EFEK EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN DAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

(1)

i

EFEK EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN

TERHADAP JUMLAH ERITROSIT, KADAR HEMOGLOBIN

DAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH

YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi

oleh

Fera Kartika Dewi 4411411048

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

ABSTRAK

Dewi, Fera Kartika. 2015. Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok. Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Lisdiana, M.Si.

Asap rokok merupakan salah satu sumber radikal bebas eksogen. Apabila terinhalasi, aktivitasnya dapat merusak struktur fungsi membran eritrosit. Pengaruh radikal bebas dapat ditekan melalui pemberian antioksidan. Kulit buah rambutan mengandung senyawa fenolik dalam bentuk polifenol yang bersifat antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok dan pada dosis berapa ekstrak kulit buah rambutan dapat memberikan pengaruh signifikan. Penelitian ini menggunakan desain Post Test Control Group Design. Sampel dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol (K+, K-) dan kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kelompok kontrol positif (K+) diberi pakan standar dan air minum, kelompok kontrol negatif (K-) diberi 3 batang rokok, kelompok perlakuan (KP1, KP2, KP3) diberi 3 batang rokok dan ekstrak kulit buah rambutan masing-masing kelompok perlakuan dengan dosis 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB, dan 45 mg/kgBB selama 30 hari. Variabel bebas adalah ekstrak kulit buah rambutan sedangkan variabel terikat adalah jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah. Pengambilan darah dilakukan pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 melalui sinus orbitalis mata dengan pipet hematokrit sebanyak 1 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf kemudian mengukur parameter sampel darah dengan Hematology Analyzer BC 2600. Data dianalisis dengan uji LSD dan dosis optimum dianalisis menggunakan uji regresi. Hasil penelitian menunjukkan dari hasil uji LSD pada jumlah eritrosit terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K- terhadap kelompok K+, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok K+ tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3, namun terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok KP3 dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%). Sedangkan hasil uji LSD kadar hemoglobin dan hematokrit darah menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K- terhadap kelompok K+, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok K+ tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3. Sedangkan antara kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan bermakna. Namun dari hasil rerata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah pada hari ke 30, kelompok KP3 yang paling tertinggi. Simpulan dari penelitian ini adalah ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 45 mg/kgBB dapat meningkatkan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Negeri Semarang.

2. Dekan Fakultas MIPA yang telah memberikan ijin dan kelancaran administrasi dalam melaksanakan penelitian.

3. Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan arahan dan kelancaran administrasi.

4. Dr. Lisdiana, M.Si. sebagai dosen pembimbing dan selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, arahan dan motivasi.

5. Dr. Wiwi Isnaeni, M.S. dan Dr. Aditya Marianti, M.Si. sebagai dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah memberikan arahan dan saran perbaikan serta memberikan waktunya untuk berkonsultasi.

6. Mbak Tika dan Pak Ngatiman selaku teknisi Laboratorium Biologi Unnes yang telah membantu dalam melakukan penelitian.

7. Pak Mahali dan Mbak Arista selaku teknisi Laboratorium Patologi Klinik Universitas Muhammadiyah Semarang yang telah memfasilitasi, membantu menganalisis dan memberikan arahan dalam melakukan penelitian.

8. Ayahanda R. Indrakama Wedanta, BSc, Ibunda Hariani dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril, doa maupun materil.

9. Pemerintah RI melalui DIKTI yang telah membantu dan memberikan berbagai sarana materil selama perkuliahan berlangsung untuk menyelesaikan studi Strata 1.

10. Mas Herdi, Dek Wawan dan Dek Erni yang selalu memberi motivasi, saran dan setia bersama-sama dalam menjalankan penelitian skripsi ini.


(6)

vi

12. Kakak-kakak ku yakni Mas Yanto, Mbak Astridya Paramita, M.KM. dan Mas Dimas Satrio Herlambang, S.Si., yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa, kasih sayang dan materil dalam pembuatan skripsi ini.

13. Sahabat-Sahabat-ku Nanda, Maulana, Ria dan lain-lain yang selalu mendoakan dan memberi semangat dalam pembuatan skripsi ini.

14. Dek Eva, Anwar, Syarif dan Husein yang telah membantu dan memberikan arahan serta berbagai keceriaan selama penelitian di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES.

15. Rekan-rekan Biologi Unnes dan Sebico (Second of Biology Community) yang selalu memberi motivasi saya dalam melakukan penelitian.

16. Teman-teman berbagai organisasi CBF (Cempaka Bio Farm), JSC (Jasmina Study Center), UKM Penelitian dan lain-lain, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta memberi motivasi saya dalam penulisan skripsi ini. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan, baik moril, doa maupun materil demi terselesaikannya skripsi ini.

Tidak ada satu pun yang dapat penulis berikan sebagai imbalan, kecuali doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebaik-baiknya dan berlimpah rahmat serta hidayah-Nya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi bahan kajian dalam bidang ilmu yang terkait. Amin.

Semarang, 25 April 2016


(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Penegasan Istilah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Kandungan Senyawa Kimia Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum) ... 7

B. Kandungan Asap Rokok ... 11

C. Gambaran Umum Darah ... 14

D. Kerangka Berpikir ... 22

E. Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

B. Populasi dan Sampel ... 25

C. Variabel ... 25

D. Alat dan Bahan Penelitian ... 26

E. Rancangan Penelitian ... 27

F. Prosedur Penelitian ... 28


(8)

viii

Halaman BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 33

B. Pembahasan ... 42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat yang digunakan untuk penelitian ... 26

2. Bahan yang digunakan untuk penelitian ... 27

3. Pemberian perlakuan pada penelitian ... 27

4. Rerata Jumlah eritrosit (106/µl) selama 30 hari perlakuan ... 33

5. Hasil uji LSD terhadap jumlah eritrosit (106/µl) ... 35

6. Rerata kadar hemoglobin (gr/dL) selama 30 hari perlakuan ... 36

7. Hasil uji LSD terhadap kadar hemoglobin (gr/dL) ... 38

8. Rerata persentase hematokrit (%) selama 30 hari perlakuan ... 39


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Buah dan kulit buah rambutan ... 8

2. Struktur polifenol ... 8

3. Struktur kimia asam ellagat, corilagin dan geraniin ... 9

4. Mekanisme peredaman radikal oleh senyawa fenolik ... 10

5. Gambaran sampel darah ... 15

6. Morfologi sel darah merah ... 16

7. Struktur dari membran sel ... 17

8. Struktur hemoglobin ... 20

9. Kerangka berpikir penelitian efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok ... 24

10. Seperangkat alat smoking chamber ... 30

11. Skema tahap pelaksanaan penelitian ... 31

12 Grafik rerata jumlah eritrosit selama 30 hari perlakuan ... 34

13. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit ... 36

14. Grafik rerata kadar hemoglobin selama 30 hari perlakuan ... 37

15. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin ... 39

16. Grafik rerata persentase hematokrit selama 30 hari perlakuan ... 40

17. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan persentase hematokrit ... 42


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pembuatan ekstrak kulit buah rambutan

(Nephelium lappaceum L.) ... 63

2. Cara pemeriksaan sampel darah dengan alat Hematology Analyzer ... 64

3. Prosedur pengoperasian Hematology Analyzer BC 2600 ... 65

4. Data hasil penelitian ... 67

5. Analisis statistik data jumlah eritrosit ... 70

6. Ringkasan hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit ... 73

7. Analisis statistik data kadar hemoglobin ... 76

8. Ringkasan hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin ... 79

9. Analisis statistik data persentase hematokrit ... 82

10. Ringkasan hasil uji regresi linier data persentase hematokrit ... 85


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada sebagian masyarakat merokok merupakan hal kebiasaan yang sulit dihilangkan dan berbahaya bagi kesehatan tubuh. Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga orang di sekitarnya yang terkena asap rokok. Pembakaran rokok akan menghasilkan asap rokok yang terbagi menjadi asap rokok utama (mainstream smoke) dan asap rokok samping (sidestream smoke). Asap rokok utama merupakan asap rokok yang dihasilkan dari hisapan perokok aktif yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya, sedangkan asap rokok samping merupakan asap rokok dari pembakaran rokok yang terhirup oleh perokok pasif yang mengandung 75% kadar bahan berbahaya (Nurjanah et al. 2014). Asap rokok samping dapat menimbulkan polusi udara sehingga disebut pula

Environtment Tobacco Smoke (ETS) yang sangat berbahaya dan dampaknya lebih besar.

Asap rokok merupakan aerosol heterogen dari hasil pembakaran tembakau. Kandungan kimia tembakau yang sudah teridentifikasi jumlahnya mencapai 2.500 komponen, sedangkan dalam asap rokok telah teridentifikasi 4.800 macam komponen kimia yang dapat membahayakan kesehatan (Gaur 2007). Asap rokok terbagi menjadi dua komponen yakni komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri atas karbon monoksida (CO), oksida, aldehid, asam hidrosianat, akrolein, ammonia, nitrosamin, hidrazin dan vinil klorida. Sedangkan komponen partikel terdiri atas tar, nikotin, hidrokarbon aromatik polinuklear, fenol, kresol, β -naftilamin, benzo(a)piren, katekol, indol dan karbazol (Behr 2002).

Asap rokok, baik asap rokok utama dan samping apabila terinhalasi ke dalam sistem pernafasan dapat masuk ke sistem sirkulasi darah sehingga menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yaitu senyawa pengoksidasi turunan oksigen yang bersifat sangat reaktif yang menyebabkan stress oksidatif terutama pada eritrosit. Di dalam eritrosit terkandung hemoglobin (Hb) yakni suatu struktur yang terdiri atas heme dan globin. Hemoglobin memiliki kemampuan mengikat O2 dan CO2 sehingga hemoglobin merupakan komponen


(13)

yang amat penting dalam mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Fungsi utamanya yakni mengatur pertukaran O2 dan CO2 dalam jaringan tubuh yaitu mengambil O2 dari paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan tubuh digunakan untuk metabolisme serta membawa CO2 dari jaringan tubuh hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang. Hemoglobin juga turut berfungsi dalam mempertahankan bentuk normal sel darah merah (Hoffbrand 2006).

Kandungan asap rokok terutama karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbon monoksida, sehingga CO menggantikan O2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan (Harvey 2009).

Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak dan tersusun dalam dua lapisan/dwi lapis (bilayer). Fosfolipid merupakan salah satu membran yang rentan terhadap stres oksidatif. Apabila radikal bebas tidak dihentikan, aktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Abdollahi et al. 2004). Lemak tidak jenuh adalah lemak yang peka terhadap serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam sistem seluler peroksidasi terjadi pada biomembran, akibatnya kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Serangan radikal bebas pada lipid dapat menyebabkan terbentuknya peroksida yang disebut peroksidasi lipid (Suhartono et al. 2007).

Peroksida lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya fluiditas membran dan meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit


(14)

yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis (Ratnaningtyas 2010). Lisisnya membran eritrosit menyebabkan hemoglobin terbebas ke dalam plasma, sehingga jumlahnya semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan kadar hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit rendah. Akibatnya sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen (Ahumibe dan Braide 2009). Apabila kerusakan membran eritrosit terus berlanjut, maka kemungkinan akan menimbulkan penyakit anemia sehingga terjadi penurunan nilai hematokrit darah. Dari hasil penelitian Kilinc et al. (2004) menunjukkan bahwa nilai hitung eritrosit pada perokok pasif lebih rendah daripada perokok aktif. Perokok pasif yang sering menghirup asap rokok samping dari hasil pembakaran rokok yang diakibatkan oleh perokok aktif. Perokok pasif lebih memiliki resiko yang besar daripada perokok aktif karena asap rokok yang terhirup lebih berbahaya disebabkan oleh senyawa aktif yang kuat dari hasil pembakaran tidak sempurna rokok.

Pengaruh radikal bebas dari asap rokok terhadap eritrosit, hemoglobin dan hematokrit dapat ditekan melalui pemberian antioksidan. Antioksidan dapat berperan dalam mencegah terjadinya stress oksidatif akibat paparan radikal bebas. Antioksidan dapat diperoleh dari senyawa kimia hasil metabolit sekunder dari berbagai tanaman. Salah satu jenis kulit buah yang berkhasiat sebagai obat dan memiliki aktivitas antioksidan yaitu rambutan (Nephelium lappaceum).

Rambutan merupakan buah yang umum dikonsumsi di Indonesia, mudah diperoleh, serta dikenal masyarakat luas. Rambutan adalah salah satu buah yang semua bagiannya dari kulit, daun, biji, sampai akar, dapat berfungsi sebagai obat (Syamsidi 2014). Namun untuk kulit buah rambutan hingga kini masih menjadi limbah. Kulitnya yang berwarna merah masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Kulit buah rambutan diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang mengandung senyawa fenolik, alkaloid, steroid dan terpenoid (Wardhani dan Supartono 2015), flavonoid (Fidrianny et al. 2015) serta antosianin (Hutapea et al.

2014) dengan kandungan tertinggi adalah senyawa fenolik (Fila 2012). Menurut Thitilertdecha et al. (2010), kulit buah rambutan mengandung senyawa fenolik dalam bentuk polifenol dengan komponen utama asam ellagat, geraniin dan coraligin. Polifenol ini berperan melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat radikal bebas (Guo et al. 2003).


(15)

Polifenol merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat yang mempunyai cincin aromatik dengan gugus hidroksil lebih dari satu (Thitilertdecha

et al. 2010). Aktivitas antioksidan polifenol lebih efektif dan lebih kuat dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada vitamin C dan vitamin E. Kemampuan antioksidan dari suatu zat adalah IC50 (Inhibitory Concentration 50) yang didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%, dimana semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi dan akan semakin efektif zat tersebut sebagai antioksidan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Tjandra et al. (2011) uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit buah rambutan nilai IC50 sebesar 0,412 µg/mL dan nilai IC50 vitamin C sebesar 1.776603 µg/mL, sedangkan dari hasil penelitian Khasanah (2011) ekstrak etanol kulit buah rambutan menunjukkan nilai IC50 sebesar 4,29 µg/mL dan nilai IC50 vitamin E sebesar 8,48 µg/mL. Maka dari hasil dua penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah rambutan memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan dengan senyawa vitamin C dan vitamin E.

Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok?

2. Pada dosis berapa efek ekstrak kulit buah rambutan dapat memberikan pengaruh signifikan pada jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok?


(16)

C. Penegasan Istilah

Untuk menghindari salah penafsiran terhadap judul “Efek Ekstrak Kulit Buah Rambutan terhadap Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Hematokrit Tikus yang Dipapar Asap Rokok” maka perlu ditegaskan istilah-istilah yang terkait dengan judul di atas sebagai berikut.

1. Asap Rokok

Bahan toksik yang diperoleh dari hasil pembakaran rokok. Asap rokok akan dipaparkan ke tikus. Jenis rokok yang digunakan merupakan jenis rokok kretek yang dijual bebas di pasaran, dengan kandungan tar 38 mg dan nikotin 2,4 mg per batang rokok. Tujuan digunakan asap rokok dalam penelitian ini adalah menimbulkan efek toksik pada darah.

2. Ekstrak Kulit Buah Rambutan

Zat dalam bentuk serbuk yang dimurnikan dari zat asal. Dalam penelitian ini kulit buah rambutan dibuat dengan cara meserasi menggunakan pelarut metanol. Hasil akhir ekstrak berupa larutan.

3. Jumlah Eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah

Komponen sel darah yang terdiri dari 45% berupa sel-sel darah merah yang mengandung hemoglobin dan nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Dalam penelitian ini digunakan sebagai indikator penting kerusakan darah yang diambil dengan melihat parameter hematologi melalui pemeriksaan darah di laboratorium.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok. 2. Untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang berpengaruh

signifikan pada jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah darah tikus yang dipapar asap rokok.


(17)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok. 2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan untuk

penelitian lebih lanjut tentang prospek pengembangan efek ekstrak kulit buah rambutan sebagai antioksidan.

2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan ekstrak kulit buah rambutan sebagai obat alternatif untuk mencegah penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah akibat dipapar asap rokok.


(18)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Kandungan Senyawa Kimia Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceum) Rambutan merupakan tanaman buah tropis asli Indonesia, namun saat ini telah menyebar luar di daerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis. Tanaman rambutan merupakan salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai antioksidan alami yang dalam perkembangannya juga digunakan sebagai tanaman obat (Nugraha 2008). Rambutan banyak ditanam sebagai pohon buah dan kadang-kadang ditemukan tumbuh dengan liar. Tumbuhan tropis ini memerlukan iklim lembab dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2000 mm. Rambutan merupakan tanaman dataran rendah yang ketinggiannya mencapai 300-600 m dpl (Hasbi 1995). Sistematika dan klasifikasi tanaman rambutan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium

Spesies : Nephelium lappaceum L. Kultivar : Binjai

Menurut Hasbi (1995) buah rambutan berbentuk bulat sampai lonjong dan seluruh permukaan kulitnya banyak ditumbuhi rambut-rambut (duri-duri lunak), oleh karena itu disebut rambutan (Gambar 1). Buah rambutan terbentuk pada ujung ranting yang berbentuk bulat berukuran 5 cm yang berwarna hijau muda dan akan berubah warna menjadi kuning atau merah apabila sudah matang. Dinding buah tebal. Biji berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna putih


(19)

transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air, rasanya bervariasi dari masam sampai manis. Kulit biji tipis berkayu (Hutapea et.al. 2014).

Gambar 1. Buah dan kulit buah rambutan (Sumber: Dok. Pribadi)

Buah rambutan tersusun atas 3 komponen yakni buah, biji dan kulit. Kulit buah (perikarp) rambutan yang biasanya dibuang dan belum termanfaatkan, ditemukan mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan aktivitas antibakteri serta berpotensi memberikan aktivitas antioksidan sebagai penangkal radikal bebas. Kulit buah sebagai sumber senyawa antioksidan secara perlahan mendapatkan perhatian karena aktivitas biologinya lebih baik daripada bagian yang lain (Zulkifli et al. 2012). Berdasarkan penelitian Wardhani dan Supartono (2015) bahwa kulit buah rambutan diketahui mengandung senyawa fenolik, alkaloid, steroid dan terpenoid (Wardhani dan Supartono 2015), flavonoid (Fidrianny et al. 2015) serta antosianin (Hutapea et al. 2014) dengan kandungan tertinggi adalah senyawa fenolik (Fila 2012).

