Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS me
SKRIPSI UPAYA MENGATASI KESULITAN BELAJAR IPS MELALUI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN PADA SISWA KELAS V.B DI SD NEGERI 1 KATOBENGKE KECAMATAN BETOAMBARI KOTA BAUBAU SULAWESI TENGGARA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh: ISRAWATI AMBA
NPM 312010005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON 2017
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul
: Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan
Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas V B di SD Negeri 1
Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara
Nama
: Israwati Amba
NPM
Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar S-1 Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan Telah diperiksa dan diperbaiki pembimbing untuk diajukan dan dipertanggungjawabkan dihadapan penguji skripsi.
Baubau, Maret 2017
Pembimbing I
Pembimbing II
Agusalim, S.Pd.,M.Pd.
Dra. Faslia, M.Pd.
NIDN. 0915087402
NIDN. 0911106701
Mengetahui Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Suardin, S.Pd., M.Pd.
NBM. 968921
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul
: Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui
Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas VB di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara
Nama
: ISRAWATI AMBA
NIM
Diterima dan disahkan oleh Panitia dan Penguji Skripsi Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Nomor 024Tahun 1438 H2017 M Tanggal 12 Jumadil Ula 1438 H9 Februari 2017 M dan Nomor 023 Tahun 1438H2017M Tanggal 12 Jumadiil Ula 1438H9 Februari 2017M, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Buton, Tahun Ademik 20162017.
Tim Penguji Skripsi :
1. Ketua
: Dra. Faslia, M.Pd.
………………
2. Sekretaris
: La Ode Madiani, S.Pd., M.Pd.
……………….
3. Tim Penguji : 1. Gawise, S.Pd., M.Pd.
………………
2. Suardin, S.Pd., M.Pd.
……………….
3. Dra. Suarti, M.Pd.
………………..
Baubau, 16 Maret 2017
Disahkan, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Suardin, S.Pd. M.Pd NBM.968921
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Israwati Amba
NPM
Program Studi
: Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Buton Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Upaya Mengatasi
Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa
Kelas V B di SD Negeri 1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau
Sulawesi Tenggara adalah hasil karya asli penulis. Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila ternyata dikemudian hari terbukti skripsi ini dibuat orang lain dan hasil plagiat baik sebagian maupun seluruhnya kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang berlaku, maka penulis bersedia dituntut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, sekaligus skripsi ini dan gelar yang diperoleh penulis batal demi hukum.
Baubau, Maret 2017 Penulis,
Israwati Amba NPM. 312010005
MOTTO
Artinya:
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Orang cerdas adalah orang yang memilih Al-qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya serta berpegang teguh padanya dan tauladannya adalah manusia terbaik yang telah dijamin masuk surga oleh Allah Subhanahu Wata’ala
yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum. (Penulis)
ABSTRAK
Amba, Israwati 312010005. 2017. Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar
IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas V B SD Negeri
1 Katobengke Kecamatan Betoambari Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Skripsi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Buton. Pembimbing: (I) Agussalim, S.Pd., M.Pd., (II) Dra. Faslia, M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) melalui metode bermain peran pada siswa kelas V B SD
negeri 1 Katobengke, Betoambari, Baubau Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas V B yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 14 siswa laki-laki
dan 14 siswa perempuan. Metode pengumpulan data dilakukan melalui tes, observasi dan dokumentasi. Tekhnik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kesulitan belajar IPS dapat teratasi
melalui penerapan metode bermain peran pada siswa kelas V B SD Negeri 1
Katobengke. Hal ini tampak dari nilai rata-rata kelas pada siklus II sebesar 73,2 dengan jumlah siswa yang tuntas belajar berjumlah 19 siswa dengan persentase sebesar 76. Selain itu hasil observasi kesulitan belajar siswa pada pertemuan II siklus II mengalami penurunan menjadi 25,6 dengan kriteria rendah. Sedangkan aktvitas mengajar guru pada siklus II meningkat menjadi 100 dengan kriteria baik.
Kata Kunci: Kesulitan Belajar, Metode Bermain Peran.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas lmpahan rahmat dan karunia- Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, sekalipun dalam bentuk yang sederhana.
Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi seperti kondisi fisik yang tidak mendukung dan kurangnya referensi. Keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari bantuan dan dorongan semua pihak, dengan itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada keluarga yang sangat dicintai, yang selalu memberikan dukungan,
motivasi serta doa selama ini khususnya kepada orang tua yang selalu merawat dan mendampingi baik dikala sehat maupun sakit dan disaat senang maupun susah, kepada saudara saya Rusnah yang sudah membantu mencari referensi, saudara saya Rusnih yang menyediakan print, saudara saya Tina yang selalu mendoakan dan menyemangati, Ipar saya Amsir yang sudah membantu mengurus judul proposal, keponakan saya cantika, habiba dan alila yang selalu menghibur dikala jenuh serta sepupu saya Bapak La Umbu Zaadi, S.Pd., M. Hum., Dosen Unidayan yang telah membimbing dan menyediakan referensi
2. Bapak Suryadi, SP., MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Buton yang
selama ini telah berupaya dan mengembangkan aktivitas keilmuan di Universitas Muhammadiyah Buton.
3. Bapak Suardin, S.Pd., M.Pd., Dekan FKIP yang telah bekerja keras menyelenggarakan aktivitas dan pelayanan pendidikan akademik di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Buton.
4. Dra. Faslia, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Buton selaku Dosen Pembimbing II yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
5. Jaudin, S.Pd., M.Pd., Penasehat Akademik yang telah membimbing selama
mengikuti proess perkuliahan.
6. Agussalim, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbng II yang telah meluangkan waktu untuk memeriksa dan mendatangani lembar persetujuan pembimbing demi kesempurnaan dan terselesaikannya penulisan skripsi ini.
7. BapakIbu dosen pengajar beserta staf Universitas Muhammadiyah Buton yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama mengikuti proses perkuliahan
8. Nursanti, S.Pd., M.Pd., Kepala SD Negeri 1 Katobengke yang telah memberikan izin melakukan penelitian untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini
9. Guru-guru SD Negeri 1 Katobengke, yang ikut membantu dan memberikan
saran selama melakukan penelitian
10. Seluruh siswa kelas V B SD Negeri 1 Katobengke yang telah bersedia menjadi
subyek dalam penelitian ini
11. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa kelas A khususnya kepada sahabatku
May Maharani dan Farnia yang selalu mendampingi baik suka maupun duka mulai dari awal pelaksaan perkuliahan hingga saat penyusunan proposal ini.
Menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu melalui kesempatan ini penyusun mengharapkan sumbangan pemikiran yang bersifat konstruktif demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa selanjutnya.
Baubau, 28 Februari 2017 Penulis,
Israwati Amba
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian dari Kampus Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian dari Kesbang Lampiran 3 Surat Keterangan telah Meneliti dari Sekolah Lampiran 4 Silabus Pembelajaran Lampiran 5 RPP Pra Tindakan Lampiran 6 Soal Tes Awal Lampiran 7 Kunci Jawaban Tes Awal Lampiran 8 Observasi Kesulitan Belajar Pra Tindakan Lampiran 9 Hasil Belajar IPS Pra Tindakan Lampiran 10 RPP Siklus I Pertemuan I Lampiran 11 Ringkasan Materi Ajar Siklus I Lampiran 12 Skenario Drama Siklus I Pertemuan I Lampiran 13 RPP Siklus I Pertemuan II Lampiran 14 Skenario Drama Siklus I Pertemuan II Lampiran 15 Soal Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 16 Kunci Jawaban Soal Tes Evaluasi Siklus I Lampiran 17 Hasil Belajar IPS Siklus I Lampiran 18 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan I Lampiran 19 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus I Pertemuan II Lampiran 20 RPP Sikuls II Pertemuan I Lampiran 21 Ringkasan Materi Ajar Siklus II Lampiran 22 Skenario Drama Siklus II Pertemuan I Lampiran 23 RPP Siklus II Pertemuan II Lampiran 24 Skenario Drama Siklus II Pertemuan II Lampiran 25 Soal Tes Evaluasi Siklus II Lampiran 26 Kunci Jawaban Soal Tes Evaluasi Siklus I
Lampiran 27 Hasil Belajar IPS Siklus II Lampiran 28 Data Observasi Aktivitas Mengajar Guru Lampiran 29 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus II Pertemuan I Lampiran 30 Data Observasi Kesulitan Belajar Siswa Siklus II Pertemuan II Lampiran 31 Dokumentasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya pembangunan nasional di bidang pendidikan, pemerintah terus menerus membangun SDM yang berkualitas melalui pendidikan nasional sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa,
bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu implementasi Undang-Undang tersebut dilakukan melalui pelajaran IPS di sekolah dasar. Pelajaran IPS di sekolah dasar mengajarkan atau mengembangkan konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subyek didik menjadi warga negara yang baik. Nursid Sumaatmadja (Muh. Suparyadi, 2014: 23) mengemukakan bahwa secara mendasar pengajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. Tujuan pendidikan IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara (Nursid Sumaatmadja dalam Ummah, 2011).
