al-istishna` dari PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk guna mengadakan
analisis mendalam terhadap nasabah. Hal ini telah sesuai dengan prinsip kehati-hatian prudential banking
yang harus dilaksanakan oleh sebuah bank sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, yaitu:
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Kemudian telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No.57PBI2003 Pasal 2 ayat 1 tentang Kualitas
Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah menyatakan bahwa “Penanaman dana Bank Syariah pada Aktiva Produktif wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip
kehati-hatian.
30
2. Analisa dan Mekanisme Pembiayaan Istishna` pada PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk
a. Teknis Perbankan
Dalam teknis perbankan syariah, istishna` termasuk bagian dari jual beli dan mirip dengan salam yaitu jual beli pesanan. Akad istishna`
diperlukan karena kebutuhan masyarakat yang pada umumnya hasil
30
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah,
PBI No.57PBI2003, pasal 2, ayat 1
komoditi yang diproduksi sesuai dengan kepuasan konsumen. Bank menjual pesanan tertentu kepada nasabah pemesan sesuai dengan
perjanjian yang mengikat sebelumnya. Shani
produsen dalam proses pengerjaannya memerlukan biaya yang berhubungan langsung maupun tidak langsung. Seperti biaya langsung
yang berhubungan dengan proses pembuatan pesanan, sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya yang timbul adanya akad istishna`, termasuk
juga biaya administrasi. Dalam sebuah kontrak istishna`, bisa saja pembeli mengizinkan
pembuat menggunakan sub-kontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut. Dengan demikian, pembuat dapat membuat kontrak istishna`
kedua untuk memenuhi kewajibannya pada kontrak pertama. Kontrak baru ini dikenal sebagai istishna` pararel.
Ada beberapa konsekuensi saat bank Islam menggunakan akad istishna`
pararel. Di antaranya sebagai berikut: 1
Bank Islam sebagai shani` pada kontrak pertama tetap merupakan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
kewajibannya. Istishna` pararel atau sub-kontrak untuk sementara harus dianggap tidak ada. Dengan demikian, sebagai shani` pada
kontrak pertama, bank tetap bertanggung jawab atas setiap kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran kontrak yang berasal dari kontrak pararel.
Akad 1Pesan
3. Jual 2 Beli Akad II
2 Shani` penerima sub-kontrak pembuatan pada istishna` pararel
bertanggung jawab
terhadap bank
Islam sebagai
pemesan mustashni`. Ia tidak mempunyai hubungan hukum secara langsung
dengan nasabah pada kontrak pertama akad. bai` istishna` kedua merupakan kontrak pararel, tetapi bukan merupakan bagian atau syarat
untuk kontrak pertama. Dengan demikian, kedua kontrak tersebut tidak mempunyai kaitan hukum sama sekali.
3 Bank sebagai shani` atau pihak yang siap untuk membuat atau
mengadakan barang, bertanggung jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan sub-kontraktor dan jaminan yang timbul
darinya. Kewajiban inilah yang membenarkan keabsahan istishna` pararel, juga menjadi dasar bahwa bank boleh memungut keuntungan
jika ada.
b. Skema Teknis Perbankan Pembiayaan Istishna`
Gambar 4.1
Skema Teknis Perbankan Pembiayaan Istishna`
Nasabah Pembeli
Produsen Kontraktor
Bank Penjual
Dari penjelasan dan gambar diatas, menurut Syafi`i Antonio, dalam melakukan istishna` pararel bank Islam menggunakan 2 dua akad. Akad
I antara bank dengan nasabah pemesan, kemudian pada akad II dilakukan antara bank dengan pihak produsen pembuat kontraktor.
Gambar 4.2
Skema Teknis Pembiayaan Istishna` di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Sumber : PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Pedoman Pembiayaan Istishna`
Menurut penjelasan diatas adalah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dalam melakukan transaksi pembiayaan istishna` pararel menggunakan
dua akad. Akad I antara Bank dengan produsen pembuat kontraktor, kemudian pada akad II dilakukan antara bank dengan pihak nasabah
pemesan
Akad II Bayar
Kirim Dokumen Bayar
Pengiriman Barang dan Dokumen Akad I
Pesan Barang
Nasabah Bank
Kontraktor
Secara substansi pada intinya tidak ada perbedaan antara gambar 1 dan 2 diatas, dimana sebelum dilakukan akad antara nasabah pemesan dengan
bank, telah dilakukan suatu Pernyataan Kesepahaman Memorandum of UnderstandingMoU
mengenai pemesanan barang antara nasabah pemesan dengan bank sebagai dasar bagi bank untuk mendapatkan
kepastian dari nasabah pemesan dalam memproduksi barang pesanan. Setelah mendapatkan kepastian dari nasabah pemesan, maka bank
akan melakukan akad istishna` pararel dengan pihak produsen pembuat kontraktor.
B. Penerapan Akuntansi Pembiayaan Istishna` pada PT. Bank Muamalat