Pengembangan Protokol Diskusi Refleksi Kasus (DRK) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan pustaka ditelaah untuk mendukung dan merancangsuatu
pengembangan Protokol Diskusi Refleksi Kasus (DRK). Adapun pokok bahasan
dalam tinjauan pustaka ini meliputi: Konsep Continous Professional Development
(CPD), Konsepmetode pembelajaran, Konsep Pengembangan Manajemen Kinerja
(PMK), Diskusi Refleksi Kasus (DRK),teori keperawatan Jean Watson,Action
Research (AR), Penelitian tentang penerapan Diskusi Refleksi Kasus dan
Kerangka teori.
2.1. KonsepContinousProfessional Development (CPD)
Pengembangan staf berkelanjutan atau disebutContinous Professional
Development (CPD) adalah salah satu perencanaan dari manajemen keperawatan.
CPD merupakan dasar yang fundamental untuk mengembangkan semua praktisi
kesehatan dan keperawatan sosial dan juga suatu mekanisme dimana mutu pasien
yang tinggi dan asuhan pasien diidentifikasi, diseimbangkan dan dikembangkan
(Joint Position Statement, 2007).
ContinousProfessional Development (CPD) adalah istilah umum untuk
menunjukkan

proses


pendidikan

yang

berlangsung

dan

pengembangan

professional perawatan kesehatan selama durasi awal kegiatan pendidikan dan
sepanjang kegiatan professional dalam rangka mempertahankan kompetensi
dalam praktik yang dilakukan dan meningkatkan kemampuan professionalisme
10

Universitas Sumatera Utara

11


dan keahlian(Alsop, 2013). Megginson dan Whitaker (2007 dalam Alsop 2013)
lebih lanjut menjelaskan bahwa CPD merupakan proses individu mengambil
kontrol dan pengembangan belajar mereka sendiri dengan terlibat dalam proses
yang sedang berjalan (refleksi atau tindakan).
Quinn(1998) menjelaskan bahwa profesionalisme perawat harus dapat
mengembangkan praktek dengan aman dan efektif dengan cara mengembangkan
pengetahuan yang terbaru yang menjadi dasar untuk mendukung praktek,
memfasilitasi monitoring dan evaluasi yang dilakukan terus-menerus dari asuhan
keperawatan yang dilakukan, sehingga perawat dan tenaga kesehatan lainnya
perlu melakukan kegiatan CPD.
Tujuan dari CPD adalah untuk memastikan pengetahuan dan kompetensi
yang diperoleh selama pendidikan dasar dan lanjutan yang terjadi saat ini dan
informasi yang baru diperoleh dan diterjemahkan kedalam praktek. Hal ini
merupakan tanggung jawab profesi untuk semua perawat praktisi untuk
menyeimbangkan kompetensi mereka terhadap klinis. Tujuan dari CPD adalah
untuk meningkatkan kualitas asuhan pasien yang diperoleh dari praktisi asuhan
keperawatan (Joint Position Statement, 2007).
Alshop (2013) menjelaskan tentang konsep pengembangan profesional
berkelanjutan(CPD) sebagai suatu kebutuhan, baik untuk memenuhi persyaratan
untukmemperbarui profesionalisme, perlindungan publik serta untuk menjaga

mengikuti perubahan dalamlingkungan eksternal yang berkaitan dengan
kesempatan kerja. Telah ditekankanbahwa pekerjaan tidak lagi untuk hidup,
bahwa iklim ekonomi menciptakan ketidakpastian dipasar kerja, bahwa laju

Universitas Sumatera Utara

12

perubahan telah dipercepat meninggalkan beberapa karyawan di bawahancaman
kehilangan pekerjaan mereka dan bahwa tidak ada lagi puas sekitar pekerjaan dan
prospek karir. Sehingga suatu organisasi menawarkan layanan mendasar dalam
kesehatandan kepedulian sosial dan mempekerjakan praktisi yang berkualitas
untuk memenuhi terus meningkatkebutuhan pengguna jasa, masih ada
ketidakpastian untuk jangka panjang. Teknologi baru, kebijakan pemerintah dan
kendala keuangan semua dapat membawa perubahan yang mencakupancaman
serta peluang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa setiap individu
membutuhkan

strategi


untuk

pengembangan

CPD

sehinggauntuk

dapat

mempertahankan pilihan karir dan gaya hidup. Pendekatan terstruktur untuk CPD
dianjurkan untuk memperluas keterampilan dan peningkatan berlatih dalam upaya
tidak hanya untuk mempromosikan pengembangan karir, tetapi juga untuk
mendukungbeberapa bentuk keamanan dan kepuasan kerja.
Kunci utama proses CPD adalah dengan menjadikan CPD sebagai suatu
proses dokumentasi; mengarahkan staf dalam melakukan praktek; fokus dalam
pembelajaran dari pengalaman, refleksi pembelajaran dan review; membantu
manajemen mengatur tujuan utama dan tujuan khusus dari pengembangan staf;
meliputi pelatihan/pembelajaran formal dan informal (Joint Position Statement,
2007).

Prinsip CPD bagi perawat

adalah pertama, CPD merupakan proses

pembelajaran sepanjang hidup bagi semua perawat dan meningkatkan keefektifan
profesional. Kedua, CPD membantu perawat untuk menyeimbangkan dan
meningkatkan pengetahuan teori, keterampilan klinis, kepemimpinan, dan

Universitas Sumatera Utara

13

keahlian manajerial. Ketiga, CPD harus menjadi arah hidup yang besar, refleksi
kegiatan dalam praktik dan menjadi kesesuaian terhadap praktik profesi
keperawatan(Joint Position Statement, 2007).
Menurut Health Professional Council di Inggris (2011) kegiatan CPD
dapat dilakukan dengan pembelajaran berbasis kerja (work based learning),
aktifitas professional, pendidikan formal, belajar mandiri (self-directed learning),
dan kegiatan-kegiatan bermanfaat lainnya.
Work based learning merupakan kegiatan yang dapat dilakukan dengan

cara belajar dengan melakukan (learning by doing), studi kasus, kegiatan reflektif,
audit klinik, bimbingan dari orang lain, diskusi dengan teman sejawat, peer
review, keterlibatan dalam pekerjaan secara mendalam (contohnya menjadi
perwakilan komite), magang, rotasi kerja, ikut dalam klub jurnal, in service
training, mengunjungi departemen lain dan melaporkan kembali hasil kunjungan
tersebut, mengikuti suatu proyek kerja, memperluas peran diri, menganalisis suatu
peristiwa penting, bukti dari aktifitas pembelajaran menjadi suatu bagian dari
pengembangan kerangka pengetahuan dan ketrampilan (Health Professional
Council, 2011).
Aktifitas profesional yang dilakukan meliputi terlibat dalam suatu
lembaga professional, menjadi anggota dari grup khusus, kuliah/mengajar,
menjadi penguji, menjadi tutor, menjadi saksi ahli, branch meeting, memberikan
presentasi dalam suatu konferensi, penelitian pengawasan, mengatur suatu
program akreditasi, danmenjadi tim penilai nasional(Health Professional Council,
2011).

Universitas Sumatera Utara

14


Pendidikan formal yang dapat dilakukan sebagai bagian dari CPD
meliputi mengikuti kursus, penelitian, pendidikan lanjutan, pembelajaran jarak
jauh, mengikuti seminar, mengikuti program akreditasi dari lembaga profesional
dan perencanaan untuk menjalankan kursus (Health Professional Council, 2011).
Pembelajaran mandiri yang dapat dilakukan misalnya membaca
jurnal/artikel,

review

buku/artikel

dan

meng-update

pengetahuan

lewat

internet/TV. Kegiatan lainnya seperti menjadi tenaga sukarela dan menjadi public

service (Health Professional Council, 2011).

2.1.1 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Perawat Indonesia
Pendidikan keperawatan berkelanjutan (PKB) Perawat Indonesia adalah
proses keprofesian yang meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan seseorang
dalam kapasitasnya sebagai perawat praktisi, guna mempertahankan dan
meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang perawat sesuai standar
kompetensi yang ditetapkan. Kegiatan dapat berupa pengalaman memberikan
asuhan keperawatan, mengikuti pendidikan/ pelatihan, menulis artikel, melakukan
penelitian, publikasi karya ilmiah dan pengabdian masyarakat. Pendidikan
Keperawatan Berkelanjutan Perawat Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 38
tahun 2014 tentang Keperawatan, dimana perawat berkewajiban mengembangkan
Praktik Profesinya

melalui

dengan

meningkatkan dan


mempertahankan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki (PPNI, 2016).
Secara umum tujuan PKB Perawat Indonesia adalah meningkatkan
kompetensi profesional setiap perawat sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan khususnya keperawatan, dengan

Universitas Sumatera Utara

15

memperhatikan kebutuhan masyarakat, sehingga mutu pelayanan keperawatan
dapat ditingkatkan. Tujuan khusus pendidikan berkelanjutan bagi perawat adalah:
1) memelihara dan meningkatkan kemampuan profesional perawat sesuai standar
kompetensi nasional dan global, 2) terjaminnya mutu pelayanan keperawatan
melalui upaya pengembangan kompetensi profesional secara terus menerus
(PPNI, 2016).
Bentuk PKB perawat Indonesia meliputi beberapa kelompok kegiatan
yaitu: 1) kegiatan praktik profesional, berupa pemberian pelayanan keperawatan
yang meliputi: pengalaman kerja dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien di fasilitas pelayanan kesehatan dan praktik mandiri, pengalaman
membimbing praktek mahasiswa di klinik maupun di masyarakat, pengalaman
sebagai pengelola pelayanan keperawatan di fasilitas pelayanan kesesehatan
(kepala bidang perawatan, ketua tim, supervisor, kepala puskesmas, kepala praktik
mandiri perawat), dan pengalaman sebagai praktisi Praktik keperawatan mandiri,
2) kegiatan Ilmiah meliputi: mengikuti seminar/ temu ilmiah, workshop atau
lokakarya, dan pelatihan, 3) pengembangan ilmu pengetahuan: meneliti, publikasi
hasil penelitian dijurnal, menulis artikel dijurnal, menulis buku, menerjemah
buku, menyunting buku dan presentasi oral baik di tingkat nasional dan
internasional,

4)

pengabdian

masyarakat

meliputi:

berpartisipasi


dalam

pemberdayaan masyarakat melalui bentuk-bentuk kegiatan sosial, memberikan
penyuluhan, penanggulangan bencana, terlibat aktif dalam pengembangan profesi,
anggota pokja kegiatan keprofesian, berpartisipasi sebagai pengabdi profesi per

Universitas Sumatera Utara

16

tahun, dan bekerja di Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan/DTPK (PPNI,
2016).
Pengembangan profesional berkelanjutan bagi perawat dilaksanakan
dalamrangka mempertahankan dan meningkatkan kompetensi perawat agar
tetapdapat melaksanakan tugas berorientasi pada proses dan keselamatan pasien.
Terdapat 2 alasan CPD dalam rangka implementasi jenjang karir perawat.
Sehingga untuk mencapai karirnya setiap perawat harus mengikuti program CPD
(Kemenkes, 2013). Karir adalah suatu jenjang yang dipilih oleh individu untuk
dapat memenuhi kepuasan kerja perawat, sehingga pada akhirnya akan
memberikan kontribusi terhadap bidang profesi yang dipilihnya. Pengembangan
karir perawat merupakan suatu perencanaan dan penerapan rencana karir yang
dapat digunakan untuk penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan
keahliannya, serta menyediakan kesempatan yang lebih baik sesuai dengan
kemampuan dan potensi perawat (Marquis & Huston, 2010).
Terdapat

2

CPD

yaitu:

1)

Gap

kompetensi

karena

terjadi

perkembanganIPTEK sehingga perlu penyesuaian atau kompetensi yang belum
dikuasai, 2) dalam rangka kenaikan jenjang karir (challenge). Setelah mengikuti
CPD perawatmemperoleh kompetensi baru, dan terhadap kompetensi baru ini
perlu dilakukankredensial ulang untuk mendapatkan penugasan klinik (Kemenkes
RI, 2013).
Untuk level PK I (sampai challenge PK II), program CPD yang dilakukan
yaitu:1) paket kompetensi kunci keperawatan dasar-generalis (12 Core
Competencies),

2)caring

dalam

pelayanan

keperawatan,3)

sosialisasi

Universitas Sumatera Utara

17

profesional,4) keselamatan pasien, dan5)emergency nursing dasar. Untuk PK II,
programCPD yang dilakukan yaitu:1) kepemimpinan dalam keperawatan,2)
manajemen asuhan pasien,3) manajemen unit ruang rawat,4) paket kompetensi
klinik dasar sesuai bidang keahlian keperawatan, misalnya terapi bermain untuk
bidang keperawatan anak, manajemen nyeri dan manajemen luka. Untuk PK III,
program CPD yang dilakukan yaitu: 1) manajemen pelayanan keperawatan pada
organisasi terbatas, 2)Evidence Based Nursing Practice (EBNP), 3) metode
penelitian, 4) paket kompetensi klinik lanjut sesuai bidang keahlian keperawatan,
misalnya :Advanced wound management : ostomy care, topical negative
pressure,palliative care, hemodialisa, 5) supervisi klinik, preceptorship,
mentorship, 6) kerja tim dan 7) manajemen konflik. Untuk PK IV program CPD
yang dilakukan yaitu: 1) manajemen pelayanan keperawatan pada organisasi luas,
2) Evidence Based Nursing Practice (EBNP) lanjut, 3)laporan hasil penelitian dan
menulis jurnal, 4) paket kompetensi klinik spesialis sesuai bidang keahlian
keperawatan. Untuk PK V program CPD yang dilakukan yaitu:1) metode
konsultasi, 2) penelitian keperawatan terpadu dan 3) paket kompetensi klinik
spesialis dan subspesialis sesuaibidang keahlian keperawatan (Kemenkes RI,
2013).
Implementasi jenjang karir perawat profesional merupakan upaya
pengembangan profesi keperawatan dan penataan pelayanan keperawatan ke arah
yang lebih baik. Untuk mencapai upaya tersebut, Direktorat Bina Pelayanan
Keperawatan dan Keteknisian Medik bekerja sama dengan Japan International
Cooperation Agency (JICA) mengembangkan 9 Rumah Sakit Model Jenjang Karir

