Berpikir Lokal Keanekaragaman Jepang yan

EDISI JULI - AGUSTUS - SEPTEMBER 2012

DARI REDAKSI

Ogenki desuka, apa khabar? Semoga separuh tahun telah dilalui dengan baik dan membuahkan hasil yang diharapkan.

Nuansa edisi ini menampilkan tulisan berbagai ahli yang mengangkat dialog dengan Islam, serta mewartakan 3 bulan acara yang berpuncak pada Jak Japan Matsuri, sebuah acara pertukaran Jepang-Indonesia yang akan memadati akhir September 2012. Semoga dapat turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang khusus dirancang. Kegiatan lain yang belum sempat terangkum dalam bulletin kecil ini dapat anda ikuti selengkapnya melalui www.jpf.or.id

Yoroshiku onegaiitashimasu

AGENDA Redaksi

2-20 Juli 2012

3-5 Juli 2012

5 Juli 2012

14:00-16:00 Senin-Jumat (Sabtu-Minggu TUTUP)

10:00-18:00

10:00-18:00

Pameran Shodo-kaligrafi

Lecture Demonstration

Shodo oleh Atsuko Osa Pameran Grafis “Tak Kenal Maka Tak Sayang”

Jepang karya Atsuko Osa

Galeri Mini JF

Ruang Serba Guna JF

Karya Komunitas REFRESHINK

Gd.Summitmas I lt. 2

Gd.Summitmas I lt. 2

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel Hall JF

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Terbatas untuk 15 peserta. GRATIS Gd.Summitmas I lt. 2

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Info peserta www.jpf.or.id Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

(tanpa tanda masuk)

Terbuka untuk UMUM. GRATIS (tanpa tanda masuk)

10 Juli 2012

12&13 Juli 2012

Pembukaan: 2 Juli 16:00

15:00-17:00

14:00-17:00

6&7 Juli 2012

Diskusi Seni Grafis

Workshop Cukil Cetak Karet

Pemateri Aminuddin TH.Siregar

di atas kain

Lobby Hall JF

Festival Film Jepang

Gd.Summitmas I lt. 2 Mini Theater, Perpustakaan

Gd.Summitmas I lt. 2

Ruang Serba Guna JF

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel Daerah unit Malioboro Yogyakarta

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Terbatas untuk 25 peserta/hari Tempat terbatas. GRATIS

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Biaya materi Rp. 50,000. Info: www.jpf.or.id

(tanpa tanda masuk)

Info peserta www.jpf.or.id

17 Juli 2012

30 Juli- 1 Agustus 2012

31 Juli 2012

13:30-15:30

30 Juli 15:00-18:00

14:00-17:00

Ocha Kai-jamuan minum teh 31 Juli 10:00-18:00 “Enlightenment, Emancipation, dalam tata upacara anggun 1 Agustus 10:00-17:00

and Ideas of Progress”,

Pameran IKEBANA- seni merangkai

Diskusi & pemutaran film

Ruang Serba Guna JF

bunga aliran Ikenobo

Sang Pencerah/ Soegija

Gd.Summitmas I lt. 2

Hall JF - Gd.Summitmas I lt. 2

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Terbuka untuk UMUM. GRATIS (tanpa tanda masuk)

Terbatas untuk 20 peserta. GRATIS

Info: www.jpf.or.id Info peserta www.jpf.or.id

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

(tanpa tanda masuk)

JULI

6 Agustus 2012

7 Agustus 2012

7 Agustus 2012

Pemutaran Film: Gajah Kecil

Workshop Kinchaku (tas (Kozo Monogatari)

Pemutaran Film: Gonta

Beruang Malang (Itazu)

serut tradisional Jepang)

Ruang Serba Guna JF Gd.Summitmas I lt. 2

Hall JF

Hall JF

Gd.Summitmas I lt. 2 Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Gd.Summitmas I lt. 2

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Biaya materi: Rp 50.000,- (tanpa tanda masuk)

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

INFO Peserta : www.jpf.or.id INFO : www.jpf.or.id

(tanpa tanda masuk)

INFO : www.jpf.or.id

8 Agustus 2012

9 Agustus 2012

28 Agustus 2012

14:00-16:00

“Enlightenment, Emancipation, Pemutaran Film: Pinguin Langit

14:00-16:00

and Ideas of Progress”, (Asahiyama Dobutsuen)

Pemutaran Film: Kisah Hachiko

(Hachiko)

pemutaran film & diskusi

Terbuka untuk UMUM. GRATIS Gd.Summitmas I lt. 2

Hall JF

Hall JF

(tanpa tanda masuk) Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Gd.Summitmas I lt. 2

INFO : www.jpf.or.id Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

(tanpa tanda masuk)

(tanpa tanda masuk)

INFO : www.jpf.or.id

INFO : www.jpf.or.id

AGUSTUS

4 September 2012

22 September 2012

23-30 September 2012

14:00-16:00

“In Search of Identity”

Diskusi: Perlindungan

Jak-Japan Matsuri - Penyu kerjasama

Diskusi: Generation Lost.

Acara pertukaran budaya Indonesia-Jepang

Berdasarkan novel

Salah Asuhan (Abdoel Moeis)

Indonesia-Jepang

Berbagai lokasi Gd.Summitmas I lt. 2

Hall JF

Hall JF

di Jakarta & sekitarnya Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

Gd.Summitmas I lt. 2

Terbuka untuk UMUM. Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Jl.Jend.Sudirman kav.61-62 Jak-Sel

INFO : www.jpf.or.id (tanpa tanda masuk)

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

http://www.id.emb-japan.go.jp INFO : www.jpf.or.id

(tanpa tanda masuk)

INFO : www.jpf.or.id

/matsuri/jakjapan2012.html

25 September 2012

30 September 2012

30 September 2012

“Enlightenment, Emancipation,

Puncak acara

11:00-17:00

and Ideas of Progress”,

Pameran Pendidikan pemutaran film & diskusi.

Jak-Japan Matsuri

MONAS

Jepang JASSO

Terbuka untuk UMUM. GRATIS

Jakarta Convention Center (tanpa tanda masuk)

Terbuka untuk UMUM

Terbuka untuk UMUM. GRATIS INFO : www.jpf.or.id

INFO: www.jpf.or.id

http://www.id.emb-japan.go.jp/

(tanpa tanda masuk)

matsuri/jakjapan2012.html

INFO : www.jpf.or.id

SEPTEMBER

BERPIKIR LOKAL

KEANEKARAGAMAN

JEPANG

YANG DITEMUKAN KEMBALI MELALUI PERTUKARAN

BUDAYA

Oleh : Ken Miichi, Associate Professor Faculty of Policy Studies, Iwate Prefectural University

Bayangan seperti apakah yang dimiliki oleh menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan seperti demikian. Saya memikirkan mengenai hal ini dari

pembaca mengenai Jepang? Saya rasa adalah pengalaman yang saya peroleh selama 3 tahun melalui kesan dan mitos seperti teknologi yang canggih,

program Invitation Program for Young Muslim Intellectu- als, yang diadakan oleh The Japan Foundation.

masyarakat yang disiplin, kota yang bersih, dan Program ini dilaksanakan untuk mengundang para isteri yang setia (!) Sekalipun manga yang

cendekiawan Muslim dari lima negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina) ke

mewakili Jepang telah bergeser dari Doraemon ke Jepang untuk dapat memperdalam pengertian dan Naruto, tampaknya bayangan masyarakat

pemahaman terhadap Jepang, melalui kegiatan pertukaran dengan para peneliti dan individu-individu di berbagai

Indonesia terhadap Jepang tidak begitu berubah.

bidang.

N amun demikian, dalam beberapa dekade, Tema untuk tahun pertama adalah ‘Cahaya dan

masyarakat Jepang maupun Indonesia mengalami Bayangan Modernisasi di Jepang’, tema tahun ke-dua perubahan yang cukup besar dan hubungan antara negara

adalah ‘Permasalahan Urbanisasi’, dan tema untuk yang pun memperlihatkan adanya perubahan besar tersebut,

tahun ke-tiga adalah ’Tradisi dan Spiritualitas Jepang pada sehingga keberadaan pertukaran budaya pun seharusnya

saat Bencana Gempa Bumi Besar di Jepang Bagian Timur’.

Jepang, Indonesia, dan negara-negara Asia Tenggara memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Meskipun demikian masyarakat Asia Tenggara yang sedang mengalami perubahan atau perkembangan yang pesat memiliki permasalahan dan persoalan yang sama dengan yang dialami oleh Jepang, sehingga makna yang paling penting di dalam program ini adalah para peserta yang selama ini berpikir secara mendalam mengenai persoalan di negara masing-masing dapat meninjau kembali masyarakatnya sendiri dengan mengetahui dan memahami masyarakat dan permasalahan yang ada di Jepang, dengan berdiskusi serta berpikir bersama orang-orang di Jepang dan dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Saya baru menyadari akan pentingnya hal ini setelah mengikuti program ini.

Program tahun lalu, pasca bencana Gempa Bumi Besar di Jepang Bagian Timur merupakan program yang istimewa dan menjadi kesempatan yang baik untuk memikirkan keberadaan pertukaran budaya di Asia Tenggara dan Jepang, di mana agenda puncak adalah menyaksikan tarian Kagura di dalam kunjungan ke Suemae Kagura di daerah Taro kota Miyako. Tarian Kagura adalah tarian yang dipersembahkan di Kuil Shinto yang diwarisi oleh masyarakat setempat.

Di Iwate, terdapat lebih dari 1000 kesenian rakyat seperti Kagura, tarian pedang, genderang, dan sebagainya. Kesenian-kesenian rakyat seperti ini juga terkena dampak besar dari bencana yang melanda Jepang pada 11 Maret 2011. Meskipun demikian, kesenian tesebut tetap digelar dalam berbagai tarian dan musik di berbagai tempat dalam rangka berbelasungkawa kepada korban jiwa dan untuk menghibur korban bencana yang selamat serta untuk mendoakan kebahagiaan pada masa yang akan datang. Kami diberi kesempatan untuk mengikuti pagelaran Kagura di mana masyarakat setempat berkumpul setahun sekali. Setelah menikmati berbagai tarian yang dibawakan mulai dari anak-anak hingga penari kawakan yang diundang pentas ke luar negeri, kami menyantap hidangan yang disediakan dan kemudian mendengarkan cerita dari anggota Kagura selama sekitar 2 jam.

Mereka bercerita mulai dari arti tarian Kagura, hubungan antara komunitas dengan kesenian, hingga pengalaman tsunami yang dialami. Para peserta dari Asia Tenggara mengajukan banyak pertanyaan mengenai agama di

Jepang dan kondisi budaya komunitas. Kesempatan ini dipergunakan para peserta untuk mendapatkan gambaran dengan membandingkannya dengan kondisi sekarang di masyarakat masing-masing.

Ketika tiba waktu untuk sholat, para peserta pun menunaikan ibadah sholat dan anggota Kagura dapat melihat sholat muslim untuk yang pertama kali. Kesempa- tan ini menjadi kesempatan yang sangat baik bagi kedua belah pihak untuk mempelajari dan memahami satu sama lain. Kemudian, para peserta mengusulkan untuk membuat sebuah pentas kesenian rakyat Jepang di Asia Tenggara, karena di dalam gerakan tubuh pada kesenian rakyat Jepang dan Asia Tenggara terdapat gerakan yang mirip. Tidak hanya itu, juga terdapat permasalahan yang sama, seperti kurangnya generasi penerus kesenian sebagai akibat dari modernisasi, urbanisasi, dan penuaan, sehingga perlu untuk dikenalkan, diteruskan, dan diwariskan ke masing-masing komunitas.

Tarian Kagura di Iwate tidak dipentaskan di teater besar di ibu kota tetapi hanya di komunitas yang sama-sama mementingkan kesenian rakyat, sehingga hal ini pasti menjadi kesempatan pertukaran budaya yang sangat berharga bagi kedua pihak. Sebenarnya, selama ini kesenian rakyat seperti Kagura tidak begitu dikenal di daerah lain di Jepang, dan setelah bencana gempa mereka diundang dan dipentaskan di berbagai tempat sehingga pada akhirnya mendapatkan pujian dan tepuk tangan.

Di Morioka, ibu kota Prefektur Iwate, salah satu peserta yang berasal dari Pulau Mindanao berbicara kepada mahasiswa dan warga umum bahwa di Mindanao, Filipina, muslim yang minoritas dapat bangkit untuk menuntut kebebasan dan hak politik, ekonomi, serta sosial yang adil, di mana hal ini berdampak pada jatuhnya sejumlah korban karena konflik. Kami telah belajar bahwa latar belakang dan struktur konflik serta kekuatan masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangkitkan kembali komunitas pasca konflik yang memiliki banyak kesamaan dengan masyarakat pasca bencana gempa bumi. Mungkinkah kita dapat mengembangkan pertukaran budaya secara internasional dari muatan lokal atau isu daerah masing-masing bukan melalui hal yang mewakili negara sebagai satu kesatuan? Saya yakin bahwa kita semua pasti bisa menemukan kembali banyak hal melalui budaya dan dapat menyelesaikan permasalahan daerah yang diabaikan oleh pemerintah.

Bencana bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Jika bencana terjadi di kota, apalagi kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar, maka dapat diperkirakan dampak bencananya menjadi lebih besar karena populasi penduduk yang besar dan pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, dan bahkan politik. Di satu sisi, kota apalagi kota besar memiliki sumber- daya yang besar, namun di sisi lain –apabila sumberdaya tersebut mengalami kehancuran

akibat bencana— kerusakan yang terjadi akan Jepang dipilih sebagai pembanding untuk pembelajaran karena Jepang dikenal sebagai negara yang mapan dan berdampak lebih besar.

maju dalam upaya penanggulangan bencana. Simposium ini mengundang dua orang pakar kebencanaan dari

S ebagai contoh, meskipun bukan di Indonesia, banjir Jepang yang berasal dari University of Tokyo. hebat yang beberapa waktu lalu terjadi di Bangkok telah

mengakibatkan petaka yang dahsyat secara ekonomi, yang Acara ini dibuka oleh tiga orang pembicara kehormatan dirasakan bukan hanya oleh Thailand, tetapi juga Jepang

yaitu Prof. Dr. der Soz Gumilar Rusliwa Somantri, Rektor karena banyaknya fasilitas produksi dan distribusi

Universitas Indonesia, H.E. Yoshinori Katori, Duta Besar perusahaan-perusahaan Jepang yang rusak atau tidak

Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Jepang untuk Republik beroperasi. Contoh lain adalah gempa 11 Maret 2011 di

Indonesia, dan Ir. Sugeng Triutomo, DESS, yang mewakili Jepang telah mengakibatkan kerusakan dan kehilangan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. sangat besar karena tsunami yang menerjang sejumlah kota di wilayah Tohoku.

