Respons Pasien Pada Kinerja Pelayanan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Perkembangan perumahsakitan di Indonesia sejak kemerdekaan berlangsung sangat cepat dan dinamis, sejalan dengan pesatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, perkembangan pelayanan RS sejalan dengan tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, kefarmasian, termasuk penggunaan teknologi komunikasi mutakhir dengan komputer dan internet.

2.1.1 Jenis Rumah Sakit di Indonesia

Jenis RS di Indonesia dikelompokkan menurut beberapa aspek seperti berdasarkan kepemilikan, jenis pelayanan yang diberikan, dan berdasarkan kelasnya. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang perizinan rumah sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik ialah rumah sakit yang dikelola pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Contohnya RS Pusat, RS Provinsi, dan RS Umum Daerah) Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan


(2)

tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. Contohnya RS yang yang dikelola oleh yayasan tertentu.

Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum ialah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Misalnya RS Khusus Mata, RS Khusus Stroke dan lain-lain.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit menetapkan RS khusus dibedakan atas RS Khusus kelas A, RS Khusus kelas B dan RS Khusus kelas C, hal ini didasarkan atas fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis kekhususannya. RS Khusus kelas A memiliki fasilitas dan kemampuan kekhususan yang lengkap, RS Khusus kelas B punya fasilitas dan kemampuan kekhususan yang terbatas, sedangkan RS Khusus kelas C punya fasilitas dan kemampuan kekhususan yang minimal.

2.1.2 Rumah Sakit sebagai Industri Jasa

Konsep dan dan teori pemasaran pada awalnya dikembangkan dalam bentuk penjualan produk barang yang bersifat fisik. Sejalan dengan perkembangan pemasaran produk barang, industri jasa juga berkembang dan mempengaruhi konsep dan teori pemasaran jasa. Perkembangan sektor jasa


(3)

disebuah negara sangat memengaruhi struktur perekonomian negara tersebut. Orientasi perekonomian sebuah negara yang semula terfokus pda sektor primer, semakin bergeser ke sektor sekunder, dan tersier, termasuk jasa.

Di Indonesia perkembangan sektor jasa juga terjadi dengan cepat. Kemajuan ekonmoi global juga mendorong pesatnya pertumbuhan sektor jasa di dalam negeri. Sektor ini membuka lapangan kerja dan peluang bisnis termasuk bisnis di bidang kesehatan.

Menurut Muninjaya (2011), yang mengutip pendapat Kotler, jasa adalah sebuah tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, bersifat tidak berwujud (intangible) dan tidak mengubah status kepemilikan bagi yang membelinya.

Untuk pengembangan strategi pemasaran jasa pelayanan rumah sakit (RS), staf RS sebaiknya memerhatikan batasan jasa. Strategi dan kiat-kiat pemasaran jasa pelayanan RS sangat berbeda dengan pemasaran produk barang. Pemasaran jasa pelayanan kesehatan RS tidak saja harus selalu berorientasi pada kepuasan pengguna jasa pelayanan (customer satisfaction), akan tetapi juga tidak boleh melanggar standar prosedur pelayanan kesehatan yang baku (Standard operating procedure – SOP), dan kode etik profesi. Secara umum jasa memiliki empat ciri khas, dan setiap cirri punya kiat-kiat khusus untuk memasarkannya.

Menurut Muninjaya (2011), ada tiga kategori produk yang dihasilkan oleh lembaga/organisasi. Ketiganya dibedakan berdasarkan daya tahan atau wujudnya.

1. Barang yang tidak tahan lama, (non durable goods). Jenis barang ini maksudnya adalah barang yang segera habis dikonsumsi dalam


(4)

pemakaian satu sampai dua kali. Jenis barang ini umur ekonomisnya sangat terbatas, biasanya kurang dari setahun. Contoh produknya: makanan dan obat, vaksin, garam beryodium. 2. Barang tahan lama, (durable goods). Jenis barang ini memiliki

umur ekonomis lebih dari setahun. Contoh produknya: alat rontgen, komputer, stetoskop, jarum suntik.