Universitas Sumatera Utara

18

Perawat antara lain RS Persahabatan Jakarta, RS Fatmawati Jakarta, RS Hasan
Sadikin Bandung, RS Soetomo Surabaya, RS Petrokimia Gresik, RS Adam Malik
Medan, RS Universitas Sumatera Utara Medan, RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar, dan RS Universitas Hasanudin (Kemenkes, 2013).
Ada beberapa kendala atau hambatan dalam pengembangan karir perawat
ini, antara lain belum optimalnya dukungan pimpinan dimana belum adanya
kebijakan dan ketentuan jenjang karir perawat, bervariasinya penerapan jenjang
karir perawat, dan perawat belum memahami sistem jenjang karir dengan baik.
Selain

itu

berbagai

kebijakan

dan

perubahan-perubahan

yang

terjadi

mempengaruhi jenjang karir antara lain terbitnya Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI), rumusan kompetensi perawat oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI) dan perubahan kebijakan tentang jabatan fungsional perawat serta
ditetapkannya sistem akreditasi rumah sakit berstandar internasional yang
mempersyaratkan perawat memiliki kewenangan dan penugasan klinis yang jelas
sesuai area praktinya (Kemenkes RI, 2013).

2.2 Konsep Metode Pembelajaran
Simamora (2009) menjelaskan ada beberapa metode yang digunakan
dalam pembelajaran yaitu: 1) metode ceramah, 2) metode diskusi, 3) metode
demonstrasi, 4) metode ceramah plus, 5) metode resitasi, 6) metode eksperimen,
7) metode study tour, 8) metode latihan keterampilan (drill method), 9) metode
pengajaran beregu (team teaching method), 10) peer teaching method, 11) metode

Universitas Sumatera Utara

19

pemecahan masalah (problem solving method), 12) project method, 13) teileren
method, dan 14) metode global (Ganze method).
Metode ceramah (preaching method) adalah sebuah metode pengajaran
dengan menyampaikan infomasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah
siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dapat
dikatakan

sebagai

satu-satunya

metode

yang

paling

ekonomis

untuk

menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur
atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta
didik. Beberapa kelemahan metode ceramah yaitu: 1) membuat peserta didik
pasif, 2) mengandung unsur paksaan kepada peserta didik, 3) mengandung sedikit
daya kritis peserta didik, 4) bagi peserta didik dengan tipe belajar visual akan
lebih sulit menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki
tipe belajar audio, 5) sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar
peserta didik, 6) kegiatan pengajaran menjadi verbalisme, 7) jika terlalu lama
dapat membuat jenuh (Simamora, 2009).
Metode diskusi merupakan metode mengajar yang sangat berkaitan
dengan pemecahan masalah (problem solving).Metode ini sering disebut dengan
diskusi kelompok dan resitasi/pelafalan bersama (socialized recitation). Tujuan
metode diskusi adalah:1) mendorong peserta didik berfikir kritis, 2) mendorong
peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas, 3) mendorong peserta
didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama, 4)
mengambil satu atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahan masalah
berdasarkan pertimbangan yang cermat.

Universitas Sumatera Utara

20

Kelebihan metode diskusi adalah: 1) menyadarkan peserta didik bahwa
masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan, 2) menyadarkan peserta didik
bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara
konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik, 3) membiasakan
peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya dan membiasakan peserta didik bersikap toleransi (Djamarah, 2000).
Kelemahan metode diskusi adalah: 1) tidak dapat digunakan dalam
kelompok besar, 2) peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas, 3)
cenderung dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara, 4) biasanya seseorang
menghendaki pendekatan yang lebih formal (Djamarah, 2000).
Metode

demonstrasi

adalah

metode

pengajaran

dengan

cara

memperagakan benda, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan,
baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan
dengan pokok bahasan atau materi yang disajikan (Syah M, 2000). Metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses
atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan ajar (Djamarah, 2000).
Manfaat psikologis pengajaran dari metode demonstrasi adalah: 1)
perhatian peserta didik dapat lebih dipusatkan, 2) proses belajar peserta didik
lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, 3) pengalaman dan kesan
sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri peserta didik. Kelebihan
metode demonstrasi adalah: 1) membantu peserta didik memahami dengan jelas
jalannya suatu proses satau kerja suatu benda, 2) memudahkan berbagai jenis
penjelasan, 3) kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui

Universitas Sumatera Utara

21

pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.
Kelemahan metode demonstrasi adalah: 1)peserta didik kadang kala sukar melihat
dengan jelas benda yang akan diperagakan, 2) tidak semua benda dapat
didemonstrasikan, 3)sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh pengajar yang
kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Djamarah, 2000).
Metode ceramah plus adalah metode pengajaran yang menggunakan lebih
dari satu metode, yakni metode ceramah yang dikombinasikan dengan metode
lainnya. Terdapat 3 macam metode ceramah yaitu: 1) metode ceramah plus tanya
jawab dan tugas adalah metode pengajaran yang menggabungkan antara ceramah
dan tanya jawab serta pemberian tugas, 2) metode pengajaran plus diskusi dan
tugas yang dilakukan dengan urutan pendidik menguraikan materi, mengadakan
diskusi dan akhirnya member tugas, 3) metode ceramah plus demostrasi dan
latihan (CPDL) yang merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan dan
memperagakan materi serta latihan keterampilan(Simamora, 2009).
Motode resitasi adalah suatu metode pengajaran dengan mengharuskan
siswa membuat resume dengan kalimat sendiri (Djamarah, 2000). Kelebihan
metode resitasi adalah: 1) pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil
belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama, 2) peserta didik memiliki peluang
untuk meningkatkan keberanian inisiatif, bertanggung jawab, dan mandiri.
Kelemahan metode resitasi adalah: 1) kadang kala, perserta didik melakukan
penipuan, yakni peserta didik hanya meniru hasil pekerjaan temannya tanpa mau
bersusah payah mengerjakan sendiri, 2) kadang kala tugas dikerjakan oleh orang

Universitas Sumatera Utara

22

lain tanpa pengawasan, 3) sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan
individual (Simamora, 2009).
Metode eksperimental atau percobaan adalah metode pemberian
kesempatan kepada peserta didik perorangan atau kelompok untuk dilatih
melakukan suatu proses atau percobaan (Djamarah, 2000). Metode eksperimental
merupakan suatu metode mengajar yang menggunakan alat tertentu dan dilakukan
lebih dari satu kali , misalnya percobaan kimia di laboratorium. Kelebihan metode
eksperimental adalah: 1) membuat peserta didik percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata
pengajar atau buku, 2) peserta didik dapat mengembangkan sikap untuk
mengadakan studi eksplorasi tentang ilmu dan teknologi, 3) diharapkan terbina
peserta didik yang akan menciptakan terobosan atau penemuan baru yang dapat
bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia (Simamora, 2009).
Kelemahan metode eksperimental adalah: 1) tidak cukupnya ketersediaan
alat menyebabkan tidak setiap peserta didik berkesempatan mengadakan
eksperimen, 2) jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, peserta
didik harus menunggu untuk melanjutkan pelajaran, 3) metode ini lebih sesuai
untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi (Simamora, 2009).
Metode study tour (karya wisata) adalah metode belajar dengan mengajak
peserta didik megunjungi suatu objek guna memperluas pengetahuan dan
selanjutnya peserta didik membuat laporan dan mendiskusikan serta membukukan
hasil kunjungan tersebut dengan didampingi oleh pendidik. Kelebihan metode
study tour adalah: 1) metode ini menerapkan prinsip pengajaran moderen yang

Universitas Sumatera Utara

23

memanfaatkan lingkungan nyata dalam belajar, 2) membuat materi yang dipelajari
di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di
masyarakat, 3) pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas. Kelemahan metode
study tour adalah: 1) memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak, 2)
memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang, 3) unsur rekreasi sering
menjadi prioritas daripada tujuan utama, sehingga unsur studi terabaikan, 4)
memerlukan pengawasan lebih ketat terhadap gerak-gerik peserta didik di
lapangan, 5) biaya cukup mahal, dan 6) memerlukan tanggung jawab
pengajar/pendidik dan sekolah atas kelancaran metode untuk keselamatan peserta
didik terutama untuk study tour jangka panjang dan jauh (Simamora, 2009).
Metode latihan keterampilan (drill method) adalah suatu metode belajar
dengan memberikan pelatihan keterampilan secara berulang kepada peserta didik,
dan mengajak langsung ke tempat latihan keterampilan untuk melihat proses
tujuan, fungsi, kegunaan dan manfaat sesuatu. Metode ini bertujuan untuk
membentuk kebiasaan atau pola yang otomatis pada peserta didik. Kelebihan
metode latihan keterampilan adalah: 1)meningkatkan kecakapan motorik, seperti
menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat, 2) meningkatkan
kecakapan mental, seperti

dalam

perkalian, penjumlahan, pengurangan,

pembagian, tanda-tanda simbol. Kelemahan metode latihan keterampilan yaitu: 1)
menghambat bakat dan inisiatif peserta didik karena peserta didik lebih sering
diarahkan untuk melakukan kebiasaan bukan keterampilan analisis, 2)
menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan, 3) kadang kala latihan

Universitas Sumatera Utara

24

yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan
menjenuhkan, 4) dapat menimbulkan verbalisme (Simamora, 2009).
Metode pengajaran beregu (team teaching method) adalah suatu metode
mengajar dengan jumlah pendidik lebih dari satu orang, yang masing-masing
mempunyai tugas, biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai koordinator.
Cara

pengujiannya,

masing-masing

pendidik

membuat

soal,

kemudian

digabungkan, jika ujian lisan, peserta didik yang diuji harus langsung berhadapan
dengan tim pendidik tersebut (Simamora, 2009).
Metode pengajaran denga teman sejawat (peer teaching method) adalah
suatu metode mengajar yang dibantu temannya sendiri. Metode pemecahan
masalah (problem solving method) adalah suatu metode mengajar dengan
memberikan soal latihan kepada peserta didik kemudian peserta didik diminta
memberikan pemecahannya (Simamora, 2009).
Metode perancangan (project method) adalah suatu metode mengajar
dengan meminta peserta didik merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai
objek kajian. Kelebihan project method adalah: 1) memperluas pola pikir peserta
didik dan menyeluruh dalam memandang serta pemecahan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan, 2) melalui metode ini, peserta didik dibina dengan
membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu,
yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Kelemahan
project method yaitu: 1) kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik
secara vertical maupun horizontal belum menunjang pelaksanaan metode ini, 2)
pengaturan penyusunan materi pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode

Universitas Sumatera Utara

25

ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari peserta didik, 3) harus dapat
memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan peserta didik, cukup fasilitas, dan
memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan, 4) materi pelajaran sering
menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas (Simamora,
2009).
Metode bagian (teileren method) adalah suatu metode mengajar dengan
memberikan materi secara bertahap/sebagian-sebagian, misalnya paragraf per
paragraf kemudian dilanjutkan lagi dengan paragraf lain yang tentunya berkaitan
dengan masalahnya (Simamora, 2009).
Metode global (ganze method) adalah suatu metode mengajar dengan
meminta peserta didik membaca keseluruhan materi kemudian membuat resume
atau kesimpulan dari apa yang mereka baca (Simamora, 2009).

2.2.1 Konsep pembelajaran refleksi
Quinn

(1998)

menjelaskan

tentang

reflect

(merefleksikan)

dan

reflection(refleksi). Reflect berasal dari kata latin “reflectere” merupakan sebuah
kata kerja (verb) yang artinya mempertimbangkan, memikirkan dengan hati-hati,
mengingat atau membayangkan tentang sesuatu, mengekspresikan suatu
pemikiran atau pendapat, hasil dari sebuah refleksi. Reflection (refleksi) adalah
suatu kata benda (noun) yang artinya pertimbangan, sesuatu yang dihasilkan dari
proses refleksi, sebuah pikiran/ide tau pikiran yang terbentuk dari hasil pemikiran
serius. Secara Ilmu Psikologi reflection artinya mengubah pikiran seseorang
berdasarkan pengalaman, persepsi, ide dimana dengan pandangan untuk