Acara simposium ini disusun menjadi tiga sesi dan menghadirkan berbagai pakar di bidang kebencanaan. Sesi Menyadari hal-hal di atas, Pusat Krisis Fakultas

pertama bertopik “Kebijakan Nasional dan Implementasi Psikologi Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan

Pengurangan Risiko Bencana pada Wilayah Perkotaan”. Ikatan Alumni Program Kajian Wilayah Jepang UI dan

Sesi ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Prof. Atsushi Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan UI

Tanaka (Direktur Center for Integrated Disaster Informa- menyelenggarakan Simposium Internasional dengan tema

tion Research, University of Tokyo), Dr Suprayoga Hadi Urban Society’s Vulnerability, Disaster Mitigation and

(Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus, Preparedness in Indonesia and Japan pada tanggal 21

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal), dan Ir. Februari 2012 bertempat di Pusat Studi Jepang, Kampus

Sugeng Triutomo, DESS (Deputi Bidang Pencegahan dan UI Depok, Jawa Barat. Pelaksanaan simposium, yang

Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana). didukung oleh The Japan Foundation ini, bertujuan untuk mendiskusikan kesiapan kota-kota di Indonesia dalam

Jika sesi pertama berfokus pada kebijakan tingkat penanggulangan bencana melalui saling berbagi

nasional, sesi kedua lebih mendalami mengenai pembelaja- pengalaman dan pembelajaran antara Indonesia dan

ran di tingkat perkotaan. Topik yang diangkat di sesi kedua Jepang, khususnya untuk aspek kesiapsiagaan dan mitigasi

ini ialah “Kerangka Kerja dan Pembelajaran dari Kota Siaga di daerah perkotaan.

Bencana”.

Simposium; Learning from Japan

Urban Society’s Vulnerability, Disaster Mitigation and Preparedness in Indonesia and Japan Oleh: Dicky Pelupessy

(Ketua Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia)

Di sesi ini Prof. Kimiro Meguro (Direktur International Latar belakang para narasumber yang beragam: Center for Urban Safety Engineering, University of

akademisi, praktisi, birokrat, lembaga pemerintah, dan Tokyo), Ir. Andi Oetomo, M.Pl. (Program Studi

lembaga non-pemerintah memperkaya wawasan peserta Perencanaan Wilayah dan Kota ITB) dan Danang

dan diskusi dalam simposium. Keberhasilan simposium ini Samsurizal (BPBD DIY dan Forum Pengurangan Risiko

juga terlihat dari banyaknya peserta yang menghadiri acara Bencana DIY) berbagi berbagai hasil penelitian dan

ini. Lebih dari 250 orang yang terdiri dari dosen, praktik di lapangan terkait implementasi kota siaga

mahasiswa, aktivis/pegiat lembaga swadaya masyarakat bencana.

baik nasional maupun internasional, perwakilan lembaga Sesi ketiga membahas isu mitigasi dan kesiapsiagaan

pemerintah, masyarakat umum, dan jurnalis menghadiri pada level yang lebih kecil lagi, yaitu pada level

simposium ini dan mereka begitu aktif mengajukan komunitas.

berbagai pertanyaan atau pendapat kepada para pembicara di setiap sesi simposium.

Pada sesi yang berjudul “Upaya Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana pada Komunitas di Wilayah

Selain tiga sesi simposium yang berisi paparan para Perkotaan” para narasumber, yang merupakan praktisi

narasumber, diselenggarakan juga Sesi Poster (Poster yang bekerja dengan komunitas, berbagi pengalamannya

Session) dimana hasil-hasil penelitian dan kegiatan- dalam menerapkan program kesiapsiagaan bencana

kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana ditampilkan dalam kerangka pengurangan risiko bencana berbasis

dalam bentuk poster. Sesi Poster ini diikuti oleh 15 komunitas di masyarakat perkotaan. Narasumber sesi ini

presenter poster.

adalah Irene Sondang, M.Si dan Komara Djaja, Ph.D (Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan UI),

Dengan telah terselenggaranya simposium ini, Pusat Hening Parlan (Humanitarian Forum Indonesia), dan

Krisis Fakultas Psikologi UI sangat berterima kasih atas Veronica Dhiana dan Vanji Dwi Prasetyo (Wahana Visi

dukungan dari The Japan Foundation dan berharap Indonesia).

kegiatan ini akan semakin mempererat kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam penanggulangan bencana di

Simposium ini berjalan lancar dan dinilai berhasil

masa mendatang.

mencapai tujuannya, yakni berbagi pembelajaran dari Indonesia dan Jepang tentang pengurangan risiko bencana di wilayah perkotaan. Keberhasilan ini tentu tak lepas dari kepiawaian para narasumber dalam memberi- kan paparannya dengan informatif.

“Surga Gaya” di HARA-SHIBU-BARA

Oleh: Hesti Nurhayati

(Penulis buku “HARA-SHIBU-BARA, Tokyo Street Fashion Paradise”, Grasindo- 2012)

Street Fashion di Jepang

F ashion selalu menarik untuk dijadikan topik pembicaraan, karena fashion selalu bersifat dinamis merepresentasi- kan suatu zaman dan masyarakat yang hidup di masa tersebut. Fashion juga bisa merepresentasikan identitas

seseorang; hal pertama yang dinilai oleh orang lain sebelum mengenal kita lebih jauh, mau tak mau, adalah gaya penampilan kita. Fashion dapat kita bedakan menjadi high fashion dan street fashion. High fashion pola penyebaran- nya dari atas ke bawah, atau dari desainer fashion profesional ke media lalu ke masyarakat; sedangkan street fashion justru kebalikannya, polanya dari bawah ke atas; artinya yang memperkenalkan idenya adalah orang awam (masyarakat), diangkat oleh media lalu disempurnakan idenya oleh desainer fashion profesional.

Beberapa negara lebih dikenal akan high fashionnya, sebut saja Inggris, Perancis ataupun Itali. Ada juga yang dikenal akan high fashion maupun street fashionnya seperti Amerika, namun di Jepang uniknya masyarakat dunia justru lebih familiar dengan gaya street fashionnya ketimbang high fashionnya, terutama gaya Harajuku atau Harajuku style. Hal ini bisa terjadi karena ruang publik di Jepang sudah sangat baik dan dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat khususnya anak muda untuk memanfaatkan ruang publik sebagai wadah yang menampung kreatifitas mereka, jalanan pun dapat dijadikan sebagai “catwalk” atau “panggung” eksplorasi hobi bersama komunitas masing-masing. Ditambah lagi media yang menjamur dan berlomba-lomba untuk mengabadikan kreatifitas dan keunikan gaya mereka, maka voila!

Jadilah Tokyo sebagai pusatnya street style, tidak hanya untuk Jepang, tapi juga untuk dunia. Surga street style di Tokyo sebenarnya tidak hanya Harajuku, tapi Shibuya dan Akihabara pun menawarkan keunikan gaya tersendiri.