3. Jasa (Service). Merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan (dijual). Contoh produknya: pelayanan rumah sakit, pelayanan puskesmas, pelayanan apotek dan asuransi kesehatan. Dalam proses pemasarannya, ketiganya saling berinteraksi dan saling melengkapi, atau saling membutuhkan. Misalnya institusi kesehatan menawarkan jasa pelayanan kesehatan. Komponen jasa pelayanan kesehatan hanya sebagian kecil saja dari apa yang ditawarkan kepada pengguna (pasien). Komponen jasa bisa menjadi bagian utama (pokok) dari seluruh pelayanan RS, tetapi jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan pasti memrlukan produk lainnya seperti peralatan kedokteran, makanan, laundry, obat-obatan, AC, telpon dan computer. Bentuk barang yang menunjang jasa pelayanan kesehatan adalah bagian dari

durable dan non durable goods.

Jika dibandingkan dengan produk barang, jasa dibedakan berdasarkan ciri khasnya yaitu (Muninjaya, 2011):

1. Intangibility. Jasa pelayanan kesehatan punya cirri khas tidak berbentuk, tidak bisa diraba, tidak bisa dicium, tidak bisa disentuh atau dirasakan fisiknya. Jasa tidak dapat dinilai (dinikmati)


(5)

sebelum pasien menerimanya (membeli jasa pelayanan tersebut). Untuk mengurangi ketidakpastian mutunya, pasien harus memerhatikan ada tidaknya bukti atau tanda bahwa jasa yang ditawarkan memang benar-benar berkualitas. Mutu jasa bisa dikaji dari aspek lokasi (tempat) jasa pelayanan kesehatan diberikan, orang yang menjualnya (kualifikasi, kompetensi, dan pengalaman kerja tenaga kesehatan), peralatan yang digunakan (medical dan non medical equipment) , materi komunikasi, termasuk simbol, dan harga (biaya pelayanan kesehatan). ciri-ciri ini bisa diamati oleh pasien (sebagai pengguna) sebelum membeli jasa pelayanan.

2. Inseparability. Produk barang harus diproduksi lebih dahulu sebelum dijual, tetapi jasa pelayanan kesehatan, produknya harus diproduksi bersamaan pada saat pasien meminta jasa pelayanan kesehatan tersebut. Artinya jasa pelayanan kesehatan akan diproduksi bersamaan pada saat jasa tersebut akan dikonsumsi oleh pasien.

3. Variability. Jasa juga banyak variasinya. Bentuk, mutu dan jenisnya sangat tergantung dari siapa, kapan dan di mana jasa tersebut diproduksi. Variasi jasa juga ditentukan oleh tingkat partisipasi penggunanya selama proses penyampaian jasa, termasuk moral atau motivasi petugas kesehatan pada saat memberikan pelayanan kesehatan, dan beban kerjanya.


(6)

4. Perishability. Jasa merupakan sesuatu yang tidak bisa disimpan dan tidak tahan lama. Tempat tidur rumah sakit yang kosong, waktu dokter yang tidak dimanfaatkan oleh pasien akan hilang begitu saja karena jasa tidak dapat disimpan. Kondisi ini akan bermasalah jika permintaan terhadap jasa tetap. Khusus untuk pelayanan kesehatan, penawaran dan permintaan jasa sangat sulit diprediksi, karena sangat tergantung dari gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat.

Paket jasa pelayanan kesehatan yang dijual kepada pelanggan terdiri dari fasilitas penunjang (seperti kenyamanan ruang periksa, dekorasi, keamanan, lampu penerang, kebersihan, kejelasan petunjuk, tempat parkir dan sebagainya); alat-alat pendukung (pengguna disediakan minuman pada saat menunggu, makanan yang sehat dan enak dikonsumsi oleh pasien selama masa perawatan, obat-obat penunjang tersedia lengkap dan sebagainya); jasa eksplisit (kecepatan pelayanan, kesesuaian kegiatan pelayanan dengan dengan jadwal); jasa implisit (manfaat psikologis yang bisa dirasakan langsung oleh panca indera pasien seperti

privacy, jaminan rasa aman, senyuman petugas, sikap empati dan keramahan perawat).

2.1.3 Kualitas dan Kepuasan Pelanggan di Rumah Sakit

Kualitas jasa merupakan bagian penting yang perlu mendapat perhatian RS. Pengemasan paket jasa yang diproduksi merupakan salah satu strategi pemasaran institusi pelayanan kesehatan kepada para penggunanya, yaitu pasien dan keluarganya. Pihak manajemen RS harus berusaha agar paket jasa pelayanan


(7)

kesehatan yang ditawarkan mampu bertahan dan berkesinambungan sehingga segmen pasar tertentu bisa dipertahankan atau munculnya pelanggan baru karena cerita dari mulut ke mulut oleh pengguna jasa sebelumnya.

