Respons Pasien Pada Kinerja Pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2015

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; meningkatnya pengendalian penyakit; meningkatnya akses mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan; meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional Kesehatan; terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat, dan vaksin; serta meningkatkan responsivitas sstem kesehatan. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan tiga pilar utama yaitu Paradigma sehat, penguatan atau peningkatan pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional. (Kemenkes, 2015).

Peningkatan pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari sub sistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2012. Menurut SKN 2012 sub sistem upaya kesehatan ialah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas; meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.


(2)

Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tepat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat (Kemenkes RI, 2013).

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diselenggarakan berasaskan pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika, dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit menyebutkan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya itu dimulai dari diselenggarakannya Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) pada tahun 1994 yang kemudian menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS). Kemudian pada tahun 1997 dikembangkan Pendekatan Rumah Sakit Proaktif yang salah satu esensinya adalah Rumah sakit proaktif harus dapat berfungsi sebagai Rumah Sakit Promotor Kesehatan yang


(3)

juga melaksanakan kegiatan promotif maupun preventif bagi kesehatan pasien, staf rumah sakit dan juga masyarakat di wilayah cakupannya serta pengembangan organisasi rumah sakit menjadi organisasi yang sehat. Gerakan menjadi Rumah Sakit Promotor Kesehatan akan menghasilkan reorientasi pelayanan rumah sakit dimana klien rumah sakit adalah pasien dan orang sehat.

UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum ialah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya (Kemenkes RI, 2013).

Rumah sakit sebagai salah satu instansi publik yang memberikan pelayanan publik dituntut untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat dalam rangka terciptanya upaya kesehatan yang menyeluruh dan usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan-RB) Nomor 38 Tahun 2012 Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.


(4)

Menurut Marsono yang dikutip oleh Sunuwata (2014), disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik saat ini masih dihadapkan pada sistem pemerintahan yang belum efektif dan efisien serta sumber daya aparatur manusia yang belum memadai. Hal ini terlihat dari masih banyaknya keluhan dan pengaduan dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa, terkait dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian jangka waktu, tidak ada kepastian biaya yang harus dikeluarkan, persyaratan yang tidak transparan, petugas yang tidak profesional, sehingga menimbulkan citra yang kurang baik terhadap pemerintah.

Adapun kriteria umum sebuah pelayanan kesehatan sebagai pelayanan publik terdiri dari; pelayanan tersebut bersifat komprehensif untuk seluruh masyarakat yang ada di suatu wilayah; pelayanan dilaksanakan secara wajar, tidak melebihi kebutuhan dan daya jangkau masyarakat; pelayanan dilakukan secara berkesinambungan; dari aspek budaya lokal pelayanan dapat diterima oleh masyarakat setempat; terjangkau dari segi biaya; manajemennya harus efisien; dan jenis pelayanan yang diberikan harus selalu terjaga mutunya (Muninjaya, 2011).

Saat ini banyak pelanggan yang menuntut pelayanan dan kinerja yang prima di instansi pelayanan publik, baik milik swasta maupun pemerintah. Pelayanan pelanggan yang bermutu tentu merupakan kunci sukses dan dasar untuk membangun keberhasilan dan kepercayaan pelanggan. Termasuk peningkatan mutu dalam dalam bidang pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan sebuah manajemen kinerja dan sebuah penilaian kinerja untuk memastikan apakah pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan masyarakat sebagai pelanggan.


(5)

Menurut Dharma (2005), manajemen kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan. Jadi, manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.

Berdasarkan Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012 menyatakan bahwa perlunya sebuah penilaian kinerja dan evaluasi kinerja bagi instansi pelayanan publik. Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di bidang pelayanan publik dan sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, terutama dalam melaksanakan evaluasi kinerja serta dalam upaya mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik. Pelaksanaan evaluasi kinerja juga ditujukan untuk memberikan apresiasi terhadap unit pelayanan yang mempunyai peringkat tertinggi atau telah melaksanankan pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan akuntabel.

Menurut Semil (2005), pemerintah dalam hal ini telah lama memberikan perhatian dan kebijakan dengan mengeluarkan beberapa peraturan melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Apalagi semenjak berkembangnya era reformasi pada tahun 1998 dan lahirnya otonomi daerah pada 2001 memunculkan paradigma baru dalam pelayanan publik, yaitu tuntutan pelayanan publik yang yang lebih baik dari sebelumnya. Tuntutan akan pelayanan yang baik


(6)

dan memuaskan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.

Berdasarkan tuntutan itu, pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmen PAN) Nomor 58/KEP/M.PAN/9/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan Penghargaan Citra Pelayanan Prima sebagai Unit Pelayanann Percontohan. Kemudian setahun setelahnya keluar lagi Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disusul Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

Tak hanya itu, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara juga mengeluarkan pedoman mengenai penilaian kinerja unit pelayanan publik melalui Permen PAN Nomor 25/M.PAN/05/2006 yang kemudian disempurnakan melalui Permen PAN Nomor 7 Tahun 2010 dan disusul dengan peraturan yang paling baru yaitu Permenpan-RB Nomor 38 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Hal ini menandakan kesadaran pemerintah untuk memberikan pelayanan yang prima dan memuaskan telah ada. Hal ini juga membuktikan betapa pentingnya penyelenggaraan pelayanan yang baik dan memuaskan harus diwujudkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2013) mengenai kualitas pelayanan rumah sakit terhadap pasien menemukan bahwa sebagian besar pasien masih merasa belum puas dengan kinerja pelayanan yang diberikan. Berdasarkan penelitian itu ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki


(7)

antara lain keramahan petugas, keadilan dalam memberikan pelayanan, ketepatan waktu, dan banyaknya persyaratan untuk melakukan uji lab.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Nurcaya (2008) mengenai kualitas pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang diharapkan pasien. Hal ini terjadi pada keempat rumah sakit yang diteliti. Kesenjangan tersebut terlihat pada kepastian waktu pelayanan, kejelasan pelayanan yang diberikan, keramahan dan sopan santun petugas saat memberikan pelayanan, kemampuan dan kesiapan petugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat bagi pasien, serta rasa aman dan nyaman yang diberikan pada pasien.

Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Farsida dkk, (2012) mengenai kualitas layanan tuberkulosis dari sudut pandang pasien di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta di Jakarta Utara, menyatakan bahwa pada kedua rumah sakit yang diteliti perlu dilakukan perbaikan pada tujuh aspek pelayanan, yaitu waktu tunggu, air minum yang aman, biaya pelayanan TB, biaya pelayanan, bantuan transportasi makanan, keterkaitan TB dan HIV serta pencegahannya. Farsida dkk juga menemukan di rumah sakit pemerintah perlu memperbaiki aspek diskriminasi pelayanan, sedangkan rumah sakit swasta terdapat enam aspek tambahan yang harus diperbaiki yaitu konsistensi, jam buka, ketersediaan pelayanan, biaya tambahan, keterkaitan HIV-TB, serta tes dan pengobatan HIV.

Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi merupakan salah satu instansi pelayanan publik yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan.


(8)

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus stroke dengan klasifikasi B, Rumah sakit yang diresmikan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 5 April 2001 ini merupakan satu-satunya rumah sakit stroke di Pulau Sumatera, dan menjadi pusat rujukan penanggulangan kasus.

Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien yang dilakukan oleh RSSN Bukittinggi pada tahun 2011 yang dikutip oleh Gustia (2012), terdapat banyak keluhan yang dilayangkan pada perawat di RSSN Bukittinggi. Mayoritas pasien ataupun keluarga pasien yang datang ke RSSN mengeluhkan tentang pelayanan perawat yang tak ramah, sombong dan tak menyenangkan.

Survei sejenis yang dilakukan oleh Handayani (2014) pada 10 orang pasien RSSN Bukittinggi menemukan bahwa hanya 40% pasien yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh RSSN Bukittinggi, sisanya sebanyak 60% menyatakan tidak puas. Ketidakpuasan pasien ini disebabkan oleh prosedur pelayanan yang berbelit-belit, petugas yang kurang ramah, kurangnya informasi yang didapat oleh pasien tentang kondisi kesehatannya, hingga ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Kemudian berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan pada akhir Juli lalu di Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik RSSN Bukittingi, juga terdapat banyak keluhan yang disampaikan oleh pasien. Keluhan tersebut antara lain lamanya waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan, ketidakjelasan dokter yang bertugas sehingga terjadi antrian panjang pasien yang menunggu dilayani, hingga cepatnya waktu tutup pendaftaran pasien di loket pendaftaran pasien. Kemudian berdasarkan data dari Instalasi Hubungan Masyarakat RSSN


(9)

Bukittinggi terdapat 56 jumlah keluhan yang disampaikan oleh pasien selama tahun 2014. Hal yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah perilaku petugas yang tidak ramah, dan tidak sopan. Kemudian disusul prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan membingungkan pasien.

