2016-Pendidikan Nilai dan Karakter Matematika-komik

(1)

PENDIDIKAN MATEMATIKA BERKARAKTER Oleh: Drs. Mohammad Soleh, M. Ed. Abstrak

Jika anda mengamati jenis matapelajaran dalam struktur kurikulum, Beberapa mata pelajaran didahului kata pendidikan (Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan), dan beberapa lagi didahului kata ilmu (Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial). Ada tiga mata pelajaran yang tidak diberi label pendidikan atau ilmu, yaitu: Matematika, Bahasa dan Seni. Ketiga matapelajaran ini memang ditengarai memiliki kekhasan fungsinya, berturut-turut sebagai ratu dan pelayan ilmu, alat komunikasi, dan apresiasi rasa keluhuran dan keindahan.

Jika semesta pembicaraan ada pada level tinggi, fakta ini memang benar, tetapi jika semesta pembicaraan kita pada level sekolah, ada kegalauan hati, khawatir terjadi penafsiran yang menggelincirkan, seolah-olah ketiga mata pelajaran ini terbebas dari fungsi pendidikan, mereka hanya sekedar alat. Karena itu, tulisan ini ingin mengedepankan fungsi pendidikan pada mata pelajaran Matematika. Pendidikan pada dasarnya memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan potensi diri yang diberikan Allah swt, mulai dari fitrah, jati diri sebagai dampak pertumbuhan sel (DNA) dan kejiwaan sebagai dampak asuhan kedua orangtuanya, sampai membentuk karakter sebagai dampak pengaruh lingkungan dan pendidikan, sampai akhirnya berwujud menjadi kepribadian anak tersebut. Apakah mata pelajaran Matematika tidak berperan dalam proses pendidikan ini?

Menggali peran Matematika dalam pendidikan, dapat dilakukan dari dua arah, yaitu dari materi matematika yang disarikan menjadi nilai-nilai pembentuk karakter, atau dari jenis karakter (ada 18 karakter versi Kemdikbud) yang dicarikan materi matematikanya. Karena itu tulisan ini akan berupa serial. Serial pertama ini meninjau materi matematika yang disarikan nilai karakternya. Semoga bermanfaat.

Kata Kunci: Pendidikan, Matematika, Karakter

A. NILAI-NILAI YANG TUMBUH DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

Pendidikan matematika yang menjadi pilihan kita, dipandang sebagian orang sebagai pendidikan akal semata. Namun, banyak bukti dari pengalaman ilmuwan, bahwa dengan mengoptimalkan fungsi akal untuk mendapatkan ilmu, terbentuk pula kesadaran bahwa ada sesuatu dibalik akal, yang masih tak terungkapkan, terbentuk pula kebiasaan-kebiasaan bekerja yang bernilai baik, seperti cermat dan sistematis. Salah satu contoh adalah pengakuan Einstein, tentang ilmu tanpa agama, dan agama tanpa ilmu. Kita pun pernah merasakan bahwa akal kita mulai bekerja, karena ada bisikan kalbu (ilham).

Makalah ini mencoba menggali nilai-nilai dan pembentukan kepribadian yang mungkin dapat dilakukan dalam pendidikan matematika. Dalam upaya ini, saya mencoba menelusuri pengalaman ketika saya belajar atau mengajar matematika, atau pun dari beberapa sumber bacaan yang tidak begitu banyak. Nilai-nilai benar, baik atau indah dalam bahasan ini antara lain: pembenaran ada yang awal (sistem aksioma); cenderung pada kebenaran dan gelisah pada kontradiksi; penghayatan kesemestaan; keyakinan akan kepastian, kemungkinan dan kemustahilan; kemandirian, kesabaran, kejujuran, tanggungjawab, pengenalan jati diri; setia pada kesepakatan, kerjasama, independen; bekerja disiplin, sistematis, efisien dan efektif; fleksibel, imaginatif, kreatif; berminat, termotivasi, menyenangi pekerjaan, berusaha mencari kepuasan maksimal dari hasil pekerjaan; menghargai keteraturan dan keindahan.

1. Pembenaran adanya yang awal.

Ketika kita belajar Geometri Deduktif, pertama kali dihadapkan pada aksioma-aksioma, yaitu pernyataan yang kebenarannya tak perlu dibuktikan, baik karena sudah begitu jelas diterima akal atau memang harus diterima begitu saja. Barulah kita dihadapkan pada pernyataan-pernyataan lain yang harus dibuktikan kebenarannya. Pernyataan seperti ini disebut dalil. Dalil yang telah dibuktikan dapat dipakai sebagai argumen untuk membuktikan pernyataan berikutnya lagi. Demikian seterusnya. Jadi, bila kita telah berada pada pernyataan keseratus, kita dapat berargumen secara mundur terus menerus sampai pada aksioma. Seandainya tidak ditetapkan aksioma, ada dua kemungkinan, yaitu argumen itu mundur terus menerus tak berkesudahan (regressus in infinitum), atau terjadi pemutaran balik ke argumen semula (circulus in probando). Jadi, yang awal harus ada. Demikian juga halnya dengan proses pendefinisian. Harus ada pengertian pangkal yang tak perlu didefinisikan, yaitu yang dapat dimengerti begitu saja. Nah. Pola pikir ini coba diterapkan dalam mencari tahu dari mana kita berasal. Pada akhirnya tentu ada yang menciptakan yang ia sendiri tiada diciptakan. Ini adalah inti keimanan kepada Tuhan, (wujud, qidam, baqa’).


(2)

2. Cenderung pada Kebenaran dan Gelisah pada Kontradiksi

Pendekatan deduktif ini melatih kita untuk selalu mengejar dengan pertanyaan “Mengapa begitu?” Kita tidak puas, jika kebenaran belum terbuktikan sesuai dengan hukum penarikan kesimpulan. Ada hukum silogisme, hukum modus ponens dan modus tolens. Ada bukti dengan induksi matematika, ada pula bukti tak langsung, yaitu dengan kontradiksi. Kita yakin benar bahwa kontradiksi pasti salah. Kita gelisah dengan adanya kontradiksi. Nah. Jika pola pikir ini kita biasakan, kita akan terhindar dari tahayul, khurafat, klenik, mistik yang tidak ada dasarnya. Tetapi harus diingatkan juga bahwa ada kebenaran yang mungkin belum atau tidak terjangkau akal, tetapi ada dasar naqli yaitu ayat Allah atau sunnah Rasul.

3. Penghayatan Kesemestaan

Ketika belajar Himpunan, atau menentukan himpunan penyelesaian persamaan, kita dibatasi oleh himpunan semesta. Pada hakekatnya, ada dua nilai dalam hal ini. Pertama, ada keterbatasan. Kedua, kita tidak boleh melewati batas itu. Sekalipun kita tahu, bahwa himpunan semesta dapat dibuat yang lebih luas lagi, namun keterbatasan tetap ada. Hal lain lagi, bahwa soal yang sama, jika semestanya berbeda, menyebabkan penyelesaian yang berbeda. Contoh: penyelesaian 1+1 bisa 2, 0, atau 10 tergantung semestanya. Nilai di sini adalah penyesuaian diri terhadap peraturan yang ditetapkan. Nah, bila nilai-nilai ini kita terapkan dalam kehidupan sosial, atau pun dalam hubungan kita dengan Tuhan, kita akan selamat. Ini menyadarkan kita, bahwa manusia tidak layak bersifat sombong, karena ia mempunyai keterbatasan.

4. Keyakinan akan Kepastian, Kemungkinan dan Kemustahilan

Ketika belajar Teori Kemungkinan, kita kenal kepastian, kemustahilan dan kemungkinan. Dengan nilai kemungkinan, kita bisa memperbanyak frekuensi harapan dengan memperbanyak percobaan. Nilai yang dapat dipetik adalah kepercayaan kepada takdir Tuhan. Ada takdir yang dipastikan, misalnya kita pasti mati, dan sebaliknya mustahil kekal, ada takdir yang tersembunyi, seperti jodoh, rezeki, langkah dan waktu ajal kita. Nah, yang disembunyikan ini, mendorong kita untuk berusaha sekuat-kuatnya sehingga frekuensi harapannya makin besar.

5. Kemandirian, Kesabaran, Kejujuran, Tanggungjawab, Pengenalan Jati Diri.

Ketika kita mengerjakan soal matematika, kita betul-betul dituntut bekerja secara individual memahami soalnya, menuliskan diketahui dan ditanyakan, menggambarnya, memilih strateginya, mengolahnya, memeriksa kembali, menguji kebenarannya, menjelaskan kepada orang lain (guru) tentang jalan pikiran kita. Bila terasa agak sukar, kita berusaha terus dengan sabar. Bila dengan cara ini mengalami kebuntuan, kita coba cara lain. Menulis dan menggambarnya harus cermat, bersih dan rapih. Bila sudah mendekati kebenaran, tetapi belum pas benar, ada bisikan keragu-raguan, “sepertinya ini belum benar”, dan pasti kita tidak membohongi diri kita dengan mengatakan ini sudah benar. Mengapa? Karena logika matematika dalam penarikan kesimpulan sudah sangat canggih, tak diragukan lagi. Kita juga tidak dapat melempar tanggung jawab penyelesaian soal kepada orang lain. Soal yang belum terpecahkan, membuat kita penasaran, dan berusaha keras untuk memecahkannya. Pada akhirnya, kita makin mengenali diri, di bagian mana kita sangat mampu, sedang-sedang saja, atau kurang mampu. Dengan demikian kita mawas diri, untuk memperbanyak latihan di bagian yang lemah. Bukankah semua ini merupakan perilaku yang terpuji?

6. Setia pada Kesepakatan, Kerjasama, Independen

Dalam matematika ada yang disebut konvensi atau semufakatan, antara lain penetapan 0 sebagai titik acuan pada garis bilangan, kemudian dimufakati bahwa di sebelah kiri 0 terletak bilangan negatif, di sebelah kanan 0 terletak bilangan positif. Dimufakati pula bahwa di atas 0 untuk bilangan positif, dan di bawah 0 untuk bilangan negatif. Walaupun kita tidak hadir dalam penetapan itu, kita tetap setia mengikutinya, dan bila kita melanggar kesepakatan itu, kita dianggap tidak normal. Kesepakatan dalam matematika berlaku universal. Ini mengajarkan kita bersikap konsisten, berpegang teguh pada aturan yang disepakati. Dengan dasar ini kita bisa berdiskusi memecahkan masalah bersama, dengan pencapaian hasil yang sama. Bila kita tidak sepakat pada awalnya, tidak mungkin kita bisa bertukar pikiran, sebagaimana geometri Euclid tidak bisa dipakai pada soal-soal geometri Riemann dan geometri Lobachevsky. Euclid mengatakan, melalui satu titik di luar sebuah garis, hanya dapat dibuat tepat satu garis yang sejajar. Riemann dan Lobachevsky tidak bisa menerima itu, ada yang mengatakan banyak garis sejajar yang dapat dibuat, ada yang mengatakan tidak ada garis sejajar yang dapat dibuat. Euclid, Riemann dan Lobachevsky merupakan contoh independensi dalam berpikir. Mereka tidak saling menyalahkan, karena tidak ada alasan menyalahkannya, tetapi juga tidak ada alasan untuk menerimanya, karena, itu aksioma. Mereka sama-sama dapat keberuntungan. Lain lagi, contoh orang-orang yang independen dalam keyakinan, tetapi mereka dizalimi, namun mereka tetap teguh dengan keyakinannya. Mereka adalah Galileo dalam keyakinan sains, dan Bilal dalam keyakinan agama.


(3)

7. Bekerja Disiplin, Sistematis, Efisien dan Efektif

Mengerjakan soal matematika melalui prosedur yang sangat terkontrol, baik melalui pendekatan deduktif, maupun dengan induktif. Tidak dibenarkan mendahulukan yang kemudian, atau membelakangkan yang terdahulu. Jika yang belum diterima kebenarannya dijadikan alasan untuk membenarkan sesuatu, jika yang belum didefinisikan, digunakan untuk mendefinisikan sesuatu, maka ini akan kacau, absurd, dan ruwet. Susunan informasi dari yang diketahui menuju ke yang ingin dicari, disusun dengan cara yang sistematis, menggunakan lambang-lambang, istilah-istilah yang efisien, singkat tapi padat dan jernih (tidak ambigu atau mendua arti), dan efektif langsung menuju sasaran, tidak berbunga-bunga. Kalau saja ini menjadi kebiasaan, maka begitu pulalah ia bekerja dalam kehidupan lainnya.

8. Fleksibel, Imaginatif, Kreatif

Siapa bilang matematika itu kaku (eksak, tidak toleran), linear (lurus-lurus saja), harus ikut satu aturan (anti perbedaan), konvergen (menuju satu titik, tidak boleh menyebar)? Ini namanya salah kaprah. Memang ada matematika yang eksak, pasti seperti pastinya 6 : 2 = 3. Ini pun bergantung semestanya. Ia mempunyai jawaban yang pasti dalam semestanya, bukan bisa diatur (saya 4, kamu 2 saja). Namun, Matematika juga mengenal nilai pendekatan, nilai pembulatan, nilai perkiraan, angka signifikan, teori kesalahan, angka toleransi. Ini semua diperlukan sesuai dengan konteksnya. Matematika tidak hanya yang lurus-lurus saja, ia boleh melengkung, balik atau belok. Contoh soal yang melatih orang agar tidak terkungkung (fixation) dalam berpikir adalah sebagai berikut.

a. Buatlah empat garis lurus dengan menggerakkan pensil tanpa mengangkatnya, dan harus melalui 9 titik berikut.

b. Buatlah empat segitiga samasisi dari enam batang korek berikut.

Kalau soal pertama anda berkutat pada persegi itu saja, atau soal kedua anda hanya berkutat pada bidang datar, sampai pingsan tidak akan terpecahkan, maka perluaslah wawasannya.