Melakukan analisis terhadap kualitas jasa pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan harus jelas tujuannya, jenis lembaga pelayannya, dan situasi pasarnya. Untuk itu, beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu dipahami, seperti:

1. Jenis paket jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam hal ini aspek komunikasi antara penjual dan pengguna memegang peranan sangat penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact

2. Emphaty (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini berpengaruh besar pada tingkat kepatuhan pasien yang akhirnya berdampak positif pada kesembuhannya.

3. Biaya (cost). Penjelasan tentang harga (tarif pelayanan) harus diberikan sebelum pasien dan keluarganya menerima pelayanan. Informasi mengenai rincian biaya ini harus disampaikan pada pengguna sebab biaya perawatan tidak bisa ditaksir oleh penggunanya. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pasien ataupun keluarganya mengenai perawatan yang diterima dan biaya perawatannya bisa berkembang menjadi sumber keluhan pasien kalau tidak dikelola secara transparan dan objektif.


(8)

4. Penampilan fisik (kerapian) petugas kesehatan, kondisi kebersihan, dan kenyamanan ruangan.

5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Misalnya, ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter. 6. Keandalan dan keterampilan petugas kesehatan merawat pasien.

Faktor ini sangat tergantung dari pengalaman dan kompetensinya. Faktor ini bisa dirasakan oleh pengguna pelayanan kesehatan, terutama yang sedang dirawat di RS

7. Kecepatan petugas menanggapi keluhan pasien. Kecepatan memenuhi panggilan pasien pada saat diperlukan sangat ditentukan oleh kesigapan petugas jaga (dokter dan paramedis) yang tertuang dalam sistem kontrak antar dokter/paramedis dengan pihak manajemen RS.

Tujuan utama melakukan analisis kepuasan pasien di RS adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan, dan dapat digunakan oleh pihak manajemen RS sebagai alat untuk:

1. Merumuskan kebijakan atau keputusan guna meningkatkan kinerja RS yang dipimpinnya.

2. Penyusunan strategi pemasaran produk pelayanan. Unit unit pelayanan yang paling sering menerima keluhan pasien harus mendapat perhatian utama dari pihak manajemen RS dan segera dicarikan solusinya untuk memperbaiki mutu pelayanan sebelum unit ini merusak citra seluruh pelayanan RS.


(9)

3. Memonitor dan mengendalikan aktivitas sehari-hari staf terutama pada saat memberikan pelayanan kepada pasien.

4. Menerapkan misi RS yang sudah dirumuskan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat penggunanya.

2.2 Pelayanan Publik

2.2.1 Pengertian Pelayanan Publik

Berdasarkan Permenpan-Reformasi dan Birokrasi Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan peduduk atas atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur, sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas ini telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang meliputi empat aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2.2.2 Jenis Pelayanan Publik

Menurut Kepmen PAN Nomor 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis pelayanan dari instansi pemerintah serta BUMD/BUMN. Pengelompokan jenis pelayanan tersebut didasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk


(10)

pelayanan yang dihasilkan, yaitu 1) pelayanan administratif, 2) pelayanan barang, 3) pelayanan jasa.

Jenis pelayanan administratif adalah jenis pelayanan yang diberi-kan oleh unit pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan dan lain-lain. Misalnya jenis pelayanan sertifikat tanah, pelayanan, IMB, Pelayanan administrasi kependudukan (KTP, KK, akte kelahiran, dan akte kematian), semuanya memerlukan pelayanan yang optimal.

Jenis pelayanan Barang adalah pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan penyediaan dan atau pegolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai unit atau individual) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda, atau yang dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi penggunanya. Misalnya jenis-jenis pelayanan pembayaran iuran listrik, air minum dan telepon.

Jenis pelayanan jasa adalah jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem penoperasian tertentu dan pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan perbankan, pelayanan pos dan pelayanan kesehatan, dan sebagainya.


(11)

2.2.3 Unit Pelayanan Publik

Untuk melaksanakan/menyelenggarakan pelayanan publik dibutuhkan sebuah lembaga atau badan yang bertugas memberikan pelayanan kepada publik/masyarakat. Misalnya pelayanan di bidang kesehatan, dibutuhkan puskesmas dan rumah sakit. Puskesmas dan rumah sakit tersebut selanjutnya disebut dengan unit pelayanan publik.

Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik mendefinisikan unit pelayanan publik adalah satuan kerja di lingkungan instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Instansi pemerintah yang dimaksud adalah kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.

Berdasarkan pengertian di atas maka unit pelayanan publik adalah badan/lembaga di bawah koordinasi negara yang menjadi penyelenggara pelayanan kepada publik sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggara pelayanan publik berarti setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

2.3 Kinerja Unit Pelayanan Publik 2.3.1 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja berarti hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang


(12)

pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Menurut Riadi (2014) yang mengutip pendapat Rivai dan Basri, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut Mangkunegara (2002), kinerja berarti hasil kerja baik secara kualitas ataupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan.

Menurut Mangkunegara (2002), karakteristik orang yang mempunyai kinerja yang tinggi adalah sebagai berikut:

1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi

2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi 3. Memiliki tujuan yang realistis

4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuannya

5. Memanfaatkan umpan balik yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya

6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.


(13)

2.3.2 Manajemen Kinerja

Menurut Dharma (2005), manajemen kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan memahami dan mengelola kinerja sesuai target yang telah direncanakan, standar, dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan. Manajemen kinerja juga berarti sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.

Manajemen kinerja didasarkan pada suatu asumsi bahwa bilamana orang tahu dan mengerti apa yang diharapkan dari mereka, dan diikutsertakan dalam penentuan sasaran yang akan dicapai maka mereka akan menunjukkan kinerja untuk mencapai sasaran tersebut. Tujuan umum manajemen kinerja adalah untuk menciptakan budaya para individu dan kelompok memikul tanggung jawab bagi usaha peningkatan proses kerja dan kemampuan yang berkesinambungan.

Proses manajemen kinerja dapat digunakan untuk mengkomunikasikan dan memperkuat strategi, nilai dan norma organisasi dan mengintegtrasikan sasaran individu dan organisasi. Manajemen kinerja memungkinkan individu untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang apa yang seharusnya mereka kerjakan, arah yang akan dituju dan bagaimana seharusnya mereka dikelola. Dengan demikian, proses ini memberikan suatu cara bagaimana sasaran kerja dapat dipahami secara bersama oleh para karyawan dan manajer. Intisari proses


(14)

manajemen kinerja merupakan kemitraan antara manajer dan individu yang merupakan anggota kelompok kerjanya.

Supaya manajemen kinerja dapat berlangsung efektif maka ada 4 prinsip mendasar, yaitu:

1. Manajemen kinerja dimiliki dan dimotori oleh manajemen lini dan bukan oleh bagian Sumber Daya Manusia

2. Penekanan terhadap nilai dan target organisasi

3. Manajemen kinerja bukanlah merupakan sekumpulan pemecahan masalah, tetapi sesuatu yang harus dikembangkan secara khusus untuk suatu organisasi tertentu

4. Manajemen kinerja harus berlaku bagi semua staf, bukan hanya sebagian dari kelompok manajerial saja.

Kemudian untuk memudahkan proses manajemen kinerja maka disusunlah kerangka kerja. Kerangka kerja akan menuntun organisasi untuk menuju perkembangan. Kerangka kinerja menjadi panduan untuk manajer, karyawan dan kelompok, sehingga jelas kegiatan manajemen kinerja apa yang diharapkan dari pegawainya. Aktifitas dalam kerangka kerja tersebut adalah:

1. Strategi serta sasaran organisasi

 Persiapan pernyataan nilai serta misi yang dikaitkan dengan strategi organisasi.


(15)

2. Penetapan rencana dan kinerja

 Kesepakatan mengenai akuntabilitas, tugas, sasaran, tuntutan pengetahuan, keahlian dan kompetensi serta ukuran kinerja.

 Kesepakatan mengenai rencana kerja dan action plan untuk pengembangan SDM dan peningkatan kinerja.

3. Pengelolaan secara berkesinambungan sepanjang tahun

 Pemberian umpan balik secara teratur

 Evaluasi perkembangan secara berkala 4. Evaluasi kinerja secara formal

 Persiapan oleh manajer dan karyawan secara individu untuk suatu evaluasi formal.

 Evaluasi kinerja tahunan, yang kemudian mengarah pada kesepakatan kinerja baru.

5. Pengembangan dan pelatihan

 Program pengembangan dan pelatihan yang didasarkan atas hasil evaluasi kinerja.

