Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA BATU SALURAN KEMIH RAWAT INAP di RUMAH SAKIT TEMBAKAU DELI PTP NUSANTARA II MEDAN

TAHUN 2006-2010

SKRIPSI

Oleh :

HENI RAHAYU NIM.071000104

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

(3)

ABSTRAK

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih. Di dunia penyakit BSK merupakan penyakit peringkat ke tiga di bidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat. Insidens BSK di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% per tahun. Menurut DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94%. Data penderita di RS Tembakau Deli PTPN II Medan tahun 2006-2010, diketahui bahwa jumlah pasien rawat inap BSK 111 orang dengan proporsi 11,5% dari 963 kasus penyakit di bagian urologi.

Untuk mengetahui karakteristik penderita BSK di RS Tembakau Deli PTPN II Medan tahun 2006-2010 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Data dianalisis menggunakan chi-square dan t-test dengan jumlah populasi 111 orang dan jumlah sampel adalah seluruh populasi.

Hasil penelitian menunjukkan trend penderita BSK meningkat menurut persamaan garis y = 0.8x + 19.8. Proporsi penderita berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 40-49 tahun (34,2%), laki-laki (76,6%), sex ratio (3,3%), Islam (88,3%), pekerjaan Pegawai Swasta (59,5%), kawin (96,4%), dan tempat tinggal luar Kota Medan (73,9%). Proporsi >1 keluhan (74,8%), letak batu pada saluran kemih atas (84,7%), tidak ada riwayat (49,5%), tanpa operasi (75,7%,. lama rawatan rata-rata 10,3 hari (10 hari), pulang berobat jalan (68,5%).

Tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu (p=0,758), penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu (p=0,555), keluhan utama berdasarkan letak batu (p=0,363). Ada perbedaan bermakna proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan lama rawatan rata-rata penderita BSK (p=0,000).

Diharapkan bagi RS Tembakau Deli PTPN II Medan agar melengkapi sistem pencatatan pada rekam medis tentang jenis batu penderita BSK, memberikan informasi kepada penderita BSK untuk melakukan pemeriksaan secara berkala, banyak minum air putih minimal 2 liter per hari dan mengurangi makan makanan yang dapat berisiko menimbulkan kembali BSK.


(4)

ABSTRACT

Urinary Tract Stone (UTS) is a disease in which the obtained hard as a rock that formed in the urinary tract. In the world UTS the third of urology line after infectious diseases dan prostate gland. Incident of UTS in the world there is an average of 1-12% every year. DEPKES RI (2006) according the number of inpatients in all Indonesia hospitals with UTS are 16.251 with CFR 0,94%. Data of UTS patient in Tembakau Deli PTPN II Medan hospital in 2006-2010 is 111 people with the proportion 11.5% of 963 cases in urology.

To determine the characteristics of UTS patients in Tembakau Deli PTPN II Medan hospitals 2006-2010 is conducted descriptive research with case series design. Data were analyzed by using chi-square and t-test with population 111 people and the amount of sample is the entire population.

The results showed a trend with UTS patients increased according to the equation line y = 0.8x + 19.8. The highest proportion of patients based on sociodemographic is in the age group 40-49 years (34.2%), male (76.6%), sexes ratio (3.3%), moslem (88.3%), private employment (22.5%), married (96.4%), and residence outside of Medan (73.9%). Proportion> 1 complaint (74.8%), the location of upper urinary tract stones (84.7%), no history (49.5%), without surgery (75.7%), the average length of stay 10, 3 days (10 days), retrun home when circumstances ambulatory (68.5%).

There are no significant differences between the proportion of sexes based on the location of the stone (p = 0.758), medical management based on the location of stones (p = 0.555), main complaint based on the location of stones (p = 0.363). There are significant differences in the proportion of medical management based on the average long maintainability (p = 0.000).

It is expected to the Tembakau Deli PTPN II Medan hospitals to complete the recording system in the medical records of the type stone UTS patients, providing information to UTS patients to take regular examination, drink plenty of water at least 2 liters per day and eat less food that can appear the risk of UTS.


(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. Nama : Heni Rahayu

2. Tempat/ Tanggal Lahir : Kwala Bingai/ 09 September 1989

3. Agama : Islam

4. Anak Ke : 2 dari 3 bersaudara 5. Status Pernikahan : Belum menikah 6. Nama Ayah : H. Suwito Seniman

7. Nama Ibu : Hj. Masmaniwaty Pane SPd

8. Alamat : Psr VI Kwala Bingai, Kec. Stabat, Kab. Langkat Sumatera Utara

9. Riwayat Pendidikan

a. Tahun 1995 – 2001 : SD N 050661 Kwala Bingai b. Tahun 2001 – 2004 : SMP N 5 Stabat

c. Tahun 2004 – 2007 : SMA N 2 Medan


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010.” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Syarifah, MS selaku dosen Penasehat Akademik, yang selama masa pendidikan di kampus FKM telah membimbing penulis.

3. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku dosen pembimbing II yang membimbing, memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Drs. Jemadi, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen penguji I yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku dosen penguji II yang telah memberikan masukan dan pengarahan untuk penyempurnaan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 8. Direktur Utama dan Kepala Instalasi Rekam Medik RS Tembakau Deli PTP Nusantara II


(7)

9. Orang tua tercinta ayahanda H.Suwito Seniman dan ibunda Hj. Masmaniwaty Pane SPd yang mengiringi tiap langkah penulis.

10. Saudara kandung tercinta kakak Santi Herawati SE dan adik Mhd. Fitra Wahyudi.

11. Pendamping setiaku Danial yang telah membantu dan menyemangati penulis disetiap kesulitan dalam penyusunan skripsi.

12. Sahabat-sahabatku tercinta Rini, Eva, Ilza, Rida, Dewi, Mbak Dwi, Kak Tiana, Kak Evi, Maharani dan teman-teman peminatan epidemiologi yang telah membantu dan memotivasi penulis saat menghadapi kesulitan dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2011


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Batu Saluran Kemih... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.2 Sistem Kemih ... 8

