Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Komposisi Bentonite Clay yang Dimodifikasi dengan Alkanolamida dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk Lateks Karet Alam

(1)

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI

BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN

ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO

PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM

SKRIPSI

Oleh

FRISKA ERDIANA

090405009

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2015


(2)

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI

BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN

ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO

PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM

SKRIPSI

Oleh

FRISKA ERDIANA

090405009

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI BENTONITE CLAY YANG DIMODIFIKASI DENGAN ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU

RBDPKO PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, September 2015

Friska Erdiana NIM 090405009


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

PENGARUH SUHU VULKANISASI DAN KOMPOSISI BENTONITE CLAY

YANG DIMODIFIKASI DENGAN ALKANOLAMIDA DARI BAHAN BAKU RBDPKO PADA PRODUK LATEKS KARET ALAM

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 30 Juli 2015 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, September 2015

Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir.Renita Manurung,MT Dr. Ir, Hamidah Harahap, M.Sc NIP. 19681214 1997022 002 NIP. 19671029 199501 2 001

Dosen Penguji I Dosen Penguji II

Dr. Halimatuddahliana, ST.MSc Mhd. Hendra S. Ginting, ST, MT NIP. 19730408 199802 2 002 NIP. 19700919 199903 1 001


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi

dengan judul “Pengaruh Suhu Vulkanisasi Dan Komposisi Bentonite Clay Yang Dimodifikasi Dengan Alkanolamida Dari Bahan Baku RBDPKO Pada Produk

Lateks Karet Alam”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di

Laboratorium Lateks Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia industri tentang pembuatan produk lateks karet alam dengan pengisi bentonite clay yang dimodifikasi dengan alkanolamida.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Hamidah Harahap, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

2. Ibu Dr. Halimatuddahliana, ST. M.Sc, dan Bapak Mhd. Hendra S. Ginting, ST.

MT., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Eng.Ir. Irvan, MT., selaku ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Renita Manurung, MT., selaku koordinator penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2015 Penulis


(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini untuk kedua orang tua penulis, Ruddin Tambunan dan Erni Sinaga, serta kedua abang dan kedua adik tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini kemudian untuk Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk teman-teman seperjuangan angkatan 2009, terkhusus untuk sahabat saya Luri Adryani, Siti maysarah, Umayi Belladiana, Fadhilla Asyri, Indah Cikita, dan Ika Herawati yang selalu mendukung dan memotivasi saya hingga menyelesaikan skripsi ini.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Friska Erdiana NIM : 090405009

Tempat / Tanggal Lahir : Aceh Tenggara / 08 Juni 1991 Nama Orang Tua: Ruddin Tambunan

Alamat Orang Tua :

Kutacane, kec. Babul Makmur, Kab. Aceh Tenggara

Asal Sekolah :

SD Santo Yosef Lawe. Desky, Aceh Tenggara 1997 – 2003

SMP Negeri 2 Lawe. Sigala-gala, Aceh Tenggara 2003 – 2006

SMA Swasta Panti Harapan Lawe. Desky, Aceh Tenggara 2006 – 2009

Pengalaman Organisasi / Kerja :

1. Himatek periode 2012 – 2013 sebagai Anggota Bidang Literatur dan

Pengembangan

2. Kerja Praktek di PTPN II Pabrik Gula Sei Semayang, Sei Semayang, Medan

Artikel yang telah dipublikasikan dalam jurnal :

Jurnal Teknik Kimia USU, Article in Press (2015) dengan judul “Pengaruh Suhu

Vulkanisasi Dan Komposisi Bentonite Clay Yang Dimodifikasi Dengan


(8)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi bentonite clay sebagai bahan pengisi yang baik terhadap sifat mekanik produk lateks karet alam. Dalam penelitian ini digunakan bentonite clay sebagai pengisi dan alkanolamida sebagai penyerasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah high ammonia lateks 60%, bahan kuratif seperti sulfur, ZnO, ZDEC, antioksidan, KOH, bentonite clay dan alkanolamida. Alkanolamida didapat melalui reaksi amidasi RBDPKO dengan dietanolamida. Penelitian dilakukan dengan mempravulkanisasi lateks karet alam terlebih dahulu dengan formulasi tertentu, lalu divulkanisasi melalui teknik pencelupan. Variabel yang digunakan adalah jumlah pembebanan pengisi bentonite clay yaitu dari 5, 10, 15, 20, dan 25 gram serta waktu vulkanisasi selama 10 menit. Produk yang didapat diuji sifat mekaniknya, karakterisasi FTIR, karakterisasi SEM dan crosslink density. Hasil yang diperoleh berupa alkanolamida yang dihasilkan memiliki gugus yang diharapkan. Pembebanan pengisi bentonite clay termodifikasi alkanolamida mampu meningkatkan crosslink density dan sifat mekanik produk yang dihasilkan. Pembebanan optimum terjadi pada

10 gram dan suhu vulkanisasi optimum 120oC.

Kata kunci : lateks karet alam, bentonite clay, alkanolamida, crosslink density, sifat mekanik, FTIR, SEM


(9)

ABSTRACT

The research aims to determine the effect of vulcanization temperature and composition of bentonite clay as good filler on mechanical properties of natural rubber latex product. In this study, we use bentonite clay as filler and alkanolamide as compatibilizer. The material used in this study are high ammonia latex 60%, curative agents such as sulfur, ZnO, ZDEC, AO, KOH, bentonite clay and alkanolamide. Alkanolamide is synthesized from amidation reaction between RBDPKO and diethanolamine. The methodology includes pre-vulcanizing natural rubber latex with certain formulation, then vulcanized using dipping method. The variable used in this study is filler loading, from 5, 10, 15, 20, and 25 gram, and vulcanization time 10 minutes. The products were then tested in order to observe its mechanical properties, FTIR characterization, SEM characterization and crosslink density. The results show that the synthesized alkanolamide possess the functional group desired. Alkanolamide modified bentonite clay loading is capable of increasing crosslink density and mechanical properties of the products. Optimum filler loading is reported on 10 gram and optimum vulcanization at 120oC.

Keywords : natural rubber latex, bentonite clay, alkanolamide, crosslink density, mechanical properties, FTIR, SEM


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Lateks Karet Alam ... 6

2.2 Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 8

2.2.1 Bahan Vulkanisasi ... 8

2.2.2 Bahan Pencepat Reaksi ... 9

2.2.3 Bahan Pengaktif (Activator) ... 9

2.2.4 Bahan Penstabil(Stabilizer) ... 10

2.2.5 Bahan Antioksidan (Antioxidan) ... 10

2.2.6 Bahan Pengisi (Filler) ... 10

2.2.7 Bahan Penyerasi (Compatibilizer) ... 12 xviii xvii xiv xv xii viii vii vi v iv iii ii i Halaman


(11)

2.3 Proses Pencelupan ... 14

2.4 Pengujian/Karakteristik ... 14

2.4.1 Uji Kekuatan Tarik (TensileStrength) ... 14

2.4.2 Uji Swelling Index Untuk Mendapatkan Kerapatan Sambung Silang (Crosslink Density) ... 15

2.4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR) ... 17

2.4.4 Karakteristik Scanning Electron Microscope (SEM) ... 17

2.4.5 Analisa Biaya ... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Lokasi Penelitian ... 21

3.2 Bahan Dan Peralatan ... 21

3.2.1 Bahan ... 21

3.2.1.1 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 21

3.2.1.2 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alkanolamida ... 21

3.2.2 Peralatan ... 22

3.2.2.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 22

3.2.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 23

3.3 Formulasi Bahan ... 23

3.3.1 Formulasi Dispersi Bentonite Clay dan Alkanolamida 23 3.3.2 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan Kuratif ... 23

3.4 Prosedur Penelitian ... 24

3.4.1 Prosed ur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 24

3.4.2 Prosedur Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida ... 24

3.4.3 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam ... 25

3.4.4 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam ... 25

3.4.4.1 Prosedur Pra-vulkanisasi Lateks Karet Alam ... 25


(12)