Ketidakpuasan pasien terhadap kinerja pelayanan RSSN Bukittinggi bisa mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap RSSN Bukittinggi. Hal ini pada akhirnya akan membuat masyarakat enggan datang berobat ke RSSN Bukittinggi sehingga mengakibatkan angka kunjungan rendah dan membuka peluang meningkatnya angka prevalensi penyakit stroke di Sumatera Barat. Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi tahun 2015 dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan, kepastian dan kejelasan pelayanan, keterbukaan informasi, sumber daya yang dimiliki serta keamanan dan kenyamanan pelayanan, dengan harapan RSSN Bukittinggi bisa meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan mereka.

1.2.Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan?

2. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan kejelasan pelayanan yang diberikan?


(10)

3. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan informasi? 4. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat

Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya manusia yang dimiliki?

5. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan lingkungan pelayanan?

6. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan.

2. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan kejelasan pelayanan yang diberikan.

3. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan informasi.


(11)

4. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya manusia yang dimiliki.

5. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan lingkungan pelayanan.

6. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Rumah Sakit Stroke Nasional dan Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi untuk meningkatkan mutu dalam pelayanan yang diberikan pada masyarakat/pasien yang menggunakan jasa Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pegawai di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dalam hal kinerja pelayanan yang diberikan pada masyarakat/pasien.

3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang kinerja pelayanan yang diberikan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dan sebagai bahan referensi untuk penelitian terkait


(1)

dan memuaskan menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik.

Berdasarkan tuntutan itu, pada tahun 2002 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmen PAN) Nomor 58/KEP/M.PAN/9/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan Penghargaan Citra Pelayanan Prima sebagai Unit Pelayanann Percontohan. Kemudian setahun setelahnya keluar lagi Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disusul Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

Tak hanya itu, Kementerian Pendayaan Aparatur Negara juga mengeluarkan pedoman mengenai penilaian kinerja unit pelayanan publik melalui Permen PAN Nomor 25/M.PAN/05/2006 yang kemudian disempurnakan melalui Permen PAN Nomor 7 Tahun 2010 dan disusul dengan peraturan yang paling baru yaitu Permenpan-RB Nomor 38 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik. Hal ini menandakan kesadaran pemerintah untuk memberikan pelayanan yang prima dan memuaskan telah ada. Hal ini juga membuktikan betapa pentingnya penyelenggaraan pelayanan yang baik dan memuaskan harus diwujudkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih (2013) mengenai kualitas pelayanan rumah sakit terhadap pasien menemukan bahwa sebagian besar pasien masih merasa belum puas dengan kinerja pelayanan yang diberikan. Berdasarkan penelitian itu ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki


(2)

antara lain keramahan petugas, keadilan dalam memberikan pelayanan, ketepatan waktu, dan banyaknya persyaratan untuk melakukan uji lab.

Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Nurcaya (2008) mengenai kualitas pelayanan Rumah Sakit di Provinsi Bali. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara kualitas pelayanan yang diberikan rumah sakit dengan yang diharapkan pasien. Hal ini terjadi pada keempat rumah sakit yang diteliti. Kesenjangan tersebut terlihat pada kepastian waktu pelayanan, kejelasan pelayanan yang diberikan, keramahan dan sopan santun petugas saat memberikan pelayanan, kemampuan dan kesiapan petugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat bagi pasien, serta rasa aman dan nyaman yang diberikan pada pasien.

