pula dikarenakan rasa lapar yang lebih pada anak tersebut. Makanan yang berlebih yang dikonsumsi anak merupakan penyebab langsung
pembentukan lemak tubuh, namun ia menerima makanan berlebih sebagian karena ia memiliki rasa lapar yang tinggi dan yang dipengaruhi
oleh gen yang dimilikinya.
2.2.4. Efek Klinis Obesitas pada Remaja
Obesitas menimbulkan bermacam efek terhadap pertumbuhan, perkembangan psikososial, dan timbulnya penyakit. Kelebihan timbunan lemak
menimbulkan efek paling ringan terhadap pertumbuhan. Remaja yang obes umumnya lebih tinggi pada setiap usia daripada remaja lain dari usia dan jenis
kelamin sama, atau lebih tinggi dari perkiraan potensial genetiknya. Perkecualian pada beberapa sindrom kongenital atau sindrom Prader-Willi dan sindroma
Cushing: ditemukan TB lebih rendah dari persentil ke-50 atau lebih rendah dari TB yang diperkirakan menurut potensial genetiknya Suandi, 2004.
Menurut Unger, Ariza, dan Sentongo 2005, efek klinis yang berhubungan dengan kelebihan berat badan, adalah:
• Toleransi glukosa dan peningkatan prevalensi diabetes tipe 2. Anak yang
didiagnosa dengan diabetes tipe 2 memiliki resiko sebagai dewasa muda dengan penyakit gagal ginjal, keguguran, kebutaan, amputasi, bahkan
kematian. •
Peningkatan resiko hiperlipidemia peningkatan kolesterol serum, HDL high-density lipoprotein, dan hipertrigliseridemia yang berhubungan
dengan penyakit jantung dan pembuluh darah hipertensi dan aterosklerosis. Fatty streaks telah ditemukan di arteri koroner pada anak
dengan kelebihan berat badan pada usia 10 tahun. •
Anak dengan kelebihan berat badan memiliki resiko mengalami steatosis hepatis, penyakit empedu, gastroesophageal reflux, penyakit pernafasan,
dan kelainan ortopedik.
Universitas Sumatera Utara
• Gangguan tidur seperti kelainan bernafas saat tidur, mengorok, sleep apnea,
mengantuk, tidur tidak pulas, dan mengompol. Hal ini didiagnosa dari gejala klinis dalam beberapa kasus penelitian mengenai tidur.
• Dispnea saat ekspirasi juga sering dialami anak dengan kelebihan berat
badan. Gejala yang muncul adalah batuk, respiratory distress, nyeri dada, dan pallor dengan peningkatan aktifitas fisik.
• Social ostracism, gangguan emosional, dan gangguan sosial sering muncul
dan dapat sangat mempengaruhi anak dengan kelebihan berat badan dari remaja sampai dewasa.
Menurut Misnadiarly 2007 kelebihan berat badan juga dapat menyebabkan terjadinya masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak
seperti: 1.
Percaya diri rendah dan rawan diganggu anak lain Anak-anak sering kali mengganggu atau mencela kawan mereka yang
kelebihan berat badan, dan sering kali mengakibatkan anak tersebut kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan risiko terjadinya depresi.
2. Problem pada tingkah laku dan pola belajar
Anak-anak yang kelebihan berat badan cenderung lebih sering merasa cemas dan memiliki kemampuan bersosialisasi lebih rendah daripada anak-
anak dengan berat normal. Masalah-masalah ini mengakibatkan anak tersebut:
• meledak dan mengganggu ruang
• menarik diri dari pergaulan sosial
Stres dan cemas juga akan mengganggu proses belajar. Kecemasan yang berhubungan dengan masalah sekolah dapat menimbulkan rasa khawatir
yang terus meningkat akan menyebabkan menurunnya pencapaian akademis.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian di Portugal oleh Miguel 2008, remaja yang menganggap dirinya “gemuk” adalah mereka dengan pencapaian akademis yang buruk
dan remaja yang mengganggap dirinya “kurus” adalah mereka dengan pencapaian akademis yang baik. Situasi yang sama ketika menganalisis
hubungan depresi dan obesitas, remaja yang obes memiliki prestasi akademik yang lebih buruk dibandingkan dengan remaja yang non-obes.
Menurut penelitian di Korea oleh Young dan Finkelstein 2011 pun memiliki hasil yang sama. Dimana antara remaja di Korea, anak dengan
overweight dan obesitas memiliki kecenderungan lebih besar memiliki prestasi akademik yang lebih rendah.
3. Depresi
Isolasi sosial dan rendahnya rasa percaya diri menimbulkan rasa perasaan tidak berdaya pada sebagian anak yang kelebihan berat. Bila anak-anak
kehilangan harapan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih baik, pada akhirnya mereka akan mengalami depresi. Seorang anak yang mengalami
depresi akan kehilangan rasa tertarik pada aktivitas normal, lebih banyak tidur dari biasanya atau sering kali menangis.
Kebanyakan anak yang mengalami depresi mengalami kesulitan dalam bidang akademis. Penarikan diri yang dilakukan mengakibatkan
ketidakmampuan mengikuti aktifitas akademik di sekolah. Hal ini mengakibatkan kesulitan konsentrasi dan kelelahan dalam menyelesaikan
pekerjaan rumah dan tugas di kelas. Hasilnya, anak-anak tersebut akan memiliki prestasi akademik yang kurang baik, dimana akan meningkatkan
stres dan depresi secara berkelanjutan Haugaard, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang