Perbandingan nilai AGDA, Elektrolit dan laktat setelah pemberian ringer asetat malat dengan ringer laktat untuk EGDT pasien sepsis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sepsis merupakan penyebab kedua tertinggi kematian di Unit Perawatan
Intensif (UPI) dan merupakan 10 penyebab tertinggi kematian di seluruh dunia secara
keseluruhan. Selama dua dekade, angka kejadian meningkat dari 83 per 100.000
populasi pada tahun 1979 menjadi 140 per 100.000 populasi pada tahun 2000,
menunjukkan peningkatan sebesar 9 % setiap tahunnya. Kegagalan fungsi organ
menjadi efek akumulasi yang berdampak langsung pada kematian. Mortalitas pada
pasien sepsis tanpa disfungsi organ ialah 15 %, pada pasien dengan kegagalan fungsi
organ sebesar 70 %, dan syok septik sebesar 45-60 %. Prinsip penanganan pasien sepsis
selain penegakan diagnosis sepsis secara dini, identifikasi mikroorganisme penyebab,
terapi antibiotik spektrum luas, mempertahankan hemodinamik, dan kontrol
hiperglikemi.( Rivers et al, 2001., Pasinato,2012)
Ahli anestesi memegang peranan yang penting dalam merawat pasien sepsis di
Instalasi Gawat Darurat (IGD), kamar operasi, ataupun di Unit Perawatan Intensif
(UPI). Pasien dengan trauma atau bedah risiko tinggi yang disertai dengan sepsis jika
dilakukan optimalisasi hemodinamik sebelum terjadi suatu kegagalan organ maka
dapat menurunkan angka kematian sebanyak 16 % bila dibanding dengan pasien yang
mendapatkan optimalisasi hemodinamik setelah munculnya gagal organ.( Rivers et al,

2001., Dellinger et al.,2012).
Pada perjalanan penyakitnya sepsis dapat mengakibatkan abnormalitas
hemodinamik yang berupa penurunan volume intravaskular, vasodilatasi perifer,
depresi miokardium, serta peningkatan metabolisme dan juga terjadi ketidak-

1
Universitas Sumatera Utara

2

seimbangan antara distribusi oksigen sistemik dan kebutuhan oksigen jaringan yang
menyebabkan hipoksia global atau syok. Banyaknya literatur tentang sepsis dan
dampak potensial sepsis terhadap perawatan kesehatan pasien, mendorong para klinisi
untuk membuat pedoman pengelolaan pasien sepsis yaitu Surviving Sepsis Campaign
(SSC) diterbitkan pedoman internasional untuk penanganan sepsis berat dan syok
septik. Tindakan agresif harus segera dilakukan saat sepsis teridentifikasi dini di IGD
dengan resusitasi EGDT yang mana secara signifikan dapat menurunkan angka
mortalitas. Pasien yang telah didiagnosis sepsis berat dan syok septik memerlukan
pemasangan kateter vena sentral (central venous catheter - CVC). Kateter vena sentral
dapat digunakan untuk memberikan cairan infus secara intravena, pemberian produk

darah, dan dapat pula dipergunakan sebagai monitor hemodinamik dengan memastikan
tekanan vena sentral (Central Venous Pressure (CVP) dan juga saturasi
oksihemoglobin vena sentral (ScvO2). ( Rivers et al, 2001., Dellinger et al, 2012)
Early Goal Directed Therapy (EGDT) merupakan tindakan resusitasi untuk

memperbaiki kondisi pasien dengan keadaan sepsis berat atau syok septik. EGDT
diperkenalkan pertama kali oleh Rivers tahun 2001 yang dilaksanakan dalam 6 jam
berhasil meningkatkan harapan hidup serta menurunkan angka mortalitas setelah hari
ke-28 sebanyak 16 %. EGDT juga dapat menstabilkan hemodinamik pasien dengan
memberikan obat-obatan, cairan, antibiotik, mengontrol derajat infeksi sehingga
mengurangi kerusakan organ vital lebih lanjut, dan menurunkan angka mortalitas pada
pasien. Sepsis berat didefinisikan sebagai suatu keadaan sepsis yang disertai disfungsi
organ atau hipoperfusi jaringan, sedangkan syok septik merupakan sepsis berat disertai
dengan hipotensi yang tidak respons dengan pemberian cairan (Rivers et al,
2001.,Dellinger et al, 2012)
Intervensi untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi cairan untuk
meningkatkan preload, pemberian inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas jantung,
serta pemberian vasopressor untuk mengoptimalkan afterload. Kandungan oksigen
arterial dapat ditingkatkan melalui transfusi Packed Red Cell (PRC) dan meningkatkan
SaO2 dengan terapi oksigen. (Rivers et al, 2001.,Dellinger et al, 2012)