Berdasarkan tujuan dari IPS pada jenjang sekolah dasar sebagaimana dideskripsikan di atas, tampaknya dibutuhkan suatu pola pembelajaran yang mampu menjembatani tercapainya tujuan tersebut. Namun, kondisi pembelajaran IPS di Indonesia dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menekankan pada model belajar konvensional yang lebih diwarnai dengan ceramah sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar- mengajar (Suwarma dalam Nurul Faida Santi: 2012). Kondisi yang sama juga dijumpai di SD Negeri 1 Katobengke khususnya di kelas V.b, berdasarkan hasil observasi awal menunjukan bahwa guru hanya menyajikan konsep-konsep materi pelajaran yang bersifat hafalan saja dengan pola interaksi searah yaitu dari guru ke siswa saja (teacher centered) yang mematikan kreativitas dan motivasi belajar siswa sehingga menimbulkan kesulitan belajar yang dapat dilihat dari gejala tingkah laku siswa seperti hasil belajar siswa yang rendah, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan dan lambat dalam mengerjakan tugas-tugas kegiatan belajar. Suasana belajar seperti ini juga semakin menjauhkan peran IPS dalam upaya mempersiapkan warga negara yang baik dan mampu bermasyarakat.
Kondisi pembelajaran seperti di atas menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal, mematikan kreativitas siswa dan menyebabkan siswa kurang termotivasi mempelajari IPS. Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Sunarta (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, Kondisi pembelajaran seperti di atas menimbulkan kesulitan belajar bagi siswa, sehingga prestasi belajar yang dicapai oleh siswa juga tidak optimal, mematikan kreativitas siswa dan menyebabkan siswa kurang termotivasi mempelajari IPS. Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Sunarta (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya,
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan metode konvensional sudah tidak efektif lagi karena tidak mampu menumbuhkan motivasi belajar yang berdampak pada kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya. Untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut adalah dengan mengubah metode belajar yang dilakukan oleh guru. Banyak metode belajar yang bisa diterapkan sehingga pembelajaran bisa semakin menarik dan dapat membuat siswa menyukai pelajaran yang diajarkan oleh guru. Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam rangkaian sistem pembelajaran, untuk itu diperlukan kecerdasan dan kemahiran guru dalam memilih metode pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Arsyad Azhar (2010: 15) dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Lebih lanjut Uno Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 3) juga mengemukakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode bermain peran.
Penggunaan metode bermain peran pada mata pelajaran IPS tepat karena ciri khas pembelajaran pendidikan IPS adalah menekankan pada aspek pendidikan, yaitu siswa diharapkan memperoleh pemahaman konsep, dan mengembangkan Penggunaan metode bermain peran pada mata pelajaran IPS tepat karena ciri khas pembelajaran pendidikan IPS adalah menekankan pada aspek pendidikan, yaitu siswa diharapkan memperoleh pemahaman konsep, dan mengembangkan
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar IPS Melalui Penerapan Metode Bermain Peran Pada Murid Kelas V di SD Negeri 1 Katobengke.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui penerapan metode bermain peran pada murid kelas V di SD Negeri 1 Katobengke?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya mengatasi kesulitan-kesulitan belajar IPS melalui penerapan metode bermain peran pada murid kelas V di SD Negeri 1 Katobengke.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebagai syarat menyelesaikan program studi pendidikan sekolah dasar.
2. Bagi siswa penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukan dapat memberikan pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan sehingga kesulitan-kesulitan belajar yang dialami dapat teratasi, meningkatkan kemampuan berfikir kritis, meningkatkan hasil belajar siswa dan mengembangkan kemampuan bersosialisasi sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS SD.
3. Bagi guru, penelitian tindakan kelas dapat dijadikan masukan untuk memperbaiki pembelajaran yang dikelolahnya dan menambah wawasan tentang metode pembelajaran, sehingga dapat memilih metode yang tepat sesuai dengan materi dan keadaan siswa.