Gambar 2. Struktur polifenol (Sumber: Hamid et al 2010)

Menurut Thitilertdecha et al (2010) menjelaskan bahwa senyawa fenolik pada kulit buah rambutan dalam bentuk polifenol. Polifenol ini merupakan senyawa kimia yang bersifat antioksidan kuat dan paling banyak yang mempunyai


(20)

cincin aromatik dengan gugus hidroksil lebih dari satu (Gambar 2). Asam ellagat, corilagin dan geraniin yang diisolasi dari ekstrak metanol kulit buah rambutan merupakan komponen utama yang berpotensi sebagai antioksidan (Gambar 3). Asam elagat merupakan senyawa yang mempunyai kapasitas antioksidan yang tinggi dibanding antioksidan yang beredar di pasaran.

Asam ellagat Corilagin

Geraniin

Gambar 3. Struktur kimia asam ellagat, corilagin dan geraniin (Sumber: Thitilertdecha et al. 2010)

Senyawa polifenol berperan sebagai antioksidan, bertindak sebagai penampung radikal hidroksil dan superoksida sehingga melindungi membran lipid (Sundaryono 2011). Selain itu kulit buah rambutan mengandung senyawa aktif fenolik yaitu flavonoid dan antosianin yang diduga sebagai pigmen yang membuat kulitnya berwarna merah tua (Nurdin et al. 2013). Flavonoid merupakan senyawa aktif polifenol yang berperan sebagai antioksidan, yang dapat meningkatkan eritropoiesis (proses pembentukan eritrosit) dalam sumsum tulang dan memiliki efek immunostimulan (Sundaryono 2011). Sifat antioksidan ini dapat menjaga

haeme iron tetap dalam bentuk ferro yang berhubungan dengan produksi methemoglobin (Ahumibe dan Braide 2009). Dengan adanya flavonoid saat


(21)

terdapat bentuk ferrylHb diperkirakan dapat mencegah setengah dari molekul oxyHb teroksidasi menjadi metHb. Sehingga hemoglobin tetap dapat menjalankan fungsinya untuk mengikat oksigen karena tetap terdapat dalam bentuk oxyHb (Gebicka dan Banasiak 2009).

Antosianin merupakan zat warna merah yang terdapat dalam kulit buah rambutan merupakan senyawa golongan flavonoid yang juga berpotensi sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan, melindungi lambung dari kerusakan dan menghambat sel tumor (Arinaldo 2011), serta senyawa antosianin diduga dapat menstimulir produksi eritropoietin sehingga mempengaruhi pembentukan sel darah merah (Chu dan Chen 2006).

Gambar 4. Mekanisme peredaman radikal oleh senyawa fenolik (Sumber: Cholisoh 2008)

Dalam penelitian Thitilertdecha et al (2010), menunjukkan bahwa senyawa polifenol pada ekstrak kulit buah rambutan memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang bertugas untuk menangkal radikal bebas. Hal ini membuktikan bahwa polifenol memiliki kemampuan sebagai antioksidan karena pada strukturnya terdapat gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat meredam radikal bebas dan efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Mekanisme dari senyawa fenolik dalam meredam radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 4. DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) merupakan contoh radikal bebas sintetik. Senyawa ini bereaksi dengan senyawa antioksidan polifenol yang memiliki kemampuan sebagai penangkal radikal yang umumnya merupakan pendonor atom hidrogen (H). Melalui pengambilan atom hidrogen (H) dari senyawa antioksidan polifenol ini bertujuan untuk mendapatkan pasangan elektron. DPPH bereaksi dengan antioksidan sebagai pendonor hidrogen sehingga atom H tersebut dapat ditangkap oleh radikal DPPH membentuk


(22)

DPPH-H sehingga absorbansi dari DPPDPPH-H akan berkurang dan berubah menjadi bentuk netralnya (Rajesh dan Natvar 2011). Hasil penelitian Ratnaningtyas (2010) juga membuktikan bahwa kandungan senyawa polifenol pada ekstrak kulit delima merah (Punica ganatum) dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus putih.

B. Kandungan Asap Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona tabacuni, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Alviventiasari 2012). Rokok yaitu suatu gulungan kecil yang terbuat dari tembakau yang sudah dipotong-potong menjadi halus dan di bungkus oleh kertas tipis sehingga menjadi bentuk silinder yang panjangnya berukuran antara 70-120 mm dengan diameter sekitar 10 mm (masing-masing negara berbeda). Merokok adalah kegiatan menghisap asap dari pembakaran tembakau yang ada pada rokok, dimana salah satu ujungnya di bakar dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Riady 2014).

Rokok merupakan produk yang tersusun dari tembakau. Bahan penyusun rokok selain tembakau yakni bunga cengkeh yang digunakan sebagai bahan tambahan untuk memberi aroma pedas pada rokok khususnya rokok kretek (Towaha 2012). Rokok mengandung lebih dari 4000 partikel yang sangat berbahaya bagi metabolisme sel seperti tar, nikotin, dan CO. Selain itu juga mengandung bahan-bahan kimia beracun antara lain: Hydrogen Cyanide, Ammonia, Toluene, Acetone, Methanol, Napthalene, Vinyl Chloride, Dimethylnitrosamine, Arsenic, DDT, Urethane, Dibenzacridine, Pyrene, Cadmium, Benzopyrene, Naphthylamin, Butane, Phenol, Polonium-210 dan

Toluidine (Slaughter et al. 2011).

Asap rokok atau Environmental Tobacco Smoke (ETS) dibedakan menjadi 2 yaitu asap rokok aktif dan asap rokok pasif. Asap rokok aktif atau disebut juga dengan mainstream cigarette smoke adalah asap rokok yang dihirup dan asap rokok yang dihembuskan oleh seorang perokok, sedangkan asap rokok pasif atau disebut juga dengan sidestream cigarette smoke adalah asap rokok yang terbentuk


(23)

dari ujung rokok yang terbakar. Mainstream cigarette smoke terdiri dari 8% fase tar dan 92% fase gas. Asap rokok di ruangan sekitar perokok 85% sidestream cigarette smoke dan 15% mainstream cigarette smoke (Riady 2014). Asap rokok merupakan radikal bebas yaitu atom atau molekul yang sifatnya tidak stabil sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini bersifat sangat reaktif dan merusak jaringan. Peningkatan radikal bebas yang tidak diikuti oleh peningkatan antioksidan akan menyebabkan stress oksidatif, yaitu kondisi gangguan keseimbangan antara penurunan antioksidan dan peningkatan radikal bebas yang berpotensi menimbulkan kerusakan oleh reaksi berantai di dalam tubuh dan bila reaksi berantai terus berjalan nantinya dapat menyebabkan terbentuknya radikal baru yang jumlahnya terus bertambah (Aldina 2015).

Menurut Batubara (2013) bahwa asap rokok mengandung berbagai macam radikal bebas namun tiga komponen toksik utama yang terdapat dalam asap rokok, yaitu tar, nikotin dan karbonmonoksida yang telah dibuktikan bersifat karsinogen dan mutagen yaitu sebagai berikut:

1. Tar

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat dari asap rokok dan bersifat karsinogen. Tar didefinisikan sebagai nikotin bebas kering yang berwarna cokelat, berbau tidak sedap dan berupa partikel yang terbentuk selama pemanasan tembakau pada rokok. Pada saat rokok dihisap, tar akan masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap. Setelah dingin maka uap tar tersebut akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna cokelat pada permukaan gigi, saluran nafas dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar antara 24-45 mg (Tanijaya 2012).

Rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan kandungan tar sekitar 5-15 mg. efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru walaupun rokok diberi filter. Kadar tar meningkat saat rokok dibakar dan hembusan terakhir dari rokok mengandung tar 2x lebih banyak dari hembusan yang pertama (Gondodiputro 2007). Rokok jenis kretek banyak dikonsumsi oleh sekitar 90% perokok di Indonesia (Nitcher 2005). Hal ini justru berbahaya karena rokok kretek cenderung dihisap lebih dalam karena efek anestesi yang terkandung dalam kretek


(24)

dan kandungan tar menyebabkan peningkatan terjadinya resiko kanker (Oktavianis 2011).

2. Nikotin

Nikotin merupakan zat yang paling sering diteliti dan banyak di bicarakan. Zat ini adalah alkaloid beracun yang merupakan senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen, nitrogen dan oksigen. Zat ini biasanya digunakan sebagai bahan racun serangga. Nikotin ini berbentuk cairan, tidak berwarna dan merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berikatan dengan reseptor asetilkolin pada ganglion otonomik, medula adrenal, neuromuscular junction dan otak. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh setiap orang setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan terhadap rokok Kandungan nikotin dalam rokok bervariasi tiap mereknya, berkisar 1.8-41.3 mg/g tiap rokok dengan rata-rata 8.32 mg/g (Tanijaya 2012).

Kandungan nikotin dalam rokok kretek lebih besar dari rokok filter. Nikotin yang terdapat dalam asap rokok arus samping 4–6 kali lebih besar dari asap rokok arus utama. Rokok kretek mengandung lebih banyak nikotin dibandingkan dengan rokok putih yaitu sebesar 46,8 mg untuk rokok kretek dan 16,3 mg untuk rokok putih. Nikotin yang dikeluarkan oleh rokok kretek jumlahnya lebih banyak karena tidak dilengkapi filter yang berfungsi mengurangi asap yang keluar dari rokok seperti yang terdapat pada jenis filter (Susanna et al. 2003).