Universitas Sumatera Utara

26

menemukan hubungan yang baru atau menggambarkan suatu kesimpulan untuk
panduan kegiatan dimasa depan.
Refleksi merupakan proses yang bertujuan untuk berfikir kembali atau
mengingat kembali sebuah situasi untuk menemukan tujuan dan arti (Potter &
Perry, 2005). Boud et al (1985 dalam Andrews 1996) menjelaskan bahwa refleksi
merupakan

kegiatan

mengingat

kembali

pengalaman,

memikirkan

dan

mengevaluasinya. Mengingat pengalaman tertentu berhubungan dengan respons
manusia dengan suatu kegiatan sehari-hari dan sering dilakukan tanpa maksud
atau tujuan spesifik. Refleksi sebagai kegiatan belajar dijelaskan sebagai kegiatan
yang sengaja dilakukan

dengan tujuan mengubah tingkah laku. Refleksi

merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan dan menekankan pada hasil dari
proses yang disebut modifikasi konseptual. Refleksi akan membimbing seseorang
belajar dari praktek yang dilakukan (Andrews, 1998).
Bulman (2013) menjelaskan kegiatan refleksi bukanlah hal yang baru,
Filsuf yunani kuno Aristoteles telah memaparkan pentingnya kegiatan refleksi
dalam kegiatan nyata dan pengembangan pengalaman. Aristoteles menjelaskan
bahwa praktek dapat dikembangkan lewat wawasan, responsive dan pemahaman,
sehingga dapat dilihat hubungan pengembangan antara praktek dan pengetahuan
serta menemukan jalan untuk mengkomunikasikannya dengan orang lain. John
Dewey (1933 dalam Bulman 2013) juga menjelaskan bahwa kegiatan refleksi
merupakan kegiatan dengan tujuan yang jelas dengan menerapkan metode ilmiah
untuk penalaran deduktif dan eksperimen. Kegiatan ini bermanfaat untuk

Universitas Sumatera Utara

27

meningkatkan kemampuan memberikan solusi yang cepat dan membiasakan
budaya berfikir.
Schon (1978 dalam Bulman 2013) menjelaskan bahwa kegiatan reflectionon-action (refleksi dalam tindakan)adalah kegiatan berpikir kembali tentang apa
yang telah dilakukan berfokus pada pemikiran kritis dan

retrospektif, untuk

membangun dan merekonstruksikan peristiwa yang terjadi agar praktisi dapat
mengembangkan diri. Secara signifikan, Schon menjelaskan bahwa kegiatan
refleksi melibatkan lebih dari sekedar kemampuan berfikir secara intelektual
namun juga melibatkan perasaan dan pengakuan yang berhubungan dengan
tindakan. Schon menekankan pernyataannya bahwa pikiran kita membentuk apa
yang kita lakukan.
Jasper (2003) menjelaskan bahwa praktek refleksi adalah kegiatan
menggunakan pengalaman sebagai titik awal pembelajaran. Hasil dari Praktek
refleksi ini adalah tindakan yang dilakukan sehingga kegiatan ini menjadi
jembatan penghubung antara teori murni dan praktek yang diarahkan untuk
membantu pemahaman dan pembelajaran.
Secara kontemporer, refleksi dijelaskan sebagai kegiatan mengingat
pengalaman masa lalu

yang diharapkan

nantinya akan mempengaruhi

kegiatan/praktek dimasa depan. O’Donovan (2007 dalam Bulman 2013)
menjelaskan refleksi merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan berfikir,
melihat masa lalu, melatih diri dan mempelajari praktek seseorang yang nantinya
akan mempengaruhi tindakan/praktek dimasa depan. Boyd dan Fales (1983 dalam
Bulman 2013) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah proses pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

28

secara internal dan mengembangkan sesuatu yang sedang menjadi isu, didasari
oleh pengalaman yang menciptakan dan menjelaskan makna dalam diri seseorang
dan menghasilkan perubahan dalam perspektif konseptual.
Refleksi dalam konteks pembelajaran adalah istilah umum untuk
menjelaskan

kegiatan

intelektual

dan

afektif

dimana

individu

terlibat

untukmengeksplorasi pengalaman mereka dalam rangka untuk menyebabkan
pemahaman barudan apresiasi (Boud et al. 1985 dalam Bulman 2013). Kegiatan
pembelajaran refleksi bagi perawat berpotensi untuk meningkatkan tanggung
jawab dan kemampuan melakukan suatu tindakan yang sulit dilakukan (Bulman
dan Schutz 2007 dalam Bulman 2013).
Bulman (2013) lebih lanjut menjelaskan bahwa yang menjadi poin penting
tentang konsep pembelajaran refleksi bagi perawat adalah kegiatan ini berpotensi
untuk membantu perawat untuk belajar dari pengalaman. Refleksi dalam praktek
keperawatan berhubungan dengan motivasi para profesional untuk berubah dalam
melakukan kegiatan asuhan keperawatan yang lebih baik lagi dimana dengan
menumbuhkan niat belajar dari pengalaman yang dialami.
Konsep penting dalam pemahaman tentang refleksi yang dijelaskan
Bulman (2013) yaitu tentang praxis (tindakan), critical being dan knowing more
than we tell.
Praxis mengacu pada tindakan yang dilakukan dalam praktek refleksi.
Johns (2013) menjelaskan bahwa tindakan adalah hasil dari perenungan yang
melibatkan kesadaran. Tindakan berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang
dipahami. Tindakan yang dilakukan merupakan komitmen yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

29

perawat untuk melakukan hal yang terbaik bagi pasien dan keluarga serta semua
orang yang membutuhkan perawatan. Ini menekankan pada pentingnya kegiatan
pembelajaran refleksi yang berfokus pada peningkatan asuhan keperawatan.
Critical being yang merangkum tidak hanya pengembangan berfikir kritis,
namun juga pengembangan diri dan komitmen dalam mengambil tindakan.
Kegiatan refleksi melibatkan berbagai elemen secara proposional meliputi
pengetahuan, perasaan, kesadaran diri, dan komitmen untuk bertindak. Kegiatan
refleksi melibatkan kognitif, afektif dan aktif. Proses pembelajaran reflektif
menjadi teknik yang sederhana yang dapat diajarkan.
Knowing more than we can tell mengacu pada pengetahuan yang
didapatkan. Polanyi (1967 dalam Bulman 2013) menjelaskan bahwa kemampuan
dalam berkomunikasi adalah aspek penting dalam pembelajaran reflektif. Perawat
mengembangkan apa yang diketahui menjadi sebuah pengetahuan. Tidak
selamanya pengetahuan dapat diartikulasikan dalam kata-kata, butuh mencari cara
untuk membantu seseorang berkomunikasi dan mengekspresikan diri sebaik
mungkin, dan salah satu caranya adalah dengan melakukan kegiatan pembelajaran
refleksi.
Kegiatan refleksi dapat mencari jalan bagi perawat untuk memberikan
pendapatnya tentang dirinya dan praktek keperawatan yang dilakukan. Johns
(2013) menjelaskan refleksi menjadi cara bagi perawat untuk menyuarakan
pendapat perawat ditempat kerja dan menentang penindasan yang terjadi di
tempat kerja. Refleksi juga memungkinkan pengembangan bahasa lewat cara