 Pengembangan yang lebih informal akan berlangsung disepanjang tahun dalam bentuk bimbingan, konseling, on the job training dan aktifitas pengembangan diri.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Manfaat utama dari penilaian/pengukuran kinerja adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif bagi otganisasi yang bersangkutan. Pengukuran kinerja adalah aspek kunci dari manajemen kinerja atas dasar bahwa


(16)

“apabila tak dapat mengukurnya maka tak akan mampu juga untuk meningkatkannya”. Ukuran kinerja seharusnya dapat memberikan bukti tentang apakah hasil yang dikehendaki telah tercapai atau tidak dan sudah sejauh mana pekerjaan tersebut dikerjakan.

Penilaian/pengukuran kinerja akan menjadi dasar untuk memberikan informasi umpan balik yang akan digunakan tidak hanya oleh para manajer tetapi juga oleh para karyawan untuk memantau kinerja mereka sendiri. fokus dan isi ukuran kinerja tentu saja akan sangat bervariasi di antara berbagai pekerjaan serta tingkatan manajemen yang berbeda.

Secara lebih spesifik, menurut Semil (2005) yang mengutip pendapat Gerson manfaat penilaian/pengukuran kinerja adalah:

1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.

2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.

3. Memberikan umpan balik pada pelaksana, terutam bila pelanggan sendiri yang melakukan pengukuran kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberikan pelayanan.


(17)

4. Pengukuran memberitahukan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang langsung dari pelanggan. 5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat

produktivitas yang lebih tinggi.

Selanjutnya, apabila kinerja dikaitkan dengan harapan dan kepuasan maka gambarannya adalah sebagai berikut:

1. Kinerja < Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan keadaan di bawah harapan pelanggan, maka pelayanan kepada pelanggan dianggap tidak memuaskan dan pelanggan akan merasa kecewa.

2. Kinerja = Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan keadaan sama atau sesuai dengan harapan pelanggan, maka pelayanan dianggap memuaskan atau tingkat kepuasannya minimal.

3. Kinerja > Harapan

Apabila kinerja pelayanan menunjukkan lebih dari yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat memuaskan dan pelanggan akan merasa senang, dan gembira.

2.3.4 Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja unit pelayanan publik dituangkan melalui beberapa peraturan perundang-undangan. Pemerintah melalui Kementerian Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengeluarkan


(18)

beberapa Keputusan dan Peraturan Menteri yang bisa menjadi dasar dalam melakukan penilaian kinerja instansi publik. Peraturan – peraturan tersebut antara lain Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah dan Permenpan-RB Nomor 38 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik..

Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 menyebutkan hakekat pelayanan publik ialah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Dalam peraturan tersebut disebutkan aparatur negara hendaknya memberikan pelayanan dengan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan jasa.

Tujuan dari Kepmen PAN ini sendiri adalah untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti memenuhi harapan dan kebutuhan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan.

Ringkasnya Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 berisi tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang harus memperhatikan dan menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggaraan biaya, pelayanan bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita, pelayanan khusus , biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian pengaduan dan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik.


(19)

Berikut 10 prinsip pelayanan publik yang termuat dalam Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik,

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik,

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah 5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggung jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.


(20)

7. Kelengkapan sarana dan prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telematika

9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir,, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Sedangkan menurut Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 diatur pedoman mengenai penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). IKM dinilai penting untuk menjadi salah satu indikator dalam penilaian kinerja pelayanan publik sebab melalui IKM bisa dilihat sejauh mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan instansi publik serta untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kinerja unit pelayanan publik.


(21)

Tujuan penyusunan IKM sendiri ialah untuk mengetahui tingkat kinerja pelayanan instansi publik secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya. Bagi masyarakat, IKM dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan instansi publik.

Dalam Kepmen PAN tersebut terdapat 14 unsur minimal yang harus ada untuk menjadi dasar dalam pengukuran IKM. Empat belas unsur itu antara lain:

1. Prosedur pelayanan

Kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan pada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan

2. Persyaratan pelayanan

Persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya

3. Kejelasan petugas pelayanan

Keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan, serta kewenangan dan tanggung jawab)

4. Kedisiplinan petugas pelayanan

Kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku

5. Tanggung jawab petugas pelayanan

Kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan


(22)

6. Kemampuan petugas pelayanan

Tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/meyelesaikan pelayanan kepada masyarakat