Nikotin yang merupakan senyawa utama rokok diserap ke dalam sistem peredaran darah. Nikotin dapat meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada orang yang menggunakannya (Tanijaya 2012). Menurut Oktavianis (2011) bahwa nikotin akan merangsang hormon adrenalin sehingga menyebabkan naiknya kerja jantung.

3. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida adalah gas beracun yang tidak berwarna dan tidak berbau yang merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan yang mengandung karbon. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%-6% pada saat


(25)

merokok. Rokok kretek juga mengandung lebih banyak CO yaitu sebesar 28,3 mg dan 15,5 mg untuk rokok putih (Raub et al. 2000).

Karbon monoksida menyebabkan kurangnya supply oksigen bagi tubuh. Karbon monoksida (CO) merupakan sekelompok senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan atau disebut sebagai radikal bebas. Elektron yang tidak berpasangan akan mengganggu keseimbangan sel – sel dalam tubuh, karena dapat mengganggu proses oksidasi lemak, protein, serta asam nukleat (DNA) dalam tubuh (Oktavianis 2011). Karbon monoksida memiliki kecenderungan kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah sehingga dapat mengganggu transportasi O2 karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karboksihemoglobin. CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm sudah dapat meningkatkan kadar karboksihemoglobin dalam darah (Peers et al. 2009). Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tetapi karena afinitas gas CO terhadap hemoglobin lebih kuat dari O2 sehingga akan terbentuk karboksihemoglobin yang lebih banyak yang menyebabkan jaringan pembuluh darah menyempit dan mengeras sehingga terjadi penyumbatan serta gejala anemia (Tanijaya 2012).

C. Gambaran Umum Darah

Darah adalah jaringan cair yang mengalir dalam sistem sirkulasi tertutup, tersusun oleh plasma 55% dan sel darah 45%. Unsur sel darah terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit yang tersuspensi dalam plasma. Unsur sel darah mempunyai jangka waktu hidup tertentu, sehingga dibutuhkan proses pembentukan sel darah tersebut. Organ pembentuk sel darah utama adalah sumsum tulang dan nodus limfatikus (Wulangi 1993; David 1995). Darah berperan sebagai pembawa berbagai zat dalam sistem sirkulasi, yaitu sistem transport yang menghantarkan O2 dan berbagai zat yang diabsorbsi dari saluran pencernaan menuju jaringan, mengembalikan CO2 ke paru-paru serta hasil metabolisme lainnya menuju ginjal (Ganong 1995). Zat kimia yang diberikan kepada hewan per oral akan melewati saluran pencernaan masuk ke sistem sirkulasi menuju sel (Lu 1995). Umumnya, kadar zat kimia di organ sasaran sama dengan kadarnya di dalam darah.


(26)

Pergerakan konstan darah sewaktu melalui pembuluh darah menyebabkan unsur-unsur sel tersebar relatif merata di dalam plasma. Namun apabila suatu sampel darah utuh diletakkan dalam sebuah tabung reaksi dan diberi zat untuk mencegah pembekuan, maka unsur-unsur sel yang lebih berat akan secara perlahan mengendap di dasar dan plasma yang lebih ringan naik ke bagian atas. Leukosit dan trombosit yang tidak berwarna dan kurang padat dibandingkan dengan eritrosit mengendap, membentuk sebuah lapisan tipis berwarna krem

buffy coat” diatas kolom sel darah merah. Lapisan ini menempati kurang 1% volume darah total (Gambar 5).

Gambar 5. Gambaran sampel darah (Sumber: Kay 1998) 1. Eritrosit (Sel darah merah)

Secara morfologi, eritrosit berbentuk cakram bikonkaf, jika dilihat pada bidang datar berbentuk bulat. Pada penyakit-penyakit tertentu ditemukan eritrosit-eritrosit yang telah berubah bentuk di dalam peredaran darah. Eritrosit bersifat elastis dan mampu berubah bentuk, hal ini terbukti dari kemampuannya melalui kapiler-kapiler berdiameter kecil (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Eritrosit berfungsi untuk transport O2 dan CO2. Selama perkembangan, dibentuk hemoglobin. Sebelum dilepaskan ke peredaran darah, inti eritrosit lisis dan menjelang dewasa semua organel sitoplasma berdegenerasi. Oleh karena itu, eritrosit yang yang telah berkembang hanya terdiri dari membran plasma yang membungkus hemoglobin serta sejumlah enzim untuk fungsi transport gas (Burkitt et al. 1995). Di dalam sel darah merah tidak terdapat organel intrasel seperti mitokondria, lisosom atau aparatus golgi. ATP disintesis dari glikolisis dan merupakan unsur yang penting dalam sejumlah proses yang membantu sel darah


(27)

merah mempertahankan bentuk bikonkafnya di samping dalam pengaturan transportasi ion dan air yang mengalir masuk serta keluar sel. Bentuk bikonkaf akan meningkatkan rasio sel darah merah terhadap volumenya sehingga memperlancar pertukaran gas.

Gambar 6. Morfologi sel darah merah

(Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo 1988)

Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang memainkan peranan penting dalam menentukan bentuknya. Ukuran eritrosit 7,2 mikron, tidak memiliki inti dengan sitoplasma berwarna keunguan. Bentuknya bulat dari samping, di bagian sentral terdapat cekungan yang disebut central pallor. Sifat dindingnya fleksibel serta semipermebel dimana permeabel untuk air, anion dan kation serta impermeabel untuk Hb. Di bagian luar terdiri atas membran yang melindungi Hb, protein dan enzim sedangkan di dalamnya terdiri dari lapisan glukoprotein dan fosfolipid (Murray et al. 2003). Tidak mempunyai nukleus, mitokondria dan retikulum endoplasma tetapi mempunyai enzim sitoplasma yang dapat memetabolisme glukosa dan membentuk ATP. Sel ini mempunyai masa hidup yang singkat yaitu selama rata-rata 120 hari. Struktur sel darah merah matang yang unik ini memberikan daya lenturan yang maksimal saat melewati pembuluh darah yang sempit (Guyton 1996).

Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang jumlahnya paling banyak dan tersusun dalam dua lapisan/dwi lapis (bilayer). Fosfolipid adalah molekul-molekul amfilik, artinya setiap molekul mengandung “kepala”

yang bersifat hidrofilik dan “ekor” yang hidrofobik (Sumadi dan Aditya 2007). Membran eritrosit dapat ditembus dengan air dan mudah dilalui ion H+, OH-, NH4,


(28)

PO42-, HCO3-, glukosa, asam amino, urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik dan protein plasma. Enzim-enzim dalam eritrosit berfungsi mempertahankan kelenturan membran sel, mempertahankan transport ion melalui membran, menjaga besi hemoglobin agar tetap dalam bentuk ferro dan mencegah oksidasi protein di dalam eritrosit (Murray

et al. 2003).

Membran sel eukariot terdiri dari 2 lapisan fosfolipid dimana terdapat kolestrol dan berbagai protein terbenam pada bagian-bagian tertentu membran tersebut (Gambar 7). Menurut Campbell (2004) Fosfolipid dan kolesterol merupakan dasar struktur membran, sementara protein mempunyai tugas-tugas khusus seperti membantu pengangkutan molekul-molekul melintasi membran sel.

Gambar 7. Struktur dari membran sel (Sumber: Geibel 1999)

Dari gambar di atas terlihat bahwa struktur utama dari membran sel adalah fosfolipid dua lapis. Lipid yang terdapat dalam membran sel mengandung ikatan tak jenuh ganda (PUFA) yang sangat rentan terhadap oksidasi. Oleh karena itu lipid tersebut dilindungi oleh antioksidan di dalam maupun di bagian intinya (Ceska 2000). Adanya aktivitas radikal bebas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan stress oksidatif, sehingga lipid dalam membran sel tersebut bisa teroksidasi.

Sel darah merah berasal dari sel yang dikenal sebagai hemositoblast. Hemositoblast yang baru secara kontinyu dibentuk dari sel induk primordial


(29)

sumsum tulang. Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Eritoblast kemudian menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti sel menyusut, sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin, inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena ia masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang menyelingi di antara hemoglobin di dalam sitoplasma. Sementara sel dalam stadium retikulosit ini, mereka masuk ke dalam kapiler darah dengan diapedesis (menyelip melalui pori membran). Retikulum endoplasma tersisa di dalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah kecil selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir waktu itu retikulum hilang sama sekali dan pada akhirnya menjadi eritrosit dan membelah secara mitosis. Proses keseluruhan yang meliputi perkembangan dan pembentukan dinamakan eritropoiesis.

Eritropoietin adalah suatu hormon glikoprotein yang terdapat dalam darah dalam keadaan hipoksia dan selanjutnya bekerja pada sumsum tulang untuk meningkatkan kecepatan pembentukan sel darah merah. Ginjal memegang peranan penting dalam pembentukan eritropoietin sebagai berikut: bila ginjal mengalami hipoksia, ia mengeluarkan enzim yang dinamakan faktor eritropoietin ginjal. Enzim ini disekresi ke dalam darah tempat enzim ini bekerja, dalam beberapa menit bekerja pada salah satu globulin plasma, untuk memecahkan molekul glikoprotein eritropoietin. Eritropoietin selanjutnya beredar dalam darah selama kira-kira satu hari dan selama waktu ini ia bekerja pada sumsum tulang dengan menyebabkan eritropoiesis. Pada keadaan tidak ada ginjal sama sekali, eritropoietin masih dibentuk dalam jumlah sedikit pada bagian tubuh lain. Oleh karena itu, tanpa adanya ginjal orang biasanya orang menjadi sangat anemia karena kadar eritropoietin dalam sirkulasi yang sangat rendah.

