengembangan pegawai. Keberadaan diklat menopang secara langsung untuk peningkatan kemampuan pegawai. Masalah diklat perlu diungkapkan dalam rangka mengetahui intervensi kecakapan pegawai. Inovasi diklat diperlukan sehingga dapat memberikan kontribusi dalam perencanaan pegawai. Dengan mengetahui kebutuhan diklat diharapkan dapat penopang peningkatan kemampuan pegawai, dan selanjutnya akan dapat memberikan kontribusi dalam perencanaan pegawai.
BAB V ANALISIS SISTEM PERENCANAAN PEGAWAI PROVINSI DIY
5.1. Lembaga Organisasi Pemerintah Provinsi DIY
Masalah kelembagaan merupakan bagian penting yang menentukan dalam perencanaan pegawai. Sistem perencanaan pegawai memberikan kontribusi besar dalam menentukan jumlah dan proporsi serta komposisi pegawai yang perlu direncanakan. Bagaimanapun kualifikasi pegawai, kebutuhan akan kuantitas sangat tergantung dari struktur yang akan menampung pegawai tersebut. Adapun komposisi jumlah organisasi yang ada dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 5.1 Jumlah unit organisasi Pemprov DIY No
5. Sekretariat DPRD
6. RS. Daerah
Sumber: BKD 2010, diolah 2010
Dengan stabilitas kelembagaan maka dalam penyusunan sistem perencanaan pegawai tidak mengalami perubahan. Dapat dikatakan bahwa permintaan pegawai tidak akan bersifat fluktuatif. Jumlah maupun kualitas lebih terprediksi. Untuk menjawab permasalahan perencanaan pegawai dengan ciri kelembagaan yang relatif stabil, dapat dilakukan dengan:
1. Melihat permitaan tetap yang berlangsung setiap tahun
2. Perencanaan, dalam hal ini dapat bersifat inkremental yaitu dengan melihat perubahan-perubahan parsial sehingga perencanaan hanyalah merupakan upaya penyesuaian. Ketika dikaitkan dengan RPJM Pemprov DIY 2009-2013 maka perlu melakukan redesain kebutuhan pegawai serta kualifikasinya sesuai dengan misi, khususnya pada indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan misi ketiga yakni ” Meningkatkan efisiensi dan efektifitas tata kelola pemerintahan yang berbasis good governance”. Berikut adalah jabaran dari misi tersebut :
Tabel 5.2
Indikator Efisiensi dan Efektifitas Tata Kelola Pemerintahan yang
Berbasis Good Governance
No INDIKATOR
SATUAN
TARGET 2009
2012 2013 1 SKPD yang
1 2 3 3 3 mendapatkan dan
Jumlah
SKPD
menerapkan ISO 2 Penyediaan
2 5 10 15 20 pelayanan dari government centris menuju citizen centris 3 Ketersediaan
perundangan kearsipan 4 Rasio jumlah SKPD
1:2 1;2 terhadap arsiparis 5 Ketersediaan
5 10 15 20 25 Informasi dalam bentuk Digital terhadap data dan
Persen Persen
5 5 5 4 4 data senter GDS 7 Indeks pembangunan
Unit
70,90 71 Gender (IPG) 8 Indeks
62,50 62,52 pemberdayaan Gender (G3EM) 9 Jumlah usaha
20 20 25 25 30 ekonomi masyarakat
10 Peningkatan Jumlah
20 25 30 30 35 Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa 11 Peningkatan Kualitas
Persen
10 15 20 20 25 Lembaga Kemasyarakatan Desa/kelurahan
Persen
Sumber: Pemprov DIY 2010 Mencermati data yang terkait dengan bidaag kepegwaian yakni standar SKPD
yang mendapatkan dan menerapkan ISO hanya 2 SKPD pada tahun 2010 dan 3 SKPD pada tahun 2011, 2012 dan 2013 mengindikasaikan bahwa nampaknya pemerintahan provinsi kurang menekankan akan pentingnya data pegawai. Hal ini perlu mendapat perhatian dan keseriusan, sisi lain perlunya penekanan akan pemenuhan data dari masing-masisng SKPD untuk dioleh oleh BKD menjadi informasi yang lengkap dan akurat.