Pra-Vulkanisasi ... 25

3.4.4.3 Prosedur Vulkanisasi Dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam .. 26

3.5 Flowchart Percobaan ... 27

3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 27

3.5.2 Flowchart Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida ... 28

3.5.3 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam 29 3.5.4 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam 30 3.5.5 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi 31 3.5.6 Flowchart Vulkanisasi Dan Pembuatan Lateks Karet Alam 32 3.6 Pengujian Produk Lateks Karet Alam ... 33

3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D 412 33 3.6.2 Uji Swelling Index Dan Kerapatan Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM D 471 33 3.6.3 Karakteristik Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Dengan ASTM D 412 34 3.6.4 Karakteristik Scanning Electron Microscope (SEM) 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FTIR) Bahan Penyerasi alkanolamida ... 36

4.2 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FTIR) Produk Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida ... 37

4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat-Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam ... 39

4.3.1 Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ... 39

4.3.2 Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 40

4.3.3 Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) ... 42

4.4 Pengaruh Konsentrasi Pengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat-Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam ... 43

4.4.1 Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ... 43


(13)

4.4.3 Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) ... 45

4.5 Karakteristik Scanning Electron Microscope (SEM) Produk Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Bentionite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Kesimpulan ... 48

5.2 Saran 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN ... 55

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN ... 59

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PENELITIAN ... 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi Amidasi Trigliserida Dengan Dietanolamida Menjadi

Alkanolamida ... 14 Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 27 Gambar 3.2 Flowchart Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida ... 28 Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks

Karet Alam ... 29 Gambar 3.4 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam ... 30 Gambar 3.5 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi .. 31 Gambar 3.6 Flowchart Vulkanisasi Dan Pembuatan Lateks Karet Alam ... 32 Gambar 3.7 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412 ... 33 Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 36 Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Dari Produk Lateks Karet Alam Dengan Pengisi

Bentonite Clay Dan Penyerasi Dlkanolamida ... 37 Gambar 4.3 Reaksi Antara Bentonite Clay Dengan Alkanolamida ... 39 Gambar 4.3 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Produk Lateks Karet Alam

Berpengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida Terhadap

Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ... 40 Gambar 4.4 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Produk Lateks Karet Alam

Berpengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida Terhadap

Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 41 Gambar 4.5 Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Produk Lateks Karet Alam

Berpengisi Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida Terhadap

Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) ... 42 Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi Pengisi 10% Dan 15% Pada Produk Lateks

Karet Alam Pada Suhu Vulkanisasi 100oC Dan Waktu Vulkanisasi 10

Menit Terhadap Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ... 43 Gambar 4.7 Pengaruh Konsentrasi Pengisi 10% Dan 15% Pada Produk Lateks

Karet Alam Pada Suhu Vulkanisasi 100oC Dan Waktu Vulkanisasi 10

Menit Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 44 Halaman


(15)

Gambar 4.8 Pengaruhkonsentrasi pengisi 10% dan 15% pada produk lateks

Karet Alam Pada Suhu Vulkanisasi 100oC Dan Waktu Vulkanisasi

10 Menit Terhadap Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) . 45 Gambar 4.9 Analisa SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam Tanpa Dan

Dengan Pengisi Bentonite Clay Dengan Perbesaran 3000x ... 46

Gambar 4.10 Analisa SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam Dengan Konsentrasi Pengisi 10% Dan 15% Dengan Perbesaran 1000x ... 47

Gambar L3.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 61

Gambar L3.2 Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 61

Gambar L3.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 61

Gambar L3.4 Bentonite Clay Dengan Ukuran 100 Mesh... 62

Gambar L3.5 Proses Pendispersian Bentonite Clay dan Alkanolamida ... 62

Gambar L3.6 Larutan Hasil Dispersi Bentonite Clay dan Alkanolamida ... 62

Gambar L3.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam ... 63

Gambar L3.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 63

Gambar L3.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam... 63

Gambar L3.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam .... 64

Gambar L3.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam ... 64

Gambar L3.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam ... 64

Gambar L3.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam ... 65

Gambar L3.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Bentonite Clay Dan Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 65

Gambar L4.1 Hasil FTIR Alkanolamida ... 66

Gambar L4.2 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi Bentonite Clay dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida ... 66

Gambar L4.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Bentonite Clay dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida... 67

Gambar L4.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Bentonite Clay dan Penyerasi Alkanolamida... 67


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Variabel Tetap Yang Dilakukan Dalam Penelitian ... 4

Tabel 1.3 Formulasi Dispersi Bentonite Clay Dan Alkanolamida ... 5

Tabel 2.1 Sifat Fisis Lateks Karet Alam ... 7

Tabel 2.3 Rincian Biaya Bahan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam ... 19

Tabel 2.4 Rincian Biaya Peralatan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam 19

Tabel 2.5 Rincian Biaya Analisa Pembuatan Produk Lateks Karet Alam ... 19

Tabel 3.1 Formulasi Dispersi Bentonite Clay dan Alkanolamida ... 23

Tabel 3.2 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan Kuratif... 23

Tabel 3.2 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Melalui Tes Koagulasi-Kloroform... 26

Tabel 4.1 Pemisahan Gugus-Gugus Fungsi Bahan Penyerasi Alkanolamida ... 36

Tabel 4.2 Pemisahan Gugus-Gugus Fungsi Produk Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Bentonite Clay dan Penyerasi Alkanolamida ... 38

Tabel L1.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) ... 55

Tabel L1.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 56

Tabel L1.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) ... 57 Halaman


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Penelitian 55

L1.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density) 55

L1.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength) 56

L1.3 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break) 57

Lampiran 2 Contoh Perhitungan 59

L2.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Produk Lateks Karet Alam 59

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian 61

L3.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida 61

L3.2 Proses Ekstraksi Bahan Penyerasi Alkanolamida 61

L3.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida 61

L3.4 Bentonite Clay Dengan Ukuran 300 Mesh 62

L3.5 Proses Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida 62

L3.6 Larutan Hasil Dispersi Bentonite Clay Dan Alkanolamida 62

L3.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam 63

L3.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 63

L3.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam 63

L3.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 64

L3.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam 64

L3.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam 64

L3.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam 65

L3.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Bentonite Clay Dan Bahan

Penyerasi Alkanolamida 65

Lampiran 4 Hasil Pengujian Lab Analisis Dan Instrumen 66

L4.1 Hasil FTIR Alkanolamida 66

L4.2 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Tanpa Penambahan Pengisi

Bentonite Clay Dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida 66

L4.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan

Pengisi Bentonite Clay Dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida 67


(18)

L4.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan


(19)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standart Testing of Material

FTIR Fourier Transform Infra Red

RBDPKO Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil

SEM ZnO KOH ZDEC

Scanning Elentron Microscopy Zinc Oksida

Kalium Hidroksida


(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol T

Keterangan Suhu

Dimensi o

C

σ Kekuatan tarik N/mm2

F Gaya yang Diperlukan N

Ao Luas Penampang Awal mm2

2Mc-1 Vo

ρ

Densitas Sambung Silang Volume Molar

Massa Jenis

mm mol.cm-3 kg/m3

Wi Berat Setelah Perendaman gram


(21)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi bentonite clay sebagai bahan pengisi yang baik terhadap sifat mekanik produk lateks karet alam. Dalam penelitian ini digunakan bentonite clay sebagai pengisi dan alkanolamida sebagai penyerasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah high ammonia lateks 60%, bahan kuratif seperti sulfur, ZnO, ZDEC, antioksidan, KOH, bentonite clay dan alkanolamida. Alkanolamida didapat melalui reaksi amidasi RBDPKO dengan dietanolamida. Penelitian dilakukan dengan mempravulkanisasi lateks karet alam terlebih dahulu dengan formulasi tertentu, lalu divulkanisasi melalui teknik pencelupan. Variabel yang digunakan adalah jumlah pembebanan pengisi bentonite clay yaitu dari 5, 10, 15, 20, dan 25 gram serta waktu vulkanisasi selama 10 menit. Produk yang didapat diuji sifat mekaniknya, karakterisasi FTIR, karakterisasi SEM dan crosslink density. Hasil yang diperoleh berupa alkanolamida yang dihasilkan memiliki gugus yang diharapkan. Pembebanan pengisi bentonite clay termodifikasi alkanolamida mampu meningkatkan crosslink density dan sifat mekanik produk yang dihasilkan. Pembebanan optimum terjadi pada

10 gram dan suhu vulkanisasi optimum 120oC.