Bila kecepatan pembentukan eritrosit lebih besar daripada kecepatan sintesis hemoglobin, maka eritrosit yang dihasilkan akan mengandung hemoglobin yang kurang daripada eritrosit normal dan sel-sel akan nampak lebih pucat (hipokrom) daripada eritrosit normal (normokrom). Kelainan warna eritrosit yang lain adalah


(30)

polikrom, yaitu eritrosit tampak lebih besar dan berwarna lebih biru (dalam pewarnaan Giemsa) (Tjokronegoro 2000). Jumlah eritrosit pada hewan berbeda-beda, dipengaruhi faktor spesies, umur, jenis kelamin, lingkungan, status nutrisi dan iklim. Jumlah eritrosit pada tikus putih normal adalah 7,2 - 9,6 x106/µl (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

2. Hemoglobin

Pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah hewan vertebrata adalah hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri empat sub unit. Setiap sub unit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengancung besi. Polipeptida itu secara kolektif sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin (Guyton 1996). Di dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh, hemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Reaksi tersebut Hb + O2 ↔ HbO2 yang dapat berlangsung dalam 2 arah. Reaksi yang berlangsung dalam arah ke kanan, merupakan reaksi penggabungan atau asosiasi terjadi di dalam alveolus paru-paru, tempat berlangsungnya pertukaran udara antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya, reaksi yang berjalan dari kiri ke kanan merupakan reaksi penguraian atau disosiasi, terutama terjadi di dalam berbagai jaringan. Hemoglobin yang tidak atau belum mengikat oksigen disebut deoksihemoglobin (deoksiHb atau Hb saja), sedangkan hemoglobin yang mengikat oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2) (Sadikin 2002).

Selain mengangkut O2, hemoglobin juga dapat berikatan dengan karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO) dan bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi yang terbentuk dari CO2 pada tingkat jaringan (Sherwood 2001). Pada fungsi transport CO2, hanya sebagian kecil saja yang berikatan langsung dengan molekul hemoglobin melalui ikatan karbondioksida berupa HbCO2. Sebagian yang lain mengangkut CO2 sebagai bentuk terlarut dalam plasma. Tetapi berbeda dengan oksigen, CO2 tidaklah larut secara fisik dalam bentuk senyawa tersebut, tetapi sebagai ion bikarbonat (HCO3-) yang pembentukannya sangat memerlukan sel darah merah. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin, kehamilan,


(31)

menstruasi, asupan makanan, kebiasaan merokok dan penyakit infeksi. Selain itu ada beberapa masalah klinis yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin seperti anemia, kanker, penyakit ginjal, pemberian cairan intravena berlebihan dan penyakit atau infeksi kronis; juga pemberian obat-obatan dalam waktu yang lama seperti antibiotika, aspirin, sulfonamide, primaquin, kloroquin. Kurangnya asupan makanan yang mengandung Fe juga dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar hemoglobin normal pada tikus putih antara 11,1-18 g/dl.

Hemoglobin tersusun atas senyawa porfirin besi (hemin) yang berikatan dengan protein globin (Isnaeni 2006). Hem sendiri tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin, yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi, hem adalah senyawa porfirin-besi (Fe-porfirin), sedangkan hemoglobin adalah kompleks antara globinhem. Satu molekul hem mengandung 1 atom besi dan 4 molekul hem berikatan dengan satu molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom retikulum endoplasma. Sedangkan 1 molekul hemoglobin terdiri atas 4 buah kompleks molekul globin dengan hem. Jadi tiap molekul hemoglobin terkandung 4 atom besi. Tersedianya besi merupakan faktor yang penting untuk mempertahankan kadar hemoglobin (Guyton 1991; Widmann 1999).

Gambar 8. Struktur hemoglobin (Sumber: bio.miami.edu)

Sintesis heme berlangsung di dalam mitokondria dan terjadi secara bertahap. Dimulai dari pembentukan kerangka porfirin disusul oleh inkorporasi besi ke dalam keempat heme sedangkan sintesis rantai globin terjadi di dalam ribosom


(32)

sitoplasma. Suksinil Ko-A dan glisin mengalami kondensasi membentuk asam aminilevulinat (ALA) dengan dikatalisis oleh enzim mitokondria aminolevulinat sintase, yang meninggalkan mitokondria secara difusi pasif dan masuk dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma, 2 molekul asam aminolevulinat bersatu membentuk porfobilinogen dengan bantuan enzim aminolevulinat dehidratase. Kemudian 4 molekul porfobilinogen mengalami kondensasi membentuk uroporfirinogen, dengan dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase menjadi koproporfirinogen III, kemudian membentuk protoporfirinogen IX. Protoporfirinogen IX dioksidasi oleh enzim protoporfirinogen oksidase menghasilkan protoporfirin IX. Oksidasi ini menghasilkan sistem ikatan rangkap terkonyugasi yang merupakan ciri khas porfirin. Uroporfirinogen tipe I, III dan koproporfirinogen juga dapat dioksidasi menjadi porfirin. Kemudian terjadi pemasukan ion fero ke dalam cincin porfirin dari protoporfirin dengan dikatalisis enzim feroketalase menghasilkan heme (Dharma 1989; Widmann 1999). Heme disintesis di mitokondria dan penggabungan dengan globin terjadi dalam sitoplasma eritrosit yang sedang berkembang (Hoffbrand dan Pettit 1996).

3. Hematokrit/Packed Cell Volume (PCV)

Hematokrit (PCV) adalah perbandingan antara eritrosit dan plasma darah yang dinyatakan dalam persen volume. Nilai hematokrit berkaitan erat dengan jumlah eritrosit/sel darah merah dalam tubuh. Nilai hematokrit secara umum juga menjadi indikator penentuan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen (Davey et al. 2000). Nilai hematokrit merupakan persentase dari sel-sel darah terhadap seluruh volume darah, termasuk eritrosit (Soeharsono et al. 2010). Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit berjalan sejajar satu sama lain apabila terjadi perubahan (Meyer dan Harvey 2004). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), persentase hematokrit tikus putih normal antara 45-47%. Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah (Sutedjo 2007).

Penurunan nilai hematokrit dapat dijumpai pada kondisi anemia atau akibat kekurangan sel darah (Wientarsih et al. 2013). Kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar seluler darah


(33)

atau peningkatan kadar plasma darah (Sutedjo 2007). Penurunan nilai hematokrit di bawah normal dapat disebabkan oleh kerusakan eritrosit, penurunan produksi eritrosit atau dipengaruhi oleh jumlah, ukuran eritrosit dan pakan yang nutrisinya kurang menyebabkan pembentukan darah berkurang sehingga nilai hematokrit menurun (Wardhana et al. 2001). Apabila nilai persentase hematokrit semakin besar diatas kisaran normal maka akan menyebabkan makin banyak pergeseran diantara lapisan-lapisan darah dan pergeseran inilah yang menentukan viskositas. Viskositas dalam darah akan meningkat ketika hemotokrit meningkat yang mengakibatkan aliran darah melalui pembuluh sangat lambat (Guyton 1996). D. Kerangka Berpikir

Asap rokok merupakan salah satu sumber radikal bebas eksogen yang berasal dari hasil pembakaran rokok. Asap rokok terdiri dari beberapa komponen gas dan partikel yang berbahaya seperti karbon monoksida, tar dan nikotin dan lain-lain (Batubara 2013). Apabila asap rokok terinhalasi ke dalam sistem pernafasan, maka akan masuk ke sistem sirkulasi darah yang dapat menimbulkan

Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga dapat menyebabkan stress oksidatif pada eritrosit. Di dalam eritrosit terkandung hemoglobin (Hb) yakni suatu struktur yang terdiri atas heme dan globin. Hemoglobin memiliki kemampuan mengikat O2 dan CO2 sehingga hemoglobin merupakan komponen yang amat penting dalam mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi tubuh. Kandungan asap rokok terutama karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin untuk O2 jauh lebih rendah daripada afinitasnya terhadap karbon monoksida, sehingga CO menggantikan O2 pada hemoglobin dan menurunkan kapasitas darah sebagai pengangkut oksigen. Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan (Harvey 2009).


(34)

Membran eritrosit tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan salah satu membran yang rentan terhadap stres oksidatif (Murray et al. 2003). Apabila radikal bebas tidak dihentikan, aktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler, termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Abdollahi et al. 2004). Lemak tidak jenuh adalah lemak yang peka terhadap serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam sistem seluler peroksidasi terjadi pada biomembran, akibatnya kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Serangan radikal bebas pada lipid dapat menyebabkan terbentuknya peroksida yang disebut peroksidasi lipid (Suhartono et al. 2007).

Peroksida lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya fluiditas membran dan meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis (Ratnaningtyas 2010). Lisisnya membran eritrosit menyebabkan hemoglobin terbebas ke dalam plasma, sehingga jumlahnya semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan kadar hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit rendah. Selain itu hemoglobin juga rentan terhadap oksidasi oleh oksidan, sehingga terbentuk methemoglobin yang tidak mampu mengangkut oksigen untuk dibawa ke sel-sel tubuh. Akibatnya sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen (Ahumibe dan Braide 2009). Bila kerusakan membran eritrosit terus berlanjut, maka kemungkinan akan menimbulkan penyakit anemia sehingga terjadi penurunan nilai hematokrit.