Matematika menganjurkan kita untuk berimaginasi (mengandai-andai). Jika kita hendak melukis segitiga yang diketahui tiga unsurnya, kita dianjurkan membuat analisa dengan memisalkan segitiga yang akan dilukis. Ini semua mendorong daya kretivitas, untuk mencipta sesuatu yang baru.

9. Berminat, Termotivasi, Menyenangi Pekerjaan, Berusaha Mencapai Hasil Maksimal.

Jika seseorang sudah menyenangi matematika, maka minatnya (rasa ingin tahu, curiosity) terhadap soal-soal matematika sangat besar, dan motivasinya tidak lagi ingin mendapat nilai atau pujian, tetapi mencari kepuasan batin karena dapat memecahkan soal, seperti Archimides yang berteriak “eureka, eureka”. Bahkan, ia masih mencari-cari pekerjaan, dengan meneliti, barangkali ada cara lain, atau barangkali dapat disempurnakan jawabannya kalau ia masih melihat keterbatasan keberlakuannya, dan lebih iseng lagi, ia membuat soal baru yang dikembangkan dari penemuannya itu, untuk disodorkan kepada orang lain.

10. Menghargai Keteraturan dan Keindahan

Sungguh banyak keteraturan dan keindahan dalam matematika, seperti pola bilangan dan pola bangun. Keindahan yang dirasakan kalbu tidak hanya dari produk matematika seperti rasio emas yang dipakai untuk ukuran persegi panjang dalam bangunan Parthenon di Yunani, atau keindahan mata dan senyuman Monalisa oleh Leonardo da Vinci, atau keindahan nada yang tergantung jarak tekanan jari pada senar gitar hasil renungan Archimides. Ia juga indah dalam proses penciptaannya dan indah dalam pemanfaatannya. Coba perhatikan indahnya pembentukan segitiga Pascal, dan indahnya penggunaan segitiga pascal dalam banyak hal, seperti untuk mencari banyaknya himpunan bagian, untuk banyaknya cara membaca kata yang disusun berbentuk segitiga, banyaknya cara semut singgah di simpul kisi-kisi, dan banyaknya koefisien binomium Newton untuk (a + b)n . Demikian juga

sungguh indah proses dan hasil pembuatan spiral, dan kurva dari garis-garis lurus yang dikenal dengan poliana.

Demikian sekilas secara umum bahwa pendidikan matematika berperan dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Segmen berikut akan kita kupas lagi secara mendetail dari setiap pokok bahasan, Wallahu a’lam.


(4)

PENDIDIKAN MATEMATIKA BERKARAKTER (SEGMEN 2) Oleh: Drs. Mohammad Soleh, M. Ed.

B. BUTIR-BUTIR MATEMATIKA DIKAITKAN DENGAN NILAI DAN DALIL NAQLI 1. Himpunan.

a. Himpunan didefinisikan sebagai kumpulan objek yang diterangkan dengan jelas.

Konsep Himpunan ini termasuk pengertian pangkal, artinya secara alami dapat dimengerti sebagai kumpulan. Tetapi matematika menjaga keakuratannya dengan menambahkan kata “yang diterangkan dengan jelas”.

Konsep Himpunan ini merujuk pada nilai sosial/kebersamaan. Sejak lahir manusia langsung menjadi anggota himpunan (keluarga). Karena itu ia terikat dengan aturan keluarga. Aturan keluarga yang dimaksud adalah “anak dari”. Ini merupakan syarat keanggotaan himpunan yang jelas. Selanjutnya ia pun menjadi anggota masyarakat lingkungannya.

Dalil naqli dari Qur’an Surah 49:13 menyatakan:

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. b. Setiap unsur, harus jelas dapat digolongkan sebagai anggota atau bukan anggota dari suatu

himpunan

Inilah keakuratan himpunan dalam matematika. Matematika tidak mengakui adanya “Himpunan gadis cantik”. Karena tidak jelas apakah si Siti menjadi anggota atau tidak. Siti cantik atau tidak ya? Di sini terpatri nilai konsistensi/keajegan. Kalau sudah menjadi anggota suatu himpunan harus mantap dan memenuhi semua persyaratan keanggotaannya.

Dalil naqli, Qur’an Surah 2: 208.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. Maksudnya kalau mengaku beragama Islam ya jalankan rukun-rukunnya, jangan cuma Islam di KTP. Nanti orang lain ragu, Dia Islam apa non Islam ya?

c. Himpunan Kosong

Himpunan Kosong ialah himpunan yang tidak mempunyai anggota.

Konsep himpunan kosong merujuk pada nilai ketiadaan. Kita asalnya tidak ada, kemudian ada, kemudian kembali tiada, dan akan ada lagi untuk selama-lamanya.

Dalil naqli, Qur’an Surah 69:17

“Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).

d. Himpunan Semesta

Himpunan Semesta ialah himpunan semua objek yang dibicarakan.

Konsep Himpunan Semesta merujuk pada nilai keterbatasan. Setiap dibicarakan satu himpunan, ada lagi himpunan semestanya yang lebih luas. Jadi betapapun besar/ hebatnya manusia, ada lagi yang lebih besar, dan Allah Maha Besar.

Dalil naqli Qur’an Surah 6:162

Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, Dalil naqli Qur’an Surah 25: 59 menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah yang Maha Besar.

.

“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, (Dialah) Yang Maha Pemurah, maka tanyakanlah (tentang Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.


(5)

e. Relasi dua himpunan

Dua himpunan dapat saling lepas, saling beririsan, yang satu menjadi bagian yang lain, atau keduanya sama.

Himpunan barang yang haram jelas terpisah dari barang yang halal.

Dengan kelompok lain kita mesti toleransi, ada yang sama aqidahnya dengan kita, ada yang berbeda. Di dalam harta kita ada harta orang miskin. Harta kita memuat harta orang miskin, maka zakatkanlah. Sesama umat Islam seperti jasad yang satu. Bila ada yang sakit pada satu bagian, maka sakitlah seluruh jasad.

Dalil naqli Qur’an Surah 2:166

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.

Dalil naqli Qur’an Surah 9:103

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

f. Operasi dua himpunan

Dari dua himpunan dapat dibentuk himpunan baru. Irisan dua himpunan hanya menghimpun objek yang sama. Gabungan dua himpunan menghimpun semua objek dari kedua himpunan itu.

Ini mengandung nilai sinergi. Dalam hal tertentu kita berkumpul dengan anggota yang seaqidah membangun masjid. Pada waktu yang lain kita berkumpul seluruh warga, bersinergi untuk membangun jembatan di kampung kita.

Dalil naqli Qur’an Surah 9:109

Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.


(6)

PENDIDIKAN MATEMATIKA BERKARAKTER (SEGMEN 3) Oleh: Drs. Mohammad Soleh, M. Ed.

C. BUTIR-BUTIR MATEMATIKA DIKAITKAN DENGAN NILAI DAN DALIL NAQLI 2. Bilangan

a. Bilangan nol.