2.2.1 Saluran Kemih Atas ... 9

2.2.2 Saluran Kemih Bawah ... 11

2.2.3 Penyebab Pembentukan Batu ... 13

2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih ... 17

2.3 Epidemiologi Batu Saluran Kemih ... 20

2.3.1 Distribusi dan Frekuensi ... 20

2.3.2 Determinan ... 21

2.4 Gejala Batu Saluran Kemih... 25

2.5 Penatalaksanaan Medis Batu Saluran Kemih ... 26

2.5.1 Medikamentosa ... 27

2.5.2 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat- Obatan ... 27

2.5.3 ESWL ... 27

2.5.4 Endourologi ... 28

2.5.5 Tindakan Operasi ... 29

2.6 Pencegahan Batu Saluran Kemih ... 29

2.7.1 Pencegahan Primer ... 29

2.7.2 Pencegahan Skunder ... 30


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 33

3.1 Model Kerangka Konsep ... 33

3.2 Definisi Operasional ... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Jenis Penelitian ... 37

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

4.2.2 Waktu Penelitian ... 37

4.3 Populasi dan Sampel ... 37

4.3.1 Populasi Penelitian ... 37

4.3.2 Sampel Penelitian ... 37

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

4.5 Teknik Analisa Data ... 38

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 39

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan ... 39

5.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan ... 39

5.1.2 Visi, Misi dan Falsafah Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan ... 40

5.1.3 Cakupan Pelayanan ... 41

5.2 Distribusi Proporsi Jumlah Penderita BSK Berdasarkan Tahun .... 42

5.3 Sosiodemografi Penderita Batu Saluran Kemih ... 42

5.4 Keluhan Utama Penderita Batu Saluran Kemih ... 44

5.5 Letak Batu Pada Penderita Batu Saluran Kemih ... 45

5.6 Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita Batu Saluran Kemih ... 46

5.7 Penatalaksanaan Medis Penderita Batu Saluran Kemih ... 46

5.8 Lama Rawatan Rata-rata Penderita Batu Saluran Kemih ... 47

5.9 Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Batu Saluran Kemih ... 48

5.10 Analisa Statistik ... 49

5.10.1 Umur Berdasarkan Letak Batu ... 49

5.10.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ... 50

5.10.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu ... 51

5.10.4 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu ... 52

5.10.5 Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu ... 53

5.10.6 Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 54


(10)

BAB 6 PEMBAHASAN ... 55

6.1 Analisa Kecenderungan Penderita Batu Saluran Kemih Rawat Inap Berdasarkan Tahun di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan ... 55

6.2 Sosiodemografi Penderita Batu Saluran Kemih ... 56

6.2.1 Umur dan Jenis Kelamin ... 56

6.2.2 Agama ... 59

6.2.3 Pekerjaan ... 60

6.2.4 Status Perkawinan ... 62

6.2.5 Tempat Tinggal ... 63

6.2.6 Keluhan Utama ... 64

6.2.7 Letak Batu ... 66

6.2.8 Riwayat Penyakit Terdahulu ... 67

6.2.9 Penatalaksanaan Medis ... 68

6.7 Proporsi Penderita Batu Saluran Kemih Berdasarkan Lama Rawatan Rata-Rata ... 69

6.8 Keadaan Sewaktu Pulang ... 70

6.9 Analisa Statistik ... 71

6.9.1 Umur Berdasarkan Letak Batu ... 71

6.9.2 Jenis Kelamin Berdasarkan Letak Batu ... 72

6.9.3 Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Letak Batu ... 74

6.9.4 Keluhan Utama Berdasarkan Letak Batu ... 75

6.9.5 Keluhan Utama Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu 77 6.9.6 Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 79

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

7.1 Kesimpulan ... 80

7.2 Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Penderita BSK di Rumah Sakit Tembakau

Deli PTP Nusantara II Medan Berdasarkan Tahun 2006-2010 ... 42 Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Umur dan Jenis Kelamin Penderita BSK

Berdasarkan Kategori Umur Menurut Rumus Sturgers di

Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010010... 43

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 43 Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan

Utama di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010 ... 45 Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di

Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun

2006-2010 ... 45 Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Riwayat

Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 46 Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 47 Tabel 5.8 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Lama

Rawatan Rata-rata di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 47 Tabel 5.9 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 48 Tabel 5.10 Distribusi Proporsi Umur Penderita BSK Berdasarkan Letak

Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan

Tahun 2006-2010... 49 Tabel 5.11 Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK Berdasarkan

Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II


(12)

Tabel 5.12 Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 51 Tabel 5.13 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK

Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 52 Tabel 5.14 Distribusi Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK

Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit

Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 53 Tabel 5.15 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-rata Penderita BSK

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Sistem Saluran Kemih Pada Manusia ... 8 Gambar 2 Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan BSK ... 10 Gambar 6.1 Diagram Garis Kecenderungan Kunjungan Penderita Batu

Saluran Kemih Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli

PTP Nusantara II Medan Berdasarkan Data Tahun 2006-2010 ... 55 Gambar 6.2 Diagram Bar Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Umur

dan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 56 Gambar 6.3 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Agama

di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan

Tahun 2006-2010 ... 59 Gambar 6.4 Diagram Bar Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan

Pekerjaan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010... 60 Gambar 6.5 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Status

Kawin di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010... 62 Gambar 6.6 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Tempat

Tinggal di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010... 63 Gambar 6.7 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Keluhan

Utama di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010... 64 Gambar 6.8 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Letak

Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan

Tahun 2006-2010 ... 65 Gambar 6.9 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Riwayat

Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP


(14)

Gambar 6.10 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan

Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 68 Gambar 6.11 Diagram Pie Penderita BSK Rawat Inap Berdasarkan Keadaan

Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 70 Gambar 6.12 Diagram Bar Proporsi Umur Penderita BSK Berdasarkan

Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II

Medan Tahun 2006-2010... 71 Gambar 6.13 Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Penderita BSK

Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 72 Gambar 6.14 Diagram Bar Proporsi Penatalaksanaan Medis Penderita BSK

Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 73 Gambar 6.15 Diagram Bar Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK

Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP

Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 74 Gambar 6.16 Diagram Bar Proporsi Keluhan Utama Penderita BSK

Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit

Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010 ... 75 Gambar 6.17 Diagram Bar Penderita BSK Penatalaksanaan Medis

Berdasarkan Lama Rawatan di Rumah Sakit Tembakau Deli


(15)

ABSTRAK

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih. Di dunia penyakit BSK merupakan penyakit peringkat ke tiga di bidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat. Insidens BSK di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% per tahun. Menurut DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94%. Data penderita di RS Tembakau Deli PTPN II Medan tahun 2006-2010, diketahui bahwa jumlah pasien rawat inap BSK 111 orang dengan proporsi 11,5% dari 963 kasus penyakit di bagian urologi.

Untuk mengetahui karakteristik penderita BSK di RS Tembakau Deli PTPN II Medan tahun 2006-2010 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Data dianalisis menggunakan chi-square dan t-test dengan jumlah populasi 111 orang dan jumlah sampel adalah seluruh populasi.

Hasil penelitian menunjukkan trend penderita BSK meningkat menurut persamaan garis y = 0.8x + 19.8. Proporsi penderita berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 40-49 tahun (34,2%), laki-laki (76,6%), sex ratio (3,3%), Islam (88,3%), pekerjaan Pegawai Swasta (59,5%), kawin (96,4%), dan tempat tinggal luar Kota Medan (73,9%). Proporsi >1 keluhan (74,8%), letak batu pada saluran kemih atas (84,7%), tidak ada riwayat (49,5%), tanpa operasi (75,7%,. lama rawatan rata-rata 10,3 hari (10 hari), pulang berobat jalan (68,5%).

Tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu (p=0,758), penatalaksanaan medis berdasarkan letak batu (p=0,555), keluhan utama berdasarkan letak batu (p=0,363). Ada perbedaan bermakna proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan lama rawatan rata-rata penderita BSK (p=0,000).

Diharapkan bagi RS Tembakau Deli PTPN II Medan agar melengkapi sistem pencatatan pada rekam medis tentang jenis batu penderita BSK, memberikan informasi kepada penderita BSK untuk melakukan pemeriksaan secara berkala, banyak minum air putih minimal 2 liter per hari dan mengurangi makan makanan yang dapat berisiko menimbulkan kembali BSK.


(16)

ABSTRACT

Urinary Tract Stone (UTS) is a disease in which the obtained hard as a rock that formed in the urinary tract. In the world UTS the third of urology line after infectious diseases dan prostate gland. Incident of UTS in the world there is an average of 1-12% every year. DEPKES RI (2006) according the number of inpatients in all Indonesia hospitals with UTS are 16.251 with CFR 0,94%. Data of UTS patient in Tembakau Deli PTPN II Medan hospital in 2006-2010 is 111 people with the proportion 11.5% of 963 cases in urology.

To determine the characteristics of UTS patients in Tembakau Deli PTPN II Medan hospitals 2006-2010 is conducted descriptive research with case series design. Data were analyzed by using chi-square and t-test with population 111 people and the amount of sample is the entire population.

The results showed a trend with UTS patients increased according to the equation line y = 0.8x + 19.8. The highest proportion of patients based on sociodemographic is in the age group 40-49 years (34.2%), male (76.6%), sexes ratio (3.3%), moslem (88.3%), private employment (22.5%), married (96.4%), and residence outside of Medan (73.9%). Proportion> 1 complaint (74.8%), the location of upper urinary tract stones (84.7%), no history (49.5%), without surgery (75.7%), the average length of stay 10, 3 days (10 days), retrun home when circumstances ambulatory (68.5%).

There are no significant differences between the proportion of sexes based on the location of the stone (p = 0.758), medical management based on the location of stones (p = 0.555), main complaint based on the location of stones (p = 0.363). There are significant differences in the proportion of medical management based on the average long maintainability (p = 0.000).

It is expected to the Tembakau Deli PTPN II Medan hospitals to complete the recording system in the medical records of the type stone UTS patients, providing information to UTS patients to take regular examination, drink plenty of water at least 2 liters per day and eat less food that can appear the risk of UTS.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit batu saluran kemih (BSK) telah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno, tetapi sampai saat ini masih banyak dipersoalkan karena pembahasan tentang diagnosis, etiologi, penatalaksanaan dan pencegahannya belum tuntas.1 Hal ini di buktikan dengan di ketahui adanya BSK pada mumi mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi.2

Penyakit BSK merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di Indonesia maupun di dunia. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini dikarenakan adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di dunia penyakit BSK merupakan penyakit peringkat ke tiga di bidang urologi setelah penyakit infeksi dan penyakit kelenjar prostat. Insidens BSK di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% per tahun, di Amerika Serikat 0,14% per tahun dari jumlah penduduk.3

Pada tahun 2000, penyakit BSK merupakan penyakit peringkat ke dua di bagian urologi di seluruh rumah sakit di Amerika setelah penyakit infeksi, dengan proporsi BSK 28,74%.4 Di India kasus BSK meningkat pada tahun 1999-2001, dengan rincian tahun 1999 dengan proporsi 28,1%, tahun 2000 dengan proporsi 33,4%, tahun 2001 dengan proporsi 38,5%.5


(18)

Proporsi BSK di RS.Sapphasitiprasong Thailand pada tahun 2004-2005 terjadi peningkatan yaitu dari 47,5% menjadi 52,5%.6 Prevalens rate BSK di Australia berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2005 laki-laki 6-9% dan perempuan 3-4%. Proporsi BSK pasien rawat inap di RS. Sedney tahun 2005 berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi pada kelompok umur 20-49 tahun 69%, sedangkan berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada laki-laki yaitu 64%. Analisis BSK di Amerika Serikat pada tahun 2005 berdasarkan jenis batu yaitu batu kaslium oksalat 68%, batu asam urat 17%, batu struvit 12%, dan batu kalsium fosfat 3%.7 Di Yunani tahun 2005 prevalensi 5,06%, dan pada tahun 2006 prevalensi BSK menjadi 5-15%. Prevalensi BSK di Iran tahun 2005 berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun 8,3% dan terendah pada kelompok umur 15-29 tahun 1%.8

BSK merupakan penyakit yang sering di klinik urologi di Indonesia. Angka

kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita.9

Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di rumah sakit seluruh Indonesia yaitu 17.059 penderita, dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,97%.10 Menurut DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94%.11


(19)

Menurut Hardjoeno (2002-2004) dari Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, jumlah pasien BSK di rumah sakit tersebut terdapat 200 penderita dan proporsi kelompok umur terbanyak 31-45 tahun yaitu 35,7%.12 Data rekam medis di RS.Dr. Kariadi diketahui bahwa proporsi BSK menunjukan peningkatan pada tahun 2003 dari 32,8% menjadi 35,4% pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 39,1%. Analisis jenis BSK di Semarang didapatkan paling banyak batu Kalsium yaitu Kalium Oksalat 56,3%, Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran.13

Pada tahun 2001-2002 di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan bahwa jumlah pasien rawat inap BSK yaitu 105 penderita, dengan perincian 67 penderita (4,36%) pada tahun 2001 dan 38 penderita (3,09%) pada tahun 2002.14 Data di Rumah Sakit Umum Sigli Kabupaten Pidie Propinsi NAD pada tahun 2001-2002 jumlah pasien rawat inap BSK 275 penderita, dengan perincian 124 penderita (1,41%) pada tahun 2001 dan 151 penderita (4,37%) pada tahun 2002.15

Di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2000-2004 jumlah pasien rawat inap BSK 436 penderita, dengan perincian 74 penderita (16,97%) tahun 2000, 96 penderita (22,02%) tahun 2001, 100 penderita (22,93%) tahun 2002, 104 penderita (23,85%) tahun 2003, dan 62 penderita (14,23%) pada tahun 2004.16 Berdasarkan data di Rumah Sakit Martha Friska pada tahun 2006-2007 jumlah pasien rawat inap BSK 126 penderita, dengan perincian 85 penderita (67,46%) tahun 2006 dan 41 penderita (32,54%) pada tahun 2007.17

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 diketahui bahwa jumlah pasien rawat inap


(20)

BSK 111 penderita dengan proporsi 11,5% dari 963 kasus penyakit di bagian urologi, dengan rincian 24 penderita (2,5%) tahun 2006, 21 penderita (2,2%) tahun 2007, 22 penderita (2,3%) tahun 2008, 11 penderita (1,1%) tahun 2009, dan 33 penderita (3,4%) pada tahun 2010. Data rekam medik Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan, di ketahui bahwa selama 5 tahun dari tahun 2006-2010 penyakit BSK merupakan penyakit ke tiga terbanyak kasusnya di bagian urologi, yaitu setelah Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan proporsi 39,1% dan Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan proporsi 22,5%. Berdasarkan data di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita BSK di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita Batu Saluran Kemih (BSK) rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Tahun 2006-2010.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita BSK rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Tahun 2006-2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecenderungan (trend) penderita BSK rawat inap berdasarkan data tahun 2006-2010.