7. Kecepatan Pelayanan

Target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan

8. Keadilan mendapatkan pelayanan

Pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani

9. Kesopanan dan keramahan petugas

Sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara spontan dan ramah serta saling menghargai dan menghormat

10.Kewajaran biaya pelayanan

Keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan

11.Kepastian biaya pelayanan

Kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan

12.Kepastian jadwal pelayanan

Pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan


(23)

13.Kenyamanan lingkungan

Kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan 14.Keamanan pelayanan

Terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan

Selanjutnya pada tahun 2012 Kemenpan yang telah berubah nama menjadi Kemenpan-RB mengeluarkan peraturan mengenai pedoman penilaian kinerja unit pelayanan publik lewat Permenpan-RB Nomor 38 Tahun 2012. Permen ini merupakan penyempurnaan dari permen sebelumnya yang juga berisi pedoman penilaian kinerja unit pelayanan publik yaitu Permenpan-RB Nomor 7 Tahun 2010. Pedoman ini diperlukan supaya evaluasi kinerja dapat dilaksanakan dengan obyektif, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan permen tersebut terdapat 9 komponen dan indikator dalam melakukan penilaian kinerja, antara lain:

1. Visi, Misi, dan Motto Pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan visi, misi, dan motto pelayanan yang memotivasi pegawai untuk memberikan pelayanan publik

2. Standar pelayanan dan Maklumat pelayanan

Dalam rangka memberikan kepastian, meningkatkan kualitas dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan selaras


(24)

dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan perlu menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan.

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan prosedur baku dalam mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem dan prosedur baku meliputi standar operasional prosedur.

4. Sumber daya manusia

Komponen ini berkaitan dengan profesionalitas pegawai, yang meliputi sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan, dan kedisiplinan 5. Sarana dan prasarana pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan daya guna sarana dan prasarana pelayanan yang dimilki

6. Penanganan pengaduan

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan pola penanganan pengaduan serta bagaimana penyelesaian terhadap pengaduan tersebut sesuai aturan yang berlaku.

7. Indeks Kepuasan Masyarakat

Komponen ini berkaitan dengan pelaksanaan survei IKM, metode yang digunakan, skor yang diperoleh, serta tindak lanjut dari hasil pelaksanaan survei IKM.


(25)

8. Sistem informasi pelayanan publik

Komponen ini berkaitan dengan sistem pengelolaan informasi pelayanan, wujud/bentuk penyampaian infomasi, serta tingkat keterbukaan informasi pada pengguna.

9. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan penentuan target pelayanan serta tingkat pencapaian target tersebut.

Berpedoman pada Kepmenpan dan Permenpan-RB tersebut, maka penulis menyusun komponen yang digunakan dalam penilaian kinerja untuk penelitian ini. komponen yang penulis susun berusaha menggabungkan semua aspek ataupun semua indikator yang dimiliki oleh masing-masing peraturan yang telah dijelaskan di atas. Ada 5 komponen dan masing-masing komponen tersebut memiliki beberapa indikator antara lain:

1. Kemudahan Pelayanan

Komponen kemudahan terdapat pada ketiga peraturan perundang-undangan. Komponen kemudahan dibagi dalam 2 indikator yaitu: a. Kemudahan alur atau proses pelayanan

b. Kemudahan memenuhi persyaratan yang diminta 2. Kepastian Pelayanan

Komponen ini terdapat pada ketiga peraturan perundang-undangan, memuat 3 indikator, yaitu:

a. Kepastian jadwal pelayanan b. Kepastian biaya pelayanan


(26)

c. Kepastian petugas yang akan memberi pelayanan 3. Keterbukaan/transparansi

Komponen ini terdapat pada Permenpan-RB Nomor 38 Tahunn 2012 dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Komponen keterbukaan terbagi atas 3 indikator, yaitu:

a. Keterbukaan informasi yang diberikan pada masyarakat

b. Transparansi mengenai biaya pelayanan (ada rincian biaya jika pasien meminta)

c. Kewajaran biaya pelayanan 4. Sumber daya manusia

Komponen sumber daya manusia selalu disebutkan pada ketiga peraturan perundang-undangan di atas, baik itu tanggung jawab petugas, keterampilan petugas ataupun kedisiplinan petugas. Penulis menggabungkan semua yang berhubungan dengan perilaku tenaga kesehatan tersebut menjadi komponen sumber daya manusia, dengan 5 indikator, yaitu:

a. Tanggung jawab petugas pelayanan

b. Keramahan dan kesopanan petugas pelayanan c. Kedisiplinan petugas pelayanan

d. Kemampuan/kompetensi petugas pelayanan


(27)