Harajuku adalah nama sebuah area distrik di Tokyo, lokasinya berada di antara Shibuya, Aoyama, dan Shinjuku. Sejak tahun 1960-an, Harajuku telah menjadi pusat fashion di Jepang. Area tersebut terkenal akan banyaknya toko-toko yang menjual pakaian, tas, alat make-up dan aksesoris dan toko-toko keren lainnya.

H arajuku Style sangat beragam dan banyak gaya yang berbeda secara ekstrim, mulai dari gaya inosen Lolita, gaya

cool-casual Ura-Hara Kei hingga penampilan dark-punk- androginy Visual Kei. Harajuku menjadi lebih terkenal lagi di era 1980-an, hal ini dikarenakan maraknya aksi street performance dan kostum yang menarik hasil imajinasi para anak muda Jepang yang berkumpul bersama disana setiap hari minggu, saat jalanan dengan butik fashion dan kafe-kafe papan atas di Omotesando ditutup dari lalu lintas kendaraan.

Salah satu ciri Harajuku style yang paling menonjol adalah merancang dan/atau re-modifikasi pakaian sesuai karakter diri si pemakainya. Mereka bisa memodifikasi pakaian lama dengan sesuatu yang unik sehingga menjadi gaya baru, misalnya dengan menambahkan aksesoris atau mendekorasi pakaian sesuka imajinasi dan kreatifitas mereka. Dari segi dandanan, jika dibandingkan dengan Shibuya, riasan wajah anak muda di Harajuku biasanya lebih natural, kawaii (manis) dan tidak berkesan seksi.

Shibuya merupakan lokasi street style terkenal di Tokyo setelah Harajuku. Jika Harajuku lebih didominasi oleh remaja berusia belasan tahun, Shibuya lebih didominasi oleh wanita dan pria muda berusia 20-an. Kelompok wanita muda yang eksis di Shibuya dengan evolusi gaya dan penampilannya disebut Gals atau Gyaru sedangkan yang prianya disebut Gyaruo. Dari zaman ke zaman para Gyaru berevolusi dengan gaya busana yang ekstrim berbeda. Di tahun 1990-an gaya Gyaru yang fenomenal adalah Kogyaru yang inosen namun seksi dengan seragam

sekolahnya, namun di tahun 2000-an gaya Gyaru yang fenomenal justru gaya slebornya Ganguro gals yang melabrak konsep cantik di masyarakat Jepang, sedangkan untuk saat ini gaya Gyaru yang sedang trend adalah Onee Gyaru yang terkesan dewasa dan mempesona dengan keglamorannya.

Ciri khas gaya Shibuya yang paling menonjol adalah riasan wajah dan tubuh mereka yang nyaris sempurna dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka tak segan menggunakan wig, bulu mata palsu, nail arts atau kuku palsu hias, dan alat kosmetik yang selalu lengkap di dalam tas mereka. Akihabara telah lama dikenal sebagai daerah pusat elektronik berkelas dunia yang berada di Tokyo, Jepang. Dari barang elektronik baru hingga bekas pakai dengan kualitas yang masih baik, ada disini. Tak heran jika para pecinta anime dan video game pun kerap berkumpul dan berburu koleksiannya disini. Budaya manga tidak hanya menghadirkan budaya turunan anime dan video games saja, sejak tahun 1983 sebenarnya sudah terbentuk budaya turunan lainnya yang disebut dengan Kosupure atau Cosplay---singkatan dari kata “Costume” dan “Role-play.” Cosplay baru dikenal dunia internasional sebagai salah satu budaya populer Jepang sekitar tahun 2000-an seiring perkembangan internet dan gambar digital. Cosplay memang bukan nama sebuah fashion style, namun di dalam budaya tersebut ada kombinasi antara unsur bermain peran (penjiwaan peran sebagai karakter dari manga/anime/video games) dengan proses kreatifitas mendesain, menciptakan dan mengenakan sebuah kostum yang dibuat sedemikian rupa hingga menyerupai karakter yang terdapat di dunia dua dimensi tersebut. Seiring bertambah banyaknya komunitas Cosplayer maupun Otaku, Akihabara pun menjadi salah satu kawasan street style yang unik dan memiliki ciri khas tersendiri yaitu berkarakter dan memberikan kesan utopia baik itu dalam kostum Uniform-Cosplay (Uni-Cos), Character Cosplay (Chara-Cos) maupun Cosplay Doller (Animegao).

(Ingin membaca lebih lanjut cerita Hesti? Silakan baca tulisan lengkapnya di www.jpf.or.id pada bagian Artikel Budaya)

Gaya Harajuku, Shibuya, dan Akihabara

Roundtable Discussion dengan Prof. Yasuaki Onoda “Post-Disaster Community Design and City Planning”

Oleh: Purwoko Adhi Nugroho

(Assistant Program Officer – Japanese Studies and Intellectual Exchange Section – The Japan Foundation, Jakarta)

Divisi Studi Jepang dan Pertukaran Intelektual, Diskusi dilangsungkan dengan dihadiri oleh para cendekiawan yang berasal dari berbagai sektor dan

The Japan Foundation, Jakarta, telah mengada- latar belakang, antara lain civitas akademika, pembuat kan sebuah Roundtable Discussion dengan Prof.

kebijakan, organisasi-organisasi komunitas atau organisasi non-pemerintah di Indonesia, dan jurnalis.

Yasuaki Onoda, dalam tema “Post Disaster Community Design and City Planning”, pada

Prof. Yasuaki Onoda adalah Professor di Depart- tanggal 2 Februari 2012, di Hall The Japan ment of Architecture and Building Science, Graduate School of Engineering, Tohoku University, Sendai, Foundation, Jakarta.

Miyagi, Jepang. Prof. Onoda, juga merupakan pendiri dan anggota dewan Arch+Aid, yaitu sebuah organisasi

A cara tersebut diadakan atas kolaborasi dengan Rujak arsitek Jepang yang memberikan bantuan dan

Center for Urban Studies (RCUS). Tujuan dari diskusi pemulihan untuk gempa bumi dan tsunami di area yang diadakan adalah untuk berbagi pengalaman, baik di

Tohoku. Dalam roundtable discussion yang diadakan, Jepang maupun Indonesia, yang sama-sama telah

Prof. Onoda, berbagi mengenai situasi dan kondisi mengalami beberapa bencana alam, dengan fokus pada

area Tohoku setelah gempa bumi dan tsunami pada 11 komunitas desain dan perencanaan kota. Acara

Maret 2011, dan juga mengenai upayanya dalam dilangsungkan dengan Prof. Yasuaki Onoda sebagai

Arch+Aid untuk merevitalisasi dan merekonstruksi kota keynote speaker, Dr. Eko Alvares Z., Wakil Rektor di

di area Tohoku. Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan Universitas Bung Hatta, dan Yuli Kusworo, Koordinator

tanggapan dan pengalaman dari Dr. Eko Alvares Program dari Arsitek Komunitas Jogja (ARKOM Jogja),

dalam penanganan gempa bumi di Padang pada tahun sebagai pembahas, dan Marco Kusumawijaya sebagai

2009, dan dari Mr. Yuli Kusworo dalam tsunami Aceh moderator.

tahun 2004.