Penelitian sejenis yang dilakukan oleh Farsida dkk, (2012) mengenai kualitas layanan tuberkulosis dari sudut pandang pasien di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta di Jakarta Utara, menyatakan bahwa pada kedua rumah sakit yang diteliti perlu dilakukan perbaikan pada tujuh aspek pelayanan, yaitu waktu tunggu, air minum yang aman, biaya pelayanan TB, biaya pelayanan, bantuan transportasi makanan, keterkaitan TB dan HIV serta pencegahannya. Farsida dkk juga menemukan di rumah sakit pemerintah perlu memperbaiki aspek diskriminasi pelayanan, sedangkan rumah sakit swasta terdapat enam aspek tambahan yang harus diperbaiki yaitu konsistensi, jam buka, ketersediaan pelayanan, biaya tambahan, keterkaitan HIV-TB, serta tes dan pengobatan HIV.

Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi merupakan salah satu instansi pelayanan publik yang memberikan pelayanan di bidang kesehatan.


(3)

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus stroke dengan klasifikasi B, Rumah sakit yang diresmikan oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 5 April 2001 ini merupakan satu-satunya rumah sakit stroke di Pulau Sumatera, dan menjadi pusat rujukan penanggulangan kasus.

Berdasarkan hasil survei kepuasan pasien yang dilakukan oleh RSSN Bukittinggi pada tahun 2011 yang dikutip oleh Gustia (2012), terdapat banyak keluhan yang dilayangkan pada perawat di RSSN Bukittinggi. Mayoritas pasien ataupun keluarga pasien yang datang ke RSSN mengeluhkan tentang pelayanan perawat yang tak ramah, sombong dan tak menyenangkan.

Survei sejenis yang dilakukan oleh Handayani (2014) pada 10 orang pasien RSSN Bukittinggi menemukan bahwa hanya 40% pasien yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh RSSN Bukittinggi, sisanya sebanyak 60% menyatakan tidak puas. Ketidakpuasan pasien ini disebabkan oleh prosedur pelayanan yang berbelit-belit, petugas yang kurang ramah, kurangnya informasi yang didapat oleh pasien tentang kondisi kesehatannya, hingga ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Kemudian berdasarkan survey pendahuluan yang penulis lakukan pada akhir Juli lalu di Instalasi Rawat Jalan/Poliklinik RSSN Bukittingi, juga terdapat banyak keluhan yang disampaikan oleh pasien. Keluhan tersebut antara lain lamanya waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan, ketidakjelasan dokter yang bertugas sehingga terjadi antrian panjang pasien yang menunggu dilayani, hingga cepatnya waktu tutup pendaftaran pasien di loket pendaftaran pasien. Kemudian berdasarkan data dari Instalasi Hubungan Masyarakat RSSN


(4)

Bukittinggi terdapat 56 jumlah keluhan yang disampaikan oleh pasien selama tahun 2014. Hal yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah perilaku petugas yang tidak ramah, dan tidak sopan. Kemudian disusul prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan membingungkan pasien.

Ketidakpuasan pasien terhadap kinerja pelayanan RSSN Bukittinggi bisa mengakibatkan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap RSSN Bukittinggi. Hal ini pada akhirnya akan membuat masyarakat enggan datang berobat ke RSSN Bukittinggi sehingga mengakibatkan angka kunjungan rendah dan membuka peluang meningkatnya angka prevalensi penyakit stroke di Sumatera Barat. Maka berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi tahun 2015 dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan, kepastian dan kejelasan pelayanan, keterbukaan informasi, sumber daya yang dimiliki serta keamanan dan kenyamanan pelayanan, dengan harapan RSSN Bukittinggi bisa meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan mereka.

1.2.Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan?

2. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan kejelasan pelayanan yang diberikan?


(5)

3. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan informasi? 4. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat

Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya manusia yang dimiliki?

5. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan lingkungan pelayanan?

6. Bagaimana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kemudahan pelayanan yang diberikan.

2. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi kepastian dan kejelasan pelayanan yang diberikan.

3. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keterbukaan informasi.


(6)

4. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi sumber daya manusia yang dimiliki.

5. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sisi keamanan dan kenyamanan lingkungan pelayanan.

6. Mengetahui sejauh mana respons pasien pada kinerja pelayanan Instalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi secara keseluruhan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi Rumah Sakit Stroke Nasional dan Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi untuk meningkatkan mutu dalam pelayanan yang diberikan pada masyarakat/pasien yang menggunakan jasa Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi.

2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pegawai di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dalam hal kinerja pelayanan yang diberikan pada masyarakat/pasien.

3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis dan pembaca tentang kinerja pelayanan yang diberikan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi dan sebagai bahan referensi untuk penelitian terkait