5. Keamanan dan kenyamanan lingkungan

Termuat dalam dua Kepmenpan, Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Memuat dua indikator:

a. Tingkat keamanan lingkungan pelayanan b. Tingkat kenyamanan lingkungan pelayanan 2.4 Teori Respons

Menurut (Lumbantobing, 2010) respons pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi rangsangan tertentu. Respons juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respons mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut Lumbantobing (2010) yang mengutip pendapat Louis Thursone, respons merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka


(28)

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respons seseorang atau sekelompok orang tentang objek-objek tertentu seperti pelayanan kesehatan atau situasi lain. Sikap muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, atau mengharapkan suatu objek, seseorang disebut punya respons positif dilihat dari tahap pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan tindakan (psikomotorik). Sebaliknya seseorang mempunyai respons negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respons:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya suasana hati, kebutuhan, pengalaman di masa lalu. Teori rangsang balas (stimulus respons theory) dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap, maknanya kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang punya sikap positif pada olahraga sepakbola, maka ia akan selalu menggemari dan bermain sepakbola, sebaliknya jika ia punya sikap negatif pada sepakbola maka ia akan menghindari hal-hal yang berhubungan dengan sepakbola. Sikap ini terjadi biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.


(29)

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Berikut kerangka pikir dalam penelitian ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penilaian kinerja pelayanan Intalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sudut pandang pasien. Pasien memberikan penilaian pada kinerja pelayanan rumah sakit berdasarkan lima indikator yang telah penulis susun, yaitu kemudahan pelayanan, kepastian pelayanan, keterbukaan/transparansi, sumber daya manusia serta keamanan dan kenyamanan lingkungan.

Jika pasien memiliki penilaian yang positif pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat positif lebih mendominasi maka bisa disimpulkan kualitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan di RSSN Bukittinggi bagus dan mendapat sambutan positif oleh pasien. Namun jika pasien memiliki penilaian negatif pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat negatif lebih dominan maka bisa disimpulkan kualitas kinerja pelayanan yang diberikan buruk dan sambutan negatif dari pasien.

Respons pasien pada kinerja pelayanan:

1. Kemudahan Pelayanan 2. Kepastian Pelayanan 3. Keterbukaan/transparansi 4. Sumber daya manusia 5. Keamanan dan Kenyamaan

Lingkungan

Kualitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan


(1)

dengan kemampuan penyelenggara sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan perlu menyusun, menetapkan dan menerapkan standar pelayanan.

3. Sistem, mekanisme, dan prosedur

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan prosedur baku dalam mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem dan prosedur baku meliputi standar operasional prosedur.

4. Sumber daya manusia

Komponen ini berkaitan dengan profesionalitas pegawai, yang meliputi sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan, dan kedisiplinan 5. Sarana dan prasarana pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan daya guna sarana dan prasarana pelayanan yang dimilki

6. Penanganan pengaduan

Komponen ini berkaitan dengan sistem dan pola penanganan pengaduan serta bagaimana penyelesaian terhadap pengaduan tersebut sesuai aturan yang berlaku.

7. Indeks Kepuasan Masyarakat

Komponen ini berkaitan dengan pelaksanaan survei IKM, metode yang digunakan, skor yang diperoleh, serta tindak lanjut dari hasil pelaksanaan survei IKM.


(2)

8. Sistem informasi pelayanan publik

Komponen ini berkaitan dengan sistem pengelolaan informasi pelayanan, wujud/bentuk penyampaian infomasi, serta tingkat keterbukaan informasi pada pengguna.

9. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan

Komponen ini berkaitan dengan penentuan target pelayanan serta tingkat pencapaian target tersebut.