Bencana alam tidak hanya berdampak secara fisik terhadap situasi dan kondisi bangunan struktural dan tata kota, tetapi juga berdampak kepada peranan arsitek dalam komunitas sosial, perencanaan, dan pengembangan kota. Prof. Onoda menyampaikan bahwa sebelum bencana alam 3/11 terjadi, arsitek di Jepang terbiasa untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam sebuah zona yang aman. Akan tetapi, kejadian bencana alam 3/11 yang terjadi secara tiba-tiba menyadarkan mereka dari asumsi bahwa zona aman akan selalu aman. Zona aman yang dikonstruksikan ternyata tidak selalu aman, dan terbukti ketika bencana alam 3/11 terjadi. Dalam situasi demikian, Prof. Onoda berpendapat bahwa tidak ada pilihan yang lain selain membentuk kembali sebuah sistem, karena sistem yang ada telah hancur, dimana sistem seharusnya merupakan area kerja dari birokrat dan teknik sipil. Kemudian, untuk memenuhi target jumlah rekonstruksi yang cukup dalam waktu secepat mungkin, hanya akan menghasilkan rekonstruksi dengan cara yang biasa saja. Dalam waktu yang singkat, akan sangat sulit untuk melakukan rekonstruksi yang memiliki ketahanan dan keberlanjutan, nilai penting, dan kreativitas. Sehingga untuk menghasilkan sebuah rekonstruksi yang baik, diperlukan untuk memben- tuk suatu platform yang dapat mendorong terbentuknya kolaborasi antara penduduk, birokrat, teknik sipil, arsitek, pelaku bisnis, dan investor.

Peranan dan fungsi arsitek dan arsitektur di beberapa daerah di Indonesia paska beberapa bencana alam yang terjadi juga mengalami perubahan. Dr. Eko Alvares Z. mengatakan bahwa Padang telah berkali-kali mengalami gempa, akan tetapi gempa di Padang yang terjadi pada tahun 2009 dengan kekuatan 7,6 SR cukup kuat dan berdampak sangat besar. Gempa yang terjadi telah merubah konstruksi bangunan di Padang dan juga regulasi dari Pemerintah Daerah setempat mengenai konstruksi bangunan. Untuk konstruksi bangunan, terdapat perubahan yang cukup signifikan, desain yang ada menjadi lebih simpel, terdapat pemotongan tinggi bangunan dan penyederhanaan desain yang tidak membahayakan sehingga dapat bertahan dalam gempa, serta memper- siapkan beberapa konstruksi bangunan yang dapat digunakan sebagai area evakuasi ketika bencana terjadi. Perubahan ini juga didukung oleh regulasi-regulasi dalam Peraturan Daerah dari Pemerintah Daerah Padang.

Yuli Kusworo, menyampaikan pengalaman yang dialaminya ketika menjadi relawan di Aceh, paska tsunami Aceh pada tahun 2004.

Pengalaman yang didapatkan adalah bahwa arsitek harus memiliki kepedulian untuk terlibat dalam proses rekonstruksi paska bencana, terutama dalam bagaimana melakukan mitigasi dan antisipasi. Kemudian, di dalam proses pelaksanaan perencanaan rekonstruksi paska bencana, harus memiliki first-hand experience, agar dapat memahami bagaimana rekonstruksi yang tepat pada area yang tepat. Apabila tidak memiliki first-hand experience, maka akan sulit bagi arsitek untuk dapat mengorganisasi masyarakat dalam lingkungan sosial, sehingga dalam hal ini dipergunakan pendekatan bottom-up. Tidak hanya itu, arsitek juga dituntut untuk memiliki dan memahami berbagai macam ilmu pengetahuan yang dapat menunjang profesinya sebagai arsitek, seperti ekonomi, politik, budaya, teknologi, dan lain lain (interdisipliner). Yuli Kusworo, merasa perlunya untuk meningkatkan tingkat kesadaran masyarakat, terutama pelajar, akan pentingnya mitigasi.

Kesimpulan penting yang didapatkan dari roundtable discussion adalah bahwa terdapat perbedaan peranan antara penduduk (komunitas masyarakat), birokrat, teknik sipil, arsitek, pelaku bisnis, dan investor. Komunitas masyarakat merupakan klien yang sesungguhnya bagi arsitek, bukan pemerintah, meskipun demikian pemerintahlah yang menetapkan regulasi. Akan tetapi, perbedaan peranan tersebut harus dapat dikompromisasikan agar proses rekonstruksi paska bencana yang tepat dapat dilakukan dengan cepat. Bencana merupakan sebuah pesan, yang disampaikan kepada korban yang selamat, dan kita semua mempelejari pesan tersebut dari mereka.

TEMU DENGAN CHEF TAKAI

RAMAH & Ayumi Hashimoto (Assistant Director) div. Kebudayaan.

Pewawancara:

Diana S.N ( Senior Program Officer )

Sejak kapan Chef Takai memutuskan untuk menjadi koki masakan Jepang? Apakah ada alasan khusus dan

kenapa? Waktu masih SMA, saya sebenarnya ingin menjadi

nelayan. Tetapi ketika itu Jepang tengah berada dalam masa bubble economy, dan untuk menjadi pengusaha di bidang perikanan, saya harus menikah dengan perempuan dari keluarga nelayan dan masuk ke keluarganya*). Jadi saya menyerah untuk menjadi nelayan, walaupun saya tetap saja suka mancing dan memasak hasil pancingan. (Chef Takai terdiam, matanya jauh menerawang). Ayah saya meninggal waktu saya masih kecil, dan saya sering membantu Ibu saya memasak. Hal itu juga memberikan pengaruh hingga saya menyukai masak.

Kenapa saya memilih masakan Jepang ? mmm karena di Jepang ada empat musim, yaitu Haru(musim semi), Natsu(musim panas), Aki(musim gugur), Fuyu(musim dingin) dan sesuai dengan musim, ada banyak bahan- bahan untuk dimasak. Saya ingin mengolah bahan-bahan yang begitu banyak dan membuatnya menjadi masakan yang lezat, khususnya ikan, dan saya pikir cara yang paling tepat untuk mengolah ikan adalah memasaknya menjadi masakan Jepang.

Sudah berapa lama berkarir sebagai Koki ?

Karier sebagai koki masakan Jepang mulai sejak saya lulus dari SMA, berarti 21 tahun. Saya berusia 39 tahun sekarang.

Berapa lama belajar menjadi Koki ?

Saya sudah bekerja di bidang ini lebih dari 20 tahun, tetapi masih banyak teknik yang lebih tinggi daripada yang telah saya kuasai, sehingga masih banyak hal yang ingin saya pelajari. Jadi menurut saya, menjadi koki handal bukan menjadi pengakuan dari diri sendiri tetapi sebuah

pencapaian hingga kondisi tertentu yang diakui dan dihormati oleh orang-orang lain seiring dengan berlalunya waktu.

Ada banyak hal yang harus dikuasai seperti teknik dalam memasak makanan Jepang, misalnya teknik memotong yang harus dipelajari dan perlu berlatih dari pengalaman. Saya rasa owner restaurant kami, bapak Koyama mempunyai teknik memotong yang sangat tinggi. Teknik memotongnya sangat tepat dan tajam. Teknik seperti ini hanya ditemui di masakan Jepang dan tidak ada dalam jenis masakan lain. Itulah sebabnya saya merasa sangat senang dan bangga dapat bekerja di restaurant yang dimiliki bapak Koyama sebagai Koki masakan Jepang.