(21)

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status perkawinan, dan tempat tinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan riwayat

penyakit terdahulu.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis.

g. Untuk mengetahui distribusi penderita BSK berdasarkan lama rawatan rata-rata.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita BSK berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan letak batu.

j. Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin berdasarkan letak batu. k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan

letak batu.

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan letak batu. m.Untuk mengetahui distribusi proporsi keluhan utama berdasarkan riwayat

penyakit terdahulu.

n. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan dalam upaya memberikan pelayanan perawatan penderita BSK.

1.4.2 Sebagai bahan informasi atau referensi bagi penelitian tentang BSK selanjutnya.

1.4.3 Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Saluran Kemih 2.1.1 Definisi

Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah (kandung kemih dan uretra), yang dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ini terbentuk dari pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein.18

BSK dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis dapat menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggang yang menjalar ke perut juga daerah kemaluan dan paha sebelah dalam). Hal ini disebabkan karena adanya respon ureter terhadap batu tersebut, dimana ureter akan berkontraksi yang dapat menimbulkan rasa nyeri kram yang hebat.19


(24)

Sistem kemih (urinearia) adalah suatu sistem tempat terjadinya proses penyaringan darah dari zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat- zat-zat yang tidak di pergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).20Sistem kemih terdiri atas saluran kemih atas (sepasang ginjal dan ureter), dan saluran kemih bawah (satu kandung kemih dan uretra).21

Gambar sistem saluran kemih pada manusia dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: www.detikhealth.com

Gambar 1. Sistem Saluran Kemih Pada Manusia


(25)

Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan).23 Ginjal adalah organ yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang abdomen.20

S

etiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih.23 Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.21 Selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter.20 Fungsi yang lainnya adalah ginjal dapat menyaring limbah metabolik, menyaring kelebihan natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah, pengaturan vitamin D dan Kalsium.18

Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Filtrasi terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah terbentuk. Tubulus nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi-substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.21

Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari paremkim ginjal.18


(26)

Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan BSK :

Gambar 2. Anatomi Ginjal Normal dan Ginjal dengan BSK b. Ureter

Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan penampang ± 0,5 cm.20 Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang mengakibatkan nyeri (kolik ureter). 18

Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesica urinearia).20

Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup


(27)

sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan terkumpul di dalam kandung kemih.18

2.2.2 Saluran Kemih Bawah a. Kandung Kemih

Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil buangan penyaringan darah.23 Dalam menampung air kemih kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450 ml.3

Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut. Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada abdomen di atas pubis.22 Dimana ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu, secara bersamaan dinding kandung kemih berkontrasksi yang menyebabkan terjadinya tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.18


(28)

b. Uretra

Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki-laki terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra prostatika merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa merupakan saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm.20

Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki.20

2.2.3 Penyebab Pembentukan Batu Saluran Kemih

Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan BSK yaitu : 2,24,25

a. Teori Fisiko Kimiawi

Prinsip dari teori ini adalah terbentuknya BSK karena adanya proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal tersebut diketahui bahwa


(29)

terjadinya batu sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori pembentukan batu, yaitu:

a.1 Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk batu merupakan dasar terpenting dan merupakan syarat terjadinya pengendapan. Apabila kelarutan suatu produk tinggi dibandingkan titik endapannya maka terjadi supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan terbentuk batu.

Supersaturasi dan kristalisasi dapat terjadi apabila ada penambahan suatu bahan yang dapat mengkristal di dalam air dengan pH dan suhu tertentu yang suatu saat akan terjadi kejenuhan dan terbentuklah kristal. Tingkat saturasi dalam air kemih tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bahan pembentuk BSK yang larut, tetapi juga oleh kekuatan ion, pembentukan kompleks dan pH air kemih.

a.2 Teori Matrik

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti laba-laba terdiri dari protein 65%, heksana 10%, heksosamin 2-5% sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang seiring waktu batu akan


(30)

semakin membesar. Matriks tersebut merupakan bahan yang merangsang timbulnya batu.

a.3 Teori Tidak Adanya Inhibitor

Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik dan anorganik. Pada inhibitor organik terdapat bahan yang sering terdapat dalam proses penghambat terjadinya batu yaitu asam sitrat, nefrokalsin, dan tamma-horsefall glikoprotein sedangkan yang jarang terdapat adalah gliko-samin glikans dan uropontin.

Pada inhibitor anorganik terdapat bahan pirofosfat dan Zinc. Inhibitor yang paling kuat adalah sitrat, karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat yang dapat larut dalam air. Inhibitor mencegah terbentuknya kristal kalsium oksalat dan mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membaran tubulus. Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar tertinggi pada jeruk. Hal tersebut yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan BSK, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersanturasi.

a.4 Teori Epitaksi

Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran. Keadaan ini disebut nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang ada.


(31)

a.5 Teori Kombinasi

Banyak ahli berpendapat bahwa BSK terbentuk berdasarkan campuran dari beberapa teori yang ada.

a.6 Teori Infeksi

Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya infeksi dari kuman tertentu. Pengaruh infeksi pada pembentukan BSK adalah teori terbentuknya batu survit dipengaruhi oleh pH air kemih > 7 dan terjadinya reaksi sintesis ammonium dengan molekul magnesium dan fosfat sehingga terbentuk magnesium ammonium fosfat (batu survit) misalnya saja pada bakteri pemecah urea yang menghasilkan urease. Bakteri yang menghasilkan urease yaitu Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

Teori pengaruh infeksi lainnya adalah teori nano bakteria dimana penyebab pembentukan BSK adalah bakteri berukuran kecil dengan diameter 50-200 nanometer yang hidup dalam darah, ginjal dan air kemih. Bakteri ini tergolong gram negatif dan sensitif terhadap tetrasiklin. Dimana dinding pada bakteri tersebut dapat mengeras membentuk cangkang kalsium kristal karbonat apatit dan membentuk inti batu, kemudian kristal kalsium oksalat akan menempel yang lama kelamaan akan membesar. Dilaporkan bahwa 90% penderita BSK mengandung nano bakteria.


(32)

Pada penderita BSK sering didapat penyakit hipertensi dan kadar kolesterol darah yang tinggi, maka Stoller mengajukan teori vaskuler untuk terjadinya BSK, yaitu :

b.1 Hipertensi

Pada penderita hipertensi 83% mempunyai perkapuran ginjal sedangkan pada orang yang tidak hipertensi yang mempunyai perkapuran ginjal sebanyak 52%. Hal ini disebabkan aliran darah pada papilla ginjal berbelok 180˚ dan aliran darah berubah dari aliran lamine r menjadi turbulensi. Pada penderita hipertensi aliran turbelen tersebut berakibat terjadinya pengendapan ion-ion kalsium papilla (Ranall’s plaque) disebut juga perkapuran ginjal yang dapat berubah menjadi batu.

b.2 Kolesterol

Adanya kadar kolesterol yang tinggi dalam darah akan disekresi melalui glomerulus ginjal dan tercampur didalam air kemih. Adanya butiran kolesterol tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (teori epitaksi).

Menurut Hardjoeno (2006), diduga dua proses yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah yang besar dalam urine, yaitu ketika volume urine dan kimia urine yang menekan pembentukan menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen


(33)

kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Analisis batu yang memadai akan membantu memahami mekanisme patogenesis BSK dan merupakan tahap awal dalam penilaian dan awal terapi pada penderita BSK.12

2.2.4 Klasifikasi Batu Saluran Kemih

Komposisi kimia yang terkandung dalam batu ginjal dan saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat oksalat, dan sistin.

a. Batu kalsium 3,26

Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda, yaitu:

a.1 Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.

a.2 Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.


(34)

b. Batu asam urat26,3

Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat) 3,18,26

Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK

Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.


(35)

Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

2.3 Epidemiologi Penyakit Batu Saluran Kemih 2.3.1 Distribusi dan Frekuensi

Berdasarkan data dari Urologic Disease in America pada tahun 2000, insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah pada kelompok umur 55-64 tahun 11,2 per-100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 10,7 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih atas adalah pada jenis kelamin laki-laki 74 per-100.000 populasi, sedangkan pada perempuan 51 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi kelompok umur berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah adalah pada kelompok umur 75-84 tahun 18 per-100.000 populasi, tertinggi kedua adalah kelompok umur 65-74 tahun 11 per-100.000 populasi. Insidens rate tertinggi jenis kelamin berdasarkan letak batu yaitu saluran kemih bawah adalah


(36)

jenis kelamin laki-laki 4,6 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 0,7 per-100.000 populasi.4

Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Amerika Serikat pada tahun 2005, jenis kelamin laki-laki dengan batu kalsium 75%, batu asam urat 23,1%, batu struvit 5%, dan batu cysteine 0,5%, sedangkan pada perempuan jenis batu kalsium 86,2%, batu asam urat 11,3%, batu struvit 1,3%, dan batu cysteine 1,3%. Analisis jenis batu berdasarkan jenis kelamin di Australia Selatan pada tahun 2005 yaitu pada jenis kelamin laki-laki jenis batu kalsium oksalat 73%, batu asam urat 79%, sedangkan pada perempuan jenis batu struvit 58%. Analisis jenis batu berdasarkan kelompok umur, jenis batu kalsium oksalat 50-60 tahun, batu asam urat 60-65 tahun dan batu struvit 20-55 tahun.7

Penelitian yang dilakukan oleh Hardjoeno dkk pada tahun 2002-2004 di RS dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 79,9 % sedangkan wanita 20,1%.12 Di RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2007 jumlah pasien rawat inap BSK 113 orang, berdasarkan kelompok umur proporsi tertinggi adalah kelompok umur 46-60 tahun 39,8%, berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah jenis kelamin laki-laki 80,5%, dan berdasarkan jenis batu proporsi yang tertinggi adalah jenis batu kalsium oksalat 100%, struvite 96,5%, dan Cystine 66,4% .27

2.3.2 Determinan

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu keadaan


(37)

yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan disekitarnya.3

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.

a.1 Umur

Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50 tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet.2 Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69% pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.3

a.2 Jenis kelamin

Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Tingginya kejadian BSK pada laki disebabkan oleh anatomis saluran kemih pada laki-laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta


(38)

adanya hormon estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam kalsium. 3 Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000 populasi.7 a.3 Heriditer/ Keturunan

Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya penyakit BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan penelitian Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan 22,7%.7

b. Faktor Ekstrinsik 3,13

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.

b.1 Geografi

Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur, dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.


(39)

Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko menderita penyakit BSK.

b.3 Jumlah Air yang di Minum

Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK.

b.4 Diet/Pola makan

Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK. Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan memicu terjadinya hipertensi.

b.5 Jenis Pekerjaan

Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya.


(40)

Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.

2.4 Gejala – Gejala Batu Saluran Kemih

Manisfestasi klinik adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi biasanya disertai gejala demam, menggigil, dan dysuria. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya sedikit dan secara perlahan akan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, dan gejala lainnya adalah nyeri yang luar biasa ( kolik).28

Gejala klinis yang dapat dirasakan yaitu : 3,28,29 a. Rasa Nyeri

Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung dari lokasi batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebratal, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik ureter.


(41)

b. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal. Gejala ini disertai jantung berdebar, tekanan darah rendah, dan pelebaran pembuluh darah di kulit.

c. Infeksi

BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.

d. Hematuria dan kristaluria

Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria) dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu diagnosis adanya penyakit BSK.

e. Mual dan muntah

Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan muntah.

2.5 Penatalaksanaan Medis Batu Saluran Kemih

Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.30 Batu dapat dikeluarkan dengan cara


(42)

medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.3

2.5.1 Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis.3 Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum paling sedikit 8 gelas air sehari.30

2.5.2 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan

Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.23

2.5.3 ESWL(Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) 3,18

Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk memecah


(43)

batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.

2.5.4 Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut adalah :3

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.

c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.


(44)

2.5.5 Tindakan Operasi

Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu : 30

a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam ginjal

b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di ureter

c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada di vesica urinearia

d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di uretra

2.6 Pencegahan Batu Saluran Kemih

Pencegahan BSK terdiri dari pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama, pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat kedua, dan pencegahan tersier atau pencegahan tingkat ketiga. Tindakan pencegahan tersebut antara lain :

2.6.1 Pencegahan Primer 30,31

Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit BSK. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum pernah menderita


(45)

penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk menghindari terjadinya penyakit BSK, dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih banyak duduk atau statis.

2.6.2 Pencegahan Sekunder

Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini. Diagnosis Batu Saluran Kemih dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik, laboraturium, dan radiologis.