Kata kunci : lateks karet alam, bentonite clay, alkanolamida, crosslink density, sifat mekanik, FTIR, SEM


(22)

ABSTRACT

The research aims to determine the effect of vulcanization temperature and composition of bentonite clay as good filler on mechanical properties of natural rubber latex product. In this study, we use bentonite clay as filler and alkanolamide as compatibilizer. The material used in this study are high ammonia latex 60%, curative agents such as sulfur, ZnO, ZDEC, AO, KOH, bentonite clay and alkanolamide. Alkanolamide is synthesized from amidation reaction between RBDPKO and diethanolamine. The methodology includes pre-vulcanizing natural rubber latex with certain formulation, then vulcanized using dipping method. The variable used in this study is filler loading, from 5, 10, 15, 20, and 25 gram, and vulcanization time 10 minutes. The products were then tested in order to observe its mechanical properties, FTIR characterization, SEM characterization and crosslink density. The results show that the synthesized alkanolamide possess the functional group desired. Alkanolamide modified bentonite clay loading is capable of increasing crosslink density and mechanical properties of the products. Optimum filler loading is reported on 10 gram and optimum vulcanization at 120oC.

Keywords : natural rubber latex, bentonite clay, alkanolamide, crosslink density, mechanical properties, FTIR, SEM


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di Indonesia karet Havea brasilinsis diperkenalkan pertama kali pada tahun 1876. Hasil yang diambil dari tanaman karet alam adalah lateks dan bahan olahan yang dihasilkan dari lateks ini berupa sit, lateks pekat, dan karet remah. Lateks adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet, pada umumnya berwarna putih seperti susu dan belum mengalami penggumpalan dengan atau tanpa penambahan bahan pemantap atau zat anti penggumpal. Lateks ini dapat diperoleh dengan cara menyadap antara kambium dan kulit pohon [1]. Pohon karet (Hevea brasiliensis) telah mencapai kepentingan komersial yang cukup besar. Pohon ini berasal dari daerah Amazon dan sekarang dibudidayakan di seluruh wilayah tropis Amerika Selatan, Afrika dan Asia [2]. Karet alam merupakan suatu komoditi non migas, penghasil devisa Negara di Indonesia. Karet alam ini memiliki sifat fleksibilitas tinggi dan mampu berkristalisasi pada suhu rendah, apabila diregang. Produk-produk yang dihasilkan dari lateks karet alam antara lain seperti sarung tangan, benang karet, balon, kateter, pembalut luka elastis, kondom, tiup stetoskop dan lain-lain [3].

Proses pembuatan formulasi atau komponen karet alam, memiliki beberapa pilihan bahan kimia tambahan untuk meningkatkan kualitas vulkanisat produk karet alam. Bahan kimia tersebut memberikan sifat mekanik yang spesifik terhadap vulkanisat produk karet yang akan dibentuk [4].

Lateks karet alam merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuningan yang diperoleh dengan cara penyadapan. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam suatu

media yang mengandung berbagai macam zat [5]. Lateks karet alam umumnya

mempunyai sifat mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan lateks karet alam yang sudah diberi tambahan bahan kuratif dan bahan pengisi [3]. Salah satu untuk meningkatkan sifat mekanik dari lateks karet alam perlu dilakukan kajian dengan


(24)

menambahkan bahan pengisi (filler) ke dalam formulasi lateks karet alam, sehingga dapat memberikan nilai ketegangan tensile yang tinggi dan dapat digunakan untuk produksi bahan baku lateks [6]. Penambahan bahan pengisi di dalam lateks karet alam diyakini dapat menguatkan vulkanisat produk karet, sehingga kekuatan tarik dan sifat-sifat molekul lainnya seperti ketahanan sobek (tear strength), modulus elastisitas (modulus of elasticity), dan ketahanan lentur (flexural strength) menjadi meningkat [3].

Dari penelitian sebelumnya digunakan pengisi silika, umumnya sifat-sifat dari lateks karet alam diperkuat oleh silika. Silika merupakan butiran seperti kaca dengan bentuk pori, silika dibuat secara sintetis dari natrium silikat. Dengan penambahan bahan kuratif kedalam pengisi silika maka akan terjadi peningkatan kekuatan tarik, modulus dan ikat silang [7]. Penelitian sebelumnya juga ada yang menggunakan pengisi kaolin, dimana kaolin ini merupakan tanah liat pekat berwarna putih dengan ukuran partikel 300 mesh yang digunakan sebagai pengisi dan dimodifikasi dengan penyerasi alkanolamida pada lateks karet alam, dengan penambahan aquadest dan bahan kuratif maka akan memberikan ketahanan lentur yang meningkat pada produk lateks karet alam [8]. Pada penelitian ini digunakan pengisi bentonite clay yang berukuran 300 mesh. Bentonite clay adalah istilah yang digunakan untuk sejenis

lempung yang mengandung mineral montmorillonite. Pada tahun 1960 Billson

mendefinisikan bentonite clay sebagai mineral lempung yang terdiri dari 85%

montmorillonite dan mempunyai rumus kimia (Al2O3 4SiO2 x H2O). Nama

montmorillonite ini berasal dari jenis lempung plastis yang ditemukan di Montmorillonite, Perancis pada tahun 1847 [9].

Disamping bentonite clay sebagai pengisi digunakan juga alkanolamida

sebagai penyerasi, dimana alkanolamida adalah hasil imidasi minyak inti kelapa

sawit yaitu RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Karnel Oil).

Alkanolamida ini merupakan turunan dari asam lemak yang memiliki gugus hidroksil yang digunakan sebagai bahan pelunak pada pembuatan tekstil dan juga pencegahan korosi [10]. Alkanolamida ini juga banyak digunakan sebagai bahan

foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain yang berguna sebagai cairan

pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampoo [10]. Oleh karena itu,


(25)

produk lateks karet alam seperti penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa penambahan alkanolamida berkisar 5 bsk ke dalam lateks karet alam berpengisi silika akan menghasilkan vulkanisat dengan modulus tensil yang lebih tinggi atau terjadi peningkatan kekuatan tarik dan kerapatan sambung silang. Apabila penambahan alkanolamida digunakan secara berlebihan akan menyebabkan kekuatan tarik dan kerapatan sambung silang menurun [7].

Berdasarkan uraian di atas, maka bentonite clay sesuai digunakan sebagai

pengisi. Penggunaan bentonite clay berukuran 300 mesh sebagai pengisi diharapkan

dapat meningkatkan sifat-sifat produk lateks karet alam dan juga diharapkan dapat meningkatkan interaksi antarfasa (interfacial adhesion) antara pengisi bentonite clay

dengan matriks lateks karet alam dengan cara memodifikasi dengan alkanolamida.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi bentonite clay yang diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis dari lateks karet alam. Oleh karena itu dikaji hubungan formulasi spesifik antara bentonite clay dan alkanolamida pada lateks karet alam untuk menghasilkan sifat mekanis berupa kekuatan tarik (tensile strength) yang optimum dan swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang (crossling density) dengan ASTM D 475, serta memperoleh hasil dari sampel yang akan dianalisa dengan

menggunakan Fourier Transform Infra-Rer (FTIR) dan Scanning Electron

Microscope (SEM).