Berpedoman pada Kepmenpan dan Permenpan-RB tersebut, maka penulis menyusun komponen yang digunakan dalam penilaian kinerja untuk penelitian ini. komponen yang penulis susun berusaha menggabungkan semua aspek ataupun semua indikator yang dimiliki oleh masing-masing peraturan yang telah dijelaskan di atas. Ada 5 komponen dan masing-masing komponen tersebut memiliki beberapa indikator antara lain:

1. Kemudahan Pelayanan

Komponen kemudahan terdapat pada ketiga peraturan perundang-undangan. Komponen kemudahan dibagi dalam 2 indikator yaitu: a. Kemudahan alur atau proses pelayanan

b. Kemudahan memenuhi persyaratan yang diminta 2. Kepastian Pelayanan

Komponen ini terdapat pada ketiga peraturan perundang-undangan, memuat 3 indikator, yaitu:


(3)

c. Kepastian petugas yang akan memberi pelayanan 3. Keterbukaan/transparansi

Komponen ini terdapat pada Permenpan-RB Nomor 38 Tahunn 2012 dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Komponen keterbukaan terbagi atas 3 indikator, yaitu:

a. Keterbukaan informasi yang diberikan pada masyarakat

b. Transparansi mengenai biaya pelayanan (ada rincian biaya jika pasien meminta)

c. Kewajaran biaya pelayanan 4. Sumber daya manusia

Komponen sumber daya manusia selalu disebutkan pada ketiga peraturan perundang-undangan di atas, baik itu tanggung jawab petugas, keterampilan petugas ataupun kedisiplinan petugas. Penulis menggabungkan semua yang berhubungan dengan perilaku tenaga kesehatan tersebut menjadi komponen sumber daya manusia, dengan 5 indikator, yaitu:

a. Tanggung jawab petugas pelayanan

b. Keramahan dan kesopanan petugas pelayanan c. Kedisiplinan petugas pelayanan

d. Kemampuan/kompetensi petugas pelayanan


(4)

5. Keamanan dan kenyamanan lingkungan

Termuat dalam dua Kepmenpan, Kepmen PAN Nomor 63 Tahun 2003 dan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004. Memuat dua indikator:

a. Tingkat keamanan lingkungan pelayanan b. Tingkat kenyamanan lingkungan pelayanan 2.4 Teori Respons

Menurut (Lumbantobing, 2010) respons pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku kalau ia menghadapi rangsangan tertentu. Respons juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh, penolakan, suka atau tidak serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.

Melihat sikap seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu maka akan diketahui bagaimana respons mereka terhadap kondisi tersebut. Menurut Lumbantobing (2010) yang mengutip pendapat Louis Thursone, respons merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pra pemahaman yang mendetail, ide-ide, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa cara pengungkapan sikap dapat melalui:

1. Pengaruh atau penolakan 2. Penilaian


(5)

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respons seseorang atau sekelompok orang tentang objek-objek tertentu seperti pelayanan kesehatan atau situasi lain. Sikap muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, atau mengharapkan suatu objek, seseorang disebut punya respons positif dilihat dari tahap pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan tindakan (psikomotorik). Sebaliknya seseorang mempunyai respons negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respons:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat, misalnya suasana hati, kebutuhan, pengalaman di masa lalu. Teori rangsang balas (stimulus respons theory) dapat digunakan untuk menerangkan berbagai gejala tingkah laku sosial dan sikap, maknanya kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia mengalami rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang punya sikap positif pada olahraga sepakbola, maka ia akan selalu menggemari dan bermain sepakbola, sebaliknya jika ia punya sikap negatif pada sepakbola maka ia akan menghindari hal-hal yang berhubungan dengan sepakbola. Sikap ini terjadi biasanya terhadap benda, orang, kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat di sekitar manusia.


(6)

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

Berikut kerangka pikir dalam penelitian ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penilaian kinerja pelayanan Intalasi Rawat Jalan RSSN Bukittinggi dilihat dari sudut pandang pasien. Pasien memberikan penilaian pada kinerja pelayanan rumah sakit berdasarkan lima indikator yang telah penulis susun, yaitu kemudahan pelayanan, kepastian pelayanan, keterbukaan/transparansi, sumber daya manusia serta keamanan dan kenyamanan lingkungan.

Jika pasien memiliki penilaian yang positif pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat positif lebih mendominasi maka bisa disimpulkan kualitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan di RSSN Bukittinggi bagus dan mendapat sambutan positif oleh pasien. Namun jika pasien memiliki penilaian negatif pada masing-masing indikator atau penilaian yang bersifat negatif lebih dominan maka bisa disimpulkan kualitas kinerja pelayanan yang diberikan buruk

Respons pasien pada kinerja pelayanan:

1. Kemudahan Pelayanan 2. Kepastian Pelayanan 3. Keterbukaan/transparansi 4. Sumber daya manusia 5. Keamanan dan Kenyamaan

Lingkungan

Kualitas pelayanan Instalasi Rawat Jalan