4. Bagi sekolah, penelitian tindakan kelas membantu sekolah untuk berkembang karena adanya kemajuanpeningkatan pada diri guru, siswa dan proses pendidikan di sekolah tersebut.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Kajian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar terdiri dari dua suku kata yaitu kesulitan dan belajar, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dinyatakan bahwa kesulitan adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan, dalam kesusahan. Hal ini berarti kesulitan mengandung makna suatu kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan sebagai hasil pengalamannya sendiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Koestur Parto Wisastro dan Hadisuparno (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) mengemukakan bahwa kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Sedangkan menurut Sunarta (dalam Sofiana Fuada, 2014: 16) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah kesulitan yang dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi belajarnya rendah dan perubahan tingkah laku yang terjadi tidak sesuai dengan partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman sekelasnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah (di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok siswa kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Mungkin murid yang selalu berusaha dengan giat tapi nilai yang dicapai selalu rendah.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar ia selalu tertinggal dari kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas dengan waktu yang tersedia.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dll.
5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas rumah, mengganggu teman baik di dalam maupun di luar kelas, dsb.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung, mudah tersinggung, kurang gembiara dalam menghadapai situasi tertentu, misalnya dalam menghadapi nilai rendah tidak merasa sedih atau menyesal.
2. Macam-Macam Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar dapat ditunjukan oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut dapat bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis. Hambatan tersebut menyebabkan prestasi belajar siswa yang dicapai berada di bawah semestinya. Oleh sebab itu, kesulitan belajar siswa mencakup beberapa macam diantaranya:
a. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yyang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya a. Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yyang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya
c. Underachiever merupakan siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
d. Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga dia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
e. Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya (Sofiana Fuada, 2014: 17).
3. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
Dalam belajar tidaklah selalu berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang mengakibatkan kegagalan atau setidaknya menjadi gangguan yang menghambat kemajuan belajar. Kegagalan atau kesulitan belajar biasanya ada hal atau faktor yang menyebabkannya. (Koestoer Parto Wisastro dalam Sofiana Fuada, 2014: 21) menyatakan bahawa faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah faktor internal yaitu faktor yang datang dari dalam diri sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar seseorang.
a. Faktor Internal (diri sendiri) Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri, yang dapat dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat, bakat, dan kepribadian.
1) Intelegensi Intelegensi ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak.
Keberhasilan belajar seorang anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat kecerdasan yang dimilikinya, dimana seorang anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi cendrung akan lebih berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak yang intelegensinya rendah.
2) Minat Faktor minat dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih
optimal bila disertai dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah keberhasilan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah untuk mempelajarinya dan sebaliknya anak yang kurang berminat akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa minat sangat diperlukan dalam belajar, karena minat itu sendiri sebagai pendorong dalam belajar dan sebaliknya anak yang kurang berminat terhadap belajarnya akan cenderung mengalami kesulitan dalam belajarnya.
3) Bakat Bakat merupakan kemampuan seseorang yang unggul diantara
kemampuan-kemampuan dibidang lain yang dimilikinya. Bakat ini dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap orang berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor bakat ini (Singgih Gunarsa dalam Sofiana Fuada, 2014: 22).
Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya bagi anak merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh anak buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.
Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa adanya pemaksaan dari orang tua didalam mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya dapat membebani anak, memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan dirasakan menjadi tekanan bagi anak yang akhirnya akan berakibat kurang baik terhadap belajar anak di sekolah.
4) Kepribadian Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak
memperhatikan fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini sebagaimana pendapat menjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian seseorang tidak selalu sama (Ngalim Purwanto dalam Sofiana Fuada, 2014: 23). Fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk dalam hal belajar.
Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase perkembangan (keperibadian) ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa menimbulkan masalah, malah ada fase tertentu yang menimbulkan berbagai persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam belajar.
b. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang datang dari luar diri
individu. Faktor eksternal ini dapat di bedakan menjadi tiga faktor yaitu: individu. Faktor eksternal ini dapat di bedakan menjadi tiga faktor yaitu:
1. Faktor Keluarga
Peranan orang tua (kelurga) sebagai tempat yang utama dan pertama didalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya. Namun, tidak semua orang tua mampu melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar. Broken home, perceraian, percekcokan, didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya, orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya, sifat kepribadian, minat, bakat, dan sebagainya. (Slameto dalam Sofiana Fuada, 2014: 24)
Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menimbulkan persoalan atau sumber permasalahan adalah sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar, broken home, perceraian, percekcokan dan orang tua yang tidak tahu kemampuan anaknya.