Hasil pemeriksaan fisik dapat dilihat berdasarkan kelainan fisik pada daerah organ yang bersangkutan :26

a. Keluhan lain selain nyeri kolik adalah takikardia, keringatan, mual, dan demam (tidak selalu).

b. Pada keadaan akut, paling sering ditemukan kelembutan pada daerah pinggul (flank tenderness), hal ini disebabkan akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

Urinalisis dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi infeksi yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah, hematuria dan bakteriuria, dengan adanya kandungan nitrit dalam urine. Selain itu, nilai pH urine harus diuji karena batu sistin dan asam


(46)

urat dapat terbentuk jika nilai pH kurang dari 6,0, sementara batu fosfat dan struvit lebih mudah terbentuk pada pH urine lebih dari 7,2.23

Diagnosis BSK dapat dilakukan dengan beberapa tindakan radiologis yaitu:3,23,30 a. Sinar X abdomen

Untuk melihat batu di daerah ginjal, ureter dan kandung kemih. Dimana dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan dapat membedakan klasifikasi batu yaitu dengan densitas tinggi biasanya menunjukan jenis batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan dengan densitas rendah menunjukan jenis batu struvit, sistin dan campuran. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu di dalam ginjal maupun batu diluar ginjal.

b. Intravenous Pyelogram (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd. c. Ultrasonografi (USG)

USG dapat menunjukan ukuran, bentuk, posisi batu dan adanya obstruksi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi diperlukan pada wanita hamil dan pasien yang alergi terhadap kontras radiologi. Keterbatasn pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukan batu ureter, dan tidak dapat membedakan klasifikasi batu.


(47)

Pemindaian CT akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang ukuran dan lokasi batu.

2.6.3 Pencegahan Tersier31

Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita penyakit BSK agar penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih terutama ginjal yang telah rusak akibat dari BSK sehingga fungsi organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit BSK , dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.


(48)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1 Model Kerangka Konsep

Karekteristik Penderita Batu Saluran Kemih

1. Sosiodemografi (Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status Perkawinan, dan Tempat Tinggal) 2. Keluhan Utama

3. Letak Batu

4. Riwayat Penyakit Terdahulu 5. Penatalaksanaan Medis 6. Lama Rawatan Rata-rata 7. Keadaan Sewaktu Pulang

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Penderita Batu Saluran Kemih adalah semua pasien yang di nyatakan menderita batu saluran kemih, berdasarkan diagnosa dokter sesuai dengan yang tercatat di kartu status rekam medik.

3.2.2 Sosiodemografi

a. Umur adalah usia penderita BSK sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status rekam medik, dikategorikan menurut rumus Sturgers.

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

f % f % f %

10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 70-79 Total


(49)

Untuk analisis statistik, dikategorikan menjadi : 3 1. 10-29 tahun

2. 30-50 tahun 3. > 50 tahun

b. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang dimiliki penderita sesuai yang tercatat di kartu status, yaitu :

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Islam

2. Kristen (Prostestan, Katolik)

d. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. PNS/ Pensiunan 2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta

4. Ibu Rumah Tangga/Tidak Bekerja 5. Pelajar/Mahasiswa

e. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukan riwayat perkawinan penderita sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Kawin 2. Tidak Kawin

f. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita BSK tinggal menetap sesuai sesuai yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :


(50)

1. Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.3 Keluhan utama adalah keluhan yang dialami penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. 1 keluhan : Sakit/nyeri pinggang

2. > 1 keluhan : Nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK), dan susah BAK, urine berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam dan menggigil

3.2.4 Letak batu adalah lokasi dimana batu berada sesuai yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Saluran kemih atas : apabila batu berada pada ginjal dan ureter 2. Saluran kemih bawah : apabila batu berada pada kandung kemih dan

uretra

3.2.5 Riwayat penyakit terdahulu adalah riwayat penyakit yang pernah di derita oleh penderita BSK, dibedakan atas :

1. Infeksi Saluran Kemih 2. Batu Saluran Kemih 3. Dan lain-lain

4. Tidak Ada

3.2.6 Penatalaksanaan medis adalah penatalaksanaan tindakan medis yang dilakukan untuk menanggulangi penderita BSK sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Tindakan Operasi 2. Tanpa Operasi

3.2.7 Lama rawatan rata-rata adalah lamanya penderita BSK yang di rawat inap di lihat dari sejak tanggal masuk sampai keluar dari Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, sesuai dengan yang tercatat di kartu status.


(51)

3.2.8 Keadaan Sewaktu Pulang adalah kondisi atau keadaan penderita BSK pada waktu keluar dari Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan selama tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 sesuai dengan yang tercatat di kartu status, dibedakan atas :

1. Sembuh

2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)


(52)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan desain case series.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan, dengan pertimbangan tersedianya data penderita BSK dan belum pernah dilakukan penelitian tentang penderita BSK di rumah sakit tersebut.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai Juni sampai dengan November 2011.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien penderita BSK yang rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 yang berjumlah 111 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah penderita BSK yang rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010, besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).


(53)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status rekam medik penderita BSK yang rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010.

4.5 Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan, diolah dengan bantuan komputer. Data dianalisis dengan uji satatistik menggunakan uji Chi-square dan t-test untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan antara karekteristik penderit BSK dengan kejadian BSK. Hasilnya disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi frekuensi, diagram garis, diagram pie, dan diagram bar.


(54)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Gambaran umum RS Tembakau Deli terdiri berdasarkan sejarah singkat didirikannya Rumah Sakit, Visi, Misi dan Falsafah Rumah Sakit, serta cakupan pelayanan Rumah Sakit dapat dilihat berikut ini.

5.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan

Rumah Sakit Tembakau Deli yang memiliki luas areal 38.619 m2 dengan tipe B sekaligus merupakan tempat pendidikan, didirikan oleh Belanda pada tahun 1940. Tujuan didirikan Rumah Sakit tersebut adalah agar karyawan PTP Nusantara tetap sehat, sehingga dapat menunjang produktivitas produksi perusahaan untuk mencapai laba serta mensejahterahkan karyawan tersebut.

Pada tahun 1940 nama Rumah Sakit Tembakau Deli adalah RS Vriagole Dely Mascappy yang terletak di Sumatera Timur Kabupaten Langkat. Kemudian pada awal tahun 1942 terjadi pergantiaan nama Rumah Sakit menjadi RS Vriagole Doy Mascappy (RS.VDM) yang dipimpin oleh seorang dokter berkebangsaan Belanda.

Kemudian pada pertengahan tahun 1942 RS.VDM diserahkan pada Indonesia dan terjadi pergantiaan nama menjadi RS Tembakau Deli P.N.P. Karet I. Pada tahun berikutnya terus terjadi pergantian pada belakang nama Rumah Sakit tersebut, hingga akhirnya pada tahun 1999 nama Rumah Sakit tersebut menjadi RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan yang digunakan hingga saat ini.


(55)

5.1.2 Visi, Misi dan Falsafah Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan

I. VISI

Menjadi pusat rujukan, pelayanan kesehatan dan pusat pendidikan yang professional dan mandiri serta paling unggul di Sumatera.

II. MISI

1. Mengembangkan pusat pelayanan kesehatan spesialistik dan sub spesialistik untuk memenuhi tuntunan masyarakat akan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

2. Mengembangkan pusat pelayanan penunjang medik, baik untuk kebutuhan RS Tembakau Deli maupun untuk menunjang Institusi Kesehatan lainnya.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan yang tersedia.

5. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan/pelatihan Tenaga Kesehatan meliputi berbagai jenis tingkatan sesuai kebutuhan.