Bilangan 0 menyatakan ketiadaan. Bilangan 0 tidak positif, tidak negatif. Bilangan 0 juga tidak berpengaruh pada penjumlahan dirinya dengan sebuah bilangan. a+0 = 0+a = a. Bilangan 0 disebut unsur identitas atau elemen netral penjumlahan.

Nilai nilai yang dipetik antara lain meyakini, bahwa awalnya kita tidak ada. Kalaupun sekarang kita ada, kita tidak bisa menambahkan keberadaan kita dengan sesuatu yang tidak ada. Jangan percaya pada sulap, itu hanya trik seakan-akan dari tidak ada menjadi ada. Bersikap netral kadang-kadang diperlukan terhadap suatu masalah. Jangan menegatifkan kelompok ini, jangan pula mempositipkan kelompok itu, sepanjang keduanya tetap memegang teguh yang prinsip. Perbedaan tafsir pada hal yang cabang, silakan saja. Dalil naqli Qur’an Surah 2:32

Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Dalil naqli Qur’an Surah 3:94

Maka barang siapa mengada-adakan dusta terhadap Allah sesudah itu, maka merekalah orang-orang yang dzalim.

b. Bilangan satu.

Bilangan 1 adalah awalnya membilang. Bilangan berikutnya dibilang sebagai bilangan yang selalu lebih satu dari bilangan sebelumnya, 1,2,3,4,... Jadilah bilangan Asli.

Bilangan 1 juga tidak berpengaruh pada perkalian dirinya dengan bilangan lain. a×1 = 1×a = a. Bilangan satu disebut unsur identitas atau elemen netral perkalian.

Nilai yang dapat dipetik adalah membiasakan bekerja mulai dari awal. Awal sebuah pekerjaan adalah niat lillahi taala. Karena itu bacalah Bismillah irrahman irrahim. Kalau ada orang membujuk kita untuk melipatgandakan budget, lebih baik kita tidak ikut. Biarlah a×1 = 1×a = a.

Ada satu yang satu-satunya. Dia Awal yang qadim (tidak diawali). dan Akhir yang baqa’ (tidak diakhiri). Tuhan Yang Maha Esa.

Qur’an Surah 112 ayat 1-4

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".

Satu yang ini bukan ranah matematika. Tidak berbilang, karena itu bukan bilangan. Maha Esa. Ini adalah Nama (Asma) Allah.

Satu yang memulai bilangan adalah Adam. Kemudian menjadi 2 dengan Siti Hawa, Kemudian menjadi 3,4,5,6,... asal disepakati anak- anak itu lahirnya bergantian. Tetapi ada juga yang bersamaan ya, apabila terjadi kembar siam. Subhana Allah.

Dalil naqli Qur’an Surah 2:30

Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".


(7)

c. Bilangan berlawanan; Bilangan berkebalikan.

Bilangan berlawanan dalam konteks penjumlahan. Bilangan berkebalikan dalam konteks perkalian. Hakikatnya sama, yaitu bila kedua bilangan dioperasikan maka hasilnya menjadi elemen netral. a+ (-a) = (-a) + a = 0, Juga a×

a 1

= a 1

×a =1.

Nilai yang dapat dipetik adalah nilai keberpasangan. Tuhan menciptakan makhluknya dengan berpasang-pasangan. Untuk mencapai keharmonisan hidup maka pertemukanlah pasangannya. Jika sedang panas (marah), maka berwudhu’lah (dingin). Jika suami sedang stress (tegang), maka istri bujuklah (lembut). Qur’an Surah 30: 21.

Dan di antara bukti-bukti kekuasaan Allah, menjadikan untukmu dari jenismu isteri-isterimu, supaya kamu tenteram kepadanya, dan menjalin di antara kamu rasa cinta kasih dan rahmat. Sesungguhnya dalam kejadian itu bukti kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui.

d. Kelipatan suatu bilangan, Faktor suatu bilangan. Bilangan prima, Bilangan tersusun. Kelipatan suatu bilangan merupakan hasil perkalian bilangan itu dengan setiap bilangan asli.

Nilai yang dapat dipetik adalah melipatgandakan ibadah dengan yang diajarkan Allah dan Rasulnya, misalnya shalat berjamaah (27x), shalat diwaktu awal, atau di tempat yang utama (masjid Nabawi (1000x). Masjidil haram 100.000x)). Bersedekah, pahalanya digandakan 10x, atau 70 x .

Faktor suatu bilangan adalah penyusun perkalian yang menghasilkan bilangan itu. Ada bilangan yang faktornya tepat dua buah yaitu bilangan 1 dan dirinya. Bilangan ini disebut bilangan prima. Bilangan 1 bukan prima, dan juga tidak mempunya penyusun selain dirinya. Bilangan lain yang bukan 1 dan bukan prima disebut bilangan tersusun.

Nilai yang dapat dipetik adalah pengakuan ada yang prima. Prima itu utama atau perdana. Kita manusia juga ada yang prima yaitu yang paling bertaqwa kepada Allah. Allah mengutamakan mereka: Para Nabi dan Rasul, para Mujahidin, para Shiddiqqin, para shalihin. Kita yang lainnya hanya kecipratan sedikit dari berbagai yang utama itu. Jihadnya sedikit, jujurnya sedikit, shalih (baik)nya sedikit.

Dalil naqli Qur’an Surah 17:21

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.

Dalil naqli Qur’an Surah 49:13

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

e. Operasi hitung: Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian, Pembagian, dll

Nilai yang dapat dipetik adalah nilai ketepatan hitungan. Dalam hubungan perdagangan, harus ada perhitungan agar tidak saling merugikan. Harta kita harus dizakatkan dengan perhitungan yang disyariatkan (ada 2 ½ %, ada yang 20%) Kapan mulai puasa perlu perhitungan falak. Demikian juga dalam shalat, dan haji ada hitungan berapa kali kita baca fatihah sehari semalam dalam shalat. Berapa kali kita tawaf atau sai, sehingga berapa jauh sebenarnya jarak yang ditempuh.

Dalil naqli Qur’an Surah 2: 282.

... (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

f. Pengukuran dan aritmetika sosial

Ini menyangkut besaran yang dirujukkan pada satuan. Misalnya panjang dengan meter, luas dengan meter persegi, volum dengan meter kubik atau liter, berat dengan gram.

Pengukuran harus secermat-cermatnya, dengan nilai pendekatan yang sedekat-dekatnya. Ada angka toleransi, ada aturan pembulatan, ada angka signifikan.

Nilai yang dapat dipetik adalah kecermatan, ketelitian, kejujuran, keikhlasan. Dalam berdagang, harus jujur dalam menetapkan ukuran dan harganya. Qur’an Surah 83: 1-5


(8)

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? Naudzubillah .


(9)

PENDIDIKAN MATEMATIKA BERKARAKTER (SEGMEN 4) Oleh: Drs. Mohammad Soleh, M. Ed.