2. Faktor Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga dapat menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya masalah kesulitan belajar pada siswa.
a) Interaksi Guru dan Murid Guru yang kurang interaksi dengan murid secara harmonis, menyebabkan
proses belajar mengajar kurang lancar. Sehingga siswa merasakan adanya jarak antara guru dan murid maka siswa sulit untuk terlibat aktif dalam kegiatan belajar.
Dalam interaksi yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.
b) Hubungan Antar Siswa
Hubungan antar siswa sangat diperlukan oleh siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dengan adanya hubungan yang baik maka siswa dapat bertanya pada teman yang lain apabila mengalami kesulitan belajar.
c) Cara Penyajian
Cara mengajar merupakan faktor yang penting dalam pengaruh kesulitan siswa dalam belajar. Bagaimana sikap dan kepribadian guru tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru dan bagaimana guru itu mengajarkan pengetahuan terhadap anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak.
Metode mengajar guru yang kurang menarik akan mempengaruhi belajar siswa yang kurang baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan yang akan diajarkan sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan terhadap mata pelajaran itu tidak baik. Bila seorang guru mengajarkan suatu mata pelajaran, dia tidak hanya mengutamakan mata pelajaran yang akan diajarkan tetapi juga harus memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang perlu dikembangkan pribadinya.
d) Metode Belajar. Banyak siswa melakukan metode yang keliru. Sehingga siswa
memerlukan bimbingan dari guru dengan belajar yang efektif.
3. Faktor Masyarakat
a) Teman Dalam berteman anak harus mendapat perhatian juga. Siswa yang
berteman dengan anak yang rajin belajar akan dapat berdampak positif bagi siswa tersebut.
b) Cara Hidup Lingkungan
Situasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap masalah belajar anak, situasi rumah yang kondusif untuk belajar menjadikan anak akan berpengaruh rajin belajar
4. Karakteristik Mata Pelajaran IPS SD
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS merupakan rancangan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat, dimana kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis (Permendiknas dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 13).
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Adapun karakteristik siswa
14) adalah termasuk dalam fase operasional konkret (7-1112 tahun). Pengembangan operasi konkrit menuju tahapan selanjutnya memerlukan aktifitas di pihak anak, menulis sajak lebih efektif dari pada membaca sajak, turut serta bermain dalam suatu pementasan lebih berguna dari pada menontonnya, semua itu membantu anak dalam proses pengembangan kognitif (Danim dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 14). Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit) dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Mata pelajaran IPS memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: (1) IPS merupakan gabungan dan unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama. (2) Standar kompetensi dan kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur kelimuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu. (3) Standar komptensi dan kompetensi dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. (4) Standar Kompentensi Dasar dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan (Trianto dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 15).
5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan anak akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Pembelajaran IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Berdasarkan pengertian dari pendidikan IPS tampaknya dibutuhkan suiatu pola pembelajaran yang mampu menjebatani tercapai tujuan.
Kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, dan strategi pembelajaran senantiasa terus ditingkatkan, agar pembelajaran pendidikan IPS benar-benar mampu mengkondisikan upaya pembekalan kemampuan dan ketarampilan dasar bagi siswa untuk menjadikan manusia dan warga negara yang baik, yaitu mencakup (1) Interaksi, (2) Saling ketergantungan, (3) Kesinambungan dan perubahan, (4) Keragaman, kesamaan, perbedaan, (5) konflik dan konsesus, (6) pola (patron), (7) tempat, (8) kekuasaan (power) (9) nilai kepercayaan (10) keadilan dan pemerataan, (11) kelangkaan (12) kekhususan, (13) budaya kultur dan (14) Nasionalisme. (Trianto dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 16).
Materi pelajaran IPS yang diajarkan pada kelas V semester I sesuai dengan silabus Sekolah Dasar kelas V, yaitu: (1) Peninggalan Sejarah Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia, (2) Kenampakan Alam dan Buatan serta Pembagian Waktu di Indonesia, (3) Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia, dan (4) Kegiatan Ekonomi di Indonesia. Standar
Kompetensi dalam materi ini adalah menghargai, berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskalah nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia. Kompetensi yang ingin dicapai adalah menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. Dalam penelitian ini materi dibatasi pada materi Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia.
6. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia
Suku bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain berdasarkan kesadaran akan identitas perbedaan kebudayaan, khususnya bahasa. Suku-suku bangsa di Indonesia tersebar dari Sabang sampai Merauke. Beberapa suku bangsa di Provinsi Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Nama Suku di Indonesia
No.
Nama Provinsi
Nama Suku
1. Nanggroe Aceh Darusaalam
Aceh, Gayo, Alas, Kluet Singkil
2. Sumtera Utara
Melayu, Batak, Nias, Maya
3. Sumatera Barat
Minangkabau, Melayu, Mentawai
4. Riau
Melayu, Akit, Talang Mamak
5. Bangka Belitung
Melayu
6. Jambi
Melayu, Kubu, Batin, Kerinci
7. Bengkulu
Melayu, Rejang, Pekal, Enggano
8. Sumatera Selatan
Melayu, Kikimkomering, Kubu
9. Lampung
Pubian, Sungkai, Sepucih
10. Banten
Sunda, Badui
11. DKI Jakarta
Betawi
No.
Nama Provinsi
Nama Suku
12. Jawa Barat
Sunda
13. Jawa Tengah
Jawa, Samin, Karimun, Kangean
14. D.I. Yogyakarta
Jawa
15. Jawa Timur
Jawa, Tengger, Madura
16. Bali
Bali
17. Nusa Tenggara Barat
Sasak, Mbojo, Dompu, Tarlawi
18. Nusa Tenggara Timur
Sumba, Flores, Alor, Roti, Bima
19. Kalimantan Barat
Melayu, Dayak, Kayau, Skadau
20. Kalimantan Tengah
Melayu, Dayak, Kapuas, Ngaju
21. Kalimantan Timur
Melayu, Dayak, Ngaju, Punan
22. Kalimantan Selatan
Banjar, Dayak, Dusun, Laut
23. Sulawesi Utara
Minahasa, Sangir, Talaud
24. Gorontalo
Gorontalo
25. Sulawesi Tengah
Toraja, Tomini, Toli-Toli, Kulawi
26. Sulawesi Selatan
Makassar, Toraja, Bugis
27. Sulawesi Tenggara
Buton, Mekongga, Kabaina
28. Maluku
Tanimbar, Ambon, Seram, Saparua, Aru, Kisar, Ternate
29. Papua Barat
Salawati, Bintuni, bacanca
30. Papua Tengah
Yapen, Biak, Mamika, Numfor
31. Papua Timur
Sentani, Asmat, Dani, Senggi
Sebagai bangsa yang majemuk, menghormati keragaman suku bangsa merupakan salah satu cara menjaga persatuan dan kesatuan. Menghormati keragaman suku bangsa harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dengan mengembangkan sikap-sikap berikut.
a. Menghargai adat istiadat dan budaya warga yang berbeda
b. Menciptakan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti kerukunan dalam sebuah keluarga
c. Memupuk semanagat tolong-menolong antarsesama warga
d. Membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah
e. Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Masyarakat Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa. Tiap suku bangsa mempunyai bentuk kebudayaan daerah yang berbeda-beda. Keragaman ini merupakan cermin kemampuan tiap suku bangsa dalam hidup bermasyarakat. Keragaman budaya Indonesia terlihar pada jenis-jenis kesenian daerah, rumah adat, pakaian adat, senjata tradisional, pertunjukan daerah, tradisi, dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tabel 2.2 Jenis-Jenis Tarian di Indonesia
No.
Asal Daerah
Nama Tarian
1. Aceh
Seudati dan Saman
2. Batak
Tor-Tor, Sigale-gale
3. Minangkabau
Tari Piring, Lilin
4. Bengkulu
Sekapur Sirih, Pucugading
5. Riau
Tandak, Joget Lambak
6. Sumatera Selatan
Janggal, Bekhusek
7. Lampung
Jangger, Melinting
8. Jawa Barat
Topeng, Jaipong, Merak
9. Jawa tengah
Serimpi, Gambyong, Bedaya
No.
Asal Daerah
Nama Tarian
10. Jawa Timur
Remo dan Jejer
11. Bali
Pendet, Legong, Kecak
Cakalele dan Lenso
14. Jakarta
Cokek
15. Sulawesi Selatan
Kipas dan Bosara
Tabel 2.3 Jenis-jenis Lagu Daerah di Indonesia
No.