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi bentonite clay dapat digunakan sebagai bahan pengisi yang baik dan dapat mempengaruhi sifat mekanik produk lateks karet alam, serta untuk menemukan formula terbaik bentonite clay yang tepat untuk menghasilkan produk lateks karet alam dengan sifat mekanik berupa kekuatan tarik (tensile strength) menjadi meningkat dan swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang (crossling density) dengan ASTM D 475, serta memperoleh hasil

dari sampel yang akan dianalisa dengan menggunakan Fourier Transform Infra-Rer


(26)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memberikan informasi tentang pengaruh suhu vulkanisasi dan komposisi

bentonite clay terhadap sifat mekanik karakteristik produk lateks karet alam.

2. Memberikan informasi tentang komposisi bentonite clay yang dapat

mempengaruhi sifat mekanik produk lateks karet alam.

3. Memberikan informasi tentang penggunaan bahan penyerasi alkanolamida

yang dapat meningkatkan interaksi antarfasa (interfacial adhesion) antara pengisi bentonite clay dengan matriks lateks karet alam.

4. Memberikan informasi tentang penggunaan lateks karet alam dengan bahan kuratif dan bahan pengisi memiliki sifat mekanik yang lebih tinggi dibandingkan dengan lateks karet alam tanpa diberi tambahan bahan kuratif dan bahan pengisi.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Adapun bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet basah. 2. Bentonite clay berukuran 300 mesh.

3. Alkanolamida yang disintesa dari bahan baku RBDPKO (Refined Bleached

Deodorized Palm Kernel Oil).

Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian adalah : Tabel 1.1 Variabel tetap dan variabel bebas yang dilakukan dalam penelitian

No Variabel Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 Suhu pra-vulkanisasi Waktu pra-vulkanisasi

Ukuran partikel Bentonite Clay

Kadar alkanolamida Waktu vulkanisasi

Bentonite Clay

Suhu vulkanisasi

70oC 10 menit 300 mesh 5% 10 menit

5, 10, 15, 20, 25 gram 100oC, 110oC, 120oC


(27)

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian adalah :

Tabel 1.2 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif Bahan pravulkanisasi Berat basah (gram)

High Ammonia Lateks 60 % 166,7

50 % Sulfur 3

50 % ZDEC 3

30 % ZnO 0,83

50 % Antioksidan 2

10 % KOH 3

10 %, 15 % Pengisi 5, 10, 15, 20, 25

Uji-uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Uji kekuatan tarik (tensile strength) dengan ASTM D 412.

2. Uji swelling index untuk mendapatkan kerapatan sambung silang (crosslink density) dengan ASTM D471.

3. Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) di Laboratorium Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

4. Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

Lateks karet alam adalah getah pohon karet (Havea Brasiliensis) yang diperoleh dari pohon karet berwarna putih dan berbau segar [11]. Lateks karet alam merupakan cis-1,4- poliisopropena, yang dapat disintesa oleh lebih dari 2000 spesies

tanaman yang tergolong kepada Euphorbiaceae. Karet alam diproduksi secara

besar-besaran dari pohon karet Havea Brasiliensis. Cis-1,4-poliisoprena merupakan konstituen utama yang mengandung minimum 90% hidrokarbon karet dengan sebagian kecil pengotor seperti resin, asam lemak, gula dan mineral [12]. Lateks karet mentah biasanya diubah menjadi produk karet oleh proses vulkanisasi yang mengarah ke cross-link antara rantai polimer baik dengan pemanasan dan adanya unsur sulfur. Misalnya, selama pembuatan ban yang mengandung jenis lain dari karet sintetis atau dengan iradiasi dan peroksidasi , masing-masing, seperti pada kasus

Natural Rubber (NR) sarung tangan karet [13].

Karet alam sering digunakan dalam bentuk terisolasi. Untuk aplikasi praktis, beberapa agen digabungkan dengan pilihan yang didasarkan pada set sifat yang diperlukan untuk penggunaan tertentu. Sebuah elastomer dicampur dengan satu sama lain dengan tiga alasan utama: untuk meningkatkan sifat dari bahan aslinya, untuk meningkatkan kemampuan proses, atau untuk menurunkan biaya. Sebagian besar teknik umum dari campuran polimer mempersiapkan mekanis pencampurannya. Nanocomposites Polymer / tanah liat dapat dibuat dengan banyak metode, termasuk dalam polimerisasi ini disertai dengan interkalasi, interkalasi dari larutan atau mencair atau bahkan menggunakan emulsi. Dibandingkan dengan metode lain, emulsi interkalasi adalah metode yang menjanjikan untuk industrialisasi karena kesederhanaan persiapan, biaya rendah dan kinerja yang unggul [14].

Karet alam (polyisoprene) termasuk kedalam elastomer yaitu bahan yang dapat direnggangkan dan dapat kembali seperti bahan semula. Karet alam memiliki beberapa keunggulan disbanding karet sintetik, terutama dalam hal elastisitas, daya


(29)

redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan umur kelelahan (fatigue) [11]. Data-data sifat fisis lateks karet alam ditunjukkan pada table 2.1.

Tabel 2.1 sifat fisis lateks karet alam [11].

No. Konstanta Keterangan

1. Berat molekul 68.12 g/mol

2. Titik leleh -145.95 oC

3. Titik didih 34.067 oC

4. Viskositas 48,6.10 N.s/m2

5. Rapat jenis 913 kg/m3

6. Konduktivitas termal 0,134 W/m K

7. Difusivitas termal 7.10-8 m/detik2

8. Kapasitas panas 1905J/kg K

Penelitian-penelitian yang terkait dalam pembuatan produk lateks karet alam antara lain sebagai berikut:

1. Yuniati, Cebro, I.S (2013) melakukan analisa densitas sambung silang berpengisi

karbon. Dari hasil penelitian diperoleh dengan densitas sambung silang menurun dengan meningkatnya bahan pengisi. Hal ini menunjukkan bahwa film tersebut telah mengalami sambung silang yang baik semasa proses pemvulkanisasian dilakukan [3].

2. Darwis Syarifuddin Hutapea, Harry Tampubolon, dan Indra Surya (2012)

melakukan analisa sifat uji tarik dengan penambahan alkanolamida dengan bahan pengisi silika. Dari hasil penelitian diperoleh kekuatan tarik meningkat hingga penambahan alkanolamida dari 1 bsk hingga 5 bsk. Peningkatan kekuatan ini dapat disebabkan oleh alkanolamida dapat bertindak sebagai bahan yang dapat meningkatkan kekuatan tarik dari vulkanisat karet alam berpengisi silika. Peningkatan penambahan alkanolamida lebih lanjut menyebabkan penurunan kekuatan tarik. Analisa sifat pemanjangan saat putus dalam penelitian ini

mengalami peningkatan dengan bertambahnya alkanolamida, karena

alkanolamida adalah turunan dari minyak sawit, sehingga bahan tersebut dapat juga bertindak sebagai bahan pemlastis [7].


(30)

3. Yudha Widyanata, Indah M.S. Sitorus, Indra Surya (2013) melakukan analisa sifat uji tarik vulkanisat karet alam dengan penambahan alkanolamida berpengisi kaolin. Dari hasil penelitian diperoleh kekuatan tarik vulkanisat karet alam berpengisi kaolin meningkat dengan penambahan alkanolamida. Peningkatan kekuatan tarik dapat disebabkan karena alkanolamida dapat meningkatkan kerapatan sambung silang dari vulkanisat karet alam. Analisa pemanjangan saat putus dari vulkanisat karet alam berpengisi kaolin meningkat dengan penambahan alkanolamida, sehingga dapat dikatakan penambahan alkanolamida kedalam kompon karet alam berpengisi kaolin dapat meningkatkan ekstensibilitas dari vulkanisat karet berpengisi kaolin. Efek dari bahan tersebut sama seperti bahan pemlastis (minyak) plastizicer [15].

2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa (compound) lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.

2.2.1 Bahan Vulkanisasi

Vulkanisasi adalah suatu reaksi sambung silang (crosslinking) molekul-molekul karet oleh sulfur (belerang), sehingga dihasilkan suatu vulkanisat karet yang elastis dan kuat Reaksi ini merubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisat karet tidak lagi bersifat lengket (tacky), tidak melarut tetapi hanya mengembang didalam pelarut organik tertentu.

Penambahan pengisi-pengisi penguat untuk tujuan penguatan karet (rubber

reinforcement) dilakukan pada saat pencampuran. Penguatan (reinforcement)

disebabkan oleh daya interaksi antara karet dengan pengisi penguat [7]. Vulkanisasi juga merupakan proses kimia yang diperlukan untuk mengubah struktur mekanik karet dari visco–elastic dan terjadi perubahan bentuk untuk struktur tiga dimensi yang cukup kaku [16]


(31)

Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan tiga sampai empat macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan pencepat (accelerator) berupa senyawa karbamat, bahan pengaktif (activator), dan bahan penstabil (stabilizer) yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama 2-3 hari, pemanasan kedua 70 °C selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100 °C selama 1 jam [11].

Secara umum sistem pemvulkanisasi di klasifikasikan menjadi tiga yaitu pemvulkanisasi konvensional, pemvulkanisasi semi effisien, dan pemvulkanisasi effisien. Untuk membedakan ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah kuratif (perbandingan antara sulfur dan pencepat). Untuk sistem konvensional mengandung sulfur lebih banyak bila dibandingkan dengan pencepat. Sistem efisiensi mengandung pencepat lebih banyak dari pada sulfur. Sedangkan sistem semi effisiensi jumlah sulfur dan pencepat sama banyaknya [17].

2.2.2 Bahan Pencepat Reaksi (Accelerator)

Reaksi vulkanisasi dengan menggunakan sulfur biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industri hal ini kurang efisien karena menambah waktu produksi secara tidak langsung juga menambah biaya, dan kekuatan film lateks yang dihasilkan rendah atau lemah. Kekuatan film lateks yang dihasilkan dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan pencepat reaksi dan bahan-bahan penggiat [18].

2.2.3 Bahan Pengaktif (Activator)

Sebagian besar dari bahan pencepat reaksi (accelerator) memerlukan bantuan dari bahan pengaktif pencepat (accelator activator) seperti zink oksida dan asam stearat untuk dapat bekerja maksimal. Zink oksida bereaksi dengan asam stearat untuk membentuk zink stearat (dalam beberapa kasus, zink stearat digunakan untuk menggantikan zink oksida dan asam stearat). Bahan ini digunakan bersamaan dengan bahan pencepat reaksi untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Jika hanya menggunakan sulfur, reaksi akan berjalan selama berjam-jam. Dengan adanya bahan pengaktif ini, reaksi hanya berjalan dalam hitungan menit [19]. Pada penelitian ini,


(32)

digunakan bahan pengaktif (activator) yaitu ZnO (zink oksida). ZnO (zink oksida) dipilih karena selain sebagai bahan pengaktif (activator), ZnO (zink oksida) juga berfungsi sebagai pengisi yang dapat memperkuat produk lateks karet alam [20]. 2.2.4 Bahan Penstabil (Stabilizer)

Pada karet alam telah terdapat penstabil alami, tetapi bahan penstabil tambahan masih diperlukan yaitu KOH. Potasium hidroksida (KOH) selain berfungsi sebagai pengawet yang dapat mencegah pembiakan bakteri, dan dapat juga menjaga kestabilan koloid lateks dengan menghindarkan berlakunya fenomena pemekatan ZnO yang digunakan sebagai pengaktif. Selain daripada itu dapat juga meningkatkan kemampuan partikel lateks dan kemudian meningkatkan kestabilan lateks tersebut [21].

2.2.5 Bahan Antioksidan (Antioxidan)

Antioksidan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah oksidasi (mencegah reaksi dengan oksigen) pada produk karet. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif [22]. Bahan antioksidan ditambahkan dalam pembuatan lateks karet alam agar melindungi karet sebelum dan sesudah vulkanisasi, terhadap pengusangan oleh oksidasi, panas, sinar matahari (ozon) dan pengaruh mekanis. Karet alam telah memiliki bahan antioksidan alami, tetapi karena kadarnya rendah tidak cukup untuk melindungi karet terhadap proses oksidasi. Bila tidak ditambahkan bahan antioksidan tersebut pada karet, maka karet akan mudah lengket dan lunak serta menjadi keras dan retak – retak ataupun rapuh [23].

2.2.6 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon lateks karet alam untuk menambah berat dan mengurangi biaya produksi dimana penambahan bahan pengisi tanpa mengurangi kualitasnya. Beberapa bahan pengisi digunakan untuk memberikan kekakuan, kekerasan dan tipe benda mekanik dengan kualitas yang diinginkan. Bahan pengisi merupakan bahan penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat vulkanisasi ke dalam komponen lateks, bahan pengisi ditambahkan dalam jumlah


(33)

besar dengan tujuan meningkatkan sifat fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan lateks, dan menurunkan biaya [17].

Dalam penelitian ini bahan pengisi yang digunakan adalah bentonite clay.

Bentonite Clay adalah suatu istilah nama dalam dunia perdagangan yang sejenis lempung plastis yang mempunyai kandungan mineral monmorilonit lebih dari 85% dengan rumus kimianya Al2O3.4SiO2 x H2O. Bentonite dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat hydrous, yaitu activated clay

dan fuller's Earth. Activated clay adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Bentonite ini juga dikenal di Indonesia dengan nama cadas (batuan lempung), yang terdapat di permukaan bumi dan di bawah tanah (dibawah tanah antara 0.5 M s/d 2.5 M) dan biasanya di daerah perbukitan dan pegunungan [20]. Mulai terjadinya endapan bentonite karena:

Pelapukan

Pembentukan endapan bentonite hasil pelapukan kondisi komposisi mineral batuan, komposisi kimia dari air, dan daya air pada batuan asal. Dan terproses karena iklim, berbagai relief dan tumbuh-tumbuhan yang berada diatas batuan. Dan pembentukannya bentonite hasil dari pelapukan akibat reaksi kimia ion-ion Hidrogen (H+) dalam air tanah dengan senyawa silikat. Ion H+ berasal dari asam karbon akibat pembusukkan zat zat organik dalam tanah [20].

Larutan Hydrotermal

Larutan hydrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan kandungan klorida,belerang,karbondioksida, dan silika. Komposisi larutan berubah karena ada reaksi dengan batuan gamping menjadi larutan alkali yang bersifat basa, lalu terbawa keluar dan akan tetap bertahan selama unsur alkali dan alkali tanah tetap terbentuk akibat penguraian batuan asal. Dengan adanya unsur alkali dan alkali tanah akan membentuk Monmorillonit. Monmorillonit terjadi karena adanya unsur Magnesium [20].


(34)

Endapan bentonite hasil transformasi atau devitrifikasi debu gunung api terjadi dengan sempurna, apabila debu diendapkan di dalam cekungan seperti danau atau laut, mineral gunung api lambat laun akan akan mengalami devitrifikasi [20].

Mineralogi

Bentonite adalah istilah lempung Monmorillonit dalam dunia perdagangan [20].

2.2.7 Bahan Penyerasi (Compatibilizer)

Kendala yang terdapat dalam penyediaan produk lateks karet alam yaitu kurang serasinya sifat kimia antara pengisi yang hidrofilik dan lateks karet alam yang hidrofobik. Maka untuk itu, diperlukan suatu modifikasi seperti pertukaran ion pada kation di bagian luar pengisi dengan menggunakan surfaktan organik [24].

Surfaktan merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktifitas permukaan dan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk laryt dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble, sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan sebagai surfaktan water soluble [25].

Surfaktan dapat digolongkan berdasarkan muatan pada gugus hidrofiliknya, yaitu:

Surfaktan anionik

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofilik atau aktif permukaan (surface-aktive). Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat atau sulfonat [25].