Teknik memotong sangat memengaruhi rasa masakan Jepang, termasuk memengaruhi keindahan untuk dipandang mata. Oleh karena itu, dalam masakan Jepang, ada berbagai jenis Hoochoo (pisau), misalnya hochookhusus untuk Sashimi, khusus untuk Hamo(sejenis ikan), khusus untuk sayur dan sebagainya. Kesatuan penggunaan teknik memotong tampil dalam sajian Osechi Ryori (masakan yang disantap khusus pada saat Oshogatsu (tahun baru), terdiri dari beberapa jenis makanan. Masing-masing jenis makanan ini melambangkan harapan untuk kesehatan, panjang umur, keberuntungan dan sebagainya. Itulah kebudayaan khusus Jepang.

Kapan datang ke Indonesia? Apakah itu keinginan sendiri atau merupakan penugasan dari atasan ?

Saya datang ke Indonesia pada tahun 2001 di bulan November. Saya sudah berada di sini selama 11 tahun dan masih belum tahu kapan saya akan kembali ke Jepang. Waktu itu, saya masih bekerja di Jepang, pemilik restoran ini, bapak Koyama berencana

*) Wilayah penangkapan ikan di Jepang dikuasai oleh kaum pengusaha tertentu. Jepang yang kental akan budaya tradisinya mempunyai tradisi pewarisan usaha kepada anak laki-laki pertama di dalam keluarga. Apabila keluarga tersebut tidak memiliki anak laki-laki, mereka akan menunjuk menantu laki-laki sekaligus menganti nama sebagai penerus usaha keluarga.

Di paruh hari menjelang sore itu restoran Jepang Basara di Summitmas I masih tutup. Beberapa karyawan shift malam mulai berdatangan. Beberapa lainnya sibuk menyiapkan berbagai peralatan untuk tamu malam nanti. Suasana senyap berubah seketika saat Chef TAKAI Hiroki mulai bercerita. Suara dan semangatnya memecah sepi dan berkejaran dengan kecepatan kami mencatat obrolan hangat itu.

Bagaimana hubungan Chef Takai dan staff

juga sempat memikirkan Indonesia, mungkin terpikat oleh

Indonesia? Apakah sulit menghadapi mereka?

senyum ramah orang Indonesia sehingga ingin membuka Sejujurnya, pada awalnya sulit dan saya merasa restoran baru di Jakarta. Pada saat ditugaskan, saya pikir benar-benar stress. Ada banyak hal yang tidak saya saya akan pergi ke Jamaica bukan Jakarta! Waktu itu saya mengerti jika melihatnya dari pola pikir dan standar kaget dan tidak bisa membayangkan memasak masakan kerja orang Jepang. Misalnya, kasus kehilangan bahan Jepang di Jamaica. Beberapa waktu berlalu, akhirnya saya masakan di restoran yang menurut karyawan mulai memahami jika saya akan ditugaskan ke Indonesia, disebabkan oleh ulah hantu. Saat lebaran semua staf namun demikian, pada awalnya imej saya tentang negeri ini tidak bisa bekerja sementara ada tamu ingin datang ke hanyalah Bali, sebuah pulau yang berada di negeri tropis, di restoran. Saat puasa, efektivitas kerja berkurang. sebelah selatan. Saya mulai membayangkan laut yang indah, Dengan pola pikir orang Jepang, situasi-situasi seperti musim panas sepanjang tahun dan pohon-pohon kelapa. itu tidak mungkin dipahami, karena mereka bekerja dan Sebelum berangkat ke Jakarta, saya mempelajari bagaimana mendapat imbalan bayaran. Karena saya belum begitu cara memasak ikan-ikan yang ada di laut selatan. Sepuluh memahami agama dan budaya Indonesia akhirnya saya tahun yang lalu, internet belum berkembang seperti mulai belajar tentang agama, budaya dan tentang sekarang, dan setiap hari saya pergi ke toko buku dan Indonesia sendiri. Saya pernah mengunjungi seorang mencari buku-buku tentang Indonesia. Terus terang saat itu Haji untuk mendengarkan dan mempelajari ajaran imej terhadap Indonesia tidak begitu baik. Saya pernah Islam, apa arti puasa dan sebagainya. Di tempat saya menonton berita di televisi seputar peristiwa kerusuhan di bekerja, saya melihat ada karyawan yang tetap tahun 1998 dan sejujurnya saya tidak mau pergi ke negara semangat bekerja walaupun berpuasa, tetapi ada juga seperti itu. karyawan yang berkurang efektivitas kerjanya yang

-menurut mereka-diakibatkan karena puasa. Akhirnya

Bagaimana impresi terhadap Indonesia setelah datang ke

saya pun mengambil kesimpulan, puasa itu adalah

Jakarta?

“melatih dan mendisiplinkan diri sendiri” sehingga tidak Pada awalnya, seperti saya katakan, sejujurnya ….tidak baik.

mungkin puasa menjadi salah satu sumber permasala- Saya sudah terlanjur membayangkan pulau Bali. Saat itu dari

han. Setelah belajar tentang Islam, saya merasa jika jendela pesawat saya melihat laut sekitar Jakarta yang sangat

Islam memang agama yang bagus. kotor. Imej saya tentang Jakarta sebagai kota tropis yang nyaman buyar ketika saya menyusuri jalan-jalan di kota ini.

Pada awalnya saya kerap marah dan untuk bisa Saat itu saya melihat langit penuh asap polusi. Ada juga

memahami sehingga tidak lagi marah-marah memakan banyak bangunan-bangunan tinggi, dan saya terheran-

waktu sekitar 3 tahun. Di awal-awal tahun saya rasa heran, “Kok tidak berbeda jauh dengan kota Tokyo?”. Akan

saya telah mendidik dan mengajari karyawan tentang tetapi, ketika melihat kondisi di balik bangunan-bangunan

hal-hal penting dan mendasar seperti harus selalu modern dan tinggi, saya merasa miris. Ada hal-hal yang

mencuci tangan dengan sabun, tidak boleh berkuku membuat saya merasa terdapat jurang yang lebar antara

panjang, berjenggot dan sebagainya. Setelah 3 tahun, kaya dan miskin. (Chef Takai menggelengkan kepalanya lalu

saya mulai merasa berterima kasih kepada semua staf terpekur. Sejenak kemudian kepalanya kembali tegak.

karena tanpa mereka, saya tidak mungkin berada dan Matanya tampak tersenyum). Indonesia benar-benar negeri

bekerja di sini. Satu hal yang saya tekankan dengan staf yang misterius, karena dengan situasi seperti ini, bangsanya

adalah sifat “jujur”. Jadi, kalau pun ada masalah, saya tetap hidup dengan semangat dan tegar! dan ternyata di

minta staf menjelasakan secara jujur, dan kalau jujur, kota besar seperti ini pun banyak orang yang baik. Impresi

saya tidak akan marah. Mulai saat itu, saya rasa kami saya terhadap Indonesia sekarang sangat baik. Saya sering

telah membangun rasa saling percaya di antara kami. ditanya oleh teman-teman apakah bisa berjalan kaki di

Memang ada hal-hal yang sulit untuk dikerjasamakan Jakarta pada waktu malam?. Saya menjawab, tidak ada

dengan orang lain, tetapi hal-hal seperti itu juga terjadi masalah dengan hal itu karena umumnya orang Indonesia

di Jepang. Saya rasa jika sudah ada rasa saling sangat baik dan hangat. Saya ingin merubah imej negatif

percaya, orang Indonesia lebih cepat memberikan tentang Indonesia !.

respons dibandingkan orang Jepang.

Saya merasa sangat beruntung mendapat kesempatan bekerjasama dengan orang Indonesia. Hal itu selamanya akan menjadi harta karun di dalam kehidupan saya. Saya rasa pekerjaan ini ada karena karyawan Indonesia, jadi bisa dikerjakan. Baru-baru ini di Jepang, generasi muda yang masuk ke dunia masak, cenderung cepat menyerah dan keluar dari suatu pekerjaan. Memang dunia masak- memasak ini keras dan butuh banyak kesabaran. Tetapi saya melihat orang Indonesia yang mempunyai tujuan atau mimpi, akan terus berusaha dan tidak berhenti bekerja. Di sisi lain, saat ini di Jepang, agak sulit untuk meningkatkan jumlah sumber daya generasi penerus. Saya merasa Indonesia adalah tempat bekerja. Walupun saya tidak pandai berbahasa Indonesia, tetapi saya tetap bisa bekerja karena staff Indonesia selalu berusaha mendengar dan memahami apa yang saya maksud. Saya pernah mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Amerika Serikat, Perancis dan negara-negara lain, tetapi saya merasa Indonesia adalah yang terbaik, mungkin karena impresi orang Indonesia terhadap Jepang juga baik.

Apa yang ingin disampaikan kepada orang Indonesia tentang esensi dari masakan Jepang?

Kalau menjawaban pertanyaan ini, bukan hanya masakan Jepang, tetapi saya pikir waktu kita memasak, kita harus memikirkan tentang orang yang akan menyantap masakan tersebut, misalnya memasak untuk suami, memasak untuk tamu dan sebagainya.

Apakah mungkin menggunakan bahan-bahan yang ada di Indonesia untuk memasak masakan Jepang?

Tentu saja, bisa dan apa saja boleh. Saya rasa mungkin perlu menambah pengalaman memasak, tetapi saya pikir hampir semua bahan yang ada di Indonesia bisa dipakai untuk memasak masakan Jepang. Ada banyak bahan makanan bagus di sini. Sekarang ada kulkas dan es, berbeda dengan masa yang lalu. Jadi mungkin menarik kalau ada yang ingin membuat Sashimi padahal dulu hanya dikenal ikan goreng. Waktu staf saya pulang kampung, mereka mencoba membuat Sashimi kampungnya. Tetapi di sana, katanya tidak ada orang yang bisa makan Sashimi itu. Walaupun tidak dimakan karena memang belum terbiasa, saya merasa sangat senang sekali karena sampai ada staf yang mau mencoba hal itu. Ini salah satu contoh orang Indonesia yang telah memilih bahan masakan setempat untuk diolah menjadi masakan Jepang.

Benarkan karyawan Basara umumnya belum pernah memasak masakan Jepang?

Ya, kebanyakan karyawan baru belum pernah memasak masakan Jepang. Jadi mereka baru belajar di sini bagaimana cara memasak masakan Jepang. Ada 5, 6 staf yang telah bekerja sejak pembukaan restoran ini. Harapan saya karyawan ini bisa membuat menu sendiri dan nantinya bisa menjalankan restoran tanpa orang Jepang. Saya sudah mulai mengembangkan karyawan saya untuk memikirkan menu baru sendiri, walaupun saya masih turut mencek menu tersebut.

Berarti sudah ada menu yang dibuat oleh staf Indonesia dan disajikan kepada tamu umum?

Ya, tentu. Kalau kami tidak melakukan hal seperti itu, berarti tidak ada kemajuan. Itulah kreatifitas yang tercipta berdasarkan dari pengelaman di restoran ini. Hal ini merupakan semacam training bagi karyawan agar mereka mendapatkan kemampuan untuk mengaplikasikan berbagai bahan untuk membuat menu baru masakan Jepang. Jadi, sekarang kami mulai memakai bahan-bahan dari Indonesia seperti kecap manis, kecap asin, dan gula merah. Jika saya tidak mencoba menggunakan bahan-bahan setempat, saya pikir rasa masakan dan menu tidak akan berkembang. Gula merah enak sekali! Saya juga pernah memakai cermai yang sangat asam untuk dibuat selai dan hasilnya cocok sekali dinikmati bersama Shochu(minuman keras Jepang). Saya pernah membuat cermai yang dicampur dengan foie gra. Dari kunjungan ke berbagai tempat di Indonesia, saya menemukan banyak sekali bahan masakan. Sebagai hasil dari penjelajahan, pada bulan September, restoran Basara menyediakan menu khusus bertema “Nichi-I no Kizuna”(hubungan antara Jepang dan Indonesia). Dulu saya pernah mencoba membuat otak-otak dan sebagainya, tetapi reaksi tamu kurang baik seperti “Apa ini?”. Belajar dari pengalaman tersebut, saya pikir akan menarik misalnya membuat otak-otak dengan sentuhan rasa Jepang seperti halnya membuat Satsumaage (semacam otak-otak goreng) yang dagingnya dicampur dengan sayur-sayuran. Proses seperti ini sangat menarik bagi saya.

Katanya suka memancing, hobi ini berguna untuk pekerjaan sekarang?

Ya, saya sangat suka memancing dan hobby ini sangat

Baru-baru ini, saya pergi ke Bangka dan bertemu dengan jeruk Bangka. Rasanya enak sekali. Jeruk Bangka seperti Sudachi(sejenis jeruk) di Jepang, yang mengandung banyak air. Sambal Bangka juga menarik. Sambal itu berbahan dasar jeruk, Shoyu(kecap asin) dan cabe. Sambal Bangka rasanya luar biasa, seperti Ponzu (saus khas Jepang yang terbuat dari kecap soya dan perasan jeruk citrus dengan rasa agak pedas). Terasi dan bumbu lada hitam juga luar biasa, lezat dan segar. Itulah hal terbaru yang membuat saya terkesan. Tahun kemarin saya juga ke Papua, dan masakan Papua juga luar biasa. Saya tidak tahu kenapa, mungkin karena pernah ada kontak dengan tentara Jepang di masa lalu, saya menemukan jenis masakan yang persis masakan Jepang. Misalnya Katsuo no Tsukudani(Ikan cakalang yang dimasak dengan Shoyu dan bumbu tertentu). Masakan babi hutan di sana juga persis sama dengan Buta no Kakuni (daging babi yang dimasak dengan Shoyu dan bumbu tertentu). Di Indonesia ada berbagai macam jenis mahluk air purba seperti coelacanth (masyarakat Manado menyebutnya sebagai ikan raja laut). Tetapi karena terlalu banyak spesies mahluk purba seperti ini, tampaknya tidak terlalu mendapat perhatian dan tidak dilingungi oleh orang Indonesia sendiri. Padahal jenis-jenis ikan langka seperti itu sangat penting artinya untuk kehidupan manusia di dunia. Hal yang sangat saya sesali adalah, soal sampah yang mencemari laut. Kenapa tidak ada kebiasaan membuang sampah di tempat sampah? Kesadaran lingkungan hidup itu penting.