Asal Daerah
Judul Lagu
1. Aceh
Bungong Jaeumpa
2. Tapanuli
Lisoi, Piso Surit
3. Jambi
Injit-injit Semut
4. Sunda
Bubuy Bulan dan Es Lilin
5. Jawa
Jamuran dan Ilir-ilir
6. Makassar
Angin Mamiri
7. Papua
Apuse dan Yamko Rambe Yamko
Jali-jali dan Kicir-kicir
10. Sumatera Barat
Kampuang nan jauh di mato
11. Riau
Soleram
12. Kalimantan Barat
Cik-cik Periuk
13. Kalimantan Selatan
Ampar-Ampar Pisang
Tabel 2.4 Pakaian Adat di Indonesia
No.
Asal Daerah
Nama Tarian
1. Batak
Ulos
2. Sulawesi Selatan
Baju Bodo
Baju Inong
5. Jawa Tengah
Beskap
6. NTB
Baju Poro
7. Minangkabau
Baju Kurung
8. Kalimantan Selatan
Baju Kayang
Tabel 2.5 Nama Rumah Adat di Indonesia
No.
Asal Daerah
Nama Tarian
1. Jawa Barat
3. Kalimantan Tengah
5. Sumatera Selatan
7. Sulawesi Selatan
9. Kalimantan Selatan
Panjang
10. Kariwari dari Papua
Honai
Tabel 2.6 Pertunjukan Rakyat di Indonesia
No.
Asal Daerah
Pertunjukan Rakyat
1. Jawa Tengah
Wayang Kulit dan Ketoprak
2. Jawa Barat
Wayang Golek dan Tarling
3. Jawa Timur
Ludruk dan reog
4. Jakarta
Lenong dan Ondel-ondel
5. Riau
Makyong
6. Sumatera Barat
Loncat Batu
Bangsa Indonesia harus melestarikan kebudayaan yang beraneka ragam. Caranya dengan mengembangkan kebudayaan daerah dan menghargai kebudayaan daerah lainnya. Saling menghormati budaya perlu dikembangkan. Tujuannya agar kebudayaan bangsa Indonesia tetap lestari. Kebudayaan daerah perlu dikembangkan sehingga menjadi kebudayaan nasional. Dengan demikian, keragaman suku bangsa dan budaya Indonesia dapat menjadi pemersatu bangsa. Pembinaan kebudayaan daerah dapat dilakukan melalui:
a. Pertukaran kesenian daerah
b. Pembentukan organisasi kesenian daerah
c. Penyebarluasan seni budaya melalui berbagai media, seperti radio, TV, surat kabar serta majalah,
d. Penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah
e. Membentuk sanggar tari daerah
7. Metode Bermain Peran
Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan diri (jati diri) didunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok (Uno Hamzah dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 29). Hal ini berarti, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Uno juga mengungkapkan bahwa:
“Proses bermain peran dapat memberikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa
untuk: (a) Menggali perasaannya; (b) Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsinya; (c) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah; (d) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.”
Pembelajaran bermain peran adalah suatu cara penguasasan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa (Hamdani, dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 29). Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah yaitu: (a) dapat menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama hingga berhasil, (b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa. Permainan pada umumnya dilakukan oleh lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan.
Ahli lain menjelaskan bahwa bermain peran adalah suatu aktivitas
pembelajaran terencana yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang spesifik (Hisyam Zaini, dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 14). Lebih lanjut dikatakan bahwa bermain peran berdasarkan pada tiga aspek utama dari pengalaman peran dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: (a) Mengambil peran (role taking), yaitu tekanan ekspetasi-ekspetasi sosial terhadap pemegang peran, missal sebagai anak, sebagai polisi dan lain- lain; (b) Membuat peran (role making), yaitu kemampuan penegang peran utnuk berubah secara dramatis dari satu peran ke peran yang lain dan menciptakan serta memodifikasi peran sewaktu-waktu diperlukan; (c) Tawar menawar (role negotiation), yaitu tingkat dimana peran-peran dinegosiasikan dengan pemegang-pemegang peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial.