Ekstrak kulit buah rambutan mengandung banyak senyawa polifenol yang berperan sebagai zat antioksidan. Aktivitas antioksidan senyawa polifenol ini dapat menghambat kerja radikal bebas melalui pengubahan senyawa radikal bebas reaktif menjadi stabil sehingga mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal hidroksil dengan mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat meredam radikal bebas dan efektif dalam menghambat oksidasi lipida (Thitilertdecha et al 2010) serta melindungi membran lipid eritrosit dari radikal bebas sehingga fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit dapat dicegah (Sundaryono 2011). Secara ringkas, skema aktivitas antara asap rokok dengan ekstrak kulit buah rambutan pada darah dapat ditunjukkan dalam Gambar 9.


(35)

Gambar 9. Kerangka berpikir penelitian efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit buah rambutan berpengaruh terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok.

Radikal bebas

Karbon monoksida (dominan), Nikotin, Tar & senyawa lain

Ekstrak Kulit Buah Rambutan

Polifenol dan senyawa fenolik

lainnya

Hemolisis eritrosit

Fragilitas membran ROS pada eritrosit

Peroksida lipid Asap Rokok

Nilai hematokrit

Kadar hemoglobin Jumlah eritrosit

Hb keluar Terbentuk radikal

bebas OH -Pendonor atom

hidrogen (H) Sistem pernafasan

Sirkulasi darah Inhalasi

Hb mengikat CO

→ HbCO

Fluiditas membran

Keterangan:

: Memacu


(36)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES. Pemeriksaan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Universitas Muhammadiyah Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober sampai November 2015.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah tikus (Rattus novergicus) jantan usia 2 bulan, dengan berat badan 180-200 gram, sehat dan tidak cacat secara anatomi yang ada di Unit Perawatan dan Perbiakan Hewan Coba Laboratorium Biologi FMIPA UNNES.

2. Sampel

Sampel pada penelitian terdiri dari 25 ekor tikus jantan galur wistar

diambil secara acak dan dibagi menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus. Hal ini sesuai rekomendasi dari WHO (2000) bahwa jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok pada uji eksperimental adalah 5 ekor.

C. Variabel

Ada 3 macam variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel Bebas

Variabel bebas berupa pemberian dosis ekstrak kulit buah rambutan. 2. Variabel Terikat

Variabel tergantung dalam penelitian ini jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus.

3. Variabel Kendali

Variabel kontrolnya adalah jenis rokok, jenis kelamin, umur, berat badan, jenis pakan dan ukuran kondisi lingkungan kandang.


(37)

D. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 1. Tabel 1. Alat yang digunakan untuk penelitian

No Nama Alat Spesifikasi Fungsi

1. Gelas ukur Terbuat dari kaca

merck Pyrex®

IWAKI ukuran 25 ml dan 1000 ml

Tempat untuk mengukur aquades dan larutan ekstrak kulit buah rambutan

2. Pengaduk Terbuat dari besi dengan panjang 18,5 cm

Untuk mengaduk ekstrak kulit buah rambutan

3. Neraca digital Merck Camry

model: EK

3650/EK3651 Max. 5 kg

Untuk menimbang berat tikus

4. Wadah minum Botol kaca volume 250 ml

Tempat minum tikus 5. Sonde

lambung spuit (Jarum kanul)

One Med.

Ukuran max. 6 ml

Alat untuk menginjeksi ekstrak kulit buah rambutan secara oral 6. Spuit (tabung

injeksi)

Alat spuit yang dimodifikasi menjadi tabung pemompa asap

Alat untuk memberi asap rokok

7. Kandang tikus Baskom terbuat dari plastik dengan ukuran 36 cm x 28 cm x 12 cm

Tempat pemeliharaan tikus

8. Smoking chamber

Sebuah kotak terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm

Tempat untuk pengasapan rokok pada tikus

9. Mikropipet Merck BOECOGermany ukuran 100-1000 µl

Untuk memberi EDTA pada tabung eppendorf

10. Pipet hematokrit

Merck Marienfeld ISO: 12772

Untuk mengambil darah pada

sinus orbitalis tikus 11. Tabung

eppendorf

Terbuat dari plastik ukuran 1 ml

Untuk menampung darah 12. Hematology

Analyzer

Merck BC 2600 Untuk menghitung jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah

13. Container box Max. 6 liter ukuran 25 cm x 20 cm x 20 cm

Untuk penyimpanan sementara sampel darah saat dibawa ke laboratorium

14. Kamera Casio Exilim 16,1 mega pixels


(38)

Tabel 2. Bahan yang digunakan untuk penelitian

E. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan sederhana (The Post Test only Control Group Design) dan rancangan acak lengkap. Tikus jantan usia 2 bulan dengan bobot 150-200 gram sebanyak 25 ekor dibagi menjadi 5 kelompok kandang. Tiap kelompok tikus dibandingkan secara individual dan mendapatkan pakan dan minum standar. Kelima kelompok tersebut adalah:

Tabel 3. Pemberian perlakuan pada penelitian Kel.

Treatment 1)

Pengambilan Data Hari ke-

Keterangan Asap Rokok 2) Ekstrak Kulit Buah

Rambutan 3)

K+ - - 6, 12, 18, 24 dan 30 Darah

K- 3 Batang rokok - 6, 12, 18, 24 dan 30 Darah KP 1 3 Batang rokok Dosis 15 mg/kgBB 6, 12, 18, 24 dan 30 Darah KP 2 3 Batang rokok Dosis 30 mg/kgBB 6, 12, 18, 24 dan 30 Darah KP 3 3 Batang rokok Dosis 45 mg/kgBB 6, 12, 18, 24 dan 30 Darah Keterangan:

1) Selama penelitian hewan coba diberi minum dan pakan standart.

2) Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari.

3) Diberi perlakuan ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB.

No Nama Bahan Spesifikasi Fungsi

1. Ekstrak kulit buah

rambutan

Kultivar Binjai. Buah yang telah berwarna merah

Bahan uji coba yang dilakukan

2. Asap Rokok kretek

Djarum 76 dengan kandungan tar 38 mg dan nikotin 2,4 mg per batang rokok

Bahan uji coba sebagai perusak darah (eritrosit, Hb dan hematokrit)

3. Aquades Air hasil penyulingan Pelarut ekstrak kulit buah rambutan

4. EDTA Merck IndoReagen No. Reg. AKD. 10204600152

Untuk mencegah terjadinya koagulasi atau penggumpalan darah

5. Tikus putih jantan

Galur wistar Hewan uji coba sebagai model untuk perokok pasif

6. Asam pikrat Pro analis (PA) larutan berwarna kuning

Untuk menandai tikus 7. Tissue Merck Multi Untuk membersihkan alat


(39)

F. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persiapan penelitian

1. Menyiapkan hewan uji yaitu tikus jantan wistar sejumlah 25 ekor dengan umur 3 bulan berat badan 180-200 gram.

2. Menyiapkan kandang tikus lengkap dengan tempat pakan standart dan minum.

3. Menyiapkan rokok kretek dan menentukan penggunaan rokok pada tikus. 4. Mengacu pada penelitian Adyttia (2014) telah menyebabkan meningkatnya

kadar Malondialdehida (MDA) pada kelompok perlakuan yang dipapar dengan 3 batang rokok tiap harinya. Jumlah rokok yang digunakan didasarkan pada nilai LD50 nikotin untuk tikus yaitu sebesar 50 mg/kgBB (Bradbury 2008). Pemaparan rokok secara akut merupakan metode yang relatif mudah dan sensitif untuk menyelidiki efek spesifik dari asap rokok pada stress oksidatif. Paparan asap rokok secara akut dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang diikuti dengan peningkatan produk peroksidasi lipid, maka pemberian rokok dalam penelitian ini sebanyak 3 batang rokok. Tikus dengan kelompok perlakuan K-, KP1, KP2 dan KP3 dipapar dengan asap rokok.

5. Menyiapkan alat smoking chamber

6. Menyiapkan ekstrak kulit buah rambutan.

7. Menentukan dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan

8. Dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan didasarkan pada hasil penelitian Dewi et al. (2013) bahwa pemberian ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 15 mg/kgBB pada tikus wistar jantan yang berpengaruh dalam mengurangi stress oksidatif. Maka untuk memvariasi dosis penggunaan ekstrak kulit buah rambutan, dosis ekstrak kulit buah rambutan yang digunakan selain 15 mg/KgBB juga menggunakan dosis 30 mg/KgBB dan 45 mg/KgBB.

9. Menyiapkan alat pipet hematokrit untuk mengambil darah dan tabung eppendorf untuk menampung darah.


(40)

2. Pelaksanaan penelitian

1. Tikus diadaptasikan dengan lingkungan selama 1 minggu sebelum diberikan perlakuan serta diberi pakan standart dan minum secara ad libitum.

2. Membagi tikus menjadi menjadi 5 kelompok yakni K+, K-, KP1, KP2 dan KP3. Kelompok K- merupakan kelompok kontrol negatif dan K+ merupakan kelompok kontrol positif, sedangkan kelompok KP1, KP2 dan KP3 merupakan kelompok perlakuan.

3. Pada hari ke-1 hingga hari ke-30, untuk kelompok K+ hanya diberi pakan dan minum saja, sedangkan semua kelompok KP1, KP2 dan KP3 diberi perlakuan ekstrak kulit buah rambutan dengan dosis 15 mg/kgBB, 30 mg/kgBB dan 45 mg/kgBB pada jam 10.00 selama 30 hari, 1x sehari. Kemudian melakukan pengasapan 3 batang rokok pada kelompok K-, KP1, KP2 dan KP3 pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari.

4. Pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 semua tikus diambil darahnya dari sinus orbitalis mata dengan pipet hematokrit sebanyak 1 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf. Setelah itu, dibaca jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokritnya dengan Hematology Analyzer BC 2600.

3. Cara Pemaparan Asap Rokok

Smoking chamber merupakan alat untuk memaparkan asap rokok pada hewan coba. Alat ini dirancang khusus dalam penelitian ini yang terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm yang dilengkapi dengan tempat pembakaran rokok, jeruji pembatas antara hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar dan ventilasi (Gambar 10). Mekanisme kerja dari alat ini adalah pada saat akan diberi paparan asap rokok, hewan coba yang ditempatkan dalam kandang hewan sesuai dengan kelompoknya, kemudian dipindahkan dalam kandang khusus berupa kotak pengasapan yaitu smoking chamber yang di dalamnya terdapat jeruji pembatas untuk memisahkan hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar, sehingga hewan coba dapat secara langsung terkena paparan asap rokok tersebut. Smoking chamber memiliki satu lubang, dimana fungsi lubang tersebut untuk memasukkan ujung rokok yang dibakar dan sebagai jalan


(41)

arus pengeluaran asap yang dipaparkan. Adapun asap rokok dihembuskan berulang kali dengan spuit (tabung injeksi) sampai rokok habis terbakar.

Gambar 10. Seperangkat alat smoking chamber (Sumber: Dok. Pribadi) Keterangan gambar:

a. Kotak terbuat dari papan kayu dengan ukuran 42 cm x 29 cm x 33 cm

b. Lubang untuk memasukkan ujung rokok yang dibakar dan jalan arus pengeluaran asap yang dipaparkan

c. Jeruji pembatas untuk memisahkan hewan coba dengan ujung rokok yang terbakar

d. Tempat tikus selama proses pemaparan asap rokok e. Penutup smoking chamber


(42)

4. Alur Pelaksanaan Penelitian

Gambar 11. Skema tahap pelaksanaan penelitian

Tikus jantan galur wistar 25 ekor

Randomisasi

Pengukuran jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah KP 3 Adaptasi pakan standart dan minum (ad libitum) selama 1 minggu

KP 2 KP 1

K- K+

Pengambilan darah hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30

Pemberian Ekstrak kulit buah rambutan pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

1 batang rokok pada jam 14.00 WIB selama 30 hari

15 mg/kgBB 30 mg/kgBB 45 mg/kgBB 1 batang rokok pada jam 08.00 WIB selama 30 hari

1 batang rokok pada jam 12.00 WIB selama 30 hari Pemberian pakan standart dan minum


(43)

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dari lima kelompok dianalisis statistik dengan One Way Anova menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for Social Science)for Windows versi 16.

Sebelum melakukan analisis data dengan One Way Anova (Analysis of Variance) terlebih dahulu melakukan uji normalitas dan homogenitas menggunakan program SPSS versi 16. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah

Kolmogorov-smirnov test. Hipotesis uji normalitasnya sebagai berikut: H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal H0 diterima jika sig. > 5%

Setelah uji normalitas, dilakukan uji homogenitas untuk mengetahui apakah varians hasil akhir kedua kelompok sama atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah homogenitas of varian. Hipotesis uji homogenitasnya sebagai berikut:

H0 : Kedua kelompok memiliki varians yang homogen H1 : Kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen H0 diterima jika sig. > 5%

Setelah diketahui data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen dilakukan uji One Way Anova dan jika terdapat perbedaan nyata dilanjut dengan uji beda nyata terkecil atau LSD (least significant difference). Dosis ekstrak kulit buah rambutan yang optimum dianalisis menggunakan uji regresi.


(44)

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian tentang efek ekstrak kulit buah rambutan terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit darah tikus yang dipapar asap rokok selama 30 hari, didapatkan data hasil pengamatan sebagai berikut:

1. Jumlah Eritrosit

Data rerata hasil perhitungan jumlah eritrosit (106/µl) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata jumlah eritrosit dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan jumlah eritrosit bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan jumlah eritrosit. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata jumlah eritrosit kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata jumlah eritrosit yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 12.

Tabel 4. Rerata jumlah eritrosit (106/µl) selama 30 hari perlakuan *) Kelompok

Rerata jumlah eritrosit hari ke-

6 12 18 24 30

K+ 7,36 7,44 7,50 7,48 7,53

K- 6,90 7,15 6,97 6,73 6,64

KP 1 7,24 7,29 7,38 7,47 7,58

KP 2 7,32 7,45 7,49 7,63 7,79

KP 3 7,42 7,58 7,62 7,89 8,16


(45)

Gambar 12. Grafik rerata jumlah eritrosit selama 30 hari perlakuan Keterangan:

Perlakuan K+ : Selama penelitian hewan coba hanya diberi minum dan pakan standart

Perlakuan K- : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP1 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 15 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP2 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 30 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP3 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 45 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Data mengenai rerata jumlah eritrosit pada hari ke 30, diuji dengan uji statistik Kolmogorov-smirnov, homogenitas of varian, dan One Way Anova

menggunakan program SPSS versi 16. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok perlakuan diperoleh bahwa nilai sig. 0,789 (sig. > 0,05), maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh bahwa nilai sig. 0,108. Karena sig. 0,108 > 0,05, maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok memiliki varians yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui rerata semua kelompok, maka dilanjutkan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova diperoleh F hitung 13.219 dengan sig. 0,00 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit.


(46)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki variasi jumlah eritrosit. Untuk mengetahui letak perbedaan masing-masing kelompok tersebut, dilakukan uji lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil uji LSD jumlah eritrosit (106/µl) dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3, namun terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kelompok KP3 dengan taraf siginifkansi lebih kecil dari 0,05 (p<5%). Hasil uji statistika mengenai data rerata jumlah eritrosit ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 5. Hasil uji LSD terhadap jumlah eritrosit (106/µl)

Kelompok Perlakuan Jumlah Eritrosit

(Mean ± SD)

K+ Kontrol 7,53 ± 0,200b

K- 3 batang rokok 6,64 ± 0,339a

KP 1 Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB +

Rokok 3 batang 7,58 ± 0,516b

KP 2 Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB +

Rokok 3 batang 7,79 ± 0,347b

KP 3 Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB +

Rokok 3 batang 8.16 ± 0,082c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada setiap kelompok dengan taraf ketelitian p<0,05 (Lampiran 5). Pada penelitian ini untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang paling efektif untuk meningkatkan jumlah eritrosit tikus, maka dilakukan uji statistika berupa regresi linier. Hasil uji regresi linier data jumlah eritrosit menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan jumlah eritrosit dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 7,26 + (0,29)X (Gambar 13). Artinya bahwa bila dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0 (nol) maka jumlah eritrosit bernilai 7,26 dan setiap peningkatan dosis sebesar 1 (satu) maka jumlah eritrosit akan meningkat sebesar 0,29. Koefisien bernilai positif (0,29) artinya semakin besar dosis ekstrak kulit buah rambutan, maka jumlah eritrosit semakin naik. Jadi ekstrak kulit buah rambutan dosis 45 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif dalam meningkatkan jumlah eritrosit karena memiliki nilai prediksi jumlah eritrosit (Y) yang tertinggi (Lampiran 6).


(47)

Gambar 13. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan jumlah eritrosit

2. Kadar Hemoglobin

Data rerata hasil perhitungan kadar hemoglobin (gr/dL) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata kadar hemoglobin dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan kadar hemoglobin bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan kadar hemoglobin. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata kadar hemoglobin kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata kadar hemoglobin yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 14.

Tabel 6. Rerata kadar hemoglobin (gr/dL) selama 30 hari perlakuan *) Kelompok

Rerata kadar hemoglobin hari ke-

6 12 18 24 30

K+ 12,26 12,38 12,44 12,42 12,48

K- 11,82 12,12 11,6 11,02 10,88

KP 1 12,2 12,36 12,3 12,32 12,34

KP 2 12,34 12,48 12,54 12,58 12,68

KP 3 12,46 12,56 12,62 12,82 13,14


(48)

Gambar 14. Grafik rerata kadar hemoglobin selama 30 hari perlakuan Keterangan:

Perlakuan K+ : Selama penelitian hewan coba hanya diberi minum dan pakan standart

Perlakuan K- : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP1 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 15 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP2 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 30 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Perlakuan KP3 : Diberi perlakuan 3 batang rokok kretek pada jam 08.00, jam 12.00 dan jam 14.00 WIB dan 45 mg/KgBB ekstrak kulit buah rambutan 1x sehari pada jam 10.00 WIB selama 30 hari

Data mengenai rerata kadar hemoglobin pada hari ke 30, diuji dengan uji statistik Kolmogorov-smirnov, homogenitas of varian, dan One Way Anova

menggunakan program SPSS ver. 16. Hasil perhitungan uji normalitas kelompok perlakuan diperoleh bahwa nilai sig. 0,420 (sig. > 0,05.), maka H0 diterima yang

berarti kelima kelompok berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh bahwa nilai sig. 0,119. Karena sig. 0,119 > 0,05, maka H0 diterima yang berarti kelima kelompok memiliki varians yang homogen. Selanjutnya untuk mengetahui rerata semua kelompok, maka dilanjutkan uji One Way Anova. Hasil uji One Way Anova diperoleh F hitung 10.496 dengan sig. 0,00 < 0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin.