D. BUTIR-BUTIR MATEMATIKA DIKAITKAN DENGAN NILAI DAN DALIL NAQLI 4. Aljabar, Geometri dan Statistika

Persamaan dan Pertidaksamaan Nilai keseimbangan/Keadilan.

Nilai mencari penyelesaian yang benar Qur’an Surah 2 ayat 147.

Kebenaran (hak itu) hanyalah dari Tuhanmu, karena itu janganlah sekali-kali kamu tergolong orang yang meragukan.

Kubus dan balok

Nilai Penghargaan terhadap bentuk. Tuhan menciptakan makhluknya dalam berbagai bentuk. Tuhan membekali manusia untuk mampu menciptakan bentuk yang dikehendakinya.

Qur’an Surah 96 ayat 4 - 5.

Sungguh KAMI mencipta manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian KAMI kembalikan ke tempat yang se-rendah-rendahnya.

Sudut dan Jurusan (Arah).

Nilai Penghargaan terhadap arah. Tuhan menerbitkan matahari dari Timur, tenggelam di Barat. Ada bintang penunjuk arah Utara- Selatan. Kita diperintah menghadap kiblat (Baitullah di Mekkah). Qur’an Surah 6 ayat 97.

IA-lah yang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk bagimu di dalam kegelapan di darat dan laut. Sungguh KAMI telah menerangkan bukti-bukti kekuasaan bagi orang-orang yang mengetahui.

Sudut elevasi dan depresi.

Nilai Penghargaan terhadap ketinggian dan kecuraman. Tuhan menciptakan gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lemah yang curam.

Qur’an Surah 17 ayat 37.

Dan jangan berlagak berjalan di muka bumi dengan sombong. Sesungguhnya engkau tidak dapat menembus bumi dan tidak dapat melangkahi gunung.

Pengubinan

Nilai Penghargaan terhadap keindahan.

Betapa indahnya sisik ikan, atau sarang lebah. Betapa indahnya kupu-kupu yang simetris, atau Bintang Laut yang simetri putarnya tingkat lima.

Hadits:

Sesunggunhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Persegi panjang, Persegi, Segitiga

Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya..

Bermula dari petak-petak ladang di lembah sungai Nil yang sering kehilangan bentuknya karena banjir. Maka tergeraklah Euclides mencipta bentuk bangun datar yang dapat dihitung luasnya.

Qur’an Surah 71 ayat 19.


(10)

Relasi, Pemetaan dan Grafik.

Nilai keterkaitan oleh aturan. Kita bekerja sesuai dengan aturan main. Qur’an Surah 2 ayat 185.

Pada bulan Ramadhan itu diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan daripada tuntunan itu yang membedakan antara hak dan batil, halal dan haram.

Teorema Pythagoras.

Nilai Penghargaan terhadap keharmonisan. Bilangan 3,4,5 sangat harmonis: 52 = 32 + 42

Garis-Garis Sejajar Nilai konsistensi.

Dua titik berjarak tertentu, maka ada pasangan-pasangan titik yang lain yang juga berjarak sama dengan itu. Tempat terjadilah garis sejajar.

Qur’an Surah 46 ayat 13.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Allah itu Tuhan kami, kemudian mereka istiqamah, maka mereka terjamin tidak akan merasa takut juga tidak akan merasa susah.

Jajar genjang, Belah ketupat, Layang-layang, Trapesium. Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya

Perbandingan, Perbandingan Senilai dan Perbandingan Berbalik Nilai. Nilai kesesuaian (proporsional). Digunakan untuk perhitungan warisan dan zakat. Qur’an Surah 4 ayat 11.

Allah mensyari’atkan dalam pembagian pusaka untuk seorang lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan….

Waktu, Jarak dan Kecepatan.

Nilai Penghargaan terhadap waktu. (Kedisiplinan). Qur’an Surah 103 ayat 1 – 3

Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan saling ingat mengingatkan untuk berbuat benar dan saling ingat mengingatkan untuk bersabar. Tempat Kedudukan. Persamaan Garis Lurus.

Nilai Konsistensi (taat asas).

Kita harus menempatkan diri sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika datang lebih awal, duduklah disaf terdepan

Qur’an Surah 36 ayat 40.

Matahari tidak dapat mengejar bulan, demikian pula malam tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing berada dalam garis edarnya.

Persamaan dan Pertidaksamaan dengan dua peubah

Nilai Kebenaran. Kita harus mencari penyelesaian yang benar. Kebenaran itu dapat diperiksa dengan mengacu pada aturannya.

Lingkaran

Nilai keharmonisan. Sungguh harmonis, bagaimana pun besar/kecilnya lingkaran, perbandingan keliling dan diameternya tetap.

Peluang

Nilai Kemungkinan. Kehidupan kita ini dalam serba kemungkinan Qur’an Surah 28 ayat 88.


(11)

Dan jangan menyembah Tuhan lain selain Allah. Tiada Tuhan kecuali DIA. Segala sesuatu akan binasa kecuali zat Allah, bagi Allah segala ketentuan hukum dan kepadaNYA -lah kamu akan

dikembalikan Statistika

Nilai Penghargaan terhadap informasi. Setiap keterangan jika diolah dan ditafsirkan akan membantu kita memahami kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Qur’an Surah 12 ayat 3.

Kami akan menceritakan kepadamu sebaik-baik kisah dengan mewahyukan kepadamu Al-Qur’an ini, meskipun sebelum ini kamu tidak mengetahuinya.

Volum, dan Luas sisi Bangun Ruang

Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya. Transformasi

Nilai Dinamis .

Kita bisa saja berpindah tempat, tetapi sifat-sifat kita tetap seperti asalnya. Dalam pencerminan, jika kita mendekat, bayangan kita mendekat; jika kita menjauh bayangan kita menjauh. Demikian juga hubungan kita dengan Tuhan.

Qur’an Surah 54 ayat 49.

Sesungguhnya semua yang KAMI ciptakan dengan ketentuan kadarnya. Hadits;

Allah itu dekat. Jika kamu mendekat, Allah pun mendekat, jika kamu menjauh, Allah pun menjauh.

Kesebangunan

Nilai kesesuaian

Pola Bilangan dan Barisan Bilangan Nilai Keindahan dan keteraturan

Hadits: Allah itu indah dan mencintai keindahan.

E. DEGRADASI NILAI, DEGRADASI PENDIDIKAN

Marilah kita tengok sebagian anak-anak kita. Apa yang mereka genggam, dan apa yang mereka cari? Siapa yang mereka contoh, dan kepada siapa mereka memberontak? Sebagian mereka menggenggam batu dan pentungan untuk tawuran, mereka mereguk narkoba untuk berangan-angan. Mereka mencari kepuasan sesaat, yang sebenarnya kehancuran. Mereka mencontoh solidaritas massa, yang tak berdasar. Mereka memberontak terhadap pengaturan disiplin yang tidak seimbang dengan kelebihan energi untuk berkreasi; penjejalan ilmu yang tidak seimbang dengan nilai-nilai budi. Kekosongan waktu yang tidak seimbang dengan kesempatan kegiatan pengisi waktu.

Apa yang sebenarnya terjadi? Sebenarnya telah terjadi degradasi nilai, penurunan nilai-nilai. Nilai kebenaran tidak lagi datang dari pertimbangan akal dan bisikan kalbu. Kemandirian telah memudar, menjadi ketakutan akan dikucilkan. Kesabaran dipandang sebagai kelemahan. Kejujuruan itu kuno. Tanggungjawab itu soal belakangan. Jati diri itu urusan orangtua. Kesepakatan yang telah ada, pokoknya bisa diatur lagi. Kerjasama perlu untuk menyontek, Independen, ya dalam arti tak terbatas. Disiplin membosankan. Sistematis, efektif, efisien, emangnya gue pikirin. Imaginatif, kreatif, ya untuk spontan, plesetan, komedi, meme. Pekerjaan, santai dan selesai. Hasilnya, pas-pasan sajalah. Keteraturan itu norak, dan Keindahan, hanya dapat dihayati dengan menghayal, fly bersama kupu-kupu.

Mengapa begitu? Sebenarnya gejala itu adalah unjuk rasa ketidakpuasan akan sistem. Mereka tahu ada sesuatu yang salah, tapi apanya, mereka tidak tahu. Kepada siapa mereka bisa mencurahkan kegelisahannya. Memang sistem pendidikan kita telah mengalami degradasi, penciutan dari visi dan misi yang luhur, ke target-terget yang pragmatis sekuler. Pendidikan menciut menjadi pengajaran. Pengajaran menciut menjadi pelaksanaan kurikulum. Pelaksanaan kurikulum menciut menjadi


(12)

pelaksanaan pengajaran. Pelaksanaan pengajaran menciut menjadi penyiapan ujian. Ujian menciut menjadi pemilihan alternatif A, B, C atau D.

F. PENUTUP

Kiranya, sampailah waktunya, untuk bangkit kesadaran, untuk merasa tidak tega melepas anak-anak kita dengan bekal hanya kemampuan memilih alternatif yang disediakan, bukannya kemampuan menciptakan alternatif pemecahan masalah sendiri; membekali dengan butir-butir materi pelajaran yang tersurat, bukannya nilai-nilai yang tersirat dibalik butir-butir materi pelajaran itu; membekali mereka hanya dengan ketajaman akal (intelektual), bukannya keluhuran budi; memanjakan mereka dengan fasilitas pandang-dengar yang modern, bukannya kepekaan indera pendengaran dan penglihatan.

Sementara itu, era pelepasan anak-anak kita itu, telah sampai kepada era persaingan dan perebutan kesempatan. Yang berebutan itu bukan lagi sebangsa dan setanah air, tetapi semua umat manusia, tidak ada lagi pembatasan wilayah, atau monopoli bangsa, telah mengglobal sedunia. Yang kuat IPTEK dan IMTAQ lah yang akan menang. Maka, mana bekalmu anakku? Apa yang kau cari, anakku? Kemana kamu mau pergi?

Semoga, bangkitnya kesadaran ini, masih belum terlambat, dan pembenahan-pembenahannya harus dimulai secara keseluruhan sistem itu. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kami, pendidik yang berdiri paling depan.

Billahittaufiq wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 11

DAFTAR BACAAN Al-Banna, Jamal, Islam dan Akal, Jakarta: Studia Press, 1997. Anonim, Mathematics from 5 to 16, London: HMSO, 1987.

Anonim, Pedoman Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, (Buklet Depdikbud), Jakarta: 1996.

Arezy, A. Muhammad, Differensial dan Integral Takdir, Jakarta: Kalam Mulia, 1996. Asy-Sya’rawi, M. Mutawalli, Bukti-Bukti Adanya Allah, Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Azzaino, HS. Zuardin, Axiomatika Ilmiah Ilahiah, Jakarta: Pustaka Al-Hidayah, 1989.

Bahreisyi, Salim., Bahreisyi, Abdullah., Tarjamah Al-Qur’an, Al-Hakim, Surabaya: CV Al-Qalam, 1995.

Baiquni, A., Peranan Iptek dalam Abad ke XXI dan Upaya Pengintegrasiannya dengan Imtaq, (sebuah makalah), Bandung: 1987.

Kaswardi, EM, K. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Gramedia, 1993.

Muhammad, Abu ‘Abdillah, Syarh Umm Al-Barahin (Bahasan tentang sifat Allah yang dua puluh), Jakarta: PT RajaGrafindo, 1999.

Sedyawati, Edi, Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Soedjadi, Nilai-Nilai dalam Pendidikan Matematika dan Upaya pembinaan Pribadi Anak Didik, ( sebuah makalah), Surabaya: FPMIPA IKIP, 1983.


(1)

c. Bilangan berlawanan; Bilangan berkebalikan.

Bilangan berlawanan dalam konteks penjumlahan. Bilangan berkebalikan dalam konteks perkalian. Hakikatnya sama, yaitu bila kedua bilangan dioperasikan maka hasilnya menjadi elemen netral. a+ (-a) = (-a) + a = 0, Juga a×

a 1

= a 1

×a =1.

Nilai yang dapat dipetik adalah nilai keberpasangan. Tuhan menciptakan makhluknya dengan berpasang-pasangan. Untuk mencapai keharmonisan hidup maka pertemukanlah pasangannya. Jika sedang panas (marah), maka berwudhu’lah (dingin). Jika suami sedang stress (tegang), maka istri bujuklah (lembut). Qur’an Surah 30: 21.

Dan di antara bukti-bukti kekuasaan Allah, menjadikan untukmu dari jenismu isteri-isterimu, supaya kamu tenteram kepadanya, dan menjalin di antara kamu rasa cinta kasih dan rahmat. Sesungguhnya dalam kejadian itu bukti kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mengetahui.

d. Kelipatan suatu bilangan, Faktor suatu bilangan. Bilangan prima, Bilangan tersusun. Kelipatan suatu bilangan merupakan hasil perkalian bilangan itu dengan setiap bilangan asli.

Nilai yang dapat dipetik adalah melipatgandakan ibadah dengan yang diajarkan Allah dan Rasulnya, misalnya shalat berjamaah (27x), shalat diwaktu awal, atau di tempat yang utama (masjid Nabawi (1000x). Masjidil haram 100.000x)). Bersedekah, pahalanya digandakan 10x, atau 70 x .

Faktor suatu bilangan adalah penyusun perkalian yang menghasilkan bilangan itu. Ada bilangan yang faktornya tepat dua buah yaitu bilangan 1 dan dirinya. Bilangan ini disebut bilangan prima. Bilangan 1 bukan prima, dan juga tidak mempunya penyusun selain dirinya. Bilangan lain yang bukan 1 dan bukan prima disebut bilangan tersusun.