Universitas Sumatera Utara

30

perawat bertanya dan mengkomunikasikan pengetahuan keperawatan yang
dimiliki.
2.2.2 Refleksi dalam pelayanan keperawatan dan pendidikan keperawatan
Pendidikan adalah upaya sadar untuk menumbuhkan potensi sumber daya
manusia (SDM) melalui pendidikan pengajaran. Terdapat 2 konsep pendidikan
yang saling berkaitan yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction).
Konsep belajar berakar dari peserta didik dan konsep pengajaran berakar dari
pendidik. Pada proses belajar mengajar (PBM) terjadi interaksi antara peserta
didik dan pendidik. Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen
yaitu peserta didik, pendidik/pengajar, materi pembelajaran, metode mengajar,
media dan evaluasi (Simamora, 2009).
Bulman (2013) menjelaskan kegiatan pembelajaran secara reflektif
bermanfaat untuk efektifitas pelayanan dan peningkatan praktek profesional.
Peningkatan pembiayaan di pelayanan kesehatan berdampak pada pendidikan
keperawatan dan pelayanan klinis mempengaruhi waktu, energi dimana perawat
harus mempertimbangkan kegiatan pembelajaran dari praktek keperawatan yang
dilakukan.

Semua

ini

berdampak

pada

kesempatan

belajar,

kegiatan

supervisiklinis untuk perawat, kesempatan berbagi pengalaman dengan teman
sejawat, pengembangan praktek reflektif untuk keputusan klinis dan pelaksanaan
praktik berdasarkan penelitian yang disebut dengan evidence- based practice
(EBP).
Bulman (2013) menjelaskan EBP adalah komponen fundamental dari
kesehatan moderen di Inggris dan di seluruhdunia. Sackett et al. (1996 dalam

Universitas Sumatera Utara

31

Bulman 2013) mendefinisikan EBP sebagai suatu penggunaan praktek kedokteran
berbasis bukti yang mengintegrasikan keahlian individu dengan bukti klinis
terbaik yanga ada sebagai bukti penelitian yang sistematik.
Keahlian yang dimiliki perawat dipengaruhi oleh pengalaman belajar
untuk pemberian keputusan klinis yang berhubungan dengan pengetahuan yang
dimilikisebelumnya.Kegiatan pembelajaran refleksi memiliki kapasitas untuk
menjadi bagian dari proses EBP. Ketika sangat sedikit tentang bukti empiris maka
penting untuk belajar dari pengalaman dan menginformasikannya kepada orang
lain (Bulman, 2013).
2.3 Konsep Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK)
Permenkes

Nomor

836/2005

menjelaskan

bahwa

Pengembangan

Manajemen Kinerja (PMK) adalah suatuupaya peningkatan kemampuan
manajerial dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di
sarana/institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang
bermutu. PMK memfasilitasi terciptanya budaya kerja perawat yangmengarah
kepada upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan yang didasarkan pada
profesionalisme, IPTEK, aspek legal,berlandaskan etika untuk mendukung sistem
pelayanan kesehatan secarakomprehensif.
Permenkes Nomor 836/2005 lebih lanjut menjelaskan tujuan umum dari
Pengembangan Manajemen Kinerja (PMK) adalah untuk meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan disarana/institusi pelayanan kesehatan, sedangkan tujuan
khusus dari PMK adalah: 1) meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
perawat,

2)

meningkatnya

kepatuhan

penggunaan

standar

dalam

Universitas Sumatera Utara

32

melakukanpelayanan keperawatan, 3) meningkatnya kemampuan manajerial
pelayanan keperawatan, 4) meningkatnya pelaksanaan monitoring kinerja perawat
berdasarkan indikator kinerja yang disepakati, 5) meningkatnya kegiatan diskusi
refleksi kasus (DRK) keperawatan, 6) meningkatnya mutu asuhan keperawatan,
dan 7) meningkatnya kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan.
Sasaran kegiatan PMK adalah: 1) perawat serta manajer lini pertama (first
linemanager) yaitu: kepala ruangan, wakil kepala ruangan di RS, perawatdan
sebagai penanggung jawab program di Puskesmas, sertapimpinan keperawatan di
sarana pelayanan kesehatanlainnya, 2) pimpinan sarana kesehatan, Direktur,
Kepala Bidang/Kepala Seksi,Kepala Instalasi dan supervisor (rumah sakit),
Kepala Puskesmas, danKepala sarana pelayanan kesehatan lainnya (Permenkes,
2005).
Komponen PMK ada 5 yaitu: 1) standar, 2) uraian tugas, 3) indikator
kinerja, 4) sistem monitoring , dan 5) diskusi refleksi kasus.
Standar merupakan komponen utama yang menjadi kunci dalam PMK
yang meliputi standar profesi, standar operasional prosedur (SOP), danpedomanpedoman yang digunakan oleh perawat di saranapelayanan kesehatan.Standar
keperawatan bermanfaat sebagai acuan dan dasar bagi perawat dalam
melaksanakan pelayanan kesehatanbermutu sehingga setiap tindakan dan kegiatan
yang

dilakukan

berorientasi

pada

budaya

mutu.

Standar

dapat

meningkatkanefektifitas dan efisiensi pekerjaan, dapat meningkatkan motivasi
danpendayagunaan staf, dapat digunakan untuk mengukur mutu pelayanan
keperawatan, serta melindungi masyarakat/klien daripelayanan yang tidak

Universitas Sumatera Utara

33

bermutu.Pada implementasi PMK, perawat dibimbing secara khususuntuk
menyusun dan mengembangkan SOP yang nantinya akan digunakansebagai acuan
di sarana pelayanan kesehatan setempat (Permenkes, 2005).
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi, tugas, dan tanggungjawab yang
dijabarkan dalam suatu pekerjaan yang dapat menunjukkan jenis danspesifikasi
pekerjaan, sehingga dapat menunjukkan perbedaan antara setpekerjaan yang satu
dengan yang lainnya. Uraian tugas merupakan dasarutama untuk memahami
dengan tepat tugas dan tanggung jawab sertaakuntabilitas setiap perawat dalam
melaksanakan peran danfungsinya. Kejelasan uraian tugas dimaksud dapat
memandu

setiapperawat

akhirnyadapat

untuk

meningkatkan

melaksanakan
mutu

pelayanan

kegiatan

sehingga

kesehatan

di

pada
sarana

pelayanankesehatan setempat. Uraian tugas yang jelas bagi setiapjabatan klinis
akan memudahkan manajer/pimpinan untuk menilai kinerjastaf secara obyektif
dan dapat digunakan sebagai dasar upaya promosi staf kejenjang yang lebih
tinggi. Selama proses penerapan PMK, perawat difasilitasi untukmengidentifikasi
kembali seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan. Hasilidentifikasi masingmasing perawat dibahas dalam kelompokuntuk menghasilkan uraian tugas sesuai
dengan posisi pekerjaan danstandar yang telah disepakati. Upaya melibatkan
perawat dalam proses perumusan diharapkan dapat memberikan pemahaman yang
jelas terhadap uraian tugas dari suatu pekerjaan dan akan memberi keyakinan dan
dorongan untuk menilai tingkat kemampuan diri (selfevaluation) dan peningkatan
motivasi kerja perawat (Permenkes, 2005).