6. Melaksanakan pengembangan ilmu teknologi.

7. Melaksanakan manajemen Rumah Sakit secara professional untuk menjadi Rumah Sakit yang mandiri.

8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan Rumah Sakit Umum Tembakau Deli.


(56)

1. Rumah Sakit Umum Tembakau Deli memberikan pelayanan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan yang berlaku, Etika Umum dan Etika Profesi.

2. Rumah Sakit Umum Tembakau Deli ikut membantu masyarakat dengan melaksanakan pendidikan professional yang menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

5.1.3 Cakupan Pelayanan

Cakupan pelayanan RS Tembakau Deli saat ini adalah untuk melayani kesehatan terhadap :

1. Karyawan PTPN II yang sesuai dengan wilayah kerja RS Tembakau Deli 2. Karyawan perusahaan langganan

3. Masyarakat umum Kota Medan dan sekitarnya

4. Rujukan karyawan PTPN II kebun lainnya berdasarkan RS GL.Tobing Tanjung Morawa, RS Bangkatan Binjai, RS Zubir Harahap Tanjung Selamat.

5. Rujukan penderita PTPN wilayah Sumatera yaitu PTPN I,III,IV dan V. 6. Peserta asuransi kesehatan

7. Peserta Jamkesmas.

5.2 Distribusi Proporsi Jumlah Penderita BSK Berdasarkan Tahun

Proporsi penderita BSK yang dirawat inap di RS Tembakau Deli PTPN II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Penderita BSK di Rumah Sakit Tembakau Deli


(57)

Tahun Jumlah Penderita BSK Proporsi (%)

2006 24 21,6

2007 21 18,9

2008 22 19,8

2009 11 9,9

2010 33 29,8

Total 111 100,0

Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa, proporsi penderita BSK rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan pada tahun 2006 terdapat 24 penderita BSK (21,6%), tahun 2007 terdapat 21 penderita BSK (18,9%), tahun 2008 terdapat 22 penderita BSK (19,8%), tahun 2009 terdapat 11 penderita BSK (9,9%), dan tahun 2010 terdapat 33 penderita BSK (29,8%).

5.3 Sosiodemografi Penderita Batu Saluran Kemih

Proporsi penderita BSK rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan sosiodemografi meliputi Umur dan Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pendidikan, Status Perkawinan, dan Tempat Tinggal dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Distribusi Proporsi Umur dan Jenis Kelamin Penderita BSK Berdasarkan Kategori Umur Menurut Rumus Sturgers di Rumah Sakit PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

f % f % f %

10-19 1 0,9 0 0,0 1 0,9

20-29 1 0,9 2 1,8 3 2,7


(58)

50-59 24 21,6 4 3,6 28 25,2

60-69 10 9,0 3 2,7 13 11,7

70-79 7 6,3 1 0,9 8 7,2

Total 85 76,6 26 23,4 111 100,0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan kelompok umur yang tertinggi adalah pada kelompok umur 40-49 tahun dengan proporsi 34,2%, dan terendah pada kelompok umur 10-19 tahun dengan proporsi 0,9%. Sedangkan proporsi penderita BSK berdasarkan jenis kelamin tertinggi pada jenis kelamin laki-laki dengan proporsi 76,6% dan pada perempuan 23,4%, dengan sex ratio 3,3:1 artinya jumlah penderita rawat inap di RS Tembakau Deli laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan perempuan.

Tabel 5.3 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

No Sosiodemografi f %

1 Agama

Islam 98 88,3

Kristen ( Protestan, Katolik) 13 11,7 2 Pekerjaan

PNS/ Pensiunan 25 22,5

Pegawai Swasta 66 59,5

Wiraswasta 1 0,9

Ibu Rumah Tangga/Tidak Bekerja 16 14,4

Pelajar/Mahasiswa 3 2,7

3 Status Perkawinan

Kawin 107 96,4

Tidak Kawin 4 3,6

4 Tempat Tinggal

Kota Medan 29 26,1

Luar Kota Medan 82 73,9

Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan agama tertinggi adalah agama Islam dengan proporsi 88,3% sedangkan


(59)

proporsi terendah pada agama Kristen (Protestan atau Katolik) yaitu 11,7%. Proporsi penderita BSK berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah pegawai BUMN yaitu 59,5% dan terendah pada pekerjaan pelajar/mahasiswa dengan proporsi 2,7%.

Proporsi penderita BSK berdasarkan status perkawinan tertinggi dengan status kawin yaitu 96,4% dan pada status tidak kawin 3,6%. Proporsi penderita BSK berdasarkan tempat tinggal tertinggi pada wilayah luar Kota Medan yaitu 73,9% dan pada Kota Medan 26,1%

5.4 Keluhan Utama Penderita Batu Saluran Kemih

Proporsi penderita BSK rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusntara II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan keluhan utama, terdiri berdasarkan 1 keluhan yaitu sakit/nyeri pinggang dan >1 keluhan yaitu nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK) dan susah BAK, urine berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam dan menggigil, dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Keluhan Utama f %

1 keluhan 28 25,2

>1 keluhan 83 74,8

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan keluhan utama tertinggi pada keluhan yang lebih berdasarkan 1 keluhan yaitu nyeri pinggang, nyeri waktu Buang Air Kecil (BAK) dan susah BAK, urine


(60)

berpasir, urine berdarah, mual dan muntah, demam dan menggigil dengan proporsi 74,8%, dan proporsi penderita BSK dengan 1 keluhan yaitu nyeri pinggang 25,2%. 5.5 Letak Batu Pada Penderita Batu Saluran Kemih

Proporsi penderita BSK rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan letak batu dikategorikan menjadi saluran kemih atas yaitu ginjal dan ureter serta saluran kemih bawah yaitu kandung kemih dan uretra, dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini..

Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Letak Batu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Letak Batu f %

Saluran kemih atas 94 84,7

Saluran kemih bawah 17 15,3

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan letak batu tertinggi dengan letak batu pada saluran kemih atas yaitu pada ginjal dan ureter dengan proporsi 84,7% dan pada saluran kemih bawah yaitu kandung kemih dan uretra dengan proporsi 15,3%.

5.6 Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita Batu Saluran Kemih

Proporsi penderita BSK rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan riwayat penyakit terdahulu terdiri berdasarkan penyakit infeksi saluran kemih, batu saluran kemih, dan penyakit lainnya, dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Riwayat Penyakit Terdahulu di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010


(61)

Riwayat Penyakit Terdahulu f %

Infeksi Saluran Kemih (ISK) 6 5,4

Batu Saluran Kemih (BSK) 27 24,3

Dan lain-lain 23 20,7

Tidak Ada 55 49,5

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK yang memiliki riwayat penyakit terdahulu adalah 50,5% terdiri dari riwayat BSK yaitu 24,3%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 5,4%, dan lain-lain 20,7%. Dan terdapat 49,5% penderita BSK yang tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu.