Nilai yang dapat dipetik adalah pengakuan ada yang prima. Prima itu utama atau perdana. Kita manusia juga ada yang prima yaitu yang paling bertaqwa kepada Allah. Allah mengutamakan mereka: Para Nabi dan Rasul, para Mujahidin, para Shiddiqqin, para shalihin. Kita yang lainnya hanya kecipratan sedikit dari berbagai yang utama itu. Jihadnya sedikit, jujurnya sedikit, shalih (baik)nya sedikit.

Dalil naqli Qur’an Surah 17:21

Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.

Dalil naqli Qur’an Surah 49:13

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

e. Operasi hitung: Penjumlahan, Pengurangan, Perkalian, Pembagian, dll

Nilai yang dapat dipetik adalah nilai ketepatan hitungan. Dalam hubungan perdagangan, harus ada perhitungan agar tidak saling merugikan. Harta kita harus dizakatkan dengan perhitungan yang disyariatkan (ada 2 ½ %, ada yang 20%) Kapan mulai puasa perlu perhitungan falak. Demikian juga dalam shalat, dan haji ada hitungan berapa kali kita baca fatihah sehari semalam dalam shalat. Berapa kali kita tawaf atau sai, sehingga berapa jauh sebenarnya jarak yang ditempuh.

Dalil naqli Qur’an Surah 2: 282.

... (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

f. Pengukuran dan aritmetika sosial

Ini menyangkut besaran yang dirujukkan pada satuan. Misalnya panjang dengan meter, luas dengan meter persegi, volum dengan meter kubik atau liter, berat dengan gram.

Pengukuran harus secermat-cermatnya, dengan nilai pendekatan yang sedekat-dekatnya. Ada angka toleransi, ada aturan pembulatan, ada angka signifikan.

Nilai yang dapat dipetik adalah kecermatan, ketelitian, kejujuran, keikhlasan. Dalam berdagang, harus jujur dalam menetapkan ukuran dan harganya. Qur’an Surah 83: 1-5


(2)

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? Naudzubillah .


(3)

PENDIDIKAN MATEMATIKA BERKARAKTER (SEGMEN 4) Oleh: Drs. Mohammad Soleh, M. Ed.

D. BUTIR-BUTIR MATEMATIKA DIKAITKAN DENGAN NILAI DAN DALIL NAQLI 4. Aljabar, Geometri dan Statistika

Persamaan dan Pertidaksamaan Nilai keseimbangan/Keadilan.

Nilai mencari penyelesaian yang benar Qur’an Surah 2 ayat 147.

Kebenaran (hak itu) hanyalah dari Tuhanmu, karena itu janganlah sekali-kali kamu tergolong orang yang meragukan.

Kubus dan balok

Nilai Penghargaan terhadap bentuk. Tuhan menciptakan makhluknya dalam berbagai bentuk. Tuhan membekali manusia untuk mampu menciptakan bentuk yang dikehendakinya.

Qur’an Surah 96 ayat 4 - 5.

Sungguh KAMI mencipta manusia dalam bentuk sebaik-baiknya. Kemudian KAMI kembalikan ke tempat yang se-rendah-rendahnya.

Sudut dan Jurusan (Arah).

Nilai Penghargaan terhadap arah. Tuhan menerbitkan matahari dari Timur, tenggelam di Barat. Ada bintang penunjuk arah Utara- Selatan. Kita diperintah menghadap kiblat (Baitullah di Mekkah). Qur’an Surah 6 ayat 97.

IA-lah yang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk bagimu di dalam kegelapan di darat dan laut. Sungguh KAMI telah menerangkan bukti-bukti kekuasaan bagi orang-orang yang mengetahui.

Sudut elevasi dan depresi.

Nilai Penghargaan terhadap ketinggian dan kecuraman. Tuhan menciptakan gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lemah yang curam.

Qur’an Surah 17 ayat 37.

Dan jangan berlagak berjalan di muka bumi dengan sombong. Sesungguhnya engkau tidak dapat menembus bumi dan tidak dapat melangkahi gunung.

Pengubinan

Nilai Penghargaan terhadap keindahan.

Betapa indahnya sisik ikan, atau sarang lebah. Betapa indahnya kupu-kupu yang simetris, atau Bintang Laut yang simetri putarnya tingkat lima.

Hadits:

Sesunggunhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Persegi panjang, Persegi, Segitiga

Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya..

Bermula dari petak-petak ladang di lembah sungai Nil yang sering kehilangan bentuknya karena banjir. Maka tergeraklah Euclides mencipta bentuk bangun datar yang dapat dihitung luasnya.

Qur’an Surah 71 ayat 19.


(4)

Relasi, Pemetaan dan Grafik.

Nilai keterkaitan oleh aturan. Kita bekerja sesuai dengan aturan main. Qur’an Surah 2 ayat 185.

Pada bulan Ramadhan itu diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan daripada tuntunan itu yang membedakan antara hak dan batil, halal dan haram.

Teorema Pythagoras.

Nilai Penghargaan terhadap keharmonisan. Bilangan 3,4,5 sangat harmonis: 52 = 32 + 42

Garis-Garis Sejajar Nilai konsistensi.

Dua titik berjarak tertentu, maka ada pasangan-pasangan titik yang lain yang juga berjarak sama dengan itu. Tempat terjadilah garis sejajar.

Qur’an Surah 46 ayat 13.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Allah itu Tuhan kami, kemudian mereka istiqamah, maka mereka terjamin tidak akan merasa takut juga tidak akan merasa susah.

Jajar genjang, Belah ketupat, Layang-layang, Trapesium. Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya

Perbandingan, Perbandingan Senilai dan Perbandingan Berbalik Nilai. Nilai kesesuaian (proporsional). Digunakan untuk perhitungan warisan dan zakat. Qur’an Surah 4 ayat 11.

Allah mensyari’atkan dalam pembagian pusaka untuk seorang lelaki sama dengan bagian dua anak perempuan….

Waktu, Jarak dan Kecepatan.

Nilai Penghargaan terhadap waktu. (Kedisiplinan). Qur’an Surah 103 ayat 1 – 3

Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dan saling ingat mengingatkan untuk berbuat benar dan saling ingat mengingatkan untuk bersabar. Tempat Kedudukan. Persamaan Garis Lurus.

Nilai Konsistensi (taat asas).

Kita harus menempatkan diri sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika datang lebih awal, duduklah disaf terdepan

Qur’an Surah 36 ayat 40.

Matahari tidak dapat mengejar bulan, demikian pula malam tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing berada dalam garis edarnya.

Persamaan dan Pertidaksamaan dengan dua peubah

Nilai Kebenaran. Kita harus mencari penyelesaian yang benar. Kebenaran itu dapat diperiksa dengan mengacu pada aturannya.

Lingkaran

Nilai keharmonisan. Sungguh harmonis, bagaimana pun besar/kecilnya lingkaran, perbandingan keliling dan diameternya tetap.

Peluang

Nilai Kemungkinan. Kehidupan kita ini dalam serba kemungkinan Qur’an Surah 28 ayat 88.