Surfaktan kationik

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada gugus hidrofilik atau bagian aktif permukaan (surface-aktive). Sifat hidrofilik umumnya disebabkan karena keberadaan garam amonium, seperti quaternary ammonium salt (QUAT) [25].


(35)

Surfaktan non-ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Sifat hidrofilik disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau hidroksil [25].

Surfaktan amfoterik

Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang bermuatan positif dan negative pada molekulnya, dimana muatannya tergantung kepada pH, pada pH rendah akan bermuatan negatif dan pada pH tinggi bermuatan positif [25].

Dalam penelitian ini, jenis surfaktan yang digunakan adalah alkanolamida

yang disintesa dari bahan baku RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm

Kernel Oil). Alkanolamida adalah surfaktan bukan ionik dimana gugus hidroksil yang dimilikinya tidak cukup hidrofilik untuk membuat alkanolamida larut dalam air dengan sendirinya [10]. Oleh karena itu, diharapkan penggunaan alkanolamida dapat membuat interaksi antar fasa (interphase) antara bentonite clay dan lateks karet alam menjadi lebih kuat, dengan asumsi rantai hidrokarbon yang panjang akan berinteraksi dengan lateks karet alam yang bersifat non polar, sedangkan gugus amida akan berinteraksi dengan bentonite clay yang bersifat polar [26].

Alkanolamida yang merupakan surfaktan ini mempunyai bagian polar dan non polar, sehingga surfaktan akan membentuk sebuah jembatan antara pengisi

bentonite clay dengan lateks. Terutama bagian OH dari bentonite clay yang dimodifikasi dan terjadi interkulasi alkanolamida pada bentonite clay. Jenis alkanolamida yang paling penting adalah dietanolamida. Senyawa N-etanol alkil amida adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk deterjgen, kosmetik dan tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak sawit distilat dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom Nitrogen seperti alkanolamida [10].

Senyawa alkanolamida dapat disintesis melalui reaksi amidasi langsung menggunakan trigliserida dan dietanolamina sehingga akan menghasilkan senyawa alkanolamida yang memiliki dua gugus hidroksi atau poliol [10]. Tahap awal dari reaksi ini akan menghasilkan metil ester sebagai zat antara. Selanjutnya dengan adanya penambahan dietanolamina yang berlebih, metil ester yang terbentuk akan segera berubah menghasilkan alkanolamida, selanjutnya sisa dietanolamina dan natrium metoksida sebagai katalis dapat dipisahkan dengan mencucinya


(36)

menggunakan larutan NaCl jenuh yang terlebih dahulu dilarutkan dalam dietil eter sehingga diperoleh senyawa alkanolamida [10].

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam

palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPKO (Refined Bleached

Deodorized Palm Kernel Oil). RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil) dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki kadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan [25].

Mekanisme reaksi pembuatan alkanolamida dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Reaksi Amidasi Trigliserida dengan Dietanolamina Menjadi Alkanolamida [10]

2.3 PROSES PENCELUPAN

Proses pencelupan merupakan suau teknik yang menghasilkan barang dari lateks yang dilakukan dengan mencelup suatu pembentuk, yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks, semasa pembentuk dicelupkan di dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk mengalami proses penghilang kestabilan dan membentuk suatu lapisan atau film, dimana film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk (cetakan) yang dicelupkan ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan


(37)

produk lateks akan terhasil. Dalam industri, teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon dan lain-lain [27].

2.4 PENGUJIAN/KARAKTERISASI 2.4.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Stength)

Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri [28].

Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [28].

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao) dapat ditunjukkan pada persamaan 2.1 [29].

σ =

Dimana :

σ = kekuatan tarik (kg. f/mm2)

F maks = beban maximum (kgf)


(38)

2.4.2 Uji Swelling Index Untuk Mendapatkan Kerapatan Sambung Silang (Crosslink Density)

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Swelling merupakan suatu perubahan bentuk yang tidak biasa karena perubahan volume merupakan suatu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, seperti halnya perubahan mekanik dan juga pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling [19]. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi [19].

Uji Swelling adalah dilakukan dengan memotong film lateks sampel karet yang dibentuk secara bulat diameter 38 mm dan ketebalan 0,2 mm dengan metode perendaman dalam sikloheksana pada suhu kamar selama 30 menit untuk

memungkinkan pengembangan guna mencapai kesetimbangan difusi Kemudian permukaan sampel yang mengembang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut [19] :

Dimana Ws dan Wi adalah berat dari benda uji sebelum mengembang dan setelah perendaman selama selang waktu. Rasio ini tentu merupakan ukuran

langsung dari tingkat hubungan silang. Berat sampel benda uji sebelum mengembang 38 mm [17].

Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut [30] :

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2 ( 3 / 1 0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M


(39)

Dimana :

(2MC-1) = densitas sambung silang

V0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut (untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3and χ = 0,39)

ρNRL = densitas karet = 0,932 [31]

Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan

2.3 [30] :

sol sol d

d

d d r

/

W

/

W

/

W

V

Dimana :

Wd = massa dari karet kering

ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρd = 0,9203 g.cm-3) [31] Wsol = massa cairan

ρsol = densitas cairan (untuk toluene, ρsol = 0,87 g.cm-3) 2.4.3 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT-IR)

Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FT-IR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi infra merah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19 [32].

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1 [32].

Formulasi bahan polimer dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemlastis, pengisi, pemantap dan antioksidan memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan


(40)

aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Di samping itu, analisis IR dapat digunakan untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer [32].

2.4.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi electron [17].

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari

lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang

diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan [17].

Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket [17].

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baisk digunakan emas atau campuran emas dan palladium [17].

2.5 ANALISIS BIAYA

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan produk lateks karet alam. Adapun biaya untuk perancangan bahan mentah (raw material) produk membutuhkan bahan-bahan yakni sebagai berikut:


(41)

2. Bantonite Clay

3. Alkanolamida yang disintesa dari bahan RBDPKO (Refined Bleached

Deodorized Palm Kernel Oil)

4. Wadah Pencelupan

Rincian biaya bahan, peralatan dan analisa diberikan dalam Tabel 2.3, Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.

Tabel 2.3 Rincian Biaya Bahan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Bahan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp)

Lateks Karet Alam 6 kg Rp 28.000,-/kg 168.000,-

Bentonite Clay 4 kg Rp 25.000,-/kg 100.000,-

Alkanolamida 300 ml Rp 200.000,- 200.000,-

Plastik Zipper 2 buah Rp 17.000,-/buah 34.000,-

Aluminium Foil 2 buah Rp 20.000.-/buah 40.000,-

TOTAL 542.000,-

Tabel 2.4 Rincian Biaya Peralatan Pembuatan Produk Lateks Karet Alam Peralatan Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) Pembuatan

Cetakan Wadah Pencelupan

5 buah Rp 20.000,-/ buah 100.000,-


(42)

Tabel 2.5 Rincian Biaya Analisa Pembuatan Produk Lateks Karet Alam

Analisa Jumlah Harga (Rp) Biaya Total (Rp) a Fourier Transform

Infra-Red

(FTIR)

Alkanolamida

1 sampel Rp 50.000,-/sampel 50.000,-

a Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Produk Lateks Karet Alam

3 sampel Rp 75.000,-/sampel 225.000,-

Analisa Scanning

on Microscopy (SEM) 4 sampel Rp 250.000,-/ sampel

1.000.000,-

TOTAL 1.275.000,-

Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat produk lateks karet alam yaitu sebesar Rp 1.917.000,-.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik,

Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi

alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Dietanolamina (C4H11NO2)

2. Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO)

3. Natrium Metoksida (CH3ONa)

4. Metanol (CH3OH)

5. Dietil eter ((C2H5)2O)

6. Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4)

7. Natrium Klorida (NaCl)

3.2.1.2 Bahan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet basah

2. Zinc Oksida (ZnO)

3. Zinc Dibutyl Dithiocarbamate (ZDEC)


(44)

5. Sulfur (S)

6. Kloroform (CHCl3)

7. Kalsium Karbonat (CaCO3)

8. Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2)

9. Bentonite Clay

10. Alkanolamida

3.2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

1. Rotary Evaporator

2. Oven

3. Hot Plate

4. Neraca Analitik

5. Refluks Kondensor

6. Termometer

7. Selang

8. Magnetic Stirer

9. Labu Leher Tiga

10. Gelas Ukur

11. Beaker Glass

12. Corong Gelas

13. Kertas Saring 14. Spatula


(45)

3.2.2.2 Peralatan Yang Digunakan Untuk Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut :

1. Vessel Flask

2. Cawan Penguap

3. Stirrer

4. Penangas Air

5. Termometer

6. Neraca Elektrik

7. Plat Seng

8. Oven

3.3 FORMULASI BAHAN

Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi bentonite clay dan alkanolamida.

