2. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap kadar hemoglobin tikus
yang dipapar asap rokok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan asap rokok sebanyak 3 batanghari selama 30 hari pada kelompok kontrol negatif berpengaruh terhadap
penurunan kadar hemoglobin yaitu berkisar antara 10,88 grdL darah, bila dibandingkan dengan kadar hemoglobin yang terukur pada kelompok kontrol
positif, KP1, KP2 dan KP3 menunjukkan hasil yang cenderung konstan dan berada dalam kisaran normal Gambar 14. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo
1988, kadar hemoglobin normal pada tikus putih antara 11,1-18 gdl. Kadar hemoglobin yang rendah pada kelompok kontrol negatif terjadi karena salah satu
kandungan dari asap rokok yang dominan adalah karbonmonoksida Inayatillah 2014. Karbon monoksida merupakan gas racun yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Karbon monoksida dapat menyebabkan berkurangnya pengiriman dan pemanfaatan oksigen pada jaringan tubuh Batubara 2013.
Secara umum, udara masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui saluran pernafasan dan masuk ke paru-paru. Di dalam paru-paru terjadi pertukaran
oksigen dan karbonmonoksida dengan karbondioksida yang diangkut oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh hemoglobin. Hemoglobin Hb adalah
protein kompleks yang terdiri atas protein, globin dan pigmen hem yang mengandung zat besi. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen yang kaya
akan zat besi dalam sel darah merah dan oksigen dibawa dari paru-paru ke dalam jaringan Hoffbrand 2006. Saat mencapai alveolus, afinitas hemoglobin untuk
oksigen jauh lebih rendah dari pada afinitasnya dengan karbonmonoksida sehingga dapat menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen.
Sebagian karbonmonoksida yang masuk, larut dalam cairan yang membasahi epitel yang tipis dari alveolus. Kemudian karbonmonoksida berdifusi ke dalam
darah yang terdapat dalam kapiler dalam dinding alveolus. Sebagian besar karbonmonoksida kemudian berikatan dengan hemoglobin membentuk karbon
monoksihemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Secara simultan, sebagian karbondioksida dalam darah berdifusi ke alveolus yang dapat
dihembuskan keluar. Sirkulasi darah kemudian membawa karbonmonoksida ke semua sel tubuh. Dalam jangka waktu yang lama, akibat afinitas
karbonmonoksida yang kuat terhadap hemoglobin mampu menyebabkan terjadinya stress oksidatif seningga mengakibatkan jumlah eritrosit dalam
peredaran darah menjadi berkurang karena terjadi hemolisis sel darah merah dan hemoglobin terbebas ke dalam plasma seningga tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, sehingga menyebabkan kadar hemoglobin menurun. Hasil uji statistik dengan menggunakan One Way Anova, terdapat perbedaan
bermakna pada kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 p5 terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2
dan KP3. Hal ini karena pada masing-masing kelompok KP1, KP2, KP3 diberi ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis yang berbeda sedangkan kelompol
kontrol negatif tanpa diberi ekstrak kulit buah rambutan hanya paparan asap rokok. Pada kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan yang
bermakna dimana hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan tersebut memberikan efek yang sama dalam meningkatkan kadar
hemoglobin dalam kisaran normal. Namun dari hasil rerata kadar hemoglobin pada Gambar 14 terjadi peningkatan hingga hari ke 30. Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan kadar hemoglobin seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit buah rambutan pada kelompok perlakuan sesuai dengan hasil uji
regresi linier. Hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan kadar hemoglobin dengan
model persamaan regresi liniernya adalah Y = 11,92 + 0,40X, bahwa semakin besarnya dosis ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan, maka dapat
meningkatkan kadar hemoglobin. Namun dari hasil R
2
diperoleh sebesar 0,297 = 29,7, hal ini menunjukkan nilai yang rendah dibawah 50. Jadi kandungan
senyawa di dalam ekstrak kulit buah rambuatan kurang berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan masih ada 70,3 disebabkan oleh pengaruh
atau faktor lain yang tidak diketahui dan tidak diamati dalam penelitian ini, sehingga ekstrak kulit buah rambutan kurang berpontensi untuk dikembangkan
sebagai agen proteksi. Kadar hemoglobin yang meningkat disebabkan karena pada ekstrak kulit
buah rambutan terdapat kandungan polifenol yang berperan sebagai pendonor atom hidrogen H
+
kepada radikal bebas agar menjadi radikal bebas stabil yang
sifatnya tidak merusak, sehingga membran lipid eritrosit dapat terlindungi dari radikal bebas dan hemoglobin tidak terbebas ke dalam plasma. Salah satu dari
kelompok senyawa polifenol yang dapat ditemukan di kulit buah rambutan yang berperan sebagai antioksidan yaitu flavonoid Dewi et al. 2013. Flavonoid
bersifat lipofilik sehingga mampu berikatan dengan membran sel eritrosit dan berfungsi sebagai pelindung terhadap radikal bebas. Flavonoid yang terkandung
dalam ekstrak kulit buah rambutan yang diberikan secara oral, akan mengalami proses pencernaan dan penyerapan oleh dinding-dinding pencernaan kemudian
diedarkan melalui darah. Flavonoid yang berada di dalam peredaran darah ini akan menstimulir ginjal mengeluarkan hormon yang dinamakan eritropoietin.
Eritropoietin adalah suatu hormon glikoprotein yang terdapat dalam darah, selanjutnya hormon eritropoietin yang beredar dalam pembuluh darah sehingga
menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan pembentukan sel darah merah yaitu eritropoiesis. Sel induk primordial sumsum tulang akan membentuk
hemositoblast yang baru secara kontinyu. Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Sintesis heme berlangsung
di dalam mitokondria dan terjadi secara bertahap. Dimulai dari pembentukan kerangka porfirin disusul oleh inkorporasi besi ke dalam keempat heme
sedangkan sintesis rantai globin terjadi di dalam ribosom sitoplasma. Suksinil Ko- A dan glisin mengalami kondensasi membentuk asam aminilevulinat ALA
dengan dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase, yang meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma.
Dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidratase. Kemudian 4
molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk uroporfirinogen, dengan dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase menjadi
koproporfirinogen III,
kemudian membentuk
protoporfirinogen IX.
Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan sistem ikatan rangkap
terkonyugasi yang merupakan ciri khas porfirin. Uroporfirinogen tipe I, III dan koproporfirinogen juga dapat dioksidasi menjadi porfirin. Kemudian terjadi
pemasukan ion fero ke dalam cincin porfirin dari protoporfirin dengan dikatalisis
enzim feroketalase menghasilkan heme Dharma 1989; Widmann 1999. Heme disintesis di mitokondria dan penggabungan dengan globin terjadi dalam
sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang Hoffbrand dan Pettit 1996. Eritoblast kemudian menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti sel
menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin,
inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia
masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam
stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis menyelip melalui pori membran. Retikulum endoplasma tersisa di dalam
retikulosit terus menghasilkan hemoglobin selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi
eritrosit dan membelah secara mitosis.
3. Pengaruh ekstrak kulit buah rambutan terhadap persentase hematokrit