TINJAUAN PELAKSANAAN DAN PERHITUNGAN PIL

PADA PROY OYEK DUPLIKASI JEMBATAN AIR IR MUSI II PALEMBANG LAPORAN KERJA PRAKTEK

Dibuat sebagai salah satu kelengkapan Unt Untuk mengambil Tugas Akhir pada Jurusan Teknik Sipil ipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Oleh : WINNESS SUTEHNO

Dosen Pembimbing : DR. Ir. HANAFIAH, M.Sc.

UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL 2013

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Secara umum, jembatan adalah penghubung dua lokasi yang terpisah karena hambatan lingkungan alam seperti sungai, selat, jurang, dan lain - lain. maupun lingkungan buatan seperti jalan raya, jalan rel, drainase, dan lain - lain. Jenis Jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir. Hal ini bertujuan untuk memperlancar aktifitas-aktifitas perekonomian yang ada.

Kota Palembang, ibu kota dari provinsi Sumatera Selatan, memiliki Jembatan Musi II yang berfungsi sebagai pintu masuk ibu kota yang terletak di sungai musi, sekitar 60 kilometer dari arah laut, dimana sungai musi ini juga dilayari oleh kapal- kapal samudera bertonase besar. Semula, arus lalu lintas kendaraan bermuatan berat melalui Jembatan Ampera. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi peralihan arus lalu lintas kendaraan bermuatan berat ke Jembatan Musi II sehingga lama-kelamaan mengakibatkan volume lalu lintas di Jembatan Musi II menjadi sangat padat dan kapasitas Jembatan tidak dapat lagi menampung arus lalu lintas dari hari ke hari. Keberadaan Jembatan yang berfungsi sebagai penghubung antar kawasan serta untuk mereduksi kemacetan lalu lintas telah sangat dibutuhkan di kota Palembang. Maka dari itu, selain adanya rencana pelebaran jalan lingkar barat, perlu direncanakan Duplikasi Jembatan Musi II guna mengantisipasi kelebihan volume lalu lintas.

Struktur dari Duplikasi Jembatan Air Musi II ini cukup kompleks untuk dibahas. Dari segi struktur konstruksi, Jembatan ini merupakan Jembatan tertutup dengan kombinasi balok PCI girder pada bentang pendekat (approach span) dan baja pelengkung menerus pada bentang utama (main span). Dari hal inilah maka akan dibahas mengenai tinjauan pelaksanaan dan perhitungan pilar yang merupakan salah satu komponen substruktur pokok pada suatu jembatan. Pilar pada proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II merupakan konstruksi struktur beton bertulang.

I.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam laporan ini adalah mengenai bagaimana metode pelaksanaan pekerjaan pilar serta perhitungan struktur beton pilar jembatan dari data yang ada.

I.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari program Kerja Praktek ini adalah agar mahasiswa dapat memperoleh pengalaman nyata secara visual dari pelaksanaan konstruksi di lapangan serta membandingkan antara ilmu praktis lapangan dengan ilmu akademis selama perkuliahan. Adapun tujuan dari laporan kerja praktek ini adalah :

1. Mengetahui metode pelaksanaan pekerjaan pilar Jembatan di lapangan.

2. Meninjau perhitungan struktur beton pada pilar Jembatan.

3. Mengetahui permasalahan – permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan di lapangan.

I.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan laporan kerja praktek ini dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Data Primer

a. Melakukan tinjauan lapangan rutin secara langsung dilengkapi dengan dokumen digital berupa foto dan video.

b. Melakukan wawancara dan diskusi kepada pihak pengawas lapangan, kontraktor, dan owner.

2. Data Sekunder

a. Data-data kontrak dan teknis proyek berupa gambar-gambar kerja yang diperoleh dari kontraktor.

b. Studi pustaka yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas baik itu dari buku-buku referensi, jurnal, peraturan, maupun situs internet.

I.5 Ruang Lingkup Penulisan

Pada proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II ini memiliki pembahasan yang sangat luas. Mengingat keterbatasan waktu, maka tidak memungkinkan untuk meninjau secara keseluruhan dari pelaksanaan pembangunan proyek tersebut, sehingga difokuskan dalam pembahasan tinjauan pekerjaan struktur beton pilar jembatan saja.

I.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan kerja praktek ini adalah sebagai berikut :

a. BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab yang berisi mengenai uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan, metode pengumpulan data, ruang lingkup penulisan, dan sistematika penulisan.

b. BAB II GAMBARAN UMUM PROYEK Bab ini menguraikan tentang data proyek, struktur organisasi, unsur pihak proyek, dan lokasi proyek.

c. BAB III DASAR TEORI Bab ini berisi tentang dasar-dasar teori yang mendukung dalam penulisan laporan kerja praktek ini.

d. BAB IV TINJAUAN PELAKSANAAN Bab ini membahas tentang tahapan-tahapan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

e. BAB V TINJAUAN PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Bab ini mengulas mengenai tinjauan perhitungan struktur pilar dimana yang akan di bahas adalah perhitungan penulangan pada struktur beton pilar.

f. BAB VI PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan akhir dari pelaksanaan pekerjaan proyek yang ditinjau dan saran-saran yang disampaikan oleh penulis.

BAB II GAMBARAN UMUM PROYEK

II.1 Data Proyek

Pembangunan Duplikasi Jembatan Air Musi II adalah proyek yang mulanya berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, ULP Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III. Proyek ini dibangun dengan tujuan untuk menyediakan jembatan alternatif yang berfungsi sebagai penghubung antar Provinsi yang merupakan bagian dari Arteri Lintas Timur Sumatera dan antar kawasan di Provinsi Sumatera Selatan selain Jembatan Musi II yang telah overload. Data-data proyek ini dapat dilihat sebagai berikut :

II.1.1 Data Umum

Satuan Kerja : Pelaksanaan Jalan Metropolitan Palembang Kasatker

: Ir. Junaidi, M.T.

Pelaksana Kegiatan : PPK. 14 Jembatan Metropolitan Palembang PPK

: Azwar Edie, S.T., M.T.

Nama Paket : Pembangunan / Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang Lokasi Kegiatan

: Jl. Mayjend. Yusuf Singade Kane, Palembang, Sumsel No. Kontrak

: KU.08.08 / PPK.14 / 0810.1 / 2012

Tanggal Kontrak

: 8 Oktober 2012

Nilai Kontrak

: Rp. 233.499.999.000,-

Alokasi Dana DIPA : 1. TA. 2012 = Rp. 75.000.000.000,-

2. TA. 2013 = Rp. 120.000.000.000,-

3. TA. 2014 = Rp. 105.000.000.000,-

Sumber Dana : APBN MURNI T.A. 2012 – 2014 (MYC) Tanggal Kontrak

Masa Pelaksanaan

: 720 hari Kalender

Rencana PHO

: 11 Oktober 2014

Masa Pemeliharaan : 1080 hari Kalender

Rencana FHO

: 24 September 2017

Konsultan Supervisi : PT. Wesitan Konsultansi Pembangunan SE Konsultan

: Ir. Komaruddin

Kontraktor

: PT. Hutama Karya (Persero)

GS Kontraktor

: Ir. I made Japasunu

II.1.2 Data Teknis

Jenis Jembatan berdasarkan fungsi : Jembatan jalan raya Jenis Jembatan berdasarkan bahan pembentuknya : - baja pelengkung menerus - balok PCI girder Jenis Jembatan berdasarkan struktur

: Jembatan lengkung (arch) Kelas jembatan berdasarkan ketentuan pembebanan Bina Marga

: I (100%)

Panjang Jembatan efektif : ± 697,833 Meter Lebar Jembatan

: ± 11 Meter Jumlah jalur dan lajur

: 1 jalur dan 2 lajur Letak trotoar

: dalam

Lebar Trotoar : 1 Meter (kanan)

2 Meter (kiri) Ketinggian maximum kendaraan

: 5,5 Meter

Kecepatan rencana kendaraan : 60 km / jam Ketinggian jembatan dari permukaan air

: ± 14,92 Meter Ketinggian jembatan dari muka banjir

: ± 17,12 Meter Mutu beton Pilar Jembatan

: K-350

II.2 Struktur Organisasi

Organisasi adalah suatu pola kerja sama dimana sejumlah orang saling berhubungan, bertemu muka, dan terikat dalam suatu tugas yang bersifat kompleks, berhubungan satu dengan yang lainnya, dan secara sadar menetapkan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula secara sistematis.

Dalam pelaksanaan proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang ini melibatkan beberapa organisasi. Adapun organisasi-organisasi yang berperan dalam Dalam pelaksanaan proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang ini melibatkan beberapa organisasi. Adapun organisasi-organisasi yang berperan dalam

Pemillik Proyek Satker Pelaksanaan Jalan

Metropolitan Palembang

Pemillik Proyek PPK. 14 Jembatan Metropolitan

Palembang

Konsultan Pengawas Kontraktor PT. Wesitan Konsultansi

PT. Hutama Karya Pembangunan

(Persero)

Keterangan : Hubungan kontrak Hubungan fungsional

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang

KEPALA SATUAN KERJA PELAKSANAAN JALAN METROPOLITAN

PALEMBANG

Ir. JUNAIDI, M.T.

PPK. 14 JEMBATAN METROPOLITAN

PALEMBANG

AZWAR EDIE, S.T., M.T.

BENDAHARA KOORDINATOR PENGELUARAN

LAPANGAN

SUMARSIN, S. Sos. M. NASIR N, S.T.

STFF KEUANGAN

TIM PENGAWAS

TIM PENGAWAS

INDAH PARMALIA

ROMADI

HENDRA

YUSWENDI, S.T.

M.HUSNI

FEBRANNUR, S.T.

KAURTU/ TEKNIK

ALFIN JERRY, S.T., M.T.

PETUGAS TEKNIK

ADMINISTRASI UMUM

DESY TRISNA, S.T.

IRWANSYAH

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Satker Pelaksanaan Jalan Metropolitan Palembang

II.3 Unsur Pelaksana Proyek

Unsur pelaksana proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II ini adalah :

1. Pemilik Proyek (owner)

2. Konsultan Pengawas

3. Kontraktor

II.3.1 Pemilik Proyek (owner)

Pemilik proyek (owner) dapat berupa perorangan, pemerintah, maupun suatu perusahaan swasta yang memiliki sumber dana untuk membuat suatu proyek konstruksi atau adanya kebutuhan pasar. Keinginan dari owner tersebut disampaikan pada pihak yang memiliki keahlian di bidang konstruksi antara lain merancang, melaksanakan suatu struktur, serta dapat membuat perkiraan rencana anggaran biaya.

II.3.2 Konsultan Perencana

Konsultan perencana adalah ahli-ahli konstruksi yang menerima pekerjaan dari pemilik proyek, biasanya tenaga-tenaga ahli ini dipimpin oleh seorang insinyur untuk merencakan suatu pekerjaan mulai dari struktur bangunan sampai rencana anggaran biaya.

II.3.3 Konsultan Pengawas

Konsultan pengawas adalah perusahaan atau badan yang ditunjuk pengguna jasa untuk membantu dalam pemantauan pelaksanaan pekerjaan pembangunan mulai awal hingga berakhirnya pekerjaan tersebut.

II.3.4 Kontraktor

Kontraktor adalah perusahaan atau badan yang menerima pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai biaya yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana, peraturan, serta syarat-syarat yang telah ditetapkan.

II.4 Persyaratan Umum, Administrasi, dan Teknis Proyek

II.4.1 Persyaratan Umum

Persyaratan umum dari proyek merupakan persyaratan yang harus dipatuhi antara pemilik proyek dan kontraktor yang memuat hal-hal umum mengenai peraturan pelaksanaan, rencana kerja, dan syarat-syarat penawaran yang dibuat dalam bentuk-bentuk pasal.

II.4.2 Persyaratan Administrasi

Persyaratan administrasi meliputi dua hal yaitu persyaratan dalam penawaran dan persyaratan dalam pelaksanaan pekerjaan.

II.4.3 Persyaratan Teknis

Persyaratan teknis merupakan persyaratan yang menyangkut ruang lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II.

II.5 Lokasi Proyek

Gambar 2.4 Peta lokasi kota Palembang, Sumatera Selatan

Sumber: Google Maps

Gambar 2.5 Peta lokasi Proyek Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang

BAB III LANDASAN TEORI

III.1 Pengertian Jembatan

Secara umum, jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti danau, lembah, jurang, saluran irigasi, jalan kereta api dan semacamnya (Ariestadi, 2008). Konstruksi ini dapat dilalui oleh pejalan kaki, kendaraan bermesin maupun tradisional, dan kereta api. Mengingat fungsi dari jembatan yaitu sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui rintangan, maka jembatan dapat dikatakan merupakan bagian dari suatu jalan, baik jalan raya atau jalan kereta api.