3.3.1 Formulasi Dispersi Bentonite Clay dan Alkanolamida

Formulasi dispersi bentonite clay dan alkanolamida yang digunakan dalam penelitian adalah [12].

Tabel 3.1 Formulasi Dispersi Bentonite Clay dan Alkanolamida Bahan Konsentrasi Pengisi 10% dan 15%

Bentonite Clay 5 10 15 20 25

Alkanolamida 5 5 5 5 5

Air 90 85 80 75 70

3.3.2 Formulasi Lateks Karet Alam Dan Bahan Kuratif

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif yang digunakan dalam penelitian adalah [12].

Tabel 3.2 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif Bahan Pra-vulkanisasi Berat basah (gram)

High Ammonia Lateks 60 % 166,7

50 % Sulfur 3

50 % ZDEC 3

30 % ZnO 0,83

50 % Antioksidan 2

10 % KOH 3


(46)

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 Prosedur Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Adapun prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut [7] :

1. Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached Deodorized Palm

Kernel Oil (RBDPKO), dan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina dalam labu leher tiga.

2. Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu

dilarutkan dalam 20 ml metanol).

3. Dirangkai alat refluks kondensor dengan pendingin bola.

4. Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan magnetic stirrer

selama 5 jam.

5. Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya.

6. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter.

7. Kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml.

8. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang.

9. Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, diamkan selama ± 45 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

10. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai pelarutnya habis, kemudian residu yang diperoleh dianalisis dengan analisa FTIR.

3.4.2 Prosedur Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida

Adapun prosedur pendispersian bentonite clay dan alkanolamida adalah sebagai berikut [8] :

1. Bentonite Clay dimasukan ke dalam ball mill.

2. Ditambahkan aquadest dan alkanolamida dengan perbandingan formulasi


(47)

3. Ball mill dihidupkan selama beberapa waktu dan diuji apakah sistem dispersi telah terbentuk.

3.4.3 Prosedur Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) Dari Lateks Karet Alam

Adapun prosedur analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet alam adalah sebagai berikut [12] :

1. Ditimbang berat cawan porselen.

2. Diambil 5 gram lateks dan dimasukan dalam cawan porselen.

3. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC hingga bahan mengering.

4. Didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya.

5. Prosedur diulangi hingga diperoleh berat lateks kering yang konstan.

6. Dihitung kadar kandungan padatan total.

3.4.4 Prosedur Pembuatan Senyawa Lateks Karet Alam

Pembuatan senyawa lateks karet alam terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra-vulkanisasi, vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam.

3.4.4.1 Prosedur Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Adapun prosedur pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [12] :

1. Bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu sesuai dengan Tabel 3.1.

2. Bahan kuratif, lateks, dan dispersi bentonite clay dan alkanolamida

dimasukan dalam vessel flask dan ditutup rapat.

3. Diaduk selama 1 jam.

4. Diaduk di atas penangas air pada suhu 70 oC.

5. Setiap selang 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform.

6. Bila campuran telah mencapai tingkat 3, maka pemanasan dan pengadukan dihentikan.

7. Campuran didiamkan selama 24 jam.

3.4.4.2 Prosedur Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi

Adapun prosedur uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [12] :


(48)

2. Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukan dalam cawan berisi 10 ml kloroform.

3. Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan selama 2-3 menit.

4. Apabila kematangan campuran telah mencapai tingkat 3, maka lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang.

Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform ditunjukan tabel 3.3 di bawah ini [12] :

Tabel 3.2 Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform [12]

No. Kloroform Keadaan Pematangan Bentuk Koagulan

1 Tak tervulkanisasi Koagulan lengket

2 Sedikit tervulkanisasi Koagulan lembut dan mudah putus

3 Tervulkanisasi sederhana Koagulan antara lengket dan tidak

4 Tervulkanisasi sepenuhnya Koagulan berupa butiran kering

3.4.4.3 Prosedur Vulkanisasi Dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam

Adapun prosedur vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam adalah sebagai berikut [12] :

1. Disiapkan larutan asam asetat 10 %, Kalium Hidroksida (KOH) 10 %,

aquadest dan kalsium nitrat 10 %.

2. Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas.

3. Plat seng dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C selama 5 menit.

4. Plat seng didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam lateks karet alam pra-vulkanisasi.

5. Plat seng dengan lateks karet alam pra-vulkanisasi kemudian divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C, 110 °C dan 120 °C selama 10 menit.

6. Plat seng dengan lateks karet alam vulkanisasi didinginkan dan ditaburkan kalsium karbonat.


(49)

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN

3.5.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

Adapun flowchart pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida Mulai

Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached

Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) dalam labu

Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter

Dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing

Setelah berbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang

Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, dan didiamkan selama ±

Residu disaring dengan menggunakan kertas saring

Selesai

Dipanaskan pada suhu 60-70 oC sambil diaduk dengan magnetic

stirrer selama 5 jam

Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya

Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu dilarutkan dalam 20 ml methanol) Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamida


(50)

3.5.2 Flowchart Pendispersian Bentonite Clay Dan Alkanolamida

Adapun flowchart pendispersian bentonite clay dan alkanolamida adalah sebagai berikut :

Gambar 3.2 Flowchart Pendispersian Bentonite Clay dan Alkanolamida

Mulai

Bentonite Clay dimasukkan ke dalam ball mill

Ditambahkan aquadest dan alkanolamida dengan perbandingan formulasi yang

Ball mill dihidupkan dan campuran didispersi selama beberapa waktu

Apakah bentonite clay

telah

Tidak

Ya

Ball mill dihentikan dan larutan dispersi ditampung dalam wadah


(51)

3.5.3 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total TSC) Dari Lateks Karet Alam

Adapun flowchart analisa kandungan padatan total (TSC) adalah sebagai berikut :

Mulai

Dimasukkan 5 gram lateks pekat dalam cawan porselin

Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 0C hingga lateks pekat mengering

Selesai

Didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dicatat massanya

Apakah massa yang diperoleh telah konstan ?

Tidak

Ya

Dihitung kadar kandungan padatan total (TSC)

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kandungan Padatan Total (TSC) dari Lateks Karet Alam


(52)

3.5.4 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam

Adapun flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4 Flowchart Pra-Vulkanisasi Lateks Karet Alam Mulai

Seluruh bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu

Seluruh bahan dimasukkan ke dalam

vessel flask dan ditutup rapat

Diaduk di atas penangas air pada suhu ± 70oC

Apakah tes kloroform telah mencapai

Tidak

Ya

Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan didiamkan selama ± 24 jam

Selesai

Diaduk selama ± 1 jam

Setiap selang waktu 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform

Apakah ada variasi formulasi

Tidak


(53)

3.5.5 Flowchart Uji Kloroform Pada Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Adapun flowchart uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut :

Mulai

Tiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi

Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan dan dibiarkan selama 2-3 menit

Selesai

Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukkan dalam cawan yang berisi 10 ml kloroform

Lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang Apakah kematangan

campuran telah mencapai tingkat 3 ?