5.7 Penatalaksanaan Medis Penderita Batu Saluran Kemih

Proporsi penderita BSK rawat inap di RS Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2006-2010 berdasarkan penatalaksanaan medis terdiri berdasarkan tindakan operasi dan tanpa operasi, dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Distribusi Proporsi Penderita BSK Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2006-2010

Penatalaksanaan Medis f %

Tindakan Operasi 27 24,3

Tanpa Operasi 84 75,7

Berdasarkan tabel 5.7 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita BSK berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi pada penatalaksanaan medis tanpa operasi yaitu 75,7% dan terendah dengan tindakan operasi yaitu 24,3%.


(1)

Analisa Statistik

Letak Batu Pada Penderita BSK * Umur Penderita BSK dalam tahun berdasarkan kategori Crosstabulation

3 52 39 94

3.4 54.2 36.4 94.0

3.2% 55.3% 41.5% 100.0%

75.0% 81.3% 90.7% 84.7%

2.7% 46.8% 35.1% 84.7%

1 12 4 17

.6 9.8 6.6 17.0

5.9% 70.6% 23.5% 100.0%

25.0% 18.8% 9.3% 15.3%

.9% 10.8% 3.6% 15.3%

4 64 43 111

4.0 64.0 43.0 111.0

3.6% 57.7% 38.7% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

3.6% 57.7% 38.7% 100.0%

Count

Expected Count

% within Letak Batu Pada Penderita BSK

% within Umur Penderita BSK dalam tahun berdasarkan kategori % of Total

Count

Expected Count

% within Letak Batu Pada Penderita BSK

% within Umur Penderita BSK dalam tahun berdasarkan kategori % of Total

Count

Expected Count

% within Letak Batu Pada Penderita BSK

% within Umur Penderita BSK dalam tahun berdasarkan kategori % of Total

Saluran Kemih Atas

Saluran Kemih Bawah Letak Batu Pada

Penderita BSK

Total

1 2 3

Umur Penderita BSK dalam tahun berdasarkan kategori

Total

Chi-Square Tests

2.070a 2 .355

Pearson Chi-Square

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(2)

Letak Batu Pada Penderita BSK * Jenis Kelamin Penderita BSK Crosstabulation

71 23 94

72.0 22.0 94.0

75.5% 24.5% 100.0%

83.5% 88.5% 84.7%

64.0% 20.7% 84.7%

14 3 17

13.0 4.0 17.0

82.4% 17.6% 100.0%

16.5% 11.5% 15.3%

12.6% 2.7% 15.3%

85 26 111

85.0 26.0 111.0

76.6% 23.4% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

76.6% 23.4% 100.0%

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Jenis Kelamin Penderita BSK % of Total Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Jenis Kelamin Penderita BSK % of Total Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Jenis Kelamin Penderita BSK % of Total Saluran Kemih Atas

Saluran Kemih Bawah Letak Batu Pada

Penderita BSK

Total

Laki-laki Perempuan Jenis Kelamin Penderita

BSK

Total

Chi-Square Tests

.373b 1 .541

.090 1 .764

.394 1 .530

.758 .397

.370 1 .543

111 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b.


(3)

Letak Batu Pada Penderita BSK * Penatalaksanaan medis Crosstabulation

22 72 94

22.9 71.1 94.0

23.4% 76.6% 100.0%

81.5% 85.7% 84.7%

19.8% 64.9% 84.7%

5 12 17

4.1 12.9 17.0

29.4% 70.6% 100.0%

18.5% 14.3% 15.3%

4.5% 10.8% 15.3%

27 84 111

27.0 84.0 111.0

24.3% 75.7% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

24.3% 75.7% 100.0%

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within

Penatalaksanaan medis % of Total

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within

Penatalaksanaan medis % of Total

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within

Penatalaksanaan medis % of Total

Saluran Kemih Atas

Saluran Kemih Bawah Letak Batu Pada

Penderita BSK

Total

operasi tanpa operasi

Penatalaksanaan medis

Total

Chi-Square Tests

.282b 1 .595

.050 1 .823

.273 1 .602

.555 .398

.280 1 .597

111 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.


(4)

Letak Batu Pada Penderita BSK * Keluhan Utama Penderita BSK Crosstabulation

22 72 94

23.7 70.3 94.0

23.4% 76.6% 100.0%

78.6% 86.7% 84.7%

19.8% 64.9% 84.7%

6 11 17

4.3 12.7 17.0

35.3% 64.7% 100.0%

21.4% 13.3% 15.3%

5.4% 9.9% 15.3%

28 83 111

28.0 83.0 111.0

25.2% 74.8% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

25.2% 74.8% 100.0%

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK % of Total

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK % of Total

Count

Expected Count % within Letak Batu Pada Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK % of Total

Saluran Kemih Atas

Saluran Kemih Bawah Letak Batu Pada

Penderita BSK

Total

1 Keluhan > 1 Keluhan Keluhan Utama

Penderita BSK

Total

Chi-Square Tests

1.079b 1 .299

.541 1 .462

1.017 1 .313

.363 .226

1.069 1 .301

111 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is b.


(5)

Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK * Keluhan Utama Penderita BSK Crosstabulation

2 4 6

1.5 4.5 6.0

33.3% 66.7% 100.0%

7.1% 4.8% 5.4%

1.8% 3.6% 5.4%

8 19 27

6.8 20.2 27.0

29.6% 70.4% 100.0%

28.6% 22.9% 24.3%

7.2% 17.1% 24.3%

1 22 23

5.8 17.2 23.0

4.3% 95.7% 100.0%

3.6% 26.5% 20.7%

.9% 19.8% 20.7%

17 38 55

13.9 41.1 55.0

30.9% 69.1% 100.0%

60.7% 45.8% 49.5%

15.3% 34.2% 49.5%

28 83 111

28.0 83.0 111.0

25.2% 74.8% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

25.2% 74.8% 100.0%

Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK

% of Total Count

Expected Count

% within Riwayat Penyakit Terdahulu Penderita BSK % within Keluhan Utama Penderita BSK

% of Total ISK

BSK

Dan Lain-Lain

Tidak Ada Riwayat Penyakit

Terdahulu Penderita BSK

Total

1 Keluhan > 1 Keluhan Keluhan Utama

Penderita BSK


(6)

Chi-Square Tests

6.744a 3 .081

8.683 3 .034

.047 1 .828

111 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.51.

a.

T-Test

Group Statistics

27 17.04 12.299 2.367

84 8.15 5.022 .548

Penatalaksanaan medis operasi

tanpa operasi Lama Rawatan

Rata-Rata Pndrta BSK slma di RS

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Independent Samples Test

25.052 .000 5.400 109 .000 8.88 1.645 5.622 12.142

3.656 28.835 .001 8.88 2.430 3.912 13.852

Equal variances assumed Equal variances not assumed Lama Rawatan

Rata-Rata Pndrta BSK slma di RS

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means