Dalam metode bermain peran ini beberapa siswa memainkan peran atau tokoh seperti pada soal yang diberikan, kemudian siswa yang lain mengidentifikasi informasi yang diberikan dari soal tersebut seperti apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Setelah itu siswa mendiskusikan soal tersebut beserta penyelesaiannya, kemudian salah satu siswa menuliskan jawaban yang diperoleh di papan tulis dan dibahas bersama- sama. Dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan kemampuan pemahaman dapat dimiliki siswa. Karena dengan metode bermain peran dapat mengarahkan siswa lebih merasakan secara langsung berproses nyata seperti dalam kehidupan sehari -hari misalnya banyaknya macam- macam kebutuhan, berbagai cara pemenuhan kebutuhan, berbagai kegiatan ekonomi dan lain-lain. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator.
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation).
8. Langkah-Langkah Metode Bermain Peran
Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran (enactment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Uno Hamzah (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015: 31) menyebutkan prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu (1) pemanasan (warming up), (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung, (5) memainkan peran (manggung), (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang (manggung ulang), (8) diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.
Sedangkan menurut Miftahul Huda (dalam Dedi Rizkia Saputra, 2015:
31) menjelaskan esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dari keterlibatan langsung ini. Bermain peran berfungsi untuk mengeksplorasi perasaan siswa, mentranfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai dan persepsi siswa, mengembangkan skill pemecahan masalah dan tingkah laku dan mengekplorasi materi pelajaran dengan cara
Selanjutnya, sintak atau langkah-langkah dalam menerapkan bermain peran terdiri dari tahap-tahap :
a. Guru menyusunmenyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi yang ingin dicapai
c. Guru memberikan skenario untuk dipelajar
d. Guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM (Kegiatan Belajar Mengajar)
e. Guru menunjuk beberapa peserta didik untuk memainkan peran sesuai dengan tokoh yang terdapat pada skenario
f. Peserta didik yang telah ditunjuk bertugas memainkan peran maju dan bermain peran di depan peserta didik lainnya
g. Peserta didik yang tidak bermain peran berada dalam kelompoknya sambil mengamati skenario yang diperagakan, mengamati kejadian khusus dan mengevaluasi peran peran masing-massing tokoh
h. Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing- masing kelompok
i. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya j. Peserta didik merefleksi kegiatan bersama-sama k. Guru memberikan kesimpulan secara umum (Ridwan Abdullah
Sani, 2013: 171)
9. Alasan Bermain Peran Digunakan di Kelas
Menurut Hisyam Zaini (2008: 100), alasan digunakan metode role playing di dalam kelas antara lain adalah:
a. Mendemonstrasikan
kemampuan yang diperoleh
b. Mendemonstrasikan integrasi pengetahuan praktis
c. Membandingkan dan mengkontraskan posisi-posisi yang diambil dalam pokok permasalahan
d. Menerapkan pengetahuan dan pemecahan masalah
e. Menjadikan problem yang abstrak menjadi kongkrit
f. Membuat spekulasi terhadap ketidakpastian yang meliputi pengetahuan
g. Melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang langsung dan eksperiensial
h. Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam cara yang dinamik h. Mendorong peserta didik memanipulasi pengetahuan dalam cara yang dinamik
sah l. Mengembangkan pemahaman yang empatik m. Memberi feedback yang segera bagi pelajar dan peserta didik
Dengan demikian, penggunaan metode bermain peran (role playing) untuk menambah motivasi belajar siswa sehingga kemampuan siswa menyelesaikan soal evaluasi akan menigkat dan berdampak positif pada hasil belajar siswa. Dalam permainan peran, pemeran maupun tokoh disesuaikan dengan usia anak dan permasalahannya. Melalui metode bermain peran, siswa akan tertarik, senang dan bersemangat mengerjakan soal yang diberikan karena dapat menyerap konsep pembelajaran dengan mudah.
10. Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Zain (dalam Tri Haryanto, 2014: 23-
24) menyatakan bahwa:
a. Kelebihan metode bermain peran meliputi: 1) Siswa melatih dirinya
untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu memainkan drama para pemain dituntut untuk menggunakan pendapat. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias, 3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah, 4) Kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik- baiknya, 5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya, 6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami oleh orang lain.
b. Kelemahan metode bermain peran meliputi: 1) Sebagian besar anak
yang tidak ikut bermain peran mereka kurang kreatif, memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun yang tidak ikut bermain peran mereka kurang kreatif, memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun
11. Prinsip-Prinsip Bermain Peran
prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut:
a. Setiap
jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap
mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.
c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.