Universitas Sumatera Utara

34

Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu
pelaksanaan kegiatan dalam waktu tertentu. Indikator yangberfokus pada hasil
asuhan keperawatan kepada pasiendan proses pelayanannya disebut indikator
klinis. Indikator klinis adalahukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur
dan

mengevaluasikualitas

asuhan

pasien

yang

berdampak

terhadap

pelayanan.Indikator klinis PMK ini diidentifikasi, dirumuskan, disepakati,
danditetapkan bersama diantara kelompok perawat serta manajerlini pertama
keperawatan (first line manajer), untuk mengukurhasil kinerja klinis perawat dan
bidan terhadap tindakan yang telahdilakukan, sehingga variabel yang akan
dimonitor dan dievaluasi menjadilebih jelas bagi kedua belah pihak (Permenkes,
2005).
Diskusi

refleksi

kasus

adalah

suatu

metoda

dalam

merefleksikanpengalaman klinis perawat dalam menerapkan standar danuraian
tugas. Pengalaman klinis yang direfleksikan merupakan pengalamanaktual dan
menarik baik hal-hal yang merupakan keberhasilan maupunkegagalan dalam
memberikan pelayanan keperawatan termasuk untuk menemukan masalah dan
menetapkan upayapenyelesaiannya misal dengan adanya rencana untuk menyusun
SOP baruDRK dilaksanakan minimal satu bulan sekali selama 60 menit dengan
tujuan

untukmengembangkan

belajar,meningkatkan

profesionalisme,

pengetahuan

sertamenerapkan

teknik

danmemojokkan

antar

asertif
peserta

dan
dalam

diskusi.

membangkitkan

keterampilan,
berdiskusi
Tindak

aktualisasi

tanpa

lanjut

motivasi
diri

menyalahkan

DRK

ini

dapat

Universitas Sumatera Utara

35

berupakegiatan penyusunan SOP-SOP baru sesuai dengan masalah yang
ditemukan (Permenkes, 2005).
Kegiatan

monitoring

meliputi

pengumpulan

data

dan

analisis

terhadapindikator kinerja yang telah disepakati yang dilaksanakan secara periodik
untuk memperoleh informasi sejauhmana kegiatan yang dilaksanakansesuai
dengan

rencana.

penyimpangan

Monitoring

dan

bermanfaat

mempercepat

untuk

pencapaian

mengidentifikasiadanya
target.Monitoring

perlu

direncanakan dan disepakati antara pimpinan, supervisorterpilih dan pelaksana.
Monitoring dilakukan terhapap indikator yang telahditetapkan guna mengetahui
penyimpangan kinerja atau prestasi yangdicapai, dengan demikian setiap perawat
akan dapat menilai tingkatprestasinya sendiri. Hasil monitoring yang dilaksanakan
oleh supervisordiinformasikan kepada staf. Bila terjadi penyimpangan, supervisor
bersamapelaksana

mendiskusikan

masalah

tersebut

dan

hasilnya

dilaporkankepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan dan tindak lanjut (Permenkes, 2005).
Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan PMK yaitu: 1) membangun
komitmen, 2) melibatkan stakeholder, 3) mengelola sumber daya, 4)
profesionalisme dan 5) desentralisasi.Membangun komitmen ditempatkan pada
tempat yang pertama padastrategi penerapan PMKkarena komitmen semuapihak
terkait/stakeholder sangat penting untuk langkah selanjutnya.Apabila komitmen
pada stakeholder dapat disepakati maka dapatmerupakan suatu langkah awal yang
menentukan

untuk

keberhasilanpenerapan

PMK.Untuk

itu

secara

berkesinambungan perlu dilakukan komunikasi dankordinasi secara terus menerus

Universitas Sumatera Utara

36

tentang PMK Perawat sehingga dicapai suatu pemahaman dan kesepakatan pada
stakeholder.Setelah

memperoleh

komitmen,

keterlibatan

stakeholder

diharapkandapat memberikan dukungan yang nyata baik moril maupun materil
untuk keberhasilan penerapan PMK (Permenkes, 2005).
Pengelolaan SDM, sumber dana, dan fasilitas dapat ditingkatkan
untukmengoptimalkan keberhasilan PMK.Pengelolaan PMK perlu dilaksanakan
secara profesional didasarkan padaevidence dan perencanaan yang matang serta
diimplementasikan secarasungguh-sungguh berdasar pada pedoman pelaksanaan
PMK, standarprofesi, SOP keperawatan, serta pedoman pelayanankesehatan
lainnya. Desentralisasidimaksudkan bahwadalam rangka otonomi daerah, PMK
dapat dikembangkan sesuai dengankondisi daerah namun tetap berpedoman pada
pedoman yang ditetapkandalam keputusan ini (Permenkes, 2005).

2.4Diskusi Refleksi Kasus
Diskusi adalah salah satu strategi belajar mengajar yang dilakukan
seseorang dimana adanya interaksi antara dua atau lebih individu, saling tukar
menukar pengalaman, informasi, dan memecahkan masalah (Isjoni, 2007).Diskusi
Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode dalam merefleksikan pengalaman
klinis perawat yang mengacu pada pemahaman terhadap standar (Hennesy, 2001
dalam Depkes 2005). Hennesy D, Hicks, Hilan & Kawonal (2006) menjelaskan
DRK merupakan salah satu bagian dari pengembangan staf berkelanjutan yang
dikenal dengan istilah Continous Professional Development (CPD).
Menurut Depkes (2005)Diskusi
sebagai metode pembelajaran

Refleksi Kasus

yang dapat menuntun

(DRK) digunakan

perawat

dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

37

kelompok diskusi

baik di rumah sakit

pengetahuan dan pengalaman klinik
ditetapkan.

Pelaksanaan

DRK

keperawatanyang aktual, menarik

maupun puskesmas

untuk berbagi

yang didasarkan atas standar yang telah
akan

membahas

masalah–masalah

baik yang lalu maupun yang sedang

berlangsung, selain itu juga dibahas tentang pengalaman keberhasilan dalam
melaksanakan tugas pelayanan dengan pemanfaatan sumber-sumber yang
tersedia.
Depkes (2005) menjelaskan Diskusi Refleksi Kasus (DRK) mempunyai
tujuan untuk mengembangkan profesionalisme perawat, meningkatkan aktualisasi
diri, membangkitkan motivasi belajar, sebagai wahana

untuk menyelesaikan

masalah dengan mengacu pada standar keperawatan yang telah ditetapkan, serta
belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak mendengarkan,
tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan meningkatkan kerja sama.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes RI)
Nomor 836/MENKES/SK/VI/2005 tentang Pengembangan Manajemen Kinerja
(PMK) menjelaskan bahwa Diskusi Refleksi Kasus (DRK) yang merupakan salah
satu dari PMK memiliki beberapa prinsip yang diterapkan yaitu: 1) komitmen
yang dapat diartikan sebagai tanggung jawabuntuk menjaminkesinambungan
kegiatan, 2) kualitas yang bermakna bahwa pelaksanaan kegiatan diarahkan untuk
meningkatkan

kualitas

SDM

keperawatan,

peningkatan

kinerja

akan

mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan menjadi lebih baik sehingga akan
memperbaiki citra pelayanan keperawatan,3) kerja tim yaitu kegiatan ini
mendorong kerjasama kelompok (team work) dan merupakan salah satu penentu

Universitas Sumatera Utara

38

keberhasilan
memungkinkan

pelayanankesehatan,
setiap

individu

4)
untuk

pembelajaranberkelanjutan
meningkatkanpengetahuan

yang
dan

keterampilannya agar dapat mengikuti perkembangan IPTEK, 5) kegiatan ini
mendorong untuk dapat bekerja secaraefektif dan efisien.
Kepmenkes RI No. 836/MENKES/SK/VI/2005 lebih lanjut menjelaskan
bahwa Diskusi Refleksi Kasus (DRK) merupakan media strategis untuk
mengidentifikasi masalah dan menetapkan alternatif mengatasinya. Penjaminan
mutu atau Quality Assurance (QA) dilaksanakan dengan peningkatan kinerja
perawat dan sejauh mana masalah pelayanan yang ditemukan dapat diatasi secara
holistik dan komprehensif dengan menggunakan alternatif pemecahan masalah.
Ada 10 indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, yaitu: 1) angka
infeksi nosokomial, 2) angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, 3) tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan, 4) tingkat kepuasan pasien
terhadap pengelolaan nyeri dan kenyamanan, 5) tingkat kepuasan pasien terhadap
informasi/pendidikan kesehatan, 6) tingkat kepuasan pasien terhadap asuhan
keperawatan, 7) upaya mempertahankan integritas kulit, 8) tingkat kepuasan
perawat, 8) kombinasi kerja antara perawat profesional dan non profesional, dan
total jam asuhan keperawatan per klien per hari (Marquis & Huston, 1998).
Donabedian (2003) menjelaskan bahwa mutu pelayanan kesehatan
meliputi komponen struktur, proses dan outcome. Struktur terdiri dari sumber
material seperti fasilitas dan peralatan, SDM (jumlah, jenis dan kualifikasi
profesional serta dukungan personel), karakteristik organisasi (seperti tim medis,
staf perawat, pembelajaran dan penelitian, supervisi dan review kinerja,

Universitas Sumatera Utara

39

pembayaran, dll). Proses merupakan aktifitas yang dilakukan seperti diagnosa,
pengobatan, rehabilitasi, tindakan preventif, pendidikan pasien, biasanya
melibatkan tenaga profesional dan kontribusi tenaga kesehatan lain terutama
pasien dan keluarga. Outcome untuk menilai perubahan pada individua atau
populasi yang terlibat dalam pelayanan kesehatan, Outcome meliputi status
kesehatan, perubahan pengetahuan dan perilaku pasien dan keluarga yang
mempengaruhi perawatannya dimasa depan, serta kepuasan pasien dan keluarga
terhadap pelayanan kesehatan yang didapatkan.
Storesund dan McMurray (2009) menjelaskan bahwa pengalaman perawat
merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas asuhan keperawatan. Selain itu
pengetahuan perawat terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan
dasar untuk memberi perawatan yang baik.
2.4.1 Langkah-langkah kegiatan DRK
Menurut Depkes (2005) langkah-langkah kegiatan DRK adalah: 1)
memilih/menetapkan kasus yang akan didiskusikan, 2) menyusun jadwal kegiatan,
3) waktu pelaksanaan, 4) peran masing-masing personal dalam DRK, 5) penulisan
laporan.
2.4.1.1 Memilih/menetapkan kasus yang akan didiskusikan
Menurut Depkes (2005) topik–topik bahasan

yang ditetapkan untuk

didiskusikan dalam DRK antara lain seperti pengalaman pribadi perawat yang
aktual dan menarik dalam menangani kasus/pasien, pengalaman dalam mengelola
pelayanan keperawatan dan isu-isu strategis, pengalaman yang masih relevan
untuk dibahas dan akan memberikan informasi berharga untuk meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

40

mutu pelayanan.Lebih lanjut Depkes (2005) menjelaskan proses diskusi ini akan
memberikan

ruang dan waktu

bagi

setiap peserta untuk

merefleksikan

pengalaman, pengetahuan serta kemampuannya, dan mengarahkan peningkatkan
pemahaman perawat terhadap standar yang akan memacu mereka untuk
melakukan kinerja yang bermutu tinggi.
2.4.1.2 Menyusun jadwal kegiatan
Jadwal kegiatan DRK adalah daftar kegiatan yang harus dilaksanakan
dalam

kurun waktu yang telah ditetapkan dan disepakati. Kegiatan DRK

disepakati dalam kelompok kerja, di puskesmas maupun di rumah sakit (tiap
ruangan). Kegiatan DRK dilakukan minimal satu kali dalam satu bulan dan
sebaiknya jadwal disusun untuk kegiatan satu tahun, para peserta yang telah
ditetapkan akan mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkannya(Depkes,
2005).
Setiap bulan ditetapkan dua orang yang bertugas sebagai penyaji dan
fasilitator/moderator selebihnya sebagai peserta demikian seterusnya, sehingga
seluruh anggota kelompok akan mempunyai kesempatan yang samaberperan
sebagai penyaji, fasilitator/moderator maupun sebagai peserta. Peserta dalam satu
kelompok diupayakan antara 5–8 orang (Depkes , 2005).
2.4.1.3 Waktu pelaksanaan
Menurut Depkes (2005) waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
tersebut minimal 60 menit, dengan rincian untuk pembukaan (5 menit), penyajian
(15 menit),tanya jawab (30 menit), dan penutup/rangkuman (10 menit).

Universitas Sumatera Utara

41

2.4.1.4 Peran masing-masing personal dalam DRK
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) ditetapkan suatu aturan main yang harus
dipatuhi oleh semua peserta agar diskusi tersebut dapat terlaksana dengan tertib.
Menurut Depkes (2005) ada 3 peran yang telah disepakati dan dipahami dalam
pelaksanaan DRK yaitu peran penyaji, peran peserta dan peran fasilitat