Tidak

Ya


(54)

3.5.6 Flowchart Vulkanisasi Dan Pembuatan Film Lateks Karet Alam

Adapun flowchart vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam adalah sebagai berikut :

Mulai

Disiapkan larutan asam asetat 10 %, KOH 10 %, aquadest dan kalsium nitrat 10 %

Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas

Selesai

Dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 0C selama 5 menit

Apakah ada variasi waktu yang lain ?

Tidak

Ya Didinginkan sebentar lalu dicelupkan ke dalam lateks

karet alam pra-vulkanisasi

Divulkanisasi dalam oven pada suhu100 cC selama 10 menit

Plat seng didinginkan dan ditaburkan kalsium karbonat


(55)

3.6 PENGUJIAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

3.6.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Dengan ASTM D 412

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan produk lateks karet alam yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan produk lateks karet alam. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (Ao).

Gambar 3.7 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412

Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.6.2 Uji Swelling Index Dan Kerapatan Sambung Silang (Crosslink Density) Dengan ASTM D 471

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam


(56)

dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan

sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan

Flory-Rehner seperti persamaan 2.2 berikut ini [30].

) ( . . 2 . ) 1 ln( ) 2

( 1/3

0 2 1 r NRL r r r C V V V V V M Dimana :

(2MC-1) = densitas sambung silang

V0 dan χ = volume molar dan parameter interaksi dari pelarut (untuk toluene, V0 = 108,5 mol.cm-3and χ = 0,39)

ρNRL = densitas karet = 0,932 [31]

Vr adalah fraksi volume karet dalam gel yang membengkak, dihitung dari persamaan

2.3 berikut ini [31].

sol sol d d d d r

/

W

/

W

/

W

V

Dimana :

Wd = massa dari karet kering

ρd = densitas karet (untuk karet vulkanisasi, ρd = 0,9203 g.cm-3) [31] Wsol = massa cairan

ρsol = densitas cairan (untuk toluene, ρsol = 0,87 g.cm-3) 3.6.3 Karakteristik Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Sampel yang akan dianalisa dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR) yaitu berupa :

1. Bahan penyerasi alkanolamida

2. Bentonite clay

3. Produk hasil dispersi bentonite clay dan bahan penyerasi alkanolamida

4. Produk lateks karet alam tanpa pengisi bentonite clay dan tanpa bahan penyerasi alkanolamida

5. Produk lateks karet alam dengan pengisi bentonite clay tanpa bahan penyerasi alkanolamida


(57)

6. Produk lateks karet alam dengan pengisi bentonite clay dan bahan penyerasi alkanolamida

Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru dalam produk lateks karet alam dengan tambahan pengisi bentonite clay dan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa FTIR dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.6.4 Karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM)

Sampel yang dianalisa yaitu produk lateks karet alam dengan pengisi tanpa penambahan bahan penyerasi alkanolamida, dan produk lateks karet alam dengan pengisi dan penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Tujuan dilakukan analisa ini untuk melihat morfologi penyebaran pengisi didalam matriks lateks karet alam dengan penambahan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa SEM dilakukan di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) bahan penyerasi

alkanolamida dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa alkanolamida. Karakteristik FTIR dari bahan penyerasi alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida

Berdasarkan Gambar di atas maka dapat dicirikan gugus-gugus fungsi penyerasi alkanolamida. Gugus-gugus itu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Perincian Gugus-Gugus Fungsi Bahan Penyerasi Alkananolamida [33]. Frekuensi (cm-1 ) pada

penelitian

Standar kisaran pita serapan (cm-1 )

Keterangan gugus Fungsi

3347,66 4000-3300 O-H

2853,29 2900-2800 C-H metal

2199,80 2800-2000 O-H asam karboksilat

1618,21 1680-1600 C=O amida

1364,62 1500-1300 C-N amina

1047,65 1300-1000 C-O dari eter

720,86 1000-650 C-H alkana

Hasil FTIR senyawa alkanolamida dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3347,66 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus O-H.

Munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 2853,29 cm-1 yang merupakan

3347,66 2853,29 2199,80 1364,62 1618,21 1047,65 720,86 O-H C-H C=O C-H C-N C-O O-H


(59)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (C-N) (C-O) (C-O) (C-O) (C=O) (C-N) (C=O) (O-H) (O-H) (O-H) (O-H) % Tr an sm ita ns i ( % T)

Bilangan Gelombang (cm-1)

Lateks 100'C

Lateks + Bentonit 100'C

10% Pengisi 10 gr 100'C

keberadaan gugus C–H (metil). Munculnya puncak serapan pada bilangan

gelombang 2199,80 cm-1 yang merupakan gugus O-H (asam karboksilat). Munculnya

puncak serapan pada bilangan gelombang 1618,21 cm-1 merupakan keberadaan

gugus C=O (amida). Munculnya puncak serapan 1364,62 cm-1 yang merupakan

keberadaan gugus C-N (amina). Munculnya puncak serapan 1047,65 cm-1 yang merupakan keberadaan gugus C-O (eter). Selain itu munculnya puncak serapan 720,86 cm-1 yang merupakan keberadaan gugus C-H (alkana) [33]. Hasil spektrum FTIR jelas menunjukkan adanya atau terbentuknya gugus-gugus pada senyawa alkanolamida, seperti gugus alkohol, metil, asam karboksilat, amida, amina, eter dan alkana.

4.2 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN DAN TANPA PENGISI BENTONITE CLAY DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi bentonite clay dan penyerasi alkanolamida untuk mengidentifikasi gugus fungsi. Karakteristik FTIR dari produk lateks karet

alam dengan dan tanpa penambahan pengisi bentonite clay dan penyerasi

alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2 Karakteristik FTIR Dari Produk Lateks Karet Alam Dengan Pengisi

Bentonite Clay Dan Penyerasi Alkanolamida 2727,35

2040,69

1130,29 Lateks

Lateks + Bentonite

Lateks + Bentonite + Alk

840,96 3938,64 (O-H) 1666,50 (C-O) (C-H)


(1)

C.4 BENTONITE CLAY DENGAN UKURAN 300 MESH

Gambar C.4 Bentonite Clay Dengan Ukuran 300 Mesh

C.5 PROSES PENDISPERSIAN BENTONITE CLAY DAN ALKANOLAMIDA

Gambar C.5 Proses Pendispersian Bentonite Clay dan Alkanolamida

C.6 LARUTAN HASIL DISPERSI BENTONITE CLAY DAN ALKANOLAMIDA


(2)

C.7 BAHAN KURATIF PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam

C.8 PROSES PRA-VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.8 Proses Pra-Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

C.9 PROSES UJI KLOROFORM PRODUK LATEKS KARET ALAM


(3)

C.10 LARUTAN PEMBERSIH PLAT PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

C.11 WADAH PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.11 Wadah Pencelupan Produk Lateks Karet Alam C.12 PROSES VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM


(4)

C.13 PROSES PEMBEDAKAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam

C.14 PRODUK LATEKS KARET ALAM BERPENGISI BENTONITE CLAY DAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar C.14 Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Bentonite Clay dan Bahan Penyerasi Alkanolamida


(5)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 10 20 30 40 50 60 (C-O) (C-N) (C=O) (O-H) T ra nsm ita nsi ( % )

Bilangan Gelombang (cm-1)

Lateks 100oC

LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN

D.1 HASIL FTIR ALKANOLAMIDA

Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida

D.2 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM TANPA PENAMBAHAN PENGISI BENTONITE CLAY DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA


(6)

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 10 20 30 40 50 60 70 (C-O) (C-N) (C=O) (O-H) Tr an sm ita nsi (% )

Bilangan Gelombang (cm-1)

Lateks + Bentonite 100oC

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 10 20 30 40 50 (O-H) (C-O) (O-H) T ra nsm ita nsi ( % )

Bilangan Gelombang (cm-1)

10 % Pengisi 10 gr T= 100oC

D.3 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI BENTONITE CLAY DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar D.3 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi

Bentonite Clay dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

D.4 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI BENTONITE CLAY DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA Hasil FTIR

Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Lateks + Bentonite + Alkanolamida 100oC