Jenis jembatan berdasarkan fungsi, bahan konstruksi, dan tipe struktur sekarang ini telah mengalami perkembangan yang pesat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang kompleks, tidak sebidang, dan lain-lain. Karena kemajuan zaman, maka semakin maju pula pemikiran manusia, maka ditemukan bahan-bahan material pembuatan jembatan seperti beton, baja, dan kawat baja seiring dengan ditemukannya jenis dan bentuk serta kekuatan jembatan. Bahan yang dipakai atau digunakan pada konstruksi jembatan biasanya tergantung pada syarat-syarat kekuatan teknis dan syarat- syarat ekonomis, ketersediaannya, serta tinjauan dari segi estetika dan juga sifat-sifat jembatan itu sendiri, apakah jembatan itu berfungsi sebagai jembatan permanen atau tidak (Azwarudin, 2008).

III.2 Jenis – Jenis Jembatan

Jenis jembatan sendiri dapat dibedakan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi, dan tipe strukturnya. Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan menjadi tiga macam sesuai yang disajikan pada gambar 3.1, gambar 3.2, dan gambar 3.3 berikut : Jenis jembatan sendiri dapat dibedakan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi, dan tipe strukturnya. Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan menjadi tiga macam sesuai yang disajikan pada gambar 3.1, gambar 3.2, dan gambar 3.3 berikut :

Gambar 3.1 Jembatan Jalan Raya (Sumber : news.rutgers.edu)

b. Jembatan jalan kereta api (railway bridge)

Gambar 3.2 Jembatan Jalan Kereta Api (Sumber : .theodora.com) Gambar 3.2 Jembatan Jalan Kereta Api (Sumber : .theodora.com)

Gambar 3.3 Jembatan Pejalan Kaki (Sumber : galinsky.com)

Berdasarkan lokasinya, jenis jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Jembatan di atas sungai atau danau

b. Jembatan di atas lembah

c. Jembatan di atas saluran irigasi atau drainase (culvert)

d. J embatan di atas jalan yang sudah ada (fly over)

e. Jembatan di dermaga (jetty)

Sedangkan berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Jembatan kayu (log bridge)

b. Jembatan beton (concrete bridge)

c. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge)

d. Jembatan baja (steel bridge)

e. Jembatan komposit (composite bridge)

Dan berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain : Dan berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :

b. Jembatan plat berongga (voided slab bridge)

c. Jembatan gelagar (girder bridge)

d. Jembatan rangka (truss bridge)

e. Jembatan pelengkung (arch bridge)

f. Jembatan kabel gantung (suspension bridge)

g. Jembatan kabel cancang (cable stayed bridge)

h. Jembatan penyangga (cantilever bridge)

Dan berdasarkan bentangnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam yang diperlihatkan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Jenis Jembatan berdasarkan Bentang

Sumber : Bridge Management System 1992

Sedangkan berdasarkan standard ketentuan dari Bina Marga, tabel 3.2 berikut menyajikan rangkuman bahan konstruksi, jenis konstruksi, dan bentang maksimum jembatan yang ekonomis dalam keadaan normal yang sering digunakan.

Tabel 3.2 Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan Bahan

Bentang maks. (meter) Beton

Slab bridge

6.00 – 8.00

T-Girder, I-Girder

Beton Prategang

Prestressed

Box 40.00 – 50.00

Girder Baja

Truss bridge

60.00 – 100.00

Komposit Compossite bridge

10.00 – 40.00

III.3 Bagian–bagian Jembatan

Jembatan memiliki dua bagian pokok, antara lain :

a. Struktur atas (super structure), yaitu semua bagian jembatan atas tumpuan yang terdiri dari tumpuannya sendiri, balok utama longitudinal atau stringer atau girder, sistem lantai, dan pengaku (bracing atau stiffener). Bagian-bagian sekunder lain adalah parapet atau dudukan railing, dinding railing, alat sambung dek, dan lain sebagainya.

b. Struktur bawah (sub structure), dibagi menjadi 2 bagian yaitu kepala jembatan (abutments) atau pilar (pier) dan pondasi untuk kepala jembatan atau pilar. Struktur bangunan bawah perlu didesain khusus sesuai dengan jenis kekuatan tanah dasar dan elevasi jembatan.

Gambar 3.4 Bagian-bagian Jembatan secara umum Sumber : arie-kusnady.blogspot.com

Keterangan gambar :

1. Bangunan Atas Merupakan bangunan yang berfungsi sebagai penampung beban-beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan maupun orang dan kemudian menyalurkannya kepada bangunan bawah.

2. Landasan Perletakan Merupakan ujung bawah dari bangunan atas yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya yang berasal dari bangunan atas menuju bangunan bawah. Biasanya terdapat 2 jenis, yaitu landasan sendi dan landasan roll.

3. Bangunan Bawah Merupakan bangunan yang berfungsi menerima dan memikul beban yang diberikan oleh bangunan atas yang kemudian disalurkan ke pondasi yang langsung berada di tanah.

4. Pondasi Merupakan bagian pada jembatan yang berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkannya ke tanah.

5. Oprit Merupakan timbunan tanah yang berada di belakang abutmen. Abutmen merupakan kepala jembatan yang berada di ujung jembatan. Sedangkan yang berada di tengah 5. Oprit Merupakan timbunan tanah yang berada di belakang abutmen. Abutmen merupakan kepala jembatan yang berada di ujung jembatan. Sedangkan yang berada di tengah

6. Bangunan Pengaman Jembatan Merupakan bangunan yang berfungsi sebagai pengaman terhadap pengaruh erosi sungai yang bersangkutan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

III.4 Pilar Jembatan

Pilar jembatan sederhana adalah suatu konstruksi beton bertulang yang menumpu di atas pondasi tiang-tiang pancang dan terletak di tengah sungai atau yang lain yang berfungsi sebagai pemikul antara bentang tepi dan bentang tengah bangunan atas jembatan (SNI 2451, 2008). Pilar-pilar dapat berupa susunan rangka pendukung (trestle), yaitu topi beton bertulang yang bertindak sebagai balok melintang (cross beam) dengan kepala tiang tertanam pada topi, atau susunan kolom, yang menggunakan sistem beton kopel (pile cap) yang terpisah, sistem kolom dan balok melintang terpisah.

Pada umumnya di Indonesia dipakai susunan rangka pendukung untuk pondasi tiang. Pada susunan tersebut tiang diteruskan langsung pada balok melintang ujung (cross head) pilar. Kelebihan utama dari susunan ini adalah biaya, kemudahan pelaksanaan, dan kurangnya kemungkinan penggerusan lokal sungai. Kekurangan utama susunan ini adalah penampilannya yang kurang menarik terutama pada waktu muka air rendah. Ditambah lagi, pile cap sering ditempatkan sangat tinggi di atas muka air.