(49)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kelompok memiliki variasi kadar hemoglobin. Untuk mengetahui letak perbedaan masing-masing kelompok tersebut, dilakukan uji lanjut LSD pada taraf 5%. Hasil uji statistik kadar hemoglobin (gr/dL) dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan taraf siginifkansi sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05 (p<5%) terhadap kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3. Pada kelompok kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap kelompok KP1, KP2 dan KP3. Sedangkan antara kelompok KP1, KP2 dan KP3 tidak terdapat perbedaan bermakna. Hasil uji statistika data mengenai kadar hemoglobin selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 7. Hasil uji LSD terhadap kadar hemoglobin (gr/dL)

Kelompok Perlakuan Kadar Hemoglobin

(Mean ± SD)

K+ Kontrol 12,48 ± 0,506b

K- 3 batang rokok 10,88 ± 0,725a

KP 1 Ekstrak kulit buah rambutan 15 mg/kgBB

+ Rokok 3 batang 12,34 ± 0,114b

KP 2 Ekstrak kulit buah rambutan 30 mg/kgBB

+ Rokok 3 batang 12,68 ± 0,496b

KP 3 Ekstrak kulit buah rambutan 45 mg/kgBB

+ Rokok 3 batang 13,14 ± 0,826b

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan pada setiap kelompok dengan taraf ketelitian p<0,05 (Lampiran 7). Pada penelitian ini untuk mengetahui dosis ekstrak kulit buah rambutan yang paling efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin tikus, maka dilakukan uji statistika berupa regresi linier. Hasil uji regresi linier data kadar hemoglobin menunjukkan hubungan antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dan kadar hemoglobin dengan model persamaan regresi liniernya adalah Y = 11,92 + (0,40)X (Gambar 15). Artinya bahwa bila dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0 (nol) maka kadar hemoglobin bernilai 11,92 dan setiap peningkatan dosis sebesar 1 (satu) maka kadar hemoglobin akan meningkat sebesar 0,40. Koefisien bernilai positif (0,40) artinya semakin besar dosis ekstrak kulit buah rambutan, maka kadar hemoglobin semakin naik. Jadi ekstrak kulit buah rambutan


(50)

dosis 45 mg/kgBB merupakan dosis yang paling efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin karena memiliki nilai prediksi kadar hemoglobin (Y) yang tertinggi (Lampiran 8).

Gambar 15. Garis regresi linier antara dosis ekstrak kulit buah rambutan dengan kadar hemoglobin

3. Persentase Hematokrit

Data rerata hasil perhitungan persentase hematokrit (%) pada hari ke 6, 12, 18, 24 dan 30 pada tiap kelompok disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa rerata persentase hematokrit dari hari ke 6 sampai hari ke 30 pada kelompok kontrol positif, KP1, KP2 dan KP3 mengalami peningkatan persentase hematokrit bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif yang mengalami penurunan persentase hematokrit. Namun pada hari ke 12 kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan mengalami penurunan kembali pada hari 18 sampai hari ke 30. Pada hari ke 30 rerata persentase hematokrit kelompok KP3 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, kelompok kontrol negatif, KP1 dan KP2. Sedangkan kelompok kontrol negatif memiliki rerata persentase hematokrit yang paling rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik pada Gambar 16.

Tabel 8. Rerata persentase hematokrit (%) selama 30 hari perlakuan *) Kelompok

Rerata persentase hematokrit hari ke-

6 12 18 24 30

K+ 43,48 43,78 44,3 44,8 45,08

K- 41,44 42,44 41 40,42 40,38

KP 1 42,16 43,42 41,66 42,18 45,02

KP 2 43,2 44,18 42,92 43,82 45,46

KP 3 43,98 44,94 43,86 44,64 46,02


(1)

LAMPIRAN 10

Ringkasan hasil uji regresi linier data persentase hematokrit Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .623a .388 .341 .55052

a. Predictors: (Constant), Dosis

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.500 1 2.500 8.249 .013a

Residual 3.940 13 .303

Total 6.440 14

a. Predictors: (Constant), Dosis

b. Dependent Variable: Persentase Hematokrit

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 44.500 .376 118.326 .000

Dosis .500 .174 .623 2.872 .013


(2)

Persamaan regresi linier: Y = a + bX Keterangan:

Y : nilai prediksi variabel dependen A : konstanta : nilai Y jika X = 0

b : koefisien regresi, yaitu peningkatan atau penurunan variabel Y yang didasarkan variabel X

X : variabel independen

Y = 44,50 + (0,50)X Artinya:

 Nilai konstanta (a) adalah 44,50, artinya jika dosis ekstrak kulit buah rambutan bernilai 0, maka persentase hematokrit bernilai 44,50.

 Nilai koefisien regresi variabel dosis ekstrak kulit buah rambutan adalah 0,50. Artinya bahawa setiap peningkatan dosis sebesar 1, maka persentase hematokrit juga akan meningkat 0,50.

Cara menetukan garis regresi linier:  X = dosis 15 mg/KgBB

Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (15) Y = 44,50 + 7,5

Y = 52

 X = dosis 30 mg/KgBB Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (30) Y = 44,50 + 15

Y = 59,5

 X = dosis 45 mg/KgBB Y = 44,50 + (0,50)X Y = 44,50 + (0,50) (45) Y = 44,50 + 22,5 Y = 67


(3)

Uji T

Digunakan apakah dosis berpengaruh signifikan atau tidak terhadap persentase hematokrit. Pengujian menggunakan tingkat signifikan 0,05 dan 2 sisi. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

 Merumuskan hipotesis

H0 : dosis tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase hematokrit

Ha : dosis berpengaruh signifikan terhadap persentase hematokrit  Menentukan t hitung sebesar 2.872 dengan signifikansi 0,013

 Menentukan t tabel

T tabel dapat dilihat pada tabel statistik pada signifikansi 0,05 / 2 = 0,025 dengan derajat kebebasan (df) = N-1 atau (df) = 15-1=14. Hasil yang diperoleh untuk t tabel sebesar 2.144 (lihat pada t tabel).

 Kriteria pengujian

# jika –tabel ≤ t hitung ≤ t tabel maka H0 diterima

# jika – t hitung < t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak

Berdasarkan signifikansi

# jika sig > 0,05, maka H0 diterima

# jika sig < 0,05, maka H0 ditolak

 Kesimpulan

Karena nilai t hitung > t tabel (2.872 > 2.144) dan signifikansi < 0,05 (0,013 < 0,05), maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis


(4)

LAMPIRAN 11

Dokumentasi Penelitian

Penjemuran kulit buah rambutan Kulit buah rambutan yang telah kering

Serbuk ekstrak kulit buah rambutan

Penimbangan berat badan tikus

Pemberian tanda asam pikrat pada tikus Tikus perlakuan dari kiri atas K+, K- & KP1 dan dari kiri bawah KP2 & KP3 Ekstrak kulit buah rambutan yang telah

di larutkan ke akuades

Penimbangan dan pembuatan larutan ekstrak kulit buah rambutan


(5)

Persiapan pemberian asap rokok

Pemberian EDTA pada tub

Sampel darah dalam container box Alat Hematology Analyzer BC 2600 Pemberian ekstrak kulit buah rambutan per oral

Proses pengambilan darah dari sinus orbitalis mata tikus Pemberian asap rokok dengan

menggunakan Smoking chamber

Rokok kretek yang digunakan dan alat spuit untuk pengasapan


(6)


Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) SEBAGAI ANTIOKSIDAN TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID (MDA) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

4 25 21

"PENGARUH PEMBERIAN ANTIOKSIDAN BERBAGAI VITAMIN (A, C DAN E) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus novergicus) YANG DIPAPAR ASAP ANTI NYAMUK BAKAR"

1 9 25

Efek Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) terhadap Peningkatan Kadar Superoksida Dismutase (SOD) Plasma Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus strain wistar) yang Dipapar Asap Rokok

1 21 17

“PENGARUH PEMBERIAN ANTIOKSIDAN BERBAGAI VITAMIN (A, C DAN E) TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN TIKUS PUTIH JANTAN (Rattusnovergicus) YANG DIPAPAR ASAP ANTI NYAMUK BAKAR”

0 13 1

EFEK EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri Linn.) TERHADAP PENINGKATAN KADAR SOD (Superoksida Dismutase) PLASMA DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

1 18 23

EFEK EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN TERHADAP KADAR MDA DAN SOD TIKUS YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

0 18 85

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA MERAH TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH YANG DIPAPAR GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK PONSEL

1 13 68

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Jumlah Eritrosit, Leukosit, Hemoglobin (Hb) dan Gambaran Histologik Jantung Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Asap Rokok.

0 0 3

AKTIVITAS JUS BUAH TERONG BELANDA TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH ERITROSIT DAN NILAI HEMATOKRIT TIKUS ANEMIA

5 20 43

PENGARUH EKSTRAK KULIT BUAH RAMBUTAN (Nephelium lappaceum) TERHADAP KUALITAS SPERMA TIKUS YANG TERPAPAR ASAP ROKOK

0 5 35