Universitas Sumatera Utara

3

Rekomendasi dari SSC 2012 yaitu resusitasi cairan diawali dengan pemberian
cairan kristaloid bolus 30 mL/kgbb dalam 3 jam pertama, dititrasi dengan pemantauan
klinis terhadap hemodinamik, dalam hal ini meliputi denyut jantung, produksi urin,
waktu pengisian kapiler, dan tingkat kesadaran.
Penelitian Mc Farlene membandingkan penggunaan Saline dan cairan yang
berbasis asetat (plasmalyte) sebagai cairan intra operatif didapati (Base Exxes) BE pada
grup Saline -5 mmol/L dan grup cairan yang berbasis Asetat dengan BE - 1,2 mmol/L.
(Mc Farlene, 1994)
Galas dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian Ringerfundin
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan elektrolit dan keseimbangan asambasa yang
lebih baik dibandingkan dengan pemberian Ringer Laktat (RL),( Galas, 2009)
Penelitian Zdenek Zadak, membandingkan Ringerfundin sebagai cairan Ringer
Asetat Malat dengan Plasmalyte didapati Ringerfundin lebih stabil dalam
mempertahankan komposisi elektrolit dan osmolaritas plasma,


juga

tidak

menyebabkan penurunan (deplesi) kalsium dan tidak menunjukkan peningkatan
katabolisme protein selama dan setelah pemberian Ringerfundin.(Zadak, 2010)
Penelitian Klaus F Hofmann menyimpulkan bahwa cairan yang berbasis Asetat
lebih stabil terhadap perubahan pH dan kadar HCO3- dibandingkan cairan dengan
berbasis Laktat.(Hofmann, 2012)
Ifar, Ringer Asetat Malat ( RAM) meningkatkan konsentrasi Na+ dan Cl- lebih
tinggi dibandingkan RL pada pasien yang menjalani Anestesi Regional Sub Arachnoid
Block segera setelah dilakukan loading, tetapi perbedaan konsentrasi elektrolit lebih
jauh tidak ditemukan. Tidak ada perubahan tekanan darah yang bermakna pada kedua
kelompok.(Ifar, 2014)
Penelitian Zulkarnain, membandingkan cairan Ringer Asetat Malat dengan
cairan Ringer Laktat sebagai preload pada spinal anestesi pada pasien bedah sesar,
RAM memberikan perubahan yang lebih kecil pada Strong Ion Diffence dari pada
daripada cairan Ringer Laktat.(Bustamam, 2014)

Universitas Sumatera Utara


4

Penelitian Mira, Semua pasien sepsis berat yang menjalani pembedahan akan
dilakukan EGDT, mayoritas memberikan respons baik dengan pemberian cairan
resusitasi dengan kristaloid.(Mira, 2015)
Cairan Ringer Asetat Malat ( RAM ) yang dikenal dengan Ringer Fundin
merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Cairan RAM yang
mengandung Asetat dan Malat berbeda dengan cairan RL dimana Laktat seluruh
metabolismenya di hati sementara cairan Asetat malat metabolismenya di jaringan
tubuh terutama di otot. Metabolisme asetat juga didapatkan 3 – 4 kali lebih cepat
dibanding laktat. Cairan RAM merupakan cairan isotonis yang mirip dengan cairan
tubuh dan dikenal dengan cairan berimbang (balance solution). Cairan RAM
mengandung elektrolit yang seimbang dengan konsentrasi yang mirip dengan yang
ditemukan pada plasma manusia. Cairan ini dapat digunakan untuk menangani
hemostasis cairan perioperatif serta dapat digunakan sementara untuk menggantikan
volume intravaskular.
Resusitasi cairan pada pasien sepsis mayoritas memberikan respon yang lebih
baik dengan menggunakan cairan kristaloid. Mira, (2015) Oleh karenanya muncul
keinginan peneliti untuk mengetahui cairan kristaloid yang paling baik untuk resusitasi

cairan pada pasien sepsis dengan membandingkan pemberian cairan Asetat Malat
dengan cairan Ringer Laktat. Kemudian diukur perubahan hasil Analisa Gas Darah,
Elektrolit, Laktat sebelum dan sesudah resusitasi.

1.2.

Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan perbaikan nilai AGDA, Elektrolit dan Laktat
setelah pemberian cairan Asetat Malat dengan cairan Ringer Laktat pada pasien
sepsis saat EGDT 3 jam pertama di RSUP Haji Adam Malik, Medan

1.3.

Hipotesis
Terdapat perbedaan perbaikan nilai AGDA, Elektrolit dan Laktat setelah
pemberian cairan Ringer Asetat Malat dibandingkan dengan cairan Ringer
Laktat pada pasien sepsis yang di lakukan EGDT 3 jam pertama di RSUP Haji
Adam Malik, Medan.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4.

Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan perbaikan nilai AGDA, elektrolit dan laktat
setelah pemberian cairan resusitasi dengan cairan Ringer Asetat Malat dan
cairan Ringer Laktat pada pasien sepsis.

1.4.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui

perbedaan perbaikan nilai AGDA setelah

pemberian cairan Ringer Asetat Malat dengan ringer laktat pada
pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik, Medan.
b. Untuk mengetahui perbedaan perbaikan nilai elektrolit setelah
pemberian cairan Ringer Asetat Malat dengan Ringer Laktat pada

pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik, Medan.
c. Untuk Mengetahui perbedaan perbaikan nilai laktat setelah
pemberian cairan Ringer Asetat Malat dengan Ringer Laktat pada
pasien sepsis di RSUP H. Adam Malik, Medan
1.5.

Manfaat Penelitian
1.5.1

Manfaat Dalam Bidang Akademik
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai
standar pemberian cairan yang tepat untuk resusitasi cairan pada
pasien sepsis di Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Perawatan
Intensif general dan surgical.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya divisi Emergency
dan Intensif care
c. Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya.


Universitas Sumatera Utara

6

1.5.2 Manfaat Dalam Bidang Pelayanan
Dengan diketahuinya terdapat perbaikan setelah pemberian cairan
kristaloid yang tepat, cairan tersebut dapat digunakan sebagai larutan pilihan
dalam tata laksana resusitasi cairan pada pasien sepsis.

Universitas Sumatera Utara