Jika pondasi sumuran digunakan untuk pilar, sistem topi beton, kolom, dan balok melintang ujung dipakai. Sistem kolom dapat berupa kolom tunggal atau majemuk atau dapat berupa dinding penuh. Kepala jembatan dengan pondasi sumuran biasanya menempatkan bangunan kepala jembatan langsung pada pondasi sumuran. Sistem ini kadang-kadang dipakai juga untuk pondasi tiang.

Kepala Jembatan dan Pilar berfungsi menyalurkan gaya – gaya vertikal dan horisontal dari bangunan atas ke pondasi. Berbeda dengan abutmen yang jumlahnya hanya 2 buah dalam satu jembatan, maka pilar ini belum tentu ada atau berjumlah lebih dari 2 dalam suatu jembatan.

Secara umum, ada beberapa macam tipe pilar jembatan , yaitu :

1. Tipe dinding penuh (Masif)

Gambar 3.5 Tipe Dinding Penuh

Sumber: BMS 1992 Manual Volume 1

2. Tipe dua kolom

Gambar 3.6 Tipe Dua Kolom

Sumber: BMS 1992 Manual Volume 1

3. Tipe Balok Cap atau tiang – tiang pancang

Gambar 3.7 Tipe Balok Cap

Sumber: BMS 1992 Manual Volume 1

Menurut sumber lain, terdapat beberapa jenis pilar tipikal yang akan disajikan dalam tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3 Jenis – Jenis Pilar Tipikal

Lanjutan dari tabel 3.3 Jenis – Jenis Pilar Tipikal

Sumber : civil-injinering.blogspot.com

III.5 Pembebanan Jembatan

Dalam perencanaan pembebanan sebaiknya berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum yaitu Standar Pembebanan Untuk Jembatan SK.SNI T02-2005 berikut disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Beban Rencana Jembatan Grup Beban

Loading Case

a. Berat Sendiri atau DL

1. Beban Permanen

b. Beban Mati Tambahan atau SDL

a. Beban Lajur Terbagi Rata atau BTR

b. Beban Lajur Garis atau BGT

2. Beban Lalu Lintas

c. Beban rem atau Ttb

d. Beban Pejalan Kaki atau Ttp

3. Beban Lingkungan

a. Beban Angin

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005 Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005

• Beban dari lingkungan

b. Kombinasi beban : • Kombinasi pembebanan kondisi operasional • Kombinasi pembebanan dengan beban sementara, yaitu angin dan gempa

III.5.1 Beban Permanen

Beban permanen merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada perhitungan ini, yang termasuk beban permanen antara lain :

Tabel 3.5 Berat Isi Untuk Beban Permanen

Sumber: SK.SNI T02-2005

a. Berat Sendiri : Secara umum, material yang digunakan pada jembatan ini, yaitu baja dan beton. Berat jenis dari masing-masing material tersebut adalah sebagai berikut :

3 γ beton = 25 kN/m 3 dan γ baja = 77 kN/m

b. Beban Mati Tambahan (SDL) : Yang dimaksud beban mati tambahan (SDL) tersebut adalah berat semua material non-struktural yang digunakan pada jembatan seperti perkerasan (asphalt).

γ asphalt = 22 kN/m 3

III.5.2 Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri beban lajur “D” dan beban truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan Jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya.

Beban truk “T” adalah berat kendaraan tunggal dengan tiga gandar yang ditempatkan pada berbagai posisi sembarang pada lajur lalu lintas. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat (trailer ). Beban satu truk “T” ini hanya boleh ditempatkan per lajur lalu lintas rencana.

Pada umumnya beban lajur “D” akan memberikan efek yang lebih maksimum pada jembatan-jembatan bentang menengah dan panjang sehingga untuk analisis struktur jembatan bentang menengah dan panjang hanya akan memperhitungkan beban lajur “D”. Sedangkan untuk jembatan-jembatan bentang pendek dan sistem lantai deck , efek beban truk “T” akan lebih maksimum dibandingkan dengan efek beban lajur “D”.

a. Beban Lajur Terbagi Rata atau D Beban Lajur "D" terdiri dari beban terbagi rata UDL (Uniform Distributed Load) dengan intensitas q kPa, dengan q tergantung pada panjang bentang yang dibebani total (L) sebagai berikut:

Sumber: SK.SNI T02-2005

Gambar 3.8 Beban Lajur ”D”

Dalam hal ini L adalah jumlah dan panjang masing-masing beban terputus tersebut. Beban lajur "D” ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas seperti ditunjukkan dalam Gambar II.11. Selain beban merata UDL, beban lajur “D” juga termasuk beban garis KEL (Knife Edge Load) sebesar p kN/m, yang ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada pada arah lalu lintas. Besarnya intensitas p adalah 49 kN/m.

Sumber: SK.SNI T02-2005

Gambar 3.9 Kedudukan Beban Lajur "D"

Pada bentang menerus, beban garis KEL ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum.

b. Beban Truk “T” Beban truk "T” ditunjukan dalam gambar 3.10.

Sumber: SK.SNI T02-2005

Gambar 3.10 Beban Truk "T” sebesar 500 kN

Hanya satu truk harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh jembatan. Truk “T” harus ditempatkan di tengah lajur lalu lintas jalan jembatan.

Tabel 3.6 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Jenis Jembatan

Lebar Jalan Kendaraan

Jumlah Lajur Laju Lintas

Rencana Lajur Tunggal

Jembatan (m)

1 Dua arah, tanpa

3 Jalan kendaraan

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005

c. Faktor Beban Dinamik Faktor beban dinamis merupakan interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Faktor beban dinamik (DLA) berlaku pada beban garis KEL lajur “D" dan beban truk "T" untuk simulasi kejut dan kendaraan bergerak pada struktur jembatan. Tabel 3.7 Faktor Beban Dinamik Untuk Beban Garis KEL

Bentang Ekuivalen L E (m)

DLA (untuk kedua keadaan batas)

L E ≤ 50 0.4

50 < L E < 90 0.525 – 0.0025 L E

L E ≥ 90 0.3

Catatan :

Untuk bentang sederhana L E = panjang bentang aktual Untuk bentang menerus L E = L rata − rata − L maks

Dengan : L rata-rata = panjang bentang rata-rata dari bentang-bentang menerus L maks = panjang bentang maksimum dari bentang-bentang menerus

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005

d. Gaya Rem Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan

traksi, harus ditinjau berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini traksi, harus ditinjau berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005

Gambar 3.11 Gaya Rem per Lajur 2,75 m Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa beban lalu lintas vertikal

bersangkutan. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem, maka faktor beban ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.

Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.

e. Beban Pejalan Kaki Semua dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kN/ m . Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m dari luas yang dibebani seperti pada gambar 3.12. Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau.

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005

Gambar 3.12 Pembebanan untuk Pejalan Kaki Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan, maka trotoar harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.