Sebagai Chef restoran Basara atau pun pecinta mancing, tolong jelaskan tentang pertukaran budaya kuliner Jepang dan Indonesia? Rencana apa yang akan dilakukan oleh Chef Takai ?

Indonesia sangat kaya akan bahan-bahan makanan. Saya ingin belajar tentang berbagai hal sambil menjelajahi berbagai tempat di Indonesia. Saya menemukan biji vanilla di Alore. Awalnya saya pikir itu semacam pohon kacang Ingen(sejenis sayur kacang-kacangan Jepang), karena di Jepang tidak mungkin melihat pohon vanilla lansung. Waktu saya sadar ternyata itu adalah pohon vanilla, saya pun terkejut dan berteriak “Wooooooow!”.

Jadi ,saya ingin sekali mengajarkan masakan Jepang sebanyak mungkin kepada orang Indonesia, dan saya juga ingin mempelajari berbagai hal sebanyak mungkin dari orang Indonesia. Masih ada banyak masakan di daerah-daerah Indonesia.”Indonesia, honto ni iidesu.”(Saya benar-benar suka Indonesia).

Kalau saya bisa menambah angan-angan saya, mungkin sebaiknya Indonesia memiliki sekolah Koki profesional. Kalau ada yang ingin membangun sekolah seperti itu, saya kira akan banyak chef asing membantu walaupun secara sukarela. Saya ingin mengajar dengan senang hati. Di Indonesia ada SMK tata boga tetapi ternyata mereka tidak begitu tahu tentang misalnya Tempura, dan hanya pernah menonton demontrasi yang dibawakan oleh pengajar mereka. Kalau pun misalnya saya bisa ikut mengajar di SMK, mungkin akan lebih baik. Bunkasai juga merupakan kesempatan yang baik. Pada kesempatan tersebut misalnya bisa memakai bahan makanan Indonesia untuk diolah menjadi masakan Jepang yang bisa juga diaplikasikan ke makanan lain.

Poin-poin apa saja yang bisa dibanggakan dari restoran Basara dan hubungannya dengan Indonesia?

Itu ada pada staf-staf kami. Saya belum pernah menyampaikan hal ini kepada staf kami, tetapi memang karena merekalah kami ada dan Basara bisa berjalan seperti ini sekarang. Waktu pertama kali Ibu Megawati datang ke Basara (memang beliau lumayan sering datang ke Basara), staf Basara sangat berseman- gat karena saat itu Ibu Megawati adalah presiden RI. Para staff pun bekerja keras untuk menerima Ibu Megawati. Saat itu saya saksikan jika orang Indonesia bersemangat, kinerja mereka sangat bagus. Basara bisa berjalan lebih dari 10 tahun ini karena usaha para staf. Saya sangat bangga akan staf-staf saya (Chef Takai

Apakah ada saran dari Chef Takai untuk orang Indonesia yang ingin menikmati makanan Jepang atau memasak kuliner Jepang?

Pertama pikirkan jika kita memasak untuk orang lain. Selain itu, hormati bahan-bahan masakan dalam masakan Jepang. Katanya masakan Cina adalah jenis masakan api, sedangkan masakan Jepang dianggap sebagai jenis masakan air. Jadi, gunakanlah air yang enak dan dengan air yang enak kelezatan rasa bahan-bahan masakan akan muncul. Masakan Jepang adalah masakan yang minus(mengurangi sesuatu) dan bukan masakan plus(menambahi sesuatu).

Apakah air Indonesia cocok dengan masakan Jepang?

Saya menarik kesimpulan jika masakan Jepang terbaik hanya dibuat di Jepang. Waktu saya pergi ke Perancis, karena air di sana keras(mengandung banyak mineral dibanding air di Jepang), maka susah untuk menanak nasi. Saya tidak bisa merebus sayur, dan ada banyak hal lain yang cukup membingungkan. Jadi masakan Jepang yang dibuat di luar negeri, bukan masakan Jepang tetapi masakan yang mirip masakan Jepang. Walaupun demikian itu pun tentunya tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Saya rasa air di Indonesia lebih cocok dengan masakan Jepang. Saya pernah makan soto ikan di Papua, dan enak sekali. Soto itu menggunakan air dari alam. Saya rasa air di Jakarta tidak alami jadi, kurang enak. Walaupun demikian,

hal terpenting adalah bagaimana minat seseorang terhadap masakan Jepang, keinginannya untuk masuk ke dunia baru dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang belum pernah dialami oleh diri sendiri.

Hal apa yang membuat Chef Takai terkesan di Indonesia dan hal apa lagi yang ingin dicapai?

Ada banyak hal yang membuat saya terkesan. Tetapi yang saya paling mengesankan adalah waktu bencana gempa bumi dan tsunami dahsyat terjadi di wilayah timur Jepang. Anak-anak yatim piatu membawa koin-koin kecil yang diserahkan kepada saya. Dulu, setelah saya memancing, saya sering memberikan ikan-ikan hasil pancingan kepada sopir saya. Ternyata, tanpa saya tahu, sopir saya sering memberikan ikan-ikan itu ke panti asuhan. Saya dulu hanya berpikir jika sopir saya sangat suka ikan. Saya tidak tahu jika sopir saya membawa ikan-ikan itu ke panti asuhan setiap kali dia menerimanya dari saya. Saya membay- angkan tentunya sopir saya bercerita kepada anak-anak, jika ada seorang Jepang yang memberikan mereka ikan – ikan tersebut kepada mereka. Jadi setelah Jepang didera bencana gempa dan tsunami, mereka membawa koin-koin kepada saya. Saya pikir mereka punya kesulitan ekonomi, tetapi walaupun dalam situasi seperti itu, mereka mengetahui jika Jepang sedang menghadapi kesulitan sangat berat, dan mereka mengantarkan uang itu kepada saya. Hal itu sangat berkesan dan memberikan semangat walaupun saya kehilangan teman (tubuhnya masih belum diketemukan) dan juga merasa agak depresi dengan kabar-kabar yang buruk dari Jepang. Anak-anak yatim kecil seperti mereka memberikan dukungan kepada Jepang, dan saya pikir saya harus lebih bersemangat. Saya sangat senang dan berterima kasih kepada mereka. Kalau saya mengingat hal itu, air mata saya masih sering menetes. Jadi, saya ingin sekali membalas kasih kepada negeri ini sebisa mungkin, dan meninggalkan hal-hal yang baik di sini.

Basara adalah restoran milik chef Hirohisa Koyama, pewaris rumah makan terkenal Aoyagi yang didirikan lebih dari 100 tahun lalu.Selain beberapa cabang restoran Koyama juga mendirikan Heisei Chori Senmon Gakko (sekolah tata boga Heisei) di Jepang.

Terjadinya peristiwa serangan 11 September 2001, sangat disesali karena segera setelah itu persepsi negatif tentang Islam tersiar ke seluruh dunia seperti “ Islam tidak toleran”, atau “Islam agama musuh”.

P ara ahli Islam di Jepang segera bersuara menyatakan keberatan atas kesalah-pahaman dan fitnah tersebut.