(5)

Dan jangan menyembah Tuhan lain selain Allah. Tiada Tuhan kecuali DIA. Segala sesuatu akan binasa kecuali zat Allah, bagi Allah segala ketentuan hukum dan kepadaNYA -lah kamu akan

dikembalikan Statistika

Nilai Penghargaan terhadap informasi. Setiap keterangan jika diolah dan ditafsirkan akan membantu kita memahami kejadian masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Qur’an Surah 12 ayat 3.

Kami akan menceritakan kepadamu sebaik-baik kisah dengan mewahyukan kepadamu Al-Qur’an ini, meskipun sebelum ini kamu tidak mengetahuinya.

Volum, dan Luas sisi Bangun Ruang

Nilai Penghargaan terhadap bentuk dan ukurannya. Transformasi

Nilai Dinamis .

Kita bisa saja berpindah tempat, tetapi sifat-sifat kita tetap seperti asalnya. Dalam pencerminan, jika kita mendekat, bayangan kita mendekat; jika kita menjauh bayangan kita menjauh. Demikian juga hubungan kita dengan Tuhan.

Qur’an Surah 54 ayat 49.

Sesungguhnya semua yang KAMI ciptakan dengan ketentuan kadarnya. Hadits;

Allah itu dekat. Jika kamu mendekat, Allah pun mendekat, jika kamu menjauh, Allah pun menjauh.

Kesebangunan

Nilai kesesuaian

Pola Bilangan dan Barisan Bilangan Nilai Keindahan dan keteraturan

Hadits: Allah itu indah dan mencintai keindahan.

E. DEGRADASI NILAI, DEGRADASI PENDIDIKAN

Marilah kita tengok sebagian anak-anak kita. Apa yang mereka genggam, dan apa yang mereka cari? Siapa yang mereka contoh, dan kepada siapa mereka memberontak? Sebagian mereka menggenggam batu dan pentungan untuk tawuran, mereka mereguk narkoba untuk berangan-angan. Mereka mencari kepuasan sesaat, yang sebenarnya kehancuran. Mereka mencontoh solidaritas massa, yang tak berdasar. Mereka memberontak terhadap pengaturan disiplin yang tidak seimbang dengan kelebihan energi untuk berkreasi; penjejalan ilmu yang tidak seimbang dengan nilai-nilai budi. Kekosongan waktu yang tidak seimbang dengan kesempatan kegiatan pengisi waktu.

Apa yang sebenarnya terjadi? Sebenarnya telah terjadi degradasi nilai, penurunan nilai-nilai. Nilai kebenaran tidak lagi datang dari pertimbangan akal dan bisikan kalbu. Kemandirian telah memudar, menjadi ketakutan akan dikucilkan. Kesabaran dipandang sebagai kelemahan. Kejujuruan itu kuno. Tanggungjawab itu soal belakangan. Jati diri itu urusan orangtua. Kesepakatan yang telah ada, pokoknya bisa diatur lagi. Kerjasama perlu untuk menyontek, Independen, ya dalam arti tak terbatas. Disiplin membosankan. Sistematis, efektif, efisien, emangnya gue pikirin. Imaginatif, kreatif, ya untuk spontan, plesetan, komedi, meme. Pekerjaan, santai dan selesai. Hasilnya, pas-pasan sajalah. Keteraturan itu norak, dan Keindahan, hanya dapat dihayati dengan menghayal, fly bersama kupu-kupu.

Mengapa begitu? Sebenarnya gejala itu adalah unjuk rasa ketidakpuasan akan sistem. Mereka tahu ada sesuatu yang salah, tapi apanya, mereka tidak tahu. Kepada siapa mereka bisa mencurahkan kegelisahannya. Memang sistem pendidikan kita telah mengalami degradasi, penciutan dari visi dan misi yang luhur, ke target-terget yang pragmatis sekuler. Pendidikan menciut menjadi pengajaran. Pengajaran menciut menjadi pelaksanaan kurikulum. Pelaksanaan kurikulum menciut menjadi


(6)

pelaksanaan pengajaran. Pelaksanaan pengajaran menciut menjadi penyiapan ujian. Ujian menciut menjadi pemilihan alternatif A, B, C atau D.

F. PENUTUP

Kiranya, sampailah waktunya, untuk bangkit kesadaran, untuk merasa tidak tega melepas anak-anak kita dengan bekal hanya kemampuan memilih alternatif yang disediakan, bukannya kemampuan menciptakan alternatif pemecahan masalah sendiri; membekali dengan butir-butir materi pelajaran yang tersurat, bukannya nilai-nilai yang tersirat dibalik butir-butir materi pelajaran itu; membekali mereka hanya dengan ketajaman akal (intelektual), bukannya keluhuran budi; memanjakan mereka dengan fasilitas pandang-dengar yang modern, bukannya kepekaan indera pendengaran dan penglihatan.

Sementara itu, era pelepasan anak-anak kita itu, telah sampai kepada era persaingan dan perebutan kesempatan. Yang berebutan itu bukan lagi sebangsa dan setanah air, tetapi semua umat manusia, tidak ada lagi pembatasan wilayah, atau monopoli bangsa, telah mengglobal sedunia. Yang kuat IPTEK dan IMTAQ lah yang akan menang. Maka, mana bekalmu anakku? Apa yang kau cari, anakku? Kemana kamu mau pergi?

Semoga, bangkitnya kesadaran ini, masih belum terlambat, dan pembenahan-pembenahannya harus dimulai secara keseluruhan sistem itu. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kami, pendidik yang berdiri paling depan.

Billahittaufiq wal hidayah. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. 11

DAFTAR BACAAN Al-Banna, Jamal, Islam dan Akal, Jakarta: Studia Press, 1997. Anonim, Mathematics from 5 to 16, London: HMSO, 1987.

Anonim, Pedoman Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, (Buklet Depdikbud), Jakarta: 1996.

Arezy, A. Muhammad, Differensial dan Integral Takdir, Jakarta: Kalam Mulia, 1996. Asy-Sya’rawi, M. Mutawalli, Bukti-Bukti Adanya Allah, Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Azzaino, HS. Zuardin, Axiomatika Ilmiah Ilahiah, Jakarta: Pustaka Al-Hidayah, 1989.

Bahreisyi, Salim., Bahreisyi, Abdullah., Tarjamah Al-Qur’an, Al-Hakim, Surabaya: CV Al-Qalam, 1995.

Baiquni, A., Peranan Iptek dalam Abad ke XXI dan Upaya Pengintegrasiannya dengan Imtaq, (sebuah makalah), Bandung: 1987.

Kaswardi, EM, K. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Gramedia, 1993.

Muhammad, Abu ‘Abdillah, Syarh Umm Al-Barahin (Bahasan tentang sifat Allah yang dua puluh), Jakarta: PT RajaGrafindo, 1999.

Sedyawati, Edi, Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.

Soedjadi, Nilai-Nilai dalam Pendidikan Matematika dan Upaya pembinaan Pribadi Anak Didik, ( sebuah makalah), Surabaya: FPMIPA IKIP, 1983.