III.5.3 Beban Lingkungan

a. Gaya Angin Gaya angin pada bangunan atas tergantung pada:

1. Luas ekuivalen diambil sebagai luas padat jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus.

2. Tekanan angin rencana (kPa). Tabel 3.8 Tekanan Angin Merata Pada Bangunan Atas

Perbandingan Lebar / Tinggi

Tekanan Angin (KPa)

Jenis Keadaan

Luar Pantai Bangunan Atas

Pantai

(dalam batas 5 km (lebih dari 5 km terhadap Padat

Batas

dari pantai)

pantai)

d ≤ 1.0 S.L.S

U.L.S

b b 1.0 < b /

d ≤ 2.0 S.L.S

1.46 - 0.32 / d 1.46 - 0.32 / d

b U.L.S b 2.38 - 0.53 /

d 1.75 - 0.39 / d

b b 2.0 < b /

d ≤ 6.0 S.L.S

0.88 - 0.038 / d 0.61 - 0.02 / d

b U.L.S b 1.43 - 0.06 /

d 1.05 - 0.04 / d

Lanjutan dari tabel 3.8 Tekanan Angin Merata Pada Bangunan Atas

d > 6.0

S.L.S

1.10 0.81 Bangunan Atas

U.L.S

0.65 0.45 Rangka (seluruh

S.L.S

1.06 0.78 / d )

b U.L.S

b = Lebar bangunan atas antara permukaan luar tembok pengaman

d = Tinggi bangunan atas, termasuk tembok pengaman padat

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI TO2-2005 Tabel 3.9 Kecepatan Angin Rencana

Lokasi

Keadaan Batas

> 5 km dari pantai Daya layan

Sampai 5 km dari pantai

25 m/s Ultimate

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI T02-2005 Tabel 3.10 Beban Garis Merata Pada Ketinggian Lantai kN/m

Keadaan Batas Beban Garis Merata kN/m

Luar Pantai (dalam batas 5 km dari pantai) (lebih dari 5 km terhadap pantai)

Pantai

1.30 0.90 U.L.S

S.L.S

Sumber: BMS 1992 & SK.SNI TO2-2005

III.5.4 Kombinasi Pembebanan

Dalam RSNI T-02-2005 halaman 51 dinyatakan bahwa seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil, maka ditentukan beberapa kombinasi beban untuk beban rencana pada pilar, yaitu :

Tabel 3.11 Kombinasi Pembebanan

Sumber: RSNI T-02-2005

III.6 Rumus Dasar Perhitungan

Dalam melakukan analisis desain struktur, perlu ada gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis yang berupa beban mati atau beban hidup dan bersifat dinamis yang berupa beban tak terduga.

Menurut SNI-03-2487-2002 adalah sebagai berikut : • Tegangan beton sebesar 0,85 f c ’ diasumsikan terdistribusi secara merata pada

daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan satu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β 1. c dari serat dengan regangan tekan maksimum.

• Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut.

• Faktor β 1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan nilai kuat tekan f c ’ lebih kecil daripada atau sama dengan 30 Mpa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan di atas 30 Mpa, β 1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan 7 Mpa di atas 30 Mpa, tetapi β 1 tidak boleh lebih diambil kurang dari 0,65.

III.6.1 Perhitungan Pelat Lantai Bertulangan Tunggal

Bila didapat perhitungan kapasitas momen lebih besar dari momen yang terjadi akibat berat sendiri dan beban luar M

M , maka digunakan tulangan tunggal.

1. Perhitungan Momen Tahanan M M = × b × d × k...........................................................................(3.1)

dimana :

= Faktor reduksi kekuatan

b = Lebar pelat lantai (mm)

d = Tinggi efektif (mm)

= Koefisien tahanan

2. Karena M M maka, sebagai batas bawah M = M sehingga,

M = × b × d × k.........................................................................(3.2) M= ..............................................................................................(3.3) φ

dimana : M

= momen nominal (kg.mm)

= faktor reduksi = 0,8

3. Langkah ketiga menentukan tebal efektif plat lantai dengan cara yang sama seperti perhitungan plat satu arah, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Menghitung tinggi efektif plat, d - untuk tulangan arah x

d 1 =h t – (s + ½ φ ) ..........................................................................(3.4) - untuk tulangan arah y

d 2 =d 1 - .. φ .......................................................................................(3.5) dimana :

h t = tebal plat lantai (mm) s

= tebal selimut beton (mm) φ

= diameter besi rencana (mm)

4. Menentukan jarak dari serat atas ke garis maksimum (Coefficient Balance) 0 , 003 . d

cb = jarak dari serat atas ke garis maksimum (cm)

d = tebal efektif plat (cm) fy = mutu baja (kg/cm 2 )

6 Es = nilai modulus Elastisitas baja = 2x10 2 kg/cm

5. Menghitung a atau besar balok tegangan beton

a = β 1 .cb…………….…….….........................................…(3.7) dimana :

a = besar blok tegangan beton (cm)

6. Menentukan As perlu perhitungan, dengan menggunakan rumus: As=

dimana : As 2 = Luas penampang beton (mm )

III.6.2 Perhitungan Pelat Lantai Bertulangan Rangkap

Bila didapat perhitungan kapasitas momen lebih besar dari momen yang terjadi akibat berat sendiri dan beban luar M < M , maka digunakan tulangan rangkap. Terlebih dahulu dihitung apakah mungkin menggunakan pelat lantai bertulangan tarik saja.

1. Dengan fc’ dan fy tertentu, maka didapatkan nilai kmaks dari tabel pada buku Istimawan Dipohusodo. Setelah itu dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut :

M = × b × d × kmaks....................................................(3.9)

2. Perhitungan Kuat Momen tahanan M = × b × d × k................................................................(3.10)

dimana : φ = Faktor reduksi kekuatan

B = Lebar pelat (mm)

d = Tinggi efektif (mm) k = Koefisien tahanan Dengan nilai k didapat berdasarkan nilai pada tabel buku Istimawan

Dipohusodo.

3. Perhitungan Luas Penampang Tulangan Tarik

A = × b × d ..........................................................................(3.11) dimana :

A 2 = luas penampang tulangan tarik (mm )

b = lebar pelat lantai (mm)

d = tinggi efektif (mm) = rasio penulangan

4. Perhitungan Momen Tahanan Perlu M perlu = M

M ...............................................................( 3.12) N=

( ................................................................................(3.13) ) dimana :

N = resultan gaya tekan dalam (kN) d’

= tinggi efektif terhadap tulangan tekan (mm)

d = tinggi efektif (mm) = faktor reduksi kekuatan

5. Pemeriksaan Terhadap Regangan pada Tulangan Baja Tekan. a= ×

,× .................................................................................(3.14) dimana:

= jarak tegangan beton bekerja pada daerah tekan (mm)

A 2 = luas penampang tulangan tarik (mm ) fy 2 = tegangan luluh (kg/mm ) fc’ 2 = tegangan beton (kg/mm )

c = ............................................................................................(3.15) dimana:

a = jarak tegangan beton bekerja pada daerah tekan (mm)

c = jarak serat tekan terluar ke garis netral (mm) = konstanta yang merupakan fungsi dari kelas kuat tekan beton

= (0,003) ........................................................................(3.16) dimana:

= regangan beton tekan = regangan beton tekan

= tinggi efektif terhadap tulangan tekan (mm) = ...........................................................................................(3.17)

dimana: = regangan luluh baja fy 2 = tegangan luluh baja (kg/cm )

6 Es 2 = modulus elastisitas baja = 2x10 kg/cm

6. Apabila , maka tulangan baja tekan telah meluluh pada momen ultimit dan f = f , sedangkan apabila < , gunakan tegangan tersebut

pada langkah berikut ini:

A perlu = ............................................................................(3.18) dimana:

N = resultan gaya tekan dalam (kg)

A perlu 2 = luas tulangan baja tekan yang diperlukan (cm )

f 2 = tegangan baja tekan (kg/cm )

7. Menghitung

A perlu

A perlu = × ........................................................................(3.19)

dimana :

A perlu 2 = luas tulangan baja tarik yang diperlukan (cm )

A 2 = luas tulangan baja tekan (cm )

f 2 = tegangan baja tekan (kg/cm )

f 2 = tegangan luluh baja (kg/cm )

8. Menghitung jumlah tulangan baja tarik total

A yang diperlukan

A = A + A .............................................................................(3.20)

BAB IV TINJAUAN PELAKSANAAN

Berikut Diagram 4.1 menyajikan bagan alur diagram pelaksanaan sebuah konstruksi jembatan secara umum.

Sumber: http://civiliana.blogspot.com

Diagram 4.1 Skema pekerjaan jembatan secara umum

Pada bab ini, Pilar Duplikasi Jembatan Air Musi II Palembang yang berada di posisi darat yang akan dibahas pelaksanaannya. Adapun langkah – langkah pelaksanaan pekerjaan pilar yaitu sebagai berikut :

IV.1 Pekerjaan Persiapan

Material - material pokok yang perlu dipersiapkan untuk pekerjaan pilar ini adalah sebagai berikut : - Semen Portland tipe I - Agregat - Air - Baja tulangan ulir D13, D16, D25, D19, D32 - Baja tulangan polos ø8 - Papan kayu bekisting - Kayu gelam - Plywood pinolith film dengan ketebalan = 18 mm - Frame Baja profil bekisting (built-up) - Terpal - Kawat las RD 260 (Welding Electrodes steel) - Kawat Bendrat - Paku - Benang

Sedangkan alat – alat utama yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : - Generator diesel - Bar bender - Bar cutter - Perangkat fabrikasi Roller - Inverter welder - Concrete Vibrator - Pompa Air Submersible - Waterpass + Rambu ukur - Tang potong - Palu - Pahat

IV.2 Fabrikasi Baja Tulangan dan Bekisting

Untuk pekerjaan fabrikasi seperti Gambar 4.1, dapat langsung dilakukan ketika material telah sampai dilokasi tanpa berkaitan dengan pekerjaan lain sehingga dapat mengefisiensikan waktu pelaksanaan proyek. Langkah – langkah dalam pelaksanaan fabrikasi Baja tulang pengangkur adalah sebagai berikut :

1. Baja Tulangan D16 sepanjang 12 meter dipotong dengan bar cutter sepanjang 2,6 meter sebanyak 10 batang seperti Gambar 4.3.

2. Kemudian, baja tersebut dibengkokkan dengan bar bender sesuai dengan spesifikasi tabel bar bending tulangan seperti Gambar 4.4.

3. Untuk tulangan spiral, digunakan baja tulangan ø8 yang kemudian dibentuk dengan digulung spiral dengan diameter sebesar 0,3 meter dengan seperangkat fabrikasi roller seperti Gambar 4.6 dan ditarik dengan cara manual seperti Gambar 4.7.

4. Selanjutnya, tulangan D16 dirangkai bersama tulangan spiralnya yang lalu diikat dengan kawat bendrat seperti Gambar 4.8.

5. Ujung tulang pengangkur dipasang dengan triplek berbentuk lingkaran yang lalu diikat dengan kawat sebagai alasnya seperti Gambar 4.9. Untuk pelaksanaan fabrikasi baja tulangan untuk footing, kolom, dan pier head, dilaksanakan dengan langkah – langkah sebagai berikut :

1. Baja tulangan ulir D13, D16, D19, D25, dan D32 sepanjang 12 meter dipotong dengan panjang sesuai spesifikasi tabel bar bending tulangan sesuai jumlahnya.

2. Kemudian, dikelompokkan sesuai tabel bar bending tulangan yang kemudian dibentuk dengan bar bender.

Penyimpana

Bar Cutter

Bar Bender

Hasil Potong

Besi

Bengkok

Gambar 4.1 Proses Fabrikasi dengan Bar Cutter dan Bar Bender

Gambar 4.2 Kelompok – Kelompok Baja Tulangan

Gambar 4.3 Bar cutter

Gambar 4.4 Bar bender

Gambar 4.5 Kelompok – Kelompok Hasil Fabrikasi

Gambar 4.6 Seperangkat Fabrikasi Roller

Gambar 4.7 Fabrikasi Tulangan Spiral

Gambar 4.8 Perangkaian Tulang Pengangkur

Gambar 4.9 Tulang Pengangkur Tiang Pancang beton

Disamping itu, terdapat sebuah workshop untuk memfabrikasi sejumlah baja profil untuk dijadikan frame bekisting plywood pinolith film. Adapun langkah – langkah dalam fabrikasinya, antara lain :

1. Baja – baja profil Channel, IWF, dan lain - lain diukur sesuai kebutuhan

pemakaian dalam pelaksanaan lapangan lalu ditandai seperti Gambar 4.10.

2. Baja dipotong dengan cara dilas yang dihubungkan dengan O 2 dan gas LPG.

3. Kemudian, potongan – potongan baja dirangkai yang lalu disambungkan menjadi elemen – elemen frame dengan cara dilas listrik dengan kawat las RD 260 seperti Gambar 4.11.

4. Elemen – elemen frame kemudian dipoxy seperti Gambar 4.12 yang kemudian juga akan dicat sebagai pelindung untuk meminimalisir proses korosi.

5. Setelah kering, plywood pinolith film disusun dan dipasang pada frame bekisting seperti Gambar 4.13.

Gambar 4.10 Pengukuran Baja Profil

Gambar 4.11 Penyambungan dengan Cara Dilas Listrik dan Kawat Las

Gambar 4.12 Frame yang telah dipoxy

Gambar 4.13 Frame yang telah dicat dan dipasang Plywood Pinolith Film

IV.3 Penggalian Tanah

Titik lokasi pilar jembatan yang telah dipancang dengan sekolompok tiang pancang beton CSP (concrete spun piles) berdiameter 500 mm, digali berbentuk persegi sedalam ±1,5 meter dari kondisi tanah eksisting dibantu dengan alat berat ekskavator. Kemudian, digali dan dirapikan lagi dengan cara manual oleh beberapa pekerja seperti Gambar 4.14. Pada sisi tepi galian, dipasang sejumlah kayu gelam guna mengantisipasi terjadinya longsor terhadap galian. Seiring dengan proses penggalian, dilakukan dewatering dengan pompa air submersible sehingga air tidak menggenang seperti Gambar 4.15. Setelah selesai, kedalaman galian dikontrol dengan menggunakan waterpass dan rambu ukur seperti Gambar 4.16.

Gambar 4.14 Penggalian dan Pemasangan Kayu Gelam dengan Cara Manual

Gambar 4.15 Proses Dewatering dengan Pompa Air Submersible

Gambar 4.16 Pengukuran Elevasi Galian dengan Waterpass

IV.4 Pemotongan Kepala Tiang Pancang

Kepala tiang pancang CSP yang berada diatas dasar permukaan galian dipotong hingga ±10 cm di atas elevasi dasar permukaan galian. Langkah – langkah dalam pemotongan kepala tiang pancang adalah sebagai berikut :

1. Kepala tiang pancang diikat dengan tali terhadap bucket ekskavator

2. Dasar kepala tiang pancang dipukul hingga remuk dengan menggunakan palu dan pahat seperti Gambar 4.17 dimana ditentukan terlebih dahulu elevasi bottom footing Beton K-350.

3. Setelah tampak baja tulangan, digunakan las yang dihubungkan dengan O 2 dan gas LPG untuk memotong baja tulangan Tiang Pancang beton CSP seperti Gambar 4.18.

4. Setelah itu, sebuah ekskavator bersiap untuk mengangkat dan memobilisasi hasil pemotongan Kepala tiang pancang seperti Gambar 4.19.

Gambar 4.17 Pemukulan Kepala Tiang Pancang CSP

Gambar 4.18 Pemotongan dengan cara Pengelasan

Gambar 4.19 Pemindahan Hasil Potongan dengan Ekskavator

IV.5 Pembesian Tulang Pengangkur Tiang Pancang

Setelah dipotong, sekelompok tiang pancang CSP berjumlah 20 batang diisi dengan tulang pengangkur hasil fabrikasi sebelumnya seperti Gambar 4.20.

Gambar 4.20 Tulang Pengangkur

IV.6 Pengecoran Isi Tiang Pancang

Tiang pancang CSP yang telah diisi tulang pengangkur, dicor dengan beton ready mix K-250 dengan nilai slump ±10 cm toleransi maksimal 2 cm. Nilai slump ini sangat erat kaitannya terhadap workability dan pemadatan beton. Jika nilai slump dibawah angka toleransi, maka sangat sulit untuk dikerjakan dan dipadatkan. Sebaliknya, jika nilai slump diatas angka toleransi, maka dikhawatirkan mutu beton tidak sesuai spesifikasi. Satu batang tiang pancang CSP membutuhkan beton

3 sebanyak ±0,17 m 3 sehingga total kebutuhan beton ±3,4 m untuk sekelompok tiang pancang. Uraian pekerjaan adalah sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan pengecoran, isi tiang pancang dibersihkan dari lumpur dan dikeringkan (dewatering) terlebih dahulu dengan cara dipompa seperti Gambar

2. Disamping itu, dipersiapkan container berbentuk balok yang terbuat dari papan beserta beberapa ember untuk pembongkaran beton.

3. Ketika sebuah truk mixer telah tiba, beton terlebih dahulu dibongkar pada beberapa troly yang kemudian secara bergilir dimobilisasikan ke container, dimana disiapkan juga satu buah troly untuk pengambilan sampel benda uji kubus 15 x15 x15 cm dan uji slump.

4. Kemudian, beton dimuat dengan sebuah ember secara bergilir yang kemudian dicor ke dalam tiang pancang CSP hingga penuh satu per satu seperti Gambar

5. Pemadatan beton dilakukan dengan cara ditusuk – tusuk secara manual dengan sebatang stick baja tulangan seperti Gambar 4.23.

Gambar 4.21 Proses Dewatering

Gambar 4.22 Pengecoran isi Tiang Pancang CSP

Gambar 4.23 Pemadatan Beton

IV.7 Pekerjaan Lantai Kerja (Lean Concrete)

Setelah pengecoran isi tiang pancang, tanah dasar galian yang lembut seluas ±55 m 2 diperkuat sekaligus diratakan dengan lantai kerja setebal ±10 cm yang dicor

beton ready mix K-175 dengan nilai slump ±10 cm toleransi maksimal 2 cm. Uraian pekerjaan adalah sebagai berikut :

1. Memasang bekisting dengan Kayu 3/10 pada bagian tepi – tepi galian. Selama pemasangan bekisting, harus selalu diikuti survey yang telah dilakukan sebelumnya.

2. Kemudian tanah dasar galian dibersihkan dari benda – benda asing dan dilakukan dewatering dengan menggunakan pompa air submersible.

3. Setelah itu, dihamparkan pasir urug seperlunya pada tanah dasar galian sebagai dasar lantai kerja supaya penyebaran distribusi beban ke tanah dasar merata. Kemudian, pasir urug disiram dengan air seperlunya untuk pemadatan.

4. Ketika sebuah truk mixer telah tiba, beton terlebih dahulu dibongkar pada bucket ekskavator yang telah disiapkan sebelumnya secara bertahap seperti Gambar 4.24 yang kemudian dimobilisasikan ke lantai kerja yang akan dibentuk.

5. Kemudian, sejumlah tukang akan menghamparkan dan menghaluskan beton dari bucket ekskavator dengan menggunakan sekop dan alat bantu ke lantai kerja hingga merata sesuai tebal rencana seperti Gambar 4.25.

6. Setelah selesai, dilakukan curing dengan penyemprotan air dan menutup coran beton dengan terpal basah selama minimal 7 hari.

Gambar 4.24 Pembongkaran Beton pada Bucket Ekskavator

Gambar 4.25 Pengecoran Lantai Kerja

IV.8 Pekerjaan Footing

Setelah pekerjaan lantai kerja, dilanjutkan dengan pekerjaan footing dengan mutu beton ready mix K-350 yang dicor dengan volume ±75 m 3 pada pelaksanaan

ini. Pengujian slump sama seperti pengecoran sebelumnya, yaitu berkisar ±10 cm dengan toleransi maksimal 2 cm. Fungsi footing antara lain sebagai tumpuan kedua kolom yang berada diatasnya. Uraian pekerjaan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan survey elevasi (leveling) dengan waterpass dan rambu ukur. Setelah itu, dibuat bouwplank yang ditandai dengan paku dan benang putih.

2. Pembuatan bekisting footing sesuai gambar rencana seluas ±55 m 2 dengan mengikuti survey sebelumnya untuk mengecek ketelitian. Bekisting pada

pelaksanaan ini terbuat dari kayu 5/7 serta multipleks dengan tebal minimal 9 mm untuk sisi samping yang ditunjang dengan skur berupa kayu gelam seperti pelaksanaan ini terbuat dari kayu 5/7 serta multipleks dengan tebal minimal 9 mm untuk sisi samping yang ditunjang dengan skur berupa kayu gelam seperti

3. Pembesian tulangan pokok footing D25-100 arah x dan y untuk bagian bawah dan D19 - 200 arah x dan y untuk bagian atas yang sesuai gambar detail, dimana tulangan arah x terlebih dahulu yang dianyam, baru kemudian tulangan arah y dianyam. Disamping itu, terdapat juga besi tulangan pinggang dengan D16 - 150. Setelah itu, dianyam juga tulangan sengkang D13 - 300/600 seperti Gambar 4.27 dan Gambar 4.28. Baja tulangan merupakan hasil fabrikasi sebelumnya yang telah dikelompokkan sesuai kode sebagai pembedanya. Tulangan dianyam yang kemudian diikat dengan kawat bendrat dengan minimal

5 utas kawat untuk satu simpul supaya tulangan tidak berpindah, distorsi, atau rusak pada waktu pengecoran. Sebagai tambahan, pada titik – titik simpul tertentu yang diprediksikan perlu, dilakukan pengelasan dengan las listrik sebagai pertambahan pemantapan anyaman tulangan seperti Gambar 4.29. Untuk mengantisipasi lendutan sementara akibat berat sendiri tulangan, maka perlu dipasang batu tahu (concrete decking) berbentuk silinder setebal ±70 mm

tiap m 2 di bawah tulangan.

4. Kemudian, dilaksanakan pembesian tulangan pokok kedua kolom pilar dengan tulangan 36 D32 dan tulangan sengkang ring D16-200 pada segmen pier head dan footing serta D16-100 pada segmen tengah seperti Gambar 4.30. Selain itu, terdapat juga tulangan sengkang pengikat D13-200 pada segmen pier head dan footing serta D13-100 pada segmen tengah. Diutamakan pembesian pada segmen footing didahulukan hingga selesai mengingat akan segera dicor. Untuk beberapa kasus, diperlukan penyambungan antar tulangan, maka panjang overlapping yang dibutuhkan sebesar minimal 40D tulangan.

5. Kemudian, dilakukan opnam atau inspeksi kualitas dan kuantitas pekerjaan footing oleh tim konsultan pengawas seperti Gambar 4.31.

6. Sebelum dilakukan pengecoran footing, rangkaian baja tulangan dicuci terlebih dahulu dengan air yang dipompa seperti Gambar 4.32. Hal ini bertujuan untuk membersihkan footing dari lumpur – lumpur, serbuk – serbuk kayu, dan benda – benda asing yang dapat mempengaruhi mutu dan volume beton.

7. Setelah siap, footing dicor dari ready mix truk mixer dengan bantuan alat berat ekskavator. Beton terlebih dahulu dibongkar pada bucket ekskavator yang telah disiapkan sebelumnya secara bertahap yang kemudian dimobilisasikan ke dalam bekisting yang akan dicor. Disamping itu, beton juga dibongkar pada sebuah troly untuk sampel benda uji kubus 15 x 15 x 15 cm dan slump test seperti Gambar 4.33.

8. Kemudian, sejumlah tukang akan menghamparkan dan menghaluskan beton dari bucket ekskavator dengan menggunakan sekop dan alat bantu ke footing dikerjakan dari titik terendah menuju titik tertinggi hingga merata seperti Gambar 4.34. Selagi dihamparkan, beton juga dipadatkan dengan menggunakan concrete vibrator. Penggunaan vibrator ini harus berhati – hati agar diusahakan tidak bersentuhan dengan bekisting dan baja tulangan yang dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan posisi. Selain itu, penggunaan vibrator pada satu titik atau sudut tidak boleh terlalu lama atau maksimum 10 detik, karena penggunaan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya segregasi beton.

9. Untuk beberapa kasus, kadang kala interval waktu antar truk mixer yang datang terjadi selisih terlalu lama atau diatas 3 jam dimana telah tercapainya initial time beton, sehingga ketika hendak melakukan pengecoran berikutnya, maka perlu dilakukan penambahan zat aditif berupa Sikabond NV yang disiram – siram ke coran beton sebelumnya seperti Gambar 4.35. Rasio Sikabond NV terhadap air adalah 1 : 1,3 dengan ditambah semen Portland secukupnya. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan penyatuan antara coran lama dengan coran baru sehingga hasilnya tetap monolit.

10. Jika pengecoran telah mencapai batas cor dan sesuai tinggi rencana, maka pengecoran telah selesai. Hasil pengecoran harus expose atau halus tanpa finishing, sehingga perlu pengawasan dalam penggunaan vibrator dan nilai slump beton.

11. Kemudian, dilakukan curing dengan penyemprotan air dan menutup coran beton dengan terpal basah selama minimal 7 hari tanpa gangguan yang serius seperti Gambar 4.36. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir proses dehidrasi beton yang dapat menyebabkan retak – retak pada beton.

12. Bekisting dapat dibongkar setelah minimal 1 x 24 jam.

Gambar 4.26 Ilustrasi Bekisting footing

Gambar 4.27 Pembesian footing bagian bawah

Gambar 4.28 Pengayaman footing

Gambar 4.29 Pengelasan footing pada simpul tertentu

Gambar 4.30 Pembesian Kolom

Gambar 4.31 Opnam Footing

Gambar 4.32 Pembersihan sebelum Pengecoran

Gambar 4.33 Sampel Benda Uji dan Slump Test

Gambar 4.34 Pengecoran Footing

Gambar 4.35 Zat Aditif Sikabond NV

Gambar 4.